Kalau kita mau membeli buku biasanya kita akan pergi ke toko buku atau ke pameran buku dengan sale besar-besaran, dan membeli buku yang kita inginkan. Tapi itu waktu aku di Jakarta. Waktu aku pertama kali ke toko buku di Jepang yang menarik perhatianku adalah toko buku TIDAK menjual peralatan tulis. Jadi toko buku atau honya 本屋 hanya menjual buku dan majalah + peta (pembatas buku + cover deh paling), sedangkan kalau mau membeli alat tulis, notes dsb nya itu di Bunguten 文具店. Meskipun demikian di toko besar biasanya ada juga bagian stationary. Tapi kamu tidak katakan, “Aku mau ke honya beli bolpen”.
Nah, kalau membeli buku dimanapun di Jepang akan sama harganya. Harga buku tertera di bagian belakang berikut bar codenya. Biasanya tertulis harga berikut pajak pembelian. Dan harga itu yang harus kita bayar di kasir. TIDAK ADA KORTING di toko buku, tidak ada penjualan besar-besaran, kecuali untuk buku bahasa asing berupa wagon sale (itu juga karena ada perbedaan kurs). Tapi untuk buku terbitan penerbit Jepang tidak ada SALE, atau tidak ada PAMERAN BUKU, sama sekali. Masyarakat Jepang tidak perlu sale atau pameran buku untuk “diumpan” minat membacanya. Mereka akan membeli sesuai harga yang tertera.
Tapi jika kamu mau membeli buku yang murah, bisa mencarinya di Toko BUKU BEKAS yang disebut FURUHON-YA 古本屋. Meskipun bekas, buku-buku yang dijual di furuhon-ya seperti baru, tak ada coretan apalagi robek. Begitu ada coretan atau robek, dia akan masuk ke keranjang untuk wagonsale yang bisa dikasih harga 10 yen sampai 100 yen. Begitu pula kalau mau membeli majalah. Tunggu satu-dua hari, lalu cari di toko buku bekas, maka bisa berhemat 100-200 yen tapi… telat informasinya…mungkin.
Majalah di Jepang berumur “jam” an hehehe. Begitu dibeli, dibaca, poi...buang! Kadang mereka membuang majalah baru (atau koran) di tempat sampah atau kadang taruh begitu saja di bangku atau rak dalam kereta. Kalau melihat majalah atau koran di atas rak dalam kereta, boleh diambil, karena berarti itu sudah dibuang. Karena itu kadang kala, ada “pemulung” yang mengambili majalah-majalah di rak dalam kereta atau di bangku stasiun, dan kemudian dijual kembali seharga 100 yen. Tentu saja ilegal, tapi kadang petugas stasiun menutup mata terhadap kondisi ini. Jika terjadi masalah, misalnya bertengkar mulut dan kemudian membuat keributan, baru polisi datang dan “mengusir” mereka. Jadi? beli saja majalah 100 yen itu, meskipun saya rasa tidak banyak yang mau membeli, karena mereka juga pikir “Wah itu majalah mungkin sudah pernah masuk tong sampah…tidak higienis…!”.
Toko buku bekas ini banyak dijumpai di daerah sekolah/universitas. Sepanjang jalan menuju universitas Waseda, banyak terdapat toko buku bekas, dan kadang mereka mempunyai spesialisasi bidang tertentu, misalnya buku ekonomi di toko A, dan buku sosial di toko B. Ada pula perhimpunan toko buku bekas di suatu daerah, atau bahkan ada perhimpunan toko bekas se-Jepang, bisa lihat webnya di sini. Nanti mereka akan mengadakan pasar buku bekas murah di tempat-tempat strategis, dan bisa kita datangi. Tapi, tentu saja harganya tidak seperti yang tercantum di halaman belakang buku. Kadang bisa murah, seperti kamus bahasa Indonesia- Jepang yang terbitan Daigaku Shorin, jika baru seharga 8000 yen, jika mencari di toko buku bekas, berkisar 3500-5000 yen. Kadang aku membelikan kamus bekas itu setiap mampir dan melihat ada di toko buku bekas, untuk murid-muridku. Tapiiiiiii itu dulu, karena sekarang sudah ada Kamus Bahasa Indonesia -Jepang karangan Sasaki Shigetsugu (mantan dosen Universitas Bahasa Asing Tokyo), suami dari ibu Sasaki yang memperkenalkan aku dengan Universitas Senshu dan banyak membantuku waktu aku melahirkan Riku. Pemesanan dan pembelian Kamus Bahasa Indonesia Jepang ini bisa dilakukan online, harap lihat website ini.
Tapi ada pula buku yang jauh lebih mahal dari harga yang tertera di bagian belakang buku. Karena jarang dan kuno, harganya bisa berlipat-lipat. Tidak ada standar yang pasti, kecuali dari pemilik toko, yang mungkin jeli membaca trend minat baca warga Jepang. Kalau mau bisa saja membandingkan dengan toko buku bekas lain dan membeli yang termurah. Tapi biasanya buku-buku khusus amatlah susah dicari.
Nah, sejak aku malas dan tidak ada waktu membeli buku baru di toko buku, maka aku membeli di toko online, AMAZON. Yang herannya, kalau membeli di sini banyak yang dikorting (meski sedikit) ! Hipotesa aku karena mereka tidak perlu sumber daya manusia yang banyak dan toko yang representatif. Selain itu jika menjadi anggota (dengan membayar iuran tahunan) ongkos kirim gratis. Dan karena aku juga sering membeli pampers, dot, susu di sana, dan berkali-kali, jelas lebih murah jika aku membayar iuran anggota daripada membayar ongkos kirim setiap kali pesan. Tidak perlu capek-capek apalagi mengeluarkan transport, sesudah pesan dan bayar (bisa credit card, bisa transfer) buku dan barang-barang dikirim ke rumah, dengan service yang mengagumkan. Karena kebanyakan bisa diantar keesokan harinya, bahkan kalau pesan sebelum jam 8 pagi bisa diantar malamnya di hari yang sama. Betapa sering aku membeli pampers waktu hujan dan kehabisan, emergency.
Hampir semua judul buku ada, dan bahkan jika kita mencari buku dengan judul tertentu yang sulit didapat atau habis di toko buku, kita juga bisa pesan dan menunggu sampai ada atau….. tersedia buku bekasnya. Selain buku baru, kadang ada daftar toko buku bekas yang berkolaborasi dengan Amazon! Masing-masing dengan harganya. Daftar akan dimulai dengan harga 1 yen (+340 yen untuk ongkos kirim, karena tidak dikirim dari gudangnya amazon, tapi langsung dari toko buku bekas ybs). Kalau buku itu masih barupun, tapi kalau mau menghemat budget buku, bisa membeli buku bekasnya. Apalagi kalau memang buku itu sudah tidak dicetak lagi, seperti buku Dewi Srinya Kako Satoshi yang aku ceritakan di sini.
Aku baru saja membelikan Gen 5 buah buku bekas, 1 buku bahasa Jepang mengenai cara pelayanan penumpang JAL yang dia cari-cari dan sudah tidak dijual di toko karena sudah lama (th 1985). Waktu buku itu sampai, kami berdua sempat tertawa melihat logo JAL yang lama… wah jadul bener deh. Lalu 4 buku yang lainnya? Semua adalah buku terjemahan buku Indonesia. Mau tahu judulnya?
1. “Kisah Perjuangan Suku Naga” karya alm. Rendra ナガ族の闘いの物語 (1998, harga asli 1995 yen, masih ada yang baru) kami beli seharga 171+ ongkos kirim jadi 511 yen
2. Burung-Burung Manyar karangan alm. YB Mangunwijaya 嵐の中のマニャール (th 1987, tidak ada yang baru, harga asli 2200 yen) kami beli dengan harga 1 yen + ongkos kirim 340yen
3. Romo Rahadi karangan alm. YB Mangunwijaya イリアン 森と湖の祭り,(harga asli 2625 yen, masih dijual yang baru) harganya 84 yen+ ongkos kirim 340 yen
4. Kumpulan cerita rakyat Indonesia, Hanaoka (th 1982, sudah tidak dijual lagi) kami beli dengan harga 384 yen+ongkos kirim
Buku bekasnya benar-benar seperti baru! Karena itu aku tidak pernah ragu meskipun membeli buku bekas. Mereka sudah steril dulu bukunya sebelum dijual. Packingnya juga bagus. Jika ada cacat pasti diberitahu sebelumnya. Dan terus terang saja, kecuali buku Burung Manyar bahasa Indonesia, buku bahasa Indonesianya yang lain saya tidak punya! Memang Gen suka membaca karya sastra dan dia paling rajin membaca buku-buku Indonesia yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang (tentu saja bukan diterjemahkan olehku hahaha). Dia sudah pernah membaca “Saman” karya Ayu Utami, yang menurut penilaiannya: biasa-biasa saja hihihi.
Apa yang mau aku sampaikan di sini adalah Jepang memang SURGA buku, baik buku baru (lumayan mahal) maupun buku bekas (cukup murah). Apalagi dengan adanya toko online yang amat membantu orang-orang yang sibuk dan tidak bisa mencari di toko buku sendiri. Untuk toko online di Indonesia memang sudah banyak, meskipun kebanyakan masih menjual buku baru atau judul buku yang terbatas. Ada banyak masalah dengan pelayanan seperti yang pernah aku tuliskan di sini juga. Untuk buku bekas? Aku pernah menemukan toko online buku bekas, tapi ternyata toko itu sudah tutup tup… tup…. tup….!
Tapi….. sebetulnya aku juga baru saja membeli buku bekas bahasa Indonesia secara online! Kalau kamu baca ceritanya sahabat saya Eka di sini, pasti lebih afdol lagi, atau langsung ke toko onlinenya: VIXXIO. Memang jumlah buku yang dijual masih sedikit. cuma kebetulan seleranya si Fanda, pemiliknya, mirip-mirip aku, sehingga langsung deh aku beli sampai 8 buku! (dan sedang pesan lagi 2 buku dari Maria A. Sardjono loh) . Kalau dia bisa mengembangkan dan me-maintain toko buku bekasnya lebih yahud lagi, aku jamin banyak yang membelinya.
Nah, rumahku sekarang begitu penuh dengan buku. Kata Gen sih, dia mau menjual saja buku-bukunya yang sudah dibaca. Menjual buku bekas di sini juga gampang…tapi….. murah sekali! Sepuluh buku bunkobon 文庫本 (buku dengan ukuran saku, yang dicetak khusus pertama kali oleh Iwanami Shoten, kemudian diikuti penerbit lainnya. buku ukuran saku ini memungkinkan orang membeli buku dengan harga murah karena bukan hard cover, ukuran seragam dan jarang ada gambarnya. mass product, tapi aku senang karena ukuran sama, sehingga pemandangan rak buku juga bagus dilihat), paling-paling dihargai 100 yen. Waktu itu Gen pernah menjual 2 kantong besar penuh buku dan hanya menerima 2000 yen! Habis deh untuk beli satu buku hard cover. Tapi daripada dibuang…. (dibuang pun biasanya ada yang mungut sih hihihi).
Memang solusi untuk mereka yang tidak mempunyai tempat penyimpanan buku yang luas adalah dengan membeli e-book. Apalagi sekarang sudah ada Ipad kan. HP ku bahkan namanya Biblio yang dirancang untuk membaca buku digital. Tapi secanggih-canggihnya e-book, aku memang masih lebih suka membaca buku. Sensasi membuka lembar demi lembar sambil tiduran atau duduk di kereta itu tidak bisa digantikan dengan elektronik. Untuk surat kabar, cukuplah online…karena beritanya berubah terus setiap hari. Bisa hemat kertas juga, tapi buku? Aku masih lebih suka buku yang terbuat dari kertas, dan tidak akan aku buang… jika tidak terpaksa sekali. Bagaimana dengan teman-teman? Suka e-book?