Beda Buku Jepang dan Indonesia

21 Apr

Kemarin aku sakit kepala, sampai setiap suara anak-anak menjadi gangguan 🙁 Meskipun sudah kuminta anak-anak untuk tidak berteriak atau bertengkar tapi tetap saja. Dan puncaknya sekitar pukul 7:30 malam aku menyuruh Riku mematikan televisi dan diam. Untung Riku sudah bisa mengerti sehingga dia mengajak adiknya masuk tempat tidur, dan membacakan picture book. Yang dipilih adalah “Momotaro”, cerita tentang seorang anak lelaki yang “lahir” dari sebuah Peach besar yang mengalir di sungai, kemudian diambil oleh seorang nenek yang sedang mencuci. Cara lahirnya itu yang lucu, yaitu waktu si nenek mau membelah buah peach dengan pisau, maka peach itu membuka sendiri, dan “oe oek….” seorang bayi menangis deh. Nah yang lucu di situ bergambar bayi dengan t*titnya, dan Kai menunjuk-nunjuk… Eh ada cincin! Aku juga punya! hahaha…

Rame deh akhirnya, tapi saat itu Kai bilang, “Chigau!(Berbeda)”. Ya dia ingat penjelasanku tentang buku beberapa hari yang lalu. Anak ini memang pintar, dijelaskan satu kali bisa ingat terus. Apa yang dia tanyakan waktu itu? Coba perhatikan gambar 2 picture book ini.

Saya pilihkan dua picture book, yang satu "Momotaro" dan satunya "Wall-e" terjemahan ke bahasa Jepang

Sekilas tidak berbeda ya? sama besarnya. Coba lihat foto berikutnya, bagaimana kalau kita buka halaman pertama.

Terlihat perbedaannya ya. Yang "Wall-e" membuka ke kiri, sedangkan "Momotaro" membuka ke kanan

Buku “Wall-e” seperti biasanya buku-buku Indonesia, membuka ke kiri. Sedangkan “Momotaro” adalah ciri khas buku Jepang! Membuka ke kanan. Atau kalau dengan pemikiran orang Indonesia, membuka dari belakang ke depan. YA! BERBEDA! Dan itu disadari Kai beberapa malam yang lalu waktu aku mendongeng untuk dia. (Doooh akhir-akhir ini dia selalu minta dibacakan buku, dan kadang butuh 2 jam sampai dia tertidur…sengsara bener deh aku! Kalau tengah malam dia terbangun, juga minta membaca buku. Akhirnya biasanya aku pura-pura buka buku, padahal aku tidak baca…aku ceritakan apa yang sudah aku hafal. Bahkan kalau perlu hanya bergumam saja hihii)

Nah waktu itu aku jelaskan pada Kai tentang perbedaan kedua buku itu. Pasti dia tidak bisa menyerap semua penjelasan aku, tapi tetap aku jelaskan. Dia akan bisa memahaminya kelak.

Seperti yang sudah aku katakan tadi, bahwa “Momotaro” adalah buku khas Jepang. Ditulis dengan bahasa Jepang (ya iyalah… hihihi) Tapi ditulis dari atas ke bawah. Ini sebetulnya cara menulis Jepang yang asli. Dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan. Oleh sebab itu cara membuka buku yang ditulis vertikal begitu itu harus membuka ke kanan! Sedangkan buku “Wall-e” meskipun ditulis dalam bahasa Jepang pun, ditulis dengan cara modern dari kiri ke kanan secara horisontal. Karena itu dalam membaca pun harus membuka ke kiri, selayaknya buku-buku berbahasa Inggris/Indonesia atau buku lain yang ditulis dalam alfabet.

Beda tulisan vertikal dan horisontal mempengaruhi "cara" membuka buku.

Tentu akan bertanya, loh menulis dari atas-ke bawah dari kiri ke kanan, apa tidak belepotan tuh tangannya dengan tinta? Ini juga pertanyaan aku tadinya, lalu aku teringat bahwa memang orang Jepang kuno menulis bukan dengan bolpen tapi dengan tinta dan kuas. Tidak boleh meletakkan tangan pada kertas. Gaya menulis kaligrafi Jepang pun menunjukkan bahwa sikap duduk yang lurus (tidak bongkok) mempengaruhi keindahan tulisan.

Aku pernah belajar kaligrafi Jepang sebentar dan memang sikap duduk amat sangat menentukan. Sebenarnya kalau ada kelas menulis kaligrafi yang murah, aku ingin ikut lagi deh. Atau paling sedikit ingin menyuruh Riku mempelajarinya supaya tulisan dia bagus dan rapih. ( Aku harus bersyukur bahwa dia masih termasuk rapih menulisnya, meskipun kadang aku bingung membaca tulisannya hehehe)

Well, untuk sementara waktu aku harus bersiap mendengarkan celoteh Kai sebelum aku dongengi dengan kata-kata, “Chigau (Berbeda)”

Ikkyu menulis kaligrafi dengan kuas pada kertas yang panjang. Test waktu itu adalah menulis satu huruf yang mempunyai arti dengan satu goresan saja (tidak boleh terputus) dan ikkyu memilih kata "shi" dalam hiragana yang artinya "mati"