Saya diberi tugas oleh Bang Hery untuk membahas tentang kaleidoscope. Setelah saya cari dalam google versi jepang, saya mendapatkan keterangan ini.
Kaleidoscope berasal dari bahasa Yunani yang merupakan paduan kata [Kalos] yang berarti indah, [eidos] berarti corak dan [scope] berarti melihat. Jadi kaleidoscope sendiri merupakan sebuah alat semacam teropong yang didalamnya terdiri dari 3 lembar lempengan kaca yang diberi sekat, dan di bagian dalam diberi kepingan kaca atau kertas warna warni sehingga bisa memantulkan sesuatu corak yang berwarna-warni. Kita bisa melihat langsung ke dalam teropong tersebut atau memantulkannya ke dinding. Seni ini sangat terkenal di Jepang, sehingga kalau Anda pergi ke toko cendera mata, pasti akan menemukan tabung dengan lapisan kertas Jepang, dan jika Anda melihat lewat lubang kaca yang ada di ujungnya, bisa melihat corak warna yang bisa berubah jika tabung itu diputar.
Ya! itulah kaleidoskop (bahasa Jepangnya Bankakyou) . Arti sesungguhnya melihat corak yang indah…. sampai ada museum di Kobe bernama Kobe Kitano Kaleidoscope yang menyuguhkan keindahan kaleidoscope dalam berbagai jenis warna dan corak. Lihat slogannya, Healing and Relaxing Time with Beautiful View in a Small Hole.
Tapi di penghujung tahun biasanya memang ada acara di televisi/media lain di Indonesia yang menyajikan suatu rangkaian kejadian yang terjadi dalam satu tahun sebagai kilas balik, dan dinamakan Kaleidoscope. Tapi karena isinya bermacam-macam kejadian, dan termasuk juga kejadian buruk, mestinya tidak cocok ya dinamakan kaleidoscope. Semestinya diberi nama kilas balik saja… atau perenungan. Siapa yang mau usul?
:::::::::::::::::::::::
Saya sebetulnya ingin sekali membuat kaleidoscope eh kilas balik saya di tahun 2008. Tapi karena tidak ada waktu, saya ingin membuat sebuah “CHILDLENS”. Apa yang dilihat seorang anak melalui lensa kamera. Terinspirasi dari sebuah buku dengan judul sama, yang saya baca di Sendai. Seorang anak diberikan kamera dan bebas mengambil foto apa saja. Dalam buku itu ada foto tatami, ada foto kamar, atau mainannya, dan ada foto ibunya sedang berganti baju. Sebagai pengganti Kaleidoscope saya, saya ingin mengetengahkan childlens Riku yang membawa kamera waktu dia pergi ke Okinawa musim panas lalu. Saya pilihkan beberapa foto dia yang layak menurut kacamata orang dewasa.
Bagaimana? Apakah Anda terhibur dengan hasil potret Riku?
Waktu kecil dan pertama kali saya kasih Riku pegang/potret dengan camera digital, papanya bersungut-sungut. Katanya,”Anak-anak dikasih kamera, nanti kalau rusak bagaimana?” Tapi saya bilang, asal kita kasih tahu tidak boleh begini begitu kan pasti bisa. Kalau rusak ya itu resiko. Sama halnya waktu Riku sudah mulai mengerti dan menggeratak apa saja, saya bilang, “Jangan pegang pisau. Pisau itu bisa membuat berdarah, dan sakit. Tapi kalau Riku mau sakit, silakan!. Riku mau sakit?”….. Tentu saja dia bilang tidak. Dan sejak saat itu biarpun ada pisau di atas meja, dia tidak akan pernah ambil atau bermain. Malahan dia bilang, “Mama ini pisau. Bahaya loh!”….
Biarkan anak-anak bermain dan berkembang dan juga merasakan kenyataan yang mungkin tidak bagus, sejauh resiko itu masih rendah. (Tentu saja saya tidak akan biarkan dia berjalan sendirian di jalan besar waktu itu kan, karena semua juga ada waktunya. Lihat-lihat kondisinya lah….)
Apa sih kepanjangan TTS.…. Ya memang saya sudah tahu, tapi waktu iseng nyari di mas Google, saya bertemu dengan situs keren yaitu http://www.all-acronyms.com. Asyik juga loh bisa tahu segala macam singkatan (tentu saja bahasa Inggris). TTS ada singkatan dari Transaction Tracking System, Text To Speech, Total Training System (nah ini mungkin penting untuk mas Trainer), dan yang cukup bikin geli adalah Tiny Tit Syndrome. Tapi TTS yang saya maksud di sini adalah singkatan bahasa Indonesia Teka Teki Silang atau bahasa kerennya Crossroad Crossword.
Dulu sebelum mama saya sakit, dia paling suka isi TTS begitu, tapi tentu banyak nanyanya. Dan waktu mama saya masuk RS, selalu ada buku TTS di kamarnya yang dikerjakan oleh tante Diana, yang menjagai mama. Dulu saya juga ingat, saya sering mengisi TTS yang ada di koran-koran, tapi belum pernah satu kalipun mengirimkannya. Mungkin ada teman yang sudah pernah? dan mendapat uang hadiah?
Kadang pertanyaannya aneh-aneh. Dari bahasa asing yang pasti tidak kita ketahui kalau tidak bertanya. Bayangkan waktu itu sudah sering ditanya kata dalam bahasa Jepang, Italia, Spanyol, Latin dan lain-lain. Atau kadang-kadang ditanya bahasa Jawa juga (Untung tidak ditanya bahasa daerah lainnya ya). Belum lagi nama kantor berita (karena belum ada internet, harus punya buku pintar deh), atau nama kota (kalau ini sih gampang), nama kepala negara dll.
Tapi TTS ini memang bisa dipakai sebagai pencegah kepikunan, sehingga saya lebih setuju ibu-ibu rumah tangga mengisi TTS daripada menonton sinetron dan bergosip dengan tetangganya (kalau jaman sekarang sih ibu RT udah main komputer dan online mel….hehhehe – bukan begitu Jeng Rhainy?)
TTS Jepang? saya belum pernah coba, tapi kok rasanya ribet. Abis mereka kan tidak pakai alfabet. susah jeh…. nanti saya tanya deh sama ibu mertua saya. Tapi meski TTS tidak begitu populer di Jepang, hari ini tanggal 21 Desember disebut sebagai hari TTS. Sebabnya pada tahun 1913, Di dalam surat kabar New York World edisi hari Minggu ditampilkan TTS untuk pertama kalinya.
Nah, hari ini juga hari untuk Palindrome. Sejenis makanan apa lagi tuh Palindrome? Mungkin saudaranya Syndrome ya? hehehehe. Saya yakin teman-teman blogger baru pertama kali dengar kata Palindrome. Dalam bahasa Jepangnya Kaibun 回文。 Plaindrome adalah suatu kata yang jika dibaca dari kiri ke kanan sama dengan dari kanan ke kiri. Atau dalam bahasa Jepang juga bisa dari atas ke bawah sama dengan dari bawah ke atas. Contohnya dalam bahasa Inggris adalah Race Car. Nurses run. Sedangkan dalam bahasa Indonesia seperti katak, kodok dan kakak. (Ada lagi yang lain ngga ya?)
Dalam bahasa Jepang ada beberapa jenis, yaitu yang kanjinya sama, seperti merek sebuah teh 山本山 atau hiragana atau katakana nya yang sama しんぶんし, まさこさま、トマト. Sedangkan yang huruf latinnya sama seperti AKASAKA, IKAYAKI dan NISSIN. Ada pula yang berbentuk kalimat panjang (bukan satu kata).
Kenapa Palindrome diperingati hari ini? Karena hari ini jika ditulis berdasarkan cara Jepang (bulan dulu baru tanggal) menjadi 1221, palindrome juga kan. Dan memang palindrome juga bisa terjadi pada angka, bukan hanya pada kata. Jadi coba perhatikan tanggal dan bulan lahir Anda… mungkin palindrome juga. (Yang pasti saya bukan)
Hari ini saya beberes lemari buku yang lama tak tersentuh. Dibantu Kai yang membuang semua CD ke lantai, akhirnya satu dinding buku dan CD milikku berhasil dibersihkan/diatur kembali. Gara-garanya ada satu lemari buku yang terpaksa kami bongkar waktu Kai lahir supaya lebih lega kamar untuk dia. Akibatnya semua buku saya yang ada di lemari itu harus masuk kardus sementara. Sekarang sudah lega karena sudah mendapatkan tempat selayaknya.
Bicara mengenai buku, masih ingatkah Anda buku yang pertama kali Anda baca atau dibacakan? Saya sendiri masih ingat buku yang dibacakan oleh ibu saya, berbahasa Belanda yang pernah saya posting di sini. Dan cerita yang paling mengesankan adalah Blauwbaard (Si Jenggot Biru).
Nah untuk Riku buku yang pertama dia punya, dan kita bacakan adalah “Gatan Gotong” artinya hmmm suara kereta api, yang mungkin di bahasa Indonesia menjadi jes jes jes. Sebuah Picture Book yang mudah sekali. Kami bacakan pertama kali ketika dia berumur 6 bulan. Hanya untuk membiasakan dia untuk melihat buku. Buku ini kami dapat dari kelurahan Nerima pada waktu check up berkala dan suntikan BCG di Pusat Kesehatan Masyarakat (Hokenjo) . Semua bayi mendapat satu buku sebagai program memasyarakatkan buku pada anak-anak.Hmmm seandainya saja program ini bisa ditiru di Indonesia…… (atau sudah ada?)
Pagi ini aku mendengar lagi kata itu… Maaf dan terima kasih
Kereta Odakyu line yang aku tumpangi dari stasiun Shimokitazawa, berhenti agak lama di stasiun berikutnya, Seijougakuen Mae. Wah pasti ada sesuatu. Dan kulihat ada petugas yang berlari ke arah gerbong belakang (saya di gerbong agak depan). Dan tak lama ada pengumuman begini;
“Kami mohon maaf penumpang yang terhormat, ada seorang penumpang yang jatuh sakit, dan sedang ditangani. Mohon tunggu sebentar.” (Pengumuman dari luar kereta)
Setelah 2 menit, kondektur memberikan pengumuman:
“Kita sebentar lagi berangkat. Ada penumpang yang tiba-tiba jatuh sakit, sehingga perlu ditangani. Kami mohon maaf atas keterlambatan kereta ini. Kita berhenti di stasiun ini selama 4 menit.
Pintu akan menutup, penumpang yang berdiri dekat pintu harap hati-hati”
—-jreng pintu menutup —- aku pikir baik ya orang Jepang kasih tahu dulu sebelum pintu menutup. Karena dulu waktu saya naik kereta di Italia bersama adik-adik, ingat sekali pintu menutup tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan atau nada peluit buzzer apa saja deh. Dan menutupnya jeblak banget sampai kami kaget. Kalau terjepit lumayan sakit mustinya tuh….
Kereta mulai jalan…
“Stasiun selanjutnya adalah Noborito. Kami mohon maaf atas keterlambatan yang disebabkan oleh penumpang yang sakit. Kami juga berterima kasih pada penumpang sekitarnya yang membantu dalam menangani penumpang tersebut. Sebentar lagi kita sampai di Stasiun Noborito.”
Hmmm …. kondektur itu mengucapkan terima kasih atas nama si sakit, kepada penumpang lainnya. Itu karena, penumpang yang sakit itu adalah tanggung jawab perusahaan kereta. Jadi dnegan menerima bantuan dari penumpang lain, perusahaan itu tertolong. Ini memang sistem “kerangka” 枠組みdi Jepang. Kamu adalah anggota sebuah kelompok, jika terjadi sesuatu pada kamu, maka kelompok itu akan bertanggung jawab, baik itu mengucapkan Maaf atau terima kasih. Kamu tidak akan menjadi individu sendiri di Jepang. Meskipun kadang keadaan itu menghambat perkembangan diri (karena sulit untuk menjadi yang “terdepan”. Tatanan masyarakat ini memang unik dan jarang terdapat di Indoensia. Yang ada di Indonesia, si A bersalah, maka kelompok yang beranggotakan si A malah berlomba mengatakan “itu bukan pernyataan kami”, atau “Si A bukan anggota resmi kami”…. bla bla bla…apa saja yang bersifat mengelak tanggung jawab. Kapan ada si A salah, satu kelompok akan minta maaf?????????? Kalau di Jepang, pertama kali itu yang dilakukan. Minta maaf baru kemudian menjelaskan duduk perkaranya.
Hmmmm 4 menit terlambat. Saya rasa bisa saja 4 menit itu dikejar, meskipun tidak untuk pencapaian jadwal di stasiun-stasiun berikutnya, tapi untuk tujuan akhir bisa ditepatkan pada jadwalnya.
Dan satu lagi yang membuat saya berpikir adalah pengumuman yang terdengar di telinga saya waktu kereta berhenti di stasiun berikut Noborito.
“Ada penumpang yang sakit di stasiun sebelum ini, Kami mohon jika ada penumpang yang merasa tidak enak badan, agar sesegera mungkin お早めに memberitahukan pada kami”
Mungkin dengan mendengar pernyataan ini Melati san akan bilang, “Ahh itu karena perusahaan tidak mau dirugikan lagi, jadi cepat-cepat kasih tahu dong! — ya mungkin ada negatif thinking seperti itu. Tapi didengar dari sudut si calon sakit, pernyataan itu menguatkan. Jadi kalau sakit tidak usah ditahan-tahan loh… Ahhhh diingatkan lagi… Memang Jepang terlalu melindungi warganya. overprotection. Kahogo 過保護。Banyak contoh-contoh overprotection ini, tapi untuk posting ini sekian dulu. Terima kasih!
Aku melangkah lagi lewat jalanan sepi
Perlahan tapi pasti mengikuti ayun melodi
Langkah silih berganti
Melalui hari yang sunyi
Aku melangkah lagi dengan pasti
Langkah semakin cepat
Kar’na citaku semakin dekap
Hasrat kini terungkap
Dalam kata-kata yang terucap
Waktu terus melaju seirama alunan lagu
Aku melangkah lagi dengan pasti!
Liku-liku yang dulu adalah guru bagiku
Dan kuyakinkan diri menghadapi yang terjadi
Harapan yang ada takkan ku sia-sia Kenangan yang lama sirna seiring nada
Kutinggalkan bayang-bayang semu
Lalu memulai cerita baru
Aku melangkah lagi! (3x)
Sebuah lagu dari Vina yang rasanya tidak akan basi sampai kapanpun. Well Vina memang termasuk penyanyi favorit saya. Yang pasti untuk menyambut tahun 2009 aku harus melangkah lagi (Jadi dulu kamu ngapain mel? Aku berlari…. dan tersandung. Sakit! Karena sudah menyadari bahwa sudah tua, aku ingin mencoba melangkah lagi saja. hehhehe)
But untuk Kai yang memang belum bisa berjalan… dia mulai melangkah dengan tertatih-tatih. Hari minggu yang lalu 1-2 langkah lalu berhenti. Sejak dua hari lalu mulai 2-3 langkah, dan sambil berpegangan dia berpindah ke mana-mana. Hari ini dia bisa berjalan cukup jauh, bahkan dia merangkak naik tangga di TK nya Riku waktu saya jemput Riku tadi. Entah karena dirinya juga merasa hebat, sepanjang perjalanan naik sepeda, dia berteriak-teriak…. dengan bahasa bayi yang mungkin artinya “AKU MELANGKAH”
Semua memang bermula dari sepucuk kartu pos yang ditujukan padaku. Pengasuh program acara Gita Indonesia InterFM 76,1 Mhz Tokyo.
Yah memang saya adalah DJ untuk acara Gita Indonesia, sebuah program “InterCommunity Square selama 1 jam setiap minggu yang disiarkan mulai tahun 1997-2001. (Cerita awalnya bisa dibaca di sini)
Banta san, demikian saya memanggilnya, mengirimkan sepucuk kartu pos berisi guntingan koran tertanggal 23 Agustus 1999. Ya guntingan koran itu ditempel begitu saja di bagian menulis berita (sebetulnya tidak boleh, tapi pihak kantor pos di sini “tutup mata”) . Saya bacakan kartu posnya pada siaran tanggal 10 September 1999. Kartu pos pertama, kemudian menjadi kartu pos yang 2, 3, 4 …hampir setiap minggu Banta mengirimkan kartu pos ke InterFM. Ya, dia boleh dikatakan salah satu fans yang rajin. Pernah suatu kali dia mengirim kartu pos berbahasa aceh… bagaimana saya bisa bacakan kalau tidak tahu artinya? Nanti kalao isinya tidak baik bagaimana? Lagipula bagaimana pelafalan bahasa Aceh, saya tidak tahu. BUT, saya yakin isinya pasti bukan provokasi, sehingga setiap ada waktu, saya bacakan kartu pos dari dia…tentu saja bergantian dengan request atau kartu pos/fax dari pendengar lainnya. Isi kartu posnya kebanyakan tentang pertikaian di Aceh, betapa banyaknya orang yang harus mengungsi karena daerah tempat tinggalnya tidak aman lagi. Kerinduan akan kampung halaman, keluarga dan tanah air…..
Kemudian permohonan itu datang dari NHK, untuk pengisian acara Hallo Nippon, sebuah acara yang mengetengahkan orang-orang asing yang bekerja di Jepang. Sebelumnya sudah dua kali aku diminta mengisi acara yang serupa, dari TV Kanagawa dalam acara “Sekai kamado kara” (Dari belanga dunia) (OA 12-11-1997). Sebuah program memperkenalkan orang asing, hometownnya dan masakan yang mau diperkenalkan. Durasinya 20 menit, live. Hmmm, Acara ini bersifat talk show dengan memakai foto-foto dan saya menyediakan Tempe goreng + Gado-gado. Kemudian NHK BS1dalam acara “Ajia Jouhou Kousaten” (Asia Crossroad Information – OA 19 Desember 1998). Sebuah program yang memperkenalkan acara Gita Indonesia sebagai acara Radio unik dari InterFM. Durasinya 8 menit – rekaman.
Nah, acara NHK BS 1, yang “Hallo Nippon” ini cukup lama 20 menit, dan rekaman dengan menengahkan semua sisi kehidupan aku, ceritanya. Jadi rencananya selama 2 minggu, kamera akan menguntit aku kemanapun aku pergi (kecuali ke WC dan mandi hehehe), ke universitas, ngajar, menerjemahkan, siaran…dsb dsb…semua kegiatan aku, ceritanya. Yang bertugas menjadi director langsung seorang wanita muda, Kaneko Yuki san, padahal semula seorang director senior yang menangani rekaman yang menghubungi saya (ternyata mau ada regenerasi juga di PH -Production House mereka). Karena saya wanita, diharapkan Yuki san bisa menggali semua potensi yang ada dan credible menjadi acara TV yang bagus.
OK. Jadi mulailah rekaman-rekaman kegiatanku, sambil memikirkan plot cerita yang menarik. Di situlah muncul Kartu Pos dari Banta san. Dan saya jelaskan bahwa memang pendengar acara saya kebanyakan adalah pemagang atau Kenshusei yang bekerja di pabrik-pabrik kecil di Jepang, di bawah kelola IMM. Sebelum berangkat ke Jepang, yang berminat harus mendaftar di Dep Tenaga Kerja, kemudian diseleksi, lalu dikumpulkan diberi training (kalo tidak salah di Bandung) lalu dikirim ke Jepang, diterima oleh IMM, baru dikirim ke perusahaan-perusahaan kecil ini. Bahkan menurut kabar di Bandung mereka selain mempelajari bahasa Jepang, juga diperlihatkan video kehidupan di Jepang, dan dalam video itu mereka pernah melihat saya (weks narsisnya keluar nih). Banyak sekali pemuda-pemuda yang berminat untuk bekerja di Jepang, karena mereka pikir mereka dapat membantu keluarganya di tanah air, dengan mengirimkan uang sekedarnya. Namun itu pun tidak semua yang akhirnya bisa menabung sebagian dari pendapatan mereka. Ada yang memang mendapatkan perusahaan yang baik yang memikirkan kesejahteraan mereka, namun ada pula yang kurang mendapat perhatian. Belum lagi kalau tertimpa musibah, mengalami kecelakaan dalam pekerjaan yang memang berbahaya itu.
Dan saya juga jelaskan pada Yuki san bahwa saya secara rutin membuat acara Jumpa Pendengar Fans Club Gita Indonesia (fansnya acara radionya loh, bukan fans saya). Dan kebetulan dalam waktu dekat akan membuat acara kumpul-kumpul di sebuah restoran, Bengawan Solo di daerah Roppongi (sekarang sudah tutup). Jadi tentu saja Kamera dan Yuki san ikut meliput acara tersebut, dan bertemu dengan pendengar yang waktu itu hadir sekitar 80 orang. Omong-punya-omong, Yuki san mendesak saya untuk bertemu dengan kumpulan orang Indonesia yang biasa berkumpul di Taman Ueno, untuk membagikan pamflet tentang acara radio saya sekaligus promosi. Tentu saja di situ diharapkan bisa mengambil shoot yang bagus interaksi saya dengan pendengar, semacam temu pendengar singkat. Taman Ueno dijadikan ajang pertemuan bagi pemagang (TKI) Indonesia untuk bertemu, bertukar informasi, atau berbelanja kebutuhan makanan Indonesia yang tersedia di pasar Okachimachi (yang harganya tentu tidaklah murah).
Sementara camera terus berputar, tidak disangka-sangka saya bertemu dengan DIA. Ya, si Banta san, pendengar asal Aceh. Saya benar-benar tidak bisa menyembunyikan kegembiraan saya bertemu langsung dengan orang yang setia mendengar acara saya. Dan langsung di situ juga Yuki-san mengajukan skenario, supaya saya mengunjungi pabrik pendengar dan mewawancarai mereka langsung, termasuk menanyakan kehidupan mereka di Jepang dan kesan-kesan terhadap program radio saya. OK…tambahan kerja lagi hehhehe. Saya harus ke daerah yokohama, mengunjungi 2 pabrik yang satu pembuatan spare parts mobil/motor, sedangkan pabriknya tempat Banta kerja adalah pengolahan tulang besi beton.
Kalau tidak ada shooting untuk acara NHK ini tentu saja saya tidak akan kesampaian mengunjungi apartemen pendengar yang mayoritas cowok, bahkan sampai mewawancarai mereka. Saya merasa terharu sekali waktu mendapat penyambutan yang hangat dari pihak pabrik dan pemagang di rumah mereka, bahkan hampir menangis waktu tahu mereka (Banta dan teman-temannya) menyetel alarm supaya bisa bangun 5 menit sebelum acara radio saya dimulai pukul 2 pagi (Jumat jam 26:00- atau Sabtu dini hari pukul 2 pagi). Saya yang tadinya menyangka bahwa acara saya tidak ada yang mendengar….. kelu lidah saya. Ternyata acara saya waktu itu adalah satu-satunya hiburan mereka, yang waktu itu tidak mempunyai akses dengan internet.
Akhirnya sebagai penutup skenario saya dalam acara “Hallo Nippon” itu, saya mengundang 10 orang pendengar (termasuk Banta san) untuk datang ke studio dan mengambil rekaman berbincang-bincang di studio dengan mereka. Dalam pertemuan itu saya menanyakan apa “mimpi” mereka ttg Jepang, ttg Indonesia dan masa depan. Kelihatan sekali mereka enggan meninggalkan Jepang tapi rindu dengan tanah air. Bahkan saya bisa melihat mata mereka berkaca-kaca waktu saya putarkan lagu kemesraan sebagai penutup acara, yang diiringi dengan nyanyian lirih mereka…
Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Inginku kenang selalu
Hatiku damai
Jiwaku tentram di samping mu
Hatiku damai
Jiwa ku tentram
Bersamamu
Sebuah lagu yang sama yang saya putarkan pada acara terakhir Gita Indonesia yang terpaksa dihentikan Juli 2001 karena masalah pendanaan. (Yang pasti kali terakhir itu saya yang menangis…..hiks …. 4 tahun sebagai DJ…. dan meskipun saya menawarkan kerja sukarela tanpa gaji asal acara tetap bisa berlangsung, tetap ditolak. Sebabnya yang mahal adalah biaya penyiarannya yang dihitung perdetik sekian ribu Yen…. Pffffhhh)
Banta san memang hanyalah satu dari sekian banyak penggemar acara Gita Indonesia. Tapi Kartu Pos Banta san telah membuka suatu episode yang pasti tidak akan saya lupakan dalam kehidupan saya. Kenyataan bahwa saya mengelola suatu acara yang amat mereka nanti-nantikan. Dan saya menyesal tidak menghubungi Banta san waktu dia akan pulang ke Indonesia, paling sedikit untuk menanyakan kabar/rencana selanjutnya atau alamat di Indonesia. Dari 10 orang yang hadir di studio waktu itu hanya ada 1 orang yang mengabarkan bahwa dia mendirikan perusahaan di daerah bekasi… dan sayangnya saya tidak tindaklanjuti juga karena kesibukan saya yang lain. Saya ingin sekali bertemu dengan mantan-mantan pendengar acara Gita Indonesia, terutama Banta san yang beberapa saat ini menghantui pikiran saya.
Ya, 4 tahun yang lalu, 26 Desember 2004, Tsunami menghanyutkan ratusan ribu orang di Aceh. Yang masih tersisa di benakku sekarang…. apakah Banta san termasuk di antara ratusan ribu orang itu? Jika Ya, saya mendoakan arwahnya semoga diterima Tuhan…. dan jika tidak, ingin saya bertemu sekali lagi dengannya. Hanya untuk menanyakan…. Ogenki desuka? (Apa kabar?)
Catatan:
Siaran NHK BS1dalam acara “Ajia Jouhou Kousaten” (Asia Crossroad Information – OA 19 Desember 1998) yang mempertemukan saya dengan Ibu Sasaki, yang setelah itu mengajak saya bergabung menjadi dosen di Universitas Senshu mulai April,1999. Terima kasih banyak Sasaki Sensei. お世話になっております。
Ternyata diagnosis dari dokter tentang penyakit kami bertiga adalah Norovirus. Penyakit yang ringan-ringan berat, karena gejalanya biasanya “hanya” muntah-muntah dan buang air. Norovirus adalah RNA virus (sejenis SARS, influenza dan hepatitis), jadi menular sekali. Dan kabarnya virus ini menguasai 90% penyebaran epidemi penyakit perut di seluruh dunia.
Virus ini mudah menyebar pada komunitas kecil, seperti Rumah Sakit, penjara, sekolah dll. Dan jika menyerang anak-anak serta lansia, bisa menyebabkan kematian juga, yang lebih disebabkan karena dehidrasi. Penyebaran virus ini lebih banyak terjadi akibat sentuhan langsung dengan penderita atau makan makanan yang terkontaminasi virus akibat penanganan yang tidak steril. Diperkirakan sumber penyakit dari Kai, yang saya titipkan di Himawari hari Kamis lalu, kemudian menular ke Riku dan Saya. Kabarnya tidak ada obat yang ampuh kecuali istirahat dan minum yang banyak (meskipun dapat obat dari dokter untuk stabilisasi keadaan perut).
Di Jepang sendiri setiap tahun pada musim dingin ternyata sering mengalami wabah Norovirus. Pada tahun 2006, dikabarkan ada 10 juta orang di Jepang menderita Norovirus ini. (Saya juga sering melihat berita mengenai Norovirus di TV, selain berita mengenai bakteri e-coli pada musim panas).
Kami yang di Tokyo menderita Norovirus, sedangkan teman-teman di Indonesia (antara lain Yoga) banyak yang menderita penyakit Typhoid (katanya Thypus adalah nama untuk penyakit yang lain tapi kita sering rancu memakainya), yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi. Memang menjelang akhir tahun, dengan kesibukan yang bertubi-tubi menyebabkan ketahanan badan menjadi berkurang, dan dengan faktor cuaca yang tidak mendukung mudah menjadi sakit. Semoga semua teman-teman blogger yang lain dapat menjaga kesehatan dengan baik dan bisa menyambut Natal, tahun baru dan libur panjang akhir tahun dengan baik.
Salam dari Imelda-Riku-Kai di Nerima (BTW Gen juga sedang flu…jadi sekeluarga sakit deh… tapi… blogging jalan terus heheheh)
Saya ingin share mengenai suatu fenomena sosial yang memang sudah mengusik hati saya beberapa waktu. Bermula dari penyataan adik saya Andy, bahwa “Mel, gue kan Autis”. Hmmm apakah dia sudah mengerti apa arti kata Autis itu sendiri? Tapi memang ada kemungkinan benar, Karena term AUTIS itu baru dikenal di masyarakat Indonesia. Sedangkan saya bertemu term Autis (ADD (Attention Deficit Disorder) atau Hyperactivity Disorder) langsung sekitar 15 tahun lalu dalam perkuliahan pendidikan di YNU, dan melihat langsung bagaimana anak-anak autis itu berinteraksi. Autis juga ada macam-macam. Ada yang diam saja, ada yang hiper (aktif), ada yang suka membenturkan kepala ke tembok, ada yang berjalan-jalan sekeliling kelas sepanjang pelajaran. Anak Anda mengalami masalah belajar? Mungkin memang perlu diperiksa apakah Autis atau tidak. Mereka butuh pengertian dan bimbingan yang sedikit lebih daripada anak-anak biasa. Tapi sekali lagi Autis bukanlah kata yang bisa dipakai sebagai olok-olok. Sama saja seperti pemakaian kata “Buta loe!” dll yang memakai ketidaksempurnaan manusia sebagai mainan.
Saya menerima himbauan ini dari rekan di Multiply, dan ingin saya sharekan dengan teman-teman semua. Mari kita dukung !
EM
Trend Analogi Kata AUTIS-AUTISME dalam konotasi negatif
Di era tahun 1990-an, kata “Autisme” masih merupakan suatu kata yangbelum begitu dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia, kecuali orang tua yang dianugerahi anak penyandang autisme. Karena kurangnya informasi, kebanyakan orang lalu hanya mengira-ngira sendiri, misalnya autisme adalah suatu penyakit menular, mengerikan, atau autisme itu sama dengan down syndrome. Saat itu hanya ada satu Yayasan yang didirikan oleh sekelompok dokter dan orang tua anak penyandang ASD, yaitu YayasanAutisma Indonesia di Jakarta yang membuat berbagai aktivitas dalamrangka peduli autisme. Media pun tidak banyak meliput dan membahasmasalah autisme secara mendalam apalagi tuntas.
Informasi Autisme sebenarnya sudah banyak tersedia di internet danbuku-buku tapi kebanyakan menggunakan bahasa Inggris. Oleh karena itulah kami merasa sangat tergugah untuk menyediakan informasi seputarautisme dan permasalahannya dalam bahasa Indonesia via dunia maya yangbisa mencapai tidak hanya di Jakarta (satu kota) tapi bisa menembus keseluruh pelosok Indonesia.
Lain tahun 1990-an lain pula era tahun 2000-an. Sejak tahun 2000, erainternet pun muncul dan banyak orang tua yang “melek” teknologi dankemudian mencari informasi via internet. Situs kami mendapat banyakpengunjung yang kemudian bergabung dalam fasilitas mailing list yangkami sediakan. Mulai lah beberapa orang tua baik secara peroranganmaupun kelompok mengadakan berbagai kegiatan Autism Awareness dibeberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta,Surabaya dan beberapa kota lain. Kemudian banyak sekali bermunculanyayasan, pusat terapi dan blog-blog pribadi yang membahas tentangAutisme, baik yang sekedar sharing pengalaman dengan anak sendiri maupunmenyediakan informasi lengkap. Media pun mulai tertarik meliput beritaseputar Autisme.
Sebagai hasilnya sedikit demi sedikit masyarakat mulai menyadarikehadiran anak autistik yang “berbeda” dengan anak-anak lain. Kata”Autis/Autisme” pun mulai bermunculan di Media cetak maupun elektronik.
Tapi sayang sekali, yang kami amati, kata “Autis/Autisme” kemudian mulai dipakai oleh berbagai pihak baik oleh para aktivis, akademisi maupunartis televisi dalam konotasi yang negatif. Beberapa artis mulaimenggunakan kalimat “dasar autis loe…..” sebagai bahan lelucon diberbagai tayangan di televisi.Beberapa aktivis dan akademisi juga mulai menggunakan kata Autisme untukmenganalogikan ketidakberesan pemerintah dan partai politik.
Tulisan-tulisan tersebut tentu saja membuat kaget dan sedih komunitasAutisme khususnya komunitas Puterakembara. Beberapa rekan milis termasuksaya sudah menyampaikan kesedihan kami pada penulis langsung, dan sangatmenghimbau agar di masa yang akan datang beliau-beliau bisa menggantikata Autisme dengan kata lain yang mungkin tidak akan menyinggungperasaan komunitas manapun.
Para penulis biasanya mengerti dan bereaksi positif, meminta maaf sambiltentunya membela diri sedikit 🙂 dan mengajukan beberapa alibi kenapamereka menggunakan kata Autisme sebagai analogi. Intinya menurutpengakuan mereka, tidak bermaksud menghina ataupun merendahkan anakpenyandang autis maupun komunitas autisme. Biasanya, dengan lapang dadadan keikhlasan komunitas kami menerima pernyataan maaf tersebut.
Sebenarnya, kami menyadari sepenuhnya bahwa kata Autisme bukanlah milikkami. Kami mengerti bahwa peminjaman istilah, konsep atau gejala(analogi dan metafor) dari satu bidang ke bidang lain, dalam hal inidari medis atau psikologis ke sosial politik adalah hal yang biasa dalamberbahasa.
Yang membuat komunitas kami “keberatan” atas pemakaian analogi tersebut,bukan karena masalah biasa atau tidak biasa, wajar atau tidak wajar,bukan juga masalah sensitivitas perasaan kami sebagai orang tua, tapilebih ke arah pemikiran akan “dampak negatif” yang akan timbul dimasyarakat untuk masa mendatang terutama bagi kehidupan masa depananak-anak kami.
Sebagai moderator mailing list selama bertahun-tahun, saya tahu benarbahwa selama ini orang tua berjuang habis-habisan demi membantuanak-anak kami berkembang menjadi pribadi yang mandiri, punya empati,sekaligus tahu norma dan aturan.
Komunitas kami juga berjuang melakukan kegiatan Kampanye Peduli Autismedengan harapan agar anak/individu autistik dapat diterima olehmasyarakat sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakatumumnya. Kami bersusah payah melakukan usaha sosialisasi untukmenyadarkan masyarakat agar dapat menerima anak/individu autistik apaadanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dan tidak menjadikankondisi Autisme sebagai bahan olok-olok.
Di bawah ini adalah beberapa kasus tulisan:
1. Tanggal 2 Mei 2003, Prof. Mohamad Soerjani, staff Institute forEnvironmental Education and Development, di Harian Sinar Harapan. Tulisan berjudul “Autisme Sosial: “Penyakit” Ketidakpedulian di Kalangan Masyarakat”.
2. Tanggal 22 April 2005, Bapak Dedi Haryadi, aktifis LSM BandungInstitute of Governance Studies/BIGS, di Harian Pikiran Rakyat. Tulisanberjudul “Parpol dan Parlemen yang Autis”.
3. Tanggal 21 April 2008, Bapak Bima Arya Sugiarto, Direktur EksekutifThe Lead Institute Universitas Paramadina di Harian Kompas. Tulisanberjudul “Parpol Idap Autisme Sosial”.
4. Tanggal 18 Agustus 2008, Bapak Hisyam Haikal, di Surat PembacaDetik.com. Tulisan berjudul “Autisme melanda seluruh negeri”.
Harapan kami, dengan himbauan ini mudah-mudahan tidak akan ada lagi yangmenggunakan kata atau kondisi Autisme sebagai analogi dalam konotasinegatif untuk konsumsi publik di Media manapun. Dan kami akan teruskonsisten melakukan surat himbauan semacam ini pada siapapun yangmenggunakan kata “Autisme” sebagai analogi dalam konotasi negatif.
Sebagai mahluk ciptaan Tuhan, kami selalu berpendapat bahwamasing-masing individu pasti mempunyai sisi kelemahan sekaliguskelebihan, begitu juga anak/individu penyandang autistik ataupun anakberkebutuhan khusus lainnya, dan itu semua patut kita terima sekaligushargai.
Semoga Tuhan selalu memberi kekuatan pada orang tua yang dianugerahianak penyandang spektrum Autisme.
Terima kasih atas perhatian Anda.
Salam Penuh Empati,
Atas nama Komunitas Autisme Puterakembara Leny Marijani
ARTIKEL ASLI DI SINI
MASIH ADAKAH SIMPATI KITA UNTUK ANAK-ANAK YANG TERLUKA ITU?
Pagi hari 3 derajat, dan maximum hari ini adalah 8 derajat. Rumahku biarpun di Tokyo, memang lebih dingin (dan lebih panas di musim panas) dibanding bagian lain Tokyo, karena struktur tanahnya yang cekung, sehingga dingin maupun panas tidak bergerak, mubeng-mubeng di situ-situ aja terus. Jika turun salju, maka kalau bagian Tokyo lain sudah habis saljunya, di Nerima-ku ini masih tersisa gundukan salju. Bener masih ndeso deh.
Untung hari ini Gen tidak naik mobil, sehingga aku bisa setir mobilnya untuk menyelesaikan berbagai urusan keluarga, Bank, bills, belanja dll. Dan hari Jumat lalu aku sudah pesan di Himawari, tempat penitipan Kai, untuk hari Senin ini akan menitipkan Kai mulai dari jam 9:30 sampai jam 13:30. Karena jam 14:00 aku harus jemput Riku lagi di TK.
So, pagi jam 9 aku dan anak-anak menuju tempat parkir…….. dan alangkah terkejutnya kita menemukan mobil terbungkus dengan shimo lapisan es tipis seperti di freezer. Dan memang matahari belum cukup menyinari mobil kami, sehingga masih kachi-kachi …beku semua. (Sayang waktu itu tanganku penuh jadi tidak bisa foto hehhehe). Perlu waktu 10 menit untuk mencairkan es yang di kaca depan mobil sambil aku dudukkan Kai di kursi bayinya, siap-siap…and go. Sambil mikir…gimana kalau salju ya?
Setelah Kai aku antar ke Himawari, aku mulai melaksanakan tugasku. Mobil aku parkir di parkiran yang terdekat dengan stasiun, dan aku lari-lari ke sana sini. Untuk belanja saja aku bolak-balik 4 kali ke mobil untuk menaruh barang-barang yang memang berat. Terasa deh punggung mulai sakit sehingga tidak berani maksa angkat yang berat. Tapi sekitar jam 10 aku sempatkan masuk sebuah toko dengan pernak-pernik mainan dan hiasan rumah… Cukup terhibur melihat barang-barang yang lucu-lucu itu. Memang perlu juga ya waktu seperti itu…cuci mata…dengan barang yang bagus dan daun muda hihihi.
Tapi memang pemandangan sudah banyak berubah, seiring dengan dingin yang menusuk tulang. Hari ini memang matahari bersinar cerha, jadi kalau berjalan di bawah sinar matahari tidak seberapa dingin, tapi jika di bawah bayangan gedung atau pohon…brrrr. Pohon-pohon yang memerah mulai berguguran daunnya dan meninggalkan kerangka pohon yang sendiri dan sepi. Saya selalu suka pada foto sebatang pohon tanpa daun, seakan dia siap menantang dinginnya alam… dan jika salju turun dahan dan rantingnya siap menopang salju yang akan membuat pemandangan lain lagi pada sebatang pohon itu. Ya, saya sangat menikmati pemandangan sebatang pohon di sebuah padang hijau, yang akan berubah sesuai jamannya….
(kiri diambil dengan Canon PowerShot G9, kanan dengan HP –dan jenis pohonnya berbeda)
Selain pohon juga hiasan natal dan lagu natal di mana-mana, Karena siang memang tidak terasa gaungnya, semestinya berjalan malam-malam, menikmati iluminasi lampu-lampu yang menghiasi gedung dan pepohonan. Ah mana ada waktu aku pergi ke luar malam-malam.
Anak-anak dan saya juga sekarang sedang tidak sehat. Berawal dari hari Kamis, waktu saya jemput Kai di penitipan, diwanti-wanti oleh gurunya bahwa sekarang sedang mewabah flu perut dengan gejala muntah dan diare. Ternyata benar juga. Kemarin malam kami pergi makan di restoran…. bayangkan waktu menunggu tempat duduk kosong di restoran Riku muntah. Untung saya sigap keluarkan kantong plastik dan menadah. Setelah duduk, dan selang berapa lama, giliran Kai muntah dnegan hebohnya. Untung dia duduk di baby seat yang kami bawa dari mobil sehingga tidak perlu dibersihkan sampai tuntas. Eeeee selang 5 menit, tiba-tiba Riku muntah lagi. Riku duduk dengan papanya, jadi papanya yang harus bersihkan Riku. Cepat-cepat kami habiskan makanan yang tersisa dan pulang. Saya pikir, coba seandainya saya sendirian dengan dua anak, dan kejadian begitu bergantian gimana ya? Paling cuman bisa bengong atau tertawa hehehhe.
Begitulah kalau punya anak, adik-adik (terutama Lala-Dewi-Putri semua deh) yang belum menikah. Semua harus diantisipasi. Dan perlu diingat di sini tidak ada baby sitter yang bisa bantu membersihkan atau membawakan baju ganti satu koper … But, enjoy ajaaaaa deh.