Kembali ke masa lalu

17 Mei

Akhir-akhir ini saya suka mendengarkan lagu dari Yumi Matsutoya (dulu Yumi Arai), yang berjudul “Ano hi ni kaeritai” (harafiahnya “Aku ingin pulang ke hari itu”). Terjemahan sebebas-bebasnya oleh Imelda.

Sambil kumenangis kupandangi
foto yang telah kurobek
dalam telapak tanganku,
dan ingin menyambungnya kembali
Tanpa alasan aku menyesali senyuman kemarin
Yang terkembang bak tak ada masalah
Manusia semua bisanya lupa pada sosok remaja
Aku ingin kembali ke jaman itu, dan bertemu lagi denganmu

Di langit kota yang menyosong senja
menari-nari kenangan masa laluku
Terlihat diriku berlari
di antara lautan rerumputan
yang berkilau diterpa angin
Manusia semua bisanya lupa pada sosok remaja
Aku ingin kembali ke jaman itu, dan bertemu lagi denganmu

Jika kubuang cinta itu sekarang
Tidak ada orang yang terluka
Aku akan pulang… ke saat itu…
di antara dua pintu
Pada alamat yang sudah sedikit usang

(1) 泣きながら ちぎった写真を
手のひらに 繋げてみるの
悩み無き 昨日のほほ笑み
わけもなく 憎らしいのよ
青春の 後姿を
人は皆 忘れてしまう
あの頃の私に戻って
あなたに逢いたい

(2) 暮れかかる 都会の空を
想い出は さすらってゆくの
光る風 草の波間を
駆け抜ける 私が見える
青春の 後姿を
人は皆 忘れてしまう
あの頃の私に戻って
あなたに逢いたい

今 愛を棄ててしまえば
傷つける人もないけど
少しだけ滲んだ アドレス
扉にはさんで 帰るわ あの日に



Pernahkah Anda ingin kembali ke masa lalu? Bukan flash back, mengenang masa lalu saja, tapi benar-benar jiwa raga kembali ke masa lalu, masa yang lebih bahagia dan menyenangkan daripada sekarang? Saya rasa pasti setiap kita pernah mempunyai pemikiran itu. Ingin kembali ke hari-hari bahagia dulu, waktu kita kecil, atau remaja, pada pelukan sang pacar yang pertama (atau yang kedua-ketiga dst), atau pelukan ayah bunda yang mungkin sekarang sedang berbahagia di surga sana. Masa-masa indah itu ingin kita ulang kembali.

Jangankan kita yang sudah berusia di atas 20 tahunan yang sudah mengalami berbagai macam pengalaman hidup, Riku yang baru berusia 6 tahun saja dia berkata ingin kembali ke masa lalu. Kemarin dia bilang begini,

“Mama, aku ingin kembali ke masa lalu”
“Hah? Kenapa Riku….?”
“Hmmmm …. aku ingin kembali ke umur 2 tahun”
“Kok 2 tahun?”
“Ya, aku tidak mau belajar di SD. Aku lebih suka pergi ke Himawari (Tempat Penitipan Anak, yang sekarang Kai pergi setiap hari biasa).”

Memang seperti pernah saya tulis di posting “Kala Riku Bernostalgia“, dia pernah merindukan teman-temannya di masa lalu. Itu mungkin karena dia tidak mempunyai teman di saat TK. Tidak ada waktu untuk bermain dengan teman, karena saya tidak membiarkan dia bermain di rumah teman (saya ada bayi). Tapi sekarang dia sudah SD, dan yang pasti menurut pengakuan dia, dia sudah punya 5-6 orang teman. Sudah ada 2 orang yang sering bermain ke rumah juga. Tapi sekarang, masalahnya bukan teman lagi, masalahnya dia sudah mulai tidak menyukai “Belajar” dan menjadi besar dengan tuntutan macam-macam.

Lalu saya katakan padanya,

“Riku, seandainya kamu berusia 2 tahun, dan masih di Himawari, kamu kan tidak bisa seperti sekarang? Bisa pergi sendiri bermain ke rumah teman, atau memanggil teman ke rumah kita. Atau kamu sekarang bisa beli coklat dan kue sendiri kalau mau, asal minta ijin pada mama. Dulu, kamu kan tidak bisa pergi ke mana-mana sendirian? Ada banyak hal yang dulu kamu tidak bisa, tapi sekarang kamu bisa.  Kamu harus enjoy.”
“Iya sih, tapi aku ngga mau ke sekolah…..”

Ya, tidak mau menghadapi masa depan. Takut akan apa yang terbentang di hadapan kita. Itu juga masalah setiap manusia. Riku seperti terantuk batu sandungan “belajar di SD”, dan takut/malas untuk bangun dan berjalan lagi. Kita takut untuk bangun dan berjalan lagi mengatasi pengalaman buruk/negatif kita. Ditinggal pacar, ditinggal orang tua, kegagalan karir, kena teguran dan lain-lain. Dan membuat kita berkata, “Aku ingin kembali ke masa lalu saja, masa yang lebih bahagia”.

Padahal hidup itu cuma sekali, tidak bisa di-rewind. Riku pernah menanyakan padaku, “Kalau mama bisa jadi kecil lalu besar sekali lagi mama mau jadi apa?”. Tapi hidup kan hanya sekali, kita hanya bisa berandai-andai, jika ini… jika itu… atau menyesali keadaan dan ingin kembali ke masa lalu, ke saat itu.

Nah, berbahagialah jika Anda tidak pernah ingin kembali ke masa lalu, karena berarti Anda berbahagia dengan keadaan sekarang ini. Bagi yang seperti Riku, mungkin perlu berhenti sejenak dan mengumpulkan semangat untuk memulai hari yang baru, yang seharusnya lebih bagus dari hari ini. Mari bersama-sama Riku menghadapi Senin yang menggairahkan!

Have a nice SUNday (meskipun di sini hujan dari pagi, dan sekarang mendung)

8:58

Harga Sebuah Kejujuran

14 Mei

Kejujuran…. tampaknya sekarang menjadi barang langka, yang menjadi mahal karena hanya bisa ditemukan di toko antik sana. Jangankan di kancah politik negara Indonesia, dalam rumah tangga pun mungkin sudah sulit untuk dijumpai. Saya sendiri juga kadang lupa apakah saya sudah jujur hari ini. Karena dalam kehidupan sehari-hari pun saya sering berbohong. Setiap ada yang ngebel, saya katakan, “Oh maaf saya tidak bisa baca bahasa Jepang” pada sales penjual koran. Atau “Maaf saya sedang menidurkan anak” pada sales asuransi. Dan seribu alasan lain, kalau saya terpaksa harus mengangkat telepon atau menjawab bel rumah. Well, dengan dalih white-lie?

Tapi beberapa hari yang lalu saya sempat tertegun oleh tindakan Riku. Dia pulang dari bermain di rumah temannya, dan dia menaruh selembar kertas A4 di atas meja kerja papanya. “Mama ini ada surat keterangan polisi!”

What?

“Iya tadi aku ketemu uang di jalan. Sepuluh yen (kira-kira 1000 rupiah). Lalu aku pergi ke pos polisi, dan menyerahkan uang itu ke pak polisi. Itu suratnya.”

“#’$&))(I~=-0…… Kamu ketemu uangnya di mana?”
“Di jalan depan penyeberangan itu loh ma…..”
“Oh ok… kalau kamu ketemunya di dalam rumah ini, itu berarti punya kita loh”
“Itu sih tau dong”
“Hehehe, abis kamu jatuhin uang di mana-mana. OK Riku apa yang kamu buat sudah benar. Mama bangga padamu”

Dalam benakku terlintas, “Aduh uang 10 yen aja ngapain sih dilaporin ke polisi?”.  Sepuluh yen adalah koin ketiga terkecil nominalnya. Mungkin kalau di Indonesia ya seperti koin 100 rupiah deh. Ngapain sih nyerahin ke polisi segala…. Lagian itu polisi kok serius amat ya pake tulis laporan “penemuan barang” segala. Kalau di Indonesia, mungkin pak polisi akan tertawa, dan berkata, “Udah nak ambil aja. Satu lembar ketik laporan “Penemuan barang” ongkosnya berkali lipat deh. (Sorry kalau terkesan sinis).

Well, anakku ini baru belajar bermasyarakat. Dan aku bangga dia melakukan tindakan yang benar, bahkan tanpa bertanya dulu padaku. Masalahnya bukan 10 yen atau 10.000 yen. Bukan nominalnya. Masalahnya adalah kejujuran! Bagaimana kita mau jujur kalau pada sesuatu yang kecil saja kita tidak bisa?

Dan saya kagum pada tindakan pak polisi yang langsung menuliskan laporan “penemuan barang” itu. Di sana tertulis nama, alamat penemu, bentuk barang/nominalnya, dan karena Riku masih SD, tertulis umurnya.Waktu Gen pulang malam harinya, dan membaca surat laporan itu, dia tidak bisa menahan tawa…. sekaligus haru. Sepuluh yen. “Bahagianya kita punya anak yang jujur ya….” Dan kami bersyukur pada Tuhan, atas moment ini.

Dan esok harinya saya terbengong, ketika menerima telepon (rupanya malamnya sudah telepon tapi karena saya sedang menidurkan Kai tidak bisa saya angkat) dari polisi di pos polisi terdekat rumah saya (dari nomor telepon 3 angka terakhir adalah 110 – nomor polisi).

“Riku chan no okaasan desuka? (Apakah Anda ibunya Riku)?”
“Ya, saya ibunya. Maaf kemarin Riku merepotkan….”
“Sudah baca surat penemuan barangnya? Nanti tolong dibaca benar-benar bagian belakang surat laporannya ya. Saya ada beberapa pertanyaan, tolong dijawab ya. Kemarin Riku menemukan 10 yen di jalan, dan melaporkan pada kami. Biasanya kalau yang punya datang kepada kami, kami bisa memberikan nama dan no telepon Riku supaya orang itu telepon dan bilang terima kasih. Apakah Anda bersedia kami memberitahukan nomor teleponnya?”
“Wahh… (dalam hati saya pikir aduh telepon terima kasih utk 10 yen?…eh tapi ini prosedur! formalitas!)… Tidak usah berikan nomor telepon pak. Biar saja”
“OK, kami tidak akan memberikan nomor telepon Anda. Tapi apakah kami boleh memberitahukan nama penemunya?”
“Hmmm kalau nama saja tidak apa-apa pak. Silakan kasih tahu saja”
“Seperti tertulis di laporan tersebut, jika dalam jangka waktu tertentu, tidak ada orang yang claim uang ini, maka uang ini akan menjadi milik Riku. Kami tidak boleh mengambilnya. Jadi kalau tidak ada telepon dari kami yang memberitahukan adanya orang yang mengclaim, kasih tahu Riku untuk ambil uang ini di pos polisi ya. ”
“Maksudnya… uang itu jadi milik Riku?”
“Ya… Dan tolong dibaca ya bagian belakang surat laporan tersebut. Semua ketentuan tertulis di situ”
“Baik pak. Terima kasih banyak untuk teleponnya”

click…. Telepon ditutup. Well…. Untuk 10 yen betapa seriusnya polisi Jepang. Menulis laporan, waktunya melayani Riku, masih menelepon lagi. I AM AMAZED. Takjub! Inilah pendidikan kejujuran yang didukung oleh masyarakat setempat.

Kejujuran Riku kali ini berharga 10 yen, tapi merupakan harta yang tak ternilai untuk masa depannya. Semoga dia bisa tetap begitu. Dan…. Oh Tuhan, tolong aku supaya bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anakku….

Menjadi Seorang Ibu

12 Mei

Dulu, aku tak pernah membayangkan diriku mempunyai anak. Suka anak-anak? well, suka tapi tidak terlalu, meskipun tidak bisa dibilang benci anak-anak. Aku tidak pernah memimpikan diriku menjadi seorang ibu, karena aku takut melahirkan. Tapi itu dulu.

Takut sakit melahirkan? Ya mungkin itu penyebabnya, meskipun aku bisa menahan sakit usus buntu yang hampir pecah, yang katanya semestinya sakit tak tertahankan. Tapi selain itu mungkin aku tidak pernah bermimpi akan mendidik anakku seperti apa.

Gen berkata, “Aku tidak mau punya anak. Kasihan anak-anak itu hanyalah makhluk yang tidak berdosa yang harus menuruti kehendak ayah-ibunya dan tidak pernah punya kebebasan. Menderita selalu!” Dan dia tidak mau membuat anaknya menjadi sama dengan dia.

Namun Tuhan jugalah yang menentukan sehingga akhirnya kami punya dua anak laki-laki yang ….. baik …dan nakal.
“Apa konsep kamu mendidik anak?” katanya.
“Haruskah membuat manual?”kataku. “Aku tak punya konsep, akan kutiru apa yang diajarkan ibuku ketika kecil, dan tapi akan kuajarkan juga sesuatu yang kurang diajarkan ibuku padaku waktu kecil, yaitu percaya diri dan keberanian untuk bertindak”

Tidak jarang Riku berkata pada ayahnya, “Kita tanya saja petugasnya dimana letak binatang itu”…. dan dengan santainya dia menghampiri petugas kebun binatang dan bertanya, dan menemukan jawaban bahkan diberi hadiah. Sementara papanya melongo di kejauhan.

Atau Kai yang mengambil kain pel dari tanganku dan mengepel lantai basah seakan pekerjaan itu sudah biasa. Atau meminta aku membukakan plastik kue, tapi yang diambil bukan hanya kuenya saja, tapi juga plastiknya… pergi dan membuang plastik itu di tempat sampah. Meninggalkanku dengan mata berkaca-kaca.

“Papa, anone…. hari minggu kan hari ibu… Riku nanti mau beli coklat untuk mama. Dan tulis kartu untuk mama. Papa mau beli apa untuk mama? Ini rahasia loh …jangan sampai mama tahu.” –sebuah percakapan di kamar mandi—

“Mama… aku mau pergi ke Murata (toko kelontong) sebentar ya?”
“Ngga boleh… kamu itu buang uang terus untuk beli makanan, jus dsb”
“Aku kan mau beli untuk mama…. juga (sambil ngedumel : ahhh hampir ketahuan)”.  Dia pergi dan kembali setengah jam berikutnya.
“Aku pergi ke Murata ya Ma”
“Ya sudah pergi sana… cepat kembali ya” Sambil pura-pura tidak tahu, dan tidak tanya.

Begitu pulang, dia langsung sembunyikan coklatnya di laci, dan mengambil kertas untuk menggambar. Aku sengaja tidak mendekati dia. Sampai temannya datang ke rumah.
“Eh kamu… udah beli apa untuk ibu kamu?”
“Hmmm belum… tapi di TK buat gambar”
“Aku dong… udah beli coklat untuk mamaku” Diucapkan di kamar seeblah kamarku…. Oi Nak.. ada mama nih di sini.

Dan betapa marahnya dia, waktu Kai menemukan coklat itu di laci, dan membawanya padaku minta dibukakan. Aku ingin tertawa dan menangis bersamaan melihat kotak coklat yang bertuliskan dengan spidol “Mama… terima kasih….” Sambil berkata pada Kai…. “Ini punya kakak!”
“Rikuuuuu…. ini Kai ambil barang kamu loh” sambil pura-pura tidak baca. Kai mengejar Riku keluar kamar, dan di luar Riku memarahi adiknya, “Kai… INI KAN AKU BELI UNTUK MAMA….. JANGAN AMBIL” (Dalam bahasa Indonesia). Dan terpaksa aku mengambil stock es krim di lemari es untuk menghibur dua bouya-ku, yang satu sedang marah, satunya lagi menangis.

Coklat dan gambar dari Riku

Ahhh setiap hari aku sering harus bertengkar mulut, menyuruh ini itu, melarang ini itu, mengurut dada melihat kenakalan mereka memporakporandakan rumah……. tapi setiap kali kusadari mereka itu anak-anak yang “melihat” ibu – bapaknya dan meniru kami.

Aku selalu tertawa setiap kali melihat Kai yang terdiam dari tangis kelaparannya jika melihat makanan. Persis ibunya. Dan selalu melihat sosok papanya pada Riku yang menunduk diam setelah dimarahi, dan berusaha mencairkan suasana dengan membuatkan sesuatu atau mengambilkan sesuatu untuk mamanya.  Meskipun setelah itu Riku akan datang padaku dan memelukku, “Mama, maaf ya. Mama tahu di dunia ini yang aku sayangi hanya mama seorang”. CARA INI KHAS RIKU.

Ah…. mempunyai dua anak sangat menyenangkan. Apakah dulu mamaku juga merasa demikian? Ketika membesarkan kami empat anak di sebuah rumah besar di Jakarta, yang kerap tak ada pembantu? Apakah mama juga pernah merasa bahagia memiliki aku, anak tertuanya, yang dengan kehamilanku membuatnya tak bisa bekerja lagi? Yang harus menangis ngidam mie ayam tapi tak bisa beli karena tidak ada uang?  Yang.. yang… yang… lainnya?

Ya mama… di hari ulang tahunmu hari ini aku ingin bertanya, “Apakah mama bahagia selama ini?” Apakah anakmu yang dulu sering berteriak, “Mama minta tambah ayamnya” padahal maksudnya bayam… sudah bisa membuatmu bahagia?

Kartu Mothers Day dari Kai yang dibuat di penitipan
Kartu Mother's Day dari Kai yang dibuat di penitipan

Betapa aku merindukanmu hari ini Mama.  Sayang aku tak bisa ikut pergi ke misa pagi, misa syukur hari ulang tahun yang merupakan kebiasaan keluarga kita selama bertahun-tahun jika ada yang berulang tahun. Tapi yang pasti aku berdoa di sini, agar engkau tetap sehat dan menikmati hari-harimu di Jakarta. Selamat menyambut usia 71 tahun dengan ceria, dikelilingi anak-anakmu dan cucu-cucumu di sana, dan di sini. Dan kita semua bisa sama-sama berdoa, hari ini, “Terima kasih Tuhan atas semua anugerahmu kepada kami, setiap detik kehidupan kami. AMIN”

Imelda usia 6 bulan di Bantaeng, Sulsel

NB:  Dan ntah bagaimana hari ini adalah hari Perawat …sedangkan mamaku adalah mantan perawat. Aku juga ingin berdoa bagi semua Perawat di dunia, semoga mereka bisa membantu penderita sakit melewati hari-hari suramnya.

Tokyo Tower and mother

10 Mei

Jumat malam, anak-anak sudah tidur jam 9 malam. Saya menemani Gen yang baru pulang untuk makan malam sekitar jam 10 sambil bercerita soal Riku,Kai dan hariku di universitas. Dan saat itu Gen mengganti chanel TV yang tadinya berita, menjadi sebuah adegan film. Waktu itu tepat adegan seorang laki-laki yang pulang ke rumah bersama pacarnya, dan sang Ibu menyambut dengan masakan yang hangat. Hommy.

Dan aku tahu, film ini adalah sebuah film yang bagus, karena pernah diulas di televisi, sehingga merasa sayang kami mulai menonton sudah setengah (biasanya film dimulai jam 9 malam dan selesai jam 11 malam). Cerita tentang seorang anak lelaki yang ibu dan bapaknya bercerai karena main perempuan. Umur 3 tahun, dia dibawa ibunya ke rumah kakek-neneknya di desa, dan dibesarkan oleh ibunya yang bekerja banting tulang sendirian.  Setiap hari dia makan masakan ibunya yang sangat lezat (ofukuro no aji) , sampai dia berumur 15 tahun ingin berdikari dan pergi dari sarangnya (baca: desanya). Menuju Tokyo, dia masuk SMA kesenian dan akhirnya Institut Kesenian. Antara lulus dan tidak, ancaman menjadi mahasiswa abadi, dia tetap dikirimi uang kuliah oleh ibunya, bahkan sampai dia membuat hutang sana sini.

Salah satu adegan yang terkenal. Hei, kapan terakhir Anda menggandeng Ibu Anda?

Setelah dia berhasil menjadi “orang” (sebagai penulis), melunasi hutangnya, dan dia memanggil ibunya untuk tinggal bersama di Tokyo. Setahun pertama dia mengajak ibunya jalan-jalan dan menikmati Tokyo. Ya, saya ikut menangis waktu melihat adegan si Pemeran Utama menggandeng ibunya menyeberangi jalan. Hei, anak laki-laki…. kapan terakhir kamu menggandeng ibumu? Dalam adegan itu Si Anak mengatakan pikirannya, “Aku pertama kali menggandeng ibuku. Aku yang menggandeng ibuku. Dulu waktu aku kecil Ibuku yang menggandeng aku. Sekarang dia mulai melemah, aku yang menggandeng dia”. Duh… aku juga jadi kangen mama. Kapan terakhir aku menggandengnya?

Waktu kukecil, ibuku yang menggandengku.....
Waktu kukecil, ibuku yang menggandengku.....

Adegan itu menjadi semakin menyedihkan karena saat itu dia sudah tahu bahwa ibunya menderita kanker, dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kemoterapi. Sang Anak harus melihat ibunya yang kesakitan menahan efek sesudah kemo seperti mual-mual dan kejang-kejang. Duhhh,  akting pemeran ibu yang memang artis kawakan itu hebat … tapi waktu saya melihat film itu saya tidak henti menangis dan berdoa, semoga ibu atau keluarga saya jangan sampai ada yang harus menderita kanker. Tidak tahan atas rasa sakit treatment kemoterapi itu, sang Ibu minta supaya treatment itu dihentikan. Dan dokter berkata pada sang Anak, hidup ibunya tinggal 2 bulan lagi.

Yang juga menjadikan film ini benar-benar filmnya orang Jepang adalah adegan  perjuangan sang Anak untuk menulis novel dan ilustrasi yang deadlinenya persis di hari pemakaman ibunya. Di sebelah jenazah ibunya, dia menulis, menulis dan menulis terus, sambil bercakap-cakap dengan ibunya. Dan terakhir dia tidur kelelahan di samping jenazah ibunya setelah menyelesaikan tulisan yang ditagih penerbit.

Pada suatu hari yang cerah, Sang Anak membawa Ihai (kayu bertuliskan nama yang diberikan pendeta Buddha, fungsinya sama dengan batu nisan)  menaiki Tokyo Tower, dan memenuhi janjinya memperlihatkan kota Tokyo dari atas. Tokyo Tower tu juga selalu terlihat dari jendela kamar ibunya di Rumah Sakit.

a real multitalented
a real multitalented person

Judul film ini  “Tokyo Tower, my mom, me and sometimes my father”. (東京タワー オカンとボクと時々オトン). Ditulis oleh “Lily Franky” , nama lain dari Nakagawa Masaya, yang berangkat dari kisah nyatanya yang dinovelkan. Dijadikan drama seri di televisi pada tahun 2006, dan kemudian menjadi film di layar lebar tahun 2007.  Novelnya sendiri mendapat penghargaan HonyaTaisho 2006 (penghargaan yang diberikan oleh Serikat Toko Buku kepada buku yang terlaris tahun itu) . Waktu saya mencari siapa sih Lily Franky itu, ternyata dia adalah multi talented person yang berprofesi sebagai illustrator, writer, penulis essei, novelist, art director, designer, pemusik, pencipta lagu, aktor, fotografer….. (uhhh bikin ngiri ngga sih tuh?). Foto diambil dari CinemaToday.

Pemeran Sang Anak adalah seorang aktor muda yang lumayan terkenal bernama Odagiri Joe. Ibu diperankan artis Kiki Kirin. Wah kalau artis ini memang hebat kalau memerankan seorang ibu yang tangguh. Dan dia adalah ibu mertua dari Motoki, Mokkun, aktor yang pernah saya bahas dalam film Okuribito, Sang Pengantar.

Setelah film itu selesai, kami berdua menyayangkan karena menonton tidak dari awal. Tapi saya mungkin tidak mau menonton ke dua kalinya, karena saya tahu pasti saya akan menangis terus, dan menjadi homesick ingin bertemu mama. Dan kami baru sadar saat itu bahwa film ini diputar untuk merayakan Hari Ibu, Mother’s Day yang jatuh pada hari ini, tanggal 10 Mei 2009. So untuk semua Ibu, Happy Mother’s Day. (I love you MyMama…. really do). Dan saya juga mau memberikan selamat khusus kepada Mbak Tuti Nonka yang hari ini berulang tahun. Happy Birthday to you mbak Tuti …. I love you too.

Hari Ibu Internasional selalu dirayakan pada hari Minggu ke dua di bulan Mei,demikian pula Father’s Day yang dirayakan pada hari Minggu ke tiga bulan Juni. Jika ingin tahu coba buka saja portal yahoo.com hari ini, dan di situ ada animasi kangguru memberikan bunga Tulip pada ibu Kangguru.

NB:
Saya berkata pada Gen, “Saya selalu bilang pada orang-orang bahwa saya tidak suka menonton, tapi kok lumayan sering menulis tentang film di T.E. ya? hihihi.”
Katanya, “Kamu harus berterima kasih sama aku”
huh….

hihihi have a nice SUNDAY.

One scoop free

9 Mei

Sudah sejak kemarin saya dan adik mayaku, Yoga membicarakan soal es krim. Kami berdua memang pecinta es krim, kue, kopi dan teh. Yang terakhir baru saja masuk listku, karena memang dulu saya tidak begitu senang minum teh. Tetapi sejak sering sakit perut, saya hanya bisa minum teh, dan coba-coba bermacam jenis teh dari berbagai merek … terutama yang berasa orange/lemon dan fruit.

Nah, tadi pagi kembali lagi es krim menjadi topik pembicaraan. Katanya dia mupeng pengen es krim hihihi. Lalu saya tanya, bisa ngga sih beli eskrim online di Jakarta?  Hehehe, pertanyaan yang aneh, karena di Tokyo pun sebetulnya tidak ada layanan itu. Ada, tapi hanya eskrim yang disediakan oleh pizza or kentucky delivery. Padahal yang kita mau makan es krim berkualitas.

Wah istilah apa lagi ini es krim berkualitas? Mungkin yang paling langsung bisa diketahui bahwa es krim itu berkualitas itu seperti apa, ya yang dijual dengan harga mahal per scoopnya, dengan nama merek-merek terkenal yang ada di cabang-cabangnya di berbagai mal di kota besar.

Waktu kita datang ke gerai tsb sedang ada diskon 31% jadi bisa beli 6 scoop untuk berempat
Waktu kita datang ke gerai tsb sedang ada diskon 31% jadi bisa beli 6 scoop untuk berempat

Dan sebetulnya hari ini memang saya ingin sekali pergi ke gerai Baskin Robbins 31, tapi karena Kai dan saya sendiri sedang tidak enak badan saya batalkan. Karena waktu beberapa hari yang lalu ke sana, saya membaca bahwa pada tanggal 9 Mei, Baskin Robbins akan memberikan satu scoop es krim gratis bagi penyumbang pengumpulan dana Unicef.  Rupanya kegiatan untuk membangun pendidikan di negara Burkina Faso yang terletak di Africa ini sudah berlangsung sejak tahun 2002. Pada awal kegiatan tahun 2002 terkumpul dana sebesar 47.80o.000 yen. Dan tahun kemarin 2008, terkumpul 284.680.000, meningkat hampir 6 kali lipat!!!! (sumber situs baskin jepang) Dan perlu diketahui, hari ini pemberian satu scoop gratis ini hanya dibatasi dalam dua jam sejak toko dibuka. (hmm saya ingin tahu hasil tahun ini deh…. meskipun saya tidak bisa berpartisipasi)

(Kabarnya dulu Presiden AS Obama pernah bekerja di gerai ini di Honolulu, dan waktu kencan pertama dengan First Lady juga di gerai ini dan menyantap es krim rasa coklat… Jadi Riku pun sekarang setiap ke sini, mau memesan rasa “Obama” heheeh)

Lalu mengapa Baskin Robbins membuat acara bagi-bagi es krim gratisnya hari ini? Ya, karena hari ini adalah hari es krim, yang sudah pernah saya tulis tahun lalu di postingan ini.

Jadi hari ini apakah saya sudah makan es krim. Jawabnya? Sudah, karena Riku pergi beli es krim (meskipun yang murah)  di toko konbini dekat rumah. Yang membuat saya terharu dari anak sulungku itu adalah dia juga membeli susu dan coklat padahal saya hanya menyuruh dia membeli es krim. Lalu dia bilang, “Soalnya saya tahu tidak ada susu di lemari es. Mama kan setiap hari harus minum susu kan?” Duh, anakku……

NB: Yug, itu rasa baru Pudding ala Mode dan Strawberry Choco Dipped. Es krim untuk kamu dipending dulu ya, sampai aku bisa ke Jakarta lagi, dan kita sama-sama pergi makan es krim di Sency hihihi (Jangan khawatir Kai sudah bisa dititipin makanin es krim untuk kamu, sambil mamanya bantu).

Pengalaman Demokrasi -2-

8 Mei

Kali ini saya mau bercerita tentang perkumpulan orang tua murid di SD nya Riku. Tanggal 16 April yang lalu, saya menghadiri acara pertemuan pertama antara guru dan orang tua murid. Ceritanya dalam acara itu, masing-masing orang tua bisa saling mengenal dan juga mengenal guru walikelas anaknya. Seperti biasa, Guru memperkenalkan diri dulu. Guru Riku ini masih muda, tapi sudah bekerja di SD ini 5 tahun. Jadi saya perkirakan umurnya 27 tahun (rata-rata lulus universitas berusia 22 tahun). Namanya Chiaki Sensei.

Kemudian satu-per-satu orang tua murid memperkenalkan diri. Dan yang lucu di sini, memperkenalkan diri bukan dengan nama si ibu tapi “Saya ibunya Riku Miyashita”. Jadi nanti juga kalau bertemu dan memanggil seseorang akan “…… chan no mama (ibunya …chan)” “Riku kun no mama (Mamanya Riku)” . Dan waktu memperkenalkan diri, diminta untuk menyebutkan “kebaikan – sisi baik sang anak”. Well, saya dapat giliran kira-kira nomor 10, dan aku langsung berkata: “Saya mamanya Riku. Seperti kalian tahu, saya bukan orang Jepang, saya datang dari Indonesia. Saya tidak sedisiplin orang Jepang dalam mendidik anak, jadi kalau Riku berbuat nakal atau tidak sopan, tolong kasih tahu saya. Selama ini Riku selalu bersama saya, lebih suka di rumah. Baru dua hari yang lalu dia berani pergi ke toko sendiri. Kalau ditanya apa yang bagus dari Riku ,maka saya bilang tidak tahu. Karena apa yang menurut saya bagus, belum tentu menurut Anda bagus. Jadi sensei lihat saja nanti Riku bagaimana. Dia makan apa saja. Suka sayur, jadi tidak sulit untuk makanan.”

Setelah semua orang tua murid memperkenalkan diri, tiba waktunya untuk memilih 3 orang wakil untuk menjadi pengurus PTA. Satu dari 3 orang itu akan menjadi PTA Inti yang mengelola semua kegiatan anak sekolah dari kelas 1 sampai 6. Sedangkan 2 yang lainnya, menjadi wakil kelas, mengurus kegiatan kelasnya saja dan menjadi anggota bagian kegiatan PTA. Satu kelas rata-rata 30 anak (kelas Riku 32 anak), dan diharapkan ada 3 orang yang bersedia mau menjadi wakil kelas.

………………….. Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua saling pandang. Wah saya kaget juga dengan kondisi ini. Karena waktu Riku TK, orang tua murid di kelas Riku amat aktif. Dalam hitungan menit sudah ada tangan-tangan yang bersedia. Tapi di SD ini….. kenapa tidak ada yang mau ya?  Saya jadi kangen dengan ibu-ibu di TK yang begitu aktif. Memang ada ibu yang tidka mungkin menjadi pengurus karena mempunyai bayi, dan anaknya ada 4/5 orang. OK deh kalau si Ibu itu impossible mengatur waktunya. Tapi saya lihat masih banyak kok yang sebetulnya “kelihatannya” punya waktu. (Dan waktu saya cerita bahwa ibu-ibu tidak ada yang mau, Gen bilang… ya biasanya memang tidak ada yang mau hihihi)

Terus terang saya ingin tahu. Saya ingin tahu bagaimana sih orang Jepang berorganisasi. Saya yang biasa berorganisasi sejak SMP, rasanya gatal kalau tidak ikut. Sebelum pertemuan memang Gen sudah bilang,

“Pasti kamu mau ikut jadi pengurus PTA kan? ”
“Ngga boleh?”
“Ya boleh dong… tapi jangan bilang saya kerja di universitas, nanti saya disuruh bantu-bantu macam-macam hehehe”

Tapi karena tidak ada satupun yang bersedia, saya juga jadi bingung. Masa saya yang orang asing sok tahu angkat tangan dan bilang, “OK, saya mau” Duuh, nanti digencet lagi anakku hehehe. Lima menit lewat,  belum ada yang mau, sedangkan pengurus PTA yang lama, sudah menunggu nama-nama calon pengurus baru. Mereka berdua mengancam, kalau tidak ada yang mau, bisa-bisa diadakan undian. Kalau undian, siapa yang dapat harus mau, jadi lebih baik dan diharapkan ada yang bersedia.

Kebetulan ibu yang duduk di sebelah saya, anaknya juga di TK yang sama dengan Riku meski berlainan kelas. Saya ajak dia untuk angkat tangan. Sementara saya juga bertanya pada Pengurus PTA yang dua orang itu, misalnya saya tidak bisa mengikuti rapat pada hari Jumat bagaimana. Karena saya sudah pasti setiap Jumat tidak bisa. “Well, tidak ada pemaksaan kok. kan masih banyak pengurus yang lain”. Dan ada kata-kata dari dia yang membuat saya akhirnya angkat tangan adalah “Dalam 6 tahun anak Anda bersekolah di sini, harus menjadi pengurus satu kali. Dan daripada nanti jika anak sudah di kelas atas, lebih baik lebih cepat menjadi pengurus lebih baik. Dan kalau sudah satu kali menjadi pengurus, SELANJUTNYA TIDAK USAH.” Loh… biasanya kalau di Indonesia, orang yang sudah terpilih, dia pasti akan dipilih terus-terusan, sehingga tidak bisa lepas dari organisasi. Jadi ada kesan terpaksa. Sehingga biasanya orang juga takut untuk mulai masuk organisasi karena takut tidak bisa “keluar” dari situ.

“Wah kalau begitu, OK saya mau…. “. “Miyashita san terima kasih, siapa lagi yang mau?” Dan teman sebelah saya mengangkat tangannya. Asyiiik terpengaruh juga dia. hihihi.

Akhirnya terpilihlah 3 orang wakil kelas, dan teman saya Rie ini yang akan menjadi pengurus Inti. Sebagai pengurus kelas, kami bertiga langsung dibagikan tanda patrol keamanan untuk ditempelkan di sepeda, dan ditaruh di tas. Dan langsung kami harus mengikuti Rapat Umum Pengurus Inti dan pengurus kelas PTA tanggal 22 April.

Dalam rapat yang diadakan tanggal 22 April itu, sudah langsung dibagi bahwa ada 3 bidang yang harus dipilih. Bidang Kebudayaan, Bidang Kegiatan Anak-anak dan Bidang Keamanan. Saya sebetulnya ingin masuk ke bidang kebudayaan, karena tugasnya hanya membuat seminar tentang apa saja sebulan sekali. Kan gampang tuh…. paling-paling cari pembicara, meeting, tentukan tanggal, buat undangan, persiapan, pelaksanaan lalu terakhirnya evaluasi. Sudah kelihatan kerjanya.

Tapi, berhubung teman saya yang menjadi pengurus Inti itu sudah mengurusi bidang kebudayaan, maka saya tidak bisa masuk ke situ. Saya harus pilih antara Bidang Kegiatan Anak-anak atau Bidang Keamanan. Duuuh kalau keamanan saya males deh, soalnya musti patroli senja hari, memantau keselamatan anak-anak, apakah ada yang masih bermain di luar (baca 5:30). Memantau rumah-rumah yang menjadi tempat pelarian anak-anak Kodomo 110. Lalu sesekali naik patrol car, bersama polisi untuk inspeksi daerah-daerah berbahaya. Saya langsung bilang, “Wah kalau senja saya tidak bisa, karena saya masih ada balita. Saya kan tidak bisa patroli dengan membonceng balita. Saya di Bidang Kegiatan Anak-anak saja ya.”

Untung saja teman pengurus sekelas yang satunya mau masuk ke Bidang Keamanan… (agak maksa juga sih saya hihihi). Jadi deh saya menjadi anggota Bidang Kegiatan Anak-anak. Dan ternyata ….. kegiatan bidang ini yang paling SIBUK!!! Dooohh. Coba deh saya tulis kegiatannya apa saja.

1. Sebulan sekali ikut rapat umum PTA
2. Mengumpulkan bellmark, yang dibagi menjadi kelompok
3. Mengumpulkan eco cap
4. Mengadakan bazaar untuk murid tanggal 19 Juni (sudah pasti saya tidak bisa ikut karena hari Jumat)

Kegiatan nomor 2 dan 3 itu loh yang tidak mengenal waktu. Karena begitu terkumpul banyak, harus segera dikirim. Yang lucunya kedua kegiatan ini pernah saya ulas di TE. Eeee jadinya malah harus mengumpulkan. Tapi karena saya sudah mengerti jalan ceritanya, ya saya tidak bego-bego banget dengan bertanya, “Bellmark itu makanan apa sih?” hihihi.

Nah, yang bagusnya di rapat per bidang, semua yang memang terpilih jadi pengurus ini, ternyata lumayan aktif. Begitu si Ketua bidang tanya, siapa yang mau urus ini-itu, langsung ada yang menjawab. Jadi kali ini saya yang diam, menunggu sisa kerjaan aja hehehe (maklumlah di sini kan ada pemikiran sempai-kohai senior-junior  juga, saya kan masih ortu dari kelas 1, masih kroco , tidak boleh menonjol….. ).

Jadi begitulah…. saya sekarang menjadi “sok sibuk” dengan kegiatan kepengurusan PTA sekolahnya Riku. Tapi saya jadi bisa melihat secara langsung kebiasaan orang Jepang dalam berorganisasi, dan pengejawantahan demokrasi dalam masyarakat Jepang skala kecil. Dan  kalau ada cerita lucu kan bisa jadi bahan posting di TE hehehe.

Setelah Rapat Umum tanggal 22 April ini, kami harus menghadiri Sidang Pleno PTA pada tanggal 30 April. Sebelumnya sudah dibagikan segepok laporan yang harus kami baca sebelum menghadiri Sidang Pleno tersebut. Namanya keren ya… Sidang Pleno…. apa saja sih yang dibicarakan?

…….bersambung

Bouya

6 Mei

Bouya 坊や adalah sebutan kesayangan untuk anak laki-laki di Jepang. Bahasa resminya otoko no ko 男の子, tapi seperti kalau di Indonesia menamakan anak laki-laki dengan bocah atau buyung, di Jepang juga sering memanggil anak-anak laki-lakinya dengan bouya.

Koinobori

Tanggal 5 Mei adalah hari khusus untuk anak laki-laki, yang berasal dari perhitungan kalender China Kuno yang disebut dengan sekku. Hari libur ini merupakan serangkaian hari libur di akhir April dan awal Mei yang disebut Golden Week (Minggu Emas) di Jepang. Berdasarkan hukum Hari Anak-anak diperingati sejak tahun 1948 dan ditetapkan dengan undang-undang hari libur Jepang (Shukujitsu-hō) untuk “menghormati kepribadian anak, merencanakan kebahagiaan anak sambil berterima kasih kepada ibu.”

(dari kiri-kanan) Papa Gen - Om Taku - Nobu - Kai
judul: Tukeran anak? (dari kiri-kanan) Papa Gen - Om Taku - Nobu - Kai

Kira-kira sebulan sebelum hari ini, di tiap rumah yang mempunyai anak laki-laki akna menghias rumahnya dengan bendera berbentuk ikan koi, yang disebut Koi Nobori. Semakin kaya keluarga itu, semakin besar dan bagus bender yang dipasang. Karena kami tinggal di mansion (apartemen) jadi tidak memasang bendera seperti itu (sekipun saya tahu ada 2-3 keluarga yang memasang di teras rumahnya). Dan biasanya kakek-nenek lebih antusias merayakan upacara anak laki-laki ini dibanding dengan keluarga muda sekarang.

Jaman dahulu, untuk merayakan hari anak laki-laki ini, keluarga akan membelikan replika baju samurai yoroi, topi/helm samurai kabuto, dan sebagai tambahan patung anak laki-laki kuat dalam dongeng Kintaro. Semakin besar, semakin lengkap menunjukkan kekayaan keluarga itu. Dan  memang harga satu set perlengkapan ini tidak main-main loh. Satu kabuto helm samurai saja, saya lihat berlabelkan harga 250.ooo yen di sebuah departemen store terkenal. Baru kabuto, belum yoroi (yang biasanya jarang dipunyai).

Tapi sekarang karena keluarga muda banyak yang tinggal di apartemen, tidak ada tempat untuk meletakkan perhiasan seperti itu, sehingga semakin kecil semakin bagus (meskipun harganya belum tentu semakin murah hehehe).

Kai - Nobu - Riku

Tahun ini kami memperingati hatsu sekku, peringatan anak laki-laki pertama untuk Nobu (10 bl), sepupu Riku dan Kai. Jadi seperti biasa kami berkumpul di rumah mertua di Yokohama. Di sana sudah terhias satu set perhiasan yoroi dan kabuto yang sudah berusia 60 tahun lebih (yang dibelikan untuk bapak mertua saya olehbapak-ibunya). Biasanya kami mengadakan pesta di rumah, tapi karena kali ini dihadiri oleh besan, orang tua adik ipar saya, maka acara makan-makan diselenggarakan di sebuah restoran dekat rumah.

Sulit sekali untuk mengumpulkan kami yang memang tinggal di berlainan kota, apalagi mengumpulkan ke tiga cucu keluarga Miyashita untuk bisa berpose dengan baik, tanpa menangis, di depan hiasan untuk diambil fotonya. Well, yang penting ketiga cucu laki-laki ini bisa hidup sehat dan menjadi besar dan kuat, serta berbakti pada orang tua.

Imelda - Nobu - Om Taku
Imelda - Nobu - Om Taku

Anda juga bisa membaca tulisan saya tahun lalu tentang “Hari Anak Laki-laki“.

Tambahan informasi:

Ada pula  upacara untuk anak perempuan yang dirayakan tanggal 3 Maret,  yang sering disebut dengan Hina Matsuri. Saat ini menghias rumah dengan hina ningyo (boneka hina)

Jumlah anak-anak berusia 15 tahun ke bawah menurut data 1 April 2009  sebanyak 17.140.000, lebih sedikit 110.000 dibanding tahun sebelumnya dan sudah 28 tahun berturut-turut mengalami penurunan jumlah.

Kai dan mama kampai!!!
Kai dan mama kampai!!!

Ramune

4 Mei

Anda tahu minuman sarsaparila atau yang lebih dikenal dengan Root beer? Rasanya khas dan ada satu gerai yang terkenal dengan Root beernya lebih daripada makanan yang ada di gerai tersebut. Atau Anda tentu tahu ginger ale? Sebuah minuman yang asalnya dari Irlandia, yang aslinya ternyata menurut saya tidak seenaknya minuman berlabelkan itu. (Kalau minuman yang sudah mendunia dengan slogannya siapa saja, kapan saja dan dimana saja …always itu mah ngga usah diomongin lagi ya)

Nah, Jepang mempunyai minuman khasnya yang bernama Ramune. Mungkin mereka yang pernah ke Jepang sudah pernah mencobanya. Setahu saya belum ada di Indonesia meskipun “tiruannya” bentuk botol dengan serbuk permen ramune di dalamnya, pernah menghiasi warung-warung Indonesia, pada jaman saya TK, berabad yang lalu (duh parabolis sekali ya hihihi).

Ramune ini adalah minuman soft drink bersoda yang sebetulnya rasanya tidak jauh berbeda dengan jenis minuman seperti Sprite, atau Seven Up, tapi yang membedakannya adalah bentuk botolnya yang unik. Botol yang dipakai adalah botol ciptaan Hiram Codd, sehingga disebut Codd’s Neck Bottle. Terbuat dari gelas dengan sebutir kelereng yang menjadi penutup mulut botolnya. Jika mau membuka penutup itu, harus ditekan dengan kuat, kemudian kelereng itu akan tertahan di leher botol.

Rasa minuman bersoda yang segar ini, menjadi lebih menarik karena si peminum akan bertanya-tanya kenapa kelereng bergerak menutup leher botol waktu diminum, tetapi minuman itu tetap bisa keluar. belum lagi kelereng itu berbunyi-bunyi jika tidak terkena cairan. Tak jarang anak-anak mencoba untuk menggerakkan kelereng itu dengan lidahnya. Saya pun waktu pertama kali minum softdrink ini merasa “sensasi” botolnya lebih menarik daripada rasanya itu sendiri. Dan tentu saja kalau minum ramune Anda harus meneguknya langsung dari botol. Jangan bersikap ladylike dengan mencoba menuangkannya ke gelas. Percuma!

Hari ini adalah hari Ramune. Campuran minuman ini ditemukan oleh seorang Scotlandia yang tinggal di Kobe, Jepang bernama Alexander Cameron Sim (1840-1900) . Tapi penentuan hari ini sebagai hari Ramune dikarenakan pada tanggal 4 Mei tahun 1872, pertama kalinya dikeluarkan ijin produksi dan pemasaran Ramune pada seorang wiraswasta bernama Chiba.

foto diambil dari wikipedia Japan.

Pengalaman Demokrasi -1-

4 Mei

Saya tidak mau berbicara tentang politik di Jepang. Buat apa? Saya bukan ahli politik, dan sedapat mungkin saya selalu menghindari pelajaran politik. Karena itu saya tidak mau masuk ke jurusan Sejarah di sini, karena pasti dong saya akan bertemu dengan politik di jurusan Sejarah. Saya pilih jurusan pendidikan meskipun saya harus jungkir balik belajar semuanya dari awal. (Tema saya adalah sejarah pendidikan)

Tapi, kebetulan waktu saya baru datang ke Jepang, saya tinggal bersama keluarga politikus. Ya bapak-semang saya adalah (mantan) anggota parlemen Jepang dari partai Liberal Demokrat. Seorang laki-laki bertubuh tinggi,  boleh dibilang cakap, berkacamata dan…. bodynya OK. Untuk pria seumuran dia banyak yang perutnya buncit, tapi dia tidak. Karena hobinya adalah lari marathon. Tidak heran kalau tidak ada janji khusus, dia akan lari dari rumah ke kantornya yang berjarak kurang lebih 30 km setiap pagi. Pernah dia mengajak saya ikut dia, but …no way deh bisa-bisa aku semaput di jalan.

Karena saya mahasiswa asing, dan waktu itu juga sedang menerima beasiswa dari pemerintah Jepang, saya tidak boleh ikut aktif dalam politik praktis. Padahal sebetulnya banyak kesempatan untuk bisa “menyelusup” ke kantor persiapan kampanye bapak semang saya itu, dan melihat-lihat kegiatan itu dengan mata kepala sendiri. Tapi daripada merepotkan banyak pihak, saya tidak bisa melakukan hal itu. Satu-satunya yang saya bisa lakukan, hanya melambaikan tangan dan memberikan semangat padanya, waktu dia berpidato di stasiun dekat rumah kami.

Merupakan kebiasaan kampanye di sini, bahwa si calon harus turba, mengenal warganya, dan tempat yang paling praktis adalah stasiun. Berdiri memegang mike, berbicara tentang pandangan politik dan program- programnya,  sambil sesekali mengucapkan terima kasih pada warga yang “sudi” mendengar ocehannya. Seperti yang si bapak-semang teriakkan pada saya, waktu saya beri  lambaian tangan, “Itterasshai…. gambattene (Selamat pergi…. selamat belajar ya!)”. Untung dia tidak sebut nama saya, kalau tidak malu deh jadi pusat perhatian. Orang asing yang disapa oleh Mr. K.

Untuk calon yang baru terjun ke kancah politik, belum banyak pengikut dan pembantu, dia hanya berdiri seorang diri di depan stasiun. Tapi bagi yang sudah punya banyak pendukung, pasti ada beberapa orang pendukungnya yang berdiri dengan membawa bendera bertuliskan nama calon. Ada juga yang membagikan selebaran tentang temuwicara di suatu tempat dll. Tidak boleh membagikan uang dan barang meskipun hanya tissue. Well, memang strick sekali hukum  di sini.

Ada satu lagi cara selain berpidato di stasiun, yaitu dengan berkeliling wilayah pemilihannya naik campaign car, mobil kampanyenya yang di bagian atasnya bisa menjadi tempat berdiri untuk pidato. Pakai mike, memperkenalkan diri dan mohon dukungan, sambil melambaikan tangan ke warga yang sedang jalan, atau ke arah rumah /mansion/apartemen yang dilewati. Calon yang baru, yang masih sedikit pendukungnya biasanya tidak mempunyai mobil kampanye, sehingga tidak jarang juga terlihat jalan kaki atau naik sepeda. Tentu saja sekaligus mengumandangkan hidup sehat dan mendukung lingkungan yang bersih dan sehat. (Tentu saja si bapak semang juga pernah kampanye dengan lari marathon loh. Yang kasihan sekretarisnya harus ikut lari juga di belakangnya)

Baliho? tidak ada. Baliho boleh dipakai dalam gedung saja, misalnya waktu mengadakan ceramah politik di sebuah aula. Yang boleh dipasang di jalan umum hanya poster seukuran karton manila yang bisa dipasang di dinding/pagar rumah dari pendukungnya. Isi poster tentu saja foto muka si calon, nama (tanpa gelar) dan sepatah slogan politiknya.  Tentu saja poster ini bisa dipasang juga di papan besar yang memuat semua poster calon, yang dipasang di tempat-tempat strategis persis beberapa hari sebelum pemilihan (supaya tahu orangnya yang mana).

Pada hari pemilihan, saya ikut duduk di depan televisi untuk melihat hasilnya, sedangkan Mr K dan istrinya berada di kantor kampanye, untuk bersiap merayakan kemenangan, jika menang (selama saya tinggal di Jepang baru satu kali periode saja dia kalah). Yang hebat, penghitungan suara itu selesai dalam malam yang sama dan sebelum malam berlalu sudah tahu siapa saja yang bisa menjadi anggota parlemen. Semua penghitungan bisa diikuti di televisi.

Tapi selain memenangkan kursi di parlemen, ada lagi saat mendebarkan lainnya yaitu apakah dia terpilih menjadi anggota kabinet atau tidak. Sayang sekali waktu Mr K terpilih jadi Menteri Pendidikan, saya sudah lulus program pasca sarjana, dan sudah mandiri tinggal sendiri di apartemen yang berjarak hanya  2 menit dari rumahnya.

Kalau dipikir memang saya banyak pengalaman yang mungkin belum tentu bisa dirasakan mahasiswa asing lainnya. Namun saya tidak bisa menuliskannya semua karena menyangkut privacy yang sangat ketat di Jepang. Karenanya saya tidak mencantumkan nama asli keluarga induk semang saya, apalagi foto-fotonya. Padahal sebetulnya saya ingin sekali pasang foto waktu “manjat” naik mobil kampanye hanya untuk berfoto sebelum pindah rumah.

Nah, ini pengalaman saya pertama kali mengenai demokrasi di Jepang. Setelah ini saya ingin menceritakan soal  demokrasi praktis, yang saya alami sendiri dalam bermasyarakat baru-baru ini, yang cukup membuat saya tertawa…” Ohhh gini toh caranya di Jepang!”. Tunggu ya…..