Aku memang sering melihat tulisan orang di blog/komentar frase ini : kamu ketahuan…. yang sepertinya merupakan judul/lirik suatu lagu. Tapi terus terang baru pagi ini aku dengar lagunya…. Matta Band: Kamu Ketahuan hihihi ketinggalan banget ya?
Nah, gara-gara pagi ini aku buka SNSku berbahasa Jepang yang bernama MIXI. Kadang saya masuk ke situ untuk mengetahui tema-tema percakapan teman-teman Jepang, dan biasanya aku baca berita populer di situ. Yang paling aku sering buka adalah hasil angket online tentang suatu trend. Pagi ini adalah angket tentang “Tindakan pria waktu ketahuan berbohong”. Ternyata ranking nomor satu, yang menegaskan bahwa memang pria itu berbohong, dalam tindakannya, Ia akan “menjawab asal-asalan atau ambigu”… hihihi kayaknya aku bisa ngebayangin deh kayak apa.
Berikut urutan tindakan pria waktu ketahuan berbohong (meskipun itu alasan untuk kebaikan hubungan ya)
1. Menjawab asal-asalan
2. Mencoba mengalihkan tema pembicaraan
3. Tatapan matanya ke mana-mana
4. Kalau didesak akan marah sekali
5. Kembali bertanya, “Kenapa sih tanya seperti itu?”
6. Tidak seperti biasanya, lebih banyak omong
7. Bertanya terus, “Apa?”
8. Menyembunyikan handphone
9. Melarikan diri dnegan mengatakan, “Ngantuk! Mau tidur”
10. Menjadi lebih baik dari biasanya
11. Gerakan tangannya jadi aneh
12. Nada suaranya menjadi tinggi
13. raut mukanya menjadi keras
14. kedipan mata bertambah sering
15. Berbicara sambil mengetik sms/email
16. bicaranya tambah cepat
17. Tidak seperti biasanya, memuji-muji
18. Mempermainkan rambut
19. Menjelaskan dengan tegas, “Begini kok”
20. Tiba-tiba memberikan hadiah
Tapi kalau dipikir-pikir sebetulnya tindakan “ngeles” kayak gini juga akan dilakukan oleh wanita jika ketahuan ya? Atau wanita lebih pandai bersandiwara, sehingga tidak berubah tindakannya biarpun ketahuan, dan bisa ngeles dengan “pintar”?Ngga di Jepang, ngga di Indonesia sama aja ternyata ya?
Posting iseng, sambil nyiapkan sarapan: French Toast (roti yang direndam dalam adonan susu dan telur+gula, dengan bermacam variasi, kemudian digoreng di fry pan dengan sedikit mentega). Yang aku heran kenapa sih semua suka dengan menambahkan French? Ada juga French Fries (kentang goreng) dan French Bread (Roti Perancis/ Roti Pentung kalo keluargaku bilang) dan…. French Kiss (hmmm ada yang bisa mendefiniskan? Gampangnya…. cium jorok…alias basah semua hahahaha). Seperti semua tambahan kata Bangkok pada buah-buahan yang enak, manis, dan besar?
Apa sarapan kamu pagi ini? (Yang kutahu ada seseorang mengaku sarapan RENDANG pagi ini hahahaha)
Uhhh, aku seenaknya saja pakai nama orang. Waktu aku browsing ternyata ada orang bernama Terry Rice, yang fotografer ….dan karyanya keren-keren banget loh! Very fabulous! Untung bukan nama anaknya Rice, THE Secretary of State.
OK aku akan jelaskan postingan hari ini. Waktu baca di webnya Pak De Cholik yang ini, yaitu tentang resep makanan berbasis ikan dan sayur…. aku sempat berkomentar, Ikan di sini lain dengan di Indonesia. Dan mendapat jawaban “alasan aja”…. something like that deh.
Ya jelas aja, memang ikan di sini lain sih. Memang diimpor ke Indonesia, tapi kan muahal….. Lagian orang Jepang paling senang makan ikan itu mentah atau di bakar, tanpa bumbu-bumbu tambahan. Sushi dan sashimi tuh kan bukan masakan karena tidak dimasak hihihi.
Jadi saya puter otak, ikan apa yang sama dengan di Indonesia. Dengan syarat murah dan mudah didapat! Akhirnya saya bertemu si Terry Rice ini, si kecil yang banyak mengandung kalsium dan …relatif murah, serta bisa dibeli di mana saja. Saya tahu jenis ikan teri di Indonesia banyak. Sedikitnya dua yang saya tahu, Teri Medan dan Teri Nasi. Nah karena saya suka teri nasi, maka saya memikirkan resep teri nasi + sayuran sebagai syarat dari blognya Pak De itu.Dan tentu saja jumpalitan cari bumbu yang ada di Indonesia.
Ikan Teri di Jepang juga bermacam-macam. Yang paling kecil dan halus, bernama shirazu, biasa dimakan mentah dengan parutan daikon (lobak) dan diberi shoyu (kecap jepang). Nah kali ini saya akan menampilkan Terry Rice Set, yaitu nasi kepal (onigiri) dengan ikan teri + acar sawi hijau serta salad nya yang terdiri dari lettuce+tahu sutra+ ikan teri goreng.
Karena saya tidak tahu apakah shirasu / ikan teri nasi di Indonesia bisa dimakan mentah atau tidak, semua teri nasinya saya goreng.
Cara Pembuatan
Nasi Kepal Teri :
bahan:
1 mangkuk nasi panas (paling bagus jika beras dicampur dengan beras ketan dengan perbandingan 3:1, supaya mudah dibentuk/dikepal) ikan teri goreng secukupnya sesuai keinginan acar sawi hijau ditiriskan airnya dan dikeringkan dengan tissue/lap potong kecil-kecil.
(Kalau tidak bisa membuat acar sawi hijau sendiri, boleh memakai caysim yang sudah dijual. Cara membuat acar sawi hijau : seduh sawi hijau dengan air panas, bubuhkan garam, masukkan plastik dan inapkan. Bisa juga masukkan satu cabe merah yang sudah dicuci. Jika keluar air dan sawi sudah layu maka acar sudah jadi)
Campur bahan ke dalam nasi panas. Lalu basahkan tangan Anda dengan air bersih (paling bagus dengan air mineral kalau di Indonesia) taburkan sedikit garam di tangan. Ambil sesendok campuran nasi dan bentuk segitiga/bundar seperti pembuatan onigiri. Besarnya bisa disesuaikan, tapi saya lebih suka berukuran mini, satu suap. Waktu mengepal nasi ini memang panas …. tapi tahan. Cinta Anda kepada keluarga tertumpah dalam sebuah onigiri!
Baca di sini untuk mengetahui nasi kepal/onigiri Jepang!
Salad Tahu Teri:
bahan:
daun salada (lettuce) dipotong acak tahu sutra (kalau di Jepang bisa dimakan mentah, kalau di Indonesia mungkin perlu digoreng dulu. Tahu goreng biasa juga boleh, dipotong kecil-kecil, kotak-kotak) ketimun/ kyuri diiris halus ikan teri goreng secukupnya
Hidangkan di piring dan bubuhkan salada dressing yang Anda punya. Tentu saja dressing ala japanese atau chinese yang berbumbu minyak wijen paling cocok, tapi mayonaise pun tidak apa-apa.
Jika tidak ada dressing bisa campurkan bahan berikut ini:
2 sendok makan kecap asing Jepang (kikkoman) atau apa saja yang ada
2 sendok makan minyak wijen
sedikit cuka (cuka Indonesia sangat kecut, sehingga hati-hati menggunakannya) bisa diganti dengan lemon/jeruk
satu sendok teh gula pasir
Sebetulnya jika mau membuat dressing ala jepang perlu diberi sake untuk masak dan mirin, tapi saya sudah coba dengan bahan di atas sudah cukup. Campurkan semua bahan dan bubuhkan di atas salada yang siap disantap. (Ingin berbumbu yang lebih “maknyus” ala Indonesia? Pakai saja bumbu gado-gado/pecel yang diencerkan sehingga menjadi seperti goma dressing. Jadi deh Gado-gado Jepang hihihi.)
Perlu diketahui, orang Jepang memang sangat menghargai rasa alami dari setiap bahan yang ada. Karena ini menuntut kesegaran setiap bahan. Sedapat mungkin tidak memakai minyak untuk menggoreng untuk mengurangi kolesterol. Pokoknya makanan Jepang amat sangat healty. Selamat mencoba!
NB: Saya tidak tahu apakah seperti ini memenuhi persyaratan atau tidak untuk disertakan dalam acaranya PakDe Cholik.
Apa sih definisinya kalau orang itu romantis? Atau tindakan apa sih yang romantis menurut kamu?
Aku pernah diketawain waktu menulis bahwa adegan Cinta dan Rangga membeli kacang rebus dan makan sambil jalan itu romantis, di sini. Cuma Ge yang menyetujui pikiran saya. Mungkin di mata semua orang romantis = candle light dinner etc, suatu tindakan yang memerlukan waktu, uang dan perhatian. Well, perhatian memang, tapi tidak perlu yang sampai dua jam makan atau mengeluarkan uang yang banyak untuk makan di restoran yang bisa menyediakan candle light dinner kan?
Tadi pagi saya harus extra sabar menghadapi Kai. Sudah 3 hari belakangan ini dia amat sangat egois. Semua yang kakaknya pegang, harus untuk dia. Kalau soal belanja sudah kuantisipasi dengan membeli dua barang yang sama. Tapi masalahnya, misalnya kakaknya akan menggambar, dia juga harus…dan tidak mau memakai buku gambar yang aku belikan untuk dia (yang sama), maunya yang sedang dipakai kakaknya. Riku juga sudah banyak berkorban, tapi kalau sampai semua harus diberikan ke adiknya, dia juga sebel. Dan selain itu kalau semua permintaannya dituruti, bisa-bisa dia menjadi anak yang keras kepala dan menuntut…lagi-lagi aku yang akan susah.
Jadi biasanya kalau dia sudah tidak mempan diberitahu, diberikan alternatif lain, juga tidak mempan dimarahi, aku akan kurung dia di dalam kamar + susunya. Tentu saja dia takut, berteriak minta keluar. Dan kebetulan kamar tidur kami harus dibuka ke dalam sehingga dia tidak bisa buka sendiri. (Semua kamar Jepang tidak berkunci) Dan biasanya dia akan menangis meraung-raung dan berteriak, “Mamaaaaa” atau “Kakak….” Dan kami berdua cuekin untuk beberapa saat.
Setelah cukup, baru aku masuk kamar dan peluk dia. Kadang dia masih menuntut, kadang dia menyerah, dan minta ditemani minum susu di tempat tidur. Lalu aku bacakan buku cerita.
Satu lagi kebiasaan jeleknya adalah memukul mukaku. Awalnya aku biarkan, tapi dia juga mulai memukul muka Gen. Waaah Gen marah deh. Jadi sekarang kalau dia memukul mukaku, aku pukul kembali dengan pelan. Kalau dia masih pukul, aku juga pukul terus…akhirnya dia tahu itu sakit…dan berhenti. Susyah deh, belum lagi kalau dia mengantuk, maunya aku di sebelahnya terus, tidak boleh ke WC, tidak boleh masak, tidak boleh ini-itu.
Tadi pagi dia sengaja menjatuhkan mie yang sedang dimakannya, lalu berkata, “Mama, jatuh!”. “Jatuh? Kamu jatuhkan…itu lain. Tidak boleh buang-buang makanan!”. Sambil ngomel, terpaksa aku bersihkan lantai. Huh, padahal pagi hari adalah waktu yang paling sibuk, karena harus menyiapkan semua pergi.
Waktu aku akan ganti bajunya, dia lari, tidak mau diganti. “A da…” katanya yang sebetulnya merupakan bahasa bayinya dari Ya da, iya da (tidak mau dalam bahasa Jepang). Berkali-kali aku bujuk, dia tidak mau. “Ya..da”. Kemudian dia menemukan buku Wall-e dan Buzz Light Year. Minta dibcakan. Nah! Giliran aku bilang, “Ya da….” hihihi manyun deh.
Lalu aku bilang, “OK mama baca, tapi ganti baju dulu!” Dan akhirnya aku membacakan 2 buku dan baju juga sudah tergantikan. Sukses.
Keluar kamar, dia mulai gratil, grusu. Dia ambil semua buku dari rak, dan lempar ke lantai. Ow ow ow… mau marah, tapi ah aku biarkan dulu. Sambil aku jemur pakaian (mumpung terang soalnya, jadi sebelum antar Kai aku ingin jemur pakaian dulu), Kai dengan suksesnya “memindahkan” buku dari rak ke lantai :). Lalu entah kenapa, aku juga lupa aku mengatakan apa. Mungkin “Kalau Kai pinter, mau ke sekolah dan ketemu sensei, beresin dulu dong bukunya”… (something like that). Dan… dia mulai memungut satu buku lalu taruh dalam rak. Aku tepuk tangan. Dia tambah senang, akhirnya semua buku berhasil dia “susun” lagi dalam rak… Bravoooo, meskipun tidak seperti semula, tapi dia sudah berusaha.
Akhirnya kami pergi ke penitipan naik sepeda. Yang aku mau hubungkan dengan romantis itu sebetulnya suatu perbuatan Kai yang spontan. Dia memelukku dari belakang (dia aku bonceng di belakang). Mungkin karena dingin, jadi dengan dia bersandar pada punggungku yang bersweatshirt, pipi dan mukanya menjadi hangat. Dan otomatis aku juga menjadi hangat. Pertama kali Kai melakukan ini. Dan pikiranku melayang, mungkin orang pacaran dengan naik sepeda motor itu seperti ini ya? Jadi, aku kok berpikir, ternyata orang pacaran dengan naik motor, lebih romantis daripada naik mobil yang hangat, adem, ada musiknya, tapi….ada jarak. Kan murahan naik motor tuh. Sayang aku tidak suka naik motor dan tidak pernah punya pacar yang berkendaraan motor hehehe.
Intinya sebetulnya, romantisme itu bisa didapat tanpa uang yang mahal, waktu yang banyak, asal kita memang mau “menikmati” keadaan berdua. Yah orang jatuh cinta memang sih sepiring berdua serasa makan di restoran perancis hehehe (apalagi kalau suap-suapan yah …uhuyyyy)
So? romantis menurut kamu seperti apa sih? Kasih ide dong…. siapa tahu bisa jadi masukan untuk yang lagi “cari” atau “sedang penjajakan” dan dipraktekin tuh 🙂
NB: Satu hal yang tadi membuat aku kaget, adalah waktu aku menurunkan Kai dari sepeda, ternyata AKU LUPA MEMASANGKAN SEAT BELT … duhhh bahaya amat…. untung tidak apa-apa.
Hihihi, biasanya kalau kopdar pasti chatters atau bloggers atau insan radio/TV ya? Semuanya akrab lewat jaringan udara, jaringan televisi, atau jaringan internet. Jadi sebetulnya anggota segala macam SNS (Social Networking Site) macam fesbukers, plurkers, twitters, kalau bertemu di real namanya juga kopdar dong ya?
Hari Jumat yang lalu aku libur mengajar, karena di Universitas sedang persiapan Festival Universitas (semacam bazaar). Jadi aku bisa bertemu Whita, yang juga tinggal di Tokyo. Kami berkenalan lewat TE (tapi Whita tidak punya blog sendiri, sehingga tidak masuk kategori blogger) kemudian menjadi teman di Fesbuk. Nah, waktu aku menulis bahwa aku sedang di KBRI bersama adik saya memperpanjang pasport, dia mengatakan…. tahu begitu kan bisa pergi sama-sama. Kebetulan aku bermaksud akan mengambil paspor adik yang sudah jadi pada hari Jumat, sehingga aku menghubungi dia. “Ayo sama-sama ke KBRI besok!”
Kami bertemu di Stasiun Meguro pukul 10 lewat. Langsung saling mengenali, selain sudah tahu muka lewat foto, satu “identitas” yang langsung tertangkap adalah…kami berdua memakai scarf batik! (Hidup Batik Indonesia! ayooo jangan melempem pake batiknya. Tapi terus terang aku cuma punya scarfs)
Perjalanan rute kami sama dengan waktu aku mengantar adik, ke foto studio, lalu ke KBRI. Itu mah sudah tidak usah diceritakan lagi. Tapi aku ingin ceritakan acara kami sesudah itu. LUNCH! (ngga jauh-jauh dari makanan hihihi).
“Mau makan apa? ”
“Apa saja”
Cuma kali ini aku yang tidak punya banyak waktu karena aku harus berada di rumah jam 2:30 siang, karena Riku pulang jam segitu. Jadi kami memilih pergi ke restoran Sushi “berputar”, Kaiten Sushi. Tentu saja kami memilih resto ini karena cepat, enak, dan bisa makan sedikit. Sama sistemnya seperti restoran Padang, hanya membayar apa yang dimakan saja.
Begitu masuk restoran kami dipersilahkan duduk di salah satu pojok sebuah counter yang besar. Di depan kami terdapat ban berjalan yang mengantarkan piring-piring kecil berisi berbagai macam sushi, nasi kepal dengan potongan ikan mentah, setengah matang (aburi) dan matang (seperti udang rebus). Kami tinggal mengambil piring yang kami mau dan makan. Tapi waktu mengambil piring, biasanya kami melihat corak/warna piringnya, dan melihat ke dinding resto yang memasang jens piring beserta harganya. Harganya bermacam-macam dari 160 yen, 200-an, 300-an, 400-an dan termahal 500-an.
Ada beberapa yang “aneh” yang kami makan (baru makan pertama kali) termasuk di antaranya Ikan Buntal Goreng (Ikan Fugu yang beracun itu loh), pernah saya tulis di sini. Sambil makan kami sibuk memotret dan mengirim ke handphone masing-masing.
Nah, yang menarik adalah waktu akan membayar. Biasanya di resto sushi berputar yang lain, kami menumpukkan piring sesuai dengan warnanya, misalnya merah (160-an) , hijau (200-an) dst. Si petugas resto akan mencatat warna masing-masing serta menjumlahkannya dalam kertas, dan kami bawa kertas itu ke kasir untuk membayar.
Tapi ternyata, resto sushi yang ini amat canggih . Kita cukup menumpuk piringnya tak beraturan. Si pelayan membawa alat scanner sebesar remote control, lalu diarahkan ke atas piring teratas. Pit pit… lalu kami diberi sebuah alat mirip kalkulator kecil tanpa angka/tombol apa-apa. Wahhh bukan kertas pula! Jadi ingat beeper (yang berfungsi memanggil jika makanan sudah jadi) yang ditulis oleh Pak Oemar di sini.
Alat itu rupanya merekam harga yang tercantum di chips di piring yang kita makan. Begitu kita menyerahkannya pada kasir. Alat itu didekatkan pada suatu reader, dan keluar harga yang kita mesti bayar di display mesin kassa. Canggih! Tanpa kertas…
Kami berdua terheran-heran …sempat aku tanya sih tentang cara kerja alat pembaca chips di piring itu. Tapi karena restoran itu mulai sibuk dengan tamu-tamu yang mau lunch, terpaksa aku tidak bisa memotret alat reader itu dengan detil.
Akhirnya kami menutup cara kopdar hari itu dengan minum kopi di Tully’s Coffee (saingannya Starbuck) dengan saran aku Hazelnut Cappucino… yummy. Waktu masih kerja sebagai DJ di Radio, ada gerai Tully’s dekat studio, sehingga hampir setiap aku rekaman, pasti mampir situ. Adicted banget sampai beli Hazelnut siropnya untuk dicampur setiap minum kopi. Jadi gemuk deh…kan gula itu hihihi.
Kami berpisah di peron Yamanote line, dengan janji akan buat pesta bakso di rumah. Nanti cari waktu ya Whit…atau natalan juga bisa…cihuy.. (kayaknya masih lama deh tuh hihihi)
Bagi mereka yang tinggal/pernah tinggal di luar negeri pasti pernah merasakan kerinduan kampung halaman yang amat sangat. Ada salah satu cara menghilangkan rasa rindu, yaitu dengan “Aroma Terapi” yang sudah pernah saya tulis di sini. Tapi memang yang paling gampang lewat perut, langsung saja makan sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu atau kampung halaman. Tidak usah “bau”nya saja hehehe.
Hari Rabu yang lalu, aku mendapat suatu “obat rindu” yang cespleng, padahal aku tidka sedang sakit rindu. Tapi entah kenapa, begitu aku membelainya, mengupasnya, dan… menggigitnya, memori langsung berhamburan.
Bukaaaan, bukan memori dengan pacar atau apa, tapi…memori di rumah di Jakarta. Sepiring bengkuang, jambu air, mangga, kedondong, dengan sambal rujak! Huh… sambil menuliskan ini saja kutahan air liur supaya jangan ngeces. Asal teman-teman tahu, kecuali mangga (ada dari Mexico dan Philipina) bahan-bahan rujak itu tidak ada di Jepang…hiks (kasiaaaan yah ….) . Yang paling banter bisa kubeli di sini hanya nangka/nangka muda kaleng, rambutan (tidak akan kubeli kalau untuk diri sendiri, karena aku alergi rambutan). Kolang-kaling, kelapa muda…yey itu mah bahan es teler, bukan rujak. So…. saya tidak pernah bisa makan rujak di Tokyo.
Temanku Akemi san, tinggal di Tokorozawa, Saitama dan dia menyewa sebidang tanah untuk ditanami. Dia memang hobi berkebun, padahal orangtua di kampung halamannya di Hokkaido sana adalah peternak sapi. Nah, Akemi san selalu memasokku dengan cabe rawit dan labu siam pada musim gugur. Kacang tanah (pernah kutulis di sini) dan kentang pada musim panas.
Tapi tahun ini, dia membawa susuatu yang istimewa, yaitu BENGKUANG, saudara-saudara. B-E-N-G-K-U-A-N-G! Nama Jepangnya YAMU IMO. Sayang cuma satu…. hihihi (masih mending dibagi ah mel… harus bersyukur!)
Saling senangnya menerima oleh-oleh dari Akemi san, aku cuci kacang tanah dan rebus, lalu aku cuci bengkuang yang masih penuh tanah itu. Kupas dan gigit sedikit….. AAaaaaaaahhhhh enaknya! Ngga akan keburu kalau mau buat sambal rujak, lagian bengkuangnya cuma satu. Jadi aku ambil gula pasir + kecap manis + cabe….. colek dikit…. hmmm yummy…. (Aku cuma kasih sepotong kecil pada Akemi san, karena rupanya dia belum coba hasil panennya sendiri hihihi) Dan …Akemi san berjanji untuk membawakan lagi… cihuyyy.
Untung kali ini Akemi san tidak membawa satu kardus labu siam (hayato uri), kalau tidak aku bisa mabok mikirin mau masak apa dengan sekian banyak labu siam. Memang orang Jepang tidak biasa memasak labu siam, tapi sebenarnya semua masakan yang memakai daikon (lobak) bisa digantikan dengan labu siam.
Jadi malam itu menu makan malam untuk Gen adalah, labu siam dengan ayam potong + santan sedikit. Dibuat sedikit pedas, taruh di atas nasi panas mengebul…. dan Gen makan banyak deh hihihi.
Jadi teringat aku mau memesan bahan makanan + kalengan + indomie di Bumbu-ya (bumbuya@yahoo.co.jp) , toko yang menjual bahan makanan Indonesia di daerah Musashi Sakai. Pemiliknya Kato Yumiko, sebelum menikah dengan Rusly, adalah mantan murid bahasa Indonesiaku. Yang membutuhkan file daftar barang + ongkos bisa menghubungi saya lewat email.
Hmmm semoga bau-bau masakan Indonesia selama bulan November dan Desember bisa mengurangi homesick karena tidak bisa bernatalan bersama ortu di Jakarta.
Tadi dini hari, Kai terbangun menangis dan mencari aku di kamar studioku. Begitu bertemu denganku, dia langsung berkata…..”obake….”
Aku menentramkan hatinya, “Tidak ada obake, yang ada mama”.
Entah sudah beberapa hari ini dia sibuk dengan kata “obake”. Pasti dia dengar di penitipan, karena kami tidak pernah mengatakan hal itu.Dan waktu Kai mengatakan “Obake”, Riku pasti mengatakan “Obake tidak ada!” (karena….dia juga takut …hihihi)
Obake adalah setan atau hantu… Dan terus terang saya tidak suka cerita setan/hantu di Jepang karena mereka banyak bermain dengan penggalan kepala berdarah-darah, tangan juga terpotong, wajah hancur. Mungkin ini disebabkan karena cara bunuh diri di Jepang itu lebih memakai pedang yang merobek perut. Atau terjun dari gedung tinggi. Jarang yang memakai cara bunuh diri yang “manis” seperti minum baygon, atau gantung diri.
Satu lagi yang perlu saya informasikan, kalau di Disneyland atau atraksi rumah hantu lainnya (dulu sekali pernah masuk di Dufan, sekarang masih ada ngga ya?) kita menaiki kendaraan, lalu dibawa masuk melewati course yang ada. Nah, kebanyakan atraksi rumah hantu di Jepang itu kita harus BERJALAN sendiri dalam gelap. Jadi kalau terpaku tidak bisa bergerak, ya tidak maju-maju. Karena itu cocok sekali sebagai tempat nge-datenya pasangan-pasangan remaja (asal yang cowonya berani aja, kalo ngga ya …malu-maluin hahahaha)
Nah kembali ke Kai…. ternyata dia cukup takut dengan obake, dan tidak mau dibacakan sebuah buku Picture Book, yang paling terkenal di Jepang, yang menceritakan tentang obake. Judulnya “Nenai ko dareda”, “Mana anak yang tidak tidur?”… jadi ceritanya kalau tidak tidur, anak-anak akan dibawa pergi oleh obake…. yang lucu sih gambarnya hehehe.
Jam berdentang…. dong…dong…dong….
Siapa yang masih bangun jam segini?
Burung Hantu?
Kucing hitam?
Tikus yang nakal?
Atau… pencuri?
Bukan….bukan…. tengah malam adalah waktunya HANTU
Ehh… ada yang masih bermain tengah malam begini?
Jadilah hantu
dan terbang ke dunia hantu….
Dulu Riku waktu kecil juga tidak mau membaca buku ini, tapi begitu berumur 4 tahun, dia justru mau menunjukkan keberaniannya dengan minta dibacakan.
(Terus terang aku juga suka takut kalau anak-anak, terutama balita bilang, “obake”, karena konon mereka masih murni sehingga bisa melihat apa yang tidak kita lihat…. Seperti keponakanku yang berkata, “Ma, itu om kok duduk di kamar tamu terus sih….?” hiiiiiiiiiiiiiiiii)
Kamu takut hantu? Ibuku selalu berkata, “Jangan takut pada orang yang sudah mati, justru kita harus takut pada mereka yang hidup, karena yang hidup lebih jahat…. bisa berbuat apa saja”. Dan… Ibuku termasuk yang bisa melihat hihihihi.
BTW, ada ngga ya Picture Book, atau cerita tentang hantu untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia?
Aku pertama kali berkenalan dengan kata bahasa Perancis ini dari papa. Dia mengajak kami yang waktu itu masih kecil, pergi ke sebuah ice cream parlor di bilangan Blok M yang bernama “Rendez Vous” (kabarnya sekarang pindah ke Pondok Indah). Aku ingat pertama kali makan es krim potong Tutty Fruity di situ, dan rasanya … hmm heaven (padahal belum pernah pergi ke heaven hihihi). Meskipun sekarang aku tidak bisa recall rasanya seperti apa, karena sudah makan berbagai jenis eskrim yang enak-enak. Masa itu cuma ada Es krim Diamond, Peters, Swensens dan yang sedikit berkelas ya “Rendez Vous” itu.
Hari Rabu lalu, aku rendezvous alias kencan dengan adikku Tina, yang sudah lama juga tidak bertemu. Dia mau memperpanjang paspornya, karena masa berlakunya hampir habis. Sebetulnya masa berlakunya habis sama-sama, tapi karena summer lalu aku ke Indonesia, aku perpanjang duluan, sebelum pergi ke Indonesia. Akibatnya tinggal dia sendiri yang harus memperpanjang paspor (lebih tepat disebut mengganti paspor, karena kita menerima paspor baru). Sebelumnya dia sudah email aku, “Mel, temenin gue dong…males nih… ntar gue traktir lunch deh”.
Gara-gara dijanjiin lunch itu ….. eh ngga kok Tin bukan itu alasannya hehehe, kebetulan hari Selasa kosong, jadi aku bisa pergi temani dia. Kami janjian bertemu di stasiun Meguro jam 10.00, sesudah aku antar Kai ke penitipan. Kemudian bersama-sama pergi ke Photo Studio yang bernama Niimiya-kan, untung membuat pas foto. Aku ngotot menyuruh dia membuat foto di situ, karena tidak mau mengulang kegagalanku, membuat foto dengan mesin otomatis yang ada di depan bidang Imigrasi KBRI Tokyo… hasilnya jelek banget (awas kalau ada yang bilang “dari sononya” hahaha). Di situ memang ada mesin otomatis, dengan harga yang relatif murah, hanya 800 yen… Tapiiiiiii hasilnya jelek banget (rugi dong cantik-cantik di foto jadi jelek…berlaku 5 tahun lagi…lama kan?).
Photo Studio Niimiya-kan ini adalah satu-satunya photo studio di Jepang yang menyediakan background berwarna merah, sebagai syarat foto paspor Republik kita tercinta. Jika tanya Photo Studio lain, pasti akan mendapat jawaban, “Merah??? Negara mana tuh? Di sini cuma ada putih dan biru muda”. Hihihi. Atau bisa juga mengambil foto biasa, kemudian diedit dengan komputer. Tapi hasilnya pasti kurang bagus juga. Karena kita tidak bisa menentukan merah yang mana.
Syarat pas photo yang lain adalah memakai baju putih berkerah. Jadi sebelumnya aku sudah wanti-wanti Tina jangan lupa memakai baju putih. Yang sulit dulu aku selalu pergi mengganti paspor pada musim dingin, sehingga tidak bisa memakai baju putih berkerah tanpa kedinginan. Sedangkan “turtle neck”, baju dengan kerah sampai menutup leher tidak diperbolehkan. Sengsara bener deh.
Setelah selesai dipotret, membayar biaya 1700 yen, kami menunggu 3 menit. Setelah itu mulai berjalan ke arah Gotanda Stasion, ke arah KBRI. Sembari jalan banyak juga bertemu orang Indonesia, atau orang-orang berwajah Indonesia. Dan memang daerah Meguro ini sering disebut dengan Kampung Melayu, saking banyaknya orang Indonesia dan Malaysia yang bermukim di sini.
Di pos penjagaan KBRI, kami menyerahkan ID card, berupa kartu asuransi atau SIM. KTP Jepang tidak bisa kami serahkan karena itu akan dipakai waktu mengisi formulir. Kemudian kami masuk ke Bidang Imigrasi KBRI, bertemu dengan Pak Darussalam, petugas bidang paspor. Pak Darus ini sudah lama sekali aku kenal, mungkin termasuk local staff yang terlama yang kukenal. Kami diberi formulir untuk di isi, dan untung aku sudah bilang pada Tina, untuk mencatat RT/RW tempat tinggal di Jakarta, karena dikatakan sedapat mungkin yang lengkap. Bagi yang tinggal di Jakarta, yang tinggal di daerah elit Menteng bukan di gang-gang misalnya…. apa tahu RT/RW tempat tinggalnya ya? Kok aku ragu hihihi.
Sambil Tina mengisi formulir, mulai deh aku iseng foto sana sini…. Dasar narsis! hihihi.
Setelah membayar 2500 yen, sebagai biaya paspor 48 halaman, kami meninggalkan KBRI. Kami harus mengambil paspor itu hari Kamis. Wah pokoknya pelayanan Imigrasi di KBRI Tokyo sekarang sudah lancar deh. Dalam waktu 3 hari paspor baru bisa selesai. Dulu? Musti tunggu minimal seminggu.
Jadilah aku dan Tina makan siang di Meguro, di sebuah restoran Yakiniku bernama Suien, tempat banyak orang Indonesia bertandang untuk makan siang. Dulu menu Lunchnya banyak dan murah. Sekarang tidak begitu banyak, yang murah hanya satu set, seharga 900 yen. Kami bernostalgia di restoran ini, karena dulu sering sekali ke sini dengan teman-teman satu gereja. Salah satunya Pak Nanang T. Puspito, ahli Gempa, temannya Pak Oemar Bakri. Sekarang semua sudah pulang ke Indonesia, atau pergi ke negara lain, tercerai berai. Tinggal kami berdua saja yang tinggal di Tokyo. Merasa sedih juga.
Satu yang paling aku suka dari restoran ini adalah…. tidak bau asap. Biasanya retoran Yakiniku, tidak bisa tidak berasap. Sehingga kita harus siap untuk pulang berbau daging panggang. Tapi di restoran itu memakai sistem pengisapan asap yang terpasang di tempat panggangan. Cara untuk membuktikannya dengan merokok ke arah panggangan. Pasti asap akan lari, diisap ke dalam pangganggan.
Setelah makan siang, Tina ikut aku pulang ke rumah. Ini adalah permintaanku khusus, karena aku mau minta dia mengajarkan Riku bermain pianika. Ya, dari kami empat bersaudara, cuma Tina yang berbakat seni musik. Dia bisa bermain gitar dan piano (selain musik tentu saja bakat olahraga). Jadi ceritanya, pagi hari sebelum Riku berangkat ke SD, dia menangis tidak mau pergi. Katanya, “Aku tidak suka pelajaran musik. Aku tidak bisa bermain pianika (di Jepang namanya kenban harmonika). Apalagi kalau lagunya cepat.” Aku dan Gen berpandangan, karena kami tahu, kami juga benci pelajaran musik (kami berdua tidak bisa bermain musik). Tapi kami terpaksa menasehati, “Riku, semua harus dipelajari. Tidak suka tidak apa-apa. Tapi harus coba pelajari semua. Tidak usah jadi pandai. Mama tidak suruh kamu jadi nomor satu di bidang musik. Setiap orang kan punya bakatnya masing-masing, Mama ngertiiiiii sekali kalau kamu tidak suka musik. Mama juga tidak bisa baca not balok, tidak bisa bermain pianika. Tapi jangan hanya karena tidak bisa, semua pelajaran lain jadi korban kan?”
“Kalau gitu aku pulang saja ya waktu jam pelajaran musik?”
“Wahhh jangan, tidak bisa dan tidak boleh. Tidak bisa, karena Mama hari ini ada janji dengan Tante Titin. Tidak boleh, karena kamu harus ikut semua pelajaran. Gini aja, mama tulis di buku penghubung, minta pada sensei supaya Riku boleh duduk mendengar saja waktu pelajaran musik ya. Pasti sensei bisa mengerti”. Jadi deh aku menulis permasalahannya Riku, yang dia akui, bahwa kalau lagu yang lambat dia bisa memainkan pianika, tapi untuk lagu berirama cepat dia tidak bisa “mengejar”nya. Masalahnya hanya kurang latihan sebetulnya. Tapi aku tidak bisa melatih pianika…wong aku ngga bisa. Jadi aku tulis di buku itu, bahwa nanti setelah pulang sekolah, Riku supaya membawa pulang pianikanya dan berlatih dengan tantenya.
Dengan amanah” itulah Tina ikut pulang ke rumahku, menunggu Riku pulang sekolah, dan mengajarkan dia pianika. Padahal menurut cerita Riku, waktu jam pelajaran musik dia ikut bermain pianika, karena lagunya lagu baru (Yang akhirnya aku berkesimpulan gurunya sengaja mengganti dengan lagu baru, yang semua murid belum bisa, sehingga Riku tidak merasa ketinggalan. Memang karena Riku pernah tidak masuk selama seminggu selama sakit, jadi ketinggalan di pelajaran musik. Duuuuh Chiaki sensei… I love you deh dong sih.
Untung saja Tina mengajarkan pianika. Ternyata ada juga peraturan cara memakai jari tangan yang benar bagaimana. Kalau aku pasti ajar asal-asalan, yang penting bunyi! hihihi.
Akhirnya jam 4:30 kami, Aku, Tina dan Riku bersama-sama naik bus, menjemput Kai di penitipan. Senang juga karena Kai masih mengingat Tina, dan panggil “Titin….”. Karena kami jarang bertemu, setelah itu kami “rendezvous” makan takoyaki dan es krim di gedung stasiun deh.
Terima kasih ya Titin…sudah mau mengajar anakku bermain pianika. Untuk yang satu ini aku memang angkat tangan.
Wah kalau udah berurusan dengan kata yang satu ini, hubungan dua manusia bisa runyam deh. Apalagi kalau dibiarkan, yang tadinya kecil…jadi besar besar mengembang dan meletus! Dooorr …. dan akhirnya semua tindakan yang dilakukan akan salah di mata yang cemburu. Entah dia itu perempuan atau laki-laki.
Nah, hari Rabu itu, aku a. g. a. k. cemburu… ngaku nih. Begini ceritanya.
Sudah sejak Jumat lalu, Kai tidak bisa ke “belakang”. Sembelit. Sudah upaya macam-macam tetap tidak bisa. Aku sempat bicara dengan guru di penitipannya, dan mendapat jawaban yang melegakan. “Tidak apa-apa kok bu, ada anak yang memang biasanya siklusnya 4-5 hari”. Tapi aku tahu pasti Kai juga menderita. Jadi aku putuskan kalau Hari Rabu sembelitnya tidak sembuh, aku akan ke RS. Selasa malam…menunggu…menunggu sampai pagi tidak ada tanda-tanda. Akhirnya jam 9 pagi, aku telepon ke penitipan memberitahukan bahwa kami akan terlambat, karena mau ke Rumah Sakit dulu.
Sudah bersiap-siap, kami turun ke bawah, ke tempat sepeda…. Nah saat itu Kai menangis sambil berkata, “Ma…pu pu”. Cepat-cepat deh aku naik lift ke lantai 4, kembali buka pintu dan ke WC. …. Lega deh… (sorry ya pasti ada yang bilang iiiih imelda…ginian aja diceritain hihihi)
Nah karena aku tahu Kai juga senang dan lega, aku peluk dia.
“Untung ya nak…bisa keluar.”
“Mmmmm ” (maksudnya iya)
“Yuk kita pergi…”
“Shensei?” (Dia selalu berkata shen-sei bukan sensei… dan entah kenapa memang Kai suka sekali dengan penitipannya, sensei-senseinya)
“Hmmm … Kai sayang siapa? Mama atau sensei?”
“(Sambil liat aku) Shensei..”
“Hah? Kai ngga sayang mama?” Lalu dia cium aku.
Iseng aku tanya lagi, “Kai sayang siapa? Mama atau shensei?”
Lalu dia ketawa… diam
“Ayo …kai sayang siapa? Mama atau sensei?”
“Shensei”… (huh… menyebalkan sekali…. aku jadi teringat kalau pertanyaan yang sama diajukan pada Riku waktu kecil, dia PASTI menjawab Mama)
“Kaiiiiiiiiiiiiiiiiii….. Kai ngga sayang mama ya?”
Lalu dia cium aku lagi…
Gebleknya aku tanya lagi
“Kai sayang siapa? Mama atau sensei?”
“Mama…”
“Nahhhh gitu dong” Sambil aku cium-cium dia.
Betapa memang kita manusia akan bertanya terus pada pasangan kita, siapa yang dia cintai. Seakan tindakan saja tidak cukup. Cemburu. Dan jika tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, kita akan terus bertanya, bertanya, bertanya… sampai mungkin pasangan kita itu muak dan berkata, “Ya aku cinta kamu kok” (padahal karena terpaksa tuh)…. Nah udah dijawab begitu juga biasanya masih marah tuh kalo cewek!bilangnya… ngga tulus, karena musti ditanya dulu baru bilang…. hahahaha… Susah ya jadi laki-laki. Menghadapi perempuan yang cemburuan (tapi kejadian bisa kebalikan kok, cowonya yang cemburuan)
Kembali ke Kai, aku jadi berpikir saat itu. Memang aku jarang berduaan pergi dengan Kai, istilahnya ‘date’ kencan atau rendezvous deh. Bahkan mungkin tidak pernah! Selalu ada Riku. Sedangkan dengan Riku, aku sering pergi date berdua, makan es krim lah, takoyaki lah….
Jadi aku bilang pada Kai,
“Kai… mama to isshoni tabeni ikou ne… (Kai pergi makan sama mama ya?)”
“Ikou… (mari pergi)”
Cepat-cepat aku telepon penitipan dan membatalkan pergi ke sana hari ini. Aku mau ‘date’ kencan dengan anak kedua ku.
Akhirnya kami berdua jalan ke famires (Family restoran) dekat rumah. Dan menikmati date berdua. Sambil makan dia senderan ke aku, dan sesekali aku minta dia cium pipiku. Sayangnya, dia tetap tidak mau makan sayur yang kupesan. Kai memang tidak suka sayur, lain dengan Riku yang hobby makan sayur. Susah deh…gimana ngga mau sembelit kalau gitu? Akhirnya sebelum pulang ke rumah, aku dan Kai mampir ke toko konbini (convinient store) untuk membeli jus sayur dan buah.
Hilang deh cemburuku hari itu.
(Terima kasih pada Eka yang saking kepikirannya ikut membantu aku mencari artikel tentang sembelit. di sini :
BUKAN…. bukan saya! Hehhee… Saya hanya mau bercerita tentang seorang teman yang sedang hamil , dan saya sudah minta ijin darinya untuk menuliskannya di blog.
Saya berkata padanya bahwa dia sedang mengalami “Maternity Blue”. Padahal sebetulnya “Maternity Blue” merefer pada kondisi depresi sesudah bersalin atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Postnatal Depression. Karena dia dalam keadaan hamil, seharusnya disebut Prenatal Depression. Nah, cerita mengenai Postnatal Depression sering ditemui, tapi ternyata untuk Prenatalnya itu jarang (mungkin si ibu sudah melupakan kondisinya waktu hamil, dan lebih konsentrasi pada sesudah melahirkannya).
Kalau postnatal, memang sering seorang ibu mengalaminya. Apalagi anak pertama. Kondisi dia harus merawat bayi 24 jam sehari, capek, tidak bisa tidur karena setiap 2-3 jam si bayi bangun menangis dan minta menyusu, cucian bertumpuk, tidak bisa jalan-jalan sesukanya tanpa membawa si bayi. Belum lagi kalau di bayi menangis terus tanpa henti, tidak diketahui penyebabnya. Rasanya pengen jambak rambut sendiri dan lari. Tapi believe me, kondisi bayi sampai usia 1 tahun merupakan masa yang masih bisa dinikmati tanpa harus terus menerus bersama si bayi. Kita masih punya waktu yang cukup lama untuk mengurus diri selama si bayi tidur (yang cukup lama dan sering), karena seiring dengan pertumbuhan bayi, waktu tidur mereka berkurang…sehingga sulit sekali bisa melakukan sesuatu secara terpadu. Well, setiap masa sebetulnya mempunyai romantika tersendiri.
Tapi se -stress bagaimanapun sesudah bersalin, masih bisa dihibur dengan kehadiran si bayi sendiri. Kita masih bisa memandangi bayi yang lucu dan lembut, harum baunya itu. Tapi …..sebelum melahirkan? Adanya cuma kita sendiri! Si perempuan hamil, dengan perut besar, susah berjalan, tidak boleh makan dan minum sembarangan, belum lagi kalau merasa mual terus-menerus, tidak bisa cium bau ini itu…. semuanya harus dihadapi sendiri! Suami? ada tentu saja, tapi kan tidak di sebelah kita terus-terusan.
Nah, Temanku ini baru menikah 1,5 tahun dan tinggal di Jepang. Dulu di Jakarta dia bekerja dan selalu sibuk setiap harinya. Di Jepang? kalau tidak bekerja maka waktu seakan berdetik lambaaaaat sekali. Ditambah tidak begitu mengerti bahasanya.Saya perkirakan karena kesepiannya itu dia mengalami prenatal depression yang cukup parah. Ya, dia sampai menuduh suaminya selingkuh karena menemukan nama perempuan di HP nya.
Jadi, HP di Jepang, kalau memakai bahasa Jepang, sudah ada alternatif pilihan kata-kata yang akan dipakai. Semisal kita mau menuliskan arigato dengan hiragana, maka wakti kita mengetik ari…maka akan keluarlah alternatif arigato atau arimasu, arimasen…. kita tinggal pilih saja. Kemudian jika kita satu kali menulis kata yang tidak ada di kamusnya HP itu, maka kata itu akan terekam. Misalnya sekali saya tuliskan imelda, maka akan timbul selalu sebagai alternatif waktu aku ketik i. Ini berguna untuk menyingkat waktu.
Kebetulan dia iseng mengetik kemungkinan nama-nama perempuan… nah keluarlah satu nama Fumiko. Langsung dia cecar suaminya…siapa ini? bla bla bla…. dan akhirnya dia sempat “ngabur” dari rumah sampai larut malam. Bingung deh suaminya nyari kemana-mana. Dan dia curhat padaku, dan mengatakan, “Mbak…. apa aku gila ya?”
Lalu aku mengatakan bahwa dia tidak gila…sumbernya cuma satu yaitu kesepian dan menjadi parah karena memang seorang ibu hamil lebih labil. Banyak faktor psikis yang membuatnya lebih labil. Mudah-mudahan sekarang dia sudah “tidak gila” lagi, dan bisa mengusahakan supaya tidak kesepian. (Nah, susah kan menjadi seorang ibu tuh….)
Sebagai tambahan dia cerita ke aku, bahwa dia pernah lupa tidak sengaja memasukkan HP suaminya ke dalam mesin cuci, tercuci dan rusak… Dan suaminya tidak marah (baik kan?) . Tapi dia bilang, “Mbak aku lebih baik dia marah, soalnya aku selalu dimarahin ibuku kalau salah. Kalau tidak dimarahi rasanya gimana gitu.” hehehe ….ada-ada saja kan. Tapi ya gitu deh, komunikasi akhirnya merupakan kata kunci.
Apakah aku pernah prenatal depression seperti dia? Ooooh pernah juga. Cuma sejak aku tahu aku hamil dan tidak bisa pulang kampung, aku mulai chatting dan menemukan teman-teman di dunia maya. Berasa seperti pulang kampung deh. Waktu di YM bisa membuat room sendiri, bisa nyanyi-nyanyi, pasang musik, bahkan sampai buka kelas bahasa Jepang! Jadi soal depresi ngga terlalu menjadi masalah untukku. Dan aku memang masih bekerja terussss…
Tapi aku juga pernah melakukan “kebodohan” besar yang setara dengan mencuci HP hehehe. Begini ceritanya….
Aku masih bekerja terus 4 hari seminggu sampai kehamilan berusia 7 bulan. Jadi kadang aku tidak sempat bebenah dan mencuci baju. Apalagi sudah sulit bergerak dengan perut gendut. Jadi begitu week end, aku rajin deh membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Nah, tiba deh Sabtu yang naas itu.
Karena aku environmentalis (cihuy) … jadi aku memakai sebuah alat yang namanya Bath Pump. Alat ini bisa menyedot air yang ada di bak mandi untuk direcycle dipindahkan ke mesin cuci melalui pipa yang tersambung dengan mesin kecil itu. Kalau mau gampang dan pakai cara primitif sih, cukup pakai ember, pindahin air dari bak ke dalam mesin cuci. Tapi aku hamil dan tidak boleh angkat berat-berat, jadi pakai alat itu. Seperti biasanya aku tinggalkan saja menyala, sambil mengerjakan yang lain, kemudian untuk beberapa wkatu aku akan kembali untuk matikan dan mulai menyalakan mesin cuci.
Tapi pagi itu aku lupa! Sering sih lupa tapi sebentar, pagi itu aku bercakap-cakap di telepon dengan adikku (dia sebel juga sih seakan dijadikan penyebab kecelakaan itu). Jadi cukup lama sekitar setengah jam, aku tidak perhatikan ternyata selang yang seharusnya masuk ke dalam mesin cuci itu meleset dan jatuh ke lantai. Jadilah seluruh lantai banjir, dan baru kusadari waktu aku lihat air itu sudah sampai di dekat dapur! Ya ampun. …..
Cepat-cepat aku matikan mesin, tapi terlambat! Sudah terlalu banyak air di luar. Dan yang menjadi masalah…. aku tidak bisa mengepel. Wong untuk membungkuk saja susah, apalagi ngepel! Jadi aku cepat-cepat membangunkan Gen, untuk membantu aku mengepel. Tapi sayangnya suamiku itu tidak bisa langsung ON kalau dibangunkan. Pasti butuh waktu satu jam dulu baru bisa “mengumpulkan nyawa”… bangun, ngerokok, ngelamun, ngerokok, minum kopi… lewat satu jam baru ok! start!.
Padahal itu kondisi kritis. Kalau tidak cepat-cepat dipel, bisa meresap ke lantai bawah (kami di lantai 4). Aku bilang, pakai saja handuk-handuk (yang cukup banyak itu)… tapi dia bilang…kotor masak handuk untuk ngepel! Loh? Kan ntar dicuci… lagipula bukan ngepel banget, hanya menyerap air yang banyak itu dan membuangnya ke kamar mandi. Dia maunya pakai koran. Aduh mak, koran kan lamaaaaaa….Kalau aku bisa jongkok mengepel, aku akan kerjakan itu sendiri, lebih cepat malah! Dalam hati aku kesal sekali, tapi … ya itu salah aku, kok dia yang harus kerjakan ….
OK, akhirnya setelah beberapa waktu banjir berhasil diatasi. Keringlah lantai kami. Lalu… “ting tong….”
“Ya …”
“Saya penghuni kamar di bawah…. di situ sedang banjir ya?”
“Eh… tadi iya, sekarang sih sudah kering”
“Ya tapi sekarang di kamar kami jadi bocor”
wahhhhh…akhirnya Gen pergi melihat ke kamar di bawah. Terrible!
Dari sela-sela langit-langit terdapat rembesan bocoran. Di kamar tamunya sofa sampai basah kena tetesan air. Pokoknya gawat deh. Kami langsung menelepon maintanance apartemen, dan segala perbaikan dilakukan oleh pihak perusahaan. Untung kami membayar asuransi jadi semua biaya ditutup oleh asuransi. Cuma malunya itu tidak bisa dihapus begitu saja. Gen membawa kue dan mendatangi mereka untuk minta maaf. Juga minta maaf karena aku tidak datang. Ya aku tidak datang karena perut mulai kram dan sulit jalan.
Tapi dari peristiwa itu aku juga tahu bahwa memang kita tidak bisa mengharapkan orang lain melakukan pekerjaan dengan langkah yang sama seperti kita. Jalan pemikiran orang itu lain-lain dan untuk itu perlu didiskusikan sebaiknya bagaimana. Seandainya aku pakai handuk-handuk yang ada dan berkata, “Ok kita buang saja semua handuk-handuk itu kalau sudah selesai”, mungkin kerugian tidak terlalu besar, atau malah tidak menyebabkan bocor pada tetangga di bawah. Apa yang kita bayangkan tidak akan bisa dimengerti tanpa adanya komunikasi. Dan ini berlaku untuk semua aspek kehidupan. Aku memang dulu pendiam, Gen juga sama. Jadi lebih banyak pakai telepati untuk bicara (uhuy) …. iya kalau pas sama yang dipikirkan. Kalau tidak? bisa runyam deh.
Karena itu bicaralah kalau ada pemikiran, masalah atau uneg-uneg. Karena kita tetaplah manusia yang punya perasaan dan pikiran dan kadang perasaan lebih dominan dari pikiran yang logik. Dan to tell you the truth… aku banyak belajar mendefinisikan pemikiranku dengan menulis di blog! So… keep on blogging deh teman-teman. Tentu saja yang sehat ya! heheheh.
Mau kasih tahu juga bahwa aku dapat award 500post dari Fanda. Aku tidak tahu harus diapakan award ini. Katanya sih harus diberikan pada blogger yang jumlah postingannya sudah 500. Nah…. karena saya tidak tahu berapa jumlah postingan teman-teman, harap lapor ya! Sambil menjadi PR juga bagi saya untuk mencari teman blogger yang sudah 500 postingannya.
Buat temanku yang sedang hamil yang menjadi inspirasi tulisan ini, sabar sabar aja yah. Jangan curigaan, dan komunikasikan terus dengan suami. Aku juga pernah bertindak bodoh menyebabkan banjir yang mahal. Tapi ya nikmati saja kehamilan kamu. Apalagi kalau si janin sudah mulai bergerak…lucu deh… bentuk perut kamu bisa mencang mencong hhihihi. (Ada tuh foto perut mencang mencong, ntar aku kasih liat yah …soalnya ngga bisa dipasang di sini 🙂 ) Dan aku juga siap kok jadi marriage counselor untuk kamu hahaha.