Seorang teman blogger, Pak Amin menyampaikan pada saya bahwa isterinya tanya apakah ada masakan Jepang yang memakai bahan-bahan yang banyak terdapat di Indonesia. Saya teringat bahwa orang Sunda sangat suka makan sayur-sayuran. Dan salah satu sayuran yang sering dipakai di Jepang adalah Daikon/ lobak. Dan mungkin satu-satunya daerah yang banyak menggunakan daikon atau lobak dalam kuliner mereka adalah daerah Jawa Barat (Jadi ingat soto bandung). Jadi klop deh jika saya mencari resep masakan yang memakai daikon sebagai bahan dasarnya.
Dulu waktu pertama datang ke Jepang, saya tidak suka makan daikon, apalagi mentah. Karena ada rasa pahit dalam sayuran itu. Tapi lama-lama saya bisa menikmati rasa pahit yang ada, bahkan bisa menemukan rasa “manis” dari daikon mentah. Saya tidak tahu apakah daikon di Indonesia itu sama rasanya dengan yang di Jepang, tapi apa salahnya dicoba.
Ketika saya tanya biasanya daikon dimasak apa kepada Pak Amin, katanya dibuat cap cay atau dimakan mentah/acar. Saya tidak tahu apakah resep berikut bisa cocok untuk lidah orang Indonesia, tapi silakan coba.
Resep 1. Daikon Salada.
Daikon dipotong sebesar korek api, lalu dibubuhkan garam dan diremas-remas. Biarkan setengah jam lebih sampai daikon lemas dan berair. Tiriskan air (jika terlalu asin bisa dibilas dulu dengan air matang), daikon siap untuk dijadikan salada. Dengan diberi mayonaise saja sudah enak. Kalau di Jepang diberi mentaiko (telur ikan mentah) dan mayoneis, tapi di Indonesia tidak ada mentaiko jadi sulit. Salah satu bahan yang juga cocok dipadukan dengan daikon sebagai salada adalah Jako atau teri nasi goreng. Bubuhkan sedikit dan pakai dressing yang ada…. yummy. Selain daikon bisa juga diberi wortel/ketimun yang dipotong dengan besar yang sama.
Resep 2. Daikon rebus.
Daikon semakin lama direbus, semakin empuk dan manis. Salah satu masakan daikon yang terkenal adalah oden, yang dimakan hangat-hangat di musim dingin. Tapi oden asli Jepang, sulit untuk dibuat di Indonesia, karena memang perlu beberapa jenis “bakso” ikan yang hanya ada di Jepang, seperti Sumire, Chikuwa, satsumaage dll. Dulu waktu ada Festival Jepang di Fakultas Sastra UI, saya pernah membuat oden “asal-asal” dengan memakai ayam (padahal inti kaldu oden adalah ikan). Salah satu cara rebus daikon yang sederhana yaitu dengan memotong daikon berbentuk segitiga, lalu direbus dengan kaldu ikan. Jika tidak ada bisa memakai kaldu bulion yang biasa dipakai. Untuk bumbu lainnya adalah kecap kikkoman 2 sendok makan + gula pasir 1 sendok makan. Rasa bisa disesuaikan selera orang Indonesia, mau asin yang dominan atau manis yang dominan. Kalau begitu tentu saja bisa juga masukkan kecap manis bukan? Silakan saja bereksperimen. Daikon dianggap matang jika sudah lembut jika ditusuk atau berwarna agak transparan. Jika mau bisa dimasukkan potongan ayam atau daging/daging giling ke dalam rebusan sehingga repertoir masakan Daikon bisa bervariasi. Silakan mencoba.
Dalam mempelajari bahasa Jepang, ada satu kata yang sering dipakai dan paduan katanya amat banyak. Kata ini mungkin akrab di telinga para karateka atau penggemar bela diri lain, seperti Kempo, Jujutsu, Aikido dll segala bela diri yang berasal dari Jepang. Kata itu adalah KI 気 atau kiai 気合 (bukan kyai ya….) Diterjemahkan sebagai “semangat” , sehingga biasanya setiap menyebut kata kiai itu, para karateka akan mengisi dadanya dengan udara dan mengeluarkannya dengan seruan “ahh” atau “ossh” apa saja, asal dengan bersemangat.
“Ki” ini lebih berarti semangat, sesuatu energi yang berasal dari dalam hati, yang bisa diatur dan dilatih oleh sang empunya raga. Bahasa Sansekretanya “Prana”, dan alangkah kagetnya saya juga menemukan arti “Nadi” dalam bahasa yang sama. Ki ga aru = ada hati, ada perasaan. Ki ga au = energi, semangat, perasaannya sama (klik, chemistrynya sama). Ki ga suru = merasa …. Atau dengan paduan kanji yang lain, ki juga membentuk kata “kimochi” 気持ち, yang berarti “perasaan”. Atau yang sering harus dihafalkan oleh murid bahasa Jepang adalah “ki wo tsukeru“, berhati-hati.
Mungkin memang perlu menjadi seorang “ki” (bahasa Indonesia) untuk menguasai seluruh pemakaian kata ki ini. Karena variannya begitu banyak dan artinya berbeda-beda tergantung dari paduannya pula. Tapi ada satu paduan kata yang ingin saya perkenalkan di sini, yaitu “ki ga kiku“, tanggap. Misalnya ada seseorang yang melihat bahwa taplak meja itu miring, dan langsung memperbaikinya, maka pada orang tersebut kita katakan, “Ki ga kikimasu ne”. “Anda cepat tanggap ya”. Dan orang yang mempunyai sifat seperti itu biasanya dikatakan kikubari ga ii、orang yang sensitif, memperhatikan hal kecil-kecil dan memikirkan orang lain. Dan terus terang, saya lebih banyak menemukan “kikubari” ini di Jepang.
Coba perhatikan bunga di atas. Apakah ada yang “istimewa” pada rangkaian bunga itu? Bunga Lily, mawar dan lainnya. Sekilas biasa saja, tapi jika diperhatikan, serbuk bunga berwarna kuning yang biasanya menempel di bunga Lily itu tidak ada. Serbuk bunga itu jika menempel di baju sesungguhnya sulit hilang, selain mengotori tempat jika serbuknya berjatuhan. Oleh si arranger bunga, serbuk itu sudah diambil terlebih dahulu, supaya tidak mengotori sekelilingnya. (Ternyata Gen tidak menyadari hal itu sehingga dia berhati-hati sekali membawa bunga itu di dalam kereta) Sedikit perhatian dari arranger itu membuat kita, konsumen merasa nyaman. Bunga itu didapat Gen, sesudah upacara wisuda di sebuah hotel. Oleh petugas hotel pun, karangan bunga besar-besar yang dikirim sebagai ucapan selamat ke hotel, dilepas dari rangkaian, dibungkus satu per satu dan dibagikan kepada semua orang yang datang atau mau menerimanya. Pernah lihat karangan bunga di tempat-tempat upacara bukan? Sesudah acara biasanya bunga akan dibuang begitu saja, atau ibu-ibu Indonesia (aduh kok sinis begini ya?) akan berkerumun mengambili bunga yang disukai, menggundulinya dan meninggalkan begitu saja. Supaya tidak diperlakukan begitu (mencegah peperangan antar ibu hehhehe) petugas hotel sudah membaginya begitu acara selesai.
Memang perhatian arranger bunga yang membersihkan serbuk bunga sebelum dihias ini sekilas sepele. Tapi justru perhatian kecil-kecil yang sepele itu membuat konsumen merasa aman dan nyaman. Pasti banyak nada sumbang yang mengatakan, “Ahhh jangan berharap deh pelayanan di Indonesia bisa bagus”. Memang mungkin saya harus bermimpi untuk mendapatkan pelayanan prima di Indonesia. Tapi, mungkin sebelum kita mengharapkan “pelayanan servis” di Indonesia membaik, kita juga musti mengaca pada diri kita sendiri, sudahkah saya memberikan sedikit perhatian pada orang lain sekitar kita (selain menjalankan tugas kita sendiri tentunya)? Hal-hal yang mungkin luput dari perhatian orang lain, yang bisa mencerminkan bahwa kita adalah orang yang “kikubari ga ii”.
Saya pernah membaca sebuah tulisan, “Jangan bangga pada bangsa lain!”, tapi saya rasa kita perlu bangga pada sebuah tindakan universal yang baik, terlepas dari kebangsaan mana orang yang melakukannya itu berasal.
Yup musim semi telah tiba. Hari ini tanggal 20 Maret, adalah hari libur, Equinox Day, hari pergantian musim, yang ditandai dengan panjangnya siang dan malam yang sama. Mulai besok, perlahan-lahan siang (waktu terang) akan lebih panjang dari malam, kebalikan waktu musim dingin. Suhu udara hari ini 18 derajat, sempat hujan sampai jam 11 tapi setelah itu cerah. Karena aku dan anak-anak satu bulan tidak berada di Jepang, jadi tidak merasakan salju tahun ini (dan memang hanya satu kali saja turun).
Musim semi selalu disambut dengan meriah oleh semua orang, tapi aku tidak. Karena setiap masuk musim semi, pasti aku menderita. Karena serbuk bunga beterbangan, serbuk dari pohon pinus yang disebut Kafun itu membuat bersin-bersin, mata dan muka gatal, serta mengantuk. Benar-benar menderita.
Haru, musim semi juga sering digambarkan sebagai pembawa semangat baru. Seiring dengan mekarnya bunga Sakura, mulailah tahun Fiskal/ tahun ajaran baru. Tanggal 6 April nanti Riku akan mengikuti upacara masuk SD dekat rumah kami. Semoga dia bisa beradaptasi dengan suasana baru di Sekolah Dasar.
Dan satu lagi Haru ini jika digambarkan sebagai hidup manusia, maka sama dengan masa remaja. Yang muda, bersemangat ….dan memulai cinta yang baru. So? Sudahkah musim semi datang di hati Anda? Ups, pertanyaan ini hanya cocok untuk mereka yang jomblo a.k.a single!!!
Angin Pembawa Musim Semi!
by Candies
Salju mencair menjadi sungai…. mengalir…
kuntum bunga tsukushi malu-malu menampakkan mukanya
Sebentar lagi musim semi… Ayo sedikit bergenit-genit
Angin bertiup membawa kehangatan
Ada seorang anak yang menjemput anak tetangga
Sebentar lagi musim semi…. mari kita ajak pemuda itu
Kalau kamu menangis terus, kebahagiaan tidak akan datang loh
Tanggalkan mantel yang berat, mari kita pergi
Sebentar lagi musim semi… mari kita jatuh cinta
Tulisan kali ini bukan mau nyama-nyamain dengan test personality yang ditulis Bang Hery di MBTI hari ini. Tapi tadi siang saya sempat chatting dengan Sigi, teman sesama “istri orang Jepang” yang menanyakan soal kosmetik. Bagi wanita Indonesia yang biasa pakai kosmetik Indonesia, tentu saja bingung jika harus membeli kosmetik di Jepang, selain masalah bahasa yang tertulis, kalau mau kosmetik yang bermerek, harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Dan kosmetik Jepang yang diketahui masyarakat Indonesia, adalah kosmetik yang terkenal dan MAHAL.
Selesai berbicara soal kosmetik. Sigi menanyakan soal sertifikat waktu melamar kerja. Apa perlu ya? dan saya jawab PERLU sekali. Karena JEPANG sangat menghargai sertifikat. Dan memang, bagaimana seseorang bisa mengetahui kemampuan kamu jika tidak ada standarnya? Tidak ada istilah seperti di Indonesia bahwa punya sertifikat belum berarti menunjukkan kemampuan seseorang. Tidak ada itu, karena sertifikat itu tidak bisa dibeli di Jepang. Kemampuanmu adalah yang tertulis di sertifikat itu!
Kentei Shiken 検定試験 Ujian Sertifikat…. Ujian kemampuan… atau mungkin yang paling mudah dibayangkan bagi orang Indonesia adalah TOEFL. Beberapa waktu yang lalu Indonesia rame-ramenya membicarakan sertifikat guru, sedangkan di Jepang, tanpa sertifikat guru tidak bisa mengajar di SD sejak dulu. Pernah saya bilang pada Gen, “Saya mau ambil sertifikat guru aja ya?” dia jawab…. “Boleh aja… 4 tahun ya!” HAH…. 4 tahun ??? ogah deh.
Pada waktu menulis CV (curriculum vitae) 履歴書 (りれきしょ) untuk lowongan kerja di jepang pasti ada kolom “Sertifikat” ini. Semakin banyak bisa mengisi kolom ini, tentu saja kemungkinan untuk diterima (note: dipekerjakan) akan semakin besar. Meskipun saya paling merasa geli kalau menuliskan SIM (Surat Ijin Mengemudi” sebagai salah satu sertifikat di kolom ini. GM — yang bukan General Manager tapi Gen Miyashita — menerangkan bahwa SIM itu berupa kertas berharga yang menyatakan kemampuan untuk mengemudikan kendaraan, dan dengan mempunyainya pihak perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Apalagi jika pekerjaan jenis “marketing” dan “promosi”, akan membutuhkan kecakapan ini. Jadi SIM termasuk dalam kolom sertifikat.
Sampai sekarang, jika harus menulis lowongan kerja ini, saya hanya bisa menuliskan 3 jenis sertifikat yang saya miliki, yaitu SIM, Kemampuan Bahasa Jepang (JLPT) tingkat 1, dan TOEIC dengan nilai 895 (hihihi, sombong dikit…kapan lagi…sorry narsisnya keluar). Jadi untuk Sigi memang saya sarankan untuk mengikuti JLPT dan TOIEC, jika ingin bekerja di Jepang. Tentu saja jika mempunyai sertifikat khusus lainnya akan lebih baik. Misalnya Sertifikat Peracik Makanan jika mau bekerja di restoran dll.
Kembali ke topik Ujian Sertifikat ini. Saya tidak habis pikir betapa banyaknya jenis ujian-ujian ini. Memang akhirnya orang jepang berpikir selalu untuk mendapatkan suatu sertifikat yang menunjukkan keahlian tertentu. Bagus memang. Dan mungkin ini yang paling bagus dipikirkan bagi mereka yang berkecimpung di Pendidikan Luar sekolah atau bahasa jepangnya Shakai Kyouiku. Selain keuntungan sang pelajar mendapatkan pendidikan dan sertifikat, ini juga menjadi bisnis dalam bidang pendidikan yang bisa mendatangkan untung. Bayangkan di Jepang satu kali ikut ujian sedikitnya harus mengeluarkan 4000 yen. Ya kalau lulus….kalau tidak berarti mengulang kembali dan mengeluarkan sekian yen lagi. Belum lagi kalau ingin mendapatkan sertifikat dengan tingkatan yang lebih tinggi yang pasti lebih mahal juga. (Perlu diketahui bahwa tingkatan di jepang dihitung mundur. Jadi kalau ada ujian level 1,2,3,4 berarti tingkatan yang tertinggi adalah 1 dan terendah adalah 4. Besarnya angka tidak menentukan kecakapan, malah sebaliknya).
Sembari menyelenggarakan kursus, pelaksana pendidikan luar sekolah juga bisa menjadi penyelenggara ujian kemampuan tersebut. Saya sendiri belum mengetahui apakah ada sekolah pendidikan ketrampilan di Indonesia yang menyediakan ujian-ujian semacam TOELF ini. Padahal ini merupakan suatu kesempatan besar di dunia pendidikan, jika bukan untuk mencari keuntungan besar.
Begitu banyak jenis sertifikat di Jepang, sampai saya tidak bisa mencatatnya jika cari di Google. Mulai dari sertifikat menjadi maintanance building/apartemen, ahli warna (pasti berguna utk kerja di tekstil dan interior) sampai sertifikat pengasuh penitipan bayi! Ribuan!!!
Saya sudah setengah jalan mempersiapkan sertifikat menjadi pendidik bahasa Jepang tinggal tunggu timingnya karena ujiannya cuma 2 kali setahun. Juga pernah merencanakan mengikuti Ujian Sertifikat Windows Master…. tapi keburu hamil dengan Kai sih hehehhe. Satu kali ujian 10.000 yen saja (belum belajarnya loh). Lalu pikir-pikir mau ambil sertifikat system administration, hmmm mungkin nanti deh kalau Kai sudah masuk TK.
Tapi saya berdua Sigi tadi berencana untuk membuat Ujian Sertifikat! Ya judulnya TWW Test to become Wonder Woman. Dengan tingkatan terendah Wonder Gel, Wonder Girl, Wonder Bedmate, Wonder Mama dan yang tertinggi Wonder Woman. Dan Royalti untuk Wonder Gel sudah ada di tangan Sigi yah hihihi. Kira-kira ada yang mau ikut ngga ya? hehehe. (Atau kita bikin Sertifikat utk Blogger aja ya??? hihihi)
So Sigi… gambatte untuk mengumpulkan sertifikat-sertifikat itu. Karena memang Jepang adalah negara Sertifikat! (Kartiko-san tidak pernah dengar tentang sertifikat pengemudi Crane? ). Yang menjadi pertanyaan saya, ada tidak ya sertifikat asli Indonesia yang sudah bisa diakui dunia? Mungkin sudah waktunya Indonesia membuat Sertifikat Dalang, Sertifikat Batik dsb dsb. For the sake of Globalization.
(sebagian tulisan ini pernah saya publish di http://coutrier.blogspot.com/2005/05/blog-post.html)
Yah di Jepang mulai tanggal 15 an Maret sampai akhir Maret (paling lambat sih 26 an) adalah musim wisuda. Di mana-mana terlihat sosok berhakama (kimono khusus) atau kimono biasa….atau paling tidak setelan jas. Musim Wisuda tiba. Dan yang wisuda bukan hanya Mahasiswa saja, tapi semua jenjang sekolah, mulai dari TK sampai S3. Makanya saya bilang TK adalah S minus 3, kalau hitung mundur SMA = S 0, SMP – S-1, SD=S-2, jadi deh TK S-3. hehehe
Hari ini adalah hari Wisuda untuk universitasnya Gen, yang dilakukan di sebuah hotel ternama di Tokyo. Jadi dia harus pakai baju formal, and formal means HITAM. Dengan dasi putih kalau pria. Mudah-mudahan nanti dia pulang membawa bingkisan nasi merah kesukaan nya (kalau di Indonesia, selamatan pakai nasi kuning, kalau di Jepang nasi merah).
Nah, hari ini juga merupakan hari Wisudanya Riku. Coba seandainya hari ini tidak bersamaan dengan tempat kerjanya Gen, pasti Gen juga mau ambil cuti dan ikut dalam acara wisuda Riku. Susah memang untuk orang tua yang bekerja di dunia pendidikan juga. (Aku juga begitu, waktu upacara masuk sekolah Riku terpaksa tidak datang ke Universitas untuk acara yang sama)
Jam 9 aku antar Kai ke Himawari, tempat penitipannya. Kali ini yang menyambut adalah guru yang dia kenal, sehingga dia langsung memeluk guru itu. Duh aku senang melihatnya, daripada mendengar dia menangis waktu ditinggal kan, lebih baik melihat bahwa dia tinggal di situ dengan senang. Tadinya aku pikir masih bisa mampir ke rumah dulu sebelum ke TK yang acaranya jam 9:40. Tapi pikir-punya-pikir mendingan langsung saja, toh aku dan Riku sudah siap semuanya. Lebih cepat sampai lebih baik.
Untung saja, karena waktu kami datang, sudah melihat antrian orang yang akan masuk ke dalam gedung TK. Jadi kami ikut antri. eh tahu-tahunya bukan untuk masuk, tapi untuk mengambil foto di depan papan bertuliskan “卒園式” Wisuda TK. Tapi karena kami sudha harus mulai masuk ke kelas, aku tidak jadi ikut antri dan foto saja dari kejauhan. Selama acara aku berdiri dekat Ibu asal Taiwan, yang anaknya juga termasuk teman akrabnya Riku. Jadi kita gantian motret…simbiosis mutualisma deh. Begitulah kalau datang tanpa pasangan (ceritanya agak ngiri dengan anak-anak lain yang papanya juga bisa datang di acara wisuda!)
Di dalam kelas, bertemu dengan gurunya yang cantik. Ah sejak pertama kali aku datang ke TK ini, sudah melihat sensei ini. Tak tahunya dia jadi gurunya Riku di kelas atas (nenchou). Dia memakai Hakama, kimono khusus yang biasanya dipakai untuk upacara wisuda). Selain absen, mempersiapkan anak-anak untuk berbaris ke dalam Aula, tepat upacara. Sementara itu orang tua bisa melihat pameran foto di dalam kelas, yang salah satunya adalah foto anak-anak dengan parasut.
Pukul 10, orang tua menuju ke Aula, yang ternyata sudah dipenuhi oleh orang tua bahkan kakek-nenek atau adik-adik si wisudawan. Banyak yang harus berdiri. Meskipun aku dapat tempat duduk, akhirnya aku berdiri di sebelah ibu Taiwan dan dengan leluasa bisa memotret jalannya upacara. Di kejauhan aku melihat bapaknya Agus, yang berasal dari Bali datang dengan memakai baju balinya. Katanya sih ibunya mau pakai kebaya, tapi aku tidak melihat sosoknya sama sekali. Dia memang pernah mengajak aku datang ke acara ini pakai kebaya. Tapi ngga ah… kebayang ngga sih naik sepeda pake kebaya hahahha.
Yang bener-bener membuat aku khawatir adalah waktu upacara penyerahan ijazah dari kepala sekolah. Aku lupa menanyakan apakah Riku sudha tahu caranya. Karena Riku libur 1bulan, sia tidak ikut latihan. Hmmmm dan bener juga, dia maju dengan slebor deh…. hiks…malu aku. Awas nanti kalau lulusan SD aku ajarin kamu harus ojiki (membungkuk ala Jepang) yang baik dan benar!
Setelah penyerahan ijazah untuk 128 murid, dilanjutkan dengan penyerahan piagam penghargaan untuk yang “100% tidak pernah absen” dan “Hanya 3 kali saja absen”…. Yang pasti Riku tidak akan bisa dapat piagam begituan…wong banyak mbolosnya hehehe (dan mamanya juga sebagian bertanggung jawab, karena memboloskan dia waktu liburan ke Jakarta)
Ada satu acara yang menarik, penyerahan piagam penghargaan untuk pegawai/guru yang mencapai bekerja dalam jumlah tahun-tahun tertentu. Ternyata bukan 50 tahun tapi 45 tahun bekerja di TK itu, seperti yang kemarin aku dengar. Ada dua orang, yaitu kepala sekolahnya sendiri, dan wakil kepala sekolah. Si Ibu Wakil ini benar-benar hebat juga. Aku selalu kagum sama dia. Tenaganya itu loh. Dia selalu ada di garis terdepan di sekolah itu. Dan dia juga sering berdiri di depan gerbang TK, hampir setiap pagi untuk menyambut anak-anak….dan hafal nama semua anak!!!.
Acara wisuda akhirnya ditutup dengan lagu-lagu khusus wisuda, dan salah satu yang aku bisa nyanyikan adalah “Omoide no Album” (Album Kenangan)…. Kalau dinyanyikan dengan penghayatan oleh orang yang biasa tinggal di Jepang, maka pasti terharu. Bagi yang tidak pernah merasakan 4 musim, tentu saja lagu ini tidak ada artinya.
Begini Liriknya:
(1) Ingatlah kembali waktu kapan itu
semua peristiwa yang terjadi
Baik yang menyenangkan atau yang lucu
sampai kapanpun tidak akan dilupakan
(2) Ingatlah kembali waktu musim semi
semua peristiwa yang terjadi
bermain di lapangan yang hangat
Bunga yang cantik bermekaran
(3) Ingatlah kembali waktu musim panas
Semua peristiwa yang terjadi
Memakai topi jerami dan semua telanjang
melihat kapal dan gunung pasir
(4) Ingatlah kembali waktu musim gugur
Semua peristiwa yang terjadi
tumpukan donguri (semacam biji melinjo) dan hiking
Daun marah pun beterbangan
(5) Ingatlah kembali waktu musim dingin
Semua peristiwa yang terjadi
menghias pohon pinus Merry Christmas
Santa klaus pun tertawa
(6) Ingatlah kembali musim dingin
Semua peristiwa yang terjadi
Hari bersalju yang dingin di dalam kamar yang hangat
Mendengarkan cerita yang menghangatkan tubuh
(7)Ingatlah kembali selama satu tahun
Semua peristiwa yang terjadi
saat ini bunga peach bermekaran
sebentar lagi semua akan menjadi kelas satu (SD)
Semua murid kembali ke kelas masing-masing dan di kelas mereka kembali menerima ijazah langsung dari gurunya. Dan terakhir, terakhir kali mereka mendapat permen vitamin seperti hari-hari biasa. Permen yang terakhir dari guru TK mereka. Sambil memeluk gurunya, apakah mereka rasakan manisnya permen itu juga akan segera habis? Entahlah. Yang pasti sebagai anak SD, mereka membawa harapan besar orang tua, masyarakat dan sekolahnya. BERAT!
Selamat mengakhiri masa Balita anakku! Masa bermain sudah selesai….
Mari kita belajar sama-sama, di negeri yang kaku ini.
(bersama kepala sekolah — dengan guru kelas sore — bersama semua guru)
Surya bersinar, udara segar… terima kasih…..
di tepi pantai ombak berderai…. terima kasih….
Terima kasih seribu pada Tuhan Allahku
Aku bahagia karena dicinta Terima kasih…..
sebuah lagu pujian yang memang patut aku nyanyikan pada hari Minggu tanggal 15 Maret 2009. Kami tiba di bandara Narita dengan selamat pukul 7:30 pagi, dan dengan bantuan petugas MAAS, kali ini perempuan muda, dibantu untuk keluar imigrasi dan mengambil koper. Kali ini Gen sudah menunggu di pintu kedatangan sehingga seharusnya kami bisa langsung pulang ke rumah. Tapi… no no no…perut aku mulai aneh, so harus mampir ke wc dulu. Setelah pakai stocking dan baju tebal, akhirnya kami naik mobil dan pulang ke rumah. Matahari bersinar memang tapi suhu di luar 4 derajat saja.
Setelah sampai di rumah, buka koper sebagian, dan mempersiapkan makan siang untuk Gen. Rendang Natrabu deh. Pokoknya oleh-oleh yang sudah pasti disambut hangat oleh Gen adalah rendang dan Marlboro hihihi. Eh, tapi di Singapore aku selain membeli Marlboro, sempat juga membeli Port Wine, sejenis wine yang manis tapi kadar alkoholnya lebih tinggi, atau kalau disamakan bisa dibilang seperti Brandy (kadar alkoholnya 20%) . Wine jenis ini tidak dijual di Jepang, padahal aku sempat “ketagihan” wine ini sejak diberi oleh-oleh dari Australia dan Amerika.
Selain membeli wine dan rokok, sambil transit, Riku dan Kai sempat bermain di Butterfly World, Terminal 3. Ada semacam playground di sana. Dan ada pula koneksi internetnya…cihuy. Aku sempat melihat emails sebentar, hanya 5 menit, padahal sekali koneksi dijatahi 15 menit loh. Aku pikir Changi ini hebat betul deh. Gratis lagi. Kalau di Narita, masih harus bayar 100 yen untuk 20 menit (kalau tidak salah). Singapore really a fine city hehehe. Aku cuman bisa pakai 5menit karena tetap saja aku harus memperhatikan anakku yang lari kemana-mana.
Waktu mencari toilet kami harus melewati Hard Rock Cafe, dan juga smoking room…. Aduuuuh ini smoking room udah kayak lokomotif. Bener banget kerasa bedanya antara daerah sekitar situ dengan daerah lainnya yang steril dari asap rokok.
So, hari minggu aku cukup menderita dengan sakit perutku, yang ternyata tambah menjadi-jadi pada hari Seninnya, sehingga aku terpaksa tidak bisa pergi ke TKnya Riku untuk menghadiri PTA terakhir. Aku tahu hari Senin itu pasti penuh air mata, karena itu merupakan kesempatan terakhir orang tua bertemu dnegan guru dan mengungkapkan rasa terima kasihnya. Sayang sekali aku tidak bisa hadir, sehingga banjir air matanya berkurang untuk jatah satu orang hihihi.
Baru malam harinya aku minum obat yang dibelikan Gen sesudah pulang kantor. Dan tertolonglah aku, sehingga hari ini, Selasa 17 Maret, aku bisa menghadari acara “Perpisahan TK” bersama Riku. Udara cerah, maximum temperatur 9 derajat. HANGAT!
Pukul 10 pagi aku antar Kai ke himawari. Yang lucu dia tahu bahwa kami mau keluar, jadi dia minta dipakaikan sepatu dan HELM SEPEDA. lucu banget…. Tapi dia menangis begitu dia tahu dia akan ditinggal di penitipan. Hiks…sorry sayang Mama dan kakakmu harus menghadiri acara khusus yang kurang nyaman jika dihadiri bayi. Sekali-sekali mama juga mau menemani Riku dengan berkonsentrasi untuk dia saja.
Tapi jam 11:00 waktu kami sudah mau berangkat ke TK, Riku mengeluh sakit perut. Entah benar, entah pura-pura (kebyo bahasa jepangnya =pura pura sakit). Tapi aku tidak mau menuduh dia pura-pura karena tidak baik. Karena kelak, seandainya dia benar-benar sakit, dia tidak percaya padaku lagi dan tidak mau terbuka padaku jika sakit. Jadi aku bilang, “Kalau kamu sakit, pergi ke wc, kalau masih sakit juga, TIDUR! tidak boleh nonton TV.”
Eee benar saja taktik aku berhasil, baru tidur 5 menit dia bilang, “Mama, perutku tidak sakit lagi!”.
“OK, mari cepat ganti baju dan berangkat!”
Pasti terlambat, karena acara mulai jam 11:30, sedangkan kita sampai pukul 11:35. Tapi biarlah, memang ada alasan sakit perut sih. Untung kami berdua tidak terlambat-terlambat banget, karena sesudah kami masih ada 2 orang lagi yang terlambat.
(susunan acara – gambar riku ditaruh di atas bento – tulip hasil origami bersama)
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Well, acara perpisahan yang bahasa Jepangnya SHAONKAI 謝恩会 (Thank you party for the teachers) disusun dan dijalankan oleh ibu-ibu murid TK, dan yang menjadi Tamu Utamanya adalah guru-guru itu sendiri. Jadi semuanya tanpa campur tangan pihak sekolah/guru, meskipun nantinya ada sumbangan acara dari guru juga. Aku rasa “pemikiran” shaonkai ini benar-benar mencerminkan kedudukan guru yang sangat dijunjung tinggi di Jepang.
Waktu aku datang, kepala sekolah baru saja akan mengucapkan pidato. Beliau seorang nenek yang sudah bekerja di sekolah itu sejak awal berdirinya. HEBAT! dan yang lebih hebat lagi dia tinggal jauuuuh dari sekolahnya ini, katanya 2 jam perjalanan. Butuh dedikasi yang tinggi!!! Tahun ini menyambut kelulusan yang ke 45, tapi pada dasarnya si ibu/nenek itu akan merayakan 50 th Perayaan Emas bekerja di TK itu. Duh, kalau ingat dulu waktu pertama kali aku ketemu dia, waktu mau ambil formulir pendaftaran, aku pikir dia hanyalah nenek penjaga sekolah…hiks… underestimate banget ya. Abis orangnya baik dan sederhana sekali sih.
Setelah acara pidato dari kepala sekolah, dilanjutkan dnegan acara hiburan dari ibu-ibu smabil menikmati makanan (bento) yang sudah disediakan di meja masing-masing. Wah wah wah deh…. aku salut benar dengan usaha ibu-ibu (muda) ini. Memang aku mungkin termasuk yang tertua di kelasnya Riku, karena aku baru melahirkan Riku umur 35 tahun….. Ada ibu yang baru berusia 22 tahun dengan anak seumur Riku!
Kenapa wah? Karena acara yang dipertunjukkan adalah tari Hula Hawai (tentu saja dengan baju lengkap karena dingin euy hehehhe, jangan bayangkan bh batok kelapa yah!). Yang menarik, dua orang guru OR yang masih muda, yang merupakan dua-duanya pemuda “belia dan keren” di TK ini, ikut beratraksi dengan menari LIMBO (coba yahhhh aku tahu nama tarian ini dari RIKU!!!, dia berteriak, “Sensei…menari Limbo! asyik!” duh duh duh anak jaman sekarang kok tahu yang begituan?) Tarian Limbo itu yang menari melewati bambu yang direndahkan serendah-rendahnya. Menarik!
Selanjutnya tarian yang menarik adalah Mario Bross. Dengan atraksi sirkus yang lucu dari 5 orang berpakaian hitam-hitam. Ada juga pertunjukan alat musik dengan lagu-lagu yang dikenal anak-anak. Sumbangan acara dari guru-guru juga menarik, sebuah sendratari berjudul Takoyaki Man, semacam hero yang mengalahkan Tikus tanah yang menjadi hama untuk panenan sayuran. Aku juga heran kok mereka punya aja ya kaset BGM lengkap untuk cerita-cerita begitu. Menarik sekali loh. Jadi hanya tinggal menari dan bergerak mengikuti lagu dan jalan cerita saja. Bagus untuk mengisi acara di sekolah-sekolah. Nanti aku mau tanya deh, siapa tahu bisa diterjemahkan ke bahasa Indonesia ….hihihi…
Acara terakhir adalah pidato dari sensei-sensei, guru-guru dari kelas Nencho (usia 5 tahun) yang akan mengantar murid-muridnya lulus TK besok. Tentu saja penuh dengan isak tangis. Dan terakhir yang juga membuat aku berusaha menahan tangis (dengan tidak ikut menyanyi) adalah sebuah lagu yang dinyanyikan oleh ibu-ibu dan anak-anaknya bersama-sama. Riku juga hafal lagu ini, dan waktu aku tanya, “tentu saja hafal, hampir tiap hari nyanyi lagu ini kok!”
Yah, memang lagu ini liriknya bagus. Sebuah lagu yang sering dinyanyikan di SD/SMP yang awalnya merupakan ending theme song untuk acara NHK yang dinyanyikan oleh kelompok Angels Harmoni tahun 1998.
BELIEVE
【作詞・作曲】杉本竜一 Lirik/lagu Sugimoto Ryuichi
1.
Seandainya kamu terluka dan menjadi lemah
pasti aku akan berada di sebelahmu dan menyangga bahu itu
Panggullah harapan seluruh dunia
Sekarang dunia berputar
Dan waktu engkau buka pintu masa depan
Kesedihan dan kesulitan pada satu saat nanti
pasti akan berubah menjadi kegembiaraan
I believe in the future
Aku Percaya!
2.
Seandainya seseorang sebelahmu menangis
Kamu pasti akan menggandeng tangannya diam-diam
dan berjalan bersamanya kan?
Dengan kebaikan seluruh dunia
Ingin ku selimuti bumi ini
Jika sekarang kau bisa menunjukkan isi hati yang jujur
Aspirasi dan cinta pasti bisa menerangi cakrawala
I believe in the future
Aku Percaya!
terjemahan bahasa Indonesia sebebas-bebasnya oleh Imelda Coutrier.
Hari ke 24 – 10 Maret 2009 Istirahat total dan bermain bersama Kai
Hari ke 25 – 11 Maret 2009 sore pukul 5, teman SMP ku Joko, menjemputku di rumah, lalu sama-sama pergi ke Bubur Ayam Barito. Sudah lama aku mendengar soal tempat ini tapi belum pernah sekalipun ke sana, padahal in the neighbourhood loh. Sehingga waktu aku baca tulisan Joko di FB : Buryam Barito memang ngga ada duanya, aku nagih untuk diajak makan ke sana.
Well, warung! Tapi gila juga omzetnya. Bahkan si Joko yang kerjanya juga bagus sampai bilang, “Mel tahu bahwa jadi tukang bubur ayam gini aja bisa dapet segitu, aku ngga usah susah-susah masuk universitas dan belajar …..” hihihi. Jadi kamu lebih pilih jadi jurangan Bubur Ayam daripada kerja di kontraktor seperti sekarang? Hmmm manusia memang selalu berpikir yang mudah ya.
So, bagaimana rasanya? Terus terang … ENAK! Dan katanya kata kunci yang menjadikan bubur ayam ini lezat adalah “Cheesestick” yang dipakai sebagai tambahan selain cakwe, ayam, irisan daun bawang dan bawang goreng. Aku juga kaget karena bubur ini PANAS sekali. Hmmm enak nih untuk “program penyembuhan” waktu sakit.
Sambil makan di mobil, ngobrol dengan Joko, dan baru tahu bahwa bapaknya dia dulu mantan Asean Center di Tokyo, sampai meninggal dalam tugas di Tokyo. Dan itu sekitar tahun 1992-93an, waktu aku sudah ada di Jepang. Well, the world is really small indeed!
Tak sampai 30 menit aku pergi dan kembali ke rumah. Thanks ya Joko… gochisosamadeshita!
Malam harinya aku mengirimkan sms pada Ira menanyakan tentang janji besok. Sebelum aku ke Yogya, dia bilang ada waktu tanggal 12 siang/sore. Tak tahunya dia menelepon kembali dan bilang, “Mel, kalo bisa malam ini, kita sekarang ada di Decanter, Kuningan… tempat wine”… Waaaah sebuah undangan yang benar-benar menggoda iman. Sayang sekali, aku terpaksa menolak. Sebabnya?
Di rumah biasanya ada 3 asisten, untuk keperluan rumah tangga dan menjaga 3 anak (;2 tambahan dari Tokyo). Tapi tadi sore, dua diantaranya pulang untuk selamanya. Dua ini bersaudara, dan salah satunya harus menikah. Hmmm masih muda begitu harus cepat-cepat menikah, hanya karena Neneknya meninggal, dan bla bla bla ntah apa alasannya. Jadi, mulai hari ini hanya ada Mbak Riana saja yang harus mengurus rumah segede gini + keperluan anak-anak (Baru tahu juga bahwa anak-anak semua masih harus dibantu kalau buang air… wah untuk Riku bisa sendiri di Tokyo, hanya selama dia Jakarta dia tidak tahu caranya sehingga perlu bantuan. Memang tinggal di luar negeri membuat anak-anak lebih cepat mandiri)
Jadi kasihan pada Mbak Riana, aku sedapat mungkin tidak keluar rumah, apalagi kalau malam. Kasian dia harus bukain pintu malam-malam (dan kalau aku pergi ke Decanter mungkin pulangnya pagi bukan malam hahahaha)
So, malam ini aku “alim” dan “kalem” di rumah saja.
Hari ke 26 – 12 Maret 2009
Aku janji makan siang bersama Ira Wibowo di Kemang. Tadinya sih maunya di Barcode, tapi ternyata berubah. Karena Katon harus bertemu seorang poduser, maka tempatnya ganti di Gourmet Garage, Kemang Raya.
Tempatnya? well khas luar negeri. Rupanya di situ menjual barang-barang luar negeri, selain berupa restoran, yang pengunjungnya 80% adalah orang ASING! Serasa berada di London deh hihihih. Makanan yang disarankan Ira adalah the Blue Aussie, hamburger dengan olesan melted blue cheese di atasnya. Tapi katanya sih, kok hari ini tidak seperti biasanya. hehehe. Untuk aku pemakan segala sih ngga jadi masalah. Tapi mungkin aku tidak akan pergi sendiri makan di sini. Makanannya universal, ada Udon dan soba segala, selain steak. Tapi lebih berkesan sebagai restoran untuk prestise (harganya lumayan mahal) daripada untuk menikmati masakan yang enak rasanya. Padahal interiornya biasa aja ya? Kenapa banyak orang asing ke sini? Hmmm… mungkin karena winenya enak? Ntah lah, karena siang hari aku tidak mencoba wine di sini.
Aku agak menjadi “outsider” dalam pembicaraan Katon/Ira dengan produsernya, tapi aku jadi bisa mendengarkan suatu rencana-rencana besar yang ada di benak orang film saat ini. Karena aku bukan artis atau orang film, aku tidak terlalu merasakan passionnya, tapi memang perlu untuk membuat orang Indonesia tetap mempunyai passion akan pekerjaan, negara dan MIMPI nya. Begitu manusia tidak punya mimpi, hancurlah dia. (padahal aku tidak punya mimpi tuh hehehhe)
Let me stick to my field, yaitu dunia sejarah, pendidikan dan bahasa. Meskipun mungkin pengetahuan ini bisa dikolaborasikan dengan yang lain. Well this is my agenda back in Tokyo.
Karena Ira ada acara lain dengan teman-teman artisnya, maka kita berpisah di Gourmet Garage, pukul 3 sore. Well 3 jam bersama Ira dan Katon bisa memberikan masukan-masukan baru bagi diriku. Aku selalu kagum pada pemikiran Katon yang berpusat pada pendidikan dan lingkungan hidup. Oh ya, sayangnya aku belum sempat membeli CD KLA Returns sehingga tidak bisa meminta tanda tangannya.
Dalam macetnya kemang, aku kembali pulang ke rumah dan sampai di rumah jam 4. Kemang … kemang… kapan sih ngga macet?
Hari ke 27 – 13 Maret cuma pergi sore hari ke Carrefour Permata untuk belanja bumbu-bumbu dan perlengkapan yang mau dibawa ke Tokyo, dengan diantar Andy. Packing? hmmm wait untill last minutes, as as usual.
Hari ke 28 – 14 Maret Countdown…. Aku ditelepon Yati bahwa sebagian alumni Sastra Jepang angkatanku akan berkumpul dan makan siang di EN- restoran okonomiyaki di atas Kamome, Melawai pukul 12:30. Well, aku rencananya berangkat dari rumah jam 3-3:30 siang, mana bisa aku ke sana, meskipun aku mau? Aku harus tahu diri, dan tidak memaksakan badan yang tentunya aku harus bersiap tidak tidur selama di pesawat. Apalagi packing masih terus berlangsung hehehe.
Akhirnya kami berangkat dari rumah pukul 4 sore, dan langsung cek in untuk menaiki pesawat SQ ke Singapore. Tentu saja aku minta bantuan si MAAS, dan aku harus kembali ke counter pukul 6, waktu boarding pesawat.
Kali ini yang membantu seorang pemuda bernama Denny, yang mengakui bahwa dia freak pada dorama Jepang. Oleh petugas imigrasi aku disarankan membuat surat kewarganegaraan untuk Riku dan Kai, sehingga bisa sering-sering pulang dan tidak perlu memakai visa. Hmmm dulu aku memang bisa sering pulang, sehingga mungkin perlu, tapi sekarang? pulang setahun sekali saja sudah bagus. BUT, who knows…. siapa tahu aku bisa bekerja di kantor yang sama dengan Zay sehingga bisa bolak balik ke Indonesia? Thank you mister, I will consider it. Apalagi aku harus mengurus perpanjangan pasporku yang habis bulan November mendatang di KBRI, jadi bisa sekalian.
Begitu naik pesawat, Riku langsung tidur. Ya pasti dia kecapekan karena terus bermain dnegan sepupunya tadi. Hanya Kai yang masih segar bugar dan menghabiskan jatah dinnernya dengan lahap.
Kali ini aku naik pesawat pulang tanpa perasaan sedih atau gembira. Sedih karena meninggalkan Jakarta, dan gembira karena pulang ke Tokyo. Biasa saja. Mungkin aku memang Nomaden, Gipsy yang selalu berpindah tempat, dan hatiku tidak mengenal tempat statis di kenyataan. Rumahku adalah hatiku, or, I should say, Hatiku adalah Rumahku!
Saraba (Farewell) kampung kota halamanku Jakarta, sampai liburan berikutnya!
Ya aku harus mengakhiri バカンス (baca: Bakansu) atau bahasa aslinya vacances (bahasa Perancis) yang sepertinya sudah menjadi bahasa Jepang. Karena kata vacances ini mengacu ke liburan musim panas yang panjang…. yang amat santai dalam keadaan “tidak usah berbuat apa-apa”.
Well memang liburan aku di Yogya tidaklah panjang hanya 4 hari, juga bukannya “santai dan tidak usah berbuat apa-apa”, tapi kapan lagi aku menikmati pemandangan yang indah, teman yang superb dan makanan yang lezat tanpa harus memikirkan hari ini masak apa, dan menjaga anak saja… Dan vacances ini harus kuakhiri hari ini tanggal 9 Maret 2009 – di Hari yang ke 23 aku di Indonesia.
jam 3 pagi aku terbangun dengan masuk angin, dengan sangat terpaksa aku berkali kali memuntahkan isi perut yang sebetulnya tak bersisa sehingga menyakiti ulu hati. Dan aku tahu aku harus minum teh panas sambil berusaha mengeluarkan angin yang semena-mena tanpa diundang masuk ke tubuhku. Sayang tidak bawa koyok cabe, atau tidak ada bath tub supaya aku bisa berendam air panas. Akhirnya dengan memijat leher dan tengkuk sendiri, tidur-bangun-tidur-bangun sampai jam 7-an aku keluar villa, dan memotret pemandangan sekitar villa. Sayang aku kesiangan, sehingga cahaya terlalu kuat untuk difoto.
Aku sempat tertidur lagi pukul 8 dan dibangunkan pukul 9 pagi oleh Lala, karena dia harus pulang ke Surabaya naik bus. Dan aku mengantar dia sampai menaiki taxi yang aku panggil lewat mbak Wanti sekitar jam 9. Seperti biasa, tentu saja adikku ini melambai dalam taxi dengan air mata berlinang. Yah… sampai ketemu lagi ya…entah kapan. Aku tidak bisa berjanji kapan aku bisa mengambil cuti lagi dan pulang kampung.
Kembali ke villa, perut aku masih sakit sehingga aku telepon mbak Wanti untuk membuatkan sup jagung. Memang di menunya tidak ada, tapi dia bersedia membuatkan untuk aku. Sebelumnya aku tanya apakah ada bubur ayam? Sayangnya sudah kesiangan, kalau lebih pagi bisa dibelikan katanya. Wow, what a hospitality. Aku memang sudah jatuh cinta pada pelayanan di sini.
Jadilah aku dan Riku makan pagi sup jagung + garlic bread, dan sedikit nasi goreng yang memang merupakan “jatah” breakfast, sementara Danny yang molor terus sampai Lala pergi juga hanya menghabiskan setengah porsi. Oi oi ada apa ini? Semua kecapekan kah?
And the time has come to leave. Pesawatku jam 2:55 siang. Sekitar jam 11:30 aku menyelesaikan bill dengan Mbak Wanti dan minta dipanggilkan taxi untuk membawa kita ke Bandara. Setelah taxi datang, kami pergi ke tempat reservasi tiket kereta untuk mencari tiket bagi Danny, yang akhirnya tidak dapat. Aku baru tahu bahwa di Yogya ada juga tempat seperti itu, reservasi tiket, yang di Jepang namanya Midori no madoguchi hehehe. Ssitem penjualannya juga bagus kok, dibagikan nomor antri untuk dilayani di loket. Ruangannya juga nyaman karena berAC. Tapi hari ini hari terakhir liburan jadi pasti kosong, karena orang sudah tahu pasti tidak ada karcis available. Coba kalau aku datang sebelum liburan, mungkin aku tidak merasa tempat reservasi ini nyaman.
Karena tiket kereta habis, Danny memutuskan untuk naik bus, entah kemana. Well, kalau aku tanpa anak dan punya waktu banyak mungkin aku juga akan begitu…. kapan ya bisa bertualang begitu. Kalau di Jepang mungkin aku berani, kalau di Indonesia…hmmm tunggu dulu. Terlalu banyak faktor yang harus dipikirkan. Jadi teringat cita-citaku kalau Riku dan Kai sudah masuk SD, atau SMP, aku ingin berjalan ke daerah-daerah di Jepang dan… hunting foto! Sepertinya ini hobby yang akan aku tekuni kelak. Bapaknya Gen setiap 2 minggu sekali pasti naik gunung, dan hunting foto. Aku tidak usah naik gunung (karena takut), cari daerah-daerah datar saja deh heheheh. (dasar penakut… phobia)
Keluar dari tempat reservasi dan menuju taxi yang sedang menunggu, aku melihat becak. Well, satu lagi kesempatan yang harus kuberikan untuk Riku yaitu naik becak. Meskipun hanya 100 meter! Riku sih maunya naik sampai bandara, tapi…kasihan tukang becaknya nak hehehe.
Sessampai di bandara, aku langsung cek in di counter garuda, dan keluar lagi menemui Danny yang menunggu di luar. Dan seseorang yang berjanji menemuiku di bandara. Sambil menghabiskan waktu aku membeli dunkin untuk Riku, dan memberitahukan pada Afdhal bahwa aku ada di gerai Dunkin. Tidak sampai 3 menit dia sudah ada di belakangku. Rupanya dia sudah ada di kompleks bandara. Afdhal datang bersama “sang pujaan hati” yang langsung aku kenali karena persis sekali wajahnya dengan foto di blog. Hanya aku agak kaget melihat Afdhal yang berbadan kecil dan berwajah anak muda sekarang. Persis deh mahasiswa-mahasiswa ku di Jepang sana. Tinggal dicat rambut dan pakai anting-anting mungkin hahaha. Eh dhal , ini pujian loh…. bahwa kamu memang kelihatan muda!(wong emang masih muda mel….hihihi). Terima kasih untuk oleh-olehnya, terutama untuk si Marlboro Man, my husband …. dia suka sekali.
Akhirnya tiba waktunya untuk boarding pesawat. Mengucapkan selamat tinggal pada Danny, dan kota Yogya. Aku tahu aku akan kembali ke sini dengan Gen dan anak-anak…someday.
Sebelum naik pesawat, Riku sempat minta dibelikan cicak dari kuningan, dan saat itu, waktu menunggu naik pesawat di bertanya padaku ,“Mama, kenapa tidak ada Ibu dan Bapak tapi anak itu bisa lahir?” (lihat posting Pertanyaan Riku di Yogya)
Kami mendarat di Cengkareng pukul 4 sore. Beberapa saat sebelum mendarat pesawat sempat terguncang, dan seakan memasuki awan tebal. Pasti jarak pandangan pilot hanya berapa meter saja. Aku yang tidak terbiasa naik pesawat kecil, menggenggam tangan Riku sambil berdoa. Dan akhirnya kami dapat mendarat dengan selamat sekalipun dalam hujan lebat di jakarta.
Opa tidak bisa menjemput kami karena mereka pergi ke rumah sepupu kami Rosa, dalam rangka hari ulang tahun anaknya. Sehingga aku berdua Riku naik taxi pulang ke rumah. Dan mendapati Kai juga pergi bersama opa…. Uhh bagaimana kabarnya Kai yang 4 hari aku tinggalkan ya? Dengan harap-harap cemas aku menunggu kepulangan mereka. Dan aku merasa lega, begitu Kai melihat wajahku dia tersenyum lebar, dan meskipun malu-malu mau mendekat ke aku dan minta digendong. Dan setelah itu dia tidak akan pernah mengijinkan aku pergi sendiri. Dia selalu harus ikut! Mungkin dia takut kalau mamanya akan pergi jauh lagi dan lebih lama lagi… hehehe.
Sambil menonton televisi yang memberitakan pesawat lion air dari makasar yang tergelincir di Bandara Cengkareng, aku mengucap syukur bahwa Tuhan selalu melindungi kami.
Tot Ziens Yogya, sampai berjumpa kembali. Tot Ziens sahabat-sahabatku yang kutemui di Yogya. Kalian terus ada dalam pikiranku. Dan aku berharap untuk bisa bertemu lagi ….someday.
Hari ke 22, tanggal 8 Maret 2009…. bagaikan antiklimaks, aftermath yang meninggalkan rasa kosong di hati.
Aku terbangun sekitar pukul 6 pagi, masih melihat beberapa teman tergolek di kasur. Tapi Riku yang selalu bangun pagi, segar bugar bangun dan berjalan-jalan sendiri. Di luar aku melihat Mas Totok dan entah Mas Goen, ntah Mas Arief masih ngobrol. Wah bener-bener lek-lek-an dia. Kemudian Mas Tok pamit untuk menjemput istrinya.
Banyak yang tidak kuingat pagi itu, termasuk siapa yang memesan sarapan … Lala pastinya. Karena hanya yang dia memesan Mie Goreng, sedangkan yang lainnya Nasi goreng. Oleh petugas Hanis, sarapan di atur di meja di luar, padahal waktu aku cek in, mereka bilang harap makan di restoran, karena mereka tak sanggup bawa peralatan untuk 8 orang ke villa. Wah, pelayanan extra lagi. Memang pelayanan di Villa Hanis ini top banget. Apalagi Mbak Wanti yang selalu menanyakan padaku apa ada yang mereka bisa bantu. (Aduh aku ingat dia yang membereskan semua sampah yang kami tinggalkan begitu saja sewaktu berangkat ke Kweni. Aku sampai mempercayakan kunci padanya, padahal ada laptop yang kami tinggalkan)
Sarapan pagi di luar, di halaman Villa, di pagi yang masih berselimutkan embun. Alangkah romantisnya. Apalagi kelak jika pembangunan kolam renang di sisi kanan villa selesai. Wah deh…. Semoga saja suatu waktu aku bisa mengajak Gen datang ke sini. Villa ini jauh masuk ke dalam sehingga memang privasinya terjaga.
Mas Arief, Mas Goenoeng, Riku, Lala, Noengki, Danny dan aku mengelilingi meja, menikmati breakfast di udara terbuka. Topik pembicaraan kemarin dilanjutkan, masih mengenai zodiak dan sifat-sifat mereka. Paling senang mengganggu Mas Arief yang selalu kupotong kalimatnya hehehe. Jangan marah ya Mas.
Setelah sarapan selesai, aku mandi. Karena tadi pagi setelah bangun tidur, aku sempat dipijat oleh Noengki. Oh ya! sekarang aku ingat…. memang Lala yang memesan sarapan karena saat itu aku masih berteriak kesakitan setiap kali Noengki memijat bagian yang sakit. Memang aku terbangun dengan bahu kanan nyeri sampai ke telapak tangan, dan aku tahu bahwa Noengki bisa memijat, jadi aku minta tolong padanya. Satu botol balsem habis deh dipakai (abis badan kamu gede sih mel! hihihi). Hebat memang kamu Noengki, selain jadi dokter gigi bisa menjadi pemijat. Atau pijatanmu ini bisa jadi service tambahan untuk pasiennya? seperti di salon-salon jika kita potong rambut mendapat extra service dengan pijatan? Enak juga pasiennya Noengki ya…..heheeh
Waktu aku selesai mandi, rupanya Mas Totok sudah kembali dengan istrinya. Dan mau langsung pamit pulang ke Gunung Kelir. Sayang sekali aku tidak sempat bercakap banyak dengan istri Mas Tok yang kelihatan cerdas dan manis itu. Mungkin lain kali aku akan pergi ke Gunungmu yang kamu banggakan itu Mas! Tunggu saja aku akan ke sana. Dan saat itu tolong siapkan anak kambing etawa guling yang katamu enak itu. Tapi jangan tagih aku seharga avanza ya…. Karena kalau seharga itu bagaimana aku mau beli avanza untuk pergi ke Gunung Kelir? (Salh mel… kamu musti beli 4WD untuk bisa ke sana, surga bandwith internet tapi tanpa sinyal XL)
Mengantar Mas Totok sekeluarga sampai depan pagar Villa, dan setelah itu “NARSIS TIME”. Untung aku sudah mandi, meskipun belum bermake up. Dengan pose ala pre-wed, jadilah kami model dadakan. Ada satu foto yang bagus dengan judul “Majikan dan Tukang Kebun” tapi sayang tidak bisa saya tampilkan di sini tanpa ijin si Tukang Kebun hahaha. (Baru kali ini kan Majikan harus minta ijin dulu pada si tukang Kebun). Sementara itu saya akan menampilkan foto narsis 3 dara (ups bukan dara lagi sih hahaha) tiga primadonanya Villa Hani’s.
Selesai berfoto-foto, Mas Goenoeng dan Mas Arief pamitan untuk pulang ke Semarang. Terima kasih banyak atas kehadirannya dan partisipasi dalam acara Bocah Kweni. Mungkin tahun depan bisa kita adakan di Semarang, dengan Mas Goenoeng selaku EO nya? Who knows….
Karena Noengki harus pulang dan mengejar kereta pukul 14:30, sekitar jam setengah satu kami keluar villa menuju stasiun dengan mobil rental. Pak Sudi kali ini yang mengantarkan kami. Mobil ini sangat mendadak aku pesan, dan hebatnya bisa datang dalam 1 jam! Kupikir kalau tidak bisa, ya kita pakai taksi pergi bersama… meskipun kurang praktis. Satu lagi pelayanan Villa Hani’s yang patut diacungkan jempol.
Mampir di toko Gudeng (ngga ngerti namanya apa) untuk membeli oleh-oleh, kemudian bergegas ke stasiun. Mas DM mengantar bu dokter gigi sampai beliau aman naik kereta, sementara kami mengobrol di dalam mobil. Dan setelah itu kami pergi bersama ke arah Pasar Bering Harjo (bener ngga ya tulisnya) untuk makan Mpek-mpek sementara si Lala jalan ke arah pasar untuk mencari batik (yang akhirnya tidak ketemu jg).
Dari situ kami menuju Ambarukmo Plaza, untuk mencari hotspot (apalagi hahaha), sambil bertemu blogger pengunjung tetapnya Penganyam Kata (sorry I can’t recall her name) di AW lantai sekiannya Ambarukmo Plaza. Di sini Riku sempat bermain di game center sebelahnya AW ditemani Lala. Makasih ya La….
Mengingat kami punya janji dengan Mbak Tuti Nonka jam 7 malam di Balai Melayu, sekitar jam 5 kami meninggalkan Ambarukmo Plaza dengan maksud pulang ke Villa Hanis untuk ganti baju dan mandi, dan berdandan…supaya harum, cantik dan tidak malu-maluin datang ke acara “Singing and Dancing” Mbak Tuti.
Tapi hitung punya hitung, kami tidak akan keburu pulang dan kembali lagi ke Balai Melayu tepat waktu. Dan aku tidak mau kita terlambat seperti kemarin. Jadilah kita pergi ke Balai Melayu dengan baju yang sama, tanpa mandi, hanya membetulkan make up dalam mobil setelah kami memarkirkan mobil di seberang Balai Melayu pukul 18:30. (Mandi parfum saja deh Mbak Tuti heheheh)
Kami turun mobil 5 menit sebelum pukul tujuh, dan memasuki Balai Melayu. Tidak begitu besat tempatnya tapi apik dan benar-benar bisa merasakan nuansa melayu di sana. Mbak Tuti tentu saja pernah mengulasnya di blognya. Kami dipandu melihat lantai atas sampai ke teras balkon lantai atas yang sejuk. Konon teras ini ikut ambruk waktu gempa menghantam Yogya, kemudian dibangun kembali. Tentu saja ini merupakan spot yang bagus untuk narsis kembali. (Bukan blogger deh kalo tidak bisa narsis hahaha)
Ada detil-detil Balai yang sempat terekam dalam kamera, berkat kejelian Danny. Sehingga mungkin kelak bisa dicatatkan royaltynya loh Mbak Tuti…. yaitu pegangan pintu berupa “keris” (entah apa namanya…keris bukan ya?). Unik!!
Setelah berjalan-jalan mengitari Balai Melayu dari atas sampai bawah, kami diajak bersantap malam yang sudah disediakan Mbak Tuti. Ada bistik, ada nasi goreng, ada lasagna…. Kalau tidak ingat diet, pasti aku coba semua tuh mbak. (Tapi dibungkus juga sih akhirnya untuk dibawa pulang)
Setelah selesai makan, lanjut deh dengan acara Dancing!!! Karena guru dansa Mbak Tuti ikut hadir, jadi kita seakan menonton para profesional menari. Lala dan Hesti ikut berdansa.
Aku? OH NOOOOO kalau aku ikut berdansa, Gempa kedua akan menghantam Yogya lebih kuat lagi. Aku paling tidak bisa memadukan gerakan kaki dan tangan dan seluruh badan deh. Ritmenya itu loh. (Goyang dangdut itu juga sulit loh…udah coba juga dan ngga bisa hahahah) . Hanya pernah dansa walts yang dipandu cowok (hmmm siapa ya waktu itu… oh Darma Sutantio yang di New York sekarang (apa kabarnya dia ya?)! dia yang mengajari aku dansa (once and the last one) dan pasti dia kapok deh sakit kakinya keinjek-injek hahaha). Jadi, boleh percayakan mike padaku tapi jangan percayakan lantai dansa padaku. Bubar maning! Bubar kabeh! Bubar grak!!
Sambil makan desert, kita dihibur calon penyanyi broadway, Miss (tra) Lala dengan lagu-lagu eighties. Mbak Tuti juga…dan saya juga. Lagu andalan saya semuanya Jazz sih, Masquerade, Just the way you are, You needed Me… paling yang pop If we hold on together… Yang agak sulit adalah lirik yang tercantum di buku pinternya suka salah, jadi aneh hehehe.
Semua yang hadir dari blogger akhirnya menyanyi. Uda Vizon dengan lagu kesayanganku juga, “Arti Kehidupan” nya Mus Mujiono (udah tahu sekarang artinya kehidupan itu apa uda?) dan Danny dengan lagu-lagunya MJ… Jadilah dia Daniel Jackson (jadi nama whiskey deh dia — Daniel Jackson. Another name for the Whiskey drink Jack Daniels.)! Hebat! (jangan-jangan DM juga jago melantai nih) …. Maaf foto tak bisa saya pajang tanpa ijin ybs hihihi.
Gantian deh aku dan lala menguasai panggung… doooh panggung ni ye…. Tapi kita juga musti tahu diri karena Balai Melayu bukan Karaoke Box yang kedap suara. Dan masih untung Host kita mbak Tuti masih mau memberikan waktu sampai lewat dari jam 10 loh. Jadi sambil kukut-kukut, dibungkusin sangu untuk nyemil.
Yang paling asyik waktu kami menerima hadiah CD LANGKA. Yang dicari dan mau bayar mahalpun belum tentu dapat di toko-toko. CD nya bermeteraikan nama ku khusus!!! Dan boleh dong PAMER hihihi… Penyanyinya Top, Mbak Tuti Nonka yang dulu kukenal sebagai novelist, tapi sekarang bertemu sebagai blogger. Terima kasih banyak untuk kado special (pake telor) nya mbak. Juga sebuah buku yang aku tahu aku HARUS punya, yaitu 366 Cerita Rakyat Indonesia dari Adi Cita, penerbit kepunyaan suami Mbak Tuti.
Terima kasih banyak Mbak Tuti untuk malam yang begitu mengesankan. Jangan kapok untuk memanggil/mengundang bloggers datang lagi. Mungkin saya juga akan mengajak Mr. Miyashita untuk mengunjungi Balai Melayu, jika kami bisa vacation lagi ke Yogyakarta. Malam terakhir di Yogya benar-benar mengesankan.