Pagi terbangun pukul 8 pagi karena Kai menangis keras. Yang hanya bisa diredam dengan menggendong dia ke luar kamar. Padahal aku baru “ketidur” jam 4 pagi. Hmmm malas rasanya, tapi akhirnya semua bangun. Terpaksa aku buat sarapan pagi Onigiri. Dan hisashiburini kita berempat leyeh-leyeh di ruang makan sambil nonton TV.
Yang lucu acara TV yang ditonton bukanlah anime kesukaan Riku. Hari ini dia dilarang menonton anime. Juga bukan berita atau film atau kuis seperti biasa. Hari ini adalah tentang lukisan di chanel NHK education.
Anda pasti mungkin tahu Vermeer. Sebuah ruangan dengan gadis dan permainan cahaya yang indah. Kekuatan cahaya yang masuk dari luar ke dalam ruangan itu menjadi penekanan dalam lukisan-lukisan Vermeer. Nah hari ini ditampilkan sebuah lukisan yang menggambarkan sebuah kamar dengan badan belakang seorang wanita. Sekilas saya pikir Vermeer juga tetapi ternyata bukan. Dan entah kenapa, saya suka lukisannya.
Saya pikir pasti si pelukis adalah kelahiran Belanda, dan ternyata mempunyai prejudice itu memang tidak boleh. Pelukis yang diketengahkan kali ini adalah Vilhelm Hammershøi, pelukis dari Kopenhagen, Denmark (1864-1916). Seperti yang ditulis di Wikipedia, dia sering melukis interior.
Lihat sinar yang jatuh di dalam kamar. Sebuah kamar kosong. Dan benar kata-katanya yang disebutkan di televisi pagi tadi, “Kamar yang tak berpenghuni itu adalah kamar yang paling indah”. Kalau ditelaah lebih lanjut, mungkin karena belum ada unsur-unsur yang mengganggu keberadaan kamar itu, tidak oleh kehadiran orang dan juga tidak oleh kehadiran interior tambahan lainnya. Hmmm, Nama dia menempati salah satu daftar pelukis yang saya sukai saat ini.
Adik ketemu gede saya si Lala, selalu menggambarkan kehidupannya sebagai Jet Coaster (wahhh saya bocorkan satu isi testnya dia…sorry jeung). Anda tahu kan Jet coaster…. pelan-pelan naik ke atas…dan waktu turun ke bawah dengan kesepatan penuh, mengocok-ngocok isi perut Anda. Katanya, hidupnya seperti Jet coaster itu… dan memang kalau kita membaca keseluruhan blognya (eh beli ya bukunya, “The Blings of My Life”, Grafidia) kita bisa membayangkan hidupnya bagaikan roller coaster.
Sedangkan mas NH18, mengatakan bahwa life is like merry go round. Komidi putar. Naik kuda-kudaan berputar dengan musik, sambil melihat pemandangan yang ada. Kesannya, “Indah, hidup itu menarik, dan musical”. Dan kalau baca blognya mas NH itu memang selalu riang, jarang ada cerita yang sedih (kecuali tentang Nenek), dan penuh dengan candaan. Seakan hidup itu baginya memang menyenangkan.
Saya sendiri di komentar postingannya Lala yang Jetcoaster itu, mengatakan hidup itu seperti Ferris Wheel, Big Wheel. Kincir Raksasa, dengan menaiki cubic yang ada, kita dibawa perlahan ke atas, sambil melihat pemandangan mulai dari yang dekat sampai kejauhan. Kadang di bawah dan kadang diatas. Perumpaan ini saya dapat dari Mama, yang mengatakan hidup itu seperti kincir itu, atau seperti roda sepeda, kadang di atas, kadang di bawah, dan seberapa siap kita menghadapi hidup di bawah. Kesan dari Ferris Wheel itu, tidak terburu-buru, lamat-lamat… Dan ternyata sahabat blog Yoga pun berpikiran seperti saya. Entah apakah blog saya sudah menggambarkan kehidupan yang seperti itu.
Ketika saya tanya Bang Hery, supaya lengkap perumpaan “Life is…” menurut asunaros, maka kata abang hidup baginya seperti mainan kuda-kudaan mesin, yang dimasukkan coin baru bergerak naik turun seperti Anda naik kuda beneran tapi ditambah musik. Ada istirahat yang panjang (tergantung coin) untuk menikmati kegembiraan yang membuat hidup naik turun diiringi musik. Ya Bang Hery mengatakan itu waktu chaating dengan saya.
Atau mungkin, hidup itu malah lebih luas, bagaikan dunia fantasy, family park, disneyland. Kita bisa memilih wahana yang ada dalam satu hari, dan mencicipi wahana yang cocok untuk kita. Dan wahana yang kita sukai bisa kita ulang berkali-kali.
Memang hidup ini dapat kita gambarkan dengan bermacam-macam perumpamaan. Tema blog ini sebelumnya sangat colourful. Pensil warna….. tergantung kita hari ini mau memakai warna apa. Atau kalau mau lebih asyik lagi saya menggambarkan hidup ini bagaikan smarties, permen coklat warna warni, yang slogannya melt in your mouth not in your hand. Manis!
Nah… bagaimana Anda menggambarkan hidup Anda? Perumpamaan apa yang tepat dipakai menurut Anda?
Duh kok bisa-bisanya Riku punya pertanyaan ini. 命より大切なものはなに? Apa yang lebih berharga dari nyawa?
Aku tahu dia mengharapkan jawaban “Riku”, tapi aku jawab begini,
“Inochi yori taisetsuna mono wa nai. Tidak ada yang lebih berharga daripada Nyawa. Karena tanpa nyawa kamu ngga hidup, ngga bisa ketemu mama dan tidka bisa sayang mama. Nyawa itu amat sangat berharga, jadi harus dijaga bener-bener.”
“Kalau Riku, Yang lebih berharga dari nyawa itu adalah mama. Aku mati pun ngga papa, karena aku sayang mama.”
“Mama ngga mau kamu mati. Kalau kamu mati, mama musti sayang siapa? Jadi jangan bilang gitu lagi!”
“Tapi emang di seluruh dunia ini aku paling sayang mama. Nomor satu mama. Nomor dua papa (ups keluar deh nomor-nomoran padahal dulu wkatu umur dua tahun dia bilang “sama sayang”. Nomor tiga Kai!
“Iya terima kasih Riku. Mama juga yang paling mama sayangi adalah Riku, lebih dari papa ….tapi rahasia ya. “
“OK…..(sambil dia cium aku)”
Fffffff aku tidak tahu dia belajar darimana, tapi dia memang pintar sekali membuat kalimat sejak kecil. Perbendaharaan katanya bagus, yang pasti dia dapat dari TV, atau dia dengar aku. Makanya aku berusaha sedapat mungkin jangan memaki-maki/mengumpat-umpat di depan dia.
Kemarin pulang ngajar sudah jam 5 lebih. Kai rewel terus, dan maunya digendong terus. Sampai aku ke WC pun tidak boleh. Akhirnya aku paksa dia tunggu di kamar tamu, sementara aku ke WC. Yang ada si Riku bilang , “Mama, Kai nangis terus loh”
Aku yang sedang sebel menukas, “Tau. mama ngga budeg, mama denger kok. biarin aja”
Riku liat mamanya spanning, diam, dan bilang, “IYa mama”
…………….
Masak makan malam, aku rebus spaghetti, tapi biar bagaimanapun aku berusaha pakai satu tangan (sambil gendong Kai), akhirnya tidak bisa juga. Sedangkan Kai tambah rewel. Aku marah pada Kai, dan bilang begini,
“Kai…. mama juga harus masak untuk Kakak kamu. Riku kan juga lapar.”
“Mama…. ngga papa kok. Riku belum lapar….. ” hmmmm keluar deh…padahal tadi dia yang minta makan. Demi adiknya dia berkorban.
Begitu aku bisa kasih tidur Kai, aku keluar kamar dan peluk Riku,
“Terima kasih ya Riku… sudah mau berkorban.”
“Daijoubu dayo mama. Di dunia ini yang aku sayangi kan cuma mama, papa, dan kai……..”
Saya menbaca info seperti ini. Apa benar? Kalau benar lumayan juga ya…
4. Tips untuk men-cek keabsahan mobil/motor anda(Jakarta area only)
Ketik :contoh metro b86301o (merah no polisi anda) Kirim ke 1717, nanti akan ada balasan darikepolisian mengenai data2kendaraan anda, tips ini juga berguna untukmengetahui data2 mobil bekasyang hendak anda beli/incar.
5. Jika anda sedang terancam jiwanya karena dirampok/ditodong seseorang untuk mengeluarkan uang dari atm
maka anda bisa minta pertolongan diam2 dengan memberikan nomor pin secara terbalik,misal no asli pin anda 1254 input 4521 di atm maka mesin akan mengeluarkan uang anda juga tanda bahaya ke kantor polisi tanpa diketahui pencuri tsb. Fasilitas ini tersedia di seluruh atm tapi hanya sedikit orang yang tahu tolong kasih tahu info kepada yang lain.
27– 5 Desember 2008 : Pameran Nishiki-e pk. 10:00-18:00
4-5 Desember : pementasan & lektur Kabuki pk.20:00 ~
Terbuka untuk UMUM.
Tiket masuk GRATIS dapat diperoleh
pada tanggal 27 November –3 Desember 2008 di lokasi pameran. Tempat terbatas.
Surabaya :
Pameran Nishiki-e
11 Desember 2008 Pembukaan pameran Nishiki-e : pk.18:30 (khusus undangan)
12 Desember ~21 Desember 2008 pk. 09:00-22:00 Pameran Nishiki-e
House of Sampoerna
Jl. Taman Sampoerna no. 6 ,Surabaya
Terbuka untuk UMUM.GRATIS
Info : Rani 0818-334409
Pementasan Kabuki
3 Desember 2008
Taman Budaya Jawa Timur-Surabaya
pk. 19:00~
Tiket GRATIS dapat diperoleh di
Konjen Jepang
Jl. Sumatera no. 93 ,Surabaya
Info : 031-5030008 | 031-5024677
Terbuka untuk UMUM.Tempat terbatas.
Pentas KABUKI
Menampilkan beberapa bagian dari rangkaian tari dalam pertunjukan kabuki, demontrasi gerakan tari dan tata rias yang seluruhnya terkait dengan tema yang ditampilkan dalam pameran Nishiki-ekoleksi National Teater, Jepang.
Pameran Nishiki-e
Nishiki-e adalah jenis lukisan grafis cukil kayu cetak Ukiyo-e yang menggunakan beragam warna menarik.Karya-karya nishiki-e yangdipamerkan merupakan karya asli dari abad ke-17. Seluruhnya bertemakan “Kabuki”
“Eco” adalah kata trend di Jepang. Bukan mas Eko dari Jawa meskipun mirip. Tapi Eco singkatan dari Ecology. Maksudnya jika suatu barang bisa “memamerkan” eco nya, pasti dapat diterima di masyarakat Jepang. Meskipun hampir mirip dengan tulisan Yoga di greenwashing, Eco disini tidak bermaksud menutupi kegiatan yang salah yang terkait dengan lingkungan hidup. Malah suatu kegiatan berlomba untuk memperhatikan lingkungan hidup kita. Mobil yang Eco, AC Eco, Mesin cuci Eco….semua produsen alat listrik perumahan di Jepang berlomba-lomba menciptakan barang yang ramah lingkungan (hemat energi).
Kali ini saya ingin menengahkan Eco di kampus. Saya sudah 9 tahun mengajar bahasa Indonesia di Universitas Waseda, di kampus pusat di Takadanobaba, Shinjuku. Dan sejak saya pertama mengajar di sana, saya selalu mendengar berbagai himbauan dalam kampus untuk aktif melakukan kegiatan “eco”. Dibanding dengan kampus universitas lain, kampus Waseda ini memang terlihat lain. Di setiap sudut ada paling sedikit 5 tempat sampah, dengan tulisan penuntun, apa saja yang boleh dibuang di situ. Kertas, plastik, botol plastik, kaleng, sampah terbakar. Semua sampah harus dipilah. Bekas kartu fotocopy dikumpulkan setelah selesai dipakai. Dan yang saya perhatikan juga tidak disediakan tisue lap tangan atau mesin “angin” untuk mengeringkan tangan di wastafel WC.
Tapi minggu lalu saya menemukan satu lagi usaha untuk mencapai “Eco campus”. Biasanya kalau membeli makanan di mana saja di Jepang, pasti dimasukkan dalam kotak plastik. Tapi ada makanan kotak (nasi kotak) yang dijual dalam kampus memakai kemasan dari kertas tebal yang dilapis plastik. Jadi setelah makan diharapkan kita melepaskan plastiknya untuk kemudian menaruh di tempat sampah khusus daur-ulang (recycle) kertas. Tergantung lagi kita si konsumer mau menjalankannya atau tidak. Tapi karena ini sangat praktis, saya rasa mahasiswa sanggup dan mau melakukannya. Dan meskipun ini baru sedikit jumlahnya (saya tidak tahu persis, tapi baru ada di dalam kampus dengan jumlah tertentu) benar-benar merupakan usaha yang patut dicontoh.
Lalu sambil makan saya berpikir bagaimana nasi kotak di Indonesia sekarang yang sering dimasukkan dalam wadah styrofoam(?) yang pastinya sulit untuk dibakar/daur ulang …kecuali hanya bisa di reuse (Tapi kalau bekas nasi padang yang berminyak begitu, siapa yang mau re-use lagi?). Hmmmm sampah lagi. Lalu teringat jaman dulu yang nasi kotaknya masih berupa nasi bungkus pakai kertas yang relatif lebih bisa dibakar. (Bahkan kalau mau lebih jadul lagi yang pakai daun pisang. ) Betapa kemajuan jaman semakin membuat sampah-sampah itu lebih sulit dikelola. (Paling bagus sih membuat bento atau bekal makanan di kotak bekal yang permanen seperti yang saya buat setiap pagi untuk Riku. Sehat isinya hemat kemasannya. Ramah lingkungan dan ramah dompet)
Satu lagi yang bisa saya perkenalkan tentang usaha “hemat energy” di kampus ini adalah “Peringatan” untuk menyetel setting temperatur yang sesuai musim sehingga tidak membuang energy berlebihan. Pada musim panas, setelan AC hanya boleh 28 derajat. Panas dong? Ya memang, misalnya di luar suhu udara 36 derajat maka dengan setting 28 derajat saja sebetulnya sudah cukup terasa dingin. Jangan seperti di Indonesia yang kadang hampir semua menyetel lebih dingin dari 22 derajat. Selain boros listrik, tidak baik untuk kesehatan badan. Menimbulkan penyakit modern akibat AC yang dalam bahasa Jepang disebut “Reibobyou” (penyakit AC).
Demikian pula dalam musim dingin. Misalkan di luar suhu udara di luar 13 derajat, maka setting 20derajat cukup sudah. Jangan kita set menjadi 28 derajat. Perbedaan suhu luar dan dalam yang terlalu besar akan menimbulkan penyakit, selain boros energi.
Hai mas-mas jawa yang bernama Eko (nama pasaran kayaknya yah). Jangan ge-er karena nama Anda sering disebut di Jepang sebagai himbauan untuk lebih memperhatikan environment.
Ini benar-benar alat untuk penyambung nyawa. Nama kerennya AED, automated external defibrillator dan sekarang banyak dijumpai di tempat-tempat umum di Jepang. Mungkin untuk membayangkannya, kalau pernah menonton film-film kedokteran, kan sering tuh ada adegan, orang yang monitornya sudah piiiiiiii—– garis lurus trus suster dan dokternya pakai alat mengalirkan listrik untuk dikagetkan. Sukur-sukur kalau si pasien bisa kembali hidup. Saya sendiri tidak tahu berapa besar listrik yang dikeluarkan. Nah AED itu serupa dengan alat itu tapi portable dan bisa di bawa-bawa, sehingga jika ada orang sakit jantung yang memerlukannya bisa langsung dipakai tanpa harus menunggu ambulans datang (kalau tunggu semenit sajapun bisa gone kan?). Oh ya kebijakan penempatan alat ini baru saja dimulai 4 tahun yang lalu.
Kenapa kok saya jadi posting ini, karena ternyata di TK nya Riku sudah ditempatkan alat ini. Dan kemarin waktu ada rapat orang tua murid, ditanyakan siapa yang mau belajar untuk memakai alat itu. Jika ada 30 orang lebih, maka ketua PTA nya akan menghubungi Dinas pemadam/ambulans untuk datang ke sekolah dan memberikan kursus kepada orang tua murid ini (tentu saja gratis). Wahhh saya sih pengen ikut, tapi berhubung belum pasti jadwalnya saya tidak ikut angkat tangan.
Pikir-pikir percuma juga ya alat ini ada dimana-mana tapi tidak ada yang bisa pakai. Mustinya sih kalau di Stasiun, pegawal KA nya pasti ada yang bisa. Tapi kalau di sekolah-sekolah, apalagi sekolah TK begini, siapa yang bisa. Kan bukan seperti SMAnya mas NH18 yang ada PMRnya. Cuma anggota PMR juga pastinya perlu latihan khusus ya untuk menggunakan alat ini. Hidup dan mati orang tergantung pada alat ini. Benar-benar penyambung nyawa.
Bagi yang ingin tahu alatnya dan bagaimana-bagaimananya silakan baca wikipedia ini.
Tak terasa persis seminggu yang lalu saya kembali dari Jakarta ke rumah saya yang di Tokyo. Posting kali ini ingin menceritakan perjalanan pulang saya dengan Singapore Airline.
Pesawat dari Singapore ke Narita selalu berangkat jam 11 malam. Dari dulu saya selalu ambil pesawat malam ini, sehingga akan tiba di Tokyo keesokan hari sekitar pukul 7 pagi. Nah untuk bisa naik pesawat ini, dari Jakarta saya mengambil pesawat yang jam 7 malam, meskipun satu penerbangan lebih lambatpun masih cukup. Tapi mengingat saya travel dengan dua anak, jadi lebih baik ambil amannya saja. Saya tiba di bandara Cengkareng dari rumah sekitar jam 4 sore. Karena saya ingin mengurus pas masuk untuk pengantar supaya bisa mengantar saya sampai depan pintu boarding. Dulu ipar saya bisa mengurus itu dan mengantar sampai pintu boarding, tapi kali ini saya yang akan mengurus, karena saya pergi ke Cengkareng ini hanya diantar Andy, adik saya saja. (Biasanya satu RT antar sih ….huh hiperbolis sekali hehehe)
Tetapi ternyata setelah saya tanyakan pengurusannya ke pejabatnya langsung, pengantar tetap hanya bisa sampai sebelum pintu Imigrasi. Yahhh sama juga bohong dong, karena jarak dari pintu imigrasi sampai pintu boarding itu masih jauh. Untung saya belum check ini sehingga saya memutuskan untuk masuk sendiri check in dan minta bantuan dari ground staff untuk bantu saya sampai boarding gate. Memangnya perlu bantuan?
Sebetulnya kalau maksa juga bisa, tapi karena berangkat malam, dan memang hari-hari sebelumnya saya kurang tidur karena urus Kai sakit, saya merasa butuh bantuan. Dan memang rupanya sudah terdapat request pelayanan dengan anak kecil ( 2 balita) selama 3 kali yaitu di Cangkareng, dari imigrasi sampai masuk pesawat, kemudian waktu ganti pesawat di singapore dan waktu tiba di Narita. Well, waktu berangkat saya keras kepala tidak mau pake bantuan, tapi kali ini saya menyerah. Jadi begitu selesai check in, saya mengurus bebas fiskal. Waktu berjalan menuju loketnya, saya dihampir seorang pemuda, ground staff dari SQ. Bersama dia, saya mengurus bebas fiskal. Saya menulis formulir, sambil bergantian dia membantu melihat kai yang duduk di kereta bayi, dan menuliskan kartu imigrasi untuk saya (staff ini cakep tapi sayang tulisannya…. kaya cakar ayam heheheh). Tapi kalau semuanya saya kerjakan sendiri pasti butuh waktu yang lama.
Selesai bebas fiskal (karena saya penduduk LN, punya jatah 2 kali setahun bebas fiskal), kami menuju ke pintu imigrasi. Wuiiih enak deh, soalnya saya tinggal jalan terus, si staff ini yang urus 3 paspor kami. Setelah selesai kami berjalan ke pintu boarding, tapi karena cukup banyak waktu pintu boarding sendiri belum dibuka. Setelah dibuka, kami menuju ke ruang tunggu paling dekat dengan pintu menuju pesawat. Di situ saya sempat minta tolong dia tungguin Kai, sementara saya dan Riku pergi ke wc. Wahh untung sekali, karena…. biasanya ini menjadi masalah. Mau ke wc tapi tidak bisa sambil gendong bayi, atau bawa baby car sampai ke wc yang terletak di lantai bawah (Di bandara Cengkareng kan begitu semua). Waktu saya balik, saya pikir kai akan menangis karena akhir-akhir ini dia sering cengeng kalau tidak ada saya. Eh ternyata, si staff ditemani beberapa karyawan ground lain (laki-laki) sedang bermain dengan Kai. Suatu pemandangan yang khas Indonesia, karena sejujurnya tidak ada laki-laki Jepang yang akan sudi bermain dengan bayi. Dan sedikit perempuan muda Jepang yang bersedia menggendong bayi dengan rela. Di Indonesia, supir saja mau menggendong bayi. Hubungan manusia dengan bayi di Indonesia itu tidak ada duanya. Kita bisa melihat supir atau pramu wisma/baby sitter menggendong sambil mencium-cium seorang bayi.Skinship ini tidak bisa kita lihat di Jepang, not even between a baby and his/her mother in public places. Memang alasannya karena tidak biasa.
Sambil menunggu waktu boarding, saya sempat mengirim sms dan telepon ke beberapa teman. Dan begitu pintu dibuka, kami diantar dengan staff cakep tadi ke dalam pesawat. Saya bisa melenggang dengan bebas, karena barang tentengan dibawakan si staff itu, saya cukup menggendong Kai saja, karena kereta bayinya dititipkan sbg cabin. Benar-benar tertolong. Perjalanan ke Singapore lancar.
Begitu sampai di Singapore, kami dijemput oleh seorang keturunan ground staff dari SQ di sana. Bersama-sama kami jalan menuju tempat point untuk memeriksa paspor dan tiket connecting. Saya diperbolehkan berjalan-jalan sebentar sebelum kami diantar ke terminal 3. Duty Free Singapore memang menggiurkan. Tapi kali ini saya hanya membeli rokok untuk Gen dan coklat, karena pikir tidak mau menambah tentengan. Sementara saya lihat-lihat, tiba-tiba seorang staff SQ yang lain menghampir saya, dan mengatakan “Its time”. Well kok cepat sekali, saya pikir. Ternyata….. kami ditunggu mobil golf yang biasa mengantar disable person. WOW, akhirnya kesampean juga naik mobil golf ini. Supirnya seorang wanita melayu berbadan besar, yang cukup gradak-gruduk hehehe. Riku sangat senang bisa naik mobil itu. Dan rasanya memang seperti naik jet coaster, saya rasa pasti tidak lebih dari 20 km/jam, tapi rasanya sih cepat sekali. Terasa desiran angin yang menerpa muka dan rambut. Saya pikir kalau naik mobil ini pasti cepat sampai….. tapi ternyata… tidak. Ada mungkin 10 menit lebih kami meliuk-liuk melewati gate-gate penerbangan. (tentu saja terkadang diiringi mata iri penumpang lain yang sedang berjalan kaki). Baru kami sampai di Gate no XX (lupa euy) di terminal 3, terminal baru Bandara Changi yang katanya baru dibuka Februari tahun ini. Waaah bener deh, ngiriiiiii, besaaaaarrr, modernnnnn, (ada tempat ganti pampers bayi dan air panas untuk buat susu segala. Mungkin terminal ini juga untuk mengimbangi pesawat canggih A380 yang baru. (tentang pesawat sendiri akan saya bahas terpisah…permintaan Bang Hery)
Staff ini mengantar sampai gerbang boarding, dan sampai kami naik pesawat. Setelah naik pesawat memang semuanya menjadi urusan saya sendiri. Kira-kira 6 jam, dan ternyata saya tidak mendapat tempat tidur bayi (padahal saya sudah pesan), saya mendapat 3 kursi (dua kursi pinggir dengan tengah kosong). Aduuuuh Kai… entah karena lampu dimatikan atau karena tidak ada tempat merebahkan diri (saya otomatis peluk dia terus sampai dia tertidur) karena tempat duduk kosong itu dipakai Riku berbaring. Kai rewel…nangis terus, ngga tau kenapa. Mungkin mau main, mungkin tidak suka gelap, karena begitu saya masuk ke WC, dia diam dan bisa terlelap. Tapi masak saya duduk terus dalam wc supaya kai bisa tidur? Dari 6 jam perjalanan, 3-4 jam Kai menangis terus. Maaf beribu maaf untuk penumpang yang duduk di sekitar kami. Pasti mereka juga tidak bisa tidur.
Akhirnya sampai di Narita pukul 7. Sekitar pukul 6, saya raba, Kai demam…. wahh. Begitu turun dari pesawat, saya dijemput lagi oleh ground staff, kali ini seorang bapak-bapak berusia 60-an tahun. Tentu saja orang Jepang, sehingga Riku bercakap-cakap terus dengan bapak itu. Setelah saya melewati imigrasi Jepang dengan cara baru (scan sidik jadi dan foto muka), kami menuju ke conveyor belt untuk mengambil bagasi kami. Kali ini saya hanya bawa 1 koper dan 1 traveling bag (yang sangat berat, kira-kira 11 kg berisi buku semua). Bapak itu juga membantu mengangkat koper, melewai pabean (bea cukai), sampai ke lobby. Karena Gen belum sampai, jadi kami mengucapkan terima kasih pada bapak itu, dan menunggu sampai Gen datang.
Jadi kepulangan saya kali ini banyak sekali dibantu mas. Sebetulnya namanya MAAS, sebuah pelayanan family dari Singapore Air, untuk escort, mendampingi keluarga atau yang membawa bayi/cacat tubuh dan lain-lain. Pelayanan ini gratis, tidak dipungut biaya. Pelayanan seperti ini sepertinya ada juga untuk Japan Airline, tapi kalau membeli excursion tiket (tiket murah) kami tidak bisa pakai jasa ini. (Pelit ya hehehehe) Benar deh…. Untung sekali ada MAAS.
apa yang ada di kepalanya (apa yang dipikirkannya)? Saya ketemu ilustrasi ini di sebuah situs Jepang. Untung penjelasan gambarnya pakai bahasa Inggris sehingga rasanya saya tidak usah tambah keterangan lagi ya…. (posting iseng nih)