Jangan paksakan diri demi aku

22 Jun

terjemahan dari bahasa Jepang, “Boku no tameni muri shinaide ne”

Sabtu malam, papa Gen pulang ke rumah sekitar jam 8 malam. Kebetulan anak-anak belum makan, dan pas baru akan makan. Waktu aku  mempersiapkan makanan, Gen bilang padaku, “Sorry sayang, besok (minggu) aku harus kerja”. What?
Aku juga agak kecewa, karena kebayang capeknya melewati hari minggu bertiga lagi. Tapi apa boleh buat, kalau memang kerjaannya belum selesai abis bagaimana. Jadi aku bilang pada Riku, “Riku besok papa kerja, jadi kasih itunya sekarang saja”.

Riku sudah membuat gambar dan “convinience tools” untuk papanya, kado di Hari Ayah. Karena aku bilang kasih sekarang saja (semestinya besok), kemudian dia berikan pada papanya. Terima kasih bla bla bla….. ok… dinner time.

Salah satu gambarnya Riku ; “Riku with Papa”

Tapi waktu kami akan mulai makan, Riku bertanya sekali lagi,
“Besok papa kerja?”
“Iya, maaf ya Riku….”
“Ya sudah, besok Riku, Kai dan mama pergi jalan-jalan yuuuk”, aku berusaha menghibur.
Tapi aku lihat warna mukanya berubah. Gen tidak perhatikan, karena dia duduknya menyamping. Aku tahu, Riku akan menangis, jadi aku langsung menghampiri dia, memeluk dia dan berkata,
“Riku, papa juga ngga mau pergi kerja, tapi kalau pekerjaannya belum selesai gimana”
Meledaklah tangis Riku, dan Gen terkejut. Tidak menyangka. Langsung Gen bilang,
“OK Riku, besok papa libur!!! Yosh… kimeta (saya putuskan) tidak ke kantor”
Gantian Gen memeluk Riku, dan terucaplah kalimat di atas,
“Papa jangan paksakan diri libur hanya untuk Riku!”
sebuah ungkapan yang sering dipakai orang Jepang yang sebetulnya berusaha untuk menyatakan bahwa dirinya tidak apa-apa. ….. Tapi biasanya dipakai oleh orang dewasa tentunya. Aku juga heran sampai Riku yang baru 6 tahun bisa berkata begitu. Kasihan, dia terlalu cepat menjadi dewasa pemikiran….

Sambil menahan haru, Gen bilang,
“Kamu bilang apa? Bagi papa, Riku lebih penting dari kerja. Besok kita pergi sama-sama ya”
Kami bertiga menghapus airmata dan berdoa makan…. cuma kai saja yang tertawa melihat kami…..

Hari Minggu Hari Ayah! Masak seorang Ayah harus bekerja di hari itu? Sama saja seorang buruh bekerja di Hari Buruh… dan itu sering terjadi di keluarga Jepang pada umumnya, dan keluarga Miyashita pada khususnya. Bukan karena suka kerja, workholic, tapi karena terpaksa. Sambil merenungi kejadian Sabtu malam itu, aku berpikir. Dulu papaku juga tidak pernah ambil cuti. Tapi anak-anaknya tidak ada yang protes atau berkata seperti Riku, jadi ya begitu saja terus. Kami jarang sekali bepergian/piknik bersama. Jadi teringat sebuah iklan mobil di TV Jepang, “Mono yori omoide” (Daripada barang lebih baik kenangan).

Berkat Riku, hari Minggu kami lewati dengan penuh kegembiraan, meskipun hari hujan dari pagi hari. Aku terbangun jam 6 pagi, padahal baru tidur jam 3 pagi. Tapi Riku juga bangun jam 6, dan tak lama Kai bangun juga. Jam 8 semua sudah berkumpul di kamar tamu. Jadi, hari ini mau ke mana?

Dan sekali lagi Riku berperan, “Aku mau ke yokohama, ke tempat A-chan (ibunya Gen) dan Ta-chan (bapaknya Gen)”. Ya, sekaligus deh merayakan Hari Ayah bersama Ketua Clan Miyashita.

Jam 9 pagi kami sudah di jalan raya di bawah rintik hujan, dan… lapar. Lalu aku bilang pada Gen, bahwa mulai kemarin di Mac D hadiahnya karakter Pokemon. Dan ini pasti cepat habis. Jadi akhirnya kami mampir ke Mac D, dan saya juga pesan Happy Set + untuk anak-anak, supaya bisa dapat mainan pokemonnya 3 buah. Dan Kai, langsung berseri-seri melihat mainan pokemon, “Pipa…pipa…” rupanya dia mau bilang Pika (pikachu).
Ternyata tidak perlu makanan mewah dan mainan mahal untuk menggembirakan satu keluarga (Yang pasti Gen dan aku ikut gembira karena rasa lapar terobati. Paling tidak enak menyetir dalam keadaan lapar).

bermain bersama Ta-chan

Setelah selesai sarapan, kami bergerak menuju Yokohama dalam hujan yang menderas, dan jalanan yang mulai padat dan macet. Hampir satu bulan lebih kami tidak saling bertemu, dan ternyata banyak berita keluarga yang tidak sempat kami ketahui. Yang sakit, yang cuti, yang menderita…. Nampaknya tahun ini akan menjadi tahun yang sulit juga bagi keluarga kami. Menghitung hari-hari tersisa dalam kehidupan.

Biasanya kami pulang larut malam, tapi karena sudah lama juga tidak bertemu adikku Tina, jadi kami mampir dulu ke apartemennya. Ternyata dia sendiri, Kiyoko temannya sedang pergi ke rumah orangtuanya. Jadilah kami ajak dia makan malam bersama di restoran Taiwan. Yang saya merasa menyesal saat itu, kenapa tidak minta Tina untuk memotret kami berempat! Baru ingatnya setelah jalan pulang.

Well, week end is over, and back to reality.

Musim Hujan Tlah Tiba

1 Jun

Meskipun Jepang terkenal dengan 4 musim, yaitu Musim Semi, Musim Panas, Musim Gugur dan Musim Dingin, ada lagi tambahan satu musim yang bisa dikatakan “nyempil” di antara Musim Semi dan Musim Panas. Dalam bahasa Jepang disebut dengan Tsuyu. Dan biasanya itu dimulai awal bulan Juni, dengan pernyataan dari Japan Meteorological Agency akan adanya Tsuyu Iri 梅雨入り , awal musim hujan.

Anjing dan anak-anak pada hari hujan karya Iwasaki Chihiro
Anjing dan anak-anak pada hari hujan karya Iwasaki Chihiro

Sudah sejak Hari Kamis lalu hujan terus turun di Tokyo, terutama pada sore hari. Sehingga saya dan Riku harus menjemput Kai di penitipan naik bus bersama, tidak bisa naik sepeda. Karena hujan rintik-rintik maka Kai cukup memakai jas hujan dan dia enjoy sekali jalan di bawah hujan. Tapi hari Minggu ini, hujan tidak bercanda.

Sabtu saya dan anak-anak sudah seharian berada dalam rumah, karena di luar hujan dan temperatur menunjukkan 20 derajat celcius. Brrr. Minggu pagi lebih sedikit hangat 25 derajat, dengan hujan rintik. Dan sekitar jam 11 kami memutuskan untuk keluar rumah. Bisa “berjamur” rasanya jika kami tinggal dalam rumah saja. Tujuannya makan siang dan pergi ke Museum Seni Chihiro. Dua tempat yang terletak tidak jauh dari rumah kamu, selalu kami lewati tapi belum sempat kami mampiri. So today is the day!

Taman yang tertanam dalam lantai... hmmm ide interiornya boleh juga nih

Restoran Marushima 丸嶋 spesialisasi soba (mie Jepang) dan ikan. Kami tidak menduga restoran ini begitu bagus interior dalamnya. SO JAPANESE. Harga makanannya juga tidak mahal, dan yang pasti Gen dan Riku suka Soba dingin, jadi….bisa-bisa pamor restoran ini di keluarga Miyashita akan mengalahkan restoran sushi dekat rumah.

Sashimi maguro dengan parutan yamaimo

Jadi kami memesan Soba untuk kami berempat, padahal aku sebetulnya kepingin sekali makan ikan. Jadi Gen memesan Yamakake Maguro, yaitu Maguro (Tuna) mentah yang dipotong kotak-kotak dan diberi parutan ubi “Yamaimo” Dioscorea japonica, yang juga disebut dengan Tororo. Parutan ubi ini akan membentuk sebuah saus seperti kanji. Hmmm mungkin orang Indonesia tidak akan suka dengan penampilan yamaimo ini karena ….. mmmm maaf ..seperti ing*s yang berwarna putih. Tapi percayalah, yamaimo ini sangat berkhasiat untuk pencernaan bahkan menjadi bahan obat tradisional China untuk penderita kencing manis.

Dan yang mengherankan adalah Riku, terlebih Kai suka sekali makan maguro dengan yamaimo itu. Cuma bagi orang tertentu yamaimo memang bisa menimbulkan alergi gatal-gatal. Dan karena Kai pertama kali, saya tidak tahu bahwa ternyata Kai agak alergi dengan yamaimo. Dia sempat rewel mulutnya gatal. Tapi untung tidak parah, tidak sampai membuat bibir dower seperti disengat lebah.

Meja dengan hiasan display

Setelah selesai makan, kami berjalan menuju Museum Seni Chihiro yang ternyata terletak persis di seberang restoran ini. HTM Museum ini 800 yen untuk orang dewasa, bagi balita sampai pelajar SMU gratis. Senang sekali kami berdua, karena Riku senang melihat lukisan-lukisan Chihiro dan langsung berkata bahwa dia juga ingin mencoba melukis.
“Jadi mama … belikan aku pensil warna dan cat air ya? …”
“Ada di rumah… kamu saja selalu berantakin jadi tidak tahu bahwa kamu punya sebetulnya”. Diem deh hihihihi….

Chihiro Art Museum

Chihiro Iwasaki was born on December 15, 1918, in Takefu, Fukui Prefecture, and moved to Tokyo the following year. She began to study sketching and oil painting at the age of fourteen under Saburosuke Okada, and Japanese calligraphy when she was eighteen, under Shuyo Oda of the Fujiwara Kozei School. Her first work for children was a set of illustrated “paper-theater” storytelling panels called Okasan no Hanashi (The Story of a Mother) in 1950, and in 1956, she created her first picture book, Hitori de Dekiru yo (I Can Do it All by Myself). She won many prizes, among them: Graphic Prize Fiera di Bologna for Kotori no Kuru Hi (The Pretty Bird) in 1971, and Bronze Medal of the Leipzig International Book Fair for Senka no Naka no Kodomo-tachi (Children in the Flames of War) in 1974. In autumn of 1973 Chihiro was diagnosed with liver cancer. She died the following year on August 8 at the age of fifty-five.

Yang membuat satu keluarga bisa betah berkunjung ke museum ini, yaitu disediakannya perpustakaan Picture Book dan sebuah Ruang Bermain bagi balita. Sementara Riku membaca di perpustakaan, saya dan Kai bermain di play room nya. Di playroom itu tentu terdapat juga buku-buku untuk anak balita. Ada beberapa Picture Book yang kami sudah punya, tapi banyak lagi yang lain yang belum punya. Benar-benar seperti toko buku bagi balita.  Apakah saya membacakan buku untuk Kai? Tidak, dia konsentrasi penuh bermain mobil-mobilan sendirian hihihi. Persis waktu kami mau pulang itulah hujan deras turun membasahi bumi. Sudah lama sekali kami tidak melihat hujan sederas ini. Karena mobil kami diparkir di restoran Soba, Gen lari pergi mengambilnya dan memindahkan ke parkiran museum yang tadi wkatu kita datang penuh parkirannya. Sementara itu saya dan dua anak memasuki Gift Cornernya.

Aduuuh susah deh membawa dua anak yang cerewet dan memiliki kemauan masing-masing. Ada aja yang satu mau minta dibelikan ini, sedangkan Kai langsung main ambil dan bermain di pojokan (yang memang disediakan) . Gift Corner dipenuhi dengan bermacam barang yang berhiaskan lukisan Chihiro yang khas. Anak-anak! Memang karyanya banyak dipakai untuk program Unicef juga.  Selain lukisan Pater Sato yang memakai media craypas, lukisan Chihiro yang memakai cat air ini juga termasuk dalam koleksi seni saya (seni ni yeee).

Akhirnya dalam hujan, dengan dua payung, saya dan Kai, serta Riku dan papanya, kami  pulang ke rumah dengan gembira. Ternyata berempat dalam payung berhujan-hujan juga cukup romantis…..as a family!

Menyetir di Jepang

31 Mei

Pertama kali saya datang ke Jepang, a long long time ago, saya mendapatkan lalulintas Jepang yang…. tenang dan dewasa (uhuy). Terbiasa dengan lalulintas di Jakarta, saya agak kaget dengan perbedaan yang mencolok. Mobil-mobil yang berseliweran itu kebanyakan berwarna putih/silver. Jarang sekali saya melihat mobil berwarna-warni merah, biru, hijau dll. Ya mungkin kebetulan saja, atau jaman itu orang-orangnya belum begitu “ekspresif”. Karena sekarang cukup banyak mobil berwarna dibanding tahun waktu saya datang pertama. Selain warna mobil, yang pasti beda dengan mobil di Indonesia adalah soal kaca jendela yang tidak rayban. Kalau di Jakarta sedapat mungkin pakai kaca film 70% lebih , tapi di sini hampir tidak bisa dijumpai yang sehitam di Jakarta. Kalaupun ada biasanya mobil itu putih, disupiri pemuda berkacamata hitam dan bertirai putih renda di dalamnya. Nah biasanya ini mobil milik geng yakuza. Katanya sih dulu ada nomor tertentu di plat nomornya, tapi waktu aku tanyakan pada gen dia tidak tahu.

Selain faktor fisik mobilnya, ada lagi yang lain, yaitu tidak terdengarnya klakson mobil. Mereka hanya mengklakson JIKA DARURAT. Tidak ada ketergesaan, salip-menyalip, dan yang pasti belok kanan harus setelah jalur lawan selesai lewat. Kecuali memang kosong atau diberi “beam” oleh pengemudi di jalur lawan. WAHHHH masalah “beam” atau lampu besar yang terbalik dengan di Jakarta ini benar-benar membuat saya pusing awalnya. Kalau di Indonesia orang memberikan lampu “beam” berarti… “SEENAKNYA AJE LU, JANGAN MASUK GUE MAU LEWAT!” , sedangkan di Jepang, “MONGGO JENG, kamu masuk duluan aku tunggu…..”. Sehingga awal-awal menyetir saya masih suka bengong kalo di beam, sampai berkali-kali dibeam  baru “ngeh” dan jalan…. tak lupa mengangkat tangan mengucapkan terima kasih.

Kondisi ini juga sama jika kita ingin masuk dalam antrian. Dan tak lupa setelah diberi jalan, biasanya kita menyalakan “lampu hazard” 2-3 kali sebagai isyarat “arigatou–terima kasih”. Pertama saya tidak mengerti kenapa setiap mendapat jalan, Gen, suamiku selalu menyalakan lampu hazard itu. Baru setelah dia jelaskan bahwa itu “etika berkendara” saya juga selalu berusaha menyalakan hazard untuk menyatakan terima kasih. Kecuali kalau terburu-buru, daripada bingung ya bisa beri klakson ringan satu kali. Lampu Hazard juga dipakai jika tiba-tiba mendadak terjadi kemacetan/antrian di highway supaya mobil di belakang kita “alert” dan berhati-hati sehingga tabrakan beruntun dapat terhindari.

Pejalan kaki diutamakan, jadi tidak ada tuh yang “bablas” Zebra Cross jika ada yang mau menyeberang. Mobil harus menunggu pejalan kaki. Sangat senang melihat anak-anak SD yang imut-imut menyeberang sambil mengangkat tangan kanannya. Pertama saya pikir kenapa harus angkat tangannya ya? Lalu teringat…. mereka kan masih pendek, kalau-kalau tidak terlihat jadi lebih baik angkat tangan. Selain itu di badan mereka pasti ada warna kuning sebagai alert. Entah di ranselnya atau topinya.

Pokoknya menyetir di Tokyo itu harus sabar, alon-alon penuh perhitungan. Karena kondisi jalan yang sempit, berkelok-kelok, apalagi dekat stasiun yang banyak pejalan kaki dan pengendara sepeda… wadaw deh. Belum lagi di jalan besar perasaan setiap  500 meter ada lampu merahnya… huh… Kalau sekali sudah terjebak lampu merah, biasanya berikutnya dan berikutnya juga pasti akan bertemu lampu merah hihihi. Apalagi kalau musti berada di belakang pengemudi amatir yang menggunakan tanda “hijau” yang disebut wakaba mark (melambangkan musim semi? wakaba= daun muda…. hihihi masih ijo gitu) dan pengemudi lansia yang mengunakan tanda “merah” yang disebut momiji mark (melambangkan musim gugur… udah mau gugur?….hiiiii).

(Lambang daun hijau dan daun merah ini ditempelkan pada mobil di tempat yang mudah terlihat depan belakang)

Yang sering menjadi pertanyaan adalah berlakukah SIM Internasional di Jepang? Hmmm saya sendiri tidak pernah pakai SIM Internasional, jadi lebih baik ditanyakan di Jakarta sebelum ke Jepang. Tapi menurut saya akan sulit sekali menyetir di Jepang tanpa tahu bacaan Kanji, atau paling sedikit lambang-lambang kanji yang dipakai dalam berlalu lintas. Memang ada car-navigation yang berbahasa Inggris, tapi mencari mobil dengan car-navi yang berbahasa Inggris di rental car juga cukup sulit.

Saya sendiri menukar SIM A Indonesia saya tidak lama setelah tinggal di Jepang (itu berarti miminal 15-16 tahun lalu…. ) . Waktu itu saya sempat tersandung di ujian praktek karena tidak memperhatikan kanji  徐行  dibaca JOUKO (aduuuh mas JOKO ini memang menyulitkanku saja) artinya harus berhenti dalam jarak 1 meter setelah menginjak rem atau kecepatan 10 km. Oleh petugas testing, saya disuruh ikut kursus lagi. No way lahhh, kursus mengendara di sini?  Minta ampun mahalnya… 300.000-500.000 yen. Nah solusinya, saya pergi ke Tempat Ujian yang lain di Samechu, Shinagawa. Di sana memang bagi pemegang SIM Indonesia bisa menukar tanpa test, cukup membawa paspor saja. (Mungkin karena di daerah ini banyak diplomat Indonesia). Jadi deh dalam sejam saya punya SIM Jepang, sampai sekarang memegang Gold Card (Pengendara teladan tanpa kesalahan)

Mas Joko yang menyandungku...
Mas Joko yang menyandungku

Tapi cara seperti saya itu tampaknya sudah tidak berlaku lagi. Jadi bagi yang mau menukar SIM Indonesia di Jepang harap mencari informasi yang lebih aktual seperti di sini.

Oh ya satu lagi tambahan, kalau mau menyetir di Tokyo, disarankan pakai mobil otomatis, jangan manual. Selain jalan banyak tanjakan (pegeeeeel deh) jalan juga sering macet, apalagi di jalan-jalan utama. Mobil kami sekarang adalah manual, sehingga saya harus siap mental dan jasmani jika mau nyetir ke dalam kota Tokyo atau ke Yokohama. Kalau Gen yang nyetir sih…. saya bobo hihihihi…

Sekarang saya malas nyetir karena sebelum pergi sudah harus bertengkar dengan supir baru yang cerewet ini
Sekarang saya malas nyetir karena sebelum pergi sudah harus bertengkar dengan supir baru yang cerewet ini

(Posting ini terinspirasi oleh tulisannya Mbak Tuti yang berjudul “Nyopir Ampe Mati“.  )

Topeng Monyet? BUKAN!

30 Mei

Waktu saya baru datang ke Jepang, saya sempat kaget waktu berjalan di daerah pertokoan, dan mendengar suara musik seperti topeng monyet. Tentu saja lebih berirama dan lebih lengkap, tapi pasti mengingatkan saya pada topeng monyet di Indonesia. Karena pertunjukan musik sambil berjalan yang ada di Indonesia hanyalah topeng monyet, bukan?

sumber: wikipedia japan
sumber wikipedia Japan

Tapi yang pasti orang Jepang akan marah kalau kita menyamakan Chindon-ya ini dengan topeng monyet. Karena Chindon-ya adalah artis terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan komposisi 3 atau 5 orang dengan pakaian kimono. Mereka membawa tetabuhan dan alat tiup dan berjalan ke sana ke mari. Untuk minta uang seperti pengamen jalanan?

Tidak! Tugas mereka adalah mempromosikan sebuah toko yang akan dibuka atau memanggil tetamu supaya datang ke toko tersebut. Kadang kala mereka akan membagikan selebaran/pamflet yang berisi keterangan toko. Memang kebanyakan toko yang memakai jasa chindon-ya ini adalah toko pachinko (semacam pinball).

Chindon-ya ini awalnya di Osaka pada akhir abad 19, dan sekarang sudah mulai jarang terlihat. Jika Anda sedang berlibur ke Jepang, dan masih berkesempatan melihatnya, pasti Anda beruntung!

Tidur Cepat, Bangun Pagi dan Makan Pagi

28 Mei

Ini adalah kampanye dari Departemen Pendidikan Jepang kepada pelajar di Jepang, serta orang tua mereka. “Hayane, Hayaoki, Asagohan 早寝早起き朝ごはん”。 Sudah sejak Riku di penitipan anak (hoikuen) 保育園 saya mengetahui slogan ini. Waktu itu baru mulai digembar-gemborkan. Tapi kondisi waktu itu tidak memungkinkan bagi saya untuk menjalaninya. Karena saya masih sering pulang mengajar larut, sehingga Riku baru pulang sampai rumah jam 9 malam bersama papanya. Saya sendiri sampai rumah jam 10 malam, masak 30 menit, makan 30 menit, dan tidur jam 11:30- 12:00an. Jadi Riku terbiasa tidur larut, meskipun bangun paginya juga tidak terlalu lambat (paling lambat jam 8 sudah bangun).

Tapi sejak Riku masuk TK, saya berhenti mengajar semua kelas malam. Sehingga Riku bisa tidur pukul 8-9 malam, dan bangun pukul 6-7 pagi keesokan harinya. Karena harus membawa bento (bekal makanan) di TK, maka sekaligus saya persiapkan makan pagi untuk dia, dengan menu yang sama dengan apa yang dibawa.

Simbol slogan Tidur Cepat, Bangun Cepat dan Makan Pagi
Simbol slogan Tidur Cepat, Bangun Cepat dan Makan Pagi

Kenapa sih Departemen Pendidikan Jepang sampai harus mengumandangkan slogan ini? Pertama, adanya kenyataan bahwa jumlah kejahatan anak dan remaja yang semakin serius. Misalnya pada tahun 2004 terdapat 134,852 kasus kejahatan anak/remaja. Selain itu dirasakan ritme kehidupan anak-anak yang semakin “ngawur”. Misalnya balita yang tidur sesudah pukul 10 malam, jumlahnya semakin bertambah. Dalam survey tahun 1990 diketahui bahwa jumlah yang sebesar 31% itu, 10 tahun kemudian (2000) menjadi 50%.  Jumlah murid SD/SMP yang tidak makan pagi juga dibandingkan 5 tahun sebelumnya terlihat pertambahan yang mencolok. Misalnya data tahun 1995 menunjukkan 13% murid SD dan 19% murid SMP tidak sarapan pagi, sedangkan pada tahun 2000 jumlah itu menjadi 16% dan 20%. Padahal dari survey diketahui bahwa murid yang selalu makan pagi, test/ujiannya cenderung mendapat nilai yang tinggi.

Dari berita NHK yang saya tonton seminggu lalu, juga dibahas tentang kegiatan kampanye “Tidur Cepat, Bangun Pagi dan Makan Pagi” ini.  Berdasarkan suatu survey, anak-anak yang tidak bersemangat (malas-malasan) ternyata 9% dari mereka selalu makan pagi setiap hari, sedangkan 38% tidak makan pagi. Hal ini juga terjadi pada anak-anak yang bertempramen “cepat panas, jengkel/kesal”. Ketika ditanya apakah kamu sering merasa jengkel/kesal, maka didapat jawaban 32% dari mereka itu tidak makan pagi, dibandingkan 18% dari mereka yang makan pagi setiap hari. Jadi makan pagi ternyata berpengaruh pada semangat dan kepribadian anak-anak. (Selain itu ada juga survey mengenai makan bersama keluarga atau makan sendiri… ternyata makan bersama keluarga itu lebih baik daripada makan sendiri —- ya memang semestinya begitu sih)

Jadi, sekarang pun saya selalu menyiapkan makan pagi untuk Riku sebelum dia berangkat ke sekolah pukul 7:45. Meskipun saya sudah tidak usah menyiapkan bento (bekal makanan) lagi.Wah tidak usah menyiapkan bento ini merupakan suatu “anugerah” buat saya. Pusing juga loh memikirkan isi bento itu. Karena harus memikirkan keseimbangan gizi/vitamin , dan faktor “keindahan” (supaya mau dimakan —untung Riku makan apa saja) dan “kepraktisan” (tidak bisa memasukkan masakan yang berkuah dalam bento itu).

Sekitar pukul 12:20 sampai 13:00 sesudah jam pelajaran ke 4, disediakan makan bersama di sekolah yang namanya kyushoku 給食. Karena sekolah Riku adalah sekolah negeri, maka yang memasak di dapur sekolah itu berada dibawah (dipekerjakan oleh)  pemerintah daerah. Sebetulnya hari Rabu kemarin, saya bisa mencoba makanan yang disajikan kepada anak-anak itu. Tapi karena kemarin ada rapat/kegiatan PTA dari pagi dan setelah itu saya harus cepat-cepat menjemput Kai di penitipan, maka saya tidak bisa mencoba makanan murid SD itu. Tapi bau kare yang enak (karena mild saya tidak merasa keberatan karena pada dasarnya saya tidak suka makan kare) yang dipersiapkan di dapur itu memenuhi satu gedung sekolah. Dan bau itu cukup menggugah perut yang lapar.

Menurut Riku sih makanan yang disajikan setiap hari sekolah (Senin-Jumat) ini enak. Selain makanan utama juga ada buah/kue dan susu. Jadi setiap hari Riku juga minum susu di sekolah. Bahkan pada tanggal 25 kemarin, dengan riangnya pulang ke rumah dan mengatakan, “Mama tadi kyushokunya dessertnya cake loh…enak!” Dalam hati saya pikir, mentang-mentang tanggal 25 adalah hari gajian (di Jepang kebanyakan hari gajian adalah tgl 25), jadi makanannya juga istimewa hihihihi.

Petugas kyushoku harus memakai baju ini, dan tugas ini berlaku selama satu minggu. Pada hari jumat, pakaian ini dibawa pulang untuk dicuci dan dibawa kembali ke sekolah seninnya.
Petugas kyushoku harus memakai baju ini, dan tugas ini berlaku selama satu minggu. Pada hari jumat, pakaian ini dibawa pulang untuk dicuci dan dibawa kembali ke sekolah seninnya.

Murid-murid itu makan di mana? Tentu saja makan di kelas masing-masing, karena tidak ada ruang makan khusus. Masing-masing anak setiap hari harus membawa alas piring dan serbet untuk melap mulut. Lalu setiap kelas mempunyai daftar petugas kyushoku. Murid-murid yang bertugas itu bersama gurunya akan mengambil sebuah meja dorong yang berisi panci nasi, sup dan lauk yang sudah diatur oleh pemasak. Jadi ada yang bertugas membagi nasi, membagi sup dan lauk. Juga jika ada sisa, bagi yang mau tambah masih bisa. Awal-awal Riku masuk SD, dia sering melapor pada saya bahwa dia menambah makanan waktu kyushoku (oi oi, jangan banyak-banyak ntar gendut hihihi)

meja dorong berisi nasi, sup dan lauk pauk
meja dorong berisi nasi, sup dan lauk pauk

Makan yang sama bersama teman-teman, bertanggung-jawab pada tugas masing-masing, menghabiskan makan tanpa ada suka/tidak suka pada makanan, banyak sekali manfaat dari kyushoku ini (selain meringankan tugas ibu menyiapkan bekal). Memang SD di Jepang itu gratis, tidak bayar uang sekolah, tapi untuk makan kyushoku ini kami harus membayar 4.358 yen (kelas 1 SD) setiap bulannya. Dengan perincian 1 tahun makan 198 kali, satu kali makan 227 yen. Yang pasti tidak bisa membeli makanan di restoran seharga 227 yen dengan keseimbangan nutrisi yang diperhatikan. Cara bayarnya dengan transfer otomatis dari rekening pos. (Jangan disangka tidak ada yang tidak mau membayar juga loh. Akhir-akhir ini banyak kejadian orang tua tidak mau membayar kyushoku bukan karena tidak bisa membayar tapi karena tidak mau membayar. Sehingga pemerintah daerah harus menutupi biaya tersebut dari pemasukan pajak warga. )

Well memang tidur cepat, bangun pagi dan makan pagi merupakan kebiasaan yang sangat baik untuk menuju hidup sehat.  BTW, hari ini sudah makan pagi belum?????

28-5-2009-12:12

Singkat-menyingkat

23 Mei

“km b4 sdh smp di 7an dgn slmt. Bsk pg bgt brgkt naik GA ke Sby. ”

Arrrghhh saya paling benci membaca sms yang penuh dengan singkatan begitu. contoh saja b4 itu bisa dibaca berempat atau before dalam bahasa Inggris kan? Memang yang disingkat kebanyakan adalah bunyi vokal sehingga kita masih bisa mereka-reka dari ke 5 vokal yang ada, kata apa yang dimaksudkan. OK deh kalau singkatan itu dituliskan pada sms untuk menghemat pulsa. TAPI, please jangan diteruskan ke dalam blog atau catatan akademis Anda. Belum lagi kalau tulisannya dalam satu kata terdapat penggunaan huruf besar/angka yang tidak pada tempatnya. Semisal aQ suKa an9ka sEmbiLaN ugggh… sorry aja kalau ada yang merasa tapi terus terang bikin pusing. (Ada yang pake angka 8 untuk B ngga ya? seperti 8ukan)

Padahal bahasa Indonesia sudah mengakui adanya singkatan dan akronim. P.T.  yang bisa singkatan dari Perguruan Tinggi atau Perseroan Terbatas (bisa dilihat dari konteksnya), SIM atau WNI, yang merupakan penyingkatan huruf awalnya saja atau sosbud, pemilu, tilang (bukti pelanggaran) yang merupakan akronim. Kalau yang lain-lainnya juga mau disingkat lagi, bagaimana jadinya bahasa itu?

Posting ini memang bukan untuk membahas bahasa Indonesia. Apalah saya ini sehingga mau “sok tau” melangkahi pak Sawali yang memang guru Bahasa Indonesia, atau penulis-penulis handal seperti pak EWA dan mas DM (mas loh uhuuy) dan mbak Tuti Nonka. Saya cuma mau mencoba menjawab pertanyaan Ariez yang nyasar ke shoutbox saya (Ngga tau juga kenapa dia sampai mempertanyakan hal penyingkatan bahasa Jepang ke saya, dan sayanya kok jadi tergelitik untuk menjawab).

Sebetulnya satu kanji dalam bahasa Jepang sudah mewakili satu kata, sehingga untuk term tertentu, satu kanji saja bisa dipakai. Misalnya dalam rekening bank ada kanji (普) yang singkatan dari 普通 futsuu, rekening biasa. Atau simbol sebelum/sesudah nama perusahaan (株) yang merupakan singkatan 株式会社 kabushiki kaisha, perseroan terbatas.  Atau yang sering terdapat dalam kartu nama orang Jepang yang bekerja di Kantor besar (代) singkatan dari 代表 Nomor telepon utama mereka.

Satu Kanji juga sering dipakai di surat kabar untuk menunjukkan nama negara. Misalnya 印 untuk India, 仏 untuk Perancis,  独 untuk Jerman, 米 untuk USA, 伊 untuk Italia. Untuk Indonesia? tidak ada tuh, biasanya dipakai katakana saja インドネシア。

Biasanya kata-kata yang disingkat (略称)juga merupakan nama yang mungkin aslinya panjang, kemudian disingkat dengan mengambil huruf-huruf awal dari frase. Yang paling sering adalah nama perusahaan, nama universitas,nama departemen atau kantor-kantor pemerintah. Dan ini sering menghiasi poster, slogan-slogan yang dipasang di tempat umum selain surat kabar Jepang.

  • 東大 早大 慶大 上智大 専大 (Tokyo University, Waseda University, Keio University, Sophia University, lalu tempat saya juga ngajar Senshu University)
  • 全日空 (ANA) maskapai penerbangan ANA; 日航 (日本航空) maskapai penerbangan JAL; 日石(新日本石油) Nisseki, perusahaan minyak
  • 全農 (全国農業協同組合連合会) Japan Agriculture; 入管 (入国管理局) Kantor Imigrasi;  東京フィル (東京フィルハーモニー交響楽団) Tokyo Philharmonic Orchestra
  • 文科省 (文部科学省) Departemen Pendidikan dan Science;  農水省 (農林水産省) Departemen Pertanian, Kehutan dan Perikanan

Bagi mahasiswa, singkatan yang sering didapat misalnya, 入試 dari 入学試験 ujian masuk setiap jenjang pendidikan dari SD sampai universitas. 一限  dari 第一限目 Mata kuliah jam pertama (dst).  Untuk tugas akhir 卒論  dari 卒業論文 skripsi,  修論 dari 修士論文 thesis,  博論 dari 博士論文 disertasi.

Dalam kehidupan kita sehari-hari tentunya tidak bisa lepas dari  kata-kata ini : アニメ anime singkatan dari アニメーション animation;  アポ apo singkatan dari アポイントメント appointment ; エコ eko singkatan dari エコロジーecology;  コネ kone  コネクション connection; コンビニ konbini singkatan dari  コンビニエンスストア convinience store; デパート depato singkatan dari  デパートメントストアdepartement store;  サントラ santora singkatan dari  サウンドトラック sound track;  ケータイ ketai singkatan dari 携帯電話 keitaidenwa (ponsel)  ;着メロ chakumero 着信メロディ chakushin melody (nada panggil); デジカメ dijikame singkatan dari  デジタルカメラ digital camera ; リモコン rimokon リモートコントローラー remote control;  バイトbaito singkatan dari  アルバイトarbaito (kerja sambilan); パンスト pansuto singkatan dari  パンティーストッキング panty stocking; ママチャリ mamachari singkatan dari  ママ用チャリンコ (自転車) mama yo charinko (jitensha) – sepeda untuk ibu-ibu yang mempunyai keranjang depan belakang untuk belanja.

Nah, ternyata bisa dilihat bahwa yang banyak dipakai itu singkatan dari  katakana ya? Meskipun belum bisa dikatakan kesimpulan karena perlu penelitian lebih lanjut. Kanji yang saya ambil contoh itu juga saya pilih yang paling sering saya dengar/lihat dan mungkin dimengerti orang asing. Karena banyak sekali yang tidak bisa dimengerti tanpa Anda tinggal di Jepang.

Wah senang juga sih bisa menulis yang agak serius sedikit tentang bahasa Jepang, dan ingat kembali keinginan untuk meneliti macam-macam.  Paling sedikit saya bisa menghasilkan satu posting deh dalam waktu 1,5 jam research (cihuuuy). Akhir kata saya mau bilang 39 sankyu (thank you ) -arigatou pada  Ariez yang telah membangkitkan kenangan mahasiswa (baca : meneliti) malam ini.

Lupa mau tulis ini 新型インフル shingata infuru singkatan dari shingata influenza a.k.a flu babi. Baru nih… fresh from the oven hihihi

*****************************

Gara-gara baca komentarnya Muzda, aku teringat deh pernah delete id YM seseorang yang berbahasa begini:

W   : Quwh dpet ID mu dri tmend quw namanya ***.. tau kan??
EM: oooh ok
W   : quwh tertarik nge add samean cz ktanya samean kerja d jepang yah??
EM: tinggal di jepang
W   : jga kerja d sanah kn??
EM: ya kerja sbg dosen  part timer
W   : ooooooooo skrg msh da d jepang??
EM: msh
W   : gmn critanya samean bsa kerja d sanah??
EM: wahhh panjang lah ceritanya, mending baca di blog saya
EM: sudah 17 th di sini, ceritanya ngga habis 5 menit
W   : gy sbug pa nie samean??
EM : saya sedang kerjain terjemahan
EM : kamu laki atau perempuan sih?
EM : bhsnya kayak laki2
W    : ya perempuan lah.. emangnya knp??
W    : mav yah klo emang ganggu samean….
W    : klo ganggu mending saya klwar ja deh…
EM : samean itu apa?
EM : sampeyan sih ngerti
EM : kebiasaan sms pasti
W   :  yah maksudnya sampeyan,, getoo..
W   : iyaah..

Langsung saya delete deh ID nya….. kesel bener, ngga ada hormat-hormatnya. Bukannya gila hormat, tapi daripada dia ngetik samean, jelas lebih dikit ngetik MBAK kan? trus seperti yang Muzda cerita, MAV untuk maaf, QUWH untuk aku (masih mending AQ deh) . Mau nyingkat tapi diperbanyak di kata-kata yang ngga perlu seperti QUWH dan Getoo (jelas lebih pendek gt kan?

(Kalau ada yang khawatir dia baca tulisan ini? Bodo amat deh biar dia tahu bahwa bahasanya aneh. Dan orang kayak gini jelas-jelas ngga akan baca kalimat yang panjang-panjang hahahaha…ywd (ya udah deh , ini juga singkatan baru sodara-sodara, kali ada yang ngerasa …sorry ya dipake jadi contoh hihihi)  ihhh syirik deh quwh.

Kunci Cinta?

20 Mei

Waktu saya datang ke Jepang, 4,5 tahun pertama  saya geshuku “indekost” dengan keluarga Jepang. Keluarga ini terdiri dari Bapak, Ibu, 2 anak laki-laki, 2 orang Srilanka (satu mahasiswa dan satu lagi sebagai “asisten rumah tangga”), dan 2 putri dari Indonesia (Ratih dan saya). Hanya kalau waktu makan saja, sang nenek yang tinggal di rumah belakang rumah kami, datang untuk makan bersama.

Kamar kost saya di Jepang -awal kedatangan jadi belum banyak barang-
Kamar kost saya di Jepang -awal-awal kedatangan jadi belum banyak barang-

Kami masing-masing menempati satu kamar, dan saya mendapat kamar di lantai dua, dengan tangga yang curam. Tapi dengan demikian, penyakit phobia saya akan ketinggian sedikit demi sedikit bisa sembuh. Setiap kamar berkunci karena dulunya rumah ini pernah dipakai sebagai ryokan (penginapan ala jepang), jadi tentu untuk privacy sang tamu, perlu dipasang kunci. Tapi biasanya kamar dalam rumah Jepang tidaklah berkunci. Kalaupun ada kunci pasti bisa dibuka dari luar untuk emergency.

kunci kamar
kunci kamar

Bagaimana dengan WC dan kamar mandi? WC pastilah berkunci, meskipun pintunya pintu geser atau pintu buka. Tapi seperti yang saya katakan di atas kuncinya bisa dibuka dari luar dengan menggunakan koin. Dan untuk kamar mandi di manapun baik di rumah ataupun di hotel/penginapan biasanya tidak berkunci. Biasanya pintu geser untuk memasuki ruangan space yang dipakai untuk wastafel dan buka baju, baru kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang dilengkapi dengan bak untuk berendam. Awal-awal saya agak kagok mandi tanpa kunci, tapi semua anggota keluarga biasanya tahu kalau pintu geser tertutup berarti ada orang yang sedang menggunakan. Kalau ibu semang saya,Mrs K kami memanggilnya, sering juga memakai wastafel untuk make-up selagi saya berada di dalam kamar mandi. Tapi itu tidak menjadi masalah bagi saya, karena sebetulnya Jepang mempunyai kebiasaan untuk mandi bersama (tentu saja sesama jenis) di pemandian umum yang disebut sento  seperti yang pernah saya tulis di “Kei-chan dari Pemandian Fukunoyu”.

Semua lemari yang ada dalam rumah tidak berkunci. Kalau mau yang berkunci maka harus memesan/membeli khusus. Jadi otomatis kunci dari satu rumah hanyalah kunci pintu masuk saja. Satu saja. Dibandingkan dengan rumah saya di Jakarta yang bangunan belanda kuno, pernah kami hitung seluruh kunci pintunya ada 33 buah! Memang tidak kami bawa semua. Kunci kamar bisa kami sembunyikan di tempat-tempat tertentu, dan yang dibawa paling 1-2 anak kunci saja. Tapi ritual mengunci pintu setiap mau pergi paling sedikit makan waktu 5 menit sendiri (termasuk mengeceknya kembali hehehe).

Nah, karena di rumah ini ada Asisten rumah tangganya, kami tidak perlu membawa kunci rumah. Tapi karena saya sering pulang larut (letak universitas saya jauh dari kost kira-kira 1,5 jam perjalanan, dan kalau mengebel rumah, menunggu dibukakan bisa mengganggu kenyamanan semua (termasuk si Asisten RT) saya diberikan AIKAGI, kunci duplikat untuk bisa masuk langsung ke lantai dua lewat pintu belakang.

Aikagi, atau kunci duplikat memang merupakan jalan keluar yang terbaik jika rumah tangga itu tidak mempunyai pembantu. Dan di Jepang, biasanya semua anggota keluarga mempunyai kunci pintu rumah sendiri. Riku pun sekarang punya kunci rumah, seperti yang pernah saya tulis di “Anak Kunci”. Yang menjadi masalah, sering saya jumpai di dalam drama atau film di Jepang, pasangan yang belum menikah pun mempunyai kunci duplikat dari rumah pacarnya. Dia bisa masuk kapan saja dia mau.  Dan tentu saja kondisi yang sama bagi aijin (wil atau pil — selingkuhan) memiliki aikagi ini. Karena sering mendengar istilah aikagi yang seperti ini di drama, saya selalu berpikir tulisan kanji dari kunci duplikat adalah 愛鍵 tapi ternyata 合鍵 keduanya sama-sama dibaca aikagi, tapi yang kanji pertama berarti Kunci Cinta, sedangkan kanji yang kedua berarti Kunci yang Persis (sama). Padahal pakai tulisan kanji cinta juga tidak ada salahnya ya? (maunya saya aja hehehe).

So, apakah Anda sekarang mempunyai/membawa kunci rumah sendiri? Atau selalu menunggu dibukakan pintu oleh Asisten Rumah Tangga atau orang tua Anda?

(Saya tidak punya kunci rumah di Jakarta, sehingga waktu saya pulang larut abis dugem, terpaksa deh saya sms bapak saya minta dibukakan pintu. Untung baru jam 12:30 …. Belum jam 3 pagi hihihi)

NB: Saya sudah lama mau menulis soal AIKAGI ini tapi jadi lebih terdorong menulis hari ini setelah membaca postingan mas trainer yang INDEKOS.

Tokyo Tower and mother

10 Mei

Jumat malam, anak-anak sudah tidur jam 9 malam. Saya menemani Gen yang baru pulang untuk makan malam sekitar jam 10 sambil bercerita soal Riku,Kai dan hariku di universitas. Dan saat itu Gen mengganti chanel TV yang tadinya berita, menjadi sebuah adegan film. Waktu itu tepat adegan seorang laki-laki yang pulang ke rumah bersama pacarnya, dan sang Ibu menyambut dengan masakan yang hangat. Hommy.

Dan aku tahu, film ini adalah sebuah film yang bagus, karena pernah diulas di televisi, sehingga merasa sayang kami mulai menonton sudah setengah (biasanya film dimulai jam 9 malam dan selesai jam 11 malam). Cerita tentang seorang anak lelaki yang ibu dan bapaknya bercerai karena main perempuan. Umur 3 tahun, dia dibawa ibunya ke rumah kakek-neneknya di desa, dan dibesarkan oleh ibunya yang bekerja banting tulang sendirian.  Setiap hari dia makan masakan ibunya yang sangat lezat (ofukuro no aji) , sampai dia berumur 15 tahun ingin berdikari dan pergi dari sarangnya (baca: desanya). Menuju Tokyo, dia masuk SMA kesenian dan akhirnya Institut Kesenian. Antara lulus dan tidak, ancaman menjadi mahasiswa abadi, dia tetap dikirimi uang kuliah oleh ibunya, bahkan sampai dia membuat hutang sana sini.

Salah satu adegan yang terkenal. Hei, kapan terakhir Anda menggandeng Ibu Anda?

Setelah dia berhasil menjadi “orang” (sebagai penulis), melunasi hutangnya, dan dia memanggil ibunya untuk tinggal bersama di Tokyo. Setahun pertama dia mengajak ibunya jalan-jalan dan menikmati Tokyo. Ya, saya ikut menangis waktu melihat adegan si Pemeran Utama menggandeng ibunya menyeberangi jalan. Hei, anak laki-laki…. kapan terakhir kamu menggandeng ibumu? Dalam adegan itu Si Anak mengatakan pikirannya, “Aku pertama kali menggandeng ibuku. Aku yang menggandeng ibuku. Dulu waktu aku kecil Ibuku yang menggandeng aku. Sekarang dia mulai melemah, aku yang menggandeng dia”. Duh… aku juga jadi kangen mama. Kapan terakhir aku menggandengnya?

Waktu kukecil, ibuku yang menggandengku.....
Waktu kukecil, ibuku yang menggandengku.....

Adegan itu menjadi semakin menyedihkan karena saat itu dia sudah tahu bahwa ibunya menderita kanker, dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kemoterapi. Sang Anak harus melihat ibunya yang kesakitan menahan efek sesudah kemo seperti mual-mual dan kejang-kejang. Duhhh,  akting pemeran ibu yang memang artis kawakan itu hebat … tapi waktu saya melihat film itu saya tidak henti menangis dan berdoa, semoga ibu atau keluarga saya jangan sampai ada yang harus menderita kanker. Tidak tahan atas rasa sakit treatment kemoterapi itu, sang Ibu minta supaya treatment itu dihentikan. Dan dokter berkata pada sang Anak, hidup ibunya tinggal 2 bulan lagi.

Yang juga menjadikan film ini benar-benar filmnya orang Jepang adalah adegan  perjuangan sang Anak untuk menulis novel dan ilustrasi yang deadlinenya persis di hari pemakaman ibunya. Di sebelah jenazah ibunya, dia menulis, menulis dan menulis terus, sambil bercakap-cakap dengan ibunya. Dan terakhir dia tidur kelelahan di samping jenazah ibunya setelah menyelesaikan tulisan yang ditagih penerbit.

Pada suatu hari yang cerah, Sang Anak membawa Ihai (kayu bertuliskan nama yang diberikan pendeta Buddha, fungsinya sama dengan batu nisan)  menaiki Tokyo Tower, dan memenuhi janjinya memperlihatkan kota Tokyo dari atas. Tokyo Tower tu juga selalu terlihat dari jendela kamar ibunya di Rumah Sakit.

a real multitalented
a real multitalented person

Judul film ini  “Tokyo Tower, my mom, me and sometimes my father”. (東京タワー オカンとボクと時々オトン). Ditulis oleh “Lily Franky” , nama lain dari Nakagawa Masaya, yang berangkat dari kisah nyatanya yang dinovelkan. Dijadikan drama seri di televisi pada tahun 2006, dan kemudian menjadi film di layar lebar tahun 2007.  Novelnya sendiri mendapat penghargaan HonyaTaisho 2006 (penghargaan yang diberikan oleh Serikat Toko Buku kepada buku yang terlaris tahun itu) . Waktu saya mencari siapa sih Lily Franky itu, ternyata dia adalah multi talented person yang berprofesi sebagai illustrator, writer, penulis essei, novelist, art director, designer, pemusik, pencipta lagu, aktor, fotografer….. (uhhh bikin ngiri ngga sih tuh?). Foto diambil dari CinemaToday.

Pemeran Sang Anak adalah seorang aktor muda yang lumayan terkenal bernama Odagiri Joe. Ibu diperankan artis Kiki Kirin. Wah kalau artis ini memang hebat kalau memerankan seorang ibu yang tangguh. Dan dia adalah ibu mertua dari Motoki, Mokkun, aktor yang pernah saya bahas dalam film Okuribito, Sang Pengantar.

Setelah film itu selesai, kami berdua menyayangkan karena menonton tidak dari awal. Tapi saya mungkin tidak mau menonton ke dua kalinya, karena saya tahu pasti saya akan menangis terus, dan menjadi homesick ingin bertemu mama. Dan kami baru sadar saat itu bahwa film ini diputar untuk merayakan Hari Ibu, Mother’s Day yang jatuh pada hari ini, tanggal 10 Mei 2009. So untuk semua Ibu, Happy Mother’s Day. (I love you MyMama…. really do). Dan saya juga mau memberikan selamat khusus kepada Mbak Tuti Nonka yang hari ini berulang tahun. Happy Birthday to you mbak Tuti …. I love you too.

Hari Ibu Internasional selalu dirayakan pada hari Minggu ke dua di bulan Mei,demikian pula Father’s Day yang dirayakan pada hari Minggu ke tiga bulan Juni. Jika ingin tahu coba buka saja portal yahoo.com hari ini, dan di situ ada animasi kangguru memberikan bunga Tulip pada ibu Kangguru.

NB:
Saya berkata pada Gen, “Saya selalu bilang pada orang-orang bahwa saya tidak suka menonton, tapi kok lumayan sering menulis tentang film di T.E. ya? hihihi.”
Katanya, “Kamu harus berterima kasih sama aku”
huh….

hihihi have a nice SUNDAY.

Pengalaman Demokrasi -2-

8 Mei

Kali ini saya mau bercerita tentang perkumpulan orang tua murid di SD nya Riku. Tanggal 16 April yang lalu, saya menghadiri acara pertemuan pertama antara guru dan orang tua murid. Ceritanya dalam acara itu, masing-masing orang tua bisa saling mengenal dan juga mengenal guru walikelas anaknya. Seperti biasa, Guru memperkenalkan diri dulu. Guru Riku ini masih muda, tapi sudah bekerja di SD ini 5 tahun. Jadi saya perkirakan umurnya 27 tahun (rata-rata lulus universitas berusia 22 tahun). Namanya Chiaki Sensei.

Kemudian satu-per-satu orang tua murid memperkenalkan diri. Dan yang lucu di sini, memperkenalkan diri bukan dengan nama si ibu tapi “Saya ibunya Riku Miyashita”. Jadi nanti juga kalau bertemu dan memanggil seseorang akan “…… chan no mama (ibunya …chan)” “Riku kun no mama (Mamanya Riku)” . Dan waktu memperkenalkan diri, diminta untuk menyebutkan “kebaikan – sisi baik sang anak”. Well, saya dapat giliran kira-kira nomor 10, dan aku langsung berkata: “Saya mamanya Riku. Seperti kalian tahu, saya bukan orang Jepang, saya datang dari Indonesia. Saya tidak sedisiplin orang Jepang dalam mendidik anak, jadi kalau Riku berbuat nakal atau tidak sopan, tolong kasih tahu saya. Selama ini Riku selalu bersama saya, lebih suka di rumah. Baru dua hari yang lalu dia berani pergi ke toko sendiri. Kalau ditanya apa yang bagus dari Riku ,maka saya bilang tidak tahu. Karena apa yang menurut saya bagus, belum tentu menurut Anda bagus. Jadi sensei lihat saja nanti Riku bagaimana. Dia makan apa saja. Suka sayur, jadi tidak sulit untuk makanan.”

Setelah semua orang tua murid memperkenalkan diri, tiba waktunya untuk memilih 3 orang wakil untuk menjadi pengurus PTA. Satu dari 3 orang itu akan menjadi PTA Inti yang mengelola semua kegiatan anak sekolah dari kelas 1 sampai 6. Sedangkan 2 yang lainnya, menjadi wakil kelas, mengurus kegiatan kelasnya saja dan menjadi anggota bagian kegiatan PTA. Satu kelas rata-rata 30 anak (kelas Riku 32 anak), dan diharapkan ada 3 orang yang bersedia mau menjadi wakil kelas.

………………….. Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua saling pandang. Wah saya kaget juga dengan kondisi ini. Karena waktu Riku TK, orang tua murid di kelas Riku amat aktif. Dalam hitungan menit sudah ada tangan-tangan yang bersedia. Tapi di SD ini….. kenapa tidak ada yang mau ya?  Saya jadi kangen dengan ibu-ibu di TK yang begitu aktif. Memang ada ibu yang tidka mungkin menjadi pengurus karena mempunyai bayi, dan anaknya ada 4/5 orang. OK deh kalau si Ibu itu impossible mengatur waktunya. Tapi saya lihat masih banyak kok yang sebetulnya “kelihatannya” punya waktu. (Dan waktu saya cerita bahwa ibu-ibu tidak ada yang mau, Gen bilang… ya biasanya memang tidak ada yang mau hihihi)

Terus terang saya ingin tahu. Saya ingin tahu bagaimana sih orang Jepang berorganisasi. Saya yang biasa berorganisasi sejak SMP, rasanya gatal kalau tidak ikut. Sebelum pertemuan memang Gen sudah bilang,

“Pasti kamu mau ikut jadi pengurus PTA kan? ”
“Ngga boleh?”
“Ya boleh dong… tapi jangan bilang saya kerja di universitas, nanti saya disuruh bantu-bantu macam-macam hehehe”

Tapi karena tidak ada satupun yang bersedia, saya juga jadi bingung. Masa saya yang orang asing sok tahu angkat tangan dan bilang, “OK, saya mau” Duuh, nanti digencet lagi anakku hehehe. Lima menit lewat,  belum ada yang mau, sedangkan pengurus PTA yang lama, sudah menunggu nama-nama calon pengurus baru. Mereka berdua mengancam, kalau tidak ada yang mau, bisa-bisa diadakan undian. Kalau undian, siapa yang dapat harus mau, jadi lebih baik dan diharapkan ada yang bersedia.

Kebetulan ibu yang duduk di sebelah saya, anaknya juga di TK yang sama dengan Riku meski berlainan kelas. Saya ajak dia untuk angkat tangan. Sementara saya juga bertanya pada Pengurus PTA yang dua orang itu, misalnya saya tidak bisa mengikuti rapat pada hari Jumat bagaimana. Karena saya sudah pasti setiap Jumat tidak bisa. “Well, tidak ada pemaksaan kok. kan masih banyak pengurus yang lain”. Dan ada kata-kata dari dia yang membuat saya akhirnya angkat tangan adalah “Dalam 6 tahun anak Anda bersekolah di sini, harus menjadi pengurus satu kali. Dan daripada nanti jika anak sudah di kelas atas, lebih baik lebih cepat menjadi pengurus lebih baik. Dan kalau sudah satu kali menjadi pengurus, SELANJUTNYA TIDAK USAH.” Loh… biasanya kalau di Indonesia, orang yang sudah terpilih, dia pasti akan dipilih terus-terusan, sehingga tidak bisa lepas dari organisasi. Jadi ada kesan terpaksa. Sehingga biasanya orang juga takut untuk mulai masuk organisasi karena takut tidak bisa “keluar” dari situ.

“Wah kalau begitu, OK saya mau…. “. “Miyashita san terima kasih, siapa lagi yang mau?” Dan teman sebelah saya mengangkat tangannya. Asyiiik terpengaruh juga dia. hihihi.

Akhirnya terpilihlah 3 orang wakil kelas, dan teman saya Rie ini yang akan menjadi pengurus Inti. Sebagai pengurus kelas, kami bertiga langsung dibagikan tanda patrol keamanan untuk ditempelkan di sepeda, dan ditaruh di tas. Dan langsung kami harus mengikuti Rapat Umum Pengurus Inti dan pengurus kelas PTA tanggal 22 April.

Dalam rapat yang diadakan tanggal 22 April itu, sudah langsung dibagi bahwa ada 3 bidang yang harus dipilih. Bidang Kebudayaan, Bidang Kegiatan Anak-anak dan Bidang Keamanan. Saya sebetulnya ingin masuk ke bidang kebudayaan, karena tugasnya hanya membuat seminar tentang apa saja sebulan sekali. Kan gampang tuh…. paling-paling cari pembicara, meeting, tentukan tanggal, buat undangan, persiapan, pelaksanaan lalu terakhirnya evaluasi. Sudah kelihatan kerjanya.

Tapi, berhubung teman saya yang menjadi pengurus Inti itu sudah mengurusi bidang kebudayaan, maka saya tidak bisa masuk ke situ. Saya harus pilih antara Bidang Kegiatan Anak-anak atau Bidang Keamanan. Duuuh kalau keamanan saya males deh, soalnya musti patroli senja hari, memantau keselamatan anak-anak, apakah ada yang masih bermain di luar (baca 5:30). Memantau rumah-rumah yang menjadi tempat pelarian anak-anak Kodomo 110. Lalu sesekali naik patrol car, bersama polisi untuk inspeksi daerah-daerah berbahaya. Saya langsung bilang, “Wah kalau senja saya tidak bisa, karena saya masih ada balita. Saya kan tidak bisa patroli dengan membonceng balita. Saya di Bidang Kegiatan Anak-anak saja ya.”

Untung saja teman pengurus sekelas yang satunya mau masuk ke Bidang Keamanan… (agak maksa juga sih saya hihihi). Jadi deh saya menjadi anggota Bidang Kegiatan Anak-anak. Dan ternyata ….. kegiatan bidang ini yang paling SIBUK!!! Dooohh. Coba deh saya tulis kegiatannya apa saja.

1. Sebulan sekali ikut rapat umum PTA
2. Mengumpulkan bellmark, yang dibagi menjadi kelompok
3. Mengumpulkan eco cap
4. Mengadakan bazaar untuk murid tanggal 19 Juni (sudah pasti saya tidak bisa ikut karena hari Jumat)

Kegiatan nomor 2 dan 3 itu loh yang tidak mengenal waktu. Karena begitu terkumpul banyak, harus segera dikirim. Yang lucunya kedua kegiatan ini pernah saya ulas di TE. Eeee jadinya malah harus mengumpulkan. Tapi karena saya sudah mengerti jalan ceritanya, ya saya tidak bego-bego banget dengan bertanya, “Bellmark itu makanan apa sih?” hihihi.

Nah, yang bagusnya di rapat per bidang, semua yang memang terpilih jadi pengurus ini, ternyata lumayan aktif. Begitu si Ketua bidang tanya, siapa yang mau urus ini-itu, langsung ada yang menjawab. Jadi kali ini saya yang diam, menunggu sisa kerjaan aja hehehe (maklumlah di sini kan ada pemikiran sempai-kohai senior-junior  juga, saya kan masih ortu dari kelas 1, masih kroco , tidak boleh menonjol….. ).

Jadi begitulah…. saya sekarang menjadi “sok sibuk” dengan kegiatan kepengurusan PTA sekolahnya Riku. Tapi saya jadi bisa melihat secara langsung kebiasaan orang Jepang dalam berorganisasi, dan pengejawantahan demokrasi dalam masyarakat Jepang skala kecil. Dan  kalau ada cerita lucu kan bisa jadi bahan posting di TE hehehe.

Setelah Rapat Umum tanggal 22 April ini, kami harus menghadiri Sidang Pleno PTA pada tanggal 30 April. Sebelumnya sudah dibagikan segepok laporan yang harus kami baca sebelum menghadiri Sidang Pleno tersebut. Namanya keren ya… Sidang Pleno…. apa saja sih yang dibicarakan?

…….bersambung