Mamma Mia!!! kok lelet banget ya?

30 Jan

Tadi pagi ada sesuatu di televisi yang membuat suami saya terlambat pergi kerja. Yaitu sebuah interview televisi Jepang dengan Merryl Streep, si pemain di film “Mamma Mia”. Wah memang dia sudah tua ya, sudah terlihat keriput di sana sini. Tapi ada satu kata-katanya yang cukup memberikan inspirasi (ah kata-kata ini aku tidak begitu suka… tapi ngetrend banget sih di Indonesia) yaitu, “Keep your spirit, jangan mau kalah dengan umur. Tapi jangan mengingkari umur juga. Yang penting jangan putus asa! ” 年に負けず Kira-kira begitulah kata-kata dia yang sudah diterjemahkan dengan subscript 字幕 di bagian bawah dalam tulisan bahasa Jepang (Dan saya selalu membaca script-script seperti itu, makanya saya benci jika terjemahannya salah)

Kenapa juga Merryl Streep diwawancarai hari ini? Ternyata hari ini , ya HARI INI tanggal 30 Januari 2009, FILM MAMMA MIA itu baru diputar di bioskop-bioskop di Jepang. WELL, coba baca ulasan adikku si Lala di sini. Postingannya di tanggal 13 Oktober jeh. Di Indonesia sudah main lama (udah kunoooo). Tapi di Jepang baru hari ini. Saya juga sudah bisa (sudah bisa bukan berarti sudah menonton loh… lain sekali… ) nonton di dalam pesawat SQ waktu pulkam akhir Oktober-November lalu. TAPI di bioskop Jepang, orang-orang Jepang baru bisa nonton HARI INI. Kenapa kok bisa begitu?

Ya, ini adalah sebuah masalah yang kelihatannya sulit untuk diatasi oleh masyarakat film di Jepang. Sudah pasti film-film dari Luar Negeri baik itu film hollywood atau film asing lainnya membutuhkan penerjemahan. Penerjemahan itu bisa berbentuk subscript (tulisan di bawah kalau di Indonesia dan di samping kanan kalau di Jepang — karena tulisan kanji itu dari atas ke bawah-kanan ke kiri) atau sulihsuara. Akhir-akhir ini lebih banyak film yang memakai sulih suara. Jadilah kita menonton film action di Swachi -chan ( Schwarzenegger)   dengan suara om-om Jepang yang terus terang saja TIDAK MACHO sama sekali. Kalau sudah dipasang di televisi memang kita bisa switch ke bahasa asli atau bahasa Inggris, tapi kalau di bioskop kan tidak bisa seenak perut. Pasti yang dipasang yang bahasa Jepang.

Film Wall-e yang Riku tonton bulan Desember lalu juga sudah di-sulihsuarakan ke dalam bahasa Jepang! Oi oi… makanya orang Jepang sampai kapanpun akan sulit berbahasa Inggris karena tidak terlatih!. OK deh Karena Wall e adalah konsumsi anak-anak yang belum bisa bahasa Inggris, mau tidak mau memang harus memakai sulih suara. Saya katakan MAU TIDAK MAU!. kenapa? Ya karena sulit untuk memberlakukan penulisan subscript terjemahannya di dalam film. Nah! kenapa lagi tuh.

Untuk menerjemahkan pembicaraan bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang tentu saja memakai KANJI. Pengetahuan Kanji anak-anak SD- SMP tentu saja masih terbatas. Akan ada banyak tulisan yang mereka tidak bisa baca dan mengerti. Yah, kalau begitu pakai hiragana saja. Nah itu dia masalahnya, kalau pakai hiragana maka kalimat yang harus ditulis akan semakin panjang. Ternyata ada ketentuan bahwa panjangnya satu subscript film hanya boleh memakai 13 huruf dalam 2 baris. Alasannya manusia hanya bisa membaca 4 huruf dalam 1 detik. Dan ternyata sekarang pun jumlah huruf yang 13 itu menjadi semakin sulit. Banyak pemuda Jepang yang tidak keburu membaca 13 huruf itu. Ini berhubungan dengan menurunnya kemampuan pemuda Jepang menguasai Kanji, menurunnya berbagai pengetahuan umum, termasuk sejarah dan budaya. Misalnya Soviet dalam bahasa Jepang disebut ソ連(それん), dan banyak pemuda yang tidak tahu apa itu.

Jadi sekarang banyak pengimpor film asing yang berputar haluan membuat sulih suara untuk film-film yang akan diputar di bioskop maupun di video. Dan proses pembuatan sulih suara itu memang lebih memakan waktu daripada hanya menambahkan subscript pada film. Karena proses panjang itulah sering kali kami yang di Jepang harus menunggu film-film baru hollywood yang sudah diputar di Indonesia paling cepat 3 bulan sesudahnya. Ironis ya? Dan JUDUL FILM nya bisa berubah, disesuaikan dengan bahasa Jepang misalnya Basic Instinct jadi 氷の微笑 (harafiah nya senyum es). Karena itu saya paling benci kalau murid-murid saya memberitahukan judul film holywood yang sudah diterjemahkan. Pasti saya tanya, “Bahasa Inggrisnya apa?” hehehhe. Dan tentu saja mereka tidak tahu! Kalau sekarang enak, bisa tanya sama Paman Google. Dulu belum lahir tuh Pamannya.

Sebagai tambahan saya juga ingin menceritakan pengalaman nonton bioskop di Tokyo. Saya tidak tahu apakah akhir-akhir sudah berubah, tapi yang pasti jika kita mau nonton film di bioskop, kita membeli karcis secepat mungkin. Kalau film baru malah biasanya harus antri berjam-jam. Nah, kalau di Indonesia kan biasanya kita bisa memilih tempat duduk yang ada, sehingga kita bisa pergi dulu jalan-jalan dan sebelum film mulai kita kembali ke gedung bioskop itu. Nah, kalau di Jepang, tidak ada sistem memilih tempat duduk. Siapa cepat masuk dia bisa memilih mau duduk di mana. Karena itu, sesudah membeli karcis, semua akan antri lagi di depan pintu masuk. Bayangin deh, dengan tiket di tangan kita masih musti tunggu lagi 1 jam untuk berebut tempat! Bete bete deh. Pernah saya mau membeli tempat duduk VIP saja. Eeee ternyata tempat duduk VIP itu bedanya hanya berada persis di tengah-tengah bioskop dengan tanda alas duduk berwarna putih! Mending kalau kursinya kursi sofa empuk bisa selonjoran. No! sama seperti yang lain tapi ada alas sandaran bahu/leher berwarna putih. Harganya? dobel …. HuH! Mending nonton DVD di rumah saja. Tapi mungkin juga sistem ini sudah berubah, soalnya sudah lama tidak nonotn film di bioskop sih.

Tapi yang enak sih memang dulu pernah nonton film di bioskop di daerah Chiba (desa? …heheeh jangan marah ya untuk mereka yang tinggal di Chiba). Kita bayar satu film tapi bisa nonton berkali-kali asal tidak keluar dari bioskopnya. Jadi bisa juga masuk tengah-tengah film duduk, dan nonton lagi mulai awal (jadi bisa nonton satu setengah film hahahaha… bener-bener deh gaya mahasiswa. Kalo anak 80-an bilangnya BOKIS!!! (Yang pernah ngajak saya nonton di Chiba baca posting ini ngga ya hehehe)

So, apakah saya akan nonton Mamma Mia hari ini? TIDAK. Hari ini hujan terus, dan saya tidak suka menonton. Nanti saja kalau saya naik SQ ke Singapore mungkin bisa menonton film baru dalam pesawat (kalau Kai tidak rewel— Kalau Riku sih enjoy banget nonton film dia, waktu itu pp dia menonton Kungfu Panda dan terbahak-bahak sendirian. Dan film itu memakai sulih suara bahasa Jepang! )

(Tadi sempat lihat trailernya di http://www.mamma-mia-movie.jp/enter.html     hmmm si Pierce Brosnan sudah tua ya —well saya juga sudah tua sih—  padahal aku suka banget sama dia waktu main di Return of the Saint)

Desa Setengah Hari

25 Jan

Kenapa namanya desa Setengah Hari? Ya, karena desa itu hanya “hidup setengah hari saja”. Kalau desa-desa lainnya, bangun pada terbitnya matahari kemudian bekerja dan kembali ke rumah untuk beristirahat pada waktu petang selama kira-kira 12 jam, maka desa Setengah Hari ini hanya menikmati “matahari” selama 6 jam saja. Sedangkan malamnya 18 jam.

“Brrrrr dingiiiiinnnnn. Saya akan memulai menceritakan sebuah desa yang bernama “Desa Setengah Hari”. Baruuuuu akan mulai cerita saja, saya sudah menggigil. Desa itu adalah desa yang dingiiiiin. Habis, di desa itu hanya setengah hari saja terangnya. Loh, kenapa kok setengah hari? Ya, di belakang desa itu ada sebuah gunung yang amat tinggi. Pagi hari waktu sang matahari terbit, karena tertutup gunung itu, sinarnya tak terlihat. Setelah tengah hari, akhirnya matahari yang sudah tinggi menampakkan wajahnya dari balik puncak gunung itu. Barulah desa itu menjadi terang…. menjadi pagi. ”

Begitulah baru pada tengah hari, pagi datang dan segala kehidupan di desa itu berjalan. TAPI, pagi itu hanya sebentar karena segera menjadi senja. Dan jika senja hari tiba,  angin bertiup dari danau yang berada di muka Desa Setengah Hari itu menyebar ke seluruh desa dan mebuat desa itu menjadi dingin. Kehidupan terhenti. Apalagi pagi yang ditanam di desa itu, tidak cukup matahari sehingga hasil produksi padi hanyalah setengah dari jumlah produksi padi desa lain. Akibatnya penduduk desa itu semua kurus,pucat dan lemah.

Di desa itu hidup seorang anak bernama Ippei. Pada suatu malam dia mendengarkan percakapan kedua orang tuanya. Yang membicarakan tentang desa mereka yang aneh. Seandainya tidak ada gunung itu… apa daya gunung tak dapat dipindahkan!

Keesokan harinya Ippei naik ke gunung membawa kantung. Mengisi kantungnya dengan bebatuan dari gunung itu, lalu menuruni bukit menuju ke danau. Dibuangnya bebatuan itu ke dalam danau. Setelah beberapa kali melakukan itu, siang pun tiba. Teman-teman Ippei melihat Ippei melakukan sesuatu yang aneh dan bertanya, “Ippei kamu ngapain?”

“Aku mau membenamkan gunung itu dalam danau!”

“GILA!” semua temannya menertawakan Ippei. Namun Ippei tidak peduli dan terus melakukan pekerjaannya. Memindahkan bebatuan gunung ke dalam danau. Setiap hari!

Lama kelamaan teman-teman Ippei melihatnya, menjadi ingin tahu dan ikut-ikutan membawa kantung serta meniru Ippei. Satu-dua orang lama kelamaan seluruh teman Ippei melakukannya karena tidak mau ketinggalan.

Orang dewasa yang melihat kelakuan anak-anaknya berkata, “Goblok, kalau mau mengangkut batu jangan pakai kantung! Pakai karung seperti ini!” Lalu kalau mau menggali, caranya begini. Satu-dua orang dewasa mulai mengajari anak-anak itu. Dan lama kelamaan semua orang dewasa ikut mendaki gunung dan memindahkan bebatuan itu ke dalam danau. Karena jika dia saja tidak ikut, merasa dikucilkan dari kegiatan desa. Dan perasaan matahari timbul lebih cepat dari biasanya!

Bertahun tahun mereka melakukan itu. Orang dewasa meninggal dan  Ippei yang kanak-kanak menjadi dewasa. Namun kegiatan itu tidak terhenti. Anak Ippei dan teman-temannya sebagai ganti bermain, mengusung bebatuan dari atas gunung dan memindahkannya ke danau.

Sampai suatu pagi, ketika ayam berkokok, matahari pun menyinari seluruh desa Setengah Hari. Puncak gunung menjadi datar, dan danau yang ditimbuni batu-batu gunung itu luasnya menjadi setengahnya. Di atas setengah danau itu pun dijadikan sawah. Dan sejak saat itu Desa Setengah Hari berubah nama menjadi desa Sehari.

NOTHING IS IMPOSSIBLE!

“Desa Setengah Hari” Hannichi Mura, (1400 yen) diterbitkan tahun 1980 oleh penerbit Iwasaki Shoten. Pengarangnya Saito Ryusuke (cerita) dan Takidaira Jiro (hangga). Cerita ini langsung masuk dalam buku teks pelajaran di Sekolah Dasar Jepang. Hangga adalah seni cetak dengan memakai cetakan cukilan kayu (seperti cap) . Salah satu jenis seni rupa Jepang yang menggugah kesenian global. Jika Anda pernah mendengar UKIYO-E maka itu adalah salah satu hasil hangga.

Isi cerita diterjemahkan dan dirangkum oleh Imelda.

NB: Saya mendapat buku ini dari mantan murid saya Kuchiki Keiko, yang bercita-cita membuat perpustakaan bahasa Indonesia di Tokyo. Dia banyak menulis puisi dalam bahasa Indonesia, dan sempat belajar bahasa Jawa di UGM, setelah selesai menamatkan BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) UI. Juga pernah membantu mendirikan perpustakaan di salah satu desa di Sumba. Sayang sekali saya sudah lama tidak berjumpa yaitu sejak saya mulai hamil Kai. Terakhir saya mendapat kartu tahun baru yang menuliskan bahwa dia juga sering membaca blog ini. Kuchiki san, apa kabar?

Tusuk Gigi yang Urusan Istri

18 Jan

Wah saya jadi terpecut ingin menulis setelah saya membaca mengenai “Personal Branding” di tulisannya Pak EWA yang ini (http://webersis.com/2009/01/09/personal-branding/). Dan saya komentari bahwa blog saya itu “gado-gado” atau “pensil warna” (Themes pertama blog saya adalah pensil warna, mewakili tujuan saya ngeblog. Dan setiap saya ganti themes, mas trainer bilang bahwa yang pensil warna adalah “the top one”). Dan sambil saya menulis komentar itu saya kok terpikirkan untuk menulis tentang “tusuk gigi”. Entah kenapa.

Lah, ada apa dengan si tusuk gigi? Karena tusuk gigi dalam bahasa Jepang disebut TSUMAYOUJI つまようじ 爪楊枝. Sedangkan tsuma itu berarti istri dan youji bisa berarti urusan/hal (Kanjinya memang BEDA! tapi bacaannya (hiragananya) sama.  Jadi tusuk gigi adalah urusan istri? Hmmm untuk para wanita mungkin akan marah ya jika sampai tusuk gigipun menjadi urusannya para istri. Atau jika dikatakan urusannya para istri ‘hanya’ seperti tusuk gigi yang terbuat dari kayu/bambu pendek (kira-kira 10 cm) dengan ujung yang tajam. Apalagi fungsinya hanya untuk ‘mengorek-korek’ kotoran di gigi yang katanya mas trainer namanya slilit (terus terang saya baru tahu kotoran di gigi itu namanya slilit. Nah saya belajar lagi dari blogger kan! Silakan baca postingannya mas trainer yang di sini. ) Sebal ya para istri, kita-kita ini dihubungkan dengan kotoran gigi!!!!

Tapi coba bayangkan kalau tidak ada si tusuk gigi! Betapa susahnya kita mengeluarkan kotoran gigi itu. Mau pakai jari? kegedean. Mau pakai bolpen …jorok! Mau gosok gigi… iya kalau bawa sikat gigi. Dicari-carilah sesuatu yang bisa dipakai untuk menghilangkan slilit itu. Dan memang tusuk gigi itu yang paling tepat. PAS! Karena itu orang yang sering mengalami masalah dengan sisa makanan di sela-sela giginya pasti membawa tusuk gigi kemana-mana (kayaknya tergantung dari  jenis makanan yang dimakan dan susunan gigi juga ya. Kita serahkan masalah ini pada mbak Tanti dan mbak Noengki yang ahlinya. Silakan baca mengenai tusuk gigi yang diposting Mbak Noengki di sini)

Ada sebuah joke mengenai tusuk gigi yang diceritakan papa waktu saya kecil, dan saya rasa mungkin teman-teman yang lain pernah dengar. Begini ceritanya:

Di sebuah rumah, majikan mencari-cari tusuk gigi di meja makan dan sekitarnya tapi tidak ketemu. Dia yakin pasti tusuk gigi itu masih banyak. Lalu dia panggil pembantunya:

” Min……..!!! mana tusuk gigi yang ada di atas meja?”
“Ngga tahu bu. Mungkin bapak …”
“Mana mungkin bapak ke kantor bawa tusuk gigi sama tempat-tempatnya. Edan!”
“Saya bener ngga tahu bu. Wong saya kalau pake sesuatu saya selalu kembalikan pada tempatnya!
” Whaaaat………..#&$'(‘$&#”$!”  (Bayangin si pembantu kembalikan tusuk gigi yang habis dia pake yieks   hihihihihi)

Tusuk gigi ada di semua negara dan katanya telah ada selama ribuan tahun sebagai alat pembersih gigi. Bahkan katanya ada yang terbuat dari perak, atau dihias dengan permata segala. Maunya saya sih tusuk gigi bisa di daur-ulang …maklum enviromentalis …cieeee. Katanya Mas Wiki sih di Korea ada tusuk gigi yang bisa dimakan hehehhe. Bagus juga tuh idenya, asal jangan nanti tusuk giginya nyelip di gigi lagi hihihi.  Dan saya rasa di semua negara pun fungsi isteri sama pentingnya seperti tusuk gigi. Kecil, tapi dicari dan berguna. Jadi…. Eman-eman! meskipun seperti tusuk gigi, istri janganlah dibuang setelah dipakai! Nanti susah carinya loh….dan baru terasa pentingnya! Jangan lupa kembalikan istri Anda kembali ke tempatnya semula setelah dipakai ya! (seperti si pembantu gitu hahahaha)

tusuk gigi bagi environmentalis hehehe buatan Inggris dan harganya 13 ribu yen saja tuh hihihi (Rp 1.300.000 kira-kira)
tusuk gigi bagi environmentalis hehehe buatan Inggris dan harganya 13 ribu yen saja tuh hihihi (Rp 1.300.000 kira-kira). diambil dari : http://www.yumetai.co.jp/shop/g/g69226000000/

Nah, bener kan blog saya tuh “gado-gado” heheheh…..

Nasi kepul yang dikepal

17 Jan

Ya memang kalau mau membuat nasi kepal, nasi harus dalam keadaan mengepul. Kenapa nasi harus dikepal sih? Saya masih ingat dulu ibu saya berkata bahwa dia sering membuat nasi kepal kecil waktu anak-anak masih balita,  dan mulai meninggalkan susu/bubur untuk makan nasi biasa (dalam bahasa Jepangnya makanan peralihan masa ini disebut Rinyushoku 離乳食) Nasi kepal itu dibubuhi garam dan dalam sekejap kami makan.

Setelah kita dewasa, saya rasa jarang yang masih makan nasi kepal bukan? Tapi di Jepang Nasi kepal boleh dibilang adalah bagian dari kebudayaan orang Jepang. Karena mutu beras Jepang memang memungkinkan membuat bentuk yang bagus dan mudah dikepal. Nasi kepal ini disebut ONIGIRI atau OMUSUBI. Saya sudah pernah membahas tentang onigiri ini pada posting saya yang ini pada tanggal 18 Juni 2008 karena memang tanggal tersebut merupakan peringatan onigiri.

Tapi waktu saya lihat display “kalender pinter” di komputer aku kok  ada tertera “Hari OMUSUBI” untuk tanggal 17 Januari ini. Loh kok bisa ada dua tanggal yang berbeda untuk memperingati hari nasi kepal itu? Kalau tanggal 18 Juni itu karena alasan historis, ternyata tanggal 17 Januari ini lebih kepada peringatan waktu pembagian nasi kepal kepada para korban gempa bumi, para korban berkata bahwa nasi kepal yang hangat itu yang paling berharga dan memberikan ketabahan bagi mereka.(Hari peringatan bukan hari libur loh)

Ada satu cerita anak-anak yang mengambil topik nasi kepal ini. Judulnya adalah Omusubi Kororin, kalau diterjemahkan bisa dengan “Nasi kepal menggelinding“. Karena memang menceritakan tentang seorang kakek yang membawa nasi kepal untuk bekal makan siangnya. Waktu dia mau makan, nasi kepal itu menggelinding ke bawah bukit. Si Kakek kejar terus dan nasi kepal itu  masuk ke dalam sebuah lubang. Kakek menyesal sekali, tapi kemudian dari dalam lubang terdengar lagu yang indah. Kakek yang mendengarnya menjadi gembira, dan mulai menari. Akhirnya Kakek melemparkan dua nasi kepal yang tersisa ke dalam lubang sambil berkata,” Nyanyi terus doooonng!”.

Si Kakek mau mendengar terus lagu tersebut, tapi sadar bahwa dia sudah tidak punya nasi kepal lagi. Jadi dia berteriak ke dalam lubang di tanah itu, “Nasi kepalnya sudah habis!”. Eeeeee, entah kenapa, kakek itu terjatuh dan masuk ke dalam lubang itu. Ternyata Kakek jatuh dalam sebuah ruangan yang dipenuhi tikus putih yang sedang membuat mochi. Pemimpin tikus mengucapakan terima kasih pada kakek untuk nasi kepal yang jatuh itu. Dan sambil menikmati lagu tikus-tikus yang sedang bekerja, kakek disuguhkan makanan.

Akhirnya tiba waktu si Kakek untuk pulang, dan dia berpamitan pada tikus-tikus putih itu. Sebagai hadiah, tikus membawa dua buah kotak, yang satu besar dan satunya lagi kecil. Kakek disuruh memilih mau yang mana. Katanya, “Karena saya sudah tua, saya pilih yang kecil saja” Ternyata setelah dibuka kotak itu di rumah, isinya penuh dengan uang (logam).

Rupanya tetangga si Kakek mendengar cerita bagaimana dia mendapatkan kotak berharga itu. Lalu si Tetangga ini pergi dnegan sebuah nasi kepal yang kecil. Dia melemparkan nasi kepal ke dalam lobang,  dan seperti pengalaman Kakek tadi, dia juga mendengar nyanyian para tikus itu. Tapi saking tidak sabarnya, Tetangga itu malah menjatuhkan dirinya dalam lubang. Dan dia mengalami penyambutan yang sama dengan kakek pertama.  Dasar tetangga yang rakus, dia langsung minta hadiah untuk dibawa pulang. Dan meniru kucing untuk menakut-nakuti tikus -tikus itu. Sehingga tikus menjadi berhamburan kabur. Dan akhirnya si Tetangga itu tidak mendapat apa-apa.

Alur cerita ini menekankan kesederhanaan, kerendahan hati, kesabaran (ya iya lah, kasihan si kakek udah lapar nasinya jatuh hehehe),  jangan rakus (Kakek memilih kotak yang kecil) dan kebaikan (di akhir cerita Kakek membagikan uang tersebut kepada warga desa). Rakus itu tidak bagus! Judul dan tokoh yang muncul dalam cerita otogibanashi (dongeng) ini berubah-ubah di setiap daerah.  Tapi yang pasti “tokoh” dalam cerita yang dilanjutkan turun temurun itu adalah Nasi Kepal atau Onigiri atau Omusubi.

All of you!

11 Jan

Saya teringat lagu ini, waktu saya baca sepenggal kata “All of You” dalam buku Randy Pausch, seorang profesor ilmu komputer di Universitas Carnegie Mellon, berjudul “The Last Lecture”. Randy mengidap penyakit kanker pankreas dan memberikan sebuah kuliah terakhir yang kemudian dibukukan. Untuk keterangan lengkap mengenai bukunya, silakan baca ulasan buku ini dari Bapak Oemar dan Bang Hery.

“All of You” adalah sebuah lagu yang dinyanyikan penyanyi kesayangan saya (masa bodo mau dibilang jadul kek, oldefo kek hihihi) Julio Iglesias berduet dengan Diana Ross.

(T. Renis/J. Iglesias/C. Weil)

I’ve never had this feeling before
I’ve never wanted anyone more
And something in your eyes tells me
You feel the way that I do
(I feel like you do)

If you would like to stay here all night
You know that I would say
It’s all right
‘Though I’m saying yes
I confess
I’ve got more on my mind
‘Cause I want more of you
Than your time

All of you, your body and soul
Every kind of love you can express
All the secret dreams you’ve never told
I want everything
And I’ll take nothing less
All of you as long as you live
Everything you’ve never shared before
I want all of you that you can give
All your joys and all your sorrows
Your todays and your tomorrows

How I long to feel the warmth of your touch
And then if I’m not asking too much
I’d like to spend my life wand’ring through
All the wonders of you

And when we’re lying close in the dark
So close I feel each beat of your heart
I want you to reveal what you feel
All you hold deep inside
There is nothing I want you to hide

All of you, your body and soul
Everything you want this love to be
I want all of you
All that you can give
And in return for all your giving
Let me give you all of me

All of you, your body and soul
Every kind of love you can express
All the secret dreams you’ve never told
I want everything (everything) everything
All of you as long as you live
(As long as you live)
Everything you want this love to be
I want all of you
All that you can give
In return (in return) I wanna give you

All your joys and all your sorrows…. Your todays and your tomorrows. Tentu saja kita ingin selalu bersama pasangan kita, dan mungkin jika kita mengetahui bahwa waktu kita hidup di dunia ini terbatas, kita hanya ingin berduaan saja dengan dia. Menutup pintu dunia, mengurung diri berdua dengan yang kita cintai melewati masa yang kita tahu akan segera habis. Membangun cinta yang bisa mengalahkan ketakutan menyongsong kematian…. Mau membayangkannya? Pasti banyak judul film yang bisa diberikan untuk menggambarkan perasaan seperti itu. Tapi satu film yang saya ingat saya pernah tonton (untuk seorang yang tidak suka menonton film seperti saya, pengetahuan judul film amat terbatas) adalah film Dying Young, yang dibintangi Julia Roberts. Yang pasti banjir air mata, dan tidak mau nonton lagi untuk kedua kali (saya setuju pendapat Bu Enny, film haruslah menghibur bukan membuat kita sedih).

Nah, Si Randy dalam bukunya “The Last Lecture” ini juga menuliskan bahwa seharusnya dia menghabiskan sisa waktu hidupnya yang tinggal sedikit akibat digerogoti kanker pankreas itu bersama istri dan keluarganya, bukan menghabiskan waktu (memang tidak semua waktu) untuk mempersiapkan sebuah kuliah terakhir. Yang rencananya kuliah itu diadakan sehari setelah ulang tahun istrinya (karena makan waktu untuk pergi ke tempat memberikan kuliah itu jadi pada hari ulang tahun istrinya dia sudah harus pergi)! Bisa bayangkan tidak? Sementara si istri yang mengharapkan bisa menikmati hari ulang tahun terakhirnya bersama suami, dia harus merelakan waktu berharga itu supaya Randy bisa memberikan kuliah terakhir kepada 400 orang yang berkumpul untuk mendengarkan kuliah suaminya. Well, saya juga dosen, saya juga seorang istri dan ibu… apakah saya akan berbuat seperti Randy? Apakah Gen mau merelakan saya misalnya mengadakan kuliah terakhir saya (kayaknya sih ngga hehehe). Tapi apakah saya mau merelakan Gen misalnya menjalankan tugas pekerjaannya padahal saya tahu waktu akhir itu berdengung terus? Well I know I have to… karena hidup seseorang bukan hanya dengan pasangan hidupnya saja. Meskipun kita sudah berjanji sehidup semati, bukan berarti kita harus “nempel” terus tanpa memberikan kesempatan pada dia untuk juga menikmati akhir hidupnya. Tapi mungkin saya akan sulit untuk bisa menerima seandainya dia bilang, “Aku ingin pergi mengembara sendiri akeliling dunia dan menjemput kematianku sendirian entah di gunung, lembah atau pantai….” (kayaknya ada juga kan orang yang begitu …)

Buku “The Last Lecture” memang membuat saya berpikir. Ya, berpikir tentang waktu, tentang pekerjaan, tentang keluarga dan tentang cita-cita. Saya memang sempat menangis di beberapa cerita awalnya, tetapi setelah sampai bagian sharing pengalaman hidup pekerjaannya, saya malah enjoy, ikut tertawa dan meresapkan dalam hati. Bahkan saya jadi bertanya terus apa sih sebetulnya mimpi saya itu karena isi kuliahnya itu memang bertajuk “Really Achieving Your Childhood Dream”. Nah kalau tidak punya ‘mimpi’ waktu kecil gimana dong? Tapi apakah benar saya tidak punya ‘mimpi’ waktu kecil seperti yang selalu saya katakan?

Ada banyak point yang memang saya catat, misalnya “Dont complain just work harder”, “Look for the best in everybody”, “Watch what they do, not what they say” , “Never give up” , “Sometimes all you have to do is ask, and it can lead to all your dreams coming true” dll, dll, yang kalau lihat sekilas seperti nasehat yang membosankan dan sudah basi. Tetapi kisahnya dalam masing-masing judul itu memang menarik, dan saya menyadari dia bisa menulis seperti ini karena dia memang sudah banyak pengalaman. Ladang kerjanya kaliber dunia! Apalah saya ini? Tapi di antara sekian banyak tajuk, ada dua kisah yang sangat berkesan bagi saya yaitu, yang pertama adalah “All you have is what you bring with you… so be prepared” .

Ceritanya tentang bahwa dia selalu membawa uang tunai 200 dollar (well kalau tidak ada duitnya gimana ya?) Tapi ini saya rasa benar sekali. Waktu pertama kali datang ke Jepang dan sedang sightseeing (1989 an), saya heran sempai (kakak kelas) saya yang memang sedang belajar di Jepang bilang tiba-tiba, “TUnggu di sini, saya mau ambil uang di ATM dulu” Ternyata baru saya sadari bahwa orang Jepang jarang membawa uang tunai banyak. Mereka baru mengambil uang di ATM jika perlu, karena ATM ada di mana-mana. Waktu jaman itu di Jakarta mana ada ATM. Tapi seandainya ATM nya rusak? atau ada perbaikan dalam jaringan komputernya seperti yang akhir-akhir terjadi pada bank saya? Atau misalnya terjadi gempa besar, tidak  bisa ambil uang di bank?

Ceritanya mengenai Norman Meyrowitz seorang top executif Macromedia, yang dengan tenangnya mengambil cadangan lampu proyektornya, waktu tiba-tiba lampu proyektor yang akan dipakainya untuk presentasi itu mati. Wah mungkin tasnya pinjam kantong ajaibnya Doraemon ya? Tapi saya dulu juga sering membawa macam-macam dalam tas saya sehingga jika diperlukan ada. Mulai alat tulis sampai benang/ jarum dalam sewing kit. Tapi tinggal di Jepang, negara yang praktis, yang mempunyai toko konbini (convenience store yang buka 24 jam dan tersedia apa saja membuat saya juga berpikir praktis dan tidak lagi mempersiapkan segalanya karena pikir toh bisa beli. Tapi kalau tidak ada uangnya juga tidak bisa membeli apa-apa. So memang sebaiknya kita selalu waspada dan bersiap-siap. Dan saya memang selalu memikirkan kemungkinan terburuk, meskipun kadang saya merasa capek dengan pemikiran ini. Randy mengatakan, a way to be prepared is to think negative, the worst case scenario. Saya banget tuh…

Dan tulisan dia yang kedua yang saya setuju sekali adalah mengenai hilangnya kebiasaan menulis tangan, “The lost art of Thank You Notes” katanya. Well, dia yang ahlinya komputer… bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan komputer tentunya. Tapi dia masih merasakan perlunya handwrite notes. Tulisan tangan dalam sebuah memo, atau kartu…. karena itu menunjukkan bahwa memang kita manusia, humanbeing yang menulis dengan perasaan. Semoga saya masih bisa bertahan dengan kebiasaan menulis sesuatu dalam ucapan kartu atau fax meskipun memang terkadang sms dan email lebih cepat. But saya membayangkan wajah si penerima sama seperti wajah saya yang berseri sambil tersenyum ketika menerima surat atau kartu di kotak pos saya.

How JAWA are you?

7 Jan

Aduuuuh aku mau ngakak bener deh begitu selesai menjawab kuis tentang “How Jawa are you?” di FaceBook. Karena jawabannya gini :

Wong Jowo Asli

sampeyan benar-benar orang jawa Tulen, jangan melupakan kebudayaan, unggah ungguh dan tata krama, matur sembah nuwun

***********************

Nah loh…. padahal? Dalam diriku TIDAK ADA darah jowo-jowoan sama sekali! Meskipun mama pernah tinggal di Yogya (Tapi itu kan mama, bukan saya! Saya hanya pernah tinggal di jakarta dan JAPAN not JAVA  — tidak seperti abang Sony yang orang Batak tapi jawa banget karena pernah sekolah di sono). Saya juga bukan Novi, adik saya yang menikah dengan wong Solo dan punya rumah kedua di Klaten sono. Pernah sih punya mantan pacar orang Jawa (gede di Jakarta) sebentar hihihi (dan yang pasti tidak pernah dia mengajari saya bahasa/ budaya jawa). So? …mau tahu pertanyaannya? Sebetulnya lebih enak ikut kuisnya langsung di FB supaya bisa langsung dapat resultnya. (Terus terang saya sendiri tidak tahu jawaban benernya apa… jadi cari sendiri ya jawabannya hehehhe. Lha wong aku jawabnya juga sambil ketawa-ketiwi ngga yakin dan kayaknya pasti salah — ada sih niat untuk pake Uncle Goole mencari jawabnya, but ngga lah moso mau serius gitu hihihi)

kuis ini mengukur betapa JAWA diri anda, monggo dipun jawab !

  1. Apa nama Ibukota Jawa Tengah

  2. Raden Harjuna satriyo ing?

  3. Apa bahasa jawa halusnya “Makan”?

  4. Isi Sawo arane?

  5. Kota Batik adalah?

  6. Gendhing untuk mengiringi temanten adalah?

  7. Anake Kebo arane?

  8. Becik ketitik, …………

  9. Jamu untuk mengobati Panas Dalam adalah?

  10. Ing …… mangun karso

SO? gimana …. bagi yang Jawa apakah Anda jawa tulen….seperti saya hhihihihi.

But, sebagai kelanjutan tulisan ini, Anda kenal Ki Manteb Sudharsono? Ya, saya pernah berkesempatan mewawancarai beliau waktu beliau datang ke Jepang dalam rangka undangan Nihon Wayang Kyokai yang diketuai Bapak Matsumoto Ryo (tahunnya saya lupa). Dan waktu itu pertama kali saya melihat langsung pertunjukan wayang langsung (bukan lewat TV — saya ingat duluuuuuu sebelum saya datang ke Jepang, di TV ada pertunjukan wayang dini hari, dan adik saya Andy dengan getolnya nonton di depan TV, syaa kadang hanya menemani dia….. lah saya juga tidak mengerti bahasa Jawa hiks) yang didalangi oleh pedalang Indonesia apalagi terkenal begitu. Dan memang, Ki Manteb memang mantap sekali membawakan cerita dan menggerakkan wayang kulit… ya saya ingat terkadang beliau menyelipkan humor (sedikit berbau politik juga) sehingga yang mengerti bahasa Indonesia dan situasi Indonesia waktu itu bisa tertawa. Saya kagum pada pedalang yang bisa membuat penontonnya tertawa seperti itu.

Mewawancarai Ki Manteb Sudarsono untuk acara Radio Gita Indonesia di InterFM 76,1 MHz Tokyo
Mewawancarai Ki Manteb Sudharsono untuk acara Radio “Gita Indonesia” di InterFM 76,1 MHz Tokyo
******************************

 

Saya banyak mempelajari wayang justru setelah saya datang ke Jepang. Sejak saya berkenalan dengan Nihon Wayang Kyokai, secara tidak langsung akhirnya saya mempelajari wayang juga, terutama tokoh-tokoh yang keluar dalam cerita perwayangan itu. Itu masih awal-awal kedatangan saya di Jepang, sambil belajar di Universitas Yokohama, saya arubaito (part-time) mengajar bahasa Indonesia di Kelompok Wayang itu. Setiap hari Selasa malam, saya mendatangi apartemen Bapak Matsumoto/ Sebuah apartemen kecil yang dijadikan studio wayangnya. Begitu masuk langsung terhampar layar putih lebar yang memakan semua kelebaran apartemen. Bukan layar itu saja yang memenuhi ruangan. Bermacam wayang kulit tersimpan dalam peti kayu, buku-buku wayang, batik (kebetulan istri dari Bapak Matsumoto adalah juga pembuat batik — dan jangan pikir dia orang Indonesia…. pasangan suami istri ini JAPANESE tulen yang menguasai JAVANESE culture! ) dan sebuah kotatsu (meja rendah berukuran 1 meter x 1 meter untuk kita belajar. Memang serasa masuk “gudang” tapi langsung bisa merasakan suasana Indonesia di dalam kamar itu!
 Bersama Bapak Matsumoto Ryo, Restoran Jembatan Merah,Akasaka-Tokyo dalam penyambutan Pedalang Ki Manteb Sudharsono
Bersama Bapak Matsumoto Ryo, Restoran Jembatan Merah,Akasaka-Tokyo dalam penyambutan Pedalang Ki Manteb Sudharsono
********************

 

Bapak Matsumoto sendiri sudah pintar berbahasa Indonesia. Sebetulnya Bapak Matsumoto ini adalah lulusan bahasa Perancis pada Universitas Bahasa Asing Osaka, 40 tahun lebih berkecimpung dalam dunia perwayangan, sampai mendirikan Nihon Wayang Kyokai (Perhimpunan Wayang Jepang). Dan tidak heran atas usahanya ini, pemerintah Indonesia memberikan penghargaan Satyalencana Kebudayaan. Setiap hari selasa ini, saya hanya mengajar anggota Nihon Wayang Kyokai yang belum begitu mahir berbahasa Indonesia. Meskipun pada awalnya saya sudah katakan, mungkin lebih baik mencari guru bahasa Indonesia yang berasal dari jawa sehingga kalau ada bahasa Jawa bisa juga sekaligus diajarkan. Tapi mereka berkata, soal bahasa Jawa gampang, kami tinggal bertanya pada Bapak Matsumoto. Yang kami perlu bahasa Indonesianya. OK then…

 

Nah, bahan pelajaran yang dipakai adalah cerita dalam bahasa Indonesia dari sebuah majalah bulanan kepunyaan bapak Matsumoto. Biasanya satu cerita sepanjang 3 halaman A4, kadang bisa selesai diterjemahkan  dalam 1 kali pertemuan (2 jam) jika banyak yang hadir, tapi kadang harus  2 kali pertemuan jika sedikit yang hadir. Banyak itu berapa orang? Maximum 6-7 orang. Ceritanya mengenai Karna, Durna, Pandawa …. dsb dsb (hmmm saya harus mengumpulkan kembali fotokopian itu! pasti ada… somewhere hehehhe)

 

Saya memang mengajar bahasa Indonesia kepada mereka, tapi saya belajar banyak dari mereka! Saya belajar wayang, cerita Mahabarata, bahkan bahasa Jawa dan sedikit bahasa Jepang yang kromo. Sebelum saya mengajar di situ, saya tidak tahu apa bahasa Jepangnya “pamit” …. eh rupanya 暇乞い(いとまごい)をする。Sayang saya terpaksa harus menghentikan mengajar di situ, karena konsentrasi untuk pembuatan thesis dan kesibukan lain.

 

Tapi sekitar awal tahun 2006, saya bertemu kembali dnegan Bapak Matsumoto dan mendapat kehormatan dipercayakan mengisi suara (narasi) dalam bahasa Indonesia sebuah lakon “Mizu no Onna” (kalau tidak salah bahasa Indonesianya Dewa Ruci….  lupa deh) karya bapak Matsumoto sendiri yang akan ikut serta dalam Festival Wayang Internasional di Yogya 23-Juli 2006. Waaaah, waktu itu saya senang sekali karena menjadi “artis suara” merupakan impian saya. Saya harus mengganti suara sesuai karakter yang ada dalam skenario. Kadang sedih, kadang genit, kadang marah…. wah itu susah. Skenario itu merupakan challenge pertama untuk saya. Dan untung saja masih ada kesempatan ke dua, karena tahun berikutnya, 2007, saya  diberi kesempatan lagi untuk membacakan cerita “Menuju Istana Bayangan” (Wayang Jepang) yang akan digelar di Mangkunegaran. Nah… ini benar challenge karena dalam cerita banyak terdapat karakter pria, wanita dan jin hehhehe. Sayang sekali saya tidak bisa hadir di kedua acara pagelaran wayang dari bapak Matsumoto itu di Yogya.
bersama pak Matsumoto Desember 2010

 

Saya percaya, jika manusia keluar dari “sarang”nya bukan hanya bisa melihat pemandangan indah di luar, dan terlebih dapat melihat ke dalam sarangnya sendiri dengan lebih obyektif dan bahkan mendalaminya. Meskipun kadang saya –sebagai manusia tak bersuku– merasa gamang dalam menentukan dimanakah sebetulnya sarangku itu. Yang saya tahu, hutanku adalah Indonesia!

 

Mumpung Tahun Baru…..

2 Jan

Sambil nonton Ekiden (pertandingan maraton antar universitas) di televisi, saya membaca angket di internet yang menarik. Judulnya, “Mumpung Tahun Baru, kemewahan seperti ini diperbolehkan”. Nah, kemewahan seperti apa sih yang dilakukan orang Jepang pada Tahun Baru? Rankingnya sebagai berikut:

  1. Tidur sepuas-puasnya (kasian deh…ketahuan banget selama ini kurang tidur ya...)
  2. Makan yang disukai sepuas-puasnya (lupakan diet)
  3. Memanjakan diri dengan menyewa kamar dengan pemandian air panas di udara terbuka (open air hot spring) dan menikmati mandi pertama dalam tahun yang baru dengan santai. (hmmm mandi/berendam  memang merupakan kesenangan tersendiri… aku juga mauuuuu)
  4. Menikmati old and new di luar negeri (nggak ah… kalo tidak bersama keluarga. kemarin ada berita 4 orang Jepang melewati old n new di Thai dan menjadi korban kebakaran)
  5. Membeli kantong keberuntungan fukubukuro yang mahal (no way… ngga tau apa isinya gitu …)
  6. Minum sake (nihonshu) yang mahal (nah kalo ini boleh juga hihihi)
  7. Makan masakan tahun baru osechi ryouri yang mahal (hmmm apa sih yang mahal? Udang? ngga usah deh soalnya aku ngga begitu suka udang)
  8. Melihat matahari pertama di tahun baru dari kamar teratas di hotel mewah (hmmm sekali-sekali boleh juga nih. Aku pernah punya cita-cita untuk hotel-traveling)
  9. Membeli barang tanpa melihat label harga (Not my style)
  10. Mengeset rambut di salon (haiyah…ke salon aja ngga pernah hihihi)

Buat saya mungkin yang paling saya inginkan sekarang adalah liburan di Hot Spring, entah itu hot spring yang di dalam ruangan (daiburo大風呂) atau di luar ruangan di alam terbuka (rotenburo 露天風呂). Takut diintip? Hmmm orang Jepang biasanya tidak punya kebiasaan mengintip atau arsitektur penginapan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bisa diintip. Kalau mau ngintip-ngintip mending pergi ke Shinjuku, ada tempat khusus untuk intip mengintip hihihi. Mandi di alam terbuka sambil memandangi pemandangan yang menghampar, baik itu pegunungan maupun pantai/danau…. amat sangat membuat badan dan hati menjadi relaks. Otot-otot yang tegang bisa diistirahatkan. Bener deh, saya sarankan untuk mencoba.(Perhatian: Masuk onsen atau hot spring tidak boleh pakai swimsuit!)

(kiri hot spring dalam salju…. hmmm saya belum berani untuk coba masuk ke hot spring dalam salju. Mungkin hangat berendam di dalamnya, tapi dari leher ke kepala pasti dingin ya…atau sesudah selesai untuk masuk ke kamar? brrr dingin ya…. hihihih — kalau yang berupa tong besar di luar atau foto sebelah kanan itu sudah biasa. Superb…. meskipun biaya penginapan juga biasanya mahal — sekitar 20.000 yen per malam per orang termasuk 2 kali makan)

Make a Wish

31 Des

Kemarin adalah hari untuk aku yang keluar rumah. Tadinya sih mau pergi bersama makan siang di luar dan belanja. Tapi sampai jam 2, Gen males-malesan terus depan tipi. Padahal aku masih harus pergi ke bank segala, dan harus sebelum jam 3 siang karena semua transfer antar bank cuma bisa sampai jam 3 saja. Hmmm memang kalau begini lebih baik dan lebih cepat kalau aku pergi sendiri. Tapi waktu aku siap-siap ambil mantel untuk pergi naik sepeda, Kai menangis meraung-raung. Dan Riku bilang, “Mama aku lapar…masak sesuatu dong!”.

Huh, yang tadinya mau makan di luar terpaksa deh aku masuk dapur lagi dan siapkan makan siang, nasi kare yang tidak pedas untuk anak-anak dan Rendang untuk Gen. Sedangkan aku langsung masuk kamar komputerku lagi untuk beberes. Tau-tau Gen masuk membawa kamera, dan dia kasih lihat foto ini:

Kai begitu selesai makan langsung tertidur di mejanya.

Ya, si chubby Kai, ternyata begitu selesai makan langsung tertidur di mejanya…duhhh kasian banget deh. Dan posisi ini masih terus berlangsung sampai kira-kira satu jam….. (Yang pasti aku langsung pergi begitu aku lihat dia tidur). Entah mungkin dia kecapekan bermain dan dibacakan buku oleh papanya. Bukunya adalah Picture Book pilihan dia “Harinezumi no Hariko”, Hariko si Landak.

Buku “Hariko si Landak” ini ditulis oleh Nakaya Miwa, pengarang Picture Book yang pernah saya kenalkan di sini juga, yaitu Si Kacang Babi dan Black Crayon. Memang dia jenius! Hebat… jalan ceritanya  sederhana tapi merupakan kenyataan yang ada. Nanti deh saya ulas di posting yang lain.

So, saya sendiri langsung pergi belanja (ngga jadi ke Bank deh), dan ke kantor pos. Tujuan belanja kali ini bukan belanja makanan, tapi aku mau beli lemari kotak untuk Riku, supaya mainannya tidak berserakan. Setelah ukur punya ukur, masih bisa masuk lemari box untuk Riku di kamar tamu. Selama ini hanya masuk ke dalam dua keranjang besar saja. Jadi,sekarang boneka Ultramannya Riku sudah punya tempat yang nyaman. hehhehe

Hmmm semoga bisa terus beres deh ….sebel aku liat mainan di mana-mana. Soalnya rumahku kan sempit, tidak seperti di Jakarta yang luas dan ada Asisten RT yang bisa beresin rumah setiap saat.

Well, besok kita sudah memasuki tahun 2009. Apa harapan dan target Anda di tahun 2009 nanti? Biasanya di sini pada tahun baru, akan membeli DARUMA, sebuah boneka terbuat dari gips, tanpa mata. Jika kita mempunyai keinginan, maka kita akan menggambar sebelah mata dengan tinta hitam, dan menaruhnya di tempat yang mudah dilihat…. seakan mengingatkan kita bahwa kita punya target/tujuan di tahun ini. Setelah harapan kita terkabul, barulah kita melengkapi sebelah matanya sebagai tanda bahwa cita-cita dan atau harapan kita sudah tercapai. So…. Make a wish….

Seperti Manekineko, kebudayaan Cina ini datang ke Jepang sekitar tahun 1600 (jaman Edo) dan menyebar di kalangan pedagang. Biasanya mainan ini dibuat dengan menaruh berat di bagian bawah, sehingga jika dijatuhkan akan kembali lagi. Ini juga merupakan slaah satu pemikiran supaya meskipun kita jatuh hendaknya bisa bangkit kembali 起き上がり. Sesuai peribahasa Jepang  七転八起 “Tujuh kali jatuh Delapan berdiri”. (Kok aku jadi teringat lagu dangdut “Jatuh Bangun”nya si Meggy Z ya? hihihi)

So… apa harapan saya di tahun 2009?

Cuma satu….. yaitu “semoga bisa sering-sering pulang ke Jakarta” hihihi….

And I wish you all: Happy New Year 2009…. Selamat Tahun Baru SAPI mowwwww…..

Gara-gara Cosmos

29 Des

Waaaha siapa lagi tuh si Cosmos? (Bukan Cosmas loh, kalo Cosmas memang banyak dari Batak tuh). Yang pasti Cosmos ini bukan nama bunga yang pernah saya bahas di sini. Tapi Cosmos adalah nama sebuah komputer sistem pengatur Shinkansen Jepang Utara. Gara-gara dia kecapekan, hari ini sekitar 112 dari 380-an shinkansen yang harusnya berangkat terpaksa dibatalkan. Waktu mendengar berita pertama mengenai keterlambatan Shinkansen Tohoku pagi ini, Gen berkata, pasti itu gara-gara salju. Memang badai salju sedang melanda Jepang Utara. Tapi ternyata penyebabnya ya sistem trouble, kesalahan si Cosmos ini. Tetapi secara tidak langsung badai salju juga turut berperan sehingga si Cosmos akhirnya “meledak”. Karena Badai salju, dial (jadwal kereta) kemarin banyak yang tidak tepat. Nah pagi dini hari sebelum jadwal shinkansen mulai pagi ini diberikan input data jadwal baru. Dn ternyata karena terlalu banyak data baru itu menyebabkan si Cosmos ngambek. Biasanya kalau ngadat begini dalam waktu 1 jam bisa diselesaikan, tetapi hari ini paling sedikit 3 jam shinkansen lumpuh. Sekitar 137.000 orang yang akan mudik ke kampung halamannya terpaksa menunggu di stasiun selama tiga jam dalam dingin. Brrrrr.

Foto diambil dari sini

Puncak mudik diperkirakan tanggal 30 dan 31 besok. Semua orang ingin bergabung dengan sanak-saudaranya di kampung halaman untuk melewatkan pergantian tahun dari tahun Tikus menjadi tahun Sapi. Pada waktu-waktu seperti ini memang paling enak yang tetap tinggal di Tokyo dan sekitarnya, karena lalu lintas dalam kota akan menjadi sepi. Akan tetapi memang diperkirakan 2 hari lagi udara yang sekarang lumayan hangat akan menjadi dingin, menjadi musim dingin yang sebenarnya. Ah…tetapi yang paling enak lagi adalah Tina yang sekarang sedang melewatkan liburan di Jakarta…. duh iri hati deh… urayamashii

Di saat seperti ini kita disadarkan betapa manusia sekarang terlalu bergantung pada sistem komputer. Begitu sistem itu error, heboh deh… Tapi akhirnya yang membetulkan sistem itu juga manusianya. Manusia memang masih diperlukan, secanggih-canggihnya suatu sistem. Dan ngomong-ngomong soal komputer, kemarin aku dan Gen menerima hadiah Natal dari…. masing-masing hehehhe. Untuk Gen aku beli Harddisk external 1 TB (satu Tera byte)… dengan harga yang UNBELIEVABLE  (eh eh eh…masak pengucapan Japlish nya untuk kata ini ANBELIBABO hihihi). iya…. hanya 12.000 yen saja. Mereknya Buffalo, sebuah merek yang selalu aku pakai untuk urusan memory data. Padahal produsen lain masih memberi harga 18.000 – 28.000 yen (saya pernah posting di sini). Dan karena HD externalku yang 160 GB juga sudah mulai penuh, aku beli yang 640 saja, beda harganya 4.000 yen (yaitu 8000 yen dari produsen IO Data). Sebetulnya bisa saja sih beli dua yang sama, cuma Buffallo yang 1 TB itu hanya ada warna hitam (warna PC nya Gen hitam sih), sedangkan aku maunya putih… Dan 1TB yang putih muahaaaaalll (mahal maksudnya heheheh)

Hari ini Riku dan papanya pergi lagi ke Kichijoji untuk menonton Film Wall-E. Harga Tiket di sini 1800 yen untuk dewasa dan 1000 yen untuk anak-anak. Di dalam film terdapat adengan bergandengan tangan, dan katanya Riku pun menggandeng tangan papanya sambil menonton. Gen menjadi terharu di situ…. Film Wall-e ini baru diputar di bioskop jepang mulai tanggal 10 Desember yang lalu. Semua disulih suara dengan  bahasa Jepang. Riku dan Gen menonton pertunjukan jam 11:45, jadi pas waktu makan siang. Tapi meskipun begitu bioskop penuh dengan keluarga yang menonton. Untung juga menonton jam segitu karena pertunjukan berikutnya sudah terdapat antrian yang panjang sekali.

Imelda dan Kai? Hari ini di rumah saja. Sambil nge-print kartu Tahun Baru, aku bermain dengan Kai dan membacakan buku untuk dia. Kelihatan Kai juga suka pada buku. Dia memilih sendiri buku yang ingin dia lihat. Tapi gara-gara Kai aku membuat kesalahan fatal, yaitu tujuan pengiriman Kartu Tahun Barunya semua menjadi 3 lembar. Rupanya cursor untuk menunjukkan berapa copy tergeser menjadi tiga waktu Kai “mengganggu” komputer saya. Dan saya tidak sadar sama sekali, sampai saya heran kenapa waktu pencetakan begitu lama. Tetapi semuanya sudah terlambat. Terpaksa saya kumpulkan 2 lembar yang lain (kan aneh jika orang menerima 3 lembar katu tahun baru dari saya…nanti dipikir saya sudah rada-rada hehehhe) , ada kira-kira 50 lembar, untuk besok dikembalikan ke Kantor Pos. Nah sistem ini juga aneh menurut saya. Kartu pos Tahun baru itu memang sudah tercetak perangko seharga 50 yen. Dan waktu kita beli selembar 50 yen. Tetapi jika kita salah mencetak/menulis nama, kita bisa mengembalikan/menukarkan dengan kartu pos atau perangko dengan dipotong 5 yen per lembar. Heran bener deh… Kalau di Indonesia, jika terjadi kesalahan begitu kan pasti resiko ditanggung penumpang ya? Salut deh aku sama kantor pos di sini.