Tidur Cepat, Bangun Pagi dan Makan Pagi

28 Mei

Ini adalah kampanye dari Departemen Pendidikan Jepang kepada pelajar di Jepang, serta orang tua mereka. “Hayane, Hayaoki, Asagohan 早寝早起き朝ごはん”。 Sudah sejak Riku di penitipan anak (hoikuen) 保育園 saya mengetahui slogan ini. Waktu itu baru mulai digembar-gemborkan. Tapi kondisi waktu itu tidak memungkinkan bagi saya untuk menjalaninya. Karena saya masih sering pulang mengajar larut, sehingga Riku baru pulang sampai rumah jam 9 malam bersama papanya. Saya sendiri sampai rumah jam 10 malam, masak 30 menit, makan 30 menit, dan tidur jam 11:30- 12:00an. Jadi Riku terbiasa tidur larut, meskipun bangun paginya juga tidak terlalu lambat (paling lambat jam 8 sudah bangun).

Tapi sejak Riku masuk TK, saya berhenti mengajar semua kelas malam. Sehingga Riku bisa tidur pukul 8-9 malam, dan bangun pukul 6-7 pagi keesokan harinya. Karena harus membawa bento (bekal makanan) di TK, maka sekaligus saya persiapkan makan pagi untuk dia, dengan menu yang sama dengan apa yang dibawa.

Simbol slogan Tidur Cepat, Bangun Cepat dan Makan Pagi
Simbol slogan Tidur Cepat, Bangun Cepat dan Makan Pagi

Kenapa sih Departemen Pendidikan Jepang sampai harus mengumandangkan slogan ini? Pertama, adanya kenyataan bahwa jumlah kejahatan anak dan remaja yang semakin serius. Misalnya pada tahun 2004 terdapat 134,852 kasus kejahatan anak/remaja. Selain itu dirasakan ritme kehidupan anak-anak yang semakin “ngawur”. Misalnya balita yang tidur sesudah pukul 10 malam, jumlahnya semakin bertambah. Dalam survey tahun 1990 diketahui bahwa jumlah yang sebesar 31% itu, 10 tahun kemudian (2000) menjadi 50%.  Jumlah murid SD/SMP yang tidak makan pagi juga dibandingkan 5 tahun sebelumnya terlihat pertambahan yang mencolok. Misalnya data tahun 1995 menunjukkan 13% murid SD dan 19% murid SMP tidak sarapan pagi, sedangkan pada tahun 2000 jumlah itu menjadi 16% dan 20%. Padahal dari survey diketahui bahwa murid yang selalu makan pagi, test/ujiannya cenderung mendapat nilai yang tinggi.

Dari berita NHK yang saya tonton seminggu lalu, juga dibahas tentang kegiatan kampanye “Tidur Cepat, Bangun Pagi dan Makan Pagi” ini.  Berdasarkan suatu survey, anak-anak yang tidak bersemangat (malas-malasan) ternyata 9% dari mereka selalu makan pagi setiap hari, sedangkan 38% tidak makan pagi. Hal ini juga terjadi pada anak-anak yang bertempramen “cepat panas, jengkel/kesal”. Ketika ditanya apakah kamu sering merasa jengkel/kesal, maka didapat jawaban 32% dari mereka itu tidak makan pagi, dibandingkan 18% dari mereka yang makan pagi setiap hari. Jadi makan pagi ternyata berpengaruh pada semangat dan kepribadian anak-anak. (Selain itu ada juga survey mengenai makan bersama keluarga atau makan sendiri… ternyata makan bersama keluarga itu lebih baik daripada makan sendiri —- ya memang semestinya begitu sih)

Jadi, sekarang pun saya selalu menyiapkan makan pagi untuk Riku sebelum dia berangkat ke sekolah pukul 7:45. Meskipun saya sudah tidak usah menyiapkan bento (bekal makanan) lagi.Wah tidak usah menyiapkan bento ini merupakan suatu “anugerah” buat saya. Pusing juga loh memikirkan isi bento itu. Karena harus memikirkan keseimbangan gizi/vitamin , dan faktor “keindahan” (supaya mau dimakan —untung Riku makan apa saja) dan “kepraktisan” (tidak bisa memasukkan masakan yang berkuah dalam bento itu).

Sekitar pukul 12:20 sampai 13:00 sesudah jam pelajaran ke 4, disediakan makan bersama di sekolah yang namanya kyushoku 給食. Karena sekolah Riku adalah sekolah negeri, maka yang memasak di dapur sekolah itu berada dibawah (dipekerjakan oleh)  pemerintah daerah. Sebetulnya hari Rabu kemarin, saya bisa mencoba makanan yang disajikan kepada anak-anak itu. Tapi karena kemarin ada rapat/kegiatan PTA dari pagi dan setelah itu saya harus cepat-cepat menjemput Kai di penitipan, maka saya tidak bisa mencoba makanan murid SD itu. Tapi bau kare yang enak (karena mild saya tidak merasa keberatan karena pada dasarnya saya tidak suka makan kare) yang dipersiapkan di dapur itu memenuhi satu gedung sekolah. Dan bau itu cukup menggugah perut yang lapar.

Menurut Riku sih makanan yang disajikan setiap hari sekolah (Senin-Jumat) ini enak. Selain makanan utama juga ada buah/kue dan susu. Jadi setiap hari Riku juga minum susu di sekolah. Bahkan pada tanggal 25 kemarin, dengan riangnya pulang ke rumah dan mengatakan, “Mama tadi kyushokunya dessertnya cake loh…enak!” Dalam hati saya pikir, mentang-mentang tanggal 25 adalah hari gajian (di Jepang kebanyakan hari gajian adalah tgl 25), jadi makanannya juga istimewa hihihihi.

Petugas kyushoku harus memakai baju ini, dan tugas ini berlaku selama satu minggu. Pada hari jumat, pakaian ini dibawa pulang untuk dicuci dan dibawa kembali ke sekolah seninnya.
Petugas kyushoku harus memakai baju ini, dan tugas ini berlaku selama satu minggu. Pada hari jumat, pakaian ini dibawa pulang untuk dicuci dan dibawa kembali ke sekolah seninnya.

Murid-murid itu makan di mana? Tentu saja makan di kelas masing-masing, karena tidak ada ruang makan khusus. Masing-masing anak setiap hari harus membawa alas piring dan serbet untuk melap mulut. Lalu setiap kelas mempunyai daftar petugas kyushoku. Murid-murid yang bertugas itu bersama gurunya akan mengambil sebuah meja dorong yang berisi panci nasi, sup dan lauk yang sudah diatur oleh pemasak. Jadi ada yang bertugas membagi nasi, membagi sup dan lauk. Juga jika ada sisa, bagi yang mau tambah masih bisa. Awal-awal Riku masuk SD, dia sering melapor pada saya bahwa dia menambah makanan waktu kyushoku (oi oi, jangan banyak-banyak ntar gendut hihihi)

meja dorong berisi nasi, sup dan lauk pauk
meja dorong berisi nasi, sup dan lauk pauk

Makan yang sama bersama teman-teman, bertanggung-jawab pada tugas masing-masing, menghabiskan makan tanpa ada suka/tidak suka pada makanan, banyak sekali manfaat dari kyushoku ini (selain meringankan tugas ibu menyiapkan bekal). Memang SD di Jepang itu gratis, tidak bayar uang sekolah, tapi untuk makan kyushoku ini kami harus membayar 4.358 yen (kelas 1 SD) setiap bulannya. Dengan perincian 1 tahun makan 198 kali, satu kali makan 227 yen. Yang pasti tidak bisa membeli makanan di restoran seharga 227 yen dengan keseimbangan nutrisi yang diperhatikan. Cara bayarnya dengan transfer otomatis dari rekening pos. (Jangan disangka tidak ada yang tidak mau membayar juga loh. Akhir-akhir ini banyak kejadian orang tua tidak mau membayar kyushoku bukan karena tidak bisa membayar tapi karena tidak mau membayar. Sehingga pemerintah daerah harus menutupi biaya tersebut dari pemasukan pajak warga. )

Well memang tidur cepat, bangun pagi dan makan pagi merupakan kebiasaan yang sangat baik untuk menuju hidup sehat.  BTW, hari ini sudah makan pagi belum?????

28-5-2009-12:12

6666 dan lain-lain

26 Mei

Pagi hari di Minggu yang agak mendung. Aku membuka dashboard WP ku setelah beberapa jam sebelumnya membuat tulisan baru mengenai “Singkat-menyingkat”. Selama ini aku selalu perhatikan jumlah pengunjung yang hadir sudah berapa tapi baru pagi itu aku sadar bahwa angka komentar sudah menunjukkan angka 6660. Wow, 6 komentar lagi akan menjadi 6666…. angka bagus kan tuh. Kalau tiga berderet memang “mengerikan” katanya (buat saya sih tetap saja angka heheheh). Tapi ini 6 nya ada empat kali. Kapan lagi nih bisa begini…. Dan bisa tidak ya tertangkap mataku siapa komentator ke 6666.

Aku jadi teringat Uda Vizon juga sempat menangkap angka 1000 untuk komentar di dashboardnya. Aku jadi membayangkan itu kebetulan sekali Uda pas menangkap saat-saat bersejarah itu, atau ditungguin ya? Soalnya terus terang, setelah pagi itu aku menemukan tinggal 6 komentar lagi ke angka cantik itu, aku tak bisa beringsut dari tempat dudukku. Datang Pak Oemar Bakrie, lalu Bu Enny…. yaaah saya pikir coba tunggu siangan lagi bu, pak hehehhe. Lalu Fanda dan Hastu…. sayang sekali Anda kurang beruntung! Yang lucunya di angka 6665, datanglah Mang Kumlod…. tapi dia sempat istirahat sebelum menuliskan komentar lagi (sampe 2 jam istirahatnya …coba langsung dapet deh Mang hihihi)

Akhirnya angka 6666 jadinya diisi Daniel Mahendra. What a coincidence, mungkin gara-gara aku pasang link ke blognya dalam posting terakhir, jadinya dia bertandang ke tempatku. Padahal kan dia lagi “hiatus”. So,…. selamat ya DM … tadinya aku pikir untuk sang komentator ke 6666 akan aku kirimi Picture Book bahasa Jepang aja. Karena biarpun bahasa Jepang kan Picture Book tetap bisa dimengerti (ya kalau perlu aku kasih terjemahannya di kertas lain). Tapi berhubung yang “juara” adalah DM, maka saya ganti aja ya…Picture Book nya dengan buku yang pasti dia suka, yaitu Bukunya Pramoedya Ananta Toer yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Jepang berjudul “Gerira no Kazoku” (Keluarga Gerilya) .

Mumpung lagi nulis tentang “blogthing” gini, sekalian deh aku mau meneruskan award yang aku terima selama ini. Minta maaf kalau sempat “terpendam” cukup lama di gudang. Sampai musti bongkar gudang, bersin-bersin karena alergi debunya yang sudah bertumpuk tuh. Maaf beribu maaf.  Bukannya saya tidak suka loh dapet award dari sahabat-sahabat blogger… tapi yang sulit itu kan meneruskannya hehehe (rakus banget deh si imelda maunya simpen sendiri).

Jadi saya deretkan saja ya awardnya di atas rak TE, silakan dipandangi dan ditimang-timang.

Award-award itu aku dapat dari sahabatku (berdasarkan tanggal penerimaan aja ya):

1. Ria , si pintar dalam postingan berjudul “Fabulous”, tanggal 5 April 2009.

2. Award yang sama: Fabulous dari si pencinta buku Fanda, dalam postingan berjudul Lingkaran Persahabatan, tanggl 17 April 2009.

3. Dari si penyiar  Lia Christie sekaligus dua,  i luv you blog sambil naik vespa. Bisa dibaca di postingannya “Award untuk blog favoritku“, tanggal 17 April 2009.

4. Si Seksi Eka, dalam postingan “Mungkinkah ini yang pertama?“. Beratnya ini judule “international award”. Lah blogku bahasa Indonesia jeh.

Kayaknya udah bongkar gudang sampai ke sudut-sudut, sudah habisin tissue kotak (bukan TISSUE WC) sampai 1 dus dan kayaknya udah ngga ada yang ketinggalan deh. BUT, kalau sampai ada yang merasa ngirim tapi belum ditaruh di atas Rak nya TE, mohon maaf, dan tulung ingatkan saya ya.

Nah katanya (menurut UU perblogeran), award-award ini harus diteruskan, dan masing-masing ada rule/ aturannya. Tapi karena udah capek ngeluarin ing*s (hiiii jorse deh) bikin sendiri deh rulenya. Ada yang musti diteruskan ke 7 orang, ada yang 10 orang. Bisa dibaca  rulenya di blognya pemberi hadiah ini, biar sekalian blogwalking ya….

Nah saya mau memberikan award ini kepada sahabat-sahabat saya, yang beberapa masih “niuwbee” dalam dunia perblogeran. Silakan ambil aja deh award yang kamu-kamu pada suka ya…. (dan dirinya merasa pantes ngga  pake …loh kok pake sih… majangin award itu di rak rumah mayanya masing-masing) . Saya juga tidak mau membebani sahabat-sahabat dengan kewajiban untuk meneruskan tradisi ini. Mau dikasihken yang lain juga boleh, mau masukkan gudang juga boleh…. asal please… jangan dijadiken gayung untuk c***k hihihi.

1. Hilda.  Waaah si Hilda ini hebring loh. Meskipun sedikit yang komentar di blognya dia, tapi semangatnya untuk nulis itu loh. Apa juga ditulis! Dan Hilda mengingatkanku waktu aku pertama-tama ngeblog… kalo bisa daftar belanjaan juga ditulis. Suer!!! Tapi aku rasa, yang penting semangat dan konsisten menulis yang sangat penting dalam ngeblog, atau menulis diary online. Karena menurut saya daftar belanjaan pun bisa jadi berguna untuk yang kebetulan sedang mencarinya. Baca deh postingan dia terakhir tentang “Blogwalking Pattern” atau sebelumnya tentang “Kosongkan Gelas“. Postingan dia kebanyakan pendek-pendek tapi mengena. Dan dia juga memperkenalkan tempat tinggalnya di Batam sana dengan detil. So, yang butuh informasi tentang Batam, bisa kunjungi blognya ya. Dear Hilda, keep blogging ya…. aku selalu intip blog kamu kok.

2. Krismariana. Hmmm kalau soal menyusun kalimat Kris ini sudah profesional deh. Di profilnya dia menulis begini, “seorang penerjemah dan editor lepas. suka menulis walaupun tulisan curhat biasa.”  Aku senang sekali membaca tulisannya yang sudah dibukukan berjudul  Knock… Knock… “Are you there, God?”, yang dikirimkan khusus ke alamat rumah saya di jakarta, waktu saya pulkam Maret lalu. Sayang belum sempat kopdar dengan Kris.  Tulisannya juga kerap dimuat di situs kristen Glorianet.org. Akhir-akhir ini bisa baca kerinduannya untuk pulang kampung dengan posting-posting yang menceritakan rumah dan masa lalunya.

3. Cindy. Ibu Dokter yang baru mulai blogging setelah disertasinya selesai. Istrinya Mas Nug ini meskipun “baru” tanggal 22 Maret menulis posting di “Sentuhan Jemari“, isinya daleeeemm bo. Postingan terakhirnya benar-benar menggambarkan betapa wonder-woman yang sibuk seabreg-abreg juga butuh waktu untuk diri sendiri. “Me and My Time“.  Gara-gara baca postingan ini, aku sampai berpikir, kapan terakhir I have my own me-time?…. Mungkin bu Dok akan sulit untuk menulis rutin, tapi tetap ditunggu postingannya ya. Dan please, jangan nulis di OK (Kamar Operasi) ya…. kasian pasiennya hihihi.

4. D Laraswati H, alias Diajeng, sahabatku waktu SMA (eh kita satu kelas ngga ya? sama-sama IPA kan?). Ketemunya lagi di FB. Dan gara-gara jadi “ghost reader” Twilight Express (awalnya), ingin mencoba buat blog juga…. ini pengakuannya loh. Posting pertamanya tentang Lebah Madu… cocok sekali untuk menjelaskan kenapa judul blognya Honey Bee. Tulisannya mungkin akan dianggap sebagian orang agak kaku, karena memang Ajeng ini kan peneliti yang bekerja di suatu badan pemerintah. Tapi dalam postingannya bisa juga dibaca perasaan seorang “ibu sebagai wanita karir”.  Sayangnya aku baru tahu tentang Kawah Putih sesudah aku kembali ke Tokyo. Coba waktu aku di Jakarta, pasti mau ke sana. So, my next destination deh. Tentu saja ditambah rencana kopdar di Eat & Eat Food Market (sekalian reuni SMA yuukkkk). Keep blogging ya jeng.

5. Afdhal. Om nya Riku (ngakunya). Aku ingat banget waktu Mas Trainer memperkenalkan trainee nya yang juga blogger di sini.  Kupikir dia baru juga ngeblognya eeeh ternyata dia sudah punya blog sejak awal Juli 2008. Tapi karena aku baru kenal sejak 24 Oktober itu, ya aku anggap baru aja ya Dhal.. (peace!). Eh tapi gini-gini udah pernah kopdar loh (makanya dia berani ngaku om nya Riku ihihi). Aku inget pertama nulis komentar di blognya dia tgl 11 November (boong kalo inget, yang bener setelah aku survey) menulis beberapa pertanyaan termasuk boleh ngga minta fotonya dia lagi makan duren hahaha. Dan lucunya lagi dia jawab pertanyaan aku di Who Am I…. yang terlewatkan aku baca/jawab. Sekarang sudah “sok” akrab, jadi kalo OM ADHAL ngga komentar di postingan aku, rasanya blogging tidak berarti lagi…. uhuuuyyyyyy. hihihi.

6.  Bro Neo. wah wah wah… ini bener-bener berantai. Aku kenal Afdhal dari Makelar Blog. Lalu aku kenal Bro Neo dari Afdhal yang menurut pengakuan Afdhal dia sudah menularkan virus ngeblog pada teman-temannya, dan salah satunya Bro Neo ini. Wah kalau baca tulisannya Bro Neo ini, bisa mengerti bahwa beliau (cihuy) pandai pula merangkai kata dan melek SASTRA. Bacaannya Anak Bajang Menggiring Angin jeh. Blognya banyak menceritakan tempat/kota di Sulawesi sono, tapi seperti juga Afdhal yang banyak bercerita ttg orangtuanya,  ada postingnya yang sweet tentang kasih ibu. Senangnya kalau membaca pemikiran pemuda-pemuda tentang kasih orang tua (kalo pemudi sudah pasti tidak diragukan deh, tapi kalo cowo kan lain tuh penyampaiannya … gimana gituh). So Bro Neo, aku akan selalu baca loh, ditunggu posting-posting berikutnya.

7. Muzda. well, seperti yang dia tuliskan di posting pertamanya awal January 2009. “Maksudku, kamu nggak perlu punya kemampuan seperti cenayang, Edward Cullen, Snape, atau temanku si pembaca tarot itu untuk tahu siapa aku .. apa yang aku pikirkan ..Just read this blog,, and i am exactly like open book ..”.Dan memang benar membaca blognya saya menemukan banyak kalimat yang berani. Lihat saja dalam tulisannya Profesi yang Aku tak Ingin Dilakukan oleh Anak Keturunanku. Pasti semua akan berkata, pekerjaan apapun asal halal. Tapi yang Muzda ingin sampaikan bukan soal halal ngga nya kok. Dan pasti pemikiran itu ada di dalam benak semua orang, masalahnya ngga diungkapkan saja kok. Sampai Muzda menulis begini di komentar saya,”Dan tentu saja, sepertinya aku menuliskannya dengan kekhawatiran yang menimbulkan kesan bahwa aku ini punya tingkat kesombongan akut.” Well aku tidak melihat begitu, so jujur saja Muzda. Kejujuran itu yang membuat kamu beda. Dan aku suka! Ditunggu terus postingannya.

Sebetulnya aku juga mau mengulas tentang pendatang baru si EKA (Ka, elo bukan penulis professional kan?), tapi berhubung aku dapet award dari dia, jadi ngga bisa deh dimasukkan dalam list “penilaian”ku. But really Eka, aku suka blog kamu… terutama kalo udah nyerempet-nyerempet hahahah (Eka mah bukan nyerempet lagi, dia udah tabrak lari hahaha).

Aku juga masih banyak ingin menuliskan nama-nama di sini, tapi karena aku batasi dengan blogger pemula, maka cukuplah 7 orang yang kupilih untuk mendapat so called hadiah award dariku. (nulis posting ini  merupakan rekor terlama untuk aku total  5 jam euy! soalnya pake mikir dan link sono sini sih)

So, sebelum jumlah komentar menjadi 7000, dan jarak posting yang terlalu lama, aku sudahi dulu tulisanku kali ini. Terima kasih atas pertemanan lewat blogsphere ini, and I love you all…. Keep blogging!

Mendongeng di Sekolah

21 Mei

Sudah sejak Riku berusia 1 tahun, kami biasakan untuk membacakan Picture Book sebelum tidur. Selalu bergantian, siapa saja yang bisa, saya atau Gen. Dan setelah berusia lewat 4 tahun, Riku yang memilih sendiri cerita mana yang ingin dia dengar. Hampir setiap malam, sampai Kai lahir.

Kai paling mudah untuk tidur. Cukup berikan botol susu dan kadang tanpa ditemani tidurpun, dia bisa tidur nyenyak. Tak ada cerita, tak ada lullaby. Sepi…. Sampai Gen menyayangkan kondisi ini. Terasa dingin, kurang ada hubungan batin antara Kai dan kami sebagai orang tua. Sementara Riku juga biasanya sudah tertidur sebelum Gen pulang kerja, atau saya sedang menidurkan Kai, memberi makan atau lain-lain. Kalau capek, Riku bisa tertidur sambil duduk di meja makan!

Tapi sejak Kai mulai berinteraksi dengan teman-teman di Himawari (penitipan anak) yang tentu saja salah satu kegiatan mereka adalah membaca Picture Book, Kai mulai menunjukkan minat pada buku. Tak jarang dia mengambil sendiri sebuah buku dan membalik-baliknya, tak jarang mengoceh sendiri dengan suara keras. Sebuah pemandangan yang jarang kami temui waktu Riku berusia sama dengan Kai, 1 tahun 10 bulan.

Dan akhir-akhir ini setiap malam terpaksa saya harus “berantem” dengan mereka. Karena Riku minta dibacakan “Iyaiyaenいやいやえん” sebuah buku yang sedikit gambarnya, sedangkan Kai minta dibacakan buku yang lebih banyak gambar khusus untuk usia 0-1-2 atau sebuah buku “Daiku to Oniroku だいくとおにろく” . Dan biasanya yang menang Kai, karena Riku langsung tertidur begitu kepalanya kena bantal. Jadilah saya mendongeng untuk Kai, berkali-kali sampai… terkadang saya yang duluan tertidur karena bosan.

Beberapa hari yang lalu, saya baru tahu bahwa setiap hari Kamis pukul 8:30 sampai 8:45 (pelajaran mulai pukul 8:50) di setiap kelas dari kelas 1 sampai 6, diadakan pembacaan buku cerita/mendongeng di SD nya Riku. Yang membacakan adalah orang tua murid yang tergabung dalam kelompok “Yomoccha Asa no kai”. Saya mengetahui tentang keberadaan kelompok ini, karena ada surat ajakan untuk ikut masuk ke dalam perkumpulan itu. Saya sebetulnya ingin sekali masuk ke kumpulan itu, tapi berhubung saya orang asing, pengucapan kalimat bahasa Jepang saya bisa mengacaukan pendidikan bahasa anak-anak sehingga saya mengurungkan diri. Tapi yang saya kagumi, pertama: sekolah memberikan waktu khusus untuk dipakai mendongeng di kelas. Dan kedua, orang tua sukarela meluangkan waktu untuk membacakan cerita. Karena tujuan membaca cerita itu amatlah bagus. Pasti ada manfaatnya bagi anak-anak di kemudian hari.

Selain acara rutin setiap pagi sebelum pelajaran pertama mulai, ada juga sebuah kegiatan lain dari PTA, yang juga mengumpulkan anak-anak setelah pulang sekolah pukul 3:30 sore di ruang serba guna, dan membacakan cerita. Selama 30 menit, murid bisa mendengar, melihat dan juga bertanya. Hari ini cerita yang dibacakan adalah mengenai “Curious George Goes to Hospital”… tentu saja versi bahasa Jepang.

Mendongeng… Saya sampai besar dan datang ke Jepang belum pernah mengalami “didongengi” selain oleh orang tua (baca: mama, pada waktu kami belum bisa membaca). Tapi di Jepang sering saya temui acara “mendongeng” yang disebut juga dengan yomikikase atau roudoku. Yomikikase biasanya audiencenya anak-anak, sedangkan roudoku pembacaan di atas panggung (mungkin bisa dibayangkan seperti pembacaan puisinya Rendra). Dan roudoku ini biasanya menampilkan artis kawakan yang penghayatannya juga bagus. Dan sekali lagi, roudoku bukan hanya konsumsi anak-anak! Hebat memang Jepang.

Saya hanya tahu kegiatan mendongeng di Indonesia diadakan oleh  Poetri Soehendro, announcer yang banyak membacakan cerita untuk anak-anak. Tapi selain dia, saya tidak tahu. Or saya juga tidak tahu seberapa “banyak”nya kegiatan mendongeng di Indonesia. Padahal, bekalnya hanya buku loh. Dan suara. Murah bukan? Dan dengan didongengi begini, daya imaginasi anak-anak bisa dipupuk, selain memperkaya pengetahuan.

Memang masyarakat Jepang tidak bisa lepas dari buku. Sejak anak-anak sampai dewasa. (Dan saya tak henti-hentinya mengatakan Indonesia harus meniru Jepang untuk yang ini)

NB: Sssst… Ada satu Picture Book, yang saya pribadi ingiiiin sekali beli. Berjudul, “Shakkuri Gaikotsu” terjemahan dari “Skeleton Hiccups” karangan Margery Cuyler、 S.D. Schindler. Masih mikir-mikir mau beli ngga soalnya harganya 1575 yen … cukup mahal untuk sebuah Picture Book.

Amazon.com
Skeletons are a little less scary when they have the hiccups. This particular skeleton can’t seem to shake them–not in the shower (nice fuzzy bat slippers!), not while brushing his teeth (woops! there goes the bottom jaw!), not while polishing his bones, carving a pumpkin, raking leaves, or even when playing baseball with his friend Ghost. Ghost, instead of Boo-ing! away his buddy’s hiccups right away as we might expect, advises Skeleton to hold his breath and eat some sugar and drink water upside down. When he finally does Boo! it still doesn’t work. But when Ghost finds a mirror and holds it up to Skeleton’s face, he sees his reflection and screams in fright! The hiccups jump away, hic, hic, hic. While it’s novel to see a skeleton eating sugar, drinking water, showering, etc., it may be tricky to find the right audience for this unusual picture book that’s more about hiccups than Halloween. (Ages 4 to 8) –Karin Snelson

Akhirnya aku dibelikan buku ini, yang bisa dibaca ceritanya di sini.

Kembaran

18 Mei

Suatu pagi, aku tergesa masuk ke dalam gerbong kereta. Ada sebuah kursi yang kosong, dan aku langsung duduki. Tumben sekali ada yang kosong, karena biasanya naik Yamanote Line di pagi hari, hampir dipastikan tidak bisa duduk. Berdiripun biasanya tidak bisa bergerak ke mana-mana, alias nempel pada orang di depan/samping/belakang kita. Kalau bisa masuk ke bagian tengah, ya begitulah kondisinya. Tapi kalau dapat di pinggiran pintu? Bisa-bisa muka tertempel di kaca pintu. Sebuah pemandangan yang bisa menguncang tawa, jika kamu ada waktu. Karena….. wajah yang tertempel di gerbong itu mengingatkanmu pada ikan mas koki yang sedang megap-megap hihihi. (Sayang saya tidak bisa menggambar, kalau tidak tulisan ini akan lebih lengkap dengan ilustrasi ya)

Sebelahku seorang pemuda, orang kantoran…. Salaryman istilahnya di Jepang. Tentu berpakaian jas lengkap dengan dasinya. Sebuah pemandangan yang biasa sih. Tapi aku merasa ada yang aneh. Hmmmm… apa ya?

Astagaaaaa…. aku tidak bisa menahan mulutku untuk tidak terbuka…. Mau ketawa tapi sebel. Apa pasal? Setelan jas yang dia pakai, persis sama dengan setelan jas yang aku pakai!!! Whooaaaaaa…. Memang aku sering mengajar dengan memakai setelan jas, kelihatan lebih angkuh dan profesional penampilannya bukan? Setelan jas yang kupakai hari itu adalah celana panjang dan jas berwarna hitam, dengan garis-garis putih samar. Dooooh garisnya juga mirip besarnya. Jadi kami berdua kelihatan sebagai pasangan yang sengaja “kembaran” pakai baju yang sama. (padahal beda umurnya jauh lah hihihi, seperti tante-tante dengan  tsubame — bahasa jepangnya untuk daunmuda).

Aku lalu teringat pada pasangan anak kembar, yang sering didandani oleh ibunya (bapaknya kayaknya sih cuek aja) dengan baju yang sama. Sehingga tambahlah kebingungan kita menentukan mana yang Ani, mana yang Ina. Ani dan Ina ini dulu sama-sama satu SD dengan aku, dan hanya bisa dibedakan dengan tahi lalat. Yang ada tahi lalat di hidung itu Ani, yang tidak ada ya si Ina.

Gen suamiku, mempunyai saudara kembar, Taku. Dan waktu kutanya, apakah dulu dia sering dipakaikan baju yang sama, dia berkata, “NO WAY!”. Ya mungkin setelah dia “sadar” dia bisa kritik ibunya. Padahal sebelum dia sadar, pasti sudah dipakaikan segala sesuatu yang sama. Dan saya menemukan beberapa foto mereka…. (moga-moga Gen tidak marah…. jangan marah ya sayang hihihi dirayu dulu ahhh)

de twin : gen and taku

Asal kata “kembaran” yaitu memakai baju or anything deh yang sama memang berasal dari kata kembar.

kem·bar a 1 sama rupanya (keadaannya): anak-anak kucing itu berwarna — , kelima-limanya belang tiga; 2 dilahirkan bersama-sama dr satu ibu (tt anak): anak — biasanya berwajah mirip; 3 rangkap; dobel (tt nomor kendaraan, majalah, dsb); (KBBI Daring)

Sering kali meskipun bukan anak kembar, kita juga sering melihat kakak-adik yang memakai baju dengan corak yang sama persis. Pasti begitu kita melihat anak-anak yang lucu itu, kita akan berteriak, “Aduuuh lucunya…”….

dua adikku
dua adikku

Well, aku sendiri punya 2 adik perempuan. Kita bertiga dulu sering disebut sebagai “Lex Trio”… padahal ngga mirip loh. Dan kesukaan kami berbeda, paling-paling yang pernah papa saya lakukan adalah membeli sebuah TShirt bertuliskan “I’m the BIG sister”, “I’m the middle” dan “I’m the LITTLE Sister”. Dan entah kenapa, baju adik saya, “I’m the little sister” itu yang sekarang ada di dalam lemari saya. (Mungkin cita-citanya untuk diet dan menjadi “little” ya hihihi)

de shirt... punyaku mana ya?

Dan kupikir, mungkin banyak anak-anak kembar yang sebenarnya tidak suka memakai baju yang sama dengan kembarannya. Apalagi waktu mulai menjadi remaja. Sama seperti kami bertiga, tidak suka memakai baju kembar untuk menunjukkan kakak-beradik. Betapa anak-anak sering menjadi korban dari keinginan ibunya yang ingin menjadikan anak-anaknya pusat perhatian. Memang bisa dimengerti sih. Tapi waktu kutanya pada ibu mertuaku tentang baju kembar ini, dia berkata, “Kalau dibelikan kakak-neneknya memang ada, tapi saya sendiri tidak membeli baju kembar. Abis dong duit saya untuk beli baju yang sama. Mending beli yang lain-lain sehingga tidak ketahuan bahwa bajunya itu tuker-tukeran” hehehe… pinter juga akal ibu mertuaku ini.

Dan setelah aku mulai mengerti fashion, pasti deh cewek-cewek juga akan tidak suka jika tiba-tiba dia bertemu dengan orang lain, yang memakai baju yang persssiiiiiisssss sama dengan dia (Untung aku belum pernah kejadian hihihi). Ketahuan lah harganya, beli di mana dsb dsb. Kalau mereknya Chanel,  Christian Dior atau Aigner sih boleh-boleh aja (Eh…ngga tahu juga apa merek-merek mahal gitu bikin baju kodian ngga ya? Ngga pernah beli sih hihihi).

Memang untuk acara tertentu seperti reunian kadang menentukan dresscode tertentu, tapi…. ngga sama persis kan?

So, Anda sendiri mau tidak dikembarin saudara atau orang lain dalam berpakaian atau yang lain-lain?

de coutriers... miss you all so much bro and sis
de coutriers... miss you all so much bro and sis (kiri ke kanan: imelda, novita, tina, andy)

Kembali ke masa lalu

17 Mei

Akhir-akhir ini saya suka mendengarkan lagu dari Yumi Matsutoya (dulu Yumi Arai), yang berjudul “Ano hi ni kaeritai” (harafiahnya “Aku ingin pulang ke hari itu”). Terjemahan sebebas-bebasnya oleh Imelda.

Sambil kumenangis kupandangi
foto yang telah kurobek
dalam telapak tanganku,
dan ingin menyambungnya kembali
Tanpa alasan aku menyesali senyuman kemarin
Yang terkembang bak tak ada masalah
Manusia semua bisanya lupa pada sosok remaja
Aku ingin kembali ke jaman itu, dan bertemu lagi denganmu

Di langit kota yang menyosong senja
menari-nari kenangan masa laluku
Terlihat diriku berlari
di antara lautan rerumputan
yang berkilau diterpa angin
Manusia semua bisanya lupa pada sosok remaja
Aku ingin kembali ke jaman itu, dan bertemu lagi denganmu

Jika kubuang cinta itu sekarang
Tidak ada orang yang terluka
Aku akan pulang… ke saat itu…
di antara dua pintu
Pada alamat yang sudah sedikit usang

(1) 泣きながら ちぎった写真を
手のひらに 繋げてみるの
悩み無き 昨日のほほ笑み
わけもなく 憎らしいのよ
青春の 後姿を
人は皆 忘れてしまう
あの頃の私に戻って
あなたに逢いたい

(2) 暮れかかる 都会の空を
想い出は さすらってゆくの
光る風 草の波間を
駆け抜ける 私が見える
青春の 後姿を
人は皆 忘れてしまう
あの頃の私に戻って
あなたに逢いたい

今 愛を棄ててしまえば
傷つける人もないけど
少しだけ滲んだ アドレス
扉にはさんで 帰るわ あの日に



Pernahkah Anda ingin kembali ke masa lalu? Bukan flash back, mengenang masa lalu saja, tapi benar-benar jiwa raga kembali ke masa lalu, masa yang lebih bahagia dan menyenangkan daripada sekarang? Saya rasa pasti setiap kita pernah mempunyai pemikiran itu. Ingin kembali ke hari-hari bahagia dulu, waktu kita kecil, atau remaja, pada pelukan sang pacar yang pertama (atau yang kedua-ketiga dst), atau pelukan ayah bunda yang mungkin sekarang sedang berbahagia di surga sana. Masa-masa indah itu ingin kita ulang kembali.

Jangankan kita yang sudah berusia di atas 20 tahunan yang sudah mengalami berbagai macam pengalaman hidup, Riku yang baru berusia 6 tahun saja dia berkata ingin kembali ke masa lalu. Kemarin dia bilang begini,

“Mama, aku ingin kembali ke masa lalu”
“Hah? Kenapa Riku….?”
“Hmmmm …. aku ingin kembali ke umur 2 tahun”
“Kok 2 tahun?”
“Ya, aku tidak mau belajar di SD. Aku lebih suka pergi ke Himawari (Tempat Penitipan Anak, yang sekarang Kai pergi setiap hari biasa).”

Memang seperti pernah saya tulis di posting “Kala Riku Bernostalgia“, dia pernah merindukan teman-temannya di masa lalu. Itu mungkin karena dia tidak mempunyai teman di saat TK. Tidak ada waktu untuk bermain dengan teman, karena saya tidak membiarkan dia bermain di rumah teman (saya ada bayi). Tapi sekarang dia sudah SD, dan yang pasti menurut pengakuan dia, dia sudah punya 5-6 orang teman. Sudah ada 2 orang yang sering bermain ke rumah juga. Tapi sekarang, masalahnya bukan teman lagi, masalahnya dia sudah mulai tidak menyukai “Belajar” dan menjadi besar dengan tuntutan macam-macam.

Lalu saya katakan padanya,

“Riku, seandainya kamu berusia 2 tahun, dan masih di Himawari, kamu kan tidak bisa seperti sekarang? Bisa pergi sendiri bermain ke rumah teman, atau memanggil teman ke rumah kita. Atau kamu sekarang bisa beli coklat dan kue sendiri kalau mau, asal minta ijin pada mama. Dulu, kamu kan tidak bisa pergi ke mana-mana sendirian? Ada banyak hal yang dulu kamu tidak bisa, tapi sekarang kamu bisa.  Kamu harus enjoy.”
“Iya sih, tapi aku ngga mau ke sekolah…..”

Ya, tidak mau menghadapi masa depan. Takut akan apa yang terbentang di hadapan kita. Itu juga masalah setiap manusia. Riku seperti terantuk batu sandungan “belajar di SD”, dan takut/malas untuk bangun dan berjalan lagi. Kita takut untuk bangun dan berjalan lagi mengatasi pengalaman buruk/negatif kita. Ditinggal pacar, ditinggal orang tua, kegagalan karir, kena teguran dan lain-lain. Dan membuat kita berkata, “Aku ingin kembali ke masa lalu saja, masa yang lebih bahagia”.

Padahal hidup itu cuma sekali, tidak bisa di-rewind. Riku pernah menanyakan padaku, “Kalau mama bisa jadi kecil lalu besar sekali lagi mama mau jadi apa?”. Tapi hidup kan hanya sekali, kita hanya bisa berandai-andai, jika ini… jika itu… atau menyesali keadaan dan ingin kembali ke masa lalu, ke saat itu.

Nah, berbahagialah jika Anda tidak pernah ingin kembali ke masa lalu, karena berarti Anda berbahagia dengan keadaan sekarang ini. Bagi yang seperti Riku, mungkin perlu berhenti sejenak dan mengumpulkan semangat untuk memulai hari yang baru, yang seharusnya lebih bagus dari hari ini. Mari bersama-sama Riku menghadapi Senin yang menggairahkan!

Have a nice SUNday (meskipun di sini hujan dari pagi, dan sekarang mendung)

8:58

Harga Sebuah Kejujuran

14 Mei

Kejujuran…. tampaknya sekarang menjadi barang langka, yang menjadi mahal karena hanya bisa ditemukan di toko antik sana. Jangankan di kancah politik negara Indonesia, dalam rumah tangga pun mungkin sudah sulit untuk dijumpai. Saya sendiri juga kadang lupa apakah saya sudah jujur hari ini. Karena dalam kehidupan sehari-hari pun saya sering berbohong. Setiap ada yang ngebel, saya katakan, “Oh maaf saya tidak bisa baca bahasa Jepang” pada sales penjual koran. Atau “Maaf saya sedang menidurkan anak” pada sales asuransi. Dan seribu alasan lain, kalau saya terpaksa harus mengangkat telepon atau menjawab bel rumah. Well, dengan dalih white-lie?

Tapi beberapa hari yang lalu saya sempat tertegun oleh tindakan Riku. Dia pulang dari bermain di rumah temannya, dan dia menaruh selembar kertas A4 di atas meja kerja papanya. “Mama ini ada surat keterangan polisi!”

What?

“Iya tadi aku ketemu uang di jalan. Sepuluh yen (kira-kira 1000 rupiah). Lalu aku pergi ke pos polisi, dan menyerahkan uang itu ke pak polisi. Itu suratnya.”

“#’$&))(I~=-0…… Kamu ketemu uangnya di mana?”
“Di jalan depan penyeberangan itu loh ma…..”
“Oh ok… kalau kamu ketemunya di dalam rumah ini, itu berarti punya kita loh”
“Itu sih tau dong”
“Hehehe, abis kamu jatuhin uang di mana-mana. OK Riku apa yang kamu buat sudah benar. Mama bangga padamu”

Dalam benakku terlintas, “Aduh uang 10 yen aja ngapain sih dilaporin ke polisi?”.  Sepuluh yen adalah koin ketiga terkecil nominalnya. Mungkin kalau di Indonesia ya seperti koin 100 rupiah deh. Ngapain sih nyerahin ke polisi segala…. Lagian itu polisi kok serius amat ya pake tulis laporan “penemuan barang” segala. Kalau di Indonesia, mungkin pak polisi akan tertawa, dan berkata, “Udah nak ambil aja. Satu lembar ketik laporan “Penemuan barang” ongkosnya berkali lipat deh. (Sorry kalau terkesan sinis).

Well, anakku ini baru belajar bermasyarakat. Dan aku bangga dia melakukan tindakan yang benar, bahkan tanpa bertanya dulu padaku. Masalahnya bukan 10 yen atau 10.000 yen. Bukan nominalnya. Masalahnya adalah kejujuran! Bagaimana kita mau jujur kalau pada sesuatu yang kecil saja kita tidak bisa?

Dan saya kagum pada tindakan pak polisi yang langsung menuliskan laporan “penemuan barang” itu. Di sana tertulis nama, alamat penemu, bentuk barang/nominalnya, dan karena Riku masih SD, tertulis umurnya.Waktu Gen pulang malam harinya, dan membaca surat laporan itu, dia tidak bisa menahan tawa…. sekaligus haru. Sepuluh yen. “Bahagianya kita punya anak yang jujur ya….” Dan kami bersyukur pada Tuhan, atas moment ini.

Dan esok harinya saya terbengong, ketika menerima telepon (rupanya malamnya sudah telepon tapi karena saya sedang menidurkan Kai tidak bisa saya angkat) dari polisi di pos polisi terdekat rumah saya (dari nomor telepon 3 angka terakhir adalah 110 – nomor polisi).

“Riku chan no okaasan desuka? (Apakah Anda ibunya Riku)?”
“Ya, saya ibunya. Maaf kemarin Riku merepotkan….”
“Sudah baca surat penemuan barangnya? Nanti tolong dibaca benar-benar bagian belakang surat laporannya ya. Saya ada beberapa pertanyaan, tolong dijawab ya. Kemarin Riku menemukan 10 yen di jalan, dan melaporkan pada kami. Biasanya kalau yang punya datang kepada kami, kami bisa memberikan nama dan no telepon Riku supaya orang itu telepon dan bilang terima kasih. Apakah Anda bersedia kami memberitahukan nomor teleponnya?”
“Wahh… (dalam hati saya pikir aduh telepon terima kasih utk 10 yen?…eh tapi ini prosedur! formalitas!)… Tidak usah berikan nomor telepon pak. Biar saja”
“OK, kami tidak akan memberikan nomor telepon Anda. Tapi apakah kami boleh memberitahukan nama penemunya?”
“Hmmm kalau nama saja tidak apa-apa pak. Silakan kasih tahu saja”
“Seperti tertulis di laporan tersebut, jika dalam jangka waktu tertentu, tidak ada orang yang claim uang ini, maka uang ini akan menjadi milik Riku. Kami tidak boleh mengambilnya. Jadi kalau tidak ada telepon dari kami yang memberitahukan adanya orang yang mengclaim, kasih tahu Riku untuk ambil uang ini di pos polisi ya. ”
“Maksudnya… uang itu jadi milik Riku?”
“Ya… Dan tolong dibaca ya bagian belakang surat laporan tersebut. Semua ketentuan tertulis di situ”
“Baik pak. Terima kasih banyak untuk teleponnya”

click…. Telepon ditutup. Well…. Untuk 10 yen betapa seriusnya polisi Jepang. Menulis laporan, waktunya melayani Riku, masih menelepon lagi. I AM AMAZED. Takjub! Inilah pendidikan kejujuran yang didukung oleh masyarakat setempat.

Kejujuran Riku kali ini berharga 10 yen, tapi merupakan harta yang tak ternilai untuk masa depannya. Semoga dia bisa tetap begitu. Dan…. Oh Tuhan, tolong aku supaya bisa menjadi contoh yang baik untuk anak-anakku….

Menjadi Seorang Ibu

12 Mei

Dulu, aku tak pernah membayangkan diriku mempunyai anak. Suka anak-anak? well, suka tapi tidak terlalu, meskipun tidak bisa dibilang benci anak-anak. Aku tidak pernah memimpikan diriku menjadi seorang ibu, karena aku takut melahirkan. Tapi itu dulu.

Takut sakit melahirkan? Ya mungkin itu penyebabnya, meskipun aku bisa menahan sakit usus buntu yang hampir pecah, yang katanya semestinya sakit tak tertahankan. Tapi selain itu mungkin aku tidak pernah bermimpi akan mendidik anakku seperti apa.

Gen berkata, “Aku tidak mau punya anak. Kasihan anak-anak itu hanyalah makhluk yang tidak berdosa yang harus menuruti kehendak ayah-ibunya dan tidak pernah punya kebebasan. Menderita selalu!” Dan dia tidak mau membuat anaknya menjadi sama dengan dia.

Namun Tuhan jugalah yang menentukan sehingga akhirnya kami punya dua anak laki-laki yang ….. baik …dan nakal.
“Apa konsep kamu mendidik anak?” katanya.
“Haruskah membuat manual?”kataku. “Aku tak punya konsep, akan kutiru apa yang diajarkan ibuku ketika kecil, dan tapi akan kuajarkan juga sesuatu yang kurang diajarkan ibuku padaku waktu kecil, yaitu percaya diri dan keberanian untuk bertindak”

Tidak jarang Riku berkata pada ayahnya, “Kita tanya saja petugasnya dimana letak binatang itu”…. dan dengan santainya dia menghampiri petugas kebun binatang dan bertanya, dan menemukan jawaban bahkan diberi hadiah. Sementara papanya melongo di kejauhan.

Atau Kai yang mengambil kain pel dari tanganku dan mengepel lantai basah seakan pekerjaan itu sudah biasa. Atau meminta aku membukakan plastik kue, tapi yang diambil bukan hanya kuenya saja, tapi juga plastiknya… pergi dan membuang plastik itu di tempat sampah. Meninggalkanku dengan mata berkaca-kaca.

“Papa, anone…. hari minggu kan hari ibu… Riku nanti mau beli coklat untuk mama. Dan tulis kartu untuk mama. Papa mau beli apa untuk mama? Ini rahasia loh …jangan sampai mama tahu.” –sebuah percakapan di kamar mandi—

“Mama… aku mau pergi ke Murata (toko kelontong) sebentar ya?”
“Ngga boleh… kamu itu buang uang terus untuk beli makanan, jus dsb”
“Aku kan mau beli untuk mama…. juga (sambil ngedumel : ahhh hampir ketahuan)”.  Dia pergi dan kembali setengah jam berikutnya.
“Aku pergi ke Murata ya Ma”
“Ya sudah pergi sana… cepat kembali ya” Sambil pura-pura tidak tahu, dan tidak tanya.

Begitu pulang, dia langsung sembunyikan coklatnya di laci, dan mengambil kertas untuk menggambar. Aku sengaja tidak mendekati dia. Sampai temannya datang ke rumah.
“Eh kamu… udah beli apa untuk ibu kamu?”
“Hmmm belum… tapi di TK buat gambar”
“Aku dong… udah beli coklat untuk mamaku” Diucapkan di kamar seeblah kamarku…. Oi Nak.. ada mama nih di sini.

Dan betapa marahnya dia, waktu Kai menemukan coklat itu di laci, dan membawanya padaku minta dibukakan. Aku ingin tertawa dan menangis bersamaan melihat kotak coklat yang bertuliskan dengan spidol “Mama… terima kasih….” Sambil berkata pada Kai…. “Ini punya kakak!”
“Rikuuuuu…. ini Kai ambil barang kamu loh” sambil pura-pura tidak baca. Kai mengejar Riku keluar kamar, dan di luar Riku memarahi adiknya, “Kai… INI KAN AKU BELI UNTUK MAMA….. JANGAN AMBIL” (Dalam bahasa Indonesia). Dan terpaksa aku mengambil stock es krim di lemari es untuk menghibur dua bouya-ku, yang satu sedang marah, satunya lagi menangis.

Coklat dan gambar dari Riku

Ahhh setiap hari aku sering harus bertengkar mulut, menyuruh ini itu, melarang ini itu, mengurut dada melihat kenakalan mereka memporakporandakan rumah……. tapi setiap kali kusadari mereka itu anak-anak yang “melihat” ibu – bapaknya dan meniru kami.

Aku selalu tertawa setiap kali melihat Kai yang terdiam dari tangis kelaparannya jika melihat makanan. Persis ibunya. Dan selalu melihat sosok papanya pada Riku yang menunduk diam setelah dimarahi, dan berusaha mencairkan suasana dengan membuatkan sesuatu atau mengambilkan sesuatu untuk mamanya.  Meskipun setelah itu Riku akan datang padaku dan memelukku, “Mama, maaf ya. Mama tahu di dunia ini yang aku sayangi hanya mama seorang”. CARA INI KHAS RIKU.

Ah…. mempunyai dua anak sangat menyenangkan. Apakah dulu mamaku juga merasa demikian? Ketika membesarkan kami empat anak di sebuah rumah besar di Jakarta, yang kerap tak ada pembantu? Apakah mama juga pernah merasa bahagia memiliki aku, anak tertuanya, yang dengan kehamilanku membuatnya tak bisa bekerja lagi? Yang harus menangis ngidam mie ayam tapi tak bisa beli karena tidak ada uang?  Yang.. yang… yang… lainnya?

Ya mama… di hari ulang tahunmu hari ini aku ingin bertanya, “Apakah mama bahagia selama ini?” Apakah anakmu yang dulu sering berteriak, “Mama minta tambah ayamnya” padahal maksudnya bayam… sudah bisa membuatmu bahagia?

Kartu Mothers Day dari Kai yang dibuat di penitipan
Kartu Mother's Day dari Kai yang dibuat di penitipan

Betapa aku merindukanmu hari ini Mama.  Sayang aku tak bisa ikut pergi ke misa pagi, misa syukur hari ulang tahun yang merupakan kebiasaan keluarga kita selama bertahun-tahun jika ada yang berulang tahun. Tapi yang pasti aku berdoa di sini, agar engkau tetap sehat dan menikmati hari-harimu di Jakarta. Selamat menyambut usia 71 tahun dengan ceria, dikelilingi anak-anakmu dan cucu-cucumu di sana, dan di sini. Dan kita semua bisa sama-sama berdoa, hari ini, “Terima kasih Tuhan atas semua anugerahmu kepada kami, setiap detik kehidupan kami. AMIN”

Imelda usia 6 bulan di Bantaeng, Sulsel

NB:  Dan ntah bagaimana hari ini adalah hari Perawat …sedangkan mamaku adalah mantan perawat. Aku juga ingin berdoa bagi semua Perawat di dunia, semoga mereka bisa membantu penderita sakit melewati hari-hari suramnya.

One scoop free

9 Mei

Sudah sejak kemarin saya dan adik mayaku, Yoga membicarakan soal es krim. Kami berdua memang pecinta es krim, kue, kopi dan teh. Yang terakhir baru saja masuk listku, karena memang dulu saya tidak begitu senang minum teh. Tetapi sejak sering sakit perut, saya hanya bisa minum teh, dan coba-coba bermacam jenis teh dari berbagai merek … terutama yang berasa orange/lemon dan fruit.

Nah, tadi pagi kembali lagi es krim menjadi topik pembicaraan. Katanya dia mupeng pengen es krim hihihi. Lalu saya tanya, bisa ngga sih beli eskrim online di Jakarta?  Hehehe, pertanyaan yang aneh, karena di Tokyo pun sebetulnya tidak ada layanan itu. Ada, tapi hanya eskrim yang disediakan oleh pizza or kentucky delivery. Padahal yang kita mau makan es krim berkualitas.

Wah istilah apa lagi ini es krim berkualitas? Mungkin yang paling langsung bisa diketahui bahwa es krim itu berkualitas itu seperti apa, ya yang dijual dengan harga mahal per scoopnya, dengan nama merek-merek terkenal yang ada di cabang-cabangnya di berbagai mal di kota besar.

Waktu kita datang ke gerai tsb sedang ada diskon 31% jadi bisa beli 6 scoop untuk berempat
Waktu kita datang ke gerai tsb sedang ada diskon 31% jadi bisa beli 6 scoop untuk berempat

Dan sebetulnya hari ini memang saya ingin sekali pergi ke gerai Baskin Robbins 31, tapi karena Kai dan saya sendiri sedang tidak enak badan saya batalkan. Karena waktu beberapa hari yang lalu ke sana, saya membaca bahwa pada tanggal 9 Mei, Baskin Robbins akan memberikan satu scoop es krim gratis bagi penyumbang pengumpulan dana Unicef.  Rupanya kegiatan untuk membangun pendidikan di negara Burkina Faso yang terletak di Africa ini sudah berlangsung sejak tahun 2002. Pada awal kegiatan tahun 2002 terkumpul dana sebesar 47.80o.000 yen. Dan tahun kemarin 2008, terkumpul 284.680.000, meningkat hampir 6 kali lipat!!!! (sumber situs baskin jepang) Dan perlu diketahui, hari ini pemberian satu scoop gratis ini hanya dibatasi dalam dua jam sejak toko dibuka. (hmm saya ingin tahu hasil tahun ini deh…. meskipun saya tidak bisa berpartisipasi)

(Kabarnya dulu Presiden AS Obama pernah bekerja di gerai ini di Honolulu, dan waktu kencan pertama dengan First Lady juga di gerai ini dan menyantap es krim rasa coklat… Jadi Riku pun sekarang setiap ke sini, mau memesan rasa “Obama” heheeh)

Lalu mengapa Baskin Robbins membuat acara bagi-bagi es krim gratisnya hari ini? Ya, karena hari ini adalah hari es krim, yang sudah pernah saya tulis tahun lalu di postingan ini.

Jadi hari ini apakah saya sudah makan es krim. Jawabnya? Sudah, karena Riku pergi beli es krim (meskipun yang murah)  di toko konbini dekat rumah. Yang membuat saya terharu dari anak sulungku itu adalah dia juga membeli susu dan coklat padahal saya hanya menyuruh dia membeli es krim. Lalu dia bilang, “Soalnya saya tahu tidak ada susu di lemari es. Mama kan setiap hari harus minum susu kan?” Duh, anakku……

NB: Yug, itu rasa baru Pudding ala Mode dan Strawberry Choco Dipped. Es krim untuk kamu dipending dulu ya, sampai aku bisa ke Jakarta lagi, dan kita sama-sama pergi makan es krim di Sency hihihi (Jangan khawatir Kai sudah bisa dititipin makanin es krim untuk kamu, sambil mamanya bantu).

Pengalaman Demokrasi -2-

8 Mei

Kali ini saya mau bercerita tentang perkumpulan orang tua murid di SD nya Riku. Tanggal 16 April yang lalu, saya menghadiri acara pertemuan pertama antara guru dan orang tua murid. Ceritanya dalam acara itu, masing-masing orang tua bisa saling mengenal dan juga mengenal guru walikelas anaknya. Seperti biasa, Guru memperkenalkan diri dulu. Guru Riku ini masih muda, tapi sudah bekerja di SD ini 5 tahun. Jadi saya perkirakan umurnya 27 tahun (rata-rata lulus universitas berusia 22 tahun). Namanya Chiaki Sensei.

Kemudian satu-per-satu orang tua murid memperkenalkan diri. Dan yang lucu di sini, memperkenalkan diri bukan dengan nama si ibu tapi “Saya ibunya Riku Miyashita”. Jadi nanti juga kalau bertemu dan memanggil seseorang akan “…… chan no mama (ibunya …chan)” “Riku kun no mama (Mamanya Riku)” . Dan waktu memperkenalkan diri, diminta untuk menyebutkan “kebaikan – sisi baik sang anak”. Well, saya dapat giliran kira-kira nomor 10, dan aku langsung berkata: “Saya mamanya Riku. Seperti kalian tahu, saya bukan orang Jepang, saya datang dari Indonesia. Saya tidak sedisiplin orang Jepang dalam mendidik anak, jadi kalau Riku berbuat nakal atau tidak sopan, tolong kasih tahu saya. Selama ini Riku selalu bersama saya, lebih suka di rumah. Baru dua hari yang lalu dia berani pergi ke toko sendiri. Kalau ditanya apa yang bagus dari Riku ,maka saya bilang tidak tahu. Karena apa yang menurut saya bagus, belum tentu menurut Anda bagus. Jadi sensei lihat saja nanti Riku bagaimana. Dia makan apa saja. Suka sayur, jadi tidak sulit untuk makanan.”

Setelah semua orang tua murid memperkenalkan diri, tiba waktunya untuk memilih 3 orang wakil untuk menjadi pengurus PTA. Satu dari 3 orang itu akan menjadi PTA Inti yang mengelola semua kegiatan anak sekolah dari kelas 1 sampai 6. Sedangkan 2 yang lainnya, menjadi wakil kelas, mengurus kegiatan kelasnya saja dan menjadi anggota bagian kegiatan PTA. Satu kelas rata-rata 30 anak (kelas Riku 32 anak), dan diharapkan ada 3 orang yang bersedia mau menjadi wakil kelas.

………………….. Tidak ada yang mengangkat tangan. Semua saling pandang. Wah saya kaget juga dengan kondisi ini. Karena waktu Riku TK, orang tua murid di kelas Riku amat aktif. Dalam hitungan menit sudah ada tangan-tangan yang bersedia. Tapi di SD ini….. kenapa tidak ada yang mau ya?  Saya jadi kangen dengan ibu-ibu di TK yang begitu aktif. Memang ada ibu yang tidka mungkin menjadi pengurus karena mempunyai bayi, dan anaknya ada 4/5 orang. OK deh kalau si Ibu itu impossible mengatur waktunya. Tapi saya lihat masih banyak kok yang sebetulnya “kelihatannya” punya waktu. (Dan waktu saya cerita bahwa ibu-ibu tidak ada yang mau, Gen bilang… ya biasanya memang tidak ada yang mau hihihi)

Terus terang saya ingin tahu. Saya ingin tahu bagaimana sih orang Jepang berorganisasi. Saya yang biasa berorganisasi sejak SMP, rasanya gatal kalau tidak ikut. Sebelum pertemuan memang Gen sudah bilang,

“Pasti kamu mau ikut jadi pengurus PTA kan? ”
“Ngga boleh?”
“Ya boleh dong… tapi jangan bilang saya kerja di universitas, nanti saya disuruh bantu-bantu macam-macam hehehe”

Tapi karena tidak ada satupun yang bersedia, saya juga jadi bingung. Masa saya yang orang asing sok tahu angkat tangan dan bilang, “OK, saya mau” Duuh, nanti digencet lagi anakku hehehe. Lima menit lewat,  belum ada yang mau, sedangkan pengurus PTA yang lama, sudah menunggu nama-nama calon pengurus baru. Mereka berdua mengancam, kalau tidak ada yang mau, bisa-bisa diadakan undian. Kalau undian, siapa yang dapat harus mau, jadi lebih baik dan diharapkan ada yang bersedia.

Kebetulan ibu yang duduk di sebelah saya, anaknya juga di TK yang sama dengan Riku meski berlainan kelas. Saya ajak dia untuk angkat tangan. Sementara saya juga bertanya pada Pengurus PTA yang dua orang itu, misalnya saya tidak bisa mengikuti rapat pada hari Jumat bagaimana. Karena saya sudah pasti setiap Jumat tidak bisa. “Well, tidak ada pemaksaan kok. kan masih banyak pengurus yang lain”. Dan ada kata-kata dari dia yang membuat saya akhirnya angkat tangan adalah “Dalam 6 tahun anak Anda bersekolah di sini, harus menjadi pengurus satu kali. Dan daripada nanti jika anak sudah di kelas atas, lebih baik lebih cepat menjadi pengurus lebih baik. Dan kalau sudah satu kali menjadi pengurus, SELANJUTNYA TIDAK USAH.” Loh… biasanya kalau di Indonesia, orang yang sudah terpilih, dia pasti akan dipilih terus-terusan, sehingga tidak bisa lepas dari organisasi. Jadi ada kesan terpaksa. Sehingga biasanya orang juga takut untuk mulai masuk organisasi karena takut tidak bisa “keluar” dari situ.

“Wah kalau begitu, OK saya mau…. “. “Miyashita san terima kasih, siapa lagi yang mau?” Dan teman sebelah saya mengangkat tangannya. Asyiiik terpengaruh juga dia. hihihi.

Akhirnya terpilihlah 3 orang wakil kelas, dan teman saya Rie ini yang akan menjadi pengurus Inti. Sebagai pengurus kelas, kami bertiga langsung dibagikan tanda patrol keamanan untuk ditempelkan di sepeda, dan ditaruh di tas. Dan langsung kami harus mengikuti Rapat Umum Pengurus Inti dan pengurus kelas PTA tanggal 22 April.

Dalam rapat yang diadakan tanggal 22 April itu, sudah langsung dibagi bahwa ada 3 bidang yang harus dipilih. Bidang Kebudayaan, Bidang Kegiatan Anak-anak dan Bidang Keamanan. Saya sebetulnya ingin masuk ke bidang kebudayaan, karena tugasnya hanya membuat seminar tentang apa saja sebulan sekali. Kan gampang tuh…. paling-paling cari pembicara, meeting, tentukan tanggal, buat undangan, persiapan, pelaksanaan lalu terakhirnya evaluasi. Sudah kelihatan kerjanya.

Tapi, berhubung teman saya yang menjadi pengurus Inti itu sudah mengurusi bidang kebudayaan, maka saya tidak bisa masuk ke situ. Saya harus pilih antara Bidang Kegiatan Anak-anak atau Bidang Keamanan. Duuuh kalau keamanan saya males deh, soalnya musti patroli senja hari, memantau keselamatan anak-anak, apakah ada yang masih bermain di luar (baca 5:30). Memantau rumah-rumah yang menjadi tempat pelarian anak-anak Kodomo 110. Lalu sesekali naik patrol car, bersama polisi untuk inspeksi daerah-daerah berbahaya. Saya langsung bilang, “Wah kalau senja saya tidak bisa, karena saya masih ada balita. Saya kan tidak bisa patroli dengan membonceng balita. Saya di Bidang Kegiatan Anak-anak saja ya.”

Untung saja teman pengurus sekelas yang satunya mau masuk ke Bidang Keamanan… (agak maksa juga sih saya hihihi). Jadi deh saya menjadi anggota Bidang Kegiatan Anak-anak. Dan ternyata ….. kegiatan bidang ini yang paling SIBUK!!! Dooohh. Coba deh saya tulis kegiatannya apa saja.

1. Sebulan sekali ikut rapat umum PTA
2. Mengumpulkan bellmark, yang dibagi menjadi kelompok
3. Mengumpulkan eco cap
4. Mengadakan bazaar untuk murid tanggal 19 Juni (sudah pasti saya tidak bisa ikut karena hari Jumat)

Kegiatan nomor 2 dan 3 itu loh yang tidak mengenal waktu. Karena begitu terkumpul banyak, harus segera dikirim. Yang lucunya kedua kegiatan ini pernah saya ulas di TE. Eeee jadinya malah harus mengumpulkan. Tapi karena saya sudah mengerti jalan ceritanya, ya saya tidak bego-bego banget dengan bertanya, “Bellmark itu makanan apa sih?” hihihi.

Nah, yang bagusnya di rapat per bidang, semua yang memang terpilih jadi pengurus ini, ternyata lumayan aktif. Begitu si Ketua bidang tanya, siapa yang mau urus ini-itu, langsung ada yang menjawab. Jadi kali ini saya yang diam, menunggu sisa kerjaan aja hehehe (maklumlah di sini kan ada pemikiran sempai-kohai senior-junior  juga, saya kan masih ortu dari kelas 1, masih kroco , tidak boleh menonjol….. ).

Jadi begitulah…. saya sekarang menjadi “sok sibuk” dengan kegiatan kepengurusan PTA sekolahnya Riku. Tapi saya jadi bisa melihat secara langsung kebiasaan orang Jepang dalam berorganisasi, dan pengejawantahan demokrasi dalam masyarakat Jepang skala kecil. Dan  kalau ada cerita lucu kan bisa jadi bahan posting di TE hehehe.

Setelah Rapat Umum tanggal 22 April ini, kami harus menghadiri Sidang Pleno PTA pada tanggal 30 April. Sebelumnya sudah dibagikan segepok laporan yang harus kami baca sebelum menghadiri Sidang Pleno tersebut. Namanya keren ya… Sidang Pleno…. apa saja sih yang dibicarakan?

…….bersambung