Kebun Binatang Ueno

9 Feb

Well, sebetulnya bukan saya yang pergi ke Kebun Binatang Ueno, tapi Riku berdua papanya. Hari Sabtu tanggal 7 Feb, Kami berangkat dari rumah jam 11 naik mobil ke Meguro. Tepatnya ke Sekolah RI Tokyo di Meguro, karena saya ada rapat KMKI untuk membicarakan paskah 2009. Dan selain rapat ada janji makan malam bersama mahasiswa Universitas Senshu dan Sasaki Sensei. Makan malam itu jam 17:30 di restoran Cabe, yang dekat SRIT itu. Yang pasti, Gen tidak mau menjaga dua anak dari jam 11 sampai malam. Dia kewalahan. Jadi bagi tugas, Kai ikut saya rapat terus tunggu sampai malam. Sedangkan Gen dan Riku akan naik kereta dari Meguro Stasion ke Ueno. Mereka “date” ke Kebun Binatang tertua  di Jepang, yang terletak di Taito-Ku.

Perjalanan Riku dimulai dari Stasiun Meguro. Mereka naik kereta Yamanote Line ke arah Ueno. Jalur kereta ini berbentuk Lingkaran dan merupakan jalur paling sibuk di Tokyo. Tapi jarak pemberangkatan satu kereta dengan kereta lainnya “HANYA” 3-5 menit. Jadi cukup menunggu maximal 5 menit jika terlambat naik kereta ini. TAPI, jika terjadi kecelakaan (biasanya akibat ada orang yang bunuh diri dengan terjun ke rel) maka jalur ini jugalah yang paling “merugikan”. Karena jumlah penumpang yang begitu banyak, jika terlambat bisa merugikan banyaaaaak perusahaan.

Nah, Riku ingin duduk di gerbong paling ujung (lucunya Yamanote line ini tidak ketahuan mana yang gerbong depan, mana yang gerbong belakang, karena melingkar) persis di belakang kondektur. Mungkin karena Riku menunjukkan antusiasme sepanjang perjalanan, maka waktu kereta berhenti di Ueno, kondektur itu memanggil Riku, dan memberikan kenang-kenangan berupa kartu bergambar kereta. Riku bangga dong menerima langsung dari kondekturnya (sayang tidak sempat berfoto bersama kondektur ya… )

Di pintu gerbang Kebun Binatang Ueno, dari jauh Riku berkata pada papanya, “Pa, di sana ditulis 200 (dua ratus)… mungkin bayarnya 200 ya?”. Ternyata setelah mendekat, yang dia maksud adalah tulisan ZOO. (Riku hanya bisa baca angka dan sedang belajar hiragana, jadi tidak bisa baca alfabet). Harga tanda masuk di sini untuk dewasa 600 yen, sedangkan anak SD ke bawah gratis. Untuk murid SMP, jika bertempat tinggal atau bersekolah di TOKYO, gratis. Kebun Binatang Ueno yang dibuka pertama kali tanggal 20 Maret tahun 1882 ini tutup pada hari Senin.

Kebetulan waktu Gen dan Riku masuk ada pengumuman bahwa mulai jam 13:30 akan disediakan guiding gratis oleh petugas Zoo. Jadi Riku (dan Gen) mengikuti kelompok ini yang kira-kira terdiri dari 20 peserta. Memang kalau ada Guide, penunjuk jalannya melihat sesuatu jadi lebih berarti dan banyak pelajaran yang bisa diambil. Riku mengikuti keterangan dan pertanyaan guide dengan antusias. Termasuk bisa menjawab bahwa binatang OKAPI berasal dari jerapah yang bermutasi. Guide itu juga menunjukkan contoh kulit badak dan kulit harimau. Dengan menyentuh kulit tersebut, terasa beda ketebalannya, dan itu juga berbanding sejajar dengan tingkat rasa aman berada di hutan belantara.

Menurut Gen, ada sebuah happening yang terjadi setelah acara guide itu selesai. Waktu itu Gen sedang berada di depan kandang lain, terpisah dengan Riku, Tiba-tiba terdengar Riku menangis. Ternyata ada gagak yang terbang menyambar dada Riku. Wah…. ngeri juga ya. Ingat saya sudah pernah tulis tentang gagak di sini. Tapi kok dia berani sekali di dalam lingkungan kebun binatang (apa ngga takut ditangkap yah hihihi). Untung Riku tidak luka-luka. Dan supaya dia tidak terlalu pikirin (trauma) tentang gagak itu, aku becandain dia….

“Kok gagaknya pilih kamu ya? Pasti karena dia liat kamu itu gemuk!”
Kalau sudah begini, dia ketawa sambil bilang,
“Mama juga gemuk!” …
“Untung mama ngga ke sana ya… nanti gagaknya patuk mama. Riku mau belain mama?”
“Tentu saja!”

Acara guiding ini diadakan di Taman bagian barat. Sedangkan untuk ke bagian Timur, cukup melelahkan karena harus mendaki dan menurun. Kebun Binatang Ueno ini memang luas sekali dan menempati areal sebesar 14 hektar. Menurut perkiraan untuk melihat kesemuanya perlu waktu minimal 2 jam. Nah, untuk menghubungkan bagian timur dan barat, ada sebuah monorail yang dioperasikan dengan biaya 150 yen (dewasa, anak-anak 80 yen  — di Jepang harga karcis anak-anak biasanya setengah dari dewasa, tetapi jika satuan akhir 5 yen maka dibulatkan ke atas). Monorail ini merupakan monorail yang pertama di Jepang. Riku senang sekali bisa naik monorail yang berhiaskan gambar-gambar binatang ini (bahkan waktu ditanya apa yang paling dia suka hari itu, dia jawab monorail — haiyah susah -susah ke kebun binatang untuk monorail). Dan seperti biasa dia selalu  memilih tempat di dekat kondektur.

Di bagian taman ini, Riku melihat Gorila, harimau Sumatra, juga Mekajika (kalau menurut saya ini kancil). Di bagian Harimau Sumatra, Riku berfoto di depan spanduk “stop illegal lodging”. Sayang sekali Giant Panda Ling Ling yang menjadi primadona Kebun Binatang Ueno ini, mati bulan April 2008. Baru kali ini Ueno tidak menampilkan Panda sejak 1972. Katanya sih pemerintah Cina akan meminjamkan pandanya, tapi belum ada berita kapan dikirimnya. BTW, harimau sumatra yang ada di Ueno ini, adalah hadiah dari Taman Safari Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2008 loh.

Kebun binatang tertua di Jepang ini mempunyai 3300 lebih binatang dari 500 jenis (data Feb, 2008). Dan cerita yang menyedihkan mengenai 3 ekor gajah penghuni Kebun Binatang Ueno ini menjadi tema dari Picture Book yang pernah saya tulis di sini (Gajah yang Malang).

Riku menyesal belum bisa melihat semua areal Kebun bintang Ueno, jadi kapan-kapan ingin pergi ke sana lagi. Sedangkan Gen maunya mengajak Riku untuk pergi melihat pameran lukisan di Museum Lukisan Ueno (dia mau kasih tahu mungkin bahwa di sini loh, papa dan mamanya kencan pertama hihihi). Memang di Ueno terdapat bermacam tempat yang menarik. Dan dulu Ueno juga merupakan tempat berkumpul pemagang-pemagang asal Indonesia untuk bertukar informasi dan kerinduan akan tanah air (seperti yang saya singgung di tulisan ini)

Situs bahasa Inggris mengenai Kebun binatang Ueno di sini.

Sealed with a kiss

8 Feb

Though we’ve got to say good-bye
For the summer
Darling, I promise you this
I’ll send you all my love
Everyday in a letter
Sealed with a kiss


Sebuah lagu lama, dan ternyata waktu cari-cari di web weleh sudah lama banget…. tahun 1960 diciptakan dan dipopulerkan tahun 1962 oleh Hyland Brian. Jaduuuullll bener (aku juga belon lahir loh tahun segini).

Sealed with a kiss…. hmmm aku ngga tau apa ini pernah dilakukan oleh cewe-cewe sekarang, tapi dulu aku pernah loh coba pake lipstik (hiii  pengakuan …malu ah) trus ciumin itu kertas surat yang mau dikirim. Tapiiiiiiiiiii…… ngga jadi dikirim soalnya malu. (belum pernah ada yang terima kan???)  hihihihi.

Jaman dulu masih pake kertas surat yang berwarna-warni, atau yang gambarnya bagus-bagus. Salah satu hobi saya juga adalah mengumpulkan letter set yang lucu-lucu. Nah, kalau mau kirim surat cinta pilih yang gambarnya hati-hati dan pink deh! (Boong kok, ngga pernah ngirim –lewat pos– sih… adanya …nitip mak comblang hahahhaa)

Makanya ada lagu Surat Cinta (Vina Panduwinata) ….

Hari ini kugembira
Melangkah di udara
Pak pos membawa berita
Dari yang kudamba

Sepucuk surat yang manis
Warnanya pun merah hati
Bagai bingkisan pertama
Tak sabar kubuka

Tugasnya Pak Pos berat bener ya …. menyampaikan surat yang ditunggu-tunggu, yang sudah bikin uring-uringan si penunggu. Apalagi pos Indonesia tahu sendiri deh…. lelet kan. Kalau sekarang memang enak sih, bisa pakai email dan sms, tidak usah tunggu berhari-hari, begitu click “send” langsung diterima si “pacar” (kecuali kalau operatornya lagi ngaco yah)

Pada tanggal 8 Februari tahun 1887, Teishinshou (sekarang Soumushou — Ministry of Internal Affairs and Communications) menciptakan lambang untuk pos seperti huruf T (〒 jika menulis yuubin ゆうびん maka akan langsung keluar tanda ini sebagai pilihan). Jadi kalau sekarang kita menulis surat, untuk menunjukkan kode pos, kita tuliskan misalnya 〒 177-0000 (kode pos di Jepang 7 angka, dengan kode 3 angka pertama merujuk daerah kelurahan, 4 angka terakhir merujuk wilayah seperti RT/RW). Ada yang bilang bahwa huruf tanda pos 〒 ini dulunya adalah penyingkatan gambar petugas pos yang bertopi, atau ada yang bilang bahwa tanda ini berasal dari katakana te (テ) dari Teishinshou. Tapi ternyata yang benar HANYA dari Latin penulisan departemen tersebut, T yang ditambah garis di atasnya.

Jadi jika Anda kebetulan datang ke Jepang, atau menerima lembaran atau surat bertuliskan huruf T dengan garis di atasnya 〒 maka itu merupakan simbol “POS”.

Menjawab pertanyaannya Afdhal, pak posnya antar bagaimana? ini fotonya

Salah Kaprah yang FATAL

7 Feb

Saya mau share sebuah postingan dari Multiply, yang saya rasa PENTING SEKALI untuk diketahui….

******************************************

Seorang teman saya yang bekerja pada sebuah perusahaan asing, di PHK akhir tahun lalu. Penyebabnya adalah kesalahan menerapkan dosis pengolahan limbah, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kesalahan ini terkuak ketika seorang pakar limbah dari suatu negara Eropa mengawasi secara langsung proses pengolahan limbah yang selama itu dianggap selalu gagal.

Pasalnya adalah, takaran timbang yang dipakai dalam buku petunjuknya menggunakan satuan pound dan ounce. Kesalahan fatal muncul karena yang bersangkutan mengartikan 1 pound = 0,5 kg. dan 1 ounce (ons) = 100 gram, sesuai pelajaran yang ia terima dari sekolah. Sebelum PHK dijatuhkan, teman saya diberi tenggang waktu 7 hari untuk membela diri dgn. cara menunjukkan acuan ilmiah yang menyatakan 1 ounce(ons) = 100 gram.

Usaha maksimum yang dilakukan hanya bisa menunjukkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia
yang mengartikan ons (bukan ditulis ounce) adalah satuan berat senilai 1/10 kilogram. Acuan lain termasuk tabel-tabel konversi yang berlaku sah atau dikenal secara internasional tidak bisa ditemukan.

SALAH KAPRAH YANG TURUN-TEMURUN.

Prihatin dan penasaran atas kasus diatas, saya mencoba menanyakan hal ini kepada lembaga yang paling berwenang atas sistem takar-timbang dan ukur di Indonesia, yaitu Direktorat Metrologi . Ternyata, pihak Direktorat Metrologi-pun telah lama melarang pemakaian satuan ons untuk ekivalen 100 gram.

Mereka justru mengharuskan pemakaian satuan yang termasuk dalam Sistem Internasional (metrik) yang diberlakukan resmi di Indonesia. Untuk ukuran berat, satuannya adalah gram dan kelipatannya. Satuan Ons bukanlah bagian dari sistem metrik ini dan untuk menghilangkan kebiasaan memakai satuan ons ini, Direktorat Metrologi sejak lama telah memusnahkan semua anak timbangan (bandul atau timbal) yang bertulisan “ons” dan “pound”.

Lepas dari adanya kebiasaan kita mengatakan 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, ternyata tidak pernah ada acuan sistem takar-timbang legal atau pengakuan internasional atas satuan ons yang nilainya setara dengan 100 gram. Dan dalam sistem timbangan legal yang diakui dunia internasional, tidak pernah dikenal adanya satuan ONS khusus Indonesia.Jadi, hal ini adalah suatu kesalahan yang diwariskan turun-temurun.
Sampai kapan mau dipertahankan ?

BAGAIMANA KESALAHAN DIAJARKAN SECARA RESMI ?

Saya sendiri pernah menerima pengajaran salah ini ketika masih di bangku sekolah dasar. Namun, ketika saya memasuki dunia kerja nyata, kebiasaan salah yang nyata-nyata diajarkan itu harus dibuang jauh karena akan menyesatkan.

Beberapa sekolah telah saya datangi untuk melihat sejauh mana penyadaran akan penggunaan sistem takar-timbang yang benar dan sah dikemas dalam materi pelajaran secara benar, dan bagaimana para murid (anak-anak kita) menerapkan dalam hidup sehari-hari. Sungguh memprihatinkan. Semua sekolah mengajarkan bahwa 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, dan anak-anak kita pun menggunakannya dalam kegiatan
sehari-hari. “Racun” ini sudah tertanam didalam otak anak kita sejak usia dini.

Dari para guru, saya mendapatkan penjelasan bahwa semua buku pegangan yang diwajibkan atau disarankan oleh Departemen Pendidikan Indonesia mengajarkan seperti itu. Karena itu, tidaklah mungkin bagi para guru untuk melakukan koreksi selama Dep. Pendidikan belum merubah atau memberikan petunjuk resmi.

TANGGUNG JAWAB SIAPA ?

Maka, bila terjadi kasus-kasus serupa diatas, Departemen Pendidikan Nasional kita jangan lepas tangan. Tunjukkanlah kepada masyarakat kita terutama kepada para guru yang mengajarkan kesalahan ini, salah satu alasannya agar tidak menjadi beban psikologis bagi mereka ;

“Acuan sistem timbang legal yang mana yang pernah diakui / diberlakukan
secara internasional , yang menyatakan bahwa : 1 ons adalah 100 gram, 1 pound adalah 500 gram.”?

Kalau Dep. Pendidikan tidak bisa menunjukkan acuannya, mengapa hal ini diajarkan secara resmi di sekolah sampai sekarang ?

Pernahkan Dep. Pendidikan menelusuri, dinegara mana saja selain Indonesia berlaku konversi 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram ?

Patut dipertanyakan pula, bagaimana tanggung jawab para penerbit buku pegangan sekolah yang melestarikan kesalahan ini ?

Kalau Departemen  Pendidikan Nasional mau mempertahankan satuan ons yang keliru ini, sementara pemerintah sendiri melalui Direktorat Metrologi melarang pemakaian satuan “ons” dalam transaksi legal, maka konsekwensinya ialah harus dibuat sistem baru timbangan Indonesia (versi Depdiknas).. Sistem baru inipun harus diakui lebih dulu oleh dunia internasional sebelum diajarkan kepada anak-anak. Perlukah adanya sistem timbangan Indonesia yang konversinya adalah 1 ons (Depdiknas) = 100 gram dan 1 pound (Depdiknas) = 500 gram. ? Bagaimana “Ons dan Pound (Depdiknas)” ini dimasukkan dalam sistem metrik yang sudah baku diseluruh dunia ? Siapa yang mau pakai ?.

HENTIKAN SEGERA KESALAHAN INI.

Contoh kasus diatas hanyalah satu diantara sekian banyak problema yang merupakan akibat atau korban kesalahan pendidikan. Saya yakin masih banyak kasus-kasus senada yang terjadi, tetapi tidak kita dengar. Salah satu contoh kecil ialah, banyak sekali ibu-ibu yang mempraktekkan resep kue dari buku luar negeri tidak berhasil tanpa diketahui dimana kesalahannya.

Karena ini kesalahan pendidikan, masalah ini sebenarnya merupakan masalah nasional pendidikan kita yang mau tidak mau harus segera dihentikan.

Departemen Pendidikan tidak perlu malu dan basa-basi diplomatis mengenai hal ini. Mari kita pikirkan dampaknya bagi masa depan anak-anak Indonesia. Berikan teladan kepada bangsa ini untuk tidak malu memperbaiki kesalahan.

Sekalipun hanya untuk pelajaran di sekolah, dalam hal Takar-Timbang- Ukur, Dep. Pendidikan tidak memiliki supremasi sedikitpun terhadap Direktorat Metrologi sebagai lembaga yang paling berwenang di Indonesia. Mari kita ikuti satu acuan saja, yaitu Direktorat Meteorologi.dan Geofisika.

Era Globalisasi tidak mungkin kita hindari, dan karena itu anak-anak kita harus dipersiapkan dengan benar. Benar dalam arti landasannya, prosesnya, materinya maupun arah pendidikannya. Mengejar ketertinggalan dalam hal kualitas SDM negara tetangga saja sudah merupakan upaya yang sangat berat.

Janganlah malah diperberat dengan pelajaran sampah yang justru bakal menyesatkan. Didiklah anak-anak kita untuk mengenal dan mengikuti aturan dan standar yang berlaku SAH dan DIAKUI secara internasional, bukan hanya yang rekayasa lokal saja. Jangan ada lagi korban akibat pendidikan yang salah. Kita lihat yang nyata saja, berapa banyak TKI diluar negeri yang berarti harus mengikuti acuan yang berlaku secara internasional.

Anak-anak kita memiliki HAK untuk mendapatkan pendidikan yang benar sebagai upaya mempersiapkan diri menyongsong masa depannya yang akan penuh dengan tantangan berat.

ACUAN MANA YANG BENAR ?

Banyak sekali literatur, khususnya yang dipakai dalam dunia tehnik, dan juga ensiklopedi ternama seperti Britannica, Oxford, dll. (maaf, ini bukan promosi) menyajikan tabel-tabel konversi yang tidak perlu diragukan lagi.

Selain pada buku literatur, tabel-tabel konversi semacam itu dapat dijumpai dengan mudah di-dalam buku harian / diary/agenda yang biasanya diberikan oleh toko atau produsen suatu produk sebagai sarana promosi.

Salah satu konversi untuk satuan berat yang umum dipakai SAH secara
internasional adalah sistem avoirdupois / avdp. (baca : averdupoiz).

1 ounce/ons/onza = 28,35 gram (bukan 100 g.)

1 pound = 453 gram (bukan 500 g.)

1 pound = 16 ounce (bukan 5 ons)

Bayangkan saja, bagaimana jadinya kalau seorang apoteker meracik resep obat yang seharusnya hanya diberi 28 gram, namun diberi 100 gram. Apakah kesalahan semacam ini bisa di kategorikan sebagai malapraktek ? Pelajarannya memang begitu, kalau murid tidak mengerti, dihukum !!!
Jadi, kalau malapraktik, logikanya adalah tanggung jawab yang mengajarkan.
(ini hanya gambaran / ilustrasi salah satu akibat yang bisa ditimbulkan,
bukan kejadian sebenarnya, tetapi dalam bidang lain banyak sekali terjadi)

KALAU BUKAN KITA YANG MENYELAMATKAN – LALU SIAPA ?.

Melalui tulisan ini saya ingin mengajak semua kalangan, baik kalangan pemerintah, akademis, profesi, bisnis / pedagang, sekolah dan orang tua dan juga yang lainnya untuk ikut serta mendukung penghapusan satuan “ons” dan pound yang keliru” dari kegiatan kita sehari-hari. Pengajaran sistem timbang dgn. satuan Ounce dan Pound seharusnya diberikan sebagai pengetahuan disertai kejelasan asal-usul serta rumus konversi yang
benar. Hal ini untuk membuang kebiasaan salah yang telah melekat dalam kebiasaan kita, yang bisa mencelakakan / menyesatkan anak-anak kita, generasi penerus bangsa ini.

# # # # #

Tulisan ini akan dikirimkan kepada media masa, baik cetak maupun elektronik yang mau menyiarkannya demi kepentingan bangsa. Dipersilahkan mengubah formatnya sesuai dengan ketentuan penyiaran masing-masing.

Juga kepada sekolah-sekolah, pabrik-pabrik serta LSM dan masyarakat
umum, untuk diketahui secara luas.

Bila anda merasa sependapat dengan saya, setuju untuk menghentikan kesalahan ini demi masa depan anak bangsa Indonesia, silahkan diperbanyak/ difoto copy dan disebar-luaskan sendiri.

Bila anda ragu-ragu terhadap kebenaran tulisan ini, silahkan menanyakannya langsung kepada Direktorat Metrologi atau Balai Metrologi setempat dikota anda berada.

Terima kasih saya ucapkan kepada anda yang peduli dan mau berpar-tisipasi menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia. Semoga Tuhan memberkati upaya ini, yang kita lakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.

Yoppy Martha Aditya

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk


ounce tidak sama dengan ons

Harap diketahui,
Ounce itu TIDAK SAMA DENGAN Ons.

Satuan Ons yang selama ini kita ketahui dipakai di Indonesia memang betul sama dengan 100 Gram. Ons ini diambil dari Belanda.

Selengkapnya baca di
http://en.wikipedia .org/wiki/ Ounce
“The Dutch have redefined their ounce (in Dutch, ons) as 100 grams[3] [4]. The Dutch’s metric values, such as 1 ons = 100 grams, is inherited, adopted and taught in Indonesia
since elementary school. It is also formally written in Indonesian National Dictionary (Kamus Besar Bahasa Indonesia) and elementary school’s formal manual book.

Jadi memang beda sekali antara Ounce dengan Ons. Ounce itu singkatannya Oz. Kalau Ons, ya Ons. Tapi memang kesalahan pemerintah Indonesia (Depdiknas) membiarkan kesalahkaprahan ini, sekaligus kewajiban untuk membetulkannya. Karena saya sendiripun baru tahu belum lama.

-tina-

Sayang……

6 Feb

Sayang, seandainya saya tidak merencanakan pergi ke Yogya dari tanggal 5 Maret. Saya bisa menonton Jason Mraz jam 18:45 Jumat 6 Maret  2009 diExhibition Hall B hiks…. Jam 8 malamnya BUDJANA di Cendrawasih 3. Oh MY…. Matt Bianco jam 11 malam??? di Plenary Hall???? wah musti tahan ngantuk tuh.

Sayang, seandainya saya tidak bela-belain bertemu Lala, Mbak Tuti, Uda Vizon, dan Ibu Dyah jika available, maka Sabtu tgl 7 Maretnya saya bisa nonton Chaseiro di Cendrawasih jam 19:30. Sejam sesudahnya Glen Fredly di Plenary Hall dan jam 23:15 Maliq di Exhibition.  Dan hari minggu nonton TOHPATI yess!!! di Cendrawasih jam 18:45, terus dengar penyanyinya Breakout, Swing Out Sister di Asembly 3….. hiks…

Sayang….sekali….. … hiks. Ternyata Tanggal 6-7-8  ada Java Jazz Festival 2009 di Jakarta. Tapi apa boleh buat saya ada acara penting sih di Yogya!. Untuk daftar lengkap bisa dilihat di  http://www.javajazzfestival.com/2009/sched_festival_2009.php?action=all

Lucu ya bahasa Indonesia rancu begitu, Sayang bisa berarti LOVE, Darling tapi bisa berarti PITY juga.Saya sudah pernah cerita juga tentang murid saya lelaki Jepang, yang berubah warna mukanya, waktu saya jelaskan kata sayang itu mempunyai arti LOVE dan Darling. Ternyata yang dia tahu hanya PITY. Jadi rupanya ada seorang gadis yang selalu mengatakan sayang padanya waktu di Indonesia, dan dia sedih kenapa gadis ini tidak suka padanya, dan menyayangkan perjumpaan dnegan nya. TERNYATA….. hiks… Kasian ya dia, kehilangan kesempatan dicintai wanita Indonesia.

Pesta Salju

5 Feb

Jangan khawatir, di Tokyo belum turun salju. Meskipun udara di sini kering, sehingga berbahaya bagi tenggorokan dan juga kemungkinan kebakaran. Setiap pagi dalam siaran berita, pasti ada berita kebakaran. Dan yang menyebalkan bagiku adalah alergi serbuk bunga. Menjelang musim semi, pohon mulai menyebarkan serbuk sarinya dan itu membuat saya alergi. Bersin-bersin dan gatal-gatal. Susah deh. KAFUN 花粉,serbuk bunga menyebabkan penyakit modern baru yang disebut Kafunsho. Sebetulnya Kafunsho ini lebih disebabkan oleh serbuk pohon pinus.

Saya sendiri baru terserang penyakit ini kira-kira 10 tahun yang lalu. Waktu itu sekitar bulan Maret, saya harus pergi mengajar ke rumah murid yang letaknya dekat pelabuhan udara Narita. Karena agak desa, masih banyak salju yang tersisa, padahal di Tokyo sama sekali tidak ada. Nah, selama saya mengajar itulah saya bersin-bersin terus. Ternyata waktu pulang saya baru tahu, bahwa di belakang kompleks perumahan itu ada hutan pinus. Dan persis waktu itu angin bertiup…. waaahh sampai kelihatan itu serbuk menguning beterbangan. Itulah sumber dan penyebab saya sampai sekarang alergi serbuk bunga. Kalau bersin/pilek saja sih tidak apa-apa, karena saya sudah biasa. Sejak SD kelas 4 sudah langganan dokter alergi Dr. Karnen Baratawidjaja di RSPP dan disuntik 3 kali seminggu. Tapi alergi Kafun ini juga menyebabkan hidung, mata dan keseluruhan muka menjadi gatal. Mata berair juga. Menyebalkan sekali.

OK, back to SNOW. Hari ini adalah hari pembukaan Pesta Salju “Snow Festival” di Sapporo. Dan tahun ini adalah yang ke 60 kalinya. Memang festival ini selalu diadakan di awal Februari, di 3 lokasi tetapi yang paling terkenal adalah di Taman Odori. Taman ini terletak persis di bawah Menara TV Sapporo. Sayang sekali waktu saya berkunjung ke Sapporo beberapa tahun yang lalu, bukan pada awal bulan Februari. Tentu saja awal bulan februari ini yang terdingin di Sapporo, bahkan katanya siang hari bisa minus 11 derajat celsius.. Brrrrr. (Tapi ada kota di Hokkaido yang minimum suhunya minus 30 derajat! Bisa bayangkan tidak ya???Dingin tidak menghalangi wisatawan yang datang. Kabarnya paling sedikit 2 juta wisatawan dari luar dan dalam Jepang datang untuk melihat langsung bangunan-bangunan es ini.

Konon salju yang dibentuk menjadi patung-patung itu tingginya hanya 7 meter, tetapi sekarang seudah melebih 15 meter. Taman Odori ini dipenuhi oleh pahatan es yang menjadi bentuk yang indah-indah. Pemahat Es dari Indonesia pun sering memeriahkan festival Salju Sapporo ini. Jika tahun lalu dimeriahkan dengan bentuk bangunan megah, kastil jepang dan Cerita Narnia, saya belum melihat reportase tahun ini berbentuk apa.

Lihat perbandingan tinggi orang dengan bentuk yang dibuat. Tapi kenapa melihat gambar-gambar indah begini, saya tetap tidak mau pergi ke sana ya? Mungkin terlalu takut memikirkan untuk menghadapi temperatur dibawah 0 derajat? (Padahal waktu saya ke Munchen saat itu minus 15 derajat saja! dan tidak apa-apa, malah saya rasa lebih dingin Tokyo, karena Tokyo berangin). Jika Anda ingin menyaksikan pesta salju ini, masih diselenggarakan sampai dnegan tanggal 11 Februari nanti. Cuma, jangan berharap untuk mendapatkan hotel/penginapan karena sudah fully booked.

Tukar budaya?

4 Feb

Sering kita jumpai kata ini untuk menggambarkan suatu kegiatan komunikasi dua negara atau lebih. Cross Cultural Program atau bahasa jepangnya 国際交流 kokusai kouryuu. Tapi saya ingat sekali ucapan Ibu Dr. Siti Dahsiar Anwar dalam kuliah Pengantar Kebudayaan Jepang,  “Kok lucu budaya nya ditukar-tukar. Budayanya sini jadi budayanya situ. Emang semuanya digantiseperti barter barang saja. Jadi tidak cocok pakai terjemahan Pertukaran Kebudayaan!”

Memang benar sih, tapi juga memang sulit menemukan kata yang tepat. Kali ini saya mau pakai terjemahannya Pemahaman Lintas Budaya saja. Ya, di sekolah biasanya ada pelajaran yang disebut Kokusai Jugyou atau Kokusai Rikai, atau masuk ke Sougou saja. (Sougou itu semacam Pengetahuan Umum). Dalam pelajaran Pemahaman Lintas Budaya itu, biasanya disampaikan langsung oleh warga asing yang bermukim di Jepang. Saya pernah melaksanakan pelajaran “Pemahaman Lintas Budaya” itu di sebuah “Karang Taruna- tempat kegiatan pemuda-pemuda” di Isogo- Yokohama. Dan karena pesertanya remaja, waktu itu selain penjelasan mengenai Indonesia, kami masak soto ayam bersama, lalu makan bersama.

Tapi kemarin, saya harus menjelaskan tentang Indonesia kepada anak SD kelas 4 di SD Matsui 松井小学校, dalam mata pelajaran “Sougou”. Tanpa informasi yang lengkap seperti berapa banyak anak yang ikut, saya menerima permintaan teman saya Akemi. Saya pikir ad-lip saja tanpa harus persiapkan apa-apa. Tapi suami saya, sang perfeksionis, mulai menyantroni saya dengan…. kamu tidak bikin selembar ringkasan bla bla bla. Jadi deh saya cari-cari apa yang bisa saya tulis. Dan itu sulit! Karena saya tidak memprediksikan kemampuan seorang anak kelas 4 SD di Jepang. Saya tidak mau membuat sesuatu yang begitu serius dan kaku. Di kepala saya bahkan saya mau ajak bernyanyi “Topi saya bundar” atau bermain janken ala Indonesia (hompipah layung gambreng kek, suit kek).

Pagi hari akhirnya jadi dua lembar pointers, informasi umum tentang Indonesia dalam bahasa Jepang. Dan waktu itu saya teringat bahwa saya punya satu set angklung mainan, buah-buahan Indonesia dari kayu, batik-batik, buku foto mengenai Indonesia … jadi saya masukkan semua ke dalam satu kantong. Begitu lihat persiapan saya, Gen memberikan saya mainan “Bajaj-bajaj” an dan tukang bakso. Juga bendera Indonesia. Yosh! siap deh.

Jam 9:15, antar Riku ke TK naik sepeda, lalu kembali ke rumah. Persiapkan macam-macam dan jam 10 ke stasiun. Hari ini Gen libur, sebagai gantinya kerja Hari Sabtu Minggu 2 minggu yang lalu. Jadi aku tinggalkan Kai dengan tenang (Kai juga sama sekali tidak menangis! –sering-sering libur ya Gen hihihi). Sampai di stasiun Tokorozawa jam 10:45. Telepon dan sms sana sini, kemudian bertemu Akemi jam 11 di depan stasiun. Bersama kita menuju mobil yang menjemput untuk pergi ke SD.

SD Matsui ini ternyata sama tuanya dengan SD-nya Gen yang sudah berusia 134 tahun, didirikan tahun 1874, dua tahun sesudah adanya “Sistem Pendidikan Jepang”. Pada tahun 1875, jumlah SD di Jepang mencapai 24.000 sekolah, hampir sama jumlahnya dengan jumlah sekarang. Memasuki gerbang sekolah yang antik, kita bisa melihat sebuah bangunan baru yang tidak identik dengan Sekolah Dasar biasanya. Rupanya bangunan ini baru dirombak, dengan konsep kelak bisa dipakai sebagai tempat apa saja, entah itu panti jompo atau pusat rehabilitasi dan lain-lain. Kenapa musti sampai jauh-jauh berpikir demikian? Ya karena “kemungkinan besar” SD itu tidak diperlukan lagi, jika jumlah anak usia SD makin berkurang. Ini adalah kecenderungan yang mulai terjadi di Jepang. SD terpaksa ditutup karena kurang murid. (Kayaknya terbalik dnegan Indonesia ya, tapi inilah kenyataan. Jumlah bayi di Jepang makin sedikit, apalagi di kota besar)

Jam pelajaran sougou ini dimulai pukul 11:40 sampai 12:30. Saya lumayan kaget karena tidak menyangka harus mengajar di Aula dengan kehadiran 100 orang anak. Saya pikir hanya di kelas kecil dengan 30-40 anak saja, jadi bisa lebih banyak interaksi dengan murid-murid. Hmmm di kepala saya langsung berpikir, memutar otak bagaimana supaya murid-murid ini tidak bosan dan tidak tidur hehehe. (Tapi kalau murid SD kemungkinan tidur masih sedikit dibanding mahasiswa, karena gurunya 3 orang mengawasi terus). Saya awali dengan salam, langsung dengan pertanyaan,

“Tahu Indonesia?”…. serempak menjawab …”tidak!”
“Tahu Pulau Bali?”…. mulai kasak kusuk, dan ada yang menjawab, “Aku udah pernah ke sana!”

AHA….

dari situ perkenalan tentang Indonesia oleh Imelda Sensei dimulai hihihi. Dan tidak terasa waktu habis begitu saja, dengan minat yang besar dari murid-murid untuk menyentuh contoh Durian dan Angklung.

Setelah pelajaran selesai, murid kembali ke kelas masing-masing. Dan hari itu saya beserta Ibu Nishimura (dari PTA) ikut makan bersama murid-murid di kelas. Kebetulan ada 9 orang yang sakit flu, sehingga jatah makanan melimpah. Saya memang sengaja menerima tawaran mengajar di SD ini, untuk melihat suasana SD Jepang bagaimana. Siapa tahu bisa menjadi contoh jika Riku masuk SD nantinya.

Setiap murid diberi tanggung jawab. Makanan dibawa ke kelas dalam meja dorong. Ada yang bertugas membagi nasi, ada yang membagi sayur, dan ada yang membagi ikannya. Karena kemarin adalah setsubun, jadi menu makanannya spesial…. demikian kata gurunya. Meskipun saya tidak merasa itu spesial (biasa aja gituh). But kalau mau dipikir, makan di kelas bersama dengan menu yang sama, dengan perhatian pada balance gizi yang bagus, dengan harga tidak sampai 200 yen sekali makan, dan yang utama…. Ibu tidak usah pusing memikirkan mau bawakan bekal apa setiap harinya… Perfect!

Makanan dari sekolah, sup, nasi campur sayuran, acar dan ikan goreng + susu dan kacang kedelai
Makanan dari sekolah, sup, nasi campur sayuran, acar dan ikan goreng + susu dan kacang kedelai

:::::::::::::::::

Setelah selesai makan juga semua mempunyai tugasnya masing-masing. Ada yang mengumpulkan kotak susu, ada yang mengumpulkan plastik/sedotan, ada yang mengumpulkan piring sayur, mangkuk sup dan mangkuk nasi serta nampan. Semua bergerak… karena setelah acara makan ini mereka pulang ke rumah masing-masing. (Biasanya lebih lama)

Well, kemarin saya belajar untuk mengajar anak SD. Sempat terpikir untuk mengambil sertifikat guru, dan tanya ke Gen. Dia bilang musti belajar 4 tahun …. phew! ngga deh… mending aku meneliti yang lain. Jadi guru SD makan ati hihihi. Makanya saya kagum sama orang yang mau jadi guru SD. Wong dulu saya ditawari jadi guru SMP/SMA khusus laki-laki, saya tolak! Ngeriiii (Ngebayangin musti ngajar orang macam DV? hahahaha… eh De Britto itu cowo semua bukan sih?)

Sepulang ke rumah, saya menemukan rumah kosong. Rupanya Gen menjemput Riku dan setelah itu mengajak Riku dan Kai bermain di taman.

Dan pagi ini aku senang, karena Riku minta makan yang disediakan sekolahnya. Memang harus bayar 300 yen, tapi bisa istirahat buat bekal makan /bento (waktunya bisa untuk nulis hehehe. Kenapa kok 300 yen, lebih mahal dari yang SD. Itu karena makanan yang di TK dipesan ke perusahaan, bukan buat sendiri. Kalau yang SD itu dibuat di sekolahnya sendiri.)

Pergilah kesialan, datanglah keberuntungan

3 Feb

Hari ini adalah hari Setsubun, yaitu hari sebelum hari “awal” sebuah musim. Setsubun juga diartikan sebagai “pembagian” musim. Nah setsubun hari ini adalah awal memasuki spring, musim semi. Nah, di awal musim seperti ini, diadakan upacara untuk mengusir setan (ONI) dengan cara:

1. melempar kacang kedelai ke arah luar. Diharapkan dengan lemparan kacang ini sang setan (ONI) akan lari dan membawa pergi kesialan bersamanya. Sambil melempar kacang ke arah luar rumah biasanya kita akan berkata, “Oni wa soto, fuku wa uchi (Setan pergilah, keberuntungan datanglah)”. Anak-anak biasanya akan memakai topeng Oni yang dijual di pasaran, dan sambil bermain melemparkan kacangnya. Anak-anak akan mengambil kacang kedelai (selain yang dilempar) sesuai umurnya. Jadi kalau umur 9 tahun, mengambil 9 butir kacang untuk dimakan. Dengan makan kacang kedelai ini, diharapkan badan menjadi kuat dan tetap sehat serta tidak terkena masuk angin, penyakit yang umum di musim dingin.  Dalam acara televisi yang saya tonton beberapa waktu lalu, dijelaskan bahwa ONI dimaksudkan sebagai penyakit dan untuk menyembuhkannya memakai kacang yang merupakan sumber protein. Yang lucunya, saya membaca bahwa di daerah Hokkaido, Jepang utara dan Kyushu selatan, yang dilempar adalah kacang tanah. Alasannya, kacang tanah yang masih berkulit itu sesudah dilempar dapat lebih mudah dikumpulkan dan dimakan. Iya sih, kalau mau mengumpulkan kacang kedelai yang sudah dilempar sulit juga. Biasanya ibu-ibu akhirnya mengumpulkan pakai sapu saja, kemudian langsung dibuang ke tong sampah.

2. makan Ehomaki, yaitu sejenis roll sushi (norimaki) yang khusus dimakan pada hari setsubun. Roll ini agak besar dan juga sering disebut Marukaburi. Konon, di hari sebelum setsubun, kita harus makan sushi ini dan sebelumnya tanpa bersuara mengajukan permohon (seperti wish upon a star aja deh). Mewakili 7 dewa, yang disebut Shichifukujin, 7 macam “lauk” diisi dalam nasi sushi untuk kemudian dilinting. 7 jenis lauk itu adalah kanpyo (sejenis mentimun yang dikeringkan), ketimun, jamur, rumput laut, unagi (belut) dan abon denpun, telur dadar, atau yang lainnya. Kalau dipikir, dengan nasi dan lauk begini mewah memang badan bisa menjadi kuat ya.

Kadang-kadang di sekolah akan muncul orang berkostum ONI, datang dan mengganggu anak-anak. Kemudian anak-anak akn melemparkan kacang ke arah ONI itu. Di penitipan anak atau TK biasanya banyak anak yang takut dan menangis. (wajar ya) Di jepang Oni biasanya berwarna biru dan merah.
Kadang-kadang di sekolah akan muncul orang berkostum ONI, datang dan mengganggu anak-anak. Kemudian anak-anak akn melemparkan kacang ke arah ONI itu. Di penitipan anak atau TK biasanya banyak anak yang takut dan menangis. (wajar ya) Di jepang Oni biasanya berwarna biru dan merah.

Sakit Kepala atau Pusing?

2 Feb

Emangnya beda yah? Hmmm mustinya sih beda. Tapi saya lagi malas untuk mencari perbedaannya sekarang, karena sedang sakit kepala. NAH, sakit kepala tapi maksa tulis postingan baru, gimana sih?

Terus terang saya sakit kepala karena kebanyakan nangis. Menangis selalu membuat saya sakit kepala.  Menonton film yang sedih pasti membuat saya menangis, dan kemudian sakit kepala. Karena alasan itu lah sebenarnya yang membuat saya tidak suka menonton film. Ya, saya tidak mau menangis!

Dan supaya saya tidak menangis, saya tidak mau membaca buku yang sedih juga. Kalau sudah tahu ceritanya sedih, biasanya saya sengaja tidak membaca. Kecuali ada tujuan lain, seperti menulis review. Tapi…. Minggu sore kemarin tidak sengaja saya memilih buku yang akhirnya membuat saya menangis… benar-benar menangis.

Kai tertidur sore, kira-kira jam 4. Tidak lama lagi saya lihat Gen juga sudah baring-baring di atas hot carpet dan ketiduran. Tinggal saya dan Riku yang masih terbangun. Riku seperti biasanya sibuk dnegan program tivinya. Well, saya mau membaca, pikir saya. Dan karena saya tahu, waktu saya tidak banyak apalagi kalau Kai terbangun, maka saya memilih buku itu. rectoverso.

Pikir saya .. tertulis ada 11 cerita, jadi kalau saya cuma sempat membaca 2-3 cerita, then tidak akan menggantung seperti kalau baca novel. Jadi saya buka lah halaman pertama, sambil memasang CD nya (yang sudah kerap aku pasang). Dan…. “Curhat buat sahabat” …. hmmm OK…. kadang memang mata kita buta terhadap cinta yang di dean mata. “Malaikat Juga Tahu” hmmm aku jadi mikir pada orang-orang yang kurang normal tapi punya hati. “Selamat Ulang Tahun” hmmm persis banget kejadian waktu ulang tahunku yang kemarin. Ingin memang memundurkan waktu. Sempat bingung dengan pronoun di “Aku Ada” . “Hanya Isyarat” juga indah. Kadang memang kita lebih baik hanya tahu sedikit dan cukup dengan pengetahuan itu. Ah pokoknya ceritanya bagus-bagus. Dan yang paling membuat aku menangis adalah “Firasat”. Sampai si Riku bilang, “Mama matanya merah… mama sakit?” Dan biasanya kalau sudah begini, dia akan datang dan mengatakan,”Mama jangan sedih, kan ada Riku”….

Dua jam menghabiskan 11 cerita, pakai menangis jadinya kepala sakit. Sebetulnya kalau ada banyak waktu lebih baik bacanya satu-satu diresapi. Dua cerita yang berbahasa Inggris mungkin perlu waktu lebih banyak. But bahasanya Dee enak dan pakai metafor yang bisa saya mengerti, sehingga membuat saya ingin baca lagi buku dia yang lain. Memang talented sekali ya dia, pantas ada seorang teman yang jatuh cinta padanya dan menulis di sms,”Seharusnya aku yang berdiri di sampingnya, bukan Reza!”. aih aih

Sempat kaget juga sih baca nama produsernya, persis pleg dengan nama adik laki-lakiku. Bukan kamu kan Ndy? Dan ngiri juga si Mang kumlod bisa foto sama Dee.

Nah, kenapa aku maksa posting dengan judul Sakit kepala? Karena hari ini tanggal 2 Februari di jepang ditandai sebagai hari Hari Sakit Kepala (tidak libur loh). Karena sakit kepala bahasa Jepangnya Zutsu, yang merupakan variasi pelafalan angka 2. Menurut saya, sakit kepala adalah keadaan nyeri, tegang, seperti dipukul-pukul, sakit di kepala, sedangkan untuk pusing lebih ke keadaan berputar-putar seperti vertigo. Kalau tidak salah dalam bahasa Malaysia, putar-putar (jalan-jalan) itu disebut pusing-pusing ya? Bagaimana dengan definisi ini menurut teman-teman?

Dalam Kelembutan Pagi

1 Feb

Dalam kelembutan pagi
Buana berseri
Dibuai bayu dini hari
sejuk dihati

Kusambut pagi sendiri
Tanpa kau melati
Namun tak kulupakan dikau
satu denganku

Padamu angin kubertanya
Mungkinkah abadi
Bahagiaku kini
Kupasrah Illahi

(lirik oleh Baskoro – sebuah nama jawa yang saya suka tapi ada yang bilang Jockie Suprayogi… tidak tahu mana yang benar)

Pagi ini memang tidak bisa dibilang lembut. Karena sebetulnya amat sangat berangin…. dan dingin. Jam 6:30 aku keluar rumah dan berjalan dengan tergesa-gesa. Dan waktu aku lewat toko kelontong “Murata” tetangga rumahku, kulihat jam sudah menunjukkan 6:35. Tapi untung ketika tiba di halte bus, tertunjuk display digital bahwa bus akan sampai dalam 4 menit. Syukurlah aku tidak harus menunggu lama dalam dingin. Bahkan masih sempat memotret langit pakai kamera ponsel.

Sampai di Stasiun Kichijoji jam 6:59 … wah pasti terlambat untuk misa jam 7 pagi. Tapi biarlah, yang penting niat kan?  Aku berjalan ke arah gereja. Masih pagi, belum ada toko yang buka. Tapi di beberapa toko yang akan buka jam 9 pagi, sudah terlihat pegawainya membersihkan dan menyiapkan etalase tokonya. Saya belum pernah bekerja di toko, tapi saya tahu kerja seperti itu juga berat. Pernah coba membawa nampan penuh berisi piring-piring? Itu memang membutuhkan ketrampilan sendiri. Yang saya pernah hanya mencuci piring untuk 400 orang…. dan itu memang menyakitkan tangan dan punggung (saya memang selalu bermasalah dengan punggung). Tapi kalau membayangkan arbaito mencuci piring, seperti yang saya dengar dari mahasiswa di Amerika? Uhhh betapa menyiksanya pekerjaan itu. Apalagi di musim dingin begini, tangan kering dan jika mencuci dengan air hangat, bisa menjadi luka-luka. Perih setiap terkena sabun. Saya selalu ngeri dan kasihan setiap melihat ibu temannya Riku. Seorang ibu rumah tangga yang anaknya 3 atau 4 deh. Tangannya hancur! Entah mungkin dia juga atopi, penyakit baru di Jepang semacam alergi kulit. Saya jadi teringat dulu waktu mahasiswa dan tinggal di keluarga orang Jepang, Nenek yang tinggal bersama selalu mengelus tangan saya dan berkata,”Tangan seorang putri… halus dan lihat kuku kamu masih bulat. Kalau bekerja keras, tangan tidak sehalus ini dan kuku pasti menjadi pipih.” Padahal tangan teman saya Ratih yang mungil itu masih jauuuh lebih bagus dan halus dari saya (Tangan gue gede bo!). Setelah menikah memang terjadi apa kata Nenek itu. Tangan menjadi kasar dan kuku tidak bulat lagi. Resiko menjadi seorang istri, ibu dan pembantu mungkin yah hehhehe. So teman-teman para suami, coba nanti dirasakan dan diperhatikan tangan istri-istrinya ya hehehe (tapi di Indonesia ada pembantu asisten sih yang kerja kan pembantu asisten… DAN JANGAN MEMBELAI TANGAN PEMBANTU ASISTEN UNTUK MENGETAHUI ITU YA… PLEASE hihihi)

Ternyata misa tidak diadakan di gereja, tapi di kapel kecil di sebelah altar. Agak ragu saya masuk, karena terlambat 8 menit. Tapi biarlah, toh belum sampai bacaan pertama. Jadi saya masuk dan duduk di sudut kapel. Umat semua setengah baya dan tidak sampai 20 orang. Pastor John, yang orang Indonesia berkotbah dengan bahasa Jepang yang fasih. Hebat! Saya sengaja tidak mau memperlihatkan muka saya sebelum kotbah, takut pastor grogi (Pastor grogi ngga ya? hehehe). Sayang saya lupa menanyakan pada pastor tentang hal ini. Padahal sesudah misa, kami sempat bercakap-cakap ngalor-ngidul mengenai politik segala. Saya diberitahu bahwa kemarin gereja komunitas Indonesia di Meguro kaya pastor, karena pastor yang datang sampai 3 orang hahahaha. Rupanya terjadi miskomunikasi. Tapi sedih juga mengetahui bahwa Pastor John akan dipindahkan ke Nagasaki akhir bulan Maret nanti.

Karena hari masih pagi, toko-toko belum buka, jadi saya langsung pulang ke rumah naik bus. Sampai di rumah teng jam 8:59. Membuka pintu dan melihat my three boys sudah bangun. The Big One lagi jemur pakaian… Wow thank you! Dan Riku tidak mau ketinggalan membuatkan toast untuk kita sarapan pagi. Well, hari cerah meskipun berangin, dan membuat orang ingin pergi ke luar, meskipun tidak cocok untuk berpiknik. Waktu saya selesai menuliskan posting ini, Riku, Kai dan papanya sedang pergi jalan-jalan. Riku naik sepeda, dan kai naik baby car. Itu anak juga senang sekali kalau tahu mau pergi keluar. Dia persiapkan sendiri sepatu dan tasnya!

Well, Have a nice SUN-DAY !!


Beautiful Sunday by Daniel Boone