Hari untuk Lansia

15 Sep

Bahasa Jepangnya Keirou no hi 敬老の日 (hari libur nasional)。Sampai dengan tahun 2002, Hari Lansia ini selalu diperingati setiap tanggal 15 September apapun harinya. Tapi sejak ada kebijaksanaan Happy Monday (membuat hari libur beruntun Sabtu, Minggu, Senin ….seperti di Indonesia lah), maka sejak tahun 2003 berubah menjadi Minggu ke 3 bulan September.

Mengapa ada hari libur yang disebut sebagai Hari Lansia itu sih? Kabarnya pada tahun 1947, di sebuah desa di Prefektur Hyogo, menetapkan adanya hari Toshiyori no Hi (Hari orang tua), dengan slogannya “Kita pinjam akal pikiran orang yang tua untuk membangun desa kita”. Karena tanggal 15 September itu dianggap merupakan hari paling cerah, maka setiap tanggal 15 September itu diperingati Hari Lansia, dan dari desa tersebut pada tahun 1950 menyebar ke seluruh prefektur, dan pada tahun 1966 resmi hari Lansia ini menjadi hari libur nasional. (Hebat ya…mulai dari desa tuh..)

Lalu pada hari ini Lansia ngapain? Ya biasa saja sih, tapi biasanya dari pemerintah daerah di tempat tinggalnya, ada hadiah dibagikan pada lansia ini (biasanya berupa kue Jepang Manju merah putih atau Kastela). Bagi lansia yang punya cucu-cucu biasanya hari ini juga bisa diadakan “pertemuan” keluarga. Bila ditanya, yang namanya Lansia itu dari usia berapa? Hmmm susah juga ya. Jawabannya semua orang yang sudah tua = lansia. Semestinya dari usia 60 tahun karena dalam kalender Cina (Shio) manusia itu genap 5 kali mengalami satu putaran kehidupan yang lamanya 12 tahun (Satu putaran itu ada 12 shio) dan dalam bahasa Jepangnya disebut Kanreki. Pada usia 60 tahun ini juga biasanya pegawai akan berhenti pensiun.  Tapi karena usia harapan hidup orang Jepang semakin tinggi, umur 60 tahun belum dianggap tua. Kalau boleh saya menetapkan (menurut saya) Lansianya itu mulai 70 tahun.

Sebagai informasi tambahan Peringatan khusus bagi lansia setelah Kanreki (60 tahun) adalah waktu mereka berusia, 70 th, 77 th, 80 th, 88 th, 90, 100 tahun dan 111 tahun. Menurut laporan pemerintah jumlah lansia sekarang jumlahnya mengalami peningkatan yaitu sudah memecah angka 10% dari jumlah penduduk.

(Blind Power) Tatkala Gelap Tak Lagi Mencekam

10 Sep

Well, akhirnya Pe-eR saya dari Bang Hery selesai juga. Hari Sabtu lalu saya baca buku tersebut di kereta sampai halaman 30, lalu hari ini saya konsentrasi selesaikan sisanya sampai halaman 373…. capek karena sambil diganggu unyil-unyil kecil dan kesibukan rumah tangga. Tired but satisfied!

Saya tidak tinggal di Indonesia. Saya belum pernah menonton acaranya Kick Andy, sehingga saya tidak tahu nama Ramaditya kalau tidak membaca buku ini. Memang sebelumnya saya diberitahu bahwa Rama adalah tunanetra yang menjadi Motivator. Terus terang saya tidak akrab dengan kata motivator, karena menurut saya apa saja atau siapa saja bisa menjadi motivator yang bisa memotivasi, inspiring somebody yang kebetulan “pas”. Tetapi kelihatannya kata ini sedang naik daun di Indonesia karena memang masyarakatnya sedang membutuhkan “angin segar” di masa-masa seperti sekarang ini. Indeed.

Waktu saya baca buku “BLIND POWER Berdamai dengan Kegelapan” ini sampai halaman 97 kecepatan membaca saya yang biasanya cepat menjadi agak lambat, mungkin karena ada beberapa istilah game/komputer yang tidak saya mengerti (padahal ngga bego-bego amat loh). Tapi setelah itu, saya bisa menikmati perjalanan hidup seorang RAMA yang begitu padat dan berisi. Kalau Anda berpikir bahwa dengan membaca buku ini Anda akan menangis terharu maka Anda salah besar. Buku ini tidak menceritakan tentang “kemalangan” seorang tunanetra, meskipun ada bagian-bagian tertentu yang sempat membuat saya menghapus air mata yang menggenang di sudut mata. Tapi lebih sering saya terbahak-bahak atau terkikik-kikik waktu membaca sehingga mengagetkan anak-anak saya (mereka pikir wah ibunya mulai …… deh). Enchanting book!

Sembari membaca, saya menaruh Post-It di halaman yang penting, mencoret dan membuat catatan-catatan dan juga membuka website Yayasan Mitra Netra, yang sempat membuat saya tak tahan untuk tidak klik pages nya yang bilingual itu….. semua ini membuat proses membaca saya juga akhirnya menjadi lambat. Dan saya tahu pasti editor buku ini cukup keras bekerja memadatkan buku menjadi 373 halaman, sebab mungkin kalau Rama mau menceritakan pengalamannya lebih mendetil pasti ketebalan buku akan menjadi 2-3 kali lipat. Tapi percayalah, seandainya sampai sebegitu tebalnya pun, pengalaman Rama tetap akan menarik untuk dibaca. Believe me.

Seperti yang Anda semua ketahui, Rama memang lain daripada yang lain yaitu dia tunanetra. Tapi saya salut dengan Rama yang tidak mau menggunakan “keterbatasan” nya itu sebagai alasan atau halangan. Dia mau menunjukkan bahwa dia bisa sama seperti yang lain, tapi juga tidak maksa untuk menjadi manusia super. Bahkan di halaman 196 dia menekankan….. (kita ini cacat, jadi buang jauh-jauh gengsinya!), menanggapi tunanetra lain yang malu memakai alat-alat ketunanetraan. Dan tongkat itu amat membantu Rama misalnya pada saat dia tidak sengaja harus berurusan dengan “gunung putri”. (hal. 253) Face the fact.

Rama pasti bisa menjadi motivator untuk penyandang tunanetra lainnya dengan mengisahkan pengalaman pribadinya yang seabrek-abrek itu. Bayangkan saja selain Game Music Composer, Blogger, Motivator, Penulis, Wartawan dan Editor, seperti yang tertulis di halaman sampul buku, dia juga pengembara. Mengembara bepergian ke tempat yang jauh dan belum pernah dikunjunginya seakan hal yang lumrah bagi Rama, karena dia punya tekad yang kuat. Apalagi dia selalu dilindungi oleh Lima Bidadari imajinasinya. Waktu membaca percakapan-percakapan Wahita, Tiara, Lala, Aurora dan Darth Aurora, awalnya saya sulit memahami percakapan itu, tapi dengan saya berfantasi dengan membayangkan film anime, saya bisa memahami peran dari masing-masing bidadari. Sungguh Rama berhasil mengendalikan dirinya dengan baik. Mungkin dengan imajinasi yang kuat seperti penciptaan 5 bidadari ini Rama kelak bisa juga menjadi pencipta film anime asli Indonesia? Who knows?

Dan kalau saya boleh tambahkan Rama juga adalah pengembara cinta (maaf ya Rama) yang tidak sungkan juga untuk bergaul dengan lawan jenis yang normal. Coba lihat deretan nama wanita yang pernah singgah di hatinya (saya rasa ini belum semua hehehe). Mungkin jumlahnya lebih banyak daripada pemuda “biasa”. Dan ini menunjukkan juga bahwa dia itu percaya diri. Baca pula tulisannya kepada sesama tunanetra yang curhat mengenai masalah cinta. Saya rasa nasehat itu tidak hanya berlaku untuk penderita tunanetra tapi juga bagi kita yang “biasa”! Bahkan saya sempat tertawa waktu membaca bahwa dalam komputer Rama ada video joroknya. Hei, itu wajar bukan? So penyandang cacat… Jangan rendah hati, jangan pula tinggi hati… Be normal and head ahead!! (hal. 316)

Tetapi siapa bilang Rama tidak bisa menjadi penggugah untuk kita manusia normal? Saya sempat tertegun waktu membaca kisahnya di Bab 12. Ya, Rama menunjukkan bahwa dia juga manusia biasa yang sama seperti kita, punya lara hati, putus asa dan pernah melarikan diri. Analoginya bahwa manusia bagaikan pedang yang harus ditempa, dipanaskan, dipahat, dibakar dalam kobaran api supaya kuat. Atau 4 “terlalu” yang dia gambarkan dapat membuat kita lara, rasanya pas untuk saya yang sering mengkonsumsi TERLALU seperti Rama juga. Mari Rama, kita sama-sama berjuang dan menaikkan level kita menuju bahagia (yang tidak terlalu). Go for it!

Rama memang hebat…. Bahkan Ibunya mengatakan, “Kamu akan jadi orang hebat, Nak” sambil memeluk Rama ketika Rama kembali dari pelariannya di tahun 2005… Dan kalau saya boleh berkata… Orang tua Rama lebih hebat lagi. Saya merasa luar biasa dan berpendapat mustahil kedua orang tua Rama tidak memberitahukan pada Rama bahwa dia “lain”…. berbeda dengan orang “biasa” sampai umur 7 tahun. Bagaimanapun juga pasti caranya berbeda dalam membesarkan dan mendidik anak tunanetra. Di Jepang biasanya banyak diterbitkan juga buku kisah orang tua yang membesarkan anak-anak hebat. Dan kiat atau pengalaman orang tua Rama inilah yang saya ingin sekali baca, sehingga kalau Rama berhasil menjadi motivator untuk kaumnya dan kaum muda, maka saya berharap orangtua Rama menjadi motivator bagi orang tua-orang tua yang mempunyai anak cacat. Hoping and waiting.

Semoga dengan kehadiran buku Rama, semakin banyak manusia Indonesia, baik yang mempunyai kekurangan fisik maupun yang mempunyai kesempurnaan fisik dapat terinspirasi dan termotivasi. Saya juga berharap barier free – bebas hambatan – bagi penderita cacat tubuh di Indonesia dapat dipikirkan dengan serius (Kalau bisa contohlah Jepang!). Akhir kata, Selamat pada Rama dan semoga saya bisa bertemu Anda di Tokyo, mungkin dalam rangka jalan-jalan atau bekerja. Selamat juga bagi Grafindo atas peluncuran buku hebat ini. Congratulations!

***imelda coutrier miyashita***
Foto contoh panduan jalan bagi tunanetra yang ada di setiap stasiun dan jalan-jalan di Tokyo:

Baca juga ulasan buku ini dari teman-teman saya:

“RAMA, SANG RAMA-RAMA”

“in search of lights”

“Blind Power: Berdamai dengan Kegelapan”

Bagai Gelombang

6 Sep

****terinspirasi oleh unclegoop *pelabuhan hati* dalam Pantai Kerang dan Karang

Bagai Gelombang

datang dan pergi
menghantam pantai hatiku
menyapu bersih rasa cinta
menyeretnya sampai ke tengah laut

betapa dasyatnya badai cinta itu datang
badai itu pun akan mereda
yang tinggal hanya
pantai yang tenang dan bersih

anggaplah cinta itu badai
yang datang tiba-tiba
tapi juga akan hilang tiba-tiba
dan begitu kau sadari
gelombang cinta itu telah pergi……
jauh…..
tak kembali…..

mengapa kau harus datang, jika kau akan pergi????
kubangun pagar tinggi penahan gelombang
tak mau hanyut kedua kali…..
dalam gelombang yang kau suarakan

***Truth Is Hurt***

Lonely is the Night

5 Sep

tapi bukan dari Air Supply ya… dan ini seharusnya adalah terjemahan yang tepat (menurut saya) untuk lagu yang dikenal dengan judul Sukiyaki yang sering dinyanyikan sebagai wakil “lagu Jepang”.

Aku berjalan sambil memandang ke langit
sambil menahan airmata yang menggenang
kukenang musim semi
malam ini aku sendiri

Aku berjalan sambil memandang ke langit
sambil menghitung bintang yang samar terlihat
kukenang musim panas
malam ini aku sendiri

Kebahagiaan ada di balik awan
kebahagiaan ada di balik langit

Aku berjalan sambil memandang ke langit
menahan airmata yang menggenang
dan kuberjalan sambil menangis
malam ini aku sendiri

Kukenang musim gugur
malam ini kusendiri

Kesedihan ada di bayang bintang
Kesedihan ada di bayang bulan

Aku berjalan sambil memandang ke langit
menahan airmata yang menggenang
dan kuberjalan sambil menangis
malam ini aku sendiri

malam ini aku sendiri………

Judul lagunya sendiri dalam bahasa Jepang adalah “Ue wo muite arukou”上を向いて歩こう, Berjalan sambil memandang langit. Dinyanyikan oleh Kyu Sakamoto dan dirilis tahun 1961, lagu ini memang menyebar ke seluruh dunia dan pada tahun 1963 mencapai top chart di Amerika, yang tidak bisa dikalahkan oleh lagu Jepang lainnya. Tapi lagu yang terkenal di Amerika ini diganti judulnya dengan Sukiyaki, karena dianggap lebih menggambarkan Jepang (padahal tidak ada hubungannya dengan makanan sukiyaki yang seperti semur itu). Dan lagu ini terntu saja sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan bahasa dunia lainnya. Dan terus terang saya tidak suka versi inggrisnya…jadi kayak lagu minyo (dangdutnya jeoang deh heheheh). Kyu Sakamoto adalah salah satu dari 520 orang yang menjadi korban kecelakaan fatal Penerbangan 123 Japan Airlines di puncak Gunung Osutakayama (Prefektur Gunma), 12 Agustus 1985. Sakamoto Kyu tutup usia pada usia 43 tahun.

Yang mau dengar lagu versi aslinya bisa di YouTube ini

Selain lagu Ue wo muite arukou ini, Kyu Sakamoto juga terkenal menyanyikan lagu berjudul “Pandanglah bintang di langit” 見上げてごらん夜の星を. Yang artinya sebagai berikut:

*Pandanglah bintang di langit
Bintang yang kecil bercahaya samar
menyanyikan lagu kebahagiaan

**Pandanglah bintang di langit
Bintang yang tak punya nama seperti kita
berdoa untuk secuil kebahagiaan

Gandenglah tanganku
kejarlah mimpi bersama
Jika kita berdua, tidak akan sulit

back to * , **

*見上げてごらん 夜の星を
小さな星の 小さな光りが
ささやかな幸せを うたってる

**見上げてごらん 夜の星を
ぼくらのように 名もない星が
ささやかな幸せを 祈ってる

手をつなごう ぼくと
追いかけよう 夢を
二人なら 苦しくなんかないさ

*,**

Kedua lagu ini musiknya agak sendu meskipun tidak cengeng, palagi suara Sakamoto Kyu yang penuh dan mantap bisa menghayati lagu yang sebetulnya amat sangat sederhana. Mungkin karena kesederhananya inilah yang membuat kedua lagu ini terkenal. Pemikiran wabi sabi sangat mendalam dalam masyarakat Jepang (ini menurut saya loh)

Wabi sabi itu apa? nanti saya bahas ya….

CD Cerita Anak-anak

2 Sep

Dalam pekerjaan saya sebagai narator, suara saya sering dipakai untuk komersial/advertising di radio, atau dalam video atau di pesawat JAL, atau dalam CD untuk pelajaran bahasa Indonesia seperti yang sudah saya masukkan dalam page logbook. Kadang saya tidak punya arsip untuk saya sendiri terutama jika itu untuk komersial dan video (but saya masih menunggu Alex katanya dia mau minta copy DVDnya Yamaha) . Kalau mau mendengar yang JAL berarti saya harus pulkam terus hhihihi (maunya sih gitu). Tapi ada satu CD yang lain dari yang lain, yaitu CD cerita anak-anak.

Bentuknya mungkin bukan seperti yang dituliskan oleh Bang Hery tentang Talking Book. Ada buku cerita bergambar dan ada CDnya. Saya harus mengerjakan terjemahannya dan setelah itu mengerjakan narasinya. Dalam proses menerjemahkannya saya terbentur pada masalah-masalah yang cukup rumit yaitu onomatope. Dalam bahasa Jepang banyak sekali dipakai onomatope dan itu ada yang bisa dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, dan banyak yang tidak bisa dicari kata-kata yang persis untuk bahasa Indonesianya. Misalnya ini :

onna no ko ameno naka wo tattaka tattaka hashitteimasu.

anak perempuan berlari-lari dalam hujan.

tattaka tattaka ini menggambarkan suara anak berlari…. nah… bahasa Indonesianya? ceplak cepluk? atau kalau gendut mungkin debam debum? hihihihi. Dan suara seperti tattaka tattaka ini berbeda tergantung subyeknya… penguin pettan pettan.… duhhhhhhhhhh pusing!!!

Jadi saya harus mengabaikan onomatope seperti itu dalam menerjemahkan.

Selain faktor onomatope yang rumit dalam bahasa Jepang, saya mau memberikan pengakuan yang sebetulnya “memalukan”. Begini, …. dalam cerita ada bagian tentang “Mandi dengan Ayah”. Di Jepang, istilah bagian badan itu sama semua… baik untuk anak-anak laki-laki maupun pria dewasa mengacu pada kata yang sama, yaitu o-chinchin (pasti ada yang sudah pernah mendengar lagu anak-anak chinchin ponpon… nah itu adalah kelamin pria, hampir semua benda dalam bahasa jepang berawal o- yang menyatakan hormat/sopan. Jadi kalau mencari di kamus harus mencari di kata chinchin…. yang dalam bahasa Indonesianya mengacu ke “ring” — makanya dalam misa perkawinan pasangan campur harus menghindari pemakaian kalimat, “Terimalah cincin (RING). ini sebagai lambang cintaku padamu”)

Nah, masalahnya pada tahun 2002 itu saya belum chatting. Coba kalau saya sudah mulai chatting mungkin saya tidak akan membuat kesalahan ini. Saya bisa mengadakan survey/angket ttg kata yang satu ini. Ya, saya hanya mengacu pada kata k**** untuk menerjemahkan kata chinchin ini. Terus terang (phillips terang terus hihihi) saya TIDAK INGAT (kalo lupa ya lupa aja deh ) sama sekali bahwa ada kata t**** …. Dan waktu saya cari di kamus… kata t**** ini berasal dari bahasa Jakarta. Jadi belum tentu dipakai di daerah lain (KBBI: Jk n kemaluan anak laki-laki ). Jadi saya bingung waktu itu dan memutuskan memakai kata k****  itu. Ini benar-benar merupakan pengalaman bagi saya dan semakin sadar betapa pluralnya masyarakat indonesia.

Setelah melalui proses penerjemahan, masuk studio sekitar bulan November 2002 waktu saya sedang hamil Riku. Tentu saja dalam narasi bagian “Mandi dengan Ayah” itu saya harus menahan jangan sampai tertawa atau malu-malu sampai pengucapan tidak jelas hihihi.

Ohanashi ehon ini diterbitkan dalam 25 bahasa oleh Lembaga Pendidikan Shichida. Bagi yang berminat, saya rasa masih dijual di toko buku terkenal di Tokyo.

Apa yang akan hilang dalam 10 tahun mendatang?

1 Sep

Kalau dulu saya pernah posting mengenai perubahan yang dirasakan dalam 10 tahun terakhir ini, kali ini akan mengulas tentang apa yang ada sekarang, tapi mungkin untuk 10 tahun ke depan sudah tidak ada lagi. (Jangan-jangan saya sendiri 10 tahun yang akan datang udah ngga ada nih heheheh).

OK dari survey ternyata orang-orng di Jepang memilih barang-barang ini akan LENYAP dalam 10 tahun, dan nomor satunya (yang sudah pasti hilang gituh) adalah TV dengan braun capsul… ya TV yang sekarang masih ada di ruang tamu saya deh hehehhe. Berikutnya? Hmmm kita lihat daftarnya aja ya..

  1. TV Braun (plasma…aquos… aku sih masa bodo… ngga suka nonton ini)
  2. Telepon dengan sistem putar (bukan tekan /push) (apalagi kalau masih pake pesawat
  3. Penyewaan Video VHS (hhmmm kayaknya sih iya sapa yang mau bawa gede-gede gitu)
  4. Kantong plastik gratis di Supermarket dan konbini (hmm hemat dan ramah lingkungan siiip deh)
  5. Telepon Umum (krn semuanya sudah punya keitai (HP) sih
  6. ADSL ( wahhh kasian juga, semua koneksi dipaksa jadi fiber optic)
  7. MiniDisc /MD   (hmm kalah sama ipod ya)
  8. Instant Camera  (semua udah punya HP yang ada kameranya sih)
  9. Batere Mangan (Alkali semua )
  10. kereta dengan kompartemen  (kompartemen =bisa tidur jadi harus lama dong…shinkansen ngga laku deh )
  11. Taman bermain di atas gedung departemen store. (memang khas di Jepang ada taman bermainnya)
  12. surat kabar sore (trus yang paginya?)
  13. sms HP  (wah kayaknya di Indonesia sulit hilangnya…nanti ngga ada yg dukung Indo idol dong)
  14. mobil bermesin disel (tidak sesuai jaman juga sih)
  15. pensiun  (hmmm sistem pensiun di Jepang memang riskan)
  16. tiket bus dan kereta api (hmmm pas elektrik nih)
  17. Blue Ray    (baru kok udah mau ngilang?)
  18. CD/CD ROM
  19. heater dari minyak tanah (jgn deh bahaya soalnya dan bau minyak)
  20. Harga paket telepon tertentu
  21. receipt berbentuk kertas (setuju… buang-buang kertas nih)
  22. daerah bersalju tebal di Jepang (akibat pemanasan global)
  23. pembuka kaleng (karena semua kaleng sudah bisa langsung dibuka tanpa alat itu)
  24. pembukaan jalan utama untuk pejalan kaki
  25. Laptop yang lebih besar dari A4
  26. buku catatan rekening bank (setuju… udah online kok)
  27. pembagian TODOFUKEN (perfektur di jepang)
  28. Pembuka tutup botol (hmmm sudah tidak pake botol kali yahhh)
  29. Drama remaja (aaah masak tidka ada remaja lagi????)
  30. DM alias Direct Mail (semua DM berganti SPAM hehheeh)

Ayo…. kalau di Indonesia apa kira-kira yang hilang dari peredaran 10 tahun mendatang? Kalo telepon umum, kayaknya sekarang juga sudah tidak ada ya… (kayaknya pesimis banget ya)

Anda tahu PLTA Cirata?

31 Agu

Well terus terang, saya tidak tahu. Kalau dari namanya Cirata, saya tahu pasti daerah yang terletak di Jawa Barat, karena Ci itu kan airnya Air, dan rata? masak sih dataran? …. Kalau seandainya Gen tidak memberitahukan tentang Picture Book ini, saya tidak akan tahu tentang PLTA Cirata. Saya cuma tahu waduk Jatiluhur. Dan yang membuat saya malu, saya tahu tentang negara kita ini melalui orang asing dalam hal ini orang Jepang.

Picture book ini berjudul “Para Ayah pembuat waduk —- sampai selesainya pembangunan PLTA Cirata berkat kerjasama Internasional”. Pengarangnya Kako Satoshi. Tentang pengarang ini memang sudah sejak lama Gen menyarankan saya menulis tentang dia, karena hasil karyanya sudah terkenal sejak dulu terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Dan dia menyampaikan sesuatu ilmu yang sulit dengan gambar sehingga menjadi mudah dna menarik.

Di sampulnya tertulis begini,” Buku ini dibuat untuk menceritakan kegiatan para ayah yang berasal dari Indonesia, Jepang, Australia, Perancis dan Jerman waktu membuat waduk besar di tempat yang bernama Cirata”. Pembangunan dimulai bulan Desember 1983, dan selesai September 1988. Sebanyak 5000 orang bekerja dan diantaranya 300 orang Jepang, sehingga kalau dilihat dari besar dan banyaknya tenaga kerja yang dipakai bisa disebut sebagai pembuatan Piramid modern.

Dalam buku ditampilkan tokoh Ayahnya Wawam, yang harus bekerja di situs pembuatan waduk. Kemudian kita bisa melihat tempat yang dimaksud. Gambarnya begitu detil, dipenuhi dengan keterangan yang diperlukan, juga nama-nama binatang yang ada. Sementara cerita berlanjut mengenai diadakannya rapat/pertemuan untuk membicarakan pembangunan waduk itu. Kemudian mulai diadakan pengiriman barang dari luar negeri melalui pelabuhan laut dan udara.

Dari pelabuhan, barang-barang tersebut dibawa ke situs tempat pembuatan dam, dan dimulailah pembangunan prasarana jalan, juga “Camp” tempat para ayah itu menginap selama waduk dikerjakan, pembangunan waduk pun dimulai. Wahhh sebanayak 47 halaman penuh dnegan gambar mendetil proses pembuatan waduk sampai pada upacara peresmiannya. Seandainya proses pembuatan waduk itu hanya dituliskan dalam bentuk tulisan, saya yakin anak-anak tidak akan bisa mengerti. Tapi karena dapat melihata gambar yang detil tersebut, saya yakin anak-anak bahkan bisa menghapal dna bisa menjelaskana proses pembuataan waduk dengan jauh lebih berurutan daripada orang dewasa. Waktu Riku dibacakan buku inipun, dia sudah banyak bertanya-tanya, kenapa harus begini kenapa begitu. Air yang di sungai bagaimana lalu bagaimana isi air ke dalam waduk…. ditanya oleh anak usia 5 tahun …. Dan saya yakin itu karena dia bisa mengerti melalui gambar.

Kako Satoshi sendiri menuliskan dalam ending buku ini bahwa dia pernah membuat buku dnegan tema waduk Jepang pada tahun 1959, namu buku itu kemudian 絶版 zeppan (tidak dicetak lagi) akibat perubahan ekonomi dan masyarakat. Karena itu dia merasa ada kesempatan bagus membuat buku mengenai waduk yang dikerjakan dnegan kerjasama luar negeri. Dan berkat bantuan dari banyak pihak, Buku itu bisa terbit setelah hampir 30 tahun.

Keterangan buku :

Judul asli : ダムをつくったお父さんたち Dam wo tsukutta otosantachi, 1 Oktober 1988, dan cetakan ke empat Juni 2000. ISBN4-03-529310-5  Penerbit Kaiseisha. ukuran A4  harga 2000 (+pajak 5%)

Dan yang menarik tertulis di halaman belakang, biasanya Picture Book hanya tulis dari umur sekian . Tapi picture book ini tertulis: 子どもから大人まで Kodomo kara Otona made (dari anak-anak sampai dewasa). Ya benar, orang tua juga bisa belajar dari buku ini. Saya pun akan lebih memilih picture book daripada harus membaca buku dengan tulisan yang kecil-kecil.

NB; akhir-akhir ini Gen getol mengumpulkan Picture book yang berhubungan dengan Indonesia. Masih ada satu lagi yang akan saya bahas di kemudian hari.

Berikut review dalam bahasa Jepang oleh Gen :

海や地球の断面を描かせたら右に出る者のない著者によるダムの断面絵本。ものすごい絵本です。
インドネシアのジャワ島で大成建設が関わったダム建設。山奥の谷川がページを追うごとに巨大ダムに変貌していくその過程はスペクタクルと言っても過言ではありません。
山中、というか山という立体の内奥に、発電機をいくつも並べておくための空間を掘削してしまう、なんて素人には想像もつきません。それもジャンボジェットが6機も入りそうな巨大な空間。5歳の息子と一緒に感嘆しつつ鑑賞。
インドネシアのエネルギー省に勤務するしているお父さんや日本の建設会社に勤務しているお父さん、フランスやドイツのお父さんたちが関わった5年 がかりの大プロジェクト。最後にインドネシア大統領が祝賀のために登場したときには、息子も喝采でした。nasi kuningももちろん登場です。
インドネシアの動物や昆虫たち、水力発電の仕組み、大規模土木工事に繰り出されるいろんな機材、車両、そして多国籍のお父さんたち。いくつもの 山々を越えて立ち並ぶ送電塔。電気をつくるという事業の大きさを目に訴えてくれます。この夏息子が過ごしたジャカルタの家の電気もこのダムから来ているか もしれない、と思うとわくわくします。
かこさとし先生に大感謝です。

Pameran Pendidikan Jepang 2008

30 Agu

Wah saya terkejut waktu membaca bahwa tanggal 31 Agustus ini akan diadakan Pameran Pendidikan Jepang 2008. Kenapa? Karena saya tidak mendengar beritanya, atau selentingannya, atau bau-baunya sedikitpun. Apa mungkin karena saya tidak baca koran Indonesia lagi ya? Anyway saya berharap akan banyak datang pengunjung ke pameran pendidikan tersebut. Dan semoga, pengunjung tidak disambut dengan board NARUTO di pintu gerbang (entah kenapa saya muak melihat Naruto dimana-mana. hey…. Jepang bukan Naruto saja!!!) Pelajari dong di belakang Naruto nya.

Saya punya kisah tersendiri dengan Pameran Pendidikan Jepang ini. Di tahun 1992, juga diadakan Pameran Pendidikan Jepang tapi bukan di tempat bergengsi seperti sekarang. Tempatnya di Universitas Dharma Persada yang di samping Komdak itu (dulunya). Universitas yang kecil, ruangan kelas kecil, pamerannya dihadiri paling oleh 20-an universitas Jepang. Berpanas-panas karena tidak ada AC waktu itu. Diselenggarakan selama 2 hari kalau tidak salah. Dan pengunjungnya sedikit (bisa bayangkan mungkin class meeting sekolah lebih banyak pengunjungnya), mungkin juga karena pamor Jepang di tahun itu belum semarak sekarang ini.

Tapi Pameran Pendidikan Jepang 1992 itu (mustinya sih sekitar Februari 1992) yang mengubah jalan hidup saya menjadi seperti sekarang ini. Dengan membawa beberapa berkas seperti transkip nilai, sertifikat ujian bahasa Jepang dll dalam sebuah map, saya datangi pameran itu. Sebelum pameran memang saya sudah mengadakan korespondensi dengan seorang dosen di Tokyo (Rikkyo Univ) tapi karena universitas swasta mahal, saya pikir saya bisa cari universitas lain yang lebih murah dan mempunyai bidang yang ingin saya perdalam.

Adalah papa yang menggerakkan saya untuk mengumpulkan informasi mengenai melanjutkkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pada tahun 1989-1990, Papa dipindahtugaskan ke London, untuk menjadi kepala perwakilan Pertamina wilayah Eropa yang berpusat di sana. Dan waktu itu saya sedang mencari tema skripsi, sehingga waktu berkunjung ke sana, saya sempatkan datang ke University of London, tepatnya ke SOAS (School of Oriental and African Studies) dan ke toko bukunya dan menemukan buku yang bisa menjadi sumber pustaka utama penulisan skripsi saya. Karangan R.P. Dore “Education in Tokugawa Japan” (masih ada tuh harganya 32 pound…. mahal euy). Dan ternyata setelah saya mencari informasi, juga papa mencari informasi ke teman-temannya di London… diketahui bahwa SOAS adalah sekolah yang terkenal jika Anda mau mempelajari Asia dan Africa. Mungkin aneh ya kok mau mendalami Jepang tapi di negara lain. In some cases, bahkan lebih baik mendalami pengetahuan ttg suatu negara bukan di negaranya. Contohnya saja, jika Anda mau mendalami sejarah kebudayaan Jawa, belajarlah ke Leiden University, karena sumber dokumen mereka mungkin jauh lebih banyak daripada di Jawa nya sendiri (Dan ada memang teman saya dari sastra Jawa yang ambil master di Leiden). Juga saya pernah disarankan oleh Prof Kurasawa untuk mengambil PhD di Cornell Universiy….. she said go internasional… selain dari kenyataan bahwa mengambil PhD untuk bidang humaniora di Jepang itu amat sangat sulit.

Jadi papa menganjurkan saya supaya cepat menulis skripsi, dan mendaftar saja ke SOAS, mempersiapkan diri untuk TOEFL dsb. Dan dengan tinggal bersama keluarga di London tentu akan lebih murah daripada saya pergi sendiri ke Jepang. But rencana memang tinggal rencana karena tidak lama kemudian Papa harus kembali ke Indonesia sebelum waktu tugasnya selesai, bukan karena tidak becus menjalankan tugasnya di London, tapi karena dia dipanggil oleh Bapak Emil Salim untuk menjadi wakilnya di Bapedal, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan yang akan dibentuk. Dalam segi promosi, memang papa langsung menjadi eselon satu, dan sebagai orang dari Pertamina yang dipinjamkan istilahnya, pengangkatan ini juga merupakan suatu blessing in disguise karena dalam 2 tahun lagi papa harus pensiun. Padahal dengan pengangkatan ini, seakan menjadi perpanjangan pensiun. Papa selalu berkata, “Bersyukurlah atas apa yang ada” (karena itu saya setuju ungkapan Pak Oemar “seize the day”)

So, dengan kepulangan papa ke Jakarta, mimpi saya untuk tinggal di London, menimba ilmu di kampus terkenal University of London, menikmati dinginnya dan muramnya London di taman-taman kecil yang ada di sekitar rumah, membayangkan kehidupan Sherlock Holmes, Shakespeare, or Agatha Christie, menikmati british garden dengan tea time nya, menyusuri Hyde Park dan sesekali berbaring di atas rerumputan yang menghampar di sana ditemani squirel yang berlarian ke sana kemari, sambil menunggu disapa polisi London dengan seragamnya yang kakko ii (keren) itu… hmmm I love London. Meskipun it is indeed the most expensive city in the world.

But Papa bilang, cari saja univesitas di Jepang kalau kamu mau melanjutkan ke S2nya. Padahal kalau dipikir-pikir, waktu itu aku sebetulnya tidak begitu ngotot untuk pergi ambil master. Aku bisa kok langsung bekerja, dan Asmara Mariko san, my best friend di UI sudah menyambut saya untuk bekerja bersama-sama di bussiness centre nya (dan saya enjoy bekerja selama 3 bulan di sana). Sambil saya mengajar privat bahasa Indonesia kepada orang Jepang expatriate yang bekerja di Indonesia. Kalau bukan karena papa yang menyuruh mencari informasi itu, dan mendorong saya untuk sekolah terus, mungkin saya juga tidak akan melangkahkan kaki ke Pameran Pendidikan Jepang 1992 itu.

Hhhhh, ngalor-ngidul ke sana kemari dan akhirnya sampai ke topik masalah. Gomennasai…..

Memasuki kelas tempat diadakan pameran pendidikan, berderet bangku yang bertuliskan nama Universitas yang ada di Jepang. Waktu itu tentu saja hadir perwakilan dari Tokyo University, Yokohama University, Chiba University, universitas negeri di daerah-daerah Jepang, dan beberapa universitas swasta. Dosen/perwakilan tiap universitas tidak semuanya didampingi penerjemah. Kelihatannya satu penerjemah dipakai untuk beberapa universitas. Jadi kalau perlu baru memanggil dia. Sejak awal saya sudah mencoret Tokyo University dari daftar saya. Why? Imelda ngga mau masuk the best university in Japan? Yes, aku tidak mau. Aneh kan? Yup aneh… karena saya tidak mau menjadi nerd, kutu buku…. itu saja alasannya heheheh. And  I want to be number one, dan saya tahu kemampuan saya, saya tidka akan bisa bersaing di sana. Saya akan mati-matian untuk suatu goal yang belum tentu ada. Program Master hanya 2 tahun. Saya tidka mau menjadikan 2 tahun itu penuh penderitaan. I want to enjoy life also.

So saya hampiri booth Yokohama National University. Seakan Tuhan membimbing saya ke situ. Karena sebelumnya saya datangi booth sekolah bahasa Jepang dan ditolak (“Anda sudah bisa berbahasa Jepang, kenapa mau belajar lagi dengan kami…. pelajarilah yang lain…” “Hai, wakarimashita!”, dan disarankan ke YNU itu. ) Dua orang lelaki setengah baya menyambut saya, dan dengan memakai bahasa Jepang saya memperkenalkan diri, dan mengatakan bahwa saya ingin melanjutkan pendidikan di bidang sejarah pendidikan sesuai tema skripsi saya Terakoya, dan atau bahasa Jepang. Watanabe sensei dari kantor administrasinya dan Sato sensei, professor bahasa dan sejarah Jerman itu melayani saya dan langsung Sato sensei berkata, “Kami tidak ada program studi sejarah, tapi kami terkenal dengan fakultas pendidikannya. (dan memang benar YNU terkenal dengan Fakultas pendidikannya). tinggal sekarang kamu mau meneliti dari sejarahnya atau pendidikannya.”  Ok terus terang saya tidka mau dari sejarahnya. Saya tidak mau jadi ahli sejarah, but untuk pendidikan saya juga tidak ada latar belakang yang kuat. Tapi pendidikan itu amat berguna di kemudian hari. So saya putuskan untuk mulai dari bawah belajar pendidikan sambil meneliti sejarah pendidikan Jepang. Sato sensei langsung mencari dosen mana yang kira-kira bisa menjadi dosen pembimbing saya jika saya belajar ke sana. (FYI, belajar di jepang = belajar pada seorang dosen, jadi harus mencari dosennya dulu yang kira-kira bisa dan mau menerima kita+ usulan penelitian kita…. dna mencari dosen pembimbing itu yang sulit). Dan dengan seenak perut (maaf ya sensei) dia bilang…. yah kita suruh si S.M.  ini membimbing Imelda. Dia kan thesisnya tentang sejarah pendidikan Manchuria, dan dia punya mata kuliah sejarah pendidikan Jepang… dia yang paling cocok untuk Imelda.

OK Imelda, saya pikir bahasa Jepang kamu sudah cukup, dan saya bisa kenalkan  kamu dengan si SM ini, Kapan kamu bisa datang? Untuk masuk program Master kamu harus jadi mahasiswa pendengar/peneliti (Kenkyuusei) dulu minimal 6 bulan (biasanya 1 tahun).  Untuk menjadi mahasiswa di April 1992 ini tidak bisa karena pendaftarannya baru saja ditutup. Tapi kami minta fotocopy berkas untuk kami bawa supaya bisa dipersiapkan kamu masuk bulan September 1992.

Oi..oi..oi… saya harus bicarakan dulu dnegan papa. Berapa biaya segala…. Saya tidak bisa putuskan saya mendaftar ke YNU saat ini juga. “OK… kan pameran masih ada sampai besok, bicarakan dulu kalau memang berminat, bawa saja berkasnya besok ke sini lagi”……… aku terdiam…. begini cepatkah prosesnya? sambil aku lihat disekelilingku, booth universitas lain yang kurang pengunjung, sementara booth Tokyo University yang dipenuhi mahasiswa… tapi muka dosen yang menyambutnya amat sangat tidak ramah. Muka-muka dosen lainnya yang terlihat bosan dan kepanasan, dan seakan terus menerus melihat jam … kapan berakhirnya sih pameran ini. Saya pulang ke rumah masih dalam keadaan “bengong”. Dan menceritakan hasil pameran kepada papa, dan keputusannya…. daftarkan saja, siapkan berkas untuk diberikan besok. Tapi kata papa, kamu pergi shitami (survey) bulan April-Mei selama 3 bulan dengan visa turis, untuk lihat-lihat Tokyo dan cari informasi, dan kalau perlu belajar bahasa Jepang lagi. Nanti saya minta info dari Hatakeyama san (teman papa).

So…. dengan kilat, saya serahkan berkas keesokan harinya, sambil persiapkan survey bulan Aprilnya, dan bulan Septembernya saya sudah di Jepang memulai hidup yang baru. Speedy…. what a preparation.

Jadi bagi saya Pameran Pendidikan Jepang ini sangat berarti, karena dia yang membuka jalan ku menuju masa depan. Karena itu waktu tahun 2004 almamaterku Yokohama National University bermaksud untukmengikuti pameran pendidikan Jepang di Jakarta, saya menawarkan diri untuk menjadi penerjemahnya dan mengatur liburan saya ke jakarta  bertepatan dengan waktu pelaksanaan Pameran tersebut.

Di Tahun 2004 itu juga didorong oleh keinginan pihak universitas untuk membuat network bagi alumni YNU, saya mengumpulkan alumni YNU dan mengadakan reuni yang pertama serta memikirkan apa dan bagaimana kita bisa membantu almamater kita dalam melaksanakan kegiatan2 terutama karena mulai tahun 2005, universitas negeri di seluruh Jepang di swastanisasi. Jadi mereka harus “menghidupi” diri sendiri dan tidka mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Jadi pihak Universitas juga yang harus mempromosikan diri dan mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya termasuk dari luar negeri.

Jadi di malam pertama sesudah pameran, hanya ada 7 orang yang berhasil berkumpul. Namun ini menjadi awal reuni ke dua, setahun sesudahnya (8 maret 2005) yang dihadiri 20 an orang dan terakhir tahun berapa ya (soalnya kalau bukan saya yang nanya2 atau pas datang ke jkt, pada ngga ngumpul sih…)

Semoga saja ikatan alumni YNU ini bisa terus exist dan bisa membantu almamater kita, tempat kita menimba ilmu di negeri matahari terbit.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Berikut undangan dari Japan Foundation untuk Pameran Pendidikan Jepang 2008:

APAKAH ingin coba membuat Origami (melipat kertas khas Jepang), menulis
Shuji (menulis indah huruf Jepang), bermain Igo atau ingin tanya tentang
program-program The Japan Foundation, Jakarta ?

Tidak usah susah-susah…

DATANG saja ke booth THE JAPAN FOUNDATION, Jakarta
di “Pameran Pendidikan Jepang” oleh JASSO yang diselenggarakan pada,
Hari/Tanggal : Minggu, 31 AGUSTUS 2008
Jam : 11.00 s.d 17.00 wib
di : Jakarta Convention Center (JCC)
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
**** Pengunjung tidak perlu tanda masuk dan tidak dipungut biaya.

Backpacker ala Jepang

27 Agu

Apa sih definisi Backpacker? Backpack itu kan ransel ya? Jadi mereka yang menyandang ransel di punggung lalu melakukan perjalanan (dengan biaya murah) itu yang disebut Backpacker. Buat Mang Kumlot…benar tidak pengertian saya ini? Nah, kali ini saya mau bercerita tentang backpacker ala Jepang, atau sebenernya cerita tentang seseorang Jepang yang backpacker. Bedanya, dia tidak menyandang ransel di punggungnya, tapi membawa sebuah koper kecil berwarna coklat ( mungkin sebesar kopernya tukang obat ya) dan melakukan perjalanan ke seluruh Jepang. Istilah bahasa Jepangnya sih Futen, tapi kalau futen lebih cocok diterjemahkan dengan menggelandang. Padahal di Indonesia konotasi gelandang(an) itu adalah pengemis. Nah si Torajiro-san ini bukan pengemis. Dia juga tidak miskin, tidak kaya, tapi senangnya melakukan perjalanan ke mana-mana. Dan dalam perjalanannya pasti dia bertemu dengan seorang wanita, yang menjadi “Madonnanya”. Hmmm kalau dilihat dari “ketemu perempuan”nya kok jadi cocok kalau disebut Don Juan ya??? Tapi…dia tidak pernah berhasil mendapatkan si Madonna itu, dan dia selalu kembali ke rumahnya yang terletak di Shibamata, Katsushika-ku Tokyo. Di rumahnya dia selalu disambut oleh adik perempuannya, Suwa Sakura (Baisho Chieko).

Torajiro ini adalah tokoh film “Otoko wa tsuraiyo…” yang saya artikan sebebas-bebasnya dengan “Jadi lelaki itu susah!”, “It’s tough being a man”. Film ini pertama kali diputar di layar perak tanggal 27 Agustus 1969, terus diputar menjadi film seri dengan lokasi dan madonna yang berbeda sampai tahun 1995. Saya juga merasa hebat dengan perfilman Jepang yang bisa membuat seri dari film sampai sekian lama (hampir 40 tahun) dan dengan tokoh yang sama, yaitu si Torajiro atau nama aslinya Kiyoshi Atsumi. Dalam kurun waktu itu 48 film telah dibuat dan dinyatakan sebagai film berseri yang terpanjang di dunia, dan tercatat dalam buku the Guinness Book of World Records, tetapi akhir-akhir ini digantikan kedudukannya oleh Huang Fei-Hong series.

Apa sih yang menarik dari film ini? Satu kata saja sebetulnya, yaitu lucu!. Si Tora san (Atsumi san) ini memang komedian. Tidak banyak lagak, tapi di kecanggungannya itu menggelikan. Senyumnya juga menarik, meskipun wajahnya tidak bisa dibilang tampan. (Frankly speaking, tidak menarik, dan aku pernah bertemu seseorang wanita dengan muka yang mirip si Atsumi san ini…. aku langsung merasa kasihan…. maaf….). Saya sendiri masih ingat waktu menonton salah satu seri Torajiro ini di Kedutaan Besar Jepang di MH Thamrin…. pengalaman tuh nonton film di dalam kedutaan (pakai pemeriksaan segala) mungkin sekitar tahun 1988-89 an. Dan salah satu scene yang masih saya ingat adalah, waktu si Tora san ini harus berjalan dalam terik matahari di musim panas jepang. Dia ingin berteduh, tapi bukannya cari pohon atau apa gitu, dia berteduhnya di bawah bayangan tiang listrik!!! stupid banget deh (Bayangin gimana caranya berteduh di bayangan tiang listrik? Ya kaki kanan dan kirinya saja ditaruh di bayangan $#&#$&$’). Dalam film ini tokoh Sakura san juga membuat cerita seimbang. Sakura san selalu menyambut kedatangan kakaknya dengan gembira, meskipun kakaknya selalu pulang tanpa membawa uang dan dalam keadaan patah hati. Wajah Baisho Chieko memang lembut menurut saya. Dan saya tambah fans pada Baisho karena dia juga menjadi penyulih suara tokoh Sophie dalam film “Howl the moving Castle”. Tokoh Sophie mempunyai dua jenis suara berbeda, yaitu Sophie waktu gadis dan Sophie yang nenek. Mungkin memakai teknik-teknik tertentu tapi suaranya memang memukau.

Atsumi san meninggal pada tahun 1996, dan sejak itu pembuatan film Otoko wa tsurai yo selesai. Memang saya setuju bahwa Menjadi laki-laki itu sulit, banyak tuntutannya…yang terutama datang dari tatanan masyarakatnya. Apa salahnya laki-laki menjadi “bapak rumah tangga ” misalnya. Sudah mulai ada bapak rt di Jepang juga. Kemudian dengan kesempatan mendapatkan cuti bergaji demi membesarkan bayi selama 3 bulan bagi suami (Baca juga sertifikat untuk menjadi papa yang baik). Otoko wa tsurai yo, demo Onna mo tsurai yo. Wanita pun susah loh!!!. Hendaknya kita jangan menyalahkan gender, karena bagaimanapun juga kita kan tidak bisa merubah jenis kelamin kita (kecuali yang memang operasi dll).