After 1989

7 Jul

Tahun 1989, aku masih mahasiswa UI, tentu saja bersama 20 teman lainnya yang masuk ke jurusan (hmmm tepatnya Program Studi) Sastra Jepang FSUI (sekarang namanya FIB). Tingkat 3 dan beberapa di antara kami berkesempatan melakukan perjalanan “karya wisata” Kengaku ryokou 見学旅行 ke Jepang bersama, mahasiswa dan dosen. Ada sekitar 20 orang rombongan kami, bersama junior –kohai, kepala program studi dan Ibu Dekan FSUI. Kunjungan dengan jadwal yang padat ke Tokyo, Nagoya, Kyoto, Osaka, Tenri terutama ke universitas yang mempunyai kerja sama dengan UI. Dan ada dua hari di antara 2 minggu perjalanan, kami menginap di rumah orang Jepang.

rombongan di depan universitas Tenri

 

Karena jumlah mahasiswanya ganjil waktu itu, aku sendirian menginap sementara yang lain berdua-dua. Ah, kalau mengingat perjalanan waktu itu, pertama kali ke luar negeri dengan teman, ke Jepang lagi….  Setelah perjalanan itu, aku belum pernah mendengar lagi ada rombongan mahasiswa angkatan ke Jepang bersama. Mungkin karena sulit mengurus, mungkin secara ekonomi mahasiswanya bisa pergi sendiri, atau alasan lain. Tapi perjalanan ke Jepang waktu itu benar-benar membekas dan mempererat persahabatan kami.

Ira selalu di sebelahku

Tahun 2013 ini, ada dua teman seangkatanku yang mengunjungi Tokyo. Dan kebetulan ada hari Sabtu yang memungkinkan aku bertemu mereka. Pertama bertemu Elfi, yang warga Palembang dan datang ke Tokyo karena suaminya sedang dinas di Tokyo. Hanya dua jam pertemuan kami, sebelum aku mengikuti misa di gereja Meguro, tapi sangat menyenangkan. Apalagi aku baru pertama kali bertemu suaminya, Mas Ansori (yang selalu diperkenalkan Elfi bahwa suaminya selalu minta maaf, alias I’m Sorry – begitu terdengarnya 😀 ). Semoga kelak aku bisa jalan-jalan ke Palembang dan berwisata kuliner dengan Elfi.

bertemu Elfi di Meguro

Kemarin malam, aku bertemu dengan kawan seangkatanku, Ira Koesnadi di Shibuya. Memang aku lumayan sering bertemu Ira di Jakarta bila aku mudik. Tapi rasanya memang lain kalau bertemu di Tokyo. Kami makan malam bersama dan ngobrol berjam-jam sampai jam kereta terakhir :D. Kebetulan aku juga cukup dekat dengan orang tuanya Ira, sehingga kami berbicara ngalor ngidul. mulai dari kenangan tahun 1989, meninggalnya papanya yang tragis, sampai membicarakan kehidupan di Jakarta sekarang yang begitu membutuhkan uang untuk pendidikan dan living. Tapi kesimpulannya, kami percaya, kami akan bisa melampaui kesulitan-kesulitan keluarga.

Bertemu Ira dan melewatkan waktu bersama dengan maksimal. Ladies Night dengan sate “bonjiri”.

Kami makan di sebuah kedai murmer bernama “Tengu” di Shibuya, dan yang ingin saya perkenalkan adalah sate ayam yang namanya “bonjiri“. Bonjiri adalah bagian  ayam yang mungkin tidak banyak yang suka, yaitu “brutu ayam” (dalam foto yang dua tusuk di piring terpisah). Dagingnya sangat lunak dan tidak bau sama sekali. Memang tidak semua toko/restoran menyediakan sate bonjiri dan cukup langka. Papa dan alm mama juga suka, sehingga sering adikku beli dan freeze sebelum dibawa ke Jakarta. Silakan coba kalau ada kesempatan ke Jepang 😉

Personal Touch #3 dan #4

12 Sep

Berhubung ada yang pernah bertanya apa sih bedanya reuni dan kopdar? Aku mau menuliskan definisinya reuni yang saya kutip dari KBBI daring yaitu : re·u·ni /réuni/ n pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dsb) setelah berpisah cukup lama. Jadi reuni itu adalah kumpulan orang-orang yang pernah bersama (biasanya belajar bersama), kemudian bertemu kembali setelah berapa lama tidak bertemu. Sedangkan kopdar yang merupakan singkatan kopi darat (off air) adalah pertemuan di udara/darat dari kumpulan atau beberapa personil yang belum kenal secara nyata sebelumnya. Mereka berkenalan di dunia maya (atau fans dari siaran radio/TV) dan pertemuan secara fisik itulah yang disebut dengan kopi darat. Menurut jumlah pesertanya Reuni bisa disebut dengan reuni kecil atau reuni akbar. Tapi aku kok tidak pernah baca soal kopdar akbar ya? 😀 Adanya Pesta Blogger, yang konon namanya sudah berganti (lagi).

Reuni dengan mantan mahasiswa yang mengambil kuliah Bahasa Indonesia di Universitas S, bersama Sasaki Sensei

Nah kalau membaca definisi begitu maka aku juga jadi bingung sih ketika kemarin Sabtu (8 September) aku bertemu dengan mantan mahasiswa, murid bahasa Indonesiaku di Universitas S, yang sudah lulus 4 tahun yang lalu. Apakah pertemuan seperti ini bisa disebut sebagai reuni? Karena posisinya aku sebagai dosen dan mereka mahasiswaku kan? Biasanya Reuni adalah pertemuan antarmurid/mahasiswa….. tapi aku anggap saja itu reuni, karena aku punya prinsip: “Meskipun kedudukanku adalah pengajar, sebetulnya akupun belajar pada saat memberikan pelajaran/kuliah”. Dan senang sekali dengan kelas ini yang begitu kompak, selama kuliah dulu bahkan secara rutin juga bertemu (reuni) sesekali setelah lulus. Aku merasa bahagia mempunyai murid seperti mereka. Salah satu mahasiswanya, Tozu Arisa san, pernah kutulis di Kursi Roda dari Jepang

Tapi selama aku mudik ke Jakarta Agustus lalu, kalau dihitung aku jarang mengadakan kopdar secara rombongan (cuma satu kali yang di pasaraya itu saja ya). Karena itu aku membuat istilah baru, khusus untuk mudikku kali ini yaitu personal touch. Kopdar fisik yang lebih bersifat pribadi, dengan sentuhan pribadi, yang memungkinkan kami bercerita lebih banyak dan lebih dalam (emang laut hihihi).

Kalau personal touch #1 aku bertemu Reti Hatimungilku, dan personal touch #2 aku bertemu teman FB, Yeni Fransisca. Maka di personal touch #3 aku bertemu Nana Harmanto dan Broneo. Senang rasanya bisa bertemu mereka, yang waktu mama meninggalpun pada bulan Februari itu datang ke Jakarta. Tapi waktu itu tentu tidak bisa bicara lama-lama, sehingga waktu bertemu di Jakarta pas tanggal 17 Agustus itu aku bisa lebih santai untuk bercakap-cakap. Tema percakapan juga tidak jauh-jauh dari isi blog sih, terutama soal makanan yang beracun bagi tubuh setiap orang yang berbeda. Aku sebenarnya ingin sekali ke Tasik, tempat tinggal mereka, tapi karena bulan puasa/mendekati lebaran aku urungkan rencana itu. Semoga tahun-tahun mendatang/kesempatan mendatang aku bisa mampir ke sana, tentu jika broneo masih bertugas di sana.

Bertemu Nana dan Broneo, di Sency.

Personal touch #4ku adalah dengan Wita Fauzi. Sahabat Adik blogger yang sebetulnya sedang belajar di Rende, Italia (Tetangga jauhnya Roma). Kebetulan sekali dia juga sedang mudik ke Jakarta, namun karena sama-sama tidak punya pembantu, kami baru bisa bertemu tanggal 24 Agustus, sehari sebelum aku kembali ke  Jepang. Karena rumahnya lumayan dekat rumahku, dan sudah sering datang, kami tidak janji bertemu di luar. Kebetulan pas hari itu aku berjanji pada anak-anak untuk mengantar mereka ke kolam renang pagi-pagi, terakhir berenang sebelum kembali ke Tokyo. Dan Wita dengan tenangnya, “Gampang mbak, nanti aku nyusul ke kolam renang. Dekat rumah mtb kan?” Padahal aku yakin dia tidak bisa menemukan kolam yang berada terpencil begitu…eh ternyata sampai juga.. Memang kalau naik motor bisa aja ya cari-cari hehehe (EH tapi ini kurasa karena JIWA petualang si Wita aja yang tingkat tinggi. Wong dia bisa datang sendiri di rumahku di Nerima, Tokyo sana. SENDIRI! gokil bener deh!)

Bersama Wita di rumah… kameranya dibawa Gen ke TMII, jadi pakai BB deh hehehe

Sayang waktu dia sampai di kolam renang, kami sudah kembali ke rumah, jadi kami bertemu di rumah, dan melewatkan waktu tidak lebih dari 1 jam. Hanya bercerita-cerita soal Roma dna Italia, dan tentu tidak lupa untuk berfoto dong (namanya blogger tuh pasti harus narsis :D). Tapi ada satu yang begitu membuatku amat sangat terharu yaitu waktu dia menyerahkan oleh-oleh dari Roma. Sebuah ROSARIO….. Rosario (seperti tasbih untuk umat Islam, atau untuk umat Buddha) itu kami, umat katolik pakai untuk berdoa kepada Bunda Maria. Dan Rosario dari Roma, merupakan hadiah yang indah! Dan lebih indah dan bermakna untukku karena yang memberikan adalah seorang sahabat yang muslim. Aku sempat bertanya padanya, “Kamu tidak dilihat dengan aneh, seorang muslim berjilbab membeli rosario?” dijawab dengan tertawa…. dan …. satu lagi ucapannya di twitter waktu aku bilang “Ah aku juga mau coba kopi dari Italia” dia berkata, “Abis aku tidak berpikir kopi untuk kado untuk onesan (kakak perempuan)… cuma satu yang terpikir: Rosario”. Kopi dan rosario memang tidak bisa dibandingkan 🙂 Personal touch yang begitu mewah dan istimewa.

Ah Wita… terima kasih banyak… aku semakin yakin bahwa persahabatan kita melampaui kerangka agama atau pemikiran/dugaan lain yang mungkin dapat merusak persahabatan itu sendiri. Aku akan berdoa dengan caraku sendiri, semoga kamu kembali ke Rende dengan selamat, dan dapat meneruskan kuliahmu tanpa halangan. Dan siapa tahu setelah itu bisa belajar ke Jepang, atau London, negara impianmu yang lain. Kiranya persahabatan kita dapat abadi ya.

Tambahan informasi:

Rosario memang banyak dijual sebagai souvenir di toko-toko rohani. Jika ada yang memakainya sebagai kalung, tentu tidak bisa dilarang, karena terbatas sebagai souvenir dan belum diberkati. Tapi sebelum rosario baru kami pakai untuk berdoa, kami akan meminta berkat dulu dari pastor. Rosario yang terlah diberkati akan kami jaga, dan jika putus atau rusak, biasanya kami kumpulkan dengan hormat. Dulu mama pernah bilang bahwa rosario yang rusak harus dibuang ke laut, tidak boleh buang ke tempat sampah. Ternyata waktu aku baca di sini, dikatakan harus dibakar atau dikubur. Tapi sampai sekarang rosario-rosarioku yang rusak masih kusimpan saja.

 

Perlukah Reuni?

5 Sep

Kurasa ada yang berkata, “Tidak perlu, karena toh baru saja lulus…” atau “Tidak perlu karena membosankan. Pembicaraannya itu-itu saja.” “Perlu untuk bernostalgia, mengenang kembali masa kecil, masa sekolah yang menyenangkan.””Perlu karena menjaga silaturahmi, siapa tahu pekerjaannya di bidang yang sama, sejenis, sehingga bisa saling bantu, saling mendukung” tapi…. “Ogah ah reuni, aku ngga sesukses teman-teman lain yang kaya raya. Minder!”

Dan aku juga setuju ketika seorang teman, Mas Goenoeng Mulyo mengatakan, “Sesungguhnya, reuni ataupun halal bihalal diadakan yaitu diperuntukkan bagi kebaikan dan menyambung silaturahim, dan diharapkan pada saat itu, bagi yang telah berhasil dan berlimpah harta, akan membantu meringankan beban yang membutuhkan, bukannya menjadikan hal itu menjadi ajang pamer keberhasilan dengan jumawa tanpa mengindahkan perasaan orang lain. hal yang demikian ini diperuntukkan hanya bagi orang2 yang berfikir dan punya hati. Maka, celakalah orang2 yang tak berfikir dan tak punya hati……” Memang sepatutnyalah kita membantu orang apalagi teman lama yang kesusahan, jika kita mampu.

Tahun ini aku hanya berhasil mengadakan reuni dengan teman-teman dari SD, SMP dan teman kuliah :D. Teman-teman masa usia 6 sampai 12 tahun, masih kecil rasanya, tapi ternyata ingatan kami masih jelas dan nyata. Kami masih bisa bercanda mengenai teman-teman dan guru-guru masa itu, padahal sudah lebih dari 30 tahun lamanya kami berpisah. Memang ada beberapa yang terus bersama sampai SMP, SMA, tapi kebanyakan berpencar kemana-mana. Kami senang sekali saat itu ada teman yang kebetulan mudik dari Qatar, Belgia, Melbourne dan Tokyo (aku) :D. Hampir semua dari 20 orang yang hadir aku kenal baik, cuma 3 orang yang tidak begitu kenal karena tidak pernah sekelas. Pulangnya aku diantar Pandu yang rumahnya cuma 500 meter dari rumahku. Dalam mobil kami sempat berbicara mengenai pendidikan di Jakarta sekarang yang semakin mahal. Dia punya tiga anak dan yang terkecil masih batita, wahhh kita berdua mengeluh… “Jalan masih panjang yaaa…..” Tapi…. tetap semangat!

Reuni SD di Cangkir Kafe, Panglima Polim. Sate Kambingnya di sini maknyuuuusss

Reuni teman SMP mungkin yang paling ramai, padahal pesertanya HANYA 8 orang cewek loh. Dan aku heran karena ternyata food courtnya PIM tidak sepenuh yang kami duga (hari biasa juga sih). Karena takut penuh, kami makan di Warung Bebek Batavia PIM 2 yang berada di dekat food court. Masakannya enak, karena aku sebetulnya jarang makan bebek. Bebek Kremesnya maknyus 😀 Entah ya, mungkin terasa enak karena teman-temannya enak ya? 😀 Aduuuh tante-tante ini memang rame! Dan aku senang sekali bisa bertemu teman yang bermukim di Canada. Kebetulan dia mudik juga, jadi aku memang lebih menyesuaikan dengan jadwal dia.

obatarians? reuni SMP di warung bebek Batavia PIM2

Kalau reuni teman mahasiswa secara resmi memang jarang kami lakukan. Pernah kami lakukan secara besar-besaran (menyewa tempat di hotel dengan acara pemutaran slide dan perkenalan anggota keluarga masing-masing) pada tahun 2006. Waktu itu kami memperingati 20 tahun pertemanan sejak masuk universitas, juga waktu memperingati 25 tahunnya tahun lalu kami peringati sederhana di Telaga Sampireun tahun lalu. Kali ini kami berbuka puasa dengan 10 orang saja (hampir setengahnya, karena angkatan sastra Jepang tahun 1986 hanya 23 orang :D) . Karena banyak yang bekerja di daerah Thamrin, atau rumahnya jauh-jauh, aku memilih Grand Indonesia sebagai tempat berkumpul. Oleh temanku yang bekerja di Wisma Nusantara disarankan pesan tempat di lekko. Tapi karena bulan puasa, kebanyakan restoran tidak mau menerima pesanan tempat. Jadi harus ada yang pergi lebih pagi untuk ngetek tempat. Jadilah aku ke sana pukul 4, supaya aku tidak kena macet juga sih. Aku sempat mampir ke gramedia juga untuk membeli buku-buku. Dan… baru tahu begitu sampai bahwa restoran itu adalah restoran Iga Peyet… hihihi. Aku biasanya jarang makan nasi di luar (Iga kan pasti pakai nasi) apalagi makan malam, tapi lumayan lah rasanya.

Teman-teman satu angkatan di sastra Jepang UI

Oh ya, kami bubar dari tempat itu pukul 8:30, tapi kok rasanya masih pagi ya. Jadi aku mengajak beberapa teman untuk hashigo (arti : anak tangga, pergi ke restoran lain) dan mau mencoba Magnum Cafe… dooooh ternyata harus antre ya 😀 Tidak jadi deh, soalnya status kami semua adalah ibu-ibu yang harus cepat pulang juga. Jadi berpisahlah kami di lobby GI dengan janji: buat reuni di Tokyo tahun depan (kalau bisa hahaha).

bagus juga GI untuk berfoto bersama ya? 😀

Ah, reuni itu memang menyenangkan. Banyak berita yang bisa dikejar, diketahui bersama. Asal kita membuang rasa iri kita, tentu saja kita bisa menikmati reuni, yang biasanya memang diadakan sekali setahun atau dalam waktu (angka) khusus. Topik yang sebetulnya paling menakutkan kami tapi harus diterima adalah “Sudah adakah teman kita yang menghadap Tuhan?” 🙁

So, kapan kalian reuni terakhir? Aku memang berusaha untuk bertemu dengan teman-teman, dan kadang memaksa teman-teman yang mau untuk mengadakan kumpul-kumpul saja, jika tidak bisa bereuni. Silaturahmi itu penting loh! Jangan menghubungi teman HANYA WAKTU PERLU saja 😉

 

Sukaipu

1 Jul

Skype dibaca dalam pelafalan Jepang dengan su-ka-i-pu. Sebetulnya sahabat blogger Donny pernah mengatakan agar tanggal 11 November 2011 dijadikan “hari Skype bagimu dan mertuamu?”. Meskipun bagiku ada beberapa kali yang ingin kujadikan hari Skype, terutama waktu mama di Rumah Sakit dan kami “berjumpa” lewat skype. Tapi kebetulan sekali hari Jumat yang lalu adalah hari Skype yang cukup “mendebarkan” untukku.

Ceritanya mantan dosen pembimbingku di Yokohama National University  (cowok cukup keren, dan aku selalu teringat dosenku kalau melihat wajahnya Hugh Grant yang main di Notting Hill)  itu mempunyai SNS (Social Networking Service) seperti layaknya FB yang dibuat sendiri untuk mahasiswa dan mantan mahasiswanya. Terakhir aku bertemu dengan mantan dosenku ini waktu Riku berusia 2-3 tahun, berarti 6 tahun yang lalu. Dia belum pernah bertemu Kai, tapi sesekali lewat kartu tahun baru aku mengirim berita tentang Riku dan Kai. Boleh dikatakan aku sudah lama sekali tidak membuka SNS itu, tapi secara berkala, aku mengetahui perubahan atau pengumuman di SNS lewat notifikasi di email. Dan hari Kamis itu aku membaca bahwa dosenku itu membuat akun Skype, dan sudah menambahkan akun skype mahasiswa-mahasiswa yang dia ketahui, tapi belum ada reaksi. Dia tentu belum tahu akun skype-ku sehingga akulah yang mengundang akun dosenku untuk menjadi teman di skype, lalu aku matikan.

Aku memang jarang online di Skype. Biasanya kalau aku mau bicara dengan keluarga di Jakarta, janjian dulu dengan mengirim email. Nah, waktu hari Jumat, aku pulang cepat dari universitas karena ada Festival di Universitas. Setelah aku mengikuti diskusi perkembangan belajar Riku bersama guru wali kelasnya di sekolah, aku pulang dan membaca email dari adikku. Katanya papa sedang dirawat di  RS karena tidak enak badan. Dan setelah aku mengirim email ke adikku yang di Jakarta, aku secara iseng masuk online di Skype, dan….. kring…kring…. Pas kulihat siapa yang menelepon di Skype, ternyata keluar nama dosenku itu… Aduuuuh bagaimana nih 😀 ….. Mau kujawab dengan video call (pasang webcam), akunya masih kusut keringatan baru pulang…. jadi aku angkat saja callnya tanpa video, dan minta maaf tidak menyalakan webcam. Rasanya aneh saja melihat tayangan webcam dari dosen yang sudah 6 tahun tidak bertemu. Untung aku tidak pakai webcam, kalau tidak mungkin rasanya seperti ketangkap basah habis menyontek … hahaha. (Padahal sih karena akunya sudah lama sekali tidak mengirim berita padanya…..)

Bicara ngalor ngidul, dia menceritakan bahwa dia baru saja mencoba skype, jadi belum tahu cara-caranya, tapi ingin mencoba. Siapa tahu bisa mengadakan meeting dengan skype, atau bahkan reuni dengan skype. Tak terasa 25 menit kami bicara tentang macam-macam, mengejar ketinggalan berita selama 6 tahun itu. Sambil berjanji akan menghubungi lagi jika aku berada bersama adik kelasku di Jakarta nanti, aku menutup pembicaraan lewat internet sore itu karena harus menjemput Kai di TK. Wah sekarang musti hati-hati kalau online di Skype deh 😀 (takut ketangkap basah lagi gitchuuu)

Setelah menjemput Kai, aku menyalakan lagi Skype untuk berbicara dengan papa yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Kelihatannya papa kecapekan karena mesti kejar tayang mengajar di Lemhanas dan kantor papa yang dulu. Sedih rasanya melihat dia terbaring lemah dengan selang oksigen di RS. Rasanya dia kelihatan bertambah tua sejak mama meninggal 🙁 Semoga benar kata dokter bahwa papa hanya perlu observasi 3 hari dan bisa segera kembali sehat. Harus sehat dong Pa, supaya kita bisa merayakan ulang tahun papa yang ke 74 nanti tanggal 29 Juli ya. Tidak sabar menunggu hari keberangkatan deh….

Skype memang canggih, bisa meredam kerinduan pada keluarga, apalagi kalau dalam keadaan sakit…

Hari Jumat kemarin itu kupikir cocok deh dikatakan hari Skype untukku :D. (Dan hari reuni :D)

Kamu juga pakai skype? Tapi kupikir skype di Indonesia agak sulit karena koneksinya musti kencang tuh 😀

oh ya ini merupakan posting yang ke 1150 di awal bulan Juli!
Jadi mau mengutip mottonya teman blogger Gratcia, “Write like Nobody’s Reading” …..

Senangnya melihat senyum papa dan adikku Andy, waktu skype-an lagi malam ini. Semoga bisa cepat keluar RS ya….

Kopdar On Air

19 Sep

Bukan kopdar di udara. Masak kopi darat di udara, itu kan kontradiksi sekali? Tapi memang kopdar kali ini ditandai dengan “On Air di sebuah stasiun radio”.

Aku kembali dari Bandung tanggal 4 Agustus malam, dan dalam perjalanan aku sempat menghubungi pemilik Mie Janda, yang menanyakan apakah hari Jumat tanggal 5 nya beliau ada di tempat. Tapi setelah sampai di rumah pukul 9 malam, aku pikir, kok aku ngukur jalanan terus ya? Akunya mungkin kuat, tapi pak supirku belum tentu kan? Mungkin dia butuh istirahat…. Apalagi aku sering pakai dia hari Sabtu dan Minggu. Jadi aku tanya langsung kepadanya: “Pak, bapak mau istirahat?” dan dia jawab, “Kalau ibu tidak perlu saya ya tidak apa-apa, tapi saya tidak mau istirahat”. Hmmm tentu saja, dengan status supir harian, jika satu hari istirahat berarti tidak dapat pemasukan kan? Tapi badan bisa ambruk juga, jika aku pakai tanpa memikirkan kesehatannya. Akhirnya aku bilang, “Besok masuk jam 12 saja deh (dan aku akan memulangkan dia jam 5 sore”.

Dan segera aku re-schedule kunjungan ke Mie Janda pada hari Minggu. Benar juga sih, siapa tahu ada blogger lain yang bisa join di hari Minggu, daripada di hari Jumat. Dan aku janji untuk datang ke Cibinong pukul 4 untuk ngabuburit dan buka di Mie Janda. Kebetulan pas hari Minggu itu aku ada acara pada pukul 12 nya, acara baptisan keponakan baruku, Gissela di Gereja St Stephanus Cilandak.

Tapi hari Minggu 7 Agustus itu tiba-tiba aku dapat sms bahwa kalo bisa, aku diminta menjadi narasumber untuk acara di Radio Sipatahunan. Weleh…berarti ngga boleh terlambat tuh. Kan siaran langsung, kudu tepat waktu (meskipun yang ngundang santai aja sih hehehe). Jadi jam 2  siang aku sudah berpisah dengan anak-anakku yang ikut pulang dengan sepupunya dan opa-omanya. Aku sendiri langsung menuju jalan tol menuju cibinong. Maklum, aku tidak berani ambil resiko nyasar lagi, karena tadinya aku janjian dengan Eka untuk pergi bersama, tapi tidak jadi. Tahu-tahu Eka sudah menunggu aku di pintu keluar tol cibinong. Mie Janda cibinong mudah dicari, karena tidak begitu jauh dari pintu tol keluar dan persis berada di depan SMP. Ya ini kali ke dua aku ke sini. Sebelumnya aku sudah pernah menikmati Mie Tajir 2 tahun yang lalu.

Bersama Eka sebelum acara dimulai

Waktu kami sampai di depan kedai, pas Kang Achoey juga mendarat, sehingga kami bisa langsung pergi ke Radio Sipatahunan yang terletak di Bogor. Karena masih banyak waktu, kami melewati jalan biasa (bukan jalan tol) sambil bercakap-cakap berbagai hal selama perjalanan. Waktu kami sampai pun masih cukup banyak waktu sehingga waktu siaran dimulai pukul 4 diawali oleh Kang Achoey karena Ibu Desi Hartanto  terlambat, seperti melanjutkan pembicaraan di luar ruangan saja. Terus terang aku juga sudah lupa apa saja yang aku bicarakan selama 1 jam itu.  Tapi yang pasti aku pun bernostalgia pada pekerjaan lama ku di radio, rindu rasanya kembali mengudara. Apalagi setelah acara selesai, lagu-lagu yang diputar itu lagu jadul semua. Pak operatornya sepertinya tahu seleraku. Antara lain lagu berjudul “Nona”  nya Gito Rollies…. hayoooo ada yang tahu ngga? Lagunya enak loh 😉

Oh ya sebelum acara dimulai, karena aku upload foto bersama Eka di FB, si Nicamperenique kemudian mengajak teman-teman mendengar streamingnya di internet. Jadi rame karena pak Marsudiyanto ikut nimbrung juga. Terima kasih atas dukungannya ya :D.

Berpose di studio Radio Sipatahunan

Dan setelah berfoto-foto bersama di studio, kami kembali menuju Kedai Mie Janda di cibinong untuk berbuka bersama. Untung saja masih ada meja kosong dekat meja kasir, karena hampir semua meja terisi pelanggan yang menunggu waktu berbuka. Akhirnya aku dan Eka bisa menikmati sajian mie Janda setelah 2 tahun. Ada beberapa menu baru, bahkan setelah aku selesai makan baru sadar bahwa ada menu nasi ayam goreng. Well, next time ya.

Es duda dan Mie Janda Komplit... bisa ketagihan loh

Dalam kesempatan itu kami juga bisa bertemu dengan Silvia Dewi, istri Kang Achoey yang sedang mengandung. Ah, ngiri benar deh melihat pasangan pengantin baru ini. Mesraaaaa sekali (maksudnya mesra gitu). Oh ya aku juga mendapatkan hadiah novel karangan Kang Achoey yang berjudul Sahaja Cinta. Kabarnya akan terbit (lagi dengan penerbit yang lain) sebentar lagi loh.

Istri Kang Achoey: Silvia Dewi. Berpose bersama sebelum pulang

Ya, dalam pertemuan setelah 2 tahun memang banyak yang berubah. Jika dulu Kang Achoey masih bujang, sekarang calon papa, dan sudah menerbitkan novel. Dan mungkin 1-2 tahun ke depan akan ada lagi perubahan yang terjadi. Namun aku selalu berdoa semoga silaturahmi ini bisa terus dipelihara, dan kelak dapat reuni bersama anak-anak mungkin 😀

Tulisan mengenai pertemuan saat itu juga bisa dibaca di :

http://cucuharis.wordpress.com/2011/08/08/mengulang-perjumpaan/

Biru yang tidak mengharu

29 Jul

Biru sering dikaitkan dengan kesedihan, kemuraman atau keadaan hati yang bergejolak a.k.a emosional. Tapi coba kalian lihat foto ini, adakah haru biru di sana?

Himaja (Himpunan Mahasiswa Japanologi) angkatan 86

Biru adalah dress code hari itu untuk kami, alumni Program Studi Jepang, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (Sekarang bernama Fakultas Ilmu Budaya UI). Biru adalah langit yang menaungi kami selama ini, selama 25 tahun persahabatan semenjak kami tercatat sebagai satu angkatan, angkatan 86. Langit itu pulalah yang menghubungkan kami yang tersebar di Jerman, Tokyo, Surabaya, Palembang, Yogyakarta dan Tokyo meskipun tidak semua dapat bertatap muka tanggal 24 Juli 2011 kemarin.

Formatur Himaja 86 ditambah Setyawan dan Dian

Kami  25 orang lulusan SMA memulai kehidupan kampus  pertama kali kampus Rawamangun. Di taman sastra ini kami melewatkan waktu bersama dengan tawa canda senda gurau. Ada lirik mata, senyum manis dan oh ya tanpa disadari ada juga pengelompokan terselubung apalagi setelah kami pindah ke kampus baru Depok. Kelompok mobil, kelompok bus, kelompok jimny biru, jimny merah, starlet merah…. yang mengantar kami dari rumah masing-masing dari dan ke kampus, dan Japan Foundation.

Taman Sastra Rawamangun, tempat aku menunggu kuliah pagi sambil membaca koran yang dijajakan anak-anak penjaja koran. Aku selalu datang jam 7 pagi dan kerap bertemu mahasiswa menwa yang menginap di kampus.

 

Tidak lebih dari 19 orang yang bisa meneruskan sampai ke tingkat dua, dan tidak semua bisa berbaris bersama memakai toga di akhir kuliah 4-5 tahun kemudian. Tapi kita pernah bersama-sama melewati Ospek, penataran P4, kuliah-kuliah bahasa dan kebudayaan Jepang selain kuliah wajib bagi mahasiswa sastra. Juga mengalami pindahan dari kampus Rawamangun ke Depok yang gersang dan sepi, bahkan waktu belum ada Bus Kuning. Tempat berkumpul kami bukan lagi taman sastra yang rindang tapi kansas a.k.a kantin sastra.

Aku dan Dina yang diwisuda bersama angkatan senior. Tunggu aku ya bu Doktor Dina.... aku akan menyusulmu someday

 

Angkatan kami menghasilkan 2 doktor, 1 master, pengusaha, pegawai kantor, dosen, guru dan ibu rumah tangga. Tapi kami tahu bahwa kami bisa menjadi sekarang ini karena telah melewati proses belajar dan belajar  selama 25 tahun. Dan tentunya tidak akan berhenti hanya di angka 25. Semoga….

Kata Windy, hampir semua sudah bercincin kawin 😀

 

Lima tahun yang lalu kami merayakan 20 tahun  “kebersamaan” dan berencana untuk membuat perayaan 25 thnya pada th 2011. Lewat fesbuk akhirnya ditentukan tanggal 24 Juli 2011, sehari sesudah aku mendarat di Jakarta. Reuni 25 th ini juga yang menjadi “main event” acara mudikku tahun ini.

Sebetulnya ingin sekali pergi menginap bersama semisal di Bogor atau Puncak. Tapi karena  status kami  bukan lagi mahasiswa yang bebas untuk menginap lagi karena “buntut”nya sudah banyak, belum lagi ada beberapa orang yang datang dari luar Jakarta, akhirnya diputuskan untuk makan siang di Talaga Sampireun, Bintaro.

ki-ka: Ira, Elvy, Abi, Nita, Rahma, Windy, aku, Yati, Tia bawah : Jenny Vitasari, Dina dan Susi

 

Restoran yang mengadopsi saung-saung di atas kolam ini seharusnya membuat suasana romantis. Tapi karena diadakan siang hari, juga banyaknya tamu yang datang (karena akhir pekan)  sampai harus dibagi per lot waktu sehingga mengurangi kesan relaksasi, apalagi romantis.

Makanan yang merupakan hasil laut memang enak meskipun tidak bisa dikatakan istimewa buatku. Mungkin karena aku memang tidak begitu antusias makan nasi. Tapi satu minuman yang kurasa unik dan enak adalah Es Sirsak Talaga Sampireun. Rasa sirsaknya memang agak kalah dengan bahan-bahan lain, tapi aku memang tidak begitu suka tekstur dan rasa sirsak 100%.

Gurame, Cumi dan Udang sebagian dari menu yang dipesan + Es Sirsak Talaga Sampireun

 

Jadi kalau mau mengadakan reuni atau kumpul-kumpul memang tempat ini bagus, karena memang banyak orang yang bertujuan sama datang ke sini. Tapi bukan tempat yang romantis untuk berduaan seperti yang ditanyakan Putri Rizkia padaku. Jika hendak datang berombongan harus membuat reservasi dan membayar down payment terlebih dahulu. Untuk satu saung minimum paymentnya 600 ribu. Silakan dicoba!

 

 

Dousoukai a.k.a Re-Uni

13 Jun

Dousoukai adalah kegiatan reuni, pertemuan kembali dari mantan murid di sekolah yang sama. Ditulis dalam kanjinya : 同窓会 dou = sama, sou=jendela dan kai = pertemuan. Yang aku heran tidak memakai kata sekolah, tapi jendela. Melihat melalui jendela yang sama. Dousoukai dalam arti besar bisa Reuni Akbar, yang biasanya di sini dinamakan Home-coming day suatu sekolah/universitas. Tapi bisa juga berupa Kurasu-kai, reuni kelas dalam lingkup yang lebih kecil.

Nah hari Sabtu kemarin, anakku si Riku mengikuti Dousoukai pertamanya. Haduh…. reuni masa TK ceritanya hihihi. Aku ngebayanginya aja lucu banget. Pasti sih yang merencanakan itu orang tua murid/bekas gurunya. Sekitar 3 minggu sebelumnya aku mendapat telepon dari salah seorang orang tua murid. Masih pakai cara phone tree seperti yang pernah aku tulis di Hubungan dari hantu ke hantu. Dia menyebutkan hari dan tanggal, Sabtu 12 Juni 2010. Jam 1 sampai 3 siang. Membawa makanan kecil secukupnya + minuman dalam thermos, dan tidak lupa untuk membawa uwabaki (sepatu dalam ruangan). Boleh datang naik sepeda.

uwabaki paling sederhana dan paling murah. Riku punya di bagian depannya (karet) berwarna biru, dia yang minta...mau modis katanya hahaha. Dulu waktu TK sih putih semua, persis seperti ini.

Begitu selesai dia menyampaikan pesannya, aku langsung minta maaf. Aku lupa siapa sesudahku dalam daftar phone tree jaman TK nya Riku. Wah itu daftar udah ngga tau ke mana deh. Mana kutahu bahwa masih akan dipakai setelah lulus TK? Untung dia bilang, ngga papa kok Miyashita san yang terakhir, semua sudah tahu (senengnya kalau begini, orang asing dikasih tugas sedikit hihihi). Ok aku bilang, Riku akan datang.

Jadi Sabtu pagi Riku sudah seperti cacing kepanasan. Dia juga ingin sekali bertemu dengan teman-teman lamanya. Karena dia belum ada makanan kecil, aku suruh dia membeli sendiri sekaligus membeli roti dan susu untuk kami makan pagi. Enak sekarang bisa meminta dia membelikan sesuatu. Dia juga sudah pintar berhitung soalnya. Menjelang jam 11 aku baru sadar bahwa uwabakinya cuma ada sebelah! Loh… kemana yang satunya? Mungkin jatuh atau mungkin ketinggalan di sekolah. Jadi Gen pergi dengan Riku untuk membeli uwabaki baru di toko sepatu. Huh ada-ada saja. Untung aku cepat sadar sehingga masih sempat membeli.

Dan… Riku pulang jam 3 dengan keringat. Rupanya sebagai pengisi acara, mereka bermain dochi ball. Dodge Ball, adalah permainan paling umum yang bisa dimainkan siapa saja, asalkan ada bola (volley). Aku tidak tahu apakah permainan ini ada di Indonesia atau tidak, tapi rasanya pantas deh diperkenalkan atau dimainkan di Indonesia. Salah satu permainan yang bisa dipakai untuk meramaikan acara-acara pertemuan. Sambil dia juga bercerita bahwa ada temannya yang sudah pindah ke Saitama dan khusus datang untuk bertemu mereka. So sweet… (Sayang anak-anak tidak boleh membawa kamera, jadi aku tidak bisa membayangkan acara mereka seperti apa)

Sekitar jam 6:30 giliran aku yang siap-siap dan pergi ke acara konshinkai 懇親会, pertemuan ramah-tamah dengan mantan seksi kegiatan anak PTA di sekolah Riku. Kalau seperti ini tidak bisa dikatakan reuni sih… Acaranya dekat stasiun rumahku, sehingga aku pergi naik sepeda. Anak-anak sama papanya jaga rumah.

cheese spreadnya dicampur mentai (telur ikan). lembut dan enak!

Aku baru pertama kali ke restoran/ tempat minum di Tsuboya ini. Tempatnya cukup nyaman dan …murah. Makanannya lumayan enak dengan paket all you can drink yang relatif murah dibandingkan restoran lainnya. Sambil makan-makan dan minum-minum, kami bercakap-cakap tentang macam-macam. Dan yang paling aku “pasang telinga” soal ijime atau bullying di sekolah, dan bagaimana mengatasinya. Ternyata yang cukup banyak menjadi masalah justru di kalangan anak perempuan, karena sejak dari kecil mereka sudah mempunyai “geng-geng”… entahlah… apa mungkin kebetulan saja orang tua murid yang datang kebanyakan anaknya perempuan. Kami berdelapan menikmati konshinkai ini sampai pukul 9:30, dan setelah 3 orang pulang, dan kami berlima melanjutkan ke tempat minum yang lain. Hashigo! (arti sebenarnya adalah tangga, tapi istilah ini dipakai untuk acara makan (minum) dengan berganti restoran/tempat minum … mungkin seperti clubbing deh — aku belum pernah clubbing jadi ngga tau juga hehehe). Dan….kami berlima pulang jam 1 pagi! Karena ada satu yang berjalan kaki, akhirnya kami menuntun sepeda dan berjalan bersama pulang (arah pulangnya sama semua). Duuuh ibu-ibu pulang pagi! (Jadi inget masa muda …tsah hihihi)

Di dalam resto yang kedua "Ron" ada penjual oden... hari ini dietku gatot deh...gagal total!

Hari ke 3 di jakarta

18 Feb

wah kok jadinya aku bikin serial seperti Lala ya, the Jakarta Stories hehehe. Gpp deh sekedar untuk mencatat juga aku ngapain aja selama di liburan (Buat laporan ke Tokyo juga gitchu hihihi). Atau kali-kali ada yang mau ngundang saya gitu.

Tgl 17 Feb, aku tidak kemana-mana. Berkutat depan komputer terus, cari info, nulis posting dsb dsb, sampai matanya pedes deh. But jam 6 lewat Wita janji akan datang ke rumah untuk antar tiket so aku siap-siap mandi jam 5. Jadi kopdar dengan Wita deh….

Aku seharian juga chat dan sms pentolan teman-teman di SMP untuk membicarakan reunian SMP yang mau diadakan tanggal 27 nanti. Selalu kalau aku pulang, baru tergerak untuk ngumpul. Pikir-pikir iya juga sih kalau ngga ada event khusus, ngapain juga ngumpul ya? (so aku ini event khususnya??? ngga juga deh, cuman emang aku aja yang ngga ada kerjaan hihihi).

Pak RT nya Wawam dan Bu Monika, trus yang pusat informasi clubbing Intan. Yang selalu membingungkan emang mencari tempat yang enak, ambiencenya, makanannya, dan tidak berada di daerah macet, karena hari jumat malam. Pak Wawam usul Barcode Kemang, Monika sih apa  aja katanya  (Monika juga masih ada bayi sih jadi jarang jjl), nah giliran aku tanyain Intan, ternyata Intan yang tukang jalan aja belum pernah ke Barcode. Dia usul Cafe Amor di Dharmawangsa Square atau Juststeak di Barito, atau FX. Masalahnya aku belum pernah ke FX jadi buta bener-bener. Dan kalau mau mikir macet, parkir dsb emang enakkan Juststeak atau Cafe Amor ini. Hmm Kalau juststeak bisa kira-kira deh tempatnya , tapi si Amor ini gimana. So, aku pikir mumpung Wita datang, aku seret aja dia untuk temenin aku (maksa judulnya).

So begitu Wita datang, tanpa ba bi bu, takut ketahuan Kai dan dia nangis, jadi langsung keluar rumah deh.. Berhubung wita naik motor dan saya tidak bisa mbonceng (karena takut) jadi kita naik taxi ke Dharmawangsa Square. Biasanya sih kalau ke sini, aku pasti ke Gelato, tapi karena hari ini membawa misi untuk ke Amor ya langsung deh ke lantai 4.

Tempatnya sih bagus, dan waktu kita masuk ke situ sepi…. Yang ada dua cewek sedang belajar dansa tango. Wah bisa dansa juga di sini? Anyway, aku tanya sama pelayannya bagaimana kalau mau bikin kumpul-kumpul untuk 20 orang. Ada beberapa tempat duduk sofa yang comfortable dan diberitahu juga ada terrace seat di lantai atasnya. Dan untuk ke lantai atas ini kita harus naik tangga di luar. Ternyata lantai atas juga luas, tapiiiiiiii tidak ber- AC. hmmm sebetulnya enak sih, tapi Jakarta tanpa AC keknya males deh. Ya akhirnya aku putuskan pake tempat di bawah aja, di tempat sofa yang agak luas, sehingga nanti bisa di setting untuk 20-an orang. (Eh ada wine cellarnya juga loh….)

Tapi aku sih bilang, karena belum tahu berapa orang yang datang, nanti aku telpon utk reserve. Nah, sekarang giliran survey makannya. Hmmm pilihan makanannya sih banyak, then aku tanya specialtynya di situ apa. Jawabnya, Sup Buntut Goreng. Yaaah jauh-jauh ke Cafe, masak sup buntut goreng sih. Tapi daripada yang masakan erop nanggung, jadi aku pesan itu aja. Wita pesan spaghetti. Begitu dihidangkan, hmmm aku kok kurang sreg ya? Apa standarnya aku ketinggian? Masak buntut gorengnya dibumbui dengan bawang bombay dan paprika dan pake semacam demi glace sauce? Ini mah judulnya mustinya nasi buntut goreng + sup hahaha…. Aku ngelirik spaghettinya juga kayaknya ngga lezat-lezat banget (Wita kamu makannya lambat sih hahaha…terpaksa ditelen ya?)

Cerita punya cerita, begitu makanan abis, kita langsung cabut deh. Sebelum pulang, mampir WC dulu dong. Nah, di sini ada masalah lagi. Masak keran wastafelnya ngga ada! Gimana mau cuci tangan dong? Wahhhh sudah deh, terpaksa musti dicoret dari list. Begitu keluar aku tanya sama pelayannya, “WC nya mana sih pak?”. Diantar memang di tempat yang kita masuki tadi. Trus saya bilang, “Kok wastafelnya ngga ada airnya?”…. Eeeh ternyata sodara-sodara, pemutar keran memang tidak ada, tapi kalau mau mengeluarkan air dari selang yang ada itu musti injak semacam bola di lantai. Halah! Saya bilang sama si bapak, “Ya tulis dong pak, kalau ngga tau bahwa ada bola di lantaii gini, kan ngga bisa cuci tangan?” Maunya nyentrik kali ya? Tapi sama sekali inconvinience.

Kami pulang ke rumah dan mendapatkan Kai nangis teriak-teriak. Kasian dia ngga bisa tidur tanpa mamanya… Terpaksa deh Wita pulang cepet-cepet dan aku masuk ke kamar liat Kai. Dan Kai begitu liat mamanya langsung DIAM. Huh manja ! Tapi sebetulnya dia memang belum ngantuk rupanya dan masih mau main, sehingga minta diajak keluar. huhuhuhu…..

Jadi apakah aku akan reserve Cafe Amor? menurut Monika kalau makanannya ngga enak ngapain mel…. iya juga sih. Terpaksa deh hari ini survey tempat lagi. Barcode deh! Semoga hari ini ada orang yang bisa aku culik untuk nemenin ke Barcode hihihi.

Pameran Pendidikan Jepang 2008

30 Agu

Wah saya terkejut waktu membaca bahwa tanggal 31 Agustus ini akan diadakan Pameran Pendidikan Jepang 2008. Kenapa? Karena saya tidak mendengar beritanya, atau selentingannya, atau bau-baunya sedikitpun. Apa mungkin karena saya tidak baca koran Indonesia lagi ya? Anyway saya berharap akan banyak datang pengunjung ke pameran pendidikan tersebut. Dan semoga, pengunjung tidak disambut dengan board NARUTO di pintu gerbang (entah kenapa saya muak melihat Naruto dimana-mana. hey…. Jepang bukan Naruto saja!!!) Pelajari dong di belakang Naruto nya.

Saya punya kisah tersendiri dengan Pameran Pendidikan Jepang ini. Di tahun 1992, juga diadakan Pameran Pendidikan Jepang tapi bukan di tempat bergengsi seperti sekarang. Tempatnya di Universitas Dharma Persada yang di samping Komdak itu (dulunya). Universitas yang kecil, ruangan kelas kecil, pamerannya dihadiri paling oleh 20-an universitas Jepang. Berpanas-panas karena tidak ada AC waktu itu. Diselenggarakan selama 2 hari kalau tidak salah. Dan pengunjungnya sedikit (bisa bayangkan mungkin class meeting sekolah lebih banyak pengunjungnya), mungkin juga karena pamor Jepang di tahun itu belum semarak sekarang ini.

Tapi Pameran Pendidikan Jepang 1992 itu (mustinya sih sekitar Februari 1992) yang mengubah jalan hidup saya menjadi seperti sekarang ini. Dengan membawa beberapa berkas seperti transkip nilai, sertifikat ujian bahasa Jepang dll dalam sebuah map, saya datangi pameran itu. Sebelum pameran memang saya sudah mengadakan korespondensi dengan seorang dosen di Tokyo (Rikkyo Univ) tapi karena universitas swasta mahal, saya pikir saya bisa cari universitas lain yang lebih murah dan mempunyai bidang yang ingin saya perdalam.

Adalah papa yang menggerakkan saya untuk mengumpulkan informasi mengenai melanjutkkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karena pada tahun 1989-1990, Papa dipindahtugaskan ke London, untuk menjadi kepala perwakilan Pertamina wilayah Eropa yang berpusat di sana. Dan waktu itu saya sedang mencari tema skripsi, sehingga waktu berkunjung ke sana, saya sempatkan datang ke University of London, tepatnya ke SOAS (School of Oriental and African Studies) dan ke toko bukunya dan menemukan buku yang bisa menjadi sumber pustaka utama penulisan skripsi saya. Karangan R.P. Dore “Education in Tokugawa Japan” (masih ada tuh harganya 32 pound…. mahal euy). Dan ternyata setelah saya mencari informasi, juga papa mencari informasi ke teman-temannya di London… diketahui bahwa SOAS adalah sekolah yang terkenal jika Anda mau mempelajari Asia dan Africa. Mungkin aneh ya kok mau mendalami Jepang tapi di negara lain. In some cases, bahkan lebih baik mendalami pengetahuan ttg suatu negara bukan di negaranya. Contohnya saja, jika Anda mau mendalami sejarah kebudayaan Jawa, belajarlah ke Leiden University, karena sumber dokumen mereka mungkin jauh lebih banyak daripada di Jawa nya sendiri (Dan ada memang teman saya dari sastra Jawa yang ambil master di Leiden). Juga saya pernah disarankan oleh Prof Kurasawa untuk mengambil PhD di Cornell Universiy….. she said go internasional… selain dari kenyataan bahwa mengambil PhD untuk bidang humaniora di Jepang itu amat sangat sulit.

Jadi papa menganjurkan saya supaya cepat menulis skripsi, dan mendaftar saja ke SOAS, mempersiapkan diri untuk TOEFL dsb. Dan dengan tinggal bersama keluarga di London tentu akan lebih murah daripada saya pergi sendiri ke Jepang. But rencana memang tinggal rencana karena tidak lama kemudian Papa harus kembali ke Indonesia sebelum waktu tugasnya selesai, bukan karena tidak becus menjalankan tugasnya di London, tapi karena dia dipanggil oleh Bapak Emil Salim untuk menjadi wakilnya di Bapedal, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan yang akan dibentuk. Dalam segi promosi, memang papa langsung menjadi eselon satu, dan sebagai orang dari Pertamina yang dipinjamkan istilahnya, pengangkatan ini juga merupakan suatu blessing in disguise karena dalam 2 tahun lagi papa harus pensiun. Padahal dengan pengangkatan ini, seakan menjadi perpanjangan pensiun. Papa selalu berkata, “Bersyukurlah atas apa yang ada” (karena itu saya setuju ungkapan Pak Oemar “seize the day”)

So, dengan kepulangan papa ke Jakarta, mimpi saya untuk tinggal di London, menimba ilmu di kampus terkenal University of London, menikmati dinginnya dan muramnya London di taman-taman kecil yang ada di sekitar rumah, membayangkan kehidupan Sherlock Holmes, Shakespeare, or Agatha Christie, menikmati british garden dengan tea time nya, menyusuri Hyde Park dan sesekali berbaring di atas rerumputan yang menghampar di sana ditemani squirel yang berlarian ke sana kemari, sambil menunggu disapa polisi London dengan seragamnya yang kakko ii (keren) itu… hmmm I love London. Meskipun it is indeed the most expensive city in the world.

But Papa bilang, cari saja univesitas di Jepang kalau kamu mau melanjutkan ke S2nya. Padahal kalau dipikir-pikir, waktu itu aku sebetulnya tidak begitu ngotot untuk pergi ambil master. Aku bisa kok langsung bekerja, dan Asmara Mariko san, my best friend di UI sudah menyambut saya untuk bekerja bersama-sama di bussiness centre nya (dan saya enjoy bekerja selama 3 bulan di sana). Sambil saya mengajar privat bahasa Indonesia kepada orang Jepang expatriate yang bekerja di Indonesia. Kalau bukan karena papa yang menyuruh mencari informasi itu, dan mendorong saya untuk sekolah terus, mungkin saya juga tidak akan melangkahkan kaki ke Pameran Pendidikan Jepang 1992 itu.

Hhhhh, ngalor-ngidul ke sana kemari dan akhirnya sampai ke topik masalah. Gomennasai…..

Memasuki kelas tempat diadakan pameran pendidikan, berderet bangku yang bertuliskan nama Universitas yang ada di Jepang. Waktu itu tentu saja hadir perwakilan dari Tokyo University, Yokohama University, Chiba University, universitas negeri di daerah-daerah Jepang, dan beberapa universitas swasta. Dosen/perwakilan tiap universitas tidak semuanya didampingi penerjemah. Kelihatannya satu penerjemah dipakai untuk beberapa universitas. Jadi kalau perlu baru memanggil dia. Sejak awal saya sudah mencoret Tokyo University dari daftar saya. Why? Imelda ngga mau masuk the best university in Japan? Yes, aku tidak mau. Aneh kan? Yup aneh… karena saya tidak mau menjadi nerd, kutu buku…. itu saja alasannya heheheh. And  I want to be number one, dan saya tahu kemampuan saya, saya tidka akan bisa bersaing di sana. Saya akan mati-matian untuk suatu goal yang belum tentu ada. Program Master hanya 2 tahun. Saya tidka mau menjadikan 2 tahun itu penuh penderitaan. I want to enjoy life also.

So saya hampiri booth Yokohama National University. Seakan Tuhan membimbing saya ke situ. Karena sebelumnya saya datangi booth sekolah bahasa Jepang dan ditolak (“Anda sudah bisa berbahasa Jepang, kenapa mau belajar lagi dengan kami…. pelajarilah yang lain…” “Hai, wakarimashita!”, dan disarankan ke YNU itu. ) Dua orang lelaki setengah baya menyambut saya, dan dengan memakai bahasa Jepang saya memperkenalkan diri, dan mengatakan bahwa saya ingin melanjutkan pendidikan di bidang sejarah pendidikan sesuai tema skripsi saya Terakoya, dan atau bahasa Jepang. Watanabe sensei dari kantor administrasinya dan Sato sensei, professor bahasa dan sejarah Jerman itu melayani saya dan langsung Sato sensei berkata, “Kami tidak ada program studi sejarah, tapi kami terkenal dengan fakultas pendidikannya. (dan memang benar YNU terkenal dengan Fakultas pendidikannya). tinggal sekarang kamu mau meneliti dari sejarahnya atau pendidikannya.”  Ok terus terang saya tidka mau dari sejarahnya. Saya tidak mau jadi ahli sejarah, but untuk pendidikan saya juga tidak ada latar belakang yang kuat. Tapi pendidikan itu amat berguna di kemudian hari. So saya putuskan untuk mulai dari bawah belajar pendidikan sambil meneliti sejarah pendidikan Jepang. Sato sensei langsung mencari dosen mana yang kira-kira bisa menjadi dosen pembimbing saya jika saya belajar ke sana. (FYI, belajar di jepang = belajar pada seorang dosen, jadi harus mencari dosennya dulu yang kira-kira bisa dan mau menerima kita+ usulan penelitian kita…. dna mencari dosen pembimbing itu yang sulit). Dan dengan seenak perut (maaf ya sensei) dia bilang…. yah kita suruh si S.M.  ini membimbing Imelda. Dia kan thesisnya tentang sejarah pendidikan Manchuria, dan dia punya mata kuliah sejarah pendidikan Jepang… dia yang paling cocok untuk Imelda.

OK Imelda, saya pikir bahasa Jepang kamu sudah cukup, dan saya bisa kenalkan  kamu dengan si SM ini, Kapan kamu bisa datang? Untuk masuk program Master kamu harus jadi mahasiswa pendengar/peneliti (Kenkyuusei) dulu minimal 6 bulan (biasanya 1 tahun).  Untuk menjadi mahasiswa di April 1992 ini tidak bisa karena pendaftarannya baru saja ditutup. Tapi kami minta fotocopy berkas untuk kami bawa supaya bisa dipersiapkan kamu masuk bulan September 1992.

Oi..oi..oi… saya harus bicarakan dulu dnegan papa. Berapa biaya segala…. Saya tidak bisa putuskan saya mendaftar ke YNU saat ini juga. “OK… kan pameran masih ada sampai besok, bicarakan dulu kalau memang berminat, bawa saja berkasnya besok ke sini lagi”……… aku terdiam…. begini cepatkah prosesnya? sambil aku lihat disekelilingku, booth universitas lain yang kurang pengunjung, sementara booth Tokyo University yang dipenuhi mahasiswa… tapi muka dosen yang menyambutnya amat sangat tidak ramah. Muka-muka dosen lainnya yang terlihat bosan dan kepanasan, dan seakan terus menerus melihat jam … kapan berakhirnya sih pameran ini. Saya pulang ke rumah masih dalam keadaan “bengong”. Dan menceritakan hasil pameran kepada papa, dan keputusannya…. daftarkan saja, siapkan berkas untuk diberikan besok. Tapi kata papa, kamu pergi shitami (survey) bulan April-Mei selama 3 bulan dengan visa turis, untuk lihat-lihat Tokyo dan cari informasi, dan kalau perlu belajar bahasa Jepang lagi. Nanti saya minta info dari Hatakeyama san (teman papa).

So…. dengan kilat, saya serahkan berkas keesokan harinya, sambil persiapkan survey bulan Aprilnya, dan bulan Septembernya saya sudah di Jepang memulai hidup yang baru. Speedy…. what a preparation.

Jadi bagi saya Pameran Pendidikan Jepang ini sangat berarti, karena dia yang membuka jalan ku menuju masa depan. Karena itu waktu tahun 2004 almamaterku Yokohama National University bermaksud untukmengikuti pameran pendidikan Jepang di Jakarta, saya menawarkan diri untuk menjadi penerjemahnya dan mengatur liburan saya ke jakarta  bertepatan dengan waktu pelaksanaan Pameran tersebut.

Di Tahun 2004 itu juga didorong oleh keinginan pihak universitas untuk membuat network bagi alumni YNU, saya mengumpulkan alumni YNU dan mengadakan reuni yang pertama serta memikirkan apa dan bagaimana kita bisa membantu almamater kita dalam melaksanakan kegiatan2 terutama karena mulai tahun 2005, universitas negeri di seluruh Jepang di swastanisasi. Jadi mereka harus “menghidupi” diri sendiri dan tidka mendapatkan tunjangan dari pemerintah. Jadi pihak Universitas juga yang harus mempromosikan diri dan mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya termasuk dari luar negeri.

Jadi di malam pertama sesudah pameran, hanya ada 7 orang yang berhasil berkumpul. Namun ini menjadi awal reuni ke dua, setahun sesudahnya (8 maret 2005) yang dihadiri 20 an orang dan terakhir tahun berapa ya (soalnya kalau bukan saya yang nanya2 atau pas datang ke jkt, pada ngga ngumpul sih…)

Semoga saja ikatan alumni YNU ini bisa terus exist dan bisa membantu almamater kita, tempat kita menimba ilmu di negeri matahari terbit.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Berikut undangan dari Japan Foundation untuk Pameran Pendidikan Jepang 2008:

APAKAH ingin coba membuat Origami (melipat kertas khas Jepang), menulis
Shuji (menulis indah huruf Jepang), bermain Igo atau ingin tanya tentang
program-program The Japan Foundation, Jakarta ?

Tidak usah susah-susah…

DATANG saja ke booth THE JAPAN FOUNDATION, Jakarta
di “Pameran Pendidikan Jepang” oleh JASSO yang diselenggarakan pada,
Hari/Tanggal : Minggu, 31 AGUSTUS 2008
Jam : 11.00 s.d 17.00 wib
di : Jakarta Convention Center (JCC)
Jl. Jend. Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
**** Pengunjung tidak perlu tanda masuk dan tidak dipungut biaya.