Kehilangan hati

23 Des

Kata “sibuk” dalam bahasa Jepang ditulis sebagai 忙しい, yang merupakan gabungan kanji kokoro 心 berarti hati, dan kanji nakusu 亡くす berarti kehilangan. Jadi “sibuk” adalah “kehilangan hati”. Aku merasa orang yang menciptakan kanji itu kok hebat sekali ya….. Karena memang benar jika orang menjadi sibuk, seringkali kehilangan hati, perasaan misalnya dengan marah-marah dan membentak terus.

Apakah aku sedang kehilangan hati? Tidak juga…. justru di saat sibuk begini, aku memperhatikan hal-hal kecil yang mungkin tidak terlihat jika aku banyak waktu. Misalnya suatu ketika, aku sedang berada di dapur. Riku dan Kai sedang makan, dan kebetulan pada suapan terakhir Riku merasa pedas.
“Mama…pedas…. minta minum”
Aku cepat-cepat mau mengambilkan minum, tapi aku terpana melihat Kai dengan reflexnya mengambil gelas minumannya dan memberikannya pada Riku, dan meminumkan isinya. Tindakan seperti ini membuatku kelu, dan menghangatkan hatiku. Meskipun mereka berdua sering berkelahi dan teriak-teriak, tapi Kai sangat sayang pada kakaknya. Sampai-sampai dia juga tidak mau pergi ke penitipan jika kakaknya tidak sekolah.

Emang sibuk apaan sih? Mungkin kalau pernah membaca tulisan-tulisan saya di masa yang sama tahun lalu bisa mengetahui bahwa ibu rumah tangga di Jepang sibuk sekali di bulan Desember, shiwasu 師走 nama asli bahasa Jepang kunonya. Kedua kanji itu berarti “pendeta Buddha berlari”. Mana pernah kita melihat pendeta Buddha berlari? Setiap gerakan pendeta Buddha anggun dan penuh makna, jadi kalau dia sampai berlari berarti benar-benar sibuk. Osooji (membersihkan kuil/rumah besar-besar), mengirim oseibo (hadiah musim dingin pada orang tertentu), mempersiapkan nengajo (kartu tahun baru) yang harus dikumpulkan di kantor pos paling lambat tanggal 25 Desember, jika kita mau agar kartu itu sampai tepat tanggal 1 Januari.  De Miyashita belum pernah tepat waktu (tahun lalu juga terlambat), tapi tahun ini bacchiri…. desain sudah jadi dan sudah diprint, tinggal nama dan alamat tujuan saja.

Karena tahun depan adalah tahun macan atau Toradoshi 寅年 jadi si Tigger temannya Winnie de Pooh bisa menghias kartu tahun baru sebagai perangkonya. Si Pooh tidak akan pernah bisa sendirian jadi perangko soalnya ngga ada Shio Beruang sih hihihi. Banyak juga yang bertanya, kok orang Jepang masih saja menulis kartu tahun baru dan mengirim lewat pos dijaman sms dan internet begini? Well, budaya menulis dan memberikan kabar lewat pos memang sudah menjadi tradisi di sini sejak berabad lalu, dan tidak akan hilang, meskipun tentu saja menyusut. Dulu aku pribadi menulis sekitar 100-150 kartu tahun baru, tapi sekarang paling-paling hanya 50 lembar. Kenapa menyusut? Karena dulu aku mengajar di banyak tempat dengan murid yang banyak, sehingga kalau murid mengirim, pasti kubalas. Sekarang hanya mengajar di universitas, dan mahasiswa tidak ada yang mengirim kartu tahun baru. Kartu tahun baru lebih untuk menjaga silaturahmi dan memang jumlah orang yang pasti setiap tahun mengirim = sahabat atau kolega cuma sedikit. Selain itu jumlah yang dikirim tiap tahun berbeda, apabila kita menerima mochuhagaki 喪中はがき, kartu pos pemberitahuan bahwa ada anggota keluarga yang meninggal, seperti yang pernah saya tulis di sini. Keluarga yang anggota keluarganya ada yang meninggal di tahun ini, diharapkan tidak merayakan tahun baru dengan meriah. Jadi mereka mengirim mochuhagaki kepada kerabat supaya tidak menerima nengajo (kartu tahun baru) tanggal 1 Januari nanti.

Selain kebiasaan menulis nengajo yang sudah membudaya, pihak kantor pos menyediakan hadiah undian yang menarik. Coba lihat angka-angka di bagian bawah kartu pos.  Biasanya diperhatikan 6 angka di sebelah kanan saja. Semisal nanti keluar dua angka terakhir 45 berhak mendapat perangko khusus, atau tiga angka terakhir yang terpilih mendapat jam dsb. Untuk hadiah pertama bisa pilih salah satu dari 5 hadiah utama. Untuk tahun ini hadiah utamanya adalah TV Aquos 32V, Wisata ke Hawai-Hongkong-Seoul untuk 2 orang, set komputer+printer+ camera digital, digital video camera dan office goods set (mungkin untuk perusahaan ya). Wah kalau saja aku dapat hadiah pertama…pengennya sih TV Aquos, soalnya sekarang de Miyashita ngga ada TV sudah rusak, dan sekarang darurat pakai TV 14 inch, hadiah waktu aku menang juara karaoke sekitar 10 tahun lalu hihihi.

Yang berubah dari nengajo tahun lalu adalah adanya barcode di kanan bawah untuk mengetahui pengumuman penarikan undia lewat HP. Hmmm aku jarang pakai barcode begini, nanti setelah penarikan undian tgl 24 Januari mau coba ahhh. Dan tadi baru jalan-jalan ke websitenya Japan Post, ternyata ada juga layanan pembuatan kartu tahun baru lewat web. Dari pilih gambar, tulis alamat tujuan sampai print  dilakukan pihak Pos, kita hanya pilih-pilih dan isi alamat, dan…. bisa bayar pakai credit card/transfer bank. Hmmm menghemat tinta printer dan waktu juga nih. Cuma de Miyashita selalu buat desain sendiri pakai foto atau ilustrasi sih, jadi untuk layanan website ini sepertinya masih musti nunggu beberapa tahun lagi untuk dicoba. Mungkin kalau anak-anak sudah SMP malas difoto (dan biasanya kalau sudah SMP jarang ada yang mengirim foto anak-anaknya) …. nah saat itu deh. Berhubung Gen paling males di foto, dan aku kan ngga bisa narsis sendirian hihihi.

Satu lagi kehebatan dari Japan Post ini… aku kasih tahu ya. Semisal kita gagal mencetak, entah karena cetakannya jelek, nama/alamat salah, atau tercetak dobel untuk orang yang sama. Selama belum pernah dikirim, berarti “perangko” belum terpakai. Berarti kita rugi 50yen dong (harga perangko dalam negeri Jepang adalah 50 yen) Kita bisa mengembalikan nengajo gagal itu ke kantor pos dan mendapat kembalian berupa kartu pos lain (selain nengajo) atau perangko. Meskipun dipotong biaya 5 yen setiap lembar, 45 yen bisa kita dapatkan kembali. Nah kalau kartu pos gagal ada 10 lembar, 450 yen kan lumayan banget tuh… Tahun kemarin aku melakukan kesalahan yang bodoh sekali. Setiap nama tercetak sebanyak 3 lembar, karena lupa mengganti setting printer menjadi 1 lembar sesudah mencetak gambar desainnya. Yang dikirim tentu saja cuma satu lembar dong, kalau tidak si Anu bisa bingung menerima 3 lembar kartu dari Imelda hahahhaa. Jadi ada kartu pos gagal 2 lembar untuk satu nama. Pantas aku pikir kok 100 lembar cepat sekali habisnya, padahal belum semua nama diprint hihihi. Bodoh bener. BAKA (dongo/bodoh)!

Nah, jadi alasan aku jarang mengupdate blogku sekarang adalah karena aku sibuk buat nengajo, oosoji bebersih yang kemudian diberantakin dan dikotorin oleh krucil-krucil (minjam istilahnya Kris dan Nana…. kangen euy sama Kris dan Nana karena mereka jarang online sudah pulkam) , menyelesaikan urusan bank/kelurahan, masih musti ikut rapat terakhir PTA (Parent Teacher Association)  SD nya Riku yang akan saya coba tulis di postingan lain, belanja dan masak untuk persiapan Natal dan Tahun Baru. Aku juga pertama kali mencoba buat kue kering Nastar dan Kaastengels sendiri, improvisasi resep tradisional Coutrier’s ala Imelda. Hasilnya? Kurang banyak jumlahnya!…. rasanya sih OK punya. You know what, di sini sulit untuk mencari mentega kiloan, keju kiloan, daging kiloan, segala yang kiloan deh… juga ayam utuh di supermarket biasa, harus cari toko grosiran dan itu jauh dari rumah …. Untung ada buah Nanas yang relatif murah untuk membuat selai nanas sendiri.

Well countdown to Christmas Eve tinggal besok, masih banyak yang harus dikerjakan . Tapi biarlah, yang pasti de Miyashita mau menikmati hari ini, 23 Desember hari libur untuk memperingati ulang tahun Kaisar. (Miris ya ulang tahun Kaisar dirayakan tapi ulang tahun Yesus bukan hari libur …hiks).

Selamat Hari RABU friends…..

He’s just trying to be ….

19 Des

independent. Ya, anak sulungku berusaha menjadi “anak besar yang mandiri”.

Sudah sejak April lalu, waktu Riku masuk SD, aku memberikan kunci rumah padanya. Kalau seandainya dia pulang ke rumah dan tidak ada yang membukakan pintu, dia bisa buka pintu sendiri dan menunggu di dalam. Anak yang membawa kunci sendiri di Jepang disebut Kagiko (Anak Kunci).

Hari Selasa tanggal 15 Desember lalu, kami orang tua murid dipanggil untuk menyaksikan proses pembelajaran di sekolah. Sekolah-sekolah di sini biasanya mengadakan acara Sankanbi “school visitation” tiga kali setahun. Mulai dari jam pertama jam 9:00 sampai jam ke 4, sekitar pukul 12. Nah, hari itu setelah mengantar Kai yang agak ngambek tidak mau ke penitipan, dengan agak terlambat aku datang ke kelas Riku. Sudah memasuki jam kedua yaitu mata pelajaran prakarya.

Layang-layang dengan gambar Stitch + rumah balon

Setiap anak diberikan satu set bahan untuk membuat layang-layang. Setelah sensei menjelaskan cara pembuatannya, mereka mencoba membuat sendiri. Yang pasti bagian kertas yang besar yang akan diterbangkan digambar menurut kesukaan masing-masing anak. Dan anakku ternyata membuat gambar stitch di dalam rumah dengan balon-balon. Ow dia mau menggabungkan stitch dengan film UP (yang dia belum tonton, karena baru saja mulai di putar di bioskop di Jepang).

Aku sempat membuat foto Riku memegang layang-layang di dalam kelas, dan sesudah itu pada jam ke 3 anak-anak diperbolehkan mencoba menerbangkan  layang-layang buatan mereka di lapangan sekolah. Di lapangan aku juga sempat memotret Riku. Kemudian pada jam ke 4, murid-murid kembali ke kelas untuk pelajaran matematika. Temanya waktu itu adalah mengenal bentuk, seperti lingkaran, segitiga dan empat persegi panjang. Nah saat ini aku baru tahu bahwa sebetulnya ngga boleh motret-motret di dalam sekolah… hihihi. Aku tidak baca kertas pengumumannya karena Riku lupa memberikan padaku. Untung aku ngga terlalu menyolok waktu motret hehehe.

Nah setelah pelajaran ke 4, murid-murid makan bersama dan melanjutkan ke pelajaran ke 5, sedangkan kami orang tua pulang. Tapi aku harus kembali lagi jam 4, karena aku mendapat jadwal diskusi dengan guru mengenai perkembangan pelajaran anak hari itu jam 4 sore.

Riku pulang ke rumah jam 3. Yang menjadi masalah, selama aku ke sekolah bertemu gurunya, Riku bagaimana? Apa dia mau ikut ke sekolah, dan bermain sendiri (dia tidak boleh masuk kelasnya), atau dia tinggal di rumah menunggu aku di rumah SENDIRIAN. Beberapa hari sebelumnya, dia memang berhasil menunggu sendirian di rumah sementara aku menjemput Kai. Jadi dia memutuskan untuk menunggu aku di rumah.

Tapi, ternyata…. dia tiba-tiba menjadi takut. Jadi, sementara aku di sekolah, dia pergi ke tetangga sebelah. Kemudian dia memutuskan untuk menyusul aku ke sekolah (jarak sekolah kira-kira 10-15 menit jalan kaki). Aku kaget melihat mukanya di jendela kelas. Jadi begitu waktu diskusi dengan senseinya selesai, aku langsung cari Riku di taman depan sekolah. Tidak ada! hmmm mungkin sudah pulang, jadi  aku cepat-cepat pulang ke rumah.

Sesampai di rumah…. Tidak terkunci. Waduuuuh kalau ada orang masuk bagaimana? Tapi aku sih tidak terlalu khawatir soal rumah terbuka (tidka terkunci) , yang lebih aku khawatirkan apakah heater gas dalam keadaan menyala atau tidak. Untung saja tidak nyala, tapi Riku tidak ada di rumah. Waaah kemana dia?

Aku membaca catatan di atas meja makan (hebat anakku udah bisa nulis euy…). Katanya:  “Mama aku ke tetangga sebelah. Ternyata aku takut dan tidak bisa tinggal di rumah sendiri…. bla bla…” Tengah aku baca, HP ku berdering. Pas aku lihat nomor belakangnya 110. Polisi!

“Ya…”
” Ibunya Riku? Ini Riku ada di sini tolong jemput ya!”
“Ya, saya segera ke sana. Terima kasih”
Langsung aku pergi ke KOBAN (pos polisi) dan menjumpai Riku di situ. Mukanya hampir menangis. Pak Polisi berkata bahwa Riku mencari-cari tapi tidak ketemu, dan untung dia bawa nomor telepon ibu. Hati-hati jangan sampai jatuh catatan  itu” (Mungkin takut disalahgunakan). Setelah aku ucapkan terima kasih pada polisi, aku ajak dia keluar, sambil memeluknya.
“Ma, maaf ya aku tidak bisa tinggal di rumah. Aku takut”
“Iya tidak apa-apa. Tapi lain kali kalau mama tanya tinggal atau ikut harus tegas memilih. Karena kalau tidak tegas, semuanya akan berantakan. Kalau mau tinggal ya harus terus tinggal. Kalau mau ikut, ya bilang mau ikut saja. Jangan plin plan. Tapi tidak apa-apa, ini kan pengalaman untuk Riku. Sudah benar Riku bawa catatan nomor telepon mama (dia tulis sendiri di secarik kertas dan masukkan ke dalam kantong tempat kunci dia), dan langsung ke KOBAN waktu tidak ketemu mama. Pintar. Sudah lupakan saja. Jangan jadi takut untuk mencoba ya? Sekarang kita harus cepat-cepat jemput Kai. Kita langsung naik bus saja ya…”

My baby is still a baby …. cute baby who is trying to be a big kid! Dan aku hargai itu. Dalam hati aku pikir… kok aku juga ngga ada rasa marah sama Riku. Aku tahu dia sudah berusaha. Dan aku tahu jika mencoba, dan gagal itu juga tidak enak. Dan hey… dia BARU 6 tahun (sebentar lagi 7 sih). Jangan paksa dia menjadi dewasa karbitan ah…

Jadi waktu aku tahu bahwa kita masih mempunyai waktu 30 menit luang sebelum menjemput Kai, aku ajak dia date mendadak.
“Riku, mau makan es krim?”
“Boleh???” (Sepertinya dia heran kok dia gagal tapi dikasih reward)
“Iya. Makan es krim dan lupakan kejadian hari ini ya?”
“OK”

Sambil bergandengan tangan kami berjalan menuju counter Baskin Robbins di Stasiun. Di luar dingin. Es krim juga dingin meskipun manis. Tapi kuharap hati kami berdua manis dan hangat!

Akita-ken dan Shiba-ken

15 Des

Kalau mendengar kata Akita-ken, biasanya orang akan berpikiran tentang Prefektur (bayangan orang Indonesia adalah propinsi)  Akita, yang memang dibaca sebagai Akita Ken. Tapi yang aku maksud di sini ken adalah bacaan lain dari kanji inu 犬. Jadi judul di atas, kalau diterjemahkan menjadi Anjing Akita dan Anjing Shiba. Kedua jenis anjing ini merupakan anjing asli Jepang, yang sudah sejak dulu berada di Jepang. Anjing asli Jepang sendiri ada 6 jenis sekarang (dulu 7 tapi musnah), dan sudah ditetapkan oleh pemerintah menjadi warisan alam Jepang sejak tahun 1931 untuk Anjing Akita dan 1936 untuk Anjing Shiba.

Sesuai dengan namanya Anjing Akita ini memang berasal dari prefektur Akita, yang berada di Utara Jepang, masih di pulau utama (Honshu). Selain terkenal dengan Anjing Akita, daerah ini juga terkenal dengan Akita Bijin! Bijin = wanita cantik… well hanya kebetulan saja loh, bukan aku sengaja menyandingkan Anjing dengan Wanita di sini. Kabarnya seorang anjing yang setia menunggu tuannya pulang, yang pernah saya tulis di “Sebuah Cerita Tentang Kesetiaan” ini juga termasuk jenis Anjing Akita, dan termasuk jenis anjing besar (badannya).

Anjing Akita, termasuk jenis besar. Gambar diambil dari wikipedia Jepang.
Anjing Akita, termasuk jenis besar. Gambar diambil dari wikipedia Jepang.

Sedangkan yang lebih kecil adalah Anjing Shiba (termasuk jenis kecil), atau bahasa Jepangnya Shiba-ken 柴犬, merupakan anjing tertua yang berada di Jepang. Anjing ini bisa dikatakan mewakili anjing asli Jepang, karena 80% anjing Jepang yang berada di Jepang sekarang adalah Anjing Shiba. Ketenarannya sampai ke Amerika dan negara-negara lain. Ibu mertua saya memelihara anjing jenis ini sudah 9 tahun lamanya. Sembilan tahun menurut perhitungan manusia sama dengan 65 tahun umur manusia. Jadi sudah cukup tua. Nama anjing kami ini Dai-chan. Waktu lahir amat lucu dan pernah menjadi model untuk kalender.

Daichan waktu masih bayi
Daichan dan adik sekandungnya waktu masih bayi

Riku dan Kai juga tidak pernah takut pada Dai-chan, dan selalu bermain bersama jika kami pulang ke rumah mertua. Aku? Aku selalu suka anjing, meskipun malas untuk memeliharanya. Takut lupa kasih makan….kan kasihan. Tapi sebetulnya selain itu, bagi orang yang tinggal di apartemen/mansion di Tokyo, agak sulit jika mau memelihara anjing. Umumnya tidak boleh memelihara anjing/kucing, sehingga jika mau memelihara harus cari apartemen/mansion yang memperbolehkan pelihara pet.

Dai-chan dan adiknya setelah dewasa
Dai-chan dan adik sekandungnya setelah dewasa

Dulu di Jakarta waktu kecil kami memelihara German Sheperd, yang kami beri nama Nero, yang badannya jauuuuh lebih besar dari kami.

Anjing kami Nero. Wah sudah berpuluh tahun lalu. Lihat saja, Imelda sekecil itu hihihi
Anjing kami Nero. Wah sudah berpuluh tahun lalu. Lihat saja, Imelda sekecil selangsing itu hihihi (kayaknya SMP deh)

Kenapa tiba-tiba aku ingin bercerita tentang anjing? Ya, posting ini khusus aku buat untuk seorang sahabat, penyayang anjing yang menamakan dirinya The Bitch! Memang kalau kita membaca blognya mungkin akan timbul beberapa kerut-kemerut di kepala dengan penggunaan bahasanya. Tapi aku berani jamin dia adalah seorang teman terbaik yang transparan yang akan berbicara tanpa “hiasan” dan terus terang.  Nama yang bagus, Pitoresmi Pujiningsih atau aku selalu panggil Pito … yang berulang tahun hari ini, 15 Desember 2009  yang ke 28 tahun (bener ngga sih?). Selamat Ulang Tahun sahabat…. aku berdoa untuk kesehatan dan kiprah kamu dalam berbagai kegiatan. Traktirnya nanti ya kalau aku ke Jakarta…

Tentang anjing asli Indonesia? Aku sama sekali tidak tahu! Ada ngga sih?

Sumber:  Wikipedia Jepang mengenai Anjing asli Jepang, Anjing Akita dan Anjing Shiba.

Bingo

14 Des

dibaca binggo. Adalah sebuah permainan memakai kartu dengan angka-angka dari 1 sampai 99  (5 baris, 5 kolom) dan alat pemutar angka. Jika angka yang disebutkan ada di kartu kita, maka kita bisa melipat angka tersebut ke belakang. Bagian tengah adalah free, dan jika kita bisa melipat 5 angka (termasuk free) ke belakang dan membentuk satu garis vertikal/horisontal atau miring maka kita berhak menyebut “Bingo”. Jika sudah 4 berarti sisa satu lagi kita menyebut “Rich”. Dengan mencapai bingo maka kita berhak mendapat hadiah.

5 angka diagonal sudah terbuka...BINGO
5 angka diagonal sudah terbuka...BINGO

Cara ini merupakan alternatif  pelaksanaan undian berhadiah, yang biasanya untuk menentukan pemenangnya, meminta kesedian “tamu terhormat” untuk mengambil potongan kertas berisi nomor yang beruntung. Kesannya “birokrasi” banget kan.  Sedangkan bingo memang agak makan waktu untuk menunggu siapa yang bisa duluan mendapat bingo. Tapi memang lebih “fun” daripada hanya menunggu dan melihat bapak-bapak menyebutkan nomor.

Nah hari minggu tanggal 6 Desember lalu, kami sekeluarga pergi ke Ikebukuro naik kereta. Hmmm buat yang belum tahu kota Tokyo, Ikebukuro itu termasuk wilayah  bagian Tokyo yang  juga setara dengan Shibuya, Ginza  dan Shinjuku. Naik kereta dari rumah kami  kira-kira 15 menit kalau yang express. Tujuan kami Sunshine Building 60, skyscaper berlantai 60, yang bagian atasnya memang dijadikan tempat wisata untuk melihat sekeliling kota Tokyo. Sampai dengan tahun 1991, gedung ini merupakan gedung tertinggi di Tokyo (240 meter), yang kemudian digantikan oleh Balaikota Tokyo yang hanya melebihi 3 meter saja (243 meter).

Tapi di tengah jalan kami mampir di Toyota Show Room. Bukan… bukan mau beli mobil, tapi cuma cuci mata, dan karena kok kami lihat rame sekali, seperti ada acara. Begitu lihat tulisan “Masuk, gratis” ya sudah, sekalian aja tanya-tanya harga mobil Prius Hybrid, kita join acaranya Toyota ini. Dan di situlah kita ikutan main bingo, dan aku mendapat bingo… Hadiahnya Riku yang ambil, sebuah boneka figur  One Piece film Strong World.

pemutar bola untuk undian. alat ini diberi nama gara-gara kujibiki
pemutar bola untuk undian. alat ini diberi nama gara-gara kujibiki

Setelah foto-foto di bawah boneka maskotnya Toyota dan pohon Natal, kami juga ikutan undian untuk hadiah hiburan. Caranya dengan memutar bundaran yang berisi bola berwarna. Hadiahnya disesuaikan dengan warna bila yang keluar. Biasanya warna putih adalah hadiah murah seperti tissue atau coklat. Alat pemutar bola ini menimbulkan bunyi yang khas, yang menyemarakkan suasana natal dari toko-toko di sekitarnya.

pemandangan dari lantai 60. Naik liftnya 1 menitan dan tidak terasa euy.
pemandangan dari lantai 60. Naik liftnya 1 menitan dan tidak terasa euy.

Akhirnya kami sampai di Gedung Sunshine Building 60 ini jam setengah dua. Sudah lapar sih, tapi karena tujuan utama belum selesai ya ditahan-tahan dulu deh. Kami memutari gedung untuk melihat pemandangan sekeliling Tokyo, dan tiba di tengah-tengah tempat dua orang pelukis karikatur  menggambar pengunjung yang berminat. Ini tujuan kami sesungguhnya, yaitu minta digambar sekeluarga sebagai ilustrasi kartu tahun baru kami.

Dan terus terang gambar 4 orang dan 2 di antaranya anak kecil butuh kesabaran banget.  Ilustrator mirip wajah atau Nigaoe yang kami pilih memang telaten sekali sehingga butuh waktu cukup lama untuk menggambar satu orang (yang katanya 10 menit padahal). Tapi tidak rugi deh kami antri, dan bersabar menunggu karena hasilnya memuaskan. Kalau aku malah lebih suka sketchnya yang belum diwarnai. Hasil yang diwarnai nanti ya aku kasih lihat kalau kartu tahun barunya sudah jadi hehehe. (Dan semoga jadi tepat waktu deh hihihi, entah kenapa menjelang akhir tahun gini kok sibuk banget sih?)

Atopi

11 Des

Saya tidak tahu seberapa populernya kata ini di Indonesia. Tapi di Jepang setiap orang pasti tahu dan pernah dengar kata ini. Saya sendiri berkenalan dengan kata atopi waktu awal-awal saya datang ke Jepang dan dengar dari mahasiswa satu “seminar” dengan saya.

Dia seorang wanita Jepang berkulit putih yang agak pucat. Bibirnya sering kering. Saya pikir pengaruh musim saja, tapi ternyata seluruh kulitnya kering. Dan yang mengerikan setiap lipatan kulit menjadi luka! Saya tahu memang kalau musim dingin, terutama tangan dan kaki akan menjadi kering dan luka-luka. Saya juga pernah menulis di salah satu posting, bahwa mencuci piring di musim dingin bisa menyebabkan tangan luka-luka. Serba salah, cuci pakai air panas, tangan yang kering menjadi sensitif dan sering luka, tapi kalau mencuci pakai air dingin, tangan bisa membeku….

Ketika saya tanya dia, kenapa tidak pakai krim tangan? Lalau dia berkata, “Saya mengidap atopi, jadi tidak bisa sembuh dengan krim saja. Setiap cuci rambut, saya menderita. Tangan yang luka-luka harus memegang shampo, lalu masih harus tergores-gores rambut…..” hiiiiii membayangkannya saja saya sudah merinding ngilu. Dan di sekeliling saya banyak orang yang menderita atopi ini. Ada yang ringan, ada yang berat seperti teman wanita tadi. Apa karena makanan? Tidak jelas, karena tiba-tiba saja kulitnya pecah-pecah begitu.

Mungkin kata yang paling bisa dimengerti orang Indonesia adalah alergi kulit. Tapi kebanyakan di Indonesia orang alergi kulit disebabkan oleh makanan (telur,udang, makanan laut lain) atau udara (house dust). Jadi asalkan tidak makan makanan yang menyebabkan alergi maka hidupnya akan aman-aman saja.  Untuk telur dan udang, memang orang akan langsung tahu makanan apa saja yang mengandung telur atau udang, tapi jika alergi unsur makanan yang lain tentu saja harus membuat daftar makanan apa saja yang mengandung unsur tersebut. Misalnya keponakanku dulu alergi susu sapi, jadi hanya bisa susu kedelai. Jadi setiap ibunya akan memberikan makanan yang diperkirakan mengandung susu, misalnya biskuit, diberikan sedikit dulu sebagai percobaan, jika timbul gejala alergi dihentikan, tai jika tidak bisa masuk daftar makanan aman.

Jumlah penderita atopi di Jepang meningkat terus. Selama 17 tahun saya di Jepang, saya ikut melihat pertumbuhan penderita atopi, yaitu dengan meningkatnya tema pembicaraan mengenai atopi dan alergi.  Dan bisa dilihat juga dari banyaknya tulisan/label kandungan makanan yang kira-kira bisa menjadi pemicu alergi, seperti di foto ini:

 

simbol unsur pemicu alergi
simbol unsur pemicu alergi, dari kiri- ke kanan (atas) gandum - kacang - kedelai, (bawah) cumi-cumi- udang.

 

 

Simbol-simbol seperti ini mudah dimengerti, dan bisa langsung dibaca waktu akan membeli snack yang dimakan. Cara penulisan memang bermacam-macam tergantung produsennya. Ada yang saya temukan cara penulisan dengan memberikan warna pada unsur-unsur pemicu alergi (yang cukup banyak) , sehingga akhirnya saya juga bisa mengetahui… oooohhh ternyata ada juga orang yang alergi dengan unsur ini ya…. misalnya jeruk dan kiwi/pisang.

 

wah banyak juga ya daftarnya
wah banyak juga ya daftarnya: telur, susu, kedelai, udang, kepiting, soba, kacang tanah, kerang awabi, cumi-cumi, telur ikan salmon, jeruk (orange), kiwi, daging sapi, walnut, salmon, ikan saba, kedelai, daging ayam, pisang, daging babi, jamur matsutake, peach, ubi yamaimo, apel, gelatin.

 

Usaha penulisan ini memang merupakan “kepedulian” produsen terhadap konsumennya. Meskipun kadang-kadang saya anggap beberapa tindakan produsen yang overprotektif. Tapi informasi seperti ini tentu amat penting bagi penderita alergi/atopi. Menurut hasil penelitian alergi oleh Departemen Kesehatan Jepang tahun 1992-1996, diketahui bahwa 28,3% balita, 32,6 % murid SD, 30,6% dewasa menunjukkan kenyataan bahwa satu dari 3 orang Jepang menderita alergi atau rentang terhadap alergi. Dan kelihatannya jumlah penderita akan bertambah terus….

Saya juga menderita alergi, lebih ke house dust yang menyebabkan saya sering bersin-bersin. Tapi tidak alergi makanan yang menyebabkan kulit gatal atau luka. Hanya buah-buahan seperti rambutan, durian dan manggis membuat leher gatal sekali, sehingga saya tidak bisa menikmati enaknya buah-buahan ini. Padahal dulu saya bisa makan…dan suka.  Saya masih bersyukur tidak menderita atopi, dan mudah-mudahan anak-anak saya juga tidak menderita atopi, karena cukup repot merawat penderita atopi.

Tapi ada satu lagi yang pernah dan masih saya tuliskan di profil saya di blogspot, yaitu saya alergi terhadap orang yang sombong hehehe…. Ini mungkin tidak bisa digolongkan dalam penyakit ya? Bagaimana dengan Anda? Anda alergi apa? (Mungkinkah ada blogger yang alergi kamera? pasti ngga ada yaaaaa hihihi…alergi kamera ngganggur mungkin saja…)

 

It’s Christmas Time

8 Des

Well, yes …. memang tanggal 25 itu masih lama, dan sebagai umat Katolik “biasanya” kami tidak merayakan Natal di masa Adven seperti ini. Karena masa Adven adalah masa penantian, perenungan dan persiapan untuk menyambut kelahiran Yesus, dengan hati yang bersih, bukan masa untuk “berpesta”. Namun untuk kristen  Oikumene, yaitu suatu usaha gabungan untuk merayakan hari besar agama Kristen oleh gereja-gereja kristen-katolik, biasanya akan memilih awal-awal bulan Desember sebagai kegiatan mereka. Lebih baik dilihat sebagai usaha untuk mempersiapkan Natal dalam kebersamaan daripada hanya sekedar “pesta” Natal.

Nah, kami yang tergabung dalam Keluarga Masyarakat Kristen Indonesia di Jepang atau disingkat KMKI akan mengadakan Natal Bersama umat kristen di Tokyo dan sekitarnya, pada Sabtu tanggal 12 Desember nanti bertempat di Balai Indonesia, Sekolah Republik Indonesia Tokyo, Meguro 4-6-6. Saya sendiri sudah menyerah untuk ikut aktif dalam kegiatan KMKI, dan absen untuk sementara dulu, tapi saya akan usahakan hadir di sana. (Membawa Kai yang sedang suka berantem dan egois dengan angkutan umum memerlukan energi yang tidak sedikit. Dan seperti biasa, meskipun Sabtu, Gen tetap bekerja — even tanggal 25 — sehingga saya harus bisa menerima kenyataan, bahwa untuk menjadi seorang Kristen yang taat di negeri ini memang sulit)

Terus terang, meskipun saya sudah memasang pohon Natal di rumah lengkap dengan hiasannya, pohon itu lebih  bersifat hiasan. Belum ada lagu Natal yang saya pasang, atau saya juga belum repot-repot membuat kue-kue kering seperti kalau saya di Indonesia. Apalagi saya jarang sekali keluar rumah, pergi ke mall-mall sehingga suasana Natal amat jarang bisa saya jumpai. Yah, masih lama memang… dan sambil mempersiapkan hati, saya mulai memasang lagu natal pertama, lagu yang selalu saya pasang yang berjudul, It’s Christmas Time dari Carpenters. Lagu ini dari Album Christmas Potrait, yang merupakan album pertama dan satu-satunya yang dibuat waktu penyanyi favorit saya, Karen Carpenters masih hidup. Sebuah lagu dengan tempo yang cepat dan…. keren. Saya pernah mencoba menyanyikannya waktu masih bergabung dengan paduan suara gereja Cavido, di Jakarta… (Mas Atok… apa tahun ini menyanyikan juga? Tapi percuma juga, karena saya tidak bisa hadir untuk mendengar)

Silakan coba dengar lagunya, Its Christmas Time, yang oleh Carpenters dijadikan medley, digabung dengan lagu “Sleep well little children”.

Teiban! 定番 lagu yang harus ada di Natal saya.

It’s Christmas time and time for a carol

Time to sing about the little King

To fill the bowl and roll out the BARREL

Have ourselves a fling

We greet a friend or welcome a stranger

Let him sing OR cheer him on his way

And celebrate the child in the manger

Born on Christmas day

Good cheer for you and for me

With pleasure and glee to share

Oh, we’re so happy to be together

On yuletide square

It looks like snow

And falls like snow

Take a moment

Take a look about and say

As snowflakes fall

Merry Christmas to one and all

Selamat mempersiapkan Natal, Tahun baru, dan “Pembersihan Besar-besaran Oosoji 大掃除” yang membuat ibu-ibu di Jepang sibuk di bulan Shiwasu 師走 ini.

Musik oh musik

7 Des

Well, aku suka musik. Saya aku menyanyi, tapi tidak bermain musik. (Alat) Musik lebih enak untuk didengar, daripada dimainkan oleh AKU hehehe. Meskipun waktu SD pernah menjadi anggota  grup Angklung, dan sering “manggung” juga, tapi alat musik selain angklung sepertinya ogah berkawan denganku. Tapi itu juga karena tidak ada “pemaksaan” di SD ku waktu itu untuk bisa menguasai alat musik, minimal suling/pianika (yang setelah angkatan adikku sepertinya menjadi wajib, tapi ngga tau juga kalau sekarang).

SD di Jepang biasanya mewajibkan muridnya untuk bisa bermain alat musik, minimal pianika. Namanya di sini adalah Kenban Harmonika. Dan sekolah Riku meskipun negeri, sangat menitikberatkan pelajaran musik di sekolahnya. Menurut desas desus, daripada pertandingan olahraga, pihak sekolah lebih mementingkan pertunjukan musik, yang biasanya dijadwal pada akhir November/awal Desember dalam kalender kegiatan SD.

Riku kelihatannya tidak berbakat memainkan alat musik (abis bapak-ibunya juga kagak bisa hihihi), sampai terpaksa aku minta pelatih khusus, adikku Tina, datang untuk melatih. Itu juga cuma sebentar. Dan perlu satu kali aku menggembleng dia satu lagu yang akan dimainkan di pertunjukan. Terus terang aku memang tidak bisa membaca not balok, tapi soal ketukan, satu setengah atau seperempat ya bisa dong. Jadilah Imelda guru pianika ketukan sambil nyanyikan lagunya supaya Riku menangkap lagu yang dia mainkan.

Hasilnya, Sabtu tanggal 5 kemarin, seluruh kelas dari kelas 1 sampai 6 SDnya Riku mengadakan pertunjukan musik, Ongakukai 音楽会。 Semestinya minggu lalu, tapi karena ada kelas yang diliburkan karena influenza, jadi ditunda seminggu. Mulai jam 9:15 pagi, dan aku terpaksa tidak ikut menonton karena aku sakit kepala berat. Daripada aku kena atau menyebarkan flu, lebih baik aku di rumah dengan Kai. Dan memang semua penonton diwajibkan memakasi masker untuk mencegah penularan penyakit.

Kelas satu tampil pertama, dan dengan bangganya (mustinya) si Gen mengambil foto anak sulungnya bermain pianika. Ada juga videonya, dan kalau aku lihat sih, Riku selalu terlmat satu ketukan hahaha (tapi mungkin juga akibat pengambilan video yang biasa duluan suara daripada gerakan). Anyhow, Riku sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Dan papanya juga pulang ke rumah membawa foto dan video Riku dengan bangga. Dan …. katanya pertunjukan kelas 5 dan 6 sangat bagus. Katanya, “Mungkin kita harus memasukkan Riku ke Yamaha, atau kelas musik supaya tidak ketinggalan”. Hmmmm… To tell the truth aku malas menyuruh anak-anak les ini itu, karena aku dulu waktu kecil tidak pernah juga dipaksa les ini itu oleh orangtuaku. Kecuali Riku memang mau, lain persoalan.

Sedangkan Ubi Kuliah!

4 Des

Kamu tahu bahasa Jepang untuk Universitas/Perguruan Tinggi? Aku ajarin ya, istilahnya Daigaku. Jadi kalau kamu lulusan Universitas Indonesia = lulusan Indonesia Daigaku.  Kalau lulusan ITB = Bandung Kouka Daigaku. Tinggal dibalik deh susunan katanya.

Hari ini aku mau posting yang ringan dan lucu aja deh. Yaitu sebuah kudapan asli Jepang, terutama dari Kanto (Tokyo dan sekitarnya), yang pasti mudah dibuat dengan bahan yang pasti ada di Indonesia juga. Nama kudapan ini adalah Daigaku Imo, Ubi (di) Universitas? Yang pasti artinya bukan Universitas Ubi, karena susunan katanya bukan IMO DAIGAKU! (Pasti tidak ada yang mau sekolah di sana ya hihihi).

Kebetulan aku punya ubi atau bahasa Jepangnya satsuma imo banyak kiriman dari Akemi san. Biasanya aku cuma goreng biasa lalu taburkan garam sedikit. Mau membuat kolak, tapi bahan lainnya tidak lengkap (unggu kolang-kaling, belum sempat beli). Lalu aku teringat kudapan ini. Kalau mau diterjemahkan sih bisa saja menjadi Ubi Karamel.

Bahan:

Ubi (saya pakai ubi cukup besar 1 batang, ya kira-kira 400 gram)
Gula pasir 4 sendok makan
Air 2 sendok makan
Kecap Kikkoman 1 sendok teh
Cuka (jepang) 1 sendok teh (Cuka Indonesia mungkin cukup setetes/dua tetes, dan saya rasa bisa ganti sedikit lemon kalau tidak ada cuka)

Caranya:

Potong ubi sedang tidak beraturan, kalau saya waktu itu membuat stick saja.
Goreng sampai kuning.

Campuran gula, air, kecap dan cuka dipanaskan di wajan lain sampai menjadi kecoklatan. Kemudian masukkan gorengan ubi ke dalamnya, dan campur. Biasanya waktu dihidangkan orang Jepang menaburkan sedikit wijen hitam di atasnya, tapi karena saya tidak punya ya tidak pakai. Toh itu hanya sebagai pemanis saja.

Kudapan sederhana dari Tokyo...monggo....
Kudapan sederhana dari Tokyo...monggo....

Yang menarik, dengan resep yang ini karamel memang tidak mengeras, sehingga agak “pliket” waktu memakannya. Tapi rasanya? Hmmm yummy loh, sebagai teman minum teh atau kopi….sedaaaap! Selamat mencoba, dan kamu bisa berkuliah bersama si UBI.

Setelah aku cari sejarah nama ini, ternyata memang makanan ini berasal dari lingkungan universitas. Dulu tahun 1912, jenis makanan ini amat disukai kalangan mahasiswa, dan sekitar tahun 1925 ada beberapa mahasiswa Universitas Tokyo yang mencari tambahan uang kuliah dengan menjual makanan ini di sekitar universitas. Tapi ada mahasiswa Universitas Waseda (tempatku mengajar sekarang) juga mengaku bahwa daigaku imo dimulai di universitas itu. Yang mana yang benar? entahlah… Yah pokoknya makanan ini populer di kalangan mahasiswa, jadilah namanya Daigaku Imo. Kalau dipikir-pikir hebat juga mahasiswa bisa menciptakan patent yang enak gini …kalau mahasiswa Indonesia menciptakan patent apa ya? Demo? hihihi.

Waseda Daigaku dalam hujan di musim dingin.... kemarin 3-12-09
Waseda Daigaku dalam hujan di musim dingin.... kemarin 3-12-09 (camera HP Biblio)

OK deh saya mau kasih kuliah pada ubi-ubi hihihi dulu… Selamat hari Jumat…dan menyambut weekend tentunya!

Kamera

2 Des

Senin kemarin Riku libur. Karena semestinya Sabtu lalu ada acara pertunjukan musik oleh seluruh kelas, dan batal karena ada kelas yang “diliburkan” karena terlalu banyak yang tidak masuk/sakit influenza. Dan aku sudah berjanji akan “date” bersama dia makan di MacD (tentu saja yang lebih dicari adalah mainan yang menjadi hadiah dari Happy Set. Jadi setelah antar Kai ke penitipan Himawarinya jam 10:45, kami langsung ngedate tanpa lupa utuk memotret pakai kamera HP dulu di dalam lift. Kenapa dalam lift? Karena di situ ada cermin besar dan aku pakai cara memotret pantulan aku dan Riku di cermin. Tidak ada orang untuk dimintai memotret kami soalnya. Hasilnya lumayan kan?

Dan foto ini juga lumayan menuai “komentar” di fesbuk, apalagi dari pakde, katanya:” ala maaaaak. Lift jadi ajang narsis-narsisan juga? oh my goooot.. EM…. wots wrong???” hihihi. Tapi ada juga yang mengatakan kelihatan kurus! Well… I’ll tell you what…. camera can lie… Kamera bisa berbohong. Yang jelek kelihatan cantik, yang gemuk kelihatan kurus….bahkan sebaliknya. Terlepas dari kamera itu berbohong atau tidak, kamera memang diperlukan oleh orang yang narsis. Bahkan tidak kurang dari Jeunglala, pasti tidak bisa hidup tanpa HP dan Kamera! bener ngga?

Well aku juga sama (dan aku yakin banyak juga yang seperti kami). Tak bisa hidup tanpa kamera. Bukan karena narsis (kadar narsisku kayaknya masih standar deh), tapi karena aku suka sejarah. Dan kamera membantu mengabadikan sejarah. Bayangkan kalau tidak ada kamera, bagaimana aku tahu nenek moyangku? Bagaimana rupa mereka?

sebuah foto yang menyatakan nenek moyang keluargaku sampai 4 generasi di atasku. Foto ini yang pasti dibuat sebelum 1912.

Foto atas adalah sebuah foto yang mengabadikan nenek moyang keluargaku (coutrier) sampai 5 generasi di atasku. Bapak pengantin pria (sebelah kanan) Diederik Coutrier orang belanda yang menikahi Putri Makassar bernama  Sanging Dg. Tanri ini diperkirakan merupakan pelopor “clan” coutrier di Indonesia Makassar. Foto ini aku perkirakan  dibuat kira-kira tahun 1910. Inilah sebab mengapa aku ingin sekali belajar bahasa Makassar, dan merupakan kemungkinan besar sekali (tinggal dibuktikan dengan test DNA hahaha), Aku dan Ria bersaudara dari generasi 5 tingkat di atas kami, dengan kata kunci Galesong (Kalau sudah terbukti kita tulis yuk Ri hihihi).

Mamaku dan aku hanya bisa mengenali perempuan yang melahirkan mama yaitu Oma dari foto ini. Karena Oma Julia Kepel- Mutter meninggal waktu mama berusia 1 tahun, dan dimakamkan di Yogyakarta. Aku pernah sekali nyekar ke makamnya, waktu SMP, tapi itu sudah bertahun berabad yang lalu. Ingin sekali mencari makam Oma Julia di Yogyakarta (kerkgov), selama masih ada kenalan yang hidup dan menandainya. Meskipun kami umat katolik tahu, di makam hanya ada tulang bahkan abu tanpa jiwa/roh (sebagian orang menyebut ruh, tapi yang bahasa Indonesia adalah roh). Oma Julia duduk di samping papanya, Opa Wijk Kepel di rumah di Yogyakarta tempat mama lahir dibesarkan sampai usia 6 tahun, dan setelah itu pindah ke Manado selama 10 tahun.  Yang pasti foto ini dibuat sebelum mama lahir tahun 1938. Foto yang masih kuanggap masih lebih baru dibanding foto tahun 1910. Tapi kedua foto ini menyimpan sejarah keluargaku. (Dan yang paling ribut ngurusin genealogy –silsilah keluarga– memang cuma aku hihihi… tapi kalau aku ngga ribut, mana bisa ketemu saudara di Internet coba?)

(kiri: imechan cilik, kanan: gen cilik bersama kembarannya, hayooo yang mana si gen?)

Tanpa ada kamera, tentu saja juga tidak ada foto-foto waktu aku kecil, yang imut dan… ndut bin  chubby hihihi. Dan waktu balita, aku ini ternyata narsis sekaliiii…. Tapi kenapa kok ujug-ujug (jw, tiba-tiba) Imelda cerita tentang foto dan kamera?

Ternyata tanggal 30 November lalu itu adalah hari Kamera di Jepang. Aku tahunya dari video-TV yang ada di atas lift tempat penitipannya Kai. Kamera no hi. Dan setelah aku cari di google Japan, ternyata hari ini ditetapkan sebagai peringatan untuk Kamera (bukan hari libur) oleh perusahaan Konica-Minolta) yang pada tanggal 30 November 1977 mengeluarkan kamera autofocus pertama di dunia KonicaC35AF. Sebelumnya pada tahuun 1963, pabrik yang sama telah mengeluarkan kamera AE (Auto Exposure) pertama di dunia. Dengan adanya program AE ini, siapa saja yang tidak memiliki pengetahuan fotografi bisa membuat foto, sehingga di Amerika kamera jenis ini disebut Vacation Camera, atau mungkin ada yang pernah dengar istilah Bakacon Camera (Baka= bodoh, orang bodohpun bisa memotret…..jadi kalau gagal pemotretnya lebih daripada bodoh dong ya hihihi). Bakacon mengandung bahasa “SARA” prejudice, jadi dilarang penggunaannya di Jepang (memang istilah ini untuk jaman dulu aja sih). Padahal kalau mau ditelusuri lebih jauh kamera berawal dari kamera obscura yang diketahui dalam buku “Books of Optics” (1021) karangan Ibn al-Haytham.

Sekarang hampir semua orang punya kamera, baik yang digital camera atau yang menempel di HP. Sudah jarang yang pakai film 35mm lagi ya? Aku  merasa sayang setiap melihat kamera Canon EOS Kiss non-digital (masih pakai film), karena itu adalah kamera pertama yang aku beli sendiri. Kamera non digital sekarang apa kabarnya ya?

Tanpa ada kamera, tidak ada foto dan tidak ada bukti sejarah…. Foto tertua yang kumiliki, selain kedua foto di atas, adalah foto dari kakek buyutnya Gen pada tahun 1905 (tentu saja reproduksi). Apakah kamu juga punya foto bersejarah?

(Posting ini merupakan posting yang tertunda dua hari deh… karena perlu memeriksa sumber/bukti terlebih dahulu)