Ransel Anak SD

30 Mar

Tadinya Gen harus bekerja juga hari Minggu (29 Maret) , jadi aku pun sudah bersiap untuk tinggal di rumah. Malas rasanya pergi ke mal atau supermarket waktu orang-orang libur karena pasti penuh. Pasti sulit mengontrol dua anak balita…. eh Riku sudah bukan balita lagi… so dua anak cilik. Kai memang sudah bisa jalan sendiri, dan karena itu lebih sulit mengawasinya. Terkadang dia sengaja pergi menjauh dan tidak mau datang meski sudah dipanggil-panggil. Dia sering  menatap aku, seakan berkata, “aku ngga mau datang, kamu mau apa?” Benar-benar pandangan anak nakal! Tapi kalau aku ceritakan soal kenakalan Kai (atau Riku dulu) pada Gen, dia selalu bilang, “Kamu kan pernah bilang suka anak nakal?” hehehe. Memang aku pernah bilang begitu tapi dalam konteks nakal = aktif dan kreatif.

Anyway, hari minggu ini ternyata Gen bisa libur. Dan kami merencanakan bahwa ini hari minggu khusus untuk Riku. Jadi pagi jam 8:30 Gen dan Riku sudah berangkat naik sepeda ke T JOY Oizumi, untuk menonton Madagaskar2 jam 9:10 pagi. Aku dan Kai? Di rumah saja… bayangin dong bawa balita ke bioskop… mana bisa. Lagipula aku masih phobia kegelapan jadi selalu menolak untuk pergi ke bioskop. Alhasil sampai dengan Riku dan papanya pulang ke rumah jam setengah 12 siang, rumah sudah kinclong deh (tentu saja dibantu Kai dengan menumpahkan air Aqua ke lantai — makasih nak, memudahkan mama ngepel — atau memercikkan air dari tempat cuci piring ke lantai dapur. Heran deh ini anak kok suka banget main air).

Tapi mereka begitu sampai rumah, langsung pergi lagi ke dry cleaning. Kali ini Riku mau  belajar naik sepeda sendiri. Waktu itu aku sempat menemani dia belajar sepeda (masih pakai roda tambahan) sampai RS dekat rumahku. Nah tempat dry cleaning ini masih agak jauh lagi. Kesempatan bagus untuk berlatih dengan papanya. Cuma kok lama ya? ternyata mereka juga pergi ke toko sepeda untuk menyetel tinggi sadel dan ke taman, serta bermain di situ.

Jadinya kita makan siang baru jam 2 siang. Dan sesudah itu Gen siesta (take a nap)… Yaaaah padahal rencananya mau pergi beli ransel a.k.a RANDOSERU ランドセル untuk Riku. Kasian juga Gen akhir-akhir ini kurang tidur, jadi aku biarkan dia tidur sampai jam 5 sore. Kemudian kami pergi ke “Nitori” Tanashi untuk mencari ransel. Kami tidak mau pergi ke departemen store, karena harga ransel di departemen store rata-rata 50.000 yen. Biarpun ada uangnya, kami tidak mau membuang uang segitu banyak hanya untuk sebuah tas ransel.

Saya pernah menulis soal ransel ini juga di postingan “Beban Berat anak SD Jepang“. Tas sekolah berbentuk tas punggung yang keras dan seragam bentuknya bagi anak SD. Sepertinya tidak ada deh di belahan dunia manapun yang seluruh murid SD nya memakai tas yang sama bentuknya selama 6 tahun. Hanya di Jepang!!!

Sejarah randoseru ini sudah 100 tahun lebih, dimulai dari  Bakumatsu (akhir jaman Edo/ Tokugawa sekitar 1860-an) dengan dimulainya pemakaian tas punggung ala barat “Senou” oleh serdadu Jepang. Pada tahun 1885, sekolah Gakushuin (berdiri tahun 1877) melarang murid-murid diantar dengan becak/ mobil ke sekolah dan mewajibkan murid-murid memakai “Senou” untuk membawa peralatan sekolahnya. Karena dalam bahasa belanda “senou” ini disebut dengan “Ransel”, maka Jepang mengadaptasi nama ini dan menjadi terkenal dengan nama “RANDOSERU”. Tapi bentuk yang dulu lebih menyerupai Rugsack daripada bentuk kotak masif seperti sekarang. Baru tahun 1887 bentuk kotak itu muncul akibat pesanan khusus Perdana Menteri Ito Hirobumi untuk hadiah masuk SD Kaisar Jepang ke 123, Kaisar Taishou ( 1879-1926).

Meskipun demikian, ransel masih merupakan barang mewah untuk anak-anak kota saja. Anak-anak di pedesaan masih memakai Furoshiki (kain segi empat seperti syal) untuk membawa peralatan tulis mereka. Baru pada tahun 1955, ransel dipakai di seluruh negeri, dan merupakan barang mutlak untuk murid SD.

Masuk SD berarti keluar dari keluarga dan masuk dalam masyarakat baru, dan dianggap sebagai satu langkah besar dalam keluarga. Persiapan membeli ransel, alat tulis, setelan jas, meja belajar merupakan kesibukan satu keluarga besar. Kakek dan nenek memberikan angpao dalam jumlah besar untuk membeli ransel, dan semua saudara biasanya juga memberikan selamat (+angpao)  Nyuugaku Iwai 入学祝い.

Ternyata di toko pertama, Nitori itu tidak ada ransel berwarna hitam. Padahal Riku maunya yang hitam. Jadi kami bertanya ke Service Counter, dan oleh petugasnya dijanjikan untuk mencarikan ransel hitam di seluruh cabang toko itu di seluruh Jepang, dan akan menelepon kami besok dengan berita ada atau tidak. Tapi Riku maunya saat itu juga… mengerti juga perasaan dia. Jadi waktu Gen mengajak untuk mencari di  “Shimachu Home Center” aku ok-ok saja. Lebih baik mencoba kan?

Dan untung saja kami coba mencari di tempat itu. Aku juga bisa cuci mata dengan design interior yang lain dengan yang dipamerkan di Nitori. Lebih berwarna dan bervariasi. Jadi pengen pindah rumah nih. Dan ternyata malah di situ tersedia beberapa jenis ransel yang bermerek. Aku ingat sekali merek itu di iklan TV. Tenshi no hane (Wings of Angels) – sayap malaikat. Dengan desain khusus yang memikirkan pertumbuhan tulang punggung anak-anak selama 6 tahun. Ya, ransel itu dipakai selama 6 tahun, jadi memang harus kuat! Dan karena itu bisa dimaklumi kalau harganya mahal. (Dan pikir-pikir tas-tas sepupunya Riku yang satu kotak penuh itu juga makan tempat ya? pasti di Jepang tidak bisa seperti itu. Anak Jepang diajarkan untuk eman-eman …sayang barang) Mungkin maksudnya kalau pakai tas ransel sayap malaikat itu terasa ringan dan melekat ke badan bagaikan sayapnya malaikat. Sayangnya yang pakai ransel itu sebenarnya bukan malaikat, malah bisa jadi setan-setan kecil hihihi. Bisa (Hebat) aja tuh promosinya.

Pulang dari toko itu sudah jam 8, dan Riku mau makan sushi… jadi kami ke resto sushi yang ada dekat rumah. Waktu masuk resto, Gen tanya apa aku bawa kamera. Ternyata waktu aku cari di tas, tidak ada! Padahal aku sudah siapkan sebelumnya. Lupa aku masukkan dalam tas lagi setelah memotret mereka bertiga. Kenapa dia tanya kamera? Rupanya ada menu khusus di resto itu yaitu “Odori Awabi” (Kerang awabi menari – kerangnya dipanggang hidup-hidup didepan kita, sehingga kita bisa melihat kerang itu menciut seakan-akan menari …. sadis ya hehheh). Tapi karena aku lupa bawa kamera, kami tidak memesan “Odori Awabi” itu. Lagipula aku tidak begitu suka makan kerang. Kerang merah bagianku  selalu aku kasih ke Gen.

Karena Riku mau makan desert, aku usulkan ke Gen untuk pergi ke Baskin Robbins 31 saja. Sudah lama tidak makan es krim di situ. Dan ada dua rasa baru aku coba di situ, “Strawberry Choco Dipped” dan “Love on Torte“… yummy. Dan di situ pertama kalinya Kai mengambil sendiri es krim papanya yang rasa coklat. Ternyata favoritnya dia rasa coklat. Kalau Riku lebih suka mint atau mattcha (green tea).

Well buzy sunday, but  untuk Riku merupakan hariyang terbaik… semoga.

Pemeriksaan Berkala

30 Mar

Salah satu persyaratan Kai masuk ke TPA adalah menyerahkan surat pemeriksaan berkala 1,5 tahun dari Puskesmas terdekat. Pemeriksaan berkala 1,5 tahun adalah wajib (dan gratis) bagi semua balita yang tinggal di kelurahanku (mungkin juga seluruh Tokyo). Dan ternyata aku sudah melewatkan  2 kali kesempatanpemeriksaan di Puskesmas, karena waktu yang tidak pas dan kami sedang di Indonesia. Kasihan juga Kai, dibandingkan dengan Riku yang selalu tepat jadwal pemeriksaan berkala dan vaksinnya, Kai agak “ditelantarkan” oleh mamanya. Ada 2 jadwal besar yang belum dilakukan yaitu pemeriksaan berkala 1,5 tahun ini dan vaksin anti polio.

Selain pemeriksaan massal di Puskesmas, kami boleh membawa kertas formulir pemeriksaan dari Pemda ke klinik/RS yang tercantum dalam daftar dan memeriksakan sendiri di klinik yang dipilih. Karena pemeriksaan massal sudah lewat, maka aku menghubungi RS dekat rumah yang biasanya kami kunjungi. Tapi ternyata jadwal rutin pemeriksaan di RS itu sudah demikian padat sehingga aku baru bisa bikin apo (appointment) bulan Juni. HAH? kalau bulan Juni mah, anaknya udah keburu ulang tahun ke 2 jeh. Padahal aku juga perlu cepat, untuk diserahkan ke TPA. Jadi aku cari klinik lain yang bisa cepat.

Melihat daftar klinik dan alamatnya, aku mencari klinik yang sama alamatnya dengan rumahku. Telpon “klinik Kimura” , dan dilayani oleh resepsionis yang ramah. Si suster ini bilang, “kapan saja silakan datang bu”. Jadi tanggal 27 (Jumat siang) aku mengajak Riku dan Kai naik sepeda mencari letak klinik tersebut. Cari punya cari, ternyata patokan pemandian umum yang dipakai  itu lain namanya. Terdengar sama sih… Matsu no yu dan Tatsu no yu. Ternyata meskipun nama jalannya sama, bloknya sama sekali berbeda dan agak jauh dari rumahku. Jadi dalam dingin kami pulang ke rumah, menaruh sepeda, dan ambil kunci mobil. Untung sekali Gen tidak pakai mobil hari itu. Rasanya aku juga sudah lama tidak menyetir mobil.

Berkat bantuan car navigator (GPS), aku menemukan klinik tersebut. Sebuah klinik yang kecil, tapi ternyata terkenal. Klinik khusus pediatrik. Rupanya ini “Klinik Kimura” yang sering diperbincangkan ibu-ibu teman Riku. Dokternya hanya satu, yaitu dokter Kimura, dan ternyata memang lain ya tanggapan seorang dokter yang mempunyai klinik sendiri dengan dokter RS. Dokter yang punya klinik sendiri lebih tanggap, cepat dan friendly! Melihat ketenaran klinik ini aku sudah siap-siap untuk menunggu 2 jam… tapi ternyata makan waktu tidak lebih dari 50 menit sejak daftar sampai menerima hasil. Hebat!

Dalam pemeriksaan 1,5 tahun itu aku harus menjawab banyak pertanyaan yang nantinya merupakan bahan penilaian dokter untuk memperkirakan kemajuan pertumbuhan Kai.  Misalnya:

1. Apakah bisa berjalan dengan lancar? (ok banget)
2. Kalau digandeng tangannya apakah bisa menaiki tangga? (sippp)
3. Apakah bisa menjumput kismis atau barang lain yang kecil-kecil? (bisa banget, dan sesudah itu langsung masuk mulut hehehe)
4. Dari tempat yang tinggi, waktu turun kaki duluan? (yup, manjat juga udah jago)
5. Sudah mulai mencoba makan pakai sendok ? (ya dan bukan mau pakai sendok saja, sumpit juga …dan menumpahkannya ke lantai, memasukkan tulang ayam ke botol air minum dsb dsb)

Pokoknya ada 25 pertanyaan, dan berdasarkan hasil jawaban aku dikatakan bahwa pertumbuhan Kai tidak ada masalah, bahkan untuk beberapa point perkembangannya sama dengan anak berusia 2 tahun. Tinggal bahasanya saja yang harus diajarkan. Karena dia baru bisa mama, papa, ini, mau, bau (loh kok bahasa Indonesia semua hahaha) dan chinchin (nah kalo ini bahasa Jepang hihihi). Padahal kalau dipikir dia lahir lebih cepat 2 bulan yang biasanya dikhawatirkan perkembangannya akan terganggu. Tapi yang pasti si dokter sampai terheran-heran adalah kekuatan fisiknya. (Praise the Lord!)Karena Kai memang tidak suka pada orang lain, apalagi dokter, jadi Kai tendang si pak dokter dengan sekuat tenaga sampai pak dokter kewalahan heheheh. Si dokter bilang “buset tenaganya!” hihihi.

Setelah selesai pemeriksaan, tidak sampai 5 menit aku menerima hasil tertulis + kartu berobat + kertas berisi cara membuat perjanjian untuk pemeriksaan lewat website! waaaah keren juga nih dokter. Jadi kita tidak usah tunggu lama-lama atau antri tanpa tahu kita dapat giliran jam berapa. Cuma memang kalau mau ke sini harus naik mobil, karena cukup jauh kalau naik sepeda, dan tidak ada angkutan umum terdekat. Mau jalan? hmmm 40 menit deh, kalau sendiri. Kalau sama anak-anak ya 1 jam hehehe. Yang pasti Riku sudah bilang mau ke dokter itu kalau dia sakit. Alasannya? Banyak mainan dan buku….. haiyah.

++++++++++++++++++++++

PS:

Ada catatan khusus mengenai Riku. Sejak dia kembali dari Indonesia, dia selalu berbahasa Indonesia ke aku dan kai. Jadi kalau aku bertanya pakai bahasa Jepangpun, kalau dia tahu bahasa Indonesianya, dia akan pakai bahasa Indonesia. Dan ada beberapa pemakaian kata yang mengherankan, karena belum tentu muridku yang belajar selama 2 tahun di universitas pun bisa pakai kata itu.

di pintu keluar apartemen:

“Mama, in sepatu ngga kebalik?
“Ngga sayang”
“bagus?”
“iya udah bener”

” riku…. mama no kagi shiranai? kinou anataga doa wo aketadeshou? (riku, kamu ngga tau di mana kunci mama? kemarin kan kamu yang buka pintu?)
” aku kasih mama kok. dekat komputer mama.” (dan memang benar ada di dekat komputer….)

sambil turun dari mobil,
“Mama, bahaya apa artinya?”
“abunai….”
“bukan shiawase?”
“bukan, shiawase itu bahagia”
rupaya dia salah dengar kata-kata bahagia dalam lagunya Melly, OST “Ada Apa Dengan Cinta” yang aku pasang di mobil. Bahaya dan bahagia itu jauh artinya nak heheeh.


Akhir tahun fiskal dan TPA

28 Mar

Sampai dengan tanggal 31 Maret merupakan tahun fiskal 2008, sehingga hampir semua pegawai pasti pulang larut malam. Semua laporan keuangan harus selesai sampai dengan tgl 31, dan tanggal 1 merupakan awal tahun fiskal baru, tahun fiskal 2009. Meskipun suamiku bukan bagian keuangan, tapi setiap proyek atau kegiatan kantor pasti memakai biaya, sehingga dia pun terpaksa harus mendekam di kantor hingga larut malam. Tadi malam pun dia baru jam 1 sampai di rumah.

Fenomena menarik dari penutupan akhir tahun fiskal ini adalah, dana yang disediakan terutama untuk pemerintah harus habis. Jadi memasuki bulan Maret, jika masih ada sisa dana, biasanya semua berlomba-lomba untuk menghabiskannya. Kalau bisa satu paper clip juga ditagih. Karena itu menjelang penutupan tahun fiskal, bulan februari-maret di Jepang banyak kita jumpai perbaikan jalan/trotoar yang sebetulnya belum perlu untuk diperbaiki. Katanya sih ini salah satu cara untuk menghabiskan dana.

Ketika saya tanya kenapa sih harus habis? Bukannya lebih baik bersisa, dan bisa dikembalikan dan mungkin bisa digunakan untuk yang lain? Oleh teman saya yang bekerja di universitas dijelaskan bahwa jika dana itu tidak habis, maka dianggap proyek itu tidak sesuai anggaran. Yang susahnya itu bisa berakibat anggaran untuk tahun fiskal berikutnya dipotong. Huh, enaknya memang mikirin keuangan keluarga aja deh, sisa di satu pos, bisa diputar untuk pos lain, atau ditabung. Sayangnya kalau uang negara (Jepang) tidak bisa dibegitukan. Dan jangan tanya saya bagaimana kondisi perputaran uang di negara Indonesia, karena saya sama sekali tidak tahu. (Kalau di Indonesia mungkin baru setengah tahun fiskal aja udah kurang anggaran mungkin ya? huh kok jadi sinis sih?)

Karena Gen sibuk dengan kerjaannya, jadi saya harus mengurus semua keperluan Riku untuk masuk sekolah dan juga keperluan Kai. Jika Riku mulai April nanti akan menjadi murid SD, maka Kai akan menjadi murid TPA (Tempat Penitipan Anak — bukan tempat pembuangan akhir ya……)  yang dalam bahasa Jepangnya disebut Hoikuen. Hoikuen ini biasanya menerima bayi sejak umur 51 hari sampai usia sebelum sekolah yaitu 6 tahun. Hoikuen Himawari yang Kai akan masuki adalah TPA yang sama dengan Riku sebelum dia masuk TK, menjaga anak-anak mulai pukul 7 pagi sampai 8 malam dari Hari Senin sampai Sabtu.

Saya sendiri senang sekali waktu mendengar bahwa mulai bulan April ini Kai bisa menjadi “murid” tetap di Himawari, karena dengan begitu saya bisa menentukan paling sedikit 4 hari seminggu (minimum 8 jam per hari) dia saya titipkan di TPA, sementara saya bekerja. Sebelumnya status Kai masih “tamu” yang biayanya dihitung perjam (900-1100 yen per jam).

Sebetulnya TPA ini memang berguna bagi ibu-ibu yang bekerja. Tapi selain hanya sebagai tempat penitipan, saya sendiri merasa TPA sebagai tempat yang bagus untuk mengajarkan anak-anak untuk bermasyrakat. Selain itu makanan yang disediakan dirancang oleh ahli gizi sehingga sudah pasti lebih sehat daripada kalau mengandalkan menu pilihan saya.

Nah tanggal 26 kemarin saya pergi ke Himawari untuk mengurus pendaftaran Kai. Bertiga dengan Riku, naik sepeda melewati jalan ke arah stasiun, dan saat itu kami menemukan suatu pemandangan yang menakjubkan. Yah, kami melihat semacam bemo/ bajaj terbuka atau becak bermesin,  kendaraan dari Thailand yang bernama tuk tuk. Jelas-jelas tertulis di bagaian atas TUK TUK. Saya berdua Riku kegirangan melihat Tuk tuk itu, sayang tidak bisa memotret, karena sulit mengeluarkan HP sambil mengayuh sepeda. Dan untuk berhenti dulu, rasanya juga tidak perlu. Tapi “penampakan” tuk-tuk itu benar-benar memberi semangat di tengah dinginnya udara saat itu. Saya pikir musim semi sudah datang, ternyata dia masih malu-malu untuk mengambil alih peran musim dingin.

Ternyata aku terdaftar!!

25 Mar

Ya, aku masih diakui oleh negaraku sebagai warganya. Meskipun aku terlambat mengecek pendaftaran online pemilih luar negeri, ternyata aku tetap dikirimi kartu suara untuk pemilu tanggal 9 April nanti. Padahal saya sempat tulis di suatu komentar, kalau surat suara tidak datang ya golput deh…. Nah sekarang tidak bisa, karena sudah kuterima surat suaranya kemarin dulu, Senin 23 Maret 2009.

Begitu buka amplop yang dikirim lewat kuroneko mail (bukan pos tapi perusahaan pengiriman swasta spt tiki) aku mendapatkan berbagai kertas dan amplop. Kertas untuk mengecek kelengkapan surat suara dan cara mencontreng, kertas pernyataan sudah menerima kertas suara C4 LN DPR, kertas suara itu sendiri yang segede koran dilipat-lipat ada 12 lipatan tuh, bener juga katanya pak Omar, nanti biliknya ngga cukup deh.

Pemilih Tokyo mendapatkan daftar untuk daerah pemilihan DKI II, dan bisa mencontreng satu tanda pada kolom partai. satu tanda pada kolom nama caleg dan satu tanda pada kolom nomor caleg. Yang saya rasa lucu, ada peringatan waktu memberikan tanda pada surat suara harap memakai alat tulis yang hasilnya permanen atau mudah dilihat misalnya, pulpen, bolpen, spidol berwarna merah atau biru. Loh? emangnya ngga disediakan panitia ya? Hehehe tapi baru ingat ini kan surat suara yang dikirim lewat pos, jadi panitia tidak bisa membagikan/mengirimkan bolpen yang sama ke setiap pemilih.(Jangan digambar-gambari ya Mang Kumlod…. hehehe)

Setelah dicontreng, surat suara yang sudah diisi dimasukkan ke amplop suara, dan beserta surat C4 LN DPR (yang sudah dibubuhkan tanda tangan) dimasukkan lagi ke amplop pengembalian yang sudah disediakan. Tanpa membubuhkan perangko langsung masukkan ke kotak pos antara tanggal 9 sampai 13 April 2009.

Proses setelah itu? Saya tidak tahu karena saya tidak termasuk panitia PPLN tahun ini. Dulu sih pernah satu kali menjadi saksi PPLN yang bertugas menjemput surat suara di kantor pos Osaki, memeriksa proses penyerahan surat suara dari pihak kantor pos sampai membawa surat-surat suara itu ke tempat penghitungan serta menjadi saksi dalam proses penghitungan. (hmmm cari-cari fotonya ngga ketemu …ntar deh kalo ketemu dipasang hehehe)

Ratu Kopdar?

24 Mar

Terus terang saya tidak berniat mendapatkan gelar “kehormatan” itu. Sama sekali tidak. Tapi memang saya suka bersilahturahmi, terutama bertemu dengan orang-orang yang sebelumnya belum pernah saya temui. Ya tentu saja setting “pertemuan” adalah di blog dulu, baru kemudian di dunia nyata. Atau yang dikenal dengan nama kopdar a.k.a kopi darat (istilah Jepangnya sih malah Off Air atau Off Kai — lawan dari On air—) . Padahal blogger itu kan ketemunya bukan di udara ya?

Hari ini cuaca cerah, meskipun kemarin diprediksikan akan turun hujan. Rupanya awan mendungnya takut dan baru muncul besok. Jam 7 anak-anak sudah bangun dan jam 8 sudah selesai makan pagi semua. Sambil beberes, nonton TV melewati hari. Saya sempat masak kare Jepang untuk makan malam. Jam 11 siang Kai tertidur. Saya pikir mau coba suruh Riku pergi keluar sendiri. Saya minta dia untuk belikan es krim di toko dekat rumah, tapi dia tidak mau. Tidak ada nyali untuk pergi sendiri. Susah deh saya…

Akhirnya saya ajak dia jalan ke luar rumah dengan alasan membeli sayur. Saya suruh dia jalan duluan untuk melihat apakah ada petani yang berdagang sayur di depan ladangnya. Ternyata tidak ada sayur yang saya inginkan. Jadi setelah coba pergi ke dua tempat kami segera kembali ke rumah. Saya harus putar otak terus bagaimana cara untuk memberikan keberanian pada Riku untuk keluar rumah sendirian. Tadi sempat saya tepis halus tangannya yang mau menggandeng saya terus. Duuuh anakku, kamu harus belajar mandiri!!! Kita tinggal punya waktu 2 minggu untuk latihan sebelum kamu masuk SD. Di sini murid SD harus berangkat ke sekolah sendiri, JALAN KAKI!!!

Nah, apa hubungannya dengan judul di atas? Ternyata sekitar jam 1 saya mendapat telepon dari Wita (http://doppelgangerishere.wordpress.com/) yang mengabarkan dia sudah berada di Stasiun Tokyo, dan minta dikasih tahu bagaimana caranya ke stasiun Kichijoji. Sempat kaget juga, karena saya pikir dia tidak jadi datang. Kemarin memang dia bilang akan menghubungi jika jadi ke rumah saya. Wita sedang berada di Aomori (utara Jepang), dalam rangka liburan, dan dia dengan sengaja menghabiskan waktu 3 jam naik shinkansen dari Aomori untuk bertemu saya (meskipun aku tahu tujuannya untuk ketemu KAI dan RIKU bukan saya hihihi)!

Jam 2:30 an Wita  tiba dengan selamat di depan pintu rumah saya. Bayangkan dari Aomori jam 10 pagi… sampai rumah saya jam setengah 3. Hampir 5 jam perjalanan euy. Hebat!! Untuk orang yang tidak bisa membaca kanji (bisa mengerti bahasa Jepang) bisa sampai di depan rumah saya hanya dengan 3-4 kali telpon/email itu hebat! Salut saya dengan kemauannya pergi sendiri.

Setelah duduk, saya tanya apakah sudah makan?

“Sebetulnya belum neechan”

ASTAGA… udah jam 3 jeh. Lalu saya tanya mau makan apa? Apa ada makanan jepang yang belum dicoba? Ternyata sodara-sodara, Wita ini rindu masakan Indonesia karena sudah 2 minggu makan masakan Jepang terus…hihihihi. Jadi senyumnya mengembang waktu saya bilang, saya ada sisa soto ayam karena kemarin saya buat soto ayam (dan untuk makan siang hari ini juga karena anak-anak suka). Saya panaskan soto ayamnya, dan menyuguhkannya. Aduuuh segitunya kepengen masakan Indonesia. Dan lengkaplah kebahagiaan Wita (eh kamu bahagia ngga ya? ) karena waktu tengah dia makan soto, saya teringat masih ada rendang Natrabu di lemari es saya! Soto ayam dan Rendang!!! (kombinasi yang aneh ….)

Aduuuh Wita jauh-jauh kamu datang, hanya aku suguhin Soto, Rendang dan koneksi internet (katanya di Aomori lemot). Eh ditambah kue ontbijtkoek – fresh from the oven -yah sebagai temannya ngopi. Coba kalau kedatangannya direncanakan lebih matang, bisa dimasakin bakso atau apa aja deh yang kamu kepengen.

Jam 5 sore dia pulang untuk memulai perjalanan 5 jam lagi kembali ke Aomori. Otsukaresamadeshita dan selamat menikmati sisa liburannya! So,  ini adalah kopdar Tokyo yang pertama!!! Ayo, Siapa lagi yang menyusul datang ke rumah saya? (Atau ketemu di stasiun Tokyo/ Shinjuku deh… kalau Narita ogah! jauh dan mahal hihihi) Saya tunggu loh. Tapi musti kasih tahu dari jauh hari ya, supaya disiapin masakannya, dan mungkin jangan masakan Indonesia ya hihihi.

Buat Kawan Sundaku

23 Mar

Seorang teman blogger, Pak Amin menyampaikan pada saya bahwa isterinya tanya apakah ada masakan Jepang yang memakai bahan-bahan yang banyak terdapat di Indonesia. Saya teringat bahwa orang Sunda sangat suka makan sayur-sayuran. Dan salah satu sayuran yang sering dipakai di Jepang adalah Daikon/ lobak. Dan  mungkin satu-satunya daerah yang banyak menggunakan daikon atau lobak dalam kuliner mereka adalah daerah Jawa Barat (Jadi ingat soto bandung). Jadi klop deh jika saya mencari resep masakan yang memakai daikon sebagai bahan dasarnya.

Dulu waktu pertama datang ke Jepang, saya tidak suka makan daikon, apalagi mentah. Karena ada rasa pahit dalam sayuran itu.  Tapi lama-lama saya bisa menikmati rasa pahit yang ada, bahkan bisa menemukan rasa “manis” dari daikon mentah. Saya tidak tahu apakah daikon di Indonesia itu sama rasanya dengan yang di Jepang, tapi apa salahnya dicoba.

Ketika saya tanya biasanya daikon dimasak apa kepada Pak Amin, katanya dibuat cap cay atau dimakan mentah/acar. Saya tidak tahu apakah resep berikut bisa cocok untuk lidah orang Indonesia, tapi silakan coba.

Resep 1. Daikon Salada.
Daikon dipotong sebesar korek api, lalu dibubuhkan garam dan diremas-remas. Biarkan setengah jam lebih sampai daikon lemas dan berair. Tiriskan air (jika terlalu asin bisa dibilas dulu dengan air matang), daikon siap untuk dijadikan salada. Dengan diberi mayonaise saja sudah enak. Kalau di Jepang diberi mentaiko (telur ikan mentah) dan mayoneis, tapi di Indonesia tidak ada mentaiko jadi sulit. Salah satu bahan yang juga cocok dipadukan dengan daikon sebagai salada adalah Jako atau teri nasi goreng. Bubuhkan sedikit dan pakai dressing yang ada…. yummy. Selain daikon bisa juga diberi wortel/ketimun  yang dipotong dengan besar yang sama.

Resep 2. Daikon rebus.
Daikon semakin lama direbus, semakin empuk dan manis. Salah satu masakan daikon yang terkenal adalah oden, yang dimakan hangat-hangat di musim dingin. Tapi oden asli Jepang, sulit untuk dibuat di Indonesia, karena memang perlu beberapa jenis “bakso” ikan yang hanya ada di Jepang, seperti Sumire, Chikuwa, satsumaage dll. Dulu waktu ada Festival Jepang di Fakultas Sastra UI, saya pernah membuat oden “asal-asal” dengan memakai ayam (padahal inti kaldu oden adalah ikan). Salah satu cara rebus daikon yang sederhana yaitu dengan memotong daikon berbentuk segitiga, lalu direbus dengan kaldu ikan. Jika tidak ada bisa memakai kaldu bulion yang biasa dipakai. Untuk bumbu lainnya adalah kecap kikkoman 2 sendok makan + gula pasir 1 sendok makan. Rasa bisa disesuaikan selera orang Indonesia, mau asin yang dominan atau manis yang dominan. Kalau begitu tentu saja bisa juga masukkan kecap manis bukan? Silakan saja bereksperimen. Daikon dianggap matang jika sudah lembut jika ditusuk atau berwarna agak transparan. Jika mau bisa dimasukkan potongan ayam atau daging/daging giling ke dalam rebusan sehingga repertoir masakan Daikon bisa bervariasi. Silakan mencoba.

Sedikit Perhatian

23 Mar

Dalam mempelajari bahasa Jepang, ada satu kata yang sering dipakai dan paduan katanya amat banyak. Kata ini mungkin akrab di telinga para karateka atau penggemar bela diri lain, seperti Kempo, Jujutsu, Aikido dll segala bela diri yang berasal dari Jepang. Kata itu adalah KI 気 atau kiai 気合 (bukan kyai ya….) Diterjemahkan sebagai “semangat” , sehingga biasanya setiap menyebut kata kiai itu, para karateka akan mengisi dadanya dengan udara dan mengeluarkannya dengan seruan “ahh” atau “ossh” apa saja, asal dengan bersemangat.

“Ki” ini lebih berarti semangat, sesuatu energi yang berasal dari dalam hati, yang bisa diatur dan dilatih oleh sang empunya raga. Bahasa Sansekretanya “Prana”, dan alangkah kagetnya saya juga menemukan arti “Nadi” dalam bahasa yang sama. Ki ga aru = ada hati, ada perasaan. Ki ga au = energi, semangat, perasaannya sama (klik, chemistrynya sama). Ki ga suru = merasa ….  Atau dengan paduan kanji yang lain, ki juga membentuk kata “kimochi” 気持ち,  yang berarti “perasaan”.  Atau yang sering harus dihafalkan oleh murid bahasa Jepang adalah “ki wo tsukeru“, berhati-hati.

Mungkin memang perlu menjadi seorang “ki” (bahasa Indonesia) untuk menguasai seluruh pemakaian kata ki ini. Karena variannya begitu banyak dan artinya berbeda-beda tergantung dari paduannya pula. Tapi ada satu paduan kata yang ingin saya perkenalkan di sini, yaitu “ki ga kiku“, tanggap. Misalnya ada seseorang yang melihat bahwa taplak meja itu miring, dan langsung memperbaikinya, maka pada orang tersebut kita katakan, “Ki ga kikimasu ne”. “Anda cepat tanggap ya”. Dan orang yang mempunyai sifat seperti itu biasanya dikatakan kikubari ga ii、orang yang sensitif, memperhatikan hal kecil-kecil dan memikirkan orang lain. Dan terus terang, saya lebih banyak menemukan “kikubari” ini di Jepang.

Coba perhatikan bunga di atas. Apakah ada yang “istimewa” pada rangkaian bunga itu? Bunga Lily, mawar dan lainnya. Sekilas biasa saja, tapi jika diperhatikan, serbuk bunga berwarna kuning yang biasanya menempel di bunga Lily itu tidak ada. Serbuk bunga itu jika menempel di baju sesungguhnya sulit hilang, selain mengotori tempat jika serbuknya berjatuhan. Oleh si arranger bunga, serbuk itu sudah diambil terlebih dahulu, supaya tidak mengotori sekelilingnya. (Ternyata Gen tidak menyadari hal itu sehingga dia berhati-hati sekali membawa bunga itu di dalam kereta) Sedikit perhatian dari arranger itu membuat kita, konsumen merasa nyaman. Bunga itu didapat Gen, sesudah upacara wisuda di sebuah hotel. Oleh petugas hotel pun, karangan bunga besar-besar yang dikirim sebagai ucapan selamat ke hotel, dilepas dari rangkaian, dibungkus satu per satu dan dibagikan kepada semua orang yang datang atau mau menerimanya. Pernah lihat karangan bunga di tempat-tempat upacara bukan? Sesudah acara biasanya bunga akan dibuang begitu saja, atau ibu-ibu Indonesia (aduh kok sinis begini ya?) akan berkerumun mengambili bunga yang disukai, menggundulinya dan meninggalkan begitu saja. Supaya tidak diperlakukan begitu (mencegah peperangan antar ibu hehhehe) petugas hotel sudah membaginya begitu acara selesai.

Memang perhatian arranger bunga yang membersihkan serbuk bunga sebelum dihias ini sekilas sepele. Tapi justru perhatian kecil-kecil yang sepele itu membuat konsumen merasa aman dan nyaman. Pasti banyak nada sumbang yang mengatakan, “Ahhh jangan berharap deh pelayanan di Indonesia bisa bagus”. Memang mungkin saya harus bermimpi untuk mendapatkan pelayanan prima di Indonesia. Tapi, mungkin sebelum kita mengharapkan “pelayanan servis” di Indonesia membaik, kita juga musti mengaca pada diri kita sendiri, sudahkah saya memberikan sedikit perhatian pada orang lain sekitar kita (selain menjalankan tugas kita sendiri tentunya)? Hal-hal yang mungkin luput dari perhatian orang lain, yang bisa mencerminkan bahwa kita adalah orang yang “kikubari ga ii”.

Saya pernah membaca sebuah tulisan, “Jangan bangga pada bangsa lain!”, tapi saya rasa kita perlu bangga pada sebuah tindakan universal yang baik, terlepas dari kebangsaan mana orang yang melakukannya itu berasal.

The Spring has Come

20 Mar

Yup musim semi telah tiba. Hari ini tanggal 20 Maret, adalah hari libur, Equinox Day, hari pergantian musim, yang ditandai dengan panjangnya siang dan malam yang sama. Mulai besok, perlahan-lahan siang (waktu terang) akan lebih panjang dari malam, kebalikan waktu musim dingin. Suhu udara hari ini 18 derajat, sempat hujan sampai jam 11 tapi setelah itu cerah. Karena aku dan anak-anak satu bulan tidak berada di Jepang, jadi tidak merasakan salju tahun ini (dan memang hanya  satu kali saja turun).

Musim semi selalu disambut dengan meriah oleh semua orang, tapi aku tidak. Karena setiap masuk musim semi, pasti aku menderita. Karena serbuk bunga beterbangan, serbuk dari pohon pinus yang disebut Kafun itu membuat bersin-bersin, mata dan muka gatal, serta mengantuk. Benar-benar menderita.

Haru, musim semi juga sering digambarkan sebagai pembawa semangat baru. Seiring dengan mekarnya bunga Sakura, mulailah tahun Fiskal/ tahun ajaran baru. Tanggal 6 April nanti Riku akan mengikuti upacara masuk SD dekat rumah kami. Semoga dia bisa beradaptasi dengan suasana baru di Sekolah Dasar.

Dan satu lagi Haru ini jika digambarkan sebagai hidup manusia, maka sama dengan masa remaja. Yang muda, bersemangat ….dan memulai cinta yang baru. So? Sudahkah musim semi datang di hati Anda? Ups, pertanyaan ini hanya cocok untuk mereka yang jomblo a.k.a single!!!

Angin Pembawa Musim Semi!
by Candies

Salju mencair menjadi sungai…. mengalir…
kuntum bunga tsukushi malu-malu menampakkan mukanya
Sebentar lagi musim semi… Ayo sedikit bergenit-genit

Angin bertiup membawa kehangatan
Ada seorang anak yang menjemput anak tetangga
Sebentar lagi musim semi…. mari kita ajak pemuda itu

Kalau kamu menangis terus, kebahagiaan tidak akan datang loh
Tanggalkan mantel yang berat, mari kita pergi
Sebentar lagi musim semi… mari kita jatuh cinta

春一番

雪がとけて川になって 流れて行きます
つくしの子が恥ずかしげに 顔を出します
もうすぐ春ですねえ
ちょっと気どってみませんか
風が吹いて暖かさを 運んできました
どこかの子が隣の子を 迎えにきました
もうすぐ春ですねえ
彼をさそってみませんか
泣いてばかりいたって 幸せはこないから
重いコートぬいで でかけませんか
もうすぐ春ですねえ 恋をしてみませんか

Test Kemampuan

19 Mar

Tulisan kali ini bukan mau nyama-nyamain dengan test personality yang ditulis Bang Hery di MBTI hari ini. Tapi tadi siang saya sempat chatting dengan Sigi, teman sesama “istri orang Jepang” yang menanyakan soal kosmetik. Bagi wanita Indonesia yang biasa pakai kosmetik Indonesia, tentu saja bingung jika harus membeli kosmetik di Jepang, selain masalah bahasa yang tertulis, kalau mau kosmetik yang bermerek, harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Dan kosmetik Jepang yang diketahui masyarakat Indonesia, adalah kosmetik yang terkenal dan MAHAL.

Selesai berbicara soal kosmetik. Sigi menanyakan soal sertifikat waktu melamar kerja. Apa perlu ya? dan saya jawab PERLU sekali. Karena JEPANG sangat menghargai sertifikat. Dan memang, bagaimana seseorang bisa mengetahui kemampuan kamu jika tidak ada standarnya? Tidak ada istilah seperti di Indonesia bahwa punya sertifikat belum berarti menunjukkan kemampuan seseorang. Tidak ada itu, karena sertifikat itu tidak bisa dibeli di Jepang. Kemampuanmu adalah yang tertulis di sertifikat itu!

Kentei Shiken 検定試験 Ujian Sertifikat…. Ujian kemampuan… atau mungkin yang paling mudah dibayangkan bagi orang Indonesia adalah TOEFL. Beberapa waktu yang lalu Indonesia rame-ramenya membicarakan sertifikat guru, sedangkan di Jepang, tanpa sertifikat guru tidak bisa mengajar di SD sejak dulu. Pernah saya bilang pada Gen, “Saya mau ambil sertifikat guru aja ya?” dia jawab…. “Boleh aja… 4 tahun ya!” HAH…. 4 tahun ??? ogah deh.

Pada waktu menulis CV (curriculum vitae) 履歴書 (りれきしょ) untuk lowongan kerja di jepang pasti ada kolom “Sertifikat” ini. Semakin banyak bisa mengisi kolom ini, tentu saja kemungkinan untuk diterima (note: dipekerjakan) akan semakin besar. Meskipun saya paling merasa geli kalau menuliskan SIM (Surat Ijin Mengemudi” sebagai salah satu sertifikat di kolom ini. GM — yang bukan General Manager tapi Gen Miyashita — menerangkan bahwa SIM itu berupa kertas berharga yang menyatakan kemampuan untuk mengemudikan kendaraan, dan dengan mempunyainya pihak perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Apalagi jika pekerjaan jenis “marketing” dan “promosi”, akan membutuhkan kecakapan ini. Jadi SIM termasuk dalam kolom sertifikat.

Sampai sekarang, jika harus menulis lowongan kerja ini, saya hanya bisa menuliskan 3 jenis sertifikat yang saya miliki, yaitu SIM, Kemampuan Bahasa Jepang (JLPT) tingkat 1, dan TOEIC dengan nilai 895 (hihihi, sombong dikit…kapan lagisorry narsisnya keluar). Jadi untuk Sigi memang saya sarankan untuk mengikuti JLPT dan TOIEC, jika ingin bekerja di Jepang. Tentu saja jika mempunyai sertifikat khusus lainnya akan lebih baik. Misalnya Sertifikat Peracik Makanan jika mau bekerja di restoran dll.

Kembali ke topik Ujian Sertifikat ini. Saya tidak habis pikir betapa banyaknya jenis ujian-ujian ini. Memang akhirnya orang jepang berpikir selalu untuk mendapatkan suatu sertifikat yang menunjukkan keahlian tertentu. Bagus memang. Dan mungkin ini yang paling bagus dipikirkan bagi mereka yang berkecimpung di Pendidikan Luar sekolah atau bahasa jepangnya Shakai Kyouiku. Selain keuntungan sang pelajar mendapatkan pendidikan dan sertifikat, ini juga menjadi bisnis dalam bidang pendidikan yang bisa mendatangkan untung. Bayangkan di Jepang satu kali ikut ujian sedikitnya harus mengeluarkan 4000 yen. Ya kalau lulus….kalau tidak berarti mengulang kembali dan mengeluarkan sekian yen lagi. Belum lagi kalau ingin mendapatkan sertifikat dengan tingkatan yang lebih tinggi yang pasti lebih mahal juga. (Perlu diketahui bahwa tingkatan di jepang dihitung mundur. Jadi kalau ada ujian level 1,2,3,4 berarti tingkatan yang tertinggi adalah 1 dan terendah adalah 4. Besarnya angka tidak menentukan kecakapan, malah sebaliknya).

Sembari menyelenggarakan kursus, pelaksana pendidikan luar sekolah juga bisa menjadi penyelenggara ujian kemampuan tersebut. Saya sendiri belum mengetahui apakah ada sekolah pendidikan ketrampilan di Indonesia yang menyediakan ujian-ujian semacam TOELF ini. Padahal ini merupakan suatu kesempatan besar di dunia pendidikan, jika bukan untuk mencari keuntungan besar.

Begitu banyak jenis sertifikat di Jepang, sampai saya tidak bisa mencatatnya jika cari di Google. Mulai dari sertifikat menjadi maintanance building/apartemen, ahli warna  (pasti berguna utk kerja di tekstil dan interior) sampai sertifikat pengasuh penitipan bayi! Ribuan!!!

Saya sudah setengah jalan mempersiapkan sertifikat menjadi pendidik bahasa Jepang tinggal tunggu timingnya karena ujiannya cuma 2 kali setahun. Juga pernah merencanakan mengikuti Ujian Sertifikat Windows Master…. tapi keburu hamil dengan Kai sih hehehhe.  Satu kali ujian 10.000 yen saja (belum belajarnya loh). Lalu pikir-pikir mau ambil sertifikat system administration, hmmm mungkin nanti deh kalau Kai sudah masuk TK.

Tapi saya berdua Sigi tadi berencana untuk membuat Ujian Sertifikat! Ya judulnya TWW Test to become Wonder Woman. Dengan tingkatan terendah Wonder Gel, Wonder Girl, Wonder Bedmate, Wonder Mama dan yang tertinggi Wonder Woman. Dan Royalti untuk Wonder Gel sudah ada di tangan Sigi yah hihihi.  Kira-kira ada yang mau ikut ngga ya? hehehe. (Atau kita bikin Sertifikat utk Blogger aja ya??? hihihi)

So Sigi… gambatte untuk mengumpulkan sertifikat-sertifikat itu. Karena memang Jepang adalah negara Sertifikat! (Kartiko-san tidak pernah dengar tentang sertifikat pengemudi Crane? ). Yang menjadi pertanyaan saya, ada tidak ya sertifikat asli Indonesia yang sudah bisa diakui dunia? Mungkin sudah waktunya Indonesia membuat Sertifikat Dalang, Sertifikat Batik dsb dsb. For the sake of Globalization.

(sebagian tulisan ini pernah saya publish di http://coutrier.blogspot.com/2005/05/blog-post.html)