First Errand

15 Apr

Aku dulu sering menonton sebuah program televisi Jepang, yang berjudul “Hajimete no Otsukai“. Di dalam program itu diliput bagaimana seorang anak kecil melakukan tugas pertama yang diberikan oleh orang tuanya sendirian. Tugas itu bisa berupa mengantarkan surat/barang, atau membeli sesuatu di toko/pasar. Anak-anak yang tampil tentu saja BALITA, belum sekolah… sehingga menjadikan pengalaman pertama seumur hidup bagi anak itu, pergi sendirian. Lucu dan kadang membuat menangis yang menonton, orang tua yang was was cemas menunggu anaknya kembali, dan tentu saja tidak jarang, si anak juga menangis terus sampai ke rumah.

Karena ini adalah tayangan televisi, maka si anak dilengkapi mike, kamera kecil dan staff yang tersebar di mana-mana untuk mengawasi, serta kerjasama dari tetangga, juga orang atau toko yang menjadi tujuan. Tapi dalam kenyataan (bukan tayangan televisi), saya rasa perlu rasa TEGA yang kuat, kalau bukan orangtua yang KDRT, untuk bisa menyuruh si balita pergi sendiri. Jika ada kakaknya, maka tugas itu tentu tidak sulit. Tapi sendiri untuk balita? hmmmm

First Errand adalah bahasa Inggris untuk tugas pertama, atau dalam bahasa Jepangnya Hajimete no Otsukai, disingkat Otsukai. Saya kok jarang mendengar anak Indonesia yang disuruh pergi belanja sendiri ya? Atau karena saya orang kota? Kalau di desa mungkin anak-anaknya lebih berani? Tapi saya rasa tidak ada kata yang tepat untuk Otsukai dalam bahasa Indonesia ya? Tugas  (rasanya terlalu luas artinya) ? Disuruh? hmmm ahli bahasa Indonesia… Help!

Well, saya hanya mau bercerita, bahwa hari ini RIKU sudah berhasil menjalankan Otsukai pertama, sampai pergi ke toko yang agak jauh dari rumah. Pakai acara menyeberang! (Duuuh gitu aja kok bangga ya?) But, aku senang karena dia sendiri yang menawarkan untuk pergi ke Konbini Circle K.

“Mama mau apa, aku belikan di Circle K” katanya.
“Hmmm mama maunya senbei (kerupuk) saja”
“OK aku belikan ya”

Duapuluh menit sebelumnya dia membelikan aku Ginger Ale dan coklat di toko sebelah rumah. Cukup waswas aku menunggu dia kembali. Dan akhirnya,

“Tadaimaaaa” (aku pulang… I’m home)

“Wah terima kasih Riku, Kerupuk yang ini yang mama mau. Terima kasih ya”
” Sama-sama. Aku kan sayang mama. Mama kerja terus, jadi aku belikan itu”

Dan memang saya sedang kerja keras mengerjakan terjemahan yang seabreg. Sehingga sebetulnya tidak ada waktu untuk posting, …. tapi karena Riku berhasil mengalahkan ketakutannya untuk pergi sendiri, aku pun tergoda untuk menulis posting ini. Mama Riku mau narsis, mau mamerin Riku. 自慢したいさ。hehhehe

So, aku lanjutkan kerja dulu ya… and have a beautiful Wednesday.

Sebagai hiburan pada teman-teman… aku beri hadiah coklat rasa KECAP ASIN dari Morinaga … selamat coba hihihihi (aneh kan Jepang, masa ada coklat rasa kecap asin. Tapi waktu saya coba… mmmm yummy)

Catatan:

Otsukai berasal dari kata tsukau =pakai. Jadi Otsukai = dipakai untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan orang lain, atau untuk kepentingan orang lain/kantor/organisasi. Untuk menaikkan derajat kata pembantu, bisa dipakai kata ini pula.

Banyak Jalan Menuju …..

14 Apr

Roma. Memang itu jawabannya. Siapapun tahu peribahasa itu. Menyatakan bahwa ada banyak cara untuk mencapai tujuan. Dan jika Anda pernah ke Roma, bisa melihat memang bahwa tata kota mereka benar-benar rapih (terlepas dari orangnya rapih atau tidak). Dan jika saya menyebut peribahasa ini pasti saya teringat sebuah buku karangan Idrus yang berjudul “Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma”. Terus terang saya baru saja punya bukunya. Belum 10 tahun di dalam genggaman saya, tapi saya sudah tahu nama Idrus sejak Sekolah Dasar. Saya selalu pikir Idrus ini pasti seorang religius… paling tidak beragama Kristen. Tapi nyatanya, judul memang hanya gabungan judul tulisan pertama dan terakhir dari bukunya. Dan isinya? Silakan baca sendiri.

Seminggu sudah lewat dari pertama kali Riku pergi berjalan ke sekolahnya tanpa aku antar. Memang banyak jalan menuju sekolahnya yang bisa dia ambil, tapi oleh pihak sekolah kami sudah diberikan peta lengkap dengan pembagian wilayah dan keterangan jalan-jalan mana yang sebaiknya diambil, dan yang sebaiknya dihindari karena rawan kecelakaan. Wilayah rumah kami berwarna kuning, dan semua murid baru yang tinggal di wilayah kuning, memakai pita kuning di tas ranselnya.

Seharusnya aku memperkenalkan Riku dengan sempai (kakak kelasnya) yang tinggal di mansion (apartemen) yang sama atau tetangga, dan meminta sempai itu untuk “menjaga” Riku dan berjalan bersamanya sampai ke sekolah. Tapi sempai yang aku kenal ternyata pindah rumah, dan tidak ada waktu untuk minta tolong orang lain. Jadi aku pikir kalau perlu akan kuantar sampai tengah jalan, dan jika bertemu teman-teman satu sekolahnya, biarkan dia berjalan dengan rombongan.

Pagi itu, selasa minggu lalu, sebelum jam 8 pagi aku melihat ke jalanan bawah, dari apartemenku di  lantai 4. Waaaah ternyata banyak juga murid sekolah SD yang sama dengan Riku. Bagaimana tahunya? Meskipun mereka tidka memakai seragam. mereka memakai topi yang sama, berwarna biru muda. Hanya murid baru kelas satu yang memakai cover kuning di tas ransel mereka, bertuliskan. “Saya membawa buzzer anti kejahatan”, dan dibawahnya ada gambar sepasang murid lelaki dan perempuan yang menyeberang, “Kami mematuhi peraturan lalulintas”.

(kanan yang biru itu buzzer, dan suaranya rek kenceeeeeng banget. maksudnya keras deh hehehe)

Melihat rombongan anak-anak itu, aku pikir ini kesempatan untuk menitipkan Riku pada mereka. Jadi kami bergegas ke lantai bawah, dan kebetulan lewat dua murid lelaki di depan mansion kami. Aku langsung berkata, “Oniisan (kakak laki-laki) , bisa minta tolong, titip Riku supaya berjalan bersama ya.” Dan mereka mengangguk. Sempat kutanya mereka kelas berapa, dan jawabnya, “Kelas 3”. Ja, yoroshiku ne. Riku berjalan di belakang mereka dengan menunduk.

Aku selalu berpikir bahwa aku orang yang “tegaan”. Aku cukup keras pada Riku dan menuntut dia supaya bisa apa-apa sendiri. Tapi memang untuk urusan pergi sendiri, Riku masih belum bisa. Seberapapun aku paksa dia untuk pergi. Dan aku tidak mau paksa lebih keras karena takut jika dia malah menjadi trauma. Jadi kupandangi Riku menjauh mengikuti sempainya dengan kepala tertunduk. Kebetulan aku juga harus mengantar Kai ke penitipan, jadi kami ke tempat sepeda. Dan di situ aku merasa sedih dan terharu… aduh anakku ini apa bisa berjalan sendiri? Apa dia tidak tiba-tiba memisahkan diri dan lari pulang ke rumah kembali?

Aku putuskan untuk menyusuri jalan yang dia lalui dengan temannya itu sambil menaiki sepeda. Aku berhenti di ujung jalan yang dia lewati, hanya untuk melihat apakah dia masih bersama rombongan. Dan aku memang tidak bisa menahan air mata. Anakku sudah besar! Sudah bisa pergi sendiri, dan aku harus bersiap bahwa dia akan lebih sering memisahkan diri dari orang tuanya untuk bermain dengan teman-temannya. My baby has already grown up. He is not a baby anymore. Aku berhenti di pinggir taman depan sekolahnya. Hanya punggungnya yang terlihat dari jarak 1o meter. Entah kenapa dia menoleh ke belakang, dan melihat aku. Dan dia hanya melambai dengan melihat ke depan kembali. Huh, cool.


Sebetulnya jalan menuju ke sekolah itu sangatlah aman. Tinggal mengikuti jalan yang berambu 通学路 , dan setiap tiang listrik pasti diberi tanda hijau dengan tulisan 文 (lambang berarti sekolah). Dan setiap mau menyeberang jalan pada jam berangkat dan pulang sekolah selalu ada kakek-kakek yang berpakaian kuning, yang membantu menyeberangkan jalan dengan memakai bendera kuning. Aku selalu penasaran juga dengan kakek-kakek ini, mereka digaji siapa ya? Apakah pihak kepolisian? Sepertinya mereka adalah pensiunan yang dipekerjakan kembali. Nanti deh jika ada waktu aku akan cari tahu.

Dan pukul 11:30, Riku pulang sendiri. Menggedor pintu dan berkata, “Tadaimaaaaa (aku pulang)”. Senang sekali aku melihat dia pulang dengan ceria. Dan sambil menaruh ranselnya, dia berkata, “Aku pulang dengan Fuuka chan loh ma (teman perempuan sekelas di TK). Rupanya dia pindah di rumah baru yang depan hotel kita (Riku suka menyebut apartemen kami dnegan hotel karena bertingkat….hehehhe) ” Waaah aku kenal juga dengan ibunya, sehingga seketika aku menjadi lega. Seandainya ada apa-apa aku bisa bertanya dan minta tolong pada ibunya Fuuka chan.

Sejak itu dia bisa mencari teman siapa saja yang lewat depan rumah untuk berjalan sampai sekolah. Dan kemarin sore, pertama kalinya dia mau pergi ke toko sebelah rumah sendiri, membeli puding dan coklat. Well, sedikit demi sedikit wilayah “kekuasaan”nya meluas dan mungkin sebentar lagi aku harus menanamkan chip GPS di bawah kulitnya untuk tahu dia ada di mana, seperti yang pernah aku tulis di “Jangan Beri Anak Anda HP“. (Semoga aku jangan jadi parno ahhh)

Tapi untuk kunci aku belum memberikannya, dan hari jumat kemarin aku minta tolong Akemi san untuk datang ke rumah dan menemani dia sampai aku pulang. Jumat minggu ini? Gimana baiknya ya? Siapa mau volunter jaga Riku di rumah saya? Dikasih uang arbaito dan makan, tapi transport tidak ditanggung hehehhe (mahal euy kalo pesawat JAL)

13 Tahun

12 Apr

Hari ini hari Paskah, Hari besar agama Kristen yang selayaknya diperingati sebagai hari yang jauh lebih berharga, lebih besar maknanya daripada hari Natal. Aku ingat waktu SMA, pernah dimarahi suster kepala sekolah karena OSIS lupa memberikan selamat paskah kepadanya dan suster-suster di biara. “Kalian boleh lupa memberi selamat Natal, tapi jangan pernah lupa memberikan selamat Paskah. Paskah jauuuuh lebih penting daripada Natal”. Sambil meminta maaf kami memberikan selamat Paskah pada suster-suster di biara. Ah masih terbayang wajah Ketua Osis saat itu, Mutiara S yang pucat pasi.

Ya, tanpa ada Kebangkitan, kita sebagai orang kristen akan tetap mati, berkubang dalam dosa, tidak mendapatkan keselamatan. Saya bisa membayangkan, dan saya harap teman-teman juga bisa membayangkan, bagaimana GIRANG dan SENANGnya jika seseorang yang kita kasihi yang meninggal 3 hari sebelumnya, tiba-tiba BANGUN, BERDIRI dan HIDUP di hadapan kita? Meskipun kaget, kita pasti akan bersorak-sorak dan akan menyambutNya, memelukNya, dan berusaha berada dekat kakiNya …selamanya, sampai kita yakin bahwa Dia itu benar-benar hidup dan bisa disentuh dipandangi dan dan didengar. Coba bayangkan jika Dia itu adalah kekasih hati, orangtua, adik, kakak, orang terkasih yang sudah meninggal?….

Saya tidak mau memberikan kotbah Paskah, karena saya tidak berwewenang dalam hal itu. Saya hanya ingin menuliskan betapa kita harus mensyukuri HIDUP yang diberikan Tuhan pada kita, manusia, satu per satu. Dan tentunya HIDUP yang diberikan Tuhan pada kekasih-kekasih kita, sahabat dan teman-teman kita. Ya, juga KAMU, yang sedang membaca tulisan saya ini. Saya bersyukur karena KAMU hidup, dan saat ini terhubungkan hatinya melalui dunia  maya yang sebetulnya, menurut saya, sudah mulai pudar “kemayaan”nya.

13tahun

Ya, saya juga mensyukuri hidup saya, setelah saya menderita 10 hari terbaring kesakitan di kamar RS, pada usia 13 tahun. Masih teringat jelas di benak saya, keceriaan Papa, Mama, dan Oma Poel yang mendapati aku tersenyum lega, di siang hari Minggu saat itu. Tersenyum lega karena merasa ringan dan dapat bernafas dengan leluasa setelah semua selang-selang yang membantu pemasokan oksigen ke dalam tubuh saya dilepaskan. Oma Poel yang menangis sesegukan karena dipikirnya saya sudah tiada.

Pagi hari itu, saya bangun dan seperti biasa membereskan kamar tidur. Saya lupa mungkin waktu itu tidak ada pembantu, atau hanya satu, sehingga saya membereskan kamar sendiri. Biasanya kalau ada pembantu saya tidak membereskan kamar. Tapi saya ingat, saat itu pas saya membungkuk untuk menyapu kolong lemari, saya merasakan kesakitan yang amat sangat di perut sebelah kanan. Sampai saya sulit berdiri. Dengan tertatih-tatih saya pergi ke mama, dan menceritakan bahwa perut saya sakit. Waktu itu saya memang reguler ke RS setiap minggu untuk menerima suntikan alergi di Dr. Karnen. Oleh mama, saya disuruh pergi ke dokter Karnen.  Saya bersiap pergi, dan karena terbiasa pergi sendiri ke dokter, saya berjalan dengan tertatih-tatih di depan rumah saya, menuju jalan besar untuk mencari bajaj. Tapi tak lama, saya dipanggil kembali, karena mama mau mengantar saya ke dokter. “Mana mama tega melihat kamu kesakitan begitu ke rumah sakit sendiri.”

Kami berdua pergi ke dokter Karnen yang selalu praktek pagi. Waktu itu sekitar pukul 8 pagi. Karena bukan jadwal berobat, saya harus menunggu waktu kosong di sela-sela tidak ada pasien yang datang. Begitu dokter memeriksa, dia langsung merujuk ke dokter bedah. Dan saat itu juga saya pergi ke dokter bedah, dan divonis “Appendix Acute”.

“Sakit di sini?”, sambil ditekannya perut sebelah kiri.
“Tidak dok”
“di sini?”, perut sebelah kanan. Dia tak perlu menunggu jawaban karena saya sudah berteriak. Demikian juga ketika kaki kanan ditekukkan. Amat sakit.

Karena waktu itu aku masih anak-anak, dokter tidak memberitahukan hasilnya padaku. Dia menjelaskan di sebelah tirai pada mama, bahwa aku harus segera dioperasi. Sedikit marah dia berkata,

“Saya heran kenapa selama ini tidak ada keluhan sakit? Kenapa musti sampai separah ini, baru datang?”
“Dia anak yang tahan sakit dok. Tidak pernah mengeluh sakit, bahkan waktu datang bulanpun tidak. Bagaimana saya tahu?”
Ya memang…. saya sebetulnya sering merasa sakit, karena waktu itu saya termasuk lemah badannya. Berdiri lama sedikit, langsung berkunang-kunang karena darah rendah. Tapi setiap sakit perut, saya abaikan.

“Ya sudah. Ibu kasih pengertian saja pada anak ibu, bahwa dia harus di operasi. Supaya jangan takut.”
Uhhh dokter, saya juga bukan orang bego, saya bisa mendengar semua percakapan kamu di sebelah tirai, dan saya juga tahu apa itu “operasi”. Seorang pesakitan yang tidur di atas dinginnya tempat tidur besi, menunggu badannya diiris-iris selama dia tertidur.

Mama mendatangi saya, dan berkata, “Imelda, kamu harus dioperasi. Tidak usah takut ya.”
“Ya ma, aku tahu kok. Aku ngga takut. Bahkan aku bisa membanggakan pada teman-teman bahwa aku pernah dioperasi. Kan asyik…”
dan mama menangis…..
Mungkin dalam hatinya berpikir, “Ah nak kamu tidak tahu bahwa operasi juga ada kemungkinan gagal, dan aku tidak bisa bertemu lagi dengan kamu….”
Dan memang dokter memberitahukan, jika terlambat dioperasi, usus buntu itu akan pecah dan meracuni tubuh, dan…. good bye.

Saat itu, aku berusia 13 tahun. Seorang anak pertama yang masuk masa puber, dan merasa hidupnya tidak berguna. Setiap kemarahan orangtua masuk dalam hati dan merasa bahwa orangtua lebih menyayangi adik-adik. Tidak ada kasih sayang untuk si Tua ini. Dan sebetulnya waktu itu aku sering menulis puisi tentang kematian. Si 13tahun Imelda ini ingin mati. Karena ada satu rahasia di sekolah yang sulit untuk ditanggung sendiri. Yang menyangkut hubungan seorang guru dan murid. Kenapa kok harus aku yang mengalaminya.

Jadi dengan senyam-senyum aku masuk ke kamar rawat-inap untuk mempersiapkan operasi. Mama pulang memberitahukan papa dan adik-adik, mengatur rumah. Operasi dijadwalkan pukul satu siang, karena saya sudah sempat makan pagi sebelum ke RS. Seandainya belum makan, bisa saat itu juga. Dan di kamar, saya tidak punya rasa takut sama sekali, bahkan tidak takut apakah akan bangun lagi atau tidak. Karena matipun boleh kok saat itu.

Operasi berjalan selama 4 jam. Hanya sepotong usus buntu, tapi sempat merepotkan para dokter. Karena begitu perut saya “dibelah”, si pengganggu itu pecah, dan nanahnya mengotori usus sekitarnya. Terpaksa dokter harus mencuci usus yang panjang itu deh (hiperbolis amat sih…. tapi mungkin begitu situasinya, saya tidak tahu, karena saya tertidur saat itu). Dokter yang bertugas amat sangat teliti, sampai usus buntu yang membengkak sebesar kepalan tangan dan pecah itu, dia jahit kembali. Dimasukkan ke dalam toples dan diperlihatkan padaku… Sayang waktu itu jiwa jurnalisku belum ada, sehingga tidak mengambil foto (waktu itu juga belum ada digital camera) dan aku tidak berani membawa pulang toples itu sebagai kenangan…
Ada satu kalimat dokter yang selalu kuingat sampai saat ini, “Jika operasi terlambat satu jam saja….” Yah Imelda hanya tinggal nama.

SIALAN… satu kata yang kuucapkan begitu aku sadar dari obat bius. Sakit yang harus kutanggung sesudah operasi 10 kali lipat dari rasa sakit sebelum operasi. HUH, tahu begini aku tidak mau dioperasi. Dan kondisi harus tidur berhari-hari di atas tempat tidur, tanpa bisa membalikkan tubuh, tanpa bisa mandi, tanpa bisa ke wc, tanpa bisa makan yang namanya “Makanan” (bubur cair bukanlah makanan!), tanpa bisa ke sekolah…. amat sangat menyebalkan.

Seminggu lebih kondisi ini berlanjut. Perutku semakin besar, melembung bagaikan ibu hamil 9 bulan. Penyebabnya, gas tidak bisa keluar. Selain itu saya sempat muntah darah, yang diperkirakan lambung mengalami iritasi. Karena jika muntah membutuhkan energi, maka dipasanglah selang langsung ke lambung dari hidung. Dan uhhhh selang itu cukup besar, dan sakit waktu dimasukkan lewat hidung! Apalagi hidungku sensitif sering bersin karena alergi …hiks… Memang dengan demikian suster dapat menyedot darah dari lambung lewat selang, tapi sama sekali tidak nyaman bagiku.

Kondisi badan yang lemah dengan perut besar, belum bisa makan hanya cairan infus saja yang masuk, selang atas bawah (kateter) yang mengganggu membuat kondisi fisik tambah buruk. Dan hari Sabtu malam hari penafasan mulai sulit. Saya berkata pada papa yang menjaga di samping tempat tidur, “Pa, aku capek… ngantuk. Mau tidur. Tapi kalau papa lihat aku tidak bernafas, papa bikin nafas buatan ya?”
“Loh kamu susah nafas?”
“Iya…”

Langsung papa memanggil suster, dan saya diberikan oksigen. Tambah lagi kesengsaraan saya, karena oksigen yang berupa selang yang ditempelkan di hidung ditambah masker… entahlah yang pasti saya lega bisa bernafas, tapi tidak nyaman dengan tambahan alat-alat yang mengganggu muka saya.

Dengan kondisi seperti ini, dokter jaga datang dan merasakan heran atas perkembangan mundur badan saya. Dan sebagai alternatif maka pagi hari akan diambil Xray kondisi perut, seandainya ada yang tidak beres maka mungkin perlu dioperasi kembali. What??? operasi kembali? Oh NO.

Pukul 4 pagi, papa masih di sampingku dan berbisik, “Imelda, papa mau menangis melihat kamu begini. Tapi kalau aku menangis, mama (yang sedang duduk di kursi) akan bertambah sedih dan panik. Jadi papa tahan. Kita berdoa saja ya. Nanti pagi, papa panggil pastor untuk sakramen perminyakan. Jangan kamu pikir kamu akan mati, meskipun itu sakramen untuk orang sakit. Bukan berarti dengan menerima sakramen itu kamu akan mati, bahkan mungkin dengan sakramen itu kamu bisa sembuh. Opa dan Oma Bogor pun pernah dua kali menerima sakramen itu, dan mereka masih hidup kan?”
Saya hanya bisa berkata lirih, “Iya pa”, dan tertidur sambil mendengar doa papa di sebelah telingaku.

Jam 5 lebih, alm. pastor Van Der Werf  SJ datang dan dengan terburu-buru memberikanku sakramen perminyakan. Kenapa terburu-buru? Ya, karena bruder dan suster sudah menunggu dengan tempat tidur dorongnya untuk membawa saya ke ruang Xray.

Setelah Xray, entah pemeriksaan apa lagi, sambil menunggu hasil dan kedatangan dokter yang bertanggung jawab… waktu berjalan lambat. Antara tidur dan tidak, saya menunggu kedatangan dokter.  Sungguh seandainya saja ada yang memotret saya pada saat itu, mungkin itu menjadi foto terburuk dalam sejarah hidup saya. Seorang anak kurus pucat dengan perut besar, dengan berbagai selang di tubuhnya, tentu bukan pemandangan indah untuk dipandang.

Begitu dokter datang, entah apa yang menjadi keputusan dokter, semua selang yang menuju ke maag dicopot, tinggal oksigen. Dan diberitahu juga bahwa dari hasil Xray, tidak perlu operasi lagi. Tinggal tunggu sang “kentut” maka semua beres… Baru pertama kali dalam hidup, si kentut itu memegang peranan amat penting.

Karena selang yang sudah berapa hari mengganggu dicopot, langsung saya merasa lega dan tersenyum. Senyuman itu terus mengembang setelah dokter pergi, dan papa memanggil oma Poel yang menunggu di luar. Jadi begitu oma Poel sampai di pintu, dia sebetulnya sudah memikirkan kabar buruk. Apalagi dokter bergegas keluar dan papa memanggilnya buru-buru. Dan dia juga ingat bahwa saya pernah mengatakan bahwa selama sakit selalu terngiang lagu “Aku berjalan di kebun”. (In the Garden, Jim Reeves etc)

Aku berjalan di kebun
waktu mawar masih berembun
dan kudengar lembut suara
Tuhan Yesus memanggil

Dan berjalan aku dengan Dia
dan berbisik di telingaku
bahwa Aku adalah milikNya
Itu saat bahagia….


Dipikirnya… It’s the time. Maka ketika Oma Poel masuk kamar, dan melihat saya tersenyum, dia tidak bisa menahan tangisnya. Kami berdoa untuk segala proses yang Tuhan anugerahkan waktu itu. Dan saya pun tahu, Saya masih diberi HIDUP olehNya, untuk lebih berkarya lagi sesuai dengan kapasitasku. Karena pengalaman itulah, umur 13 tahun merupakan moment penting bagi saya sehingga saya bisa menjadi seorang Imelda seperti yang sekarang ini. Saya mensyukuri HIDUP yang telah Tuhan berikan selama ini.

Selamat Paskah!
12 April 2009

imelda emma veronica coutrier

Catatan:

Tulisan ini bisa terangkai pagi ini terutama karena aku merasa aku belum siap dan merasakan kegembiraan Paskah tahun ini. Sambil merenungi peristiwa yang aku alami berpuluh tahun yang lalu, aku juga ingin menuliskan ini sebagai pesan untuk saudaraku, Melati san a.k.a Mariko san dan suaminya, Hironori san yang memutuskan untuk menerima sakramen permandian dan menjadi pengikut Yesus hari ini, di gereja katolik St Ignatius Yotsuya. Tinggalkan hidup yang lama, mari sambut hidup yang baru yang sudah ditebus Yesus di kayu salib. Dia rela mati menanggung dosa-dosa kita manusia yang tidak tahu berterimakasih.

Selamat saudaraku Katarina-san dan Fransisco-san!

( To Samsul, this is the answer for your question. “kok aku belum menangkap mengapa harus 13 tahunnya yah bu?”)

You Are My Sushine

12 Apr

The other night, dear, as I lay sleeping
I dreamed I held you in my arms
But when I awoke, dear, I was mistaken
So I hung my head and I cried.

You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You’ll never know, dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

I’ll always love you and make you happy,
If you will only say the same.
But if you leave me and love another,
You’ll regret it all some day:


Aku  ingin berbagi sebuah email dari blog-multiplynya Romo Pujasumarta, Uskup Bandung, yang kuterima dalam rangka Paskah. Sudah berkali-kali aku baca cerita sharing ini, dan setiap kali aku menangis. Biarlah aku pasang di blogku ini, sehingga bisa aku baca setiap kali putus asa dan merasa sedih. Yes, you all are my sunshine!

PASKA KEBANGKITAN TUHAN

Allah menghendaki Yesus Kristus Putera-Nya, tetap hidup selama-lamanya. Daya hidup yang tersimpan di dalam-Nya tidak dimusnahkan oleh kematian. Namun sebaliknya diabadikan oleh Kasih Ilahi, supaya daya hidup itu memberdayakan hidup kita sehingga semakin serupa dengan hidup-Nya.

MUJIZAT NYANYIAN SEORANG KAKAK

“YOU ARE MY SUNSHINE”

Kisah nyata ini terjadi di sebuah Rumah Sakit di Tennessee, USA . Seorang ibu muda, Karen namanya sedang mengandung bayinya yang ke dua. Sebagaimana layaknya para ibu, Karen membantu Michael anaknya pertama yang baru berusia 3 tahun bagi kehadiran adik bayinya. Michael senang sekali akan punya adik. Kerap kali ia menempelkan telinganya di perut ibunya. Dan karena Michael suka bernyanyi, ia pun sering menyanyi bagi adiknya yang masih di perut ibunya itu. Nampaknya Michael amat sayang sama adiknya yang belum lahir itu.

Tiba saatnya bagi Karen untuk melahirkan. Tapi sungguh di luar dugaan, terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Michael dilahirkan. Seorang bayi putri yang cantik, sayang kondisinya begitu buruk sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Karen, “Bersiaplah, jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi!”

Karen dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa pasrah kepada yang Kuasa. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan buat putrinya sewaktu-waktu dipanggil Tuhan. Lain halnya dengan kakaknya Michael, sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus!

“Mami, aku mau nyanyi buat adik kecil!” Ibunya kurang tanggap.

“Mami,  aku pengin nyanyi!” Karen terlalu larut dalam kesedihan dan kekuatirannya.

“Mami,  aku kepengin nyanyi!” Ini berulang kali diminta Michael bahkan sambil meraung menangis. Karen tetap menganggap rengekan Michael rengekan anak kecil.

Lagi pula ICU adalah daerah terlarang bagi anak-anak.

Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Michael. Baik, setidaknya biar Michael melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya. Mumpung adiknya masih hidup! Ia  dicegat oleh suster di depan pintu kamar ICU. Anak kecil dilarang masuk!. Karen ragu-ragu. Tapi, suster…. suster tak mau tahu. Ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk! Karen menatap tajam suster itu, lalu katanya, “Suster, sebelum menyanyi buat adiknya, Michael tidak akan kubawa pergi! Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Michael melihat adiknya!” Suster terdiam menatap Michael dan berkata, “Tapi tidak boleh lebih dari lima menit!”

Demikianlah kemudian Michael dibungkus dengan pakaian khusus lalu dibawa masuk ke ruang ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakratul maut. Michael menatap lekat adiknya … lalu dari mulutnya yang kecil mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring, “You are my sunshine, my only sunshine, you make me happy when skies are grey” Ajaib! si Adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya. “You never know, Dear, how much I love you. Please, don’t take my sunshine away.”

YOU ARE MY SUNSHINE

By Johnny Cash

(Cfr. http://www.youtube.com/watch?v=FafLnokzeNo)

The other night, dear, as I lay sleeping
I dreamed I held you in my arms
But when I awoke, dear, I was mistaken
So I hung my head and I cried.

You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You’ll never know, dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

I’ll always love you and make you happy,
If you will only say the same.
But if you leave me and love another,
You’ll regret it all some day:

You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You’ll never know dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

You told me once, dear, you really loved me
And no one else could come between.
But not you’ve left me and love another;
You have shattered all of my dreams:

You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You’ll never know dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

In all my dreams, dear, you seem to leave me
When I awake my poor heart pains.
So when you come back and make me happy
I’ll forgive you dear, I’ll take all the blame.

You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray
You’ll never know dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

Denyut nadinya menjadi lebih teratur. Karen dengan haru melihat dan menatapnya dengan tajam dan, “Terus, terus, Michael! Teruskan, Sayang!” bisik ibunya. “The other night, dear, as I lay sleeping, I dream, I held you in my arms” Dan sang adik pun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi teratur. “I’ll always love you and make you happy, if you will only stay the same!” Sang adik kelihatan begitu tenang … sangat tenang.

“Lagi, Sayang!” bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Michael terus bernyanyi dan … adiknya kelihatan semakin tenang,  relax dan damai … lalu tertidur lelap.

Suster yang tadinya melarang untuk masuk, kini ikut terisak-isak menyaksikan apa yang telah terjadi atas diri adik Michael dan kejadian yang baru saja ia saksikan sendiri.

Hari berikutnya, satu hari kemudian, si adik bayi sudah diperbolehkan pulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yang menimpa pasien yang satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah therapy ajaib, dan Karen juga suaminya melihatnya sebagai Mujizat Kasih Ilahi yang luar biasa, sungguh amat luar biasa! Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Bagi sang adik, kehadiran Michael berarti soal hidup dan mati. Benar bahwa memang Kasih Ilahi yang menolongnya. Dan ingat Kasih Ilahi pun membutuhkan mulut kecil si Michael untuk mengatakan, “How much I love you”.

Dan ternyata Kasih Ilahi membutuhkan pula hati polos seorang anak kecil “Michael” untuk memberi kehidupan. Itulah kehendak Tuhan, tidak ada yang mustahil bagi-Nya, bila Ia menghendaki terjadi.

Allah menghendaki Yesus Kristus Putera-Nya, tetap hidup selama-lamanya. Daya hidup yang tersimpan di dalam-Nya tidak dimusnahkan oleh kematian. Namun sebaliknya diabadikan oleh Kasih Ilahi, supaya daya hidup itu memberdayakan hidup kita sehingga semakin serupa dengan hidup-Nya.

Selamat Paska!

Bandung, 12 April 2009

+ Johannes Pujasumartaa

Uskup Keuskupan Bandung

Kelopak Bunga Menari

11 Apr

Kelopak bungamu menari gemulai melayang di atas kepala

Tengadahkan muka menyambut lembutnya sentuhanmu

kuarak engkau yang turun bagaikan bidadari menari

ingin kurebahkan diriku di hamparan permadani merah muda

dan mendengarkan dentingan dawai gita surgawi

serenity

aku terbangun pukul 5:30, tak lama Riku pun bangun dan disusul Kai. Ah, anak-anakku ini memang selalu bangun pagi. Padahal aku baru tidur pukul 3 pagi, karena mempersiapkan makanan siang untuk Akemi san dan Riku, serta membereskan rumah.

Riku berteriak pada papanya, “Papa hari ini sakura fubuki loh…”. Fubuki biasanya dipakai untuk musim dingin yang menggambarkan keadaan salju turun dicampur angin yang menghalangi pandangan mata. Kanjinya saja 吹雪 yaitu kanji  angin dan salju.  Nah jika Sakura fubuki berarti sakura no hanabira (kelopak) turun bagaikan hujan dan tertiup angin, menari-nari sampai ke tanah. Ah bunga sakura pun akan rontok dan habis. Kecantikan sakura memang hanya sementara. Masih untung di musim sakura kali ini tidak ada hujan yang merusaknya. Sejak tanggal 21 Maret, awal sakura mulai mekar di Tokyo, sampai hari ini tidak turun hujan. Cukup lama untuk kelangsungan hidup sakura, yang biasanya hanya bertahan 1 minggu sampai 10 hari saja. Ada rasa sedih dan sepi saat berpisah dengan sakura. Hmm orang Jepang memang kodoku 孤独, selalu kesepian!

Hari ini, Jumat 10 April  adalah hari pertama aku mengajar di universitas untuk tahun ajaran 2009-2010. Begitu aku antar Kai ke Himawari, dia langsung memeluk gurunya, dan tanpa menangis, dia iringi kepergianku. Aman…. Aku langsung menuju halte bus, naik bus ke stasiun di jalur lain, dan ganti kereta 2 kali dan naik bus dosen untuk bisa sampai di kampus Senshu University. Jauh, tapi tak terasa aku sudah mengajar di sini 10 tahun!

Kelas menengah hanya 5 orang saja, di kelas yang bisa memuat 30-40 murid. Bergema! Aku harus minta pindah kelas, meskipun mungkin minggu depan jumlah murid akan bertambah.

Setelah jam kedua selesai, aku bergegas menuju ke ruang rapat untuk mengikuti rapat dosen yang selalu diadakan setiap awal tahun ajaran. Pembicaraannya sudah klise, sehingga tanpa hadirpun tidak akan ada topik yang ketinggalan. Tapi mumpung ada kesempatan bertemu dengan dosen lain, dan makan siang gratis… apa salahnya.

Waktu aku masuk ruang rapat, aku duduk di samping dosen perempuan yang mengajarkan bahasa Korea. Aku tidak tahu namanya, tapi yang pasti dia pernah menyapa aku, setelah aku kembali mengajar sesudah melahirkan Riku. Waktu itu aku hanya cuti satu semester, dengan digantikan Ibu Sasaki (感謝いたします). Dan dia yang menegur aku, mengucapkan selamat, dan berkata jika ada yang bisa dibantu kasih tahu saja. Well, tentu saja hanya basa-basi tapi daripada tidak? Kita harus bersyukur bahwa masih ada yang memperhatikan dan berkeinginan berbuat baik untuk kita. Sambil bercakap dengan dia, aku menyadari bahwa memang aku telah berusaha dan berjuang dalam sepuluh tahun ini…. mengajar dan membesarkan dua anak.  I should be proud of myself.

Jam ke tiga, aku mengajar kelas dasar. Dan senangnya aku mendapat kelas yang dilengkapi alat LL. Jumlah mahasiswanya mungkin terbanyak selama aku mengajar di sini. Hampir 40 orang. Dan ada seorang mahasiswa penderita cacat, sehingga perlu pelakuan khusus. Tapi aku kagum dengan semangatnya. Meskipun sulit berbicara, dia berusaha untuk mengulang perkenalan bahasa Indonesia selengkapnya. Setelah pelajaran selesai aku berkata padanya, kalau mau skip latihan percakapan/ucapan, kasih tahu saja. Mungkin dia akan minder jika semua perhatian pada dia. Mudah-mudahan murid-murid tahun ini bisa memenuhi harapan.

Pulang bersama guru bahasa Spanyol sejak naik bus dari kampus sampai di Stasiun Shinjuku. Cantik dia. Suaminya orang Jepang, tapi dia pernah berkata padaku, bahwa dia tidak akan mau melahirkan. Suaminya pun tidak mau punya anak. Merepotkan saja katanya. Apalagi kalau dia pulang kampung butuh berpuluh jam naik pesawat. Dia tidak bisa membayangkan mengajak pulang anak-anak dan berada satu pesawat dengan anak-anak selama dua puluh jam… Well, pandangan hidup manusia memang berbeda.

Sebelum pulang ke rumah aku sempat membeli sakura mochi dan saudara-saudaranya. Untuk menemani minum teh bersama Akemi san. Dan tentu saja untuk difoto dan memasang fotonya di blog hehehe. Dan sakura mochi itu ternyata tidak memakai bunga sakura, tetapi justru memakai daun sakura yang direbus dan diberi garam. Jadi daunnya bisa dimakan (dan enak!) Dan mochinya berwarna pink sehingga mengingatkan kita pada bunga sakuranya.

Dari kiri ke kanan, atas ke bawah :

( Tsubu an mochi, Ohagi wijen, Kusa mochi, Sakura mochi, koshi an mochi, Ohagi kinako)

Sedangkan kalau Sakura-dorayaki memang ada rasa sakura dalam mochi di dalam dorayakinya:

Sakura dorayaki

Piagam Penghargaan

10 Apr

Apa yang aneh dengan piagam penghargaan? Piagam Penghargaan biasanya dicetak dalam sebuah kertas yang lebih tebal, bertuliskan kata-kata terima kasih dari seorang atau sebuah organisasi atas jasa yang diberikan kepada mereka. Tintanya bisa tinta biasa atau tinta emas. Dan yang menerimanya biasanya akan menaruhnya dalam bingkai dan dipamerkan pada setiap orang yang duduk di ruang tamunya. Menunjukkan pada semua orang bahwa ia pernah melakukan hal yang baik yang dihargai orang sehingga mendapatkan piagam penghargaan.

Tapi saya rasa kali bukan piagam penghargaan yang biasa kita lihat ini, yang diberikan oleh Kaisar Jepang kepada Permaisuri Michiko dalam peringatan ke 50 th pernikahan mereka hari ini tanggal 10 April 2009. Memang beliau mengatakan “yang bisa kuberikan hanyalah Piagam Penghargaan” tapi itu lebih dalam bentuk rasa terima kasih dari lubuk hati atas kesetiaan dalam ikatan perkawinan. “Pasti banyak hal yang membuat susah dan sedih, tapi tetap bertahan. 50 tahun penuh usaha.” Memang Permaisuri Michiko adalah orang pertama yang berasal dari kalangan biasa memasuki kekaisaran Jepang.

Ada sebatang pohon yang ditanam pada waktu mereka menikah, dan terlihat sekarang setelah lewat 50 tahun, pohon itu bertumbuh tinggi dan menua. Sebuah lambang kesetiaan dan ketegaran dalam menghadapi berbagai musim.

Melihat pohon itu, melihat kedua pasangan kekaisaran yang juga sama seperti manusia biasa lainnya yang saling memerlukan satu sama lain, dan membayangkan 50 tahun kebersamaan mereka… sungguh sebuah usaha yang patut dikagumi. Dan perkataan mereka bahwa yang hanya bisa dikatakan adalah rasa “terima kasih”.

Entah apa yang harus kukatakan hari ini mewakili perasaanku malam ini. Sedih karena aku harus bekerja di hari yang suci ini padahal di Indonesia semua libur. Menyesal tak bisa ke gereja dan mengikuti jalan salib. Tapi yang pasti “Rasa terima kasih” saja tidak cukup bagi pengorbanan Yesus di kayu salib untuk keselamatan manusia.  Selamat menyambut Paskah!

Kelas Satu Berseri

8 Apr

Pika-pika no ichinensei. ぴかぴかの一年生。Pika-pika adalah mengkilap, dan ichinensei adalah kelas satu. Ucapan ini mengacu pada anak berusia 6 tahun yang masuk Sekolah Dasar.  Hei, memang kalau masih baru pasti bersih mengkilap kan? Karena itu juga aku tidak menghalangi keinginan Gen untuk membelikan semua yang baru untuk Riku, meskipun mungkin sudah ada barang-barang yang dicari, yang sudah bekas dipakai. Gen bilang bahwa kelas satu itu ingin diawali dengan barang baru, semangat baru, yang pastinya rasanya lain jika kita sebagai orang tua memberikan yang bekas. OK saja, selama kita masih bisa membelikannya. Sehingga akupun  sebetulnya sudah siap juga seandainya Gen mau membelikan meja belajar yang baru! (entah kenapa di Jepang, masuk SD = ransel dan meja belajar + jas)  Gampang deh soal tempat, kalau perlu ada perabot yang dibuang juga tidak apa.  Tapi akhirnya dia sendiri yang membatalkan keinginan membelikan meja belajar.

Tibalah tanggal 6 April yang dinanti. Jam 4 pagi aku sudah terbangun dan menyiapkan tasnya Kai untuk ke penitipan. Tentu saja semua barang yang dibawa ke penitipan harus diberi nama semua. Huh, kadang aku bosaaan banget deh dengan ketentuan begini.

Semua bangun sebelum jam 7 pagi. Tumben! Aku siapkan sarapan cepat-cepat dan bersiap untuk mengantarkan Kai ke penitipan jam 8 pagi. Ya, hari ini aku menitipkan Kai, supaya aku bisa konsentrasi untuk acaranya Riku saja. Dan setelah menurunkan Kai di penitipan aku mampir ke ATM terdekat, dan saat itulah aku melihat si TukTuk yang pernah aku ceritakan. Rupanya pemiliknya tinggal di sekitar stasiun. Cepat-cepat aku ambil kamera dan mencuri foto dari samping.

Buru-buru aku kembali ke rumah, dan ganti baju dandan, dan pukul 9 teng kita berjalan dari rumah menuju ke SDnya yang terletak 15 menit jalan kaki. Acaranya sendiri dimulai pukul 9:30. Di depan sekolah ada sebuah taman dan sakura menghiasi taman dan jalanan di sekitarnya. Ah sakura ini memang melengkapi kegembiraan dan memberi keindahan tersendiri dalam memulai sesuatu yang penting. Apalagi hari ini samat hangat, dengan suhu sekitar 20 derajat. Dari jauh kami bisa melihat antrian orang tua di depan gerbang, yang menunggu giliran untuk bisa berfoto di depan papan bertuliskan “Upacara Penerimaan Murid Baru” Nyuugakushiki 入学式。Tapi aku bilang itu belakangan saja.

(antri masuk di depan halaman sekolah – pakai uwabaki sepatu dalam yang diberi nama dan kelas)

Begitu masuk ke kompleks sekolah, kami disambut oleh murid kelas 6 SD tersebut yang membagikan lembaran kertas yang berisi pembagian kelas. Ada 99 murid baru yang dibagi menjadi 3 kelas. (Jumlah ini sedikit menurut Gen, tapi banyak menurut aku mengingat semakin sedikit jumlah anak di Jepang) Dan Riku masuk ke kelas I – 2. Sedihnya tidak ada temannya laki-laki yang dari kelas TK yang sama. Jadi dia benar-benar harus membuat teman baru di sini. Gen bilang, bagus dong…awal baru teman baru.

Begitu mendaftar dan mendapatkan tanda nama yang disematkan oleh sempai (kakak kelasnya) , kami bersama Riku menuju ke kelasnya. Di sana juga sudah menunggu sempai yang lain, yang membantu adik-adiknya menaruh tas ransel dan menunjukkan tempat duduknya. Hmmm sistem sempai membantu adik kelasnya ini juga bagus kalau menurut saya. Menjadikan lebih akrab. Saya tanya pada Gen apakah dulu juga ada sistem seperti ini, dan katanya hampir di semua sekolah menerapkan sistem “mentoring” seperti ini. (Jadi ingat waktu aku masuk ke Yokohama univ juga ada mentor yang membantu … hmmm siapa ya? kok lupa sih. Ohh… kayaknya Kimiyo dan Kayoko deh, mentoringnya malah ngajak jalan-jalan ke Kamakura hahaha)

(sempai membantu murid baru–kohai— memasuki kelas – Riku bersama teman sebangkunya)

Sementara Riku dan teman-temannya menunggu di kelas, kami para orangtua menuju ke sport hall untuk mengikuti upacara murid baru. Sport Hall dihias dengan tulisan omedetou (Selamat) di panggung dan slogan Mirai to yume e tsukisusume (menyongsong mimpi dan masa depan) menghadap panggung. Di sekeliling hall ditutup dengan kain bergaris merah putih, tanda selamatan oiwai. (Kalau duka maka kain bergaris hitam putih). Kebetulan aku duduk di tempat yang strategis sehingga bisa memotret waktu defile murid-murid baru masuk menurut kelasnya. Mereka masuk berpasangan dengan teman sebangkunya. Dan yang mengherankan aku pasangannya laki-laki perempuan bergandengan tangan. Rupanya di Jepang tempat duduk di SD pasti berpasangan laki-laki perempuan.(wahhh jadi inget waktu SMP aku sebelahan sama Gatot –si tukang nyontek — ups sorry tot… jangan marah yaaa hehehe – kapan lagi nama loe aku tulis di sini kan)

(masuk sporthall bersama teman-teman sekelas – liat tuh… Riku mencari-cari mamapapanya di antara pengunjung duuuh duduk yang manis nape?)

Acara diawali dengan sambutan dari Kepala Sekolah SD, kemudian perkenalan wali kelas dari ketiga kelas satu. Eh sebelum pidato dari Kepsek, kami menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo. (terus terang aku ngga bisa nyanyinya dan pas udah tengah-tengah baru ngeh sadar bahwa itu adalah lagu kebangsaan) Baru di situ aku juga sadar bahwa SD ini adalah SD Negeri yang didirikan oleh pemerintah daerah.

Setelah perkenalan wali kelas, ada perkenalan seluruh staf guru dan pegawai TU. Penyerahan hadiah dari pemerintah/ pemerintah daerah yang diserahkan oleh Kepala Sekolah kepada salah satu wakil murid baru. Hadiah itu berupa pelindung kepala waktu gempa, cover penutup ransel berwarna kuning, buku pelajaran dan buku tulis. Dari kepolisian diberikan hadiah buzzer, alat pencegah kejahatan berupa alarm yang cukup keras untuk digunakan jika bertemu dengan orang yang mencurigakan/ bermaksud jahat. (Sampai di rumah sempat coba, dan suaranya rek…kenceng banget)

Penyampaian ucapan selamat dari tamu agung (dari kelurahan, kepsek SMP negeri terdekat, kepsek TK di lingkungan sekitar termasuk dari TK nya Riku, serta pengurus PTA. Selain itu juga dibacakan telegram indah yang diterima yang berisi ucapan selamat. Setelah upacata selesai, ada pertunjukan dari murid kelas 2 SD, berupa puisi/ wejangan dari kakak kelas serta permainan pianica. Hebat! aku terharu juga melihat usaha mereka. Anak-anak kelas 2 ini kan tahun lalu juga murid 1 SD. Berarti kelak tahun depan, Riku juga aan mengucapkan selamat datang lagi bagi juniornya, murid SD yang baru.

(pertunjukan musik dan pesan dari kelas 2 – suasana kelas Riku dengan walikelas —tannin–nya)

Selesai acara ini, maka murid-murid kelas 1 kembali ke kelasnya untuk mendengarkan pesan dari guru, sambil menunggu giliran untuk berfoto bersama.  Walikelas (tannin 担任) Riku di kelas 1-2 itu bernama Chiaki Sensei. Cantik, dan ….kelihatan galak. Aku heran deh semua guru awal Riku (baru 2 kali sih) cantik tapi galak hehhehe. Apakah karena mamanya juga guru dosen yang cantik tapi galak? cihuuuy (ehhh aku ngga galak kan? ne Melati san). Sambil membawa semua barang-barang yang dibagikan di sekolah, anak-anak berbaris menuju pintu untuk bersalaman dengan gurunya dan pulang. Hmmm di sini terlihat ya, perbedaan dari pendekatan guru TK dan SD. Di TK, guru memeluk muridnya, sedangkan di sini guru sudah mengajarkan budaya salam yang menunjukkan juga bahwa si anak sudah mulai memasuki masyarakat yang formal, bukan anak kecil yang suka main-main lagi.

Sebelum pulang aku juga sempat berbicara dengan gurunya, meminta maaf aku tidak bisa datang pertemuan PTA jika diadakan pada hari Jumat. Padahal aku ingin sekali loh ikut aktif di PTA …..

(di depan papan “Nyuugakushiki”)

Keluar gedung sekolah, langsung antri untuk berfoto di depan papan Upacara Penerimaan Murid Baru, juga tak lupa berfoto di bawah naungan pohon sakura di taman depan sekolah.

Masih dalam rangka “selamatan” Riku memilih makan siang di restoran sushi. (Mang Kumlod, Yug, Japs dan Lia, liat deh sushi dengan topping telur ikan salmon, Ikura. Ini yang saya bilang seperti levertran) Dan papa-mama menutup hari “bersejarah” dalam hidup berkeluarga dengan KAMPAI! ting

(Riku makan tobiko, telur ikan terbang – set menu dengan hotaru ika, cumi-cumi – ikura, telur ikan salmon)

Missile and Fireworks

7 Apr

Hari Sabtu (4 April) kemarin, warga Jepang terutama di daerah Tohoku (Akita) waswas. Karena menurut rencana, pada tengah hari Korea Utara akan meluncurkan satelit, namun diduga itu adalah missile. Bagaimana jika missile itu “nyasar” ke Jepang?  Jadi perhatian orang Jepang (mustinya) pada berita di televisi. Jika orang Jepang yang lain tidak demikian, berarti hanya suami saya saja yang khwatir. Tapi karena hari Sabtu kebetulan mendapat libur, jadi hari libur itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dan Riku menagih papanya untuk mengajak dia bermain sepeda.

“Sebentar Riku, ini papa tunggu berita penting di televisi. Mau ada missile yang diluncurkan.”
“Papa, apa beda missile dan Kembang Api?”
“Missile itu digunakan untuk membunuh orang”
“Kalau sama-sama diluncurkan, daripada missile kan lebih baik kembang api. Missile membunuh orang sedangkan kembang api justru menggembirakan orang-orang”
“Benar Riku. Pintar” kata papanya, lalu aku menimpali, “Makanya Riku cepat-cepat bisa menulis, dan tulis surat ke pemerintah, Jangan meluncurkan missile, luncurkan kembang api saja. Siapa tahu berhasil, jadi missile nya tidak jadi”
unn (ok)”

Meskipun tidak jadi hari sabtu, akhirnya jadi juga Korea Utara meluncurkan missilenya tengah hari di hari minggu (5 April) yang cerah ini. Untung saja missile jatuh ke lautan pasifik, menyeberangi kepulauan Jepang. Kalau nyasar, kan bisa gawat tuh. Meskipun pasukan bela diri Jepang sudah berjaga-jaga menghadapi segala kemungkinan.

Akhir-akhir ini emang Riku sering membuat kami tercengang dengan kemampuannya berbicara dan menyusun kalimat. Suatu waktu dia mengatakan, “Hopping machine”. Sampai Gen tanya, memangnya hopping itu apa? Dan dia peragakan. Lalu aku bilang, “hopping sama dengan jump ya”…. (tapi terus aku pikir lagi, sebetulnya lain, hopping itu kan berkali-kali seperti membal, tapi jump cuma satu kali dari tempat datar atau tinggi ke tempat rendah… emang bener maksudnya dia hopping ya hopping, ngga bisa diganti jump). Doooh mama… Tapi memang secara tidak sadar Riku juga banyak belajar banyak bahasa Inggris dari televisi juga. Karena meskipun televisi berbahasa Jepang, sekarang banyak sekali kata-kata bahasa Inggris yang dipakai begitu saja, dengan lafal Japlish. Nanti tinggal mensortir yang mana kata-kata asli bahasa Jepang, dan yang mana bahasa Inggris.

Sambil mengganti-ganti channel TV, Gen menonton sebuah acara tentang seorang ayah yang pergi bersama-sama anaknya melakukan suatu pekerjaan bersama. Then Riku langsung berkata, “Papa, buat apa sih lihat TV tentang keluarga lain? bukannya kita mau ke dry cleaning sambil latihan naik sepeda?” HAHAHAHA Kena loe!! Asal tahu aja anakmu itu kritis! Wong dia tanya begini,

“Apa itu “Bakumatsu”?”, dan dijawab
“Berakhirnya jaman Edo”.
Aku tanya “Riku tahu jaman Edo itu apa?”
“Jaman yang ada Shogun nya. Shogun itu sekarang ngga ada?”
“Ngga ada Riku. Shogun sekarang diganti dengan Perdana Menteri”
“Daitouryo? (Presiden?)”
“Jepang ngga punya Presiden. Adanya Kaisar dan Perdana Menteri. Nanti Riku belajar kok di sekolah”

Pengetahuan dia tentang jaman Edo, pasti berasal dari anime, Battosai “Rourunin Kenshin”. Pengetahuan dia tentang Presiden Amerika Washington, pasti berasal dari “Corry in teh White House” nya Disney. Jadi? Apakah TV tidak berguna? apakah bagus melarang pemakaian TV pada anak Balita? Hmmm I don’t think so. Sebagai orang asing, sepintar-pintarnya aku berbahasa Jepang, tidak akan bisa menjadi orang Jepang. Pasti ada lafal bahasa Jepangku yang aneh, dan dia bisa pelajari di televisi. Asal kita pinter-pinter aja milih acara TV nya. Setiap papanya mengganti channel ke Siaran Berita, dia sering  masuk kamar tidak mau menonton. Dia bilang begini, “Papa, aku ngga suka siaran berita, isinya kebakaran, pembunuhan, perang…. Aku jadi takut dan sedih” Hhhhhhh memang benar sih!

Akhirnya, Gen dan Riku pergi juga ke dry cleaning sambil berlatih naik sepeda. Dan setelah itu seharian kami melengkapi peralatan sekolah Riku, memberi nama di semua barang-barangnya sambil mengecek apa saja yang belum ada. Membeli sepatu, sepatu boot untuk hujan dan Uwabaki sepatu dalam, dan terakhir mereka berdua saja pergi memotong rambut. Yosh! Semua sudah siap untuk menghadapi Upacara Penerimaan Murid Baru Nyuugakushiki 入学式, besok hari Senin tgl 6 April 2009. Hari penting untuk Riku memasuki dunia sekolah, Sekolah Dasar.

tas kai1

“Aku juga mau ke sekolah pake ransel…. “kata Kai(tunggu 2 tahun lagi nak, baru bisa masuk TK)

Roti Sebagai Sumber Ide

5 Apr

Tanggal 4 April kemarin merupakan hari Anpan, yaitu roti yang berisi an, selai yang terbuat dari kacang merah. Roti ini pertama kali dibuat tanggal 4 April tahun 1875 oleh perusahaan roti Kimuraya, dan disajikan pada Kaisar Meiji. Roti ini merupakan roti khas Jepang, yang mengambil contoh dari Manju, kue tradisional Jepang seperti bakpau isi kacang hijau tapi kecil ukurannya. Dengan modifikasi roti berisi an atau selai kacang merah ini, Anpan dapat diterima masyarakat jepang. Selain berisi selai kacang merah, ada yang berisi selai wijen, ogura, selai kacang merah diberi keringan bunga sakura, rasa melon dan lain-lain. Pokoknya semua rasa yang cocok di mulut orang Jepang dicoba menjadi isi roti.

Kai beserta Anpanman and friends

Dan saya terkagum-kagum bahwa ternyata roti An, atau Anpan ini bisa menjadi sumber ide bagi  penciptaan karakter ANPANMAN. Memang orang Jepang pintar menciptakan karakter-karakter dari sesuatu yang ada di keseharian kita. Seperti crayon atau kacang babi yang sudah saya bahas di tulisan Story of Black Crayon dan Tempat tidur si Kacang Babi. Saya tidak tahu apakah komik Anpanman ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau belum, tapi mari kita lihat tokoh-tokoh dalam cerita Anpanman ini.

Tokoh utama tentu saja si Anpanman “Manusia Anpan” yang bermuka tembem dengan dua pipi merah, berkostum merah kuning dan memakai mantel untuk terbang berwarna coklat. Dia adalah si pembela kebenaran, Seigi no mikata, ciptaan Paman Selai (Jam Ojisan). Jam Ojisan ini membuat roti di pabrik rotinya dibantu oleh Batako san (asal kata =Butter) dan mempunyai anjing bernama Chizu (asal kata = Cheese).

Anpanman selalu menolong siapapun yang kesusahan dan terutama kesusahan itu diakibatkan kelakuan buruk Baikinman (asal kata = Baikin = bakteri yang merusak). Terkadang pula akibat keusilan Dokinchan (Bakteri perempuan yang menyukai Shokupanman, shokupan adalah roti tawar). Teman-teman Anpanman di antaranya adalah Karepanman (roti kare), Meronbannachan (roti Melon), Rorubanna (roll bread), Kurimubanda (roti krim).

Karakter Anpanman ciptaan Yanase Takashi ini pertama kali muncul tahun 1969. Tapi baru tahun 1975, muncul  sebagai cerita bergambar (picture book) berseri dengan judul “Soreike Anpanman”. Karakter ini cepat merebut hati anak-anak seluruh Jepang (juga hati Kai sekarang), sehingga dijadikan film dan anime. Karena karakter yang muncul dalam cerita ini amat beragam (dan kebanyakan berhubungan dengan makanan) maka sampai dengan tahun 2009 saja, dari seluruh cerita yang terbit karakternya sudah berjumlah lebih dari 1500 karakter (bahkan sampai 2000 jenis jika perubahan transfom juga dihitung) . Katanya sampai si penciptanya sudah lupa jumlah sebenarnya berapa …hehehe. Dan setiap tanggal 6 Februari, hari ulang tahun si pencipta Yanase Takashi( 6 Februari 1919 – 13 Oktober 2013), diperingati juga sebagai hari ulang tahun Anpanman.

Hebat ya roti sebagai sumber ide… Kalau saya sih roti memang sebagai sumber ide untuk …MAKAN hehhehe. Padahal bagi Jepang, roti juga merupakan kebudayaan serapan dari luar negeri, sama juga halnya dengan Indonesia. Tapi kenapa orang Indonesia kurang ide untuk menciptakan karakter dari sekeliling kita ya? Kalau di Jepang ada Anpanman, mungkin di Indonesia bisa ada Roti Bakso, Roti Abon, Roti Coklat, Roti Sarikaya atau Roti Gambang (pernah dibahas Mas trainer juga) yang katanya khas Indonesia ? (Roti Bagelen tuh asli Indonesia ngga ya?)

roti abon

roti gambang

Atau bisa saja dari kue-kue jajanan pasar kan? Semisal Kue Ku, Kelepon, Cenil dll … Uuuh jadi lapar deh…