GW -8- Berkat Pendahulu

10 Mei

Dalam acara televisi “Syakkin” ada sebuah lagu yang kerap dinyanyikan berjudul “Okagesama Ondo おかげさま音頭”. Ondo sendiri adalah jenis musik yang dipakai untuk mengiringi tarian di festival-festival (Matsuri), yang pasti riang tentunya. Karena itu cocok sekali dinyanyikan pada acara anak-anak di pagi hari seperti “Shakkin” sekaligus sebagai pengingat bahwa kita bisa hidup seperti sekarang ini karena ada pendahulu kita.

おかげ おかげ おかげさま
あぁ おかげさま~

ちょいと木の下 雨やどり
(雨やどり~)
こうして ぬれずに
すんだのは~
名もない むかしの
あんたのおかげ
ちょいと タネうえ
そだててくれた~

あぁ きょうのしあわせ
ぜんぶ だれかの
(ハイハイ!)
おかげさま~

(ア ソレ!)

フグのおさしみ おいしいな
(おいしいな~)
こうして たいらげられたのは
名もない むかしの
あんたのおかげ
どくがあるのに
すんごいチャレンジ~!

あぁ きょうのしあわせ
ぜんぶ だれかの
(ハイハイ!)
おかげさま~

(ア ソレ!)

ケーキかこんで たんじょうかい

(ハピバスデ~)
こうして おいわいできたのは
なにが なんでも
かあちゃんのおかげ(とーちゃんも!)
そんで ばあちゃん
ひいばあちゃん
(じーちゃんも)
ひいひいばあちゃん
そのまたむかしは~

あぁ きょうのしあわせ
ごせんぞさまの
(ハイハイ!)
おかげさま~

おかげ おかげ おかげさま
あぁ おかげさま~

Inti liriknya begini :

Waktu kamu berteduh di bawah pohon
Bisa tidak basah begini
pasti berkat seseorang yg tidak kamu ketahui
yang memelihara biji menjadi pohon

Bahagia hari ini
semuanya berkat seseorang

Enaknya makan ikan buntal (beracun)
Kita bisa makan enak begini
Berkat orang jaman dulu yang mau mencari tantangan

Bahagia hari ini
semuanya berkat seseorang

Pesta mengelilingi ulang tahun
Kita bisa merayakan begini
berkat ibu (dan ayah)
juga berkat nenek
nenek buyut (juga kakek)
nenek nenek buyut… nenek moyang kita

Bahagia kita hari ini
berkat nenek moyang kita

Dan memang aku jarang mendengar orang Jepang berkata, “Berkat Tuhan” seperti “Kamisama no okage“, tapi lebih banyak mendengar “Gosenzosama no okage” berkat nenek moyang. Rasa keterikatan dengan pendahulu ini begitu erat, sampai kalau bisa waktu mati pun ingin bersama, di dalam makam yang sama. Karenanya ada makam keluarga, tempat semua abu keturunan menjadi satu di dalamnya. (Makam terlihat seperti batu, tapi sebetulnya di bagian bawah, tempat biasanya jenazah dikubur, ada tempat semacam lagi untuk menaruh kendi-kendi berisi abu jenazah. Jadi berapa banyak juga bisa masuk).  Filosofi makam seperti ini mungkin sulit dimengerti oleh orang yang beragama Islam, dan sebagian Kristen/Katolik.

hasil panen rebung dan dedaunan yang dikirim keluarga jauh yang tinggal di daerah bencana. Mereka selamat. Dedaunan khusus musim semi yang cukup mahal kalau membelinya. Kami buat tempura untuk makan malam.

Nah, sisa liburan Golden Week tanggal 4 dan 5 Mei kemarin, bagi keluarga Miyashita memang bertemakan “Berkat pendahulu”. Sudah sejak hari Selasa malamnya Riku dan Kai berkata ingin bertemu A-chan dan Ta-chan (Ibu dan Bapaknya  Gen, memang sudah sejak cucunya lahir mereka tidak mau dipanggil nenek-kakek, tapi dengan nama saja. Katanya supaya tidak merasa tua :D). Rabu paginya, aku membuka FB dan melihat Taku, adik Gen sedang bermain di FB, jadi aku suruh Gen untuk telepon ke rumahnya di Sendai. Aku tahu sudah lama mereka tidak bicara karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.

Di telepon Taku menanyakan soal security FB, dan aku jelaskan bahwa kita bisa memblock orang-orang yang tidak mau kita beritahu status/fotonya, pokoknya semua bisa disetting semau kita. Bahkan jika kita mau hanya kita sendiri saja yang melihat juga bisa disetting begitu. Lalu Taku berkata, “Wah kamu jelaskan begitu aku juga tidak ngerti. Enaknya kalau ada di sebelahnya yah”. Aku salah sangka, kupikir tidak ada komputer di sebelahnya, sehingga tidak mengerti apa yang aku jelaskan. Ternyata, maksudnya paling enak jika bertemu langsung, dan mendengar langsung. Dia ingin pergi ke Yokohama juga, mudik mendadak! Wah tentu saja kami senang, karena sejak Gempa Tohoku itu kami belum bertemu lagi. Jadilah kami janjian untuk bertemu di rumah mertua di Yokohama. (Istri dan anaknya masih mengungsi ke selatan Jepang, jadi tidak bisa bergabung dengan kami)

Kalau muncul sendiri-sendiri memang membingungkan anak kecil 😛

Setelah berbelanja keperluan untuk barbeque, dan tentu saja sake, kami menuju Yokohama. Saat itu Riku dan Kai belum tahu bahwa mereka juga akan bertemu om nya. Gen membohongi Riku bahwa dia harus menemani papanya menjemput orang kantor di stasiun. Dan dia kaget bahwa “orang kantor” itu adalah omnya. Sepanjang perjalanan pulang, Riku ribut bercerita pada omnya. Memang Riku amat sayang pada omnya ini. Sedangkan Kai yang menyambut di rumah sempat bengong….. Karena semua berkelakar memanggil si om dengan “papa”, ingin mengecoh Kai apakah bisa membedakan papanya dengan sang saudara kembarnya :D. Untung Kai sudah cukup besar untuk tidak menangis dan cukup “bengong” saja.(Dan sayang sekali tidak ada yang ingat untuk mengambil foto muka bengong Kai hihihi)

Jadilah malam itu aku kesepian, tidur sendiri. Karena kedua anakku memaksa ingin tidur bersama omnya di kamar atas. Sedangkan aku di kamar makan, dan Gen di kamar tatami. Aku sempat terbangun malam hari dan merasa sepi…. begini rupanya rasanya kalau anak-anak sudah terpisah dan mandiri …hiks hihihi hiks (entah mau tertawa atau menangis :D)

Riku membuatkan omuraisu sebagai makan pagi untuk om nya. "Aku juga bisa masak loh".

Keesokan harinya, setelah sarapan pagi, kami pergi nyekar ke makam keluarga. Waktu Higan (equinox day) tanggal 22 Maret, kami seharusnya nyekar, tapi karena masih ramai-ramai soal gempa dan radiasi nuklir, terlupakan. Bersama Taku, kami sekeluarga nyekar ke makam dan berdoa mengucapkan terima kasih atas penjagaan selama ini. Kami ada karena mereka ada, dan mereka mendoakan kami.

Kai ikut membersihkan makam dan berdoa

Dari makam, kami mampir ke Yokomizo Yashiki, rumah tradisional yang dulu pernah aku tulis juga di sini. Ternyata relawan membuat festival kecil untuk merayakan hari anak-anak. Dijual sup rebung dari hutan bambu yang ada di bagian samping rumah. Selain itu dari bambu yang ada juga dibuka “pameran” cara pembuatan takekopter… alias baling-baling bambu. (Jadi ingat doraemon deh). Relawan yang memang ahli membuat baling-baling bambu itu membuatkan untuk anak-anak yang mau seharga 100 yen. Di bawah teduhnya pohon-pohon di sekeliling rumah, sambil melihat bendera koinobori tergantung, anak-anak bermain enggrang dan permainan bambu lainnya, kami merayakan festival anak-anak di sini.

Memperhatikan pembuatan baling-baling bambu. Si kakek sudah membuat kerajinan bambu itu sejak kelas 4 SD !

Bersyukur atas hari cerah yang diberikan Tuhan,
Bersyukur atas pendahulu yang menjaga kelestarian alam sekitar kita
Bersyukur masih ada orang-orang yang mau menjaga tradisi turun temurun
Bersyukur bisa bertemu dengan saudara-saudara dalam keadaan sehat

Dan semoga masih banyak “Hari Anak-anak” yang bisa kita lewati bersama, sampai si anak-anak menjadi dewasa kelak…. cycle of life

 

Untung Bertemu Kamu!

24 Apr

Seberapa sering kita merasakan pertemuan dengan seseorang merupakan anugerah yang tak terhingga? Bertemu pasangan hidup tentu saja, tapi bertemu seorang teman? Memang, biasanya kita katakan itu pada waktu perpisahan atau kematian. “Aku merasa beruntung bertemu kamu. Deaete hontouni yokatta. 出合えて本当に良かった.”

Dua malam yang lalu, aku benar-benar terisak. Ah emang cengeng ya aku ini 🙁 Tapi aku tak menyangka bahwa picture book yang aku pilihkan untuk aku dongengkan bagi Kai malam itu benar-benar cocok untuk situasi saat itu.

Sebuah buku karangan Miyanishi Tatsuya (1956-) dari penerbit Popura-sha. Harganya lumayan mahal 1200 yen, tapi aku pinjam dari perpustakaan Pemda. Waktu aku cari di Amazon, harga buku bekasnya pun masih mahal! 1147 yen, bayangkan cuma turun 53 yen. Yah mending beli buku baru dong ya. Tapi itu menunjukkan bahwa buku ini, tidak ada yang mau jual kembali, buku yang harus di -keep, disimpan. Karena isi ceritanya?

Tadinya aku tidak begitu senang dengan gambarnya. Seorang grafik desainer yang membuat karakter keluarga dinosaurus menjadi tema cerita, dengan gambar yang … ok tidak halus menurutku. Tapi aku baru tahu bahwa seri cerita keluarga dinoasurus ini bahkan ada 8 jilid! dan semua bagus (katanya). Nanti aku mau cari cerita-cerita yang lainnya. Aku pertama kali kenal dengan pengarang ini dari buku “Ultraman wa otousan ウルトラマンはおとうさん (Ayahku Ultraman)” yang dipinjam oleh Riku dari perpustakaan sekolahnya. Riku sangat suka dengan buku ini, sampai dia pinjam berbulan-bulan 😀 (Dan papanya seakan tersentil dengan isi buku ini hihihi)

OK, aku akan menceritakan isi buku “Untung Bertemu Kamu” ini ya… Duduk yang manis dan perhatikan baik-baik ya.

****************************************************************

Cover buku"Untung Bertemu Kamu"

Dulu….dulu….dulu sekali.
Seekor anak Spinosaurus sedang berada di pinggir tebing pantai untuk mengambil buah merah yang ada di sana. Saat itu….

Gaoooo…..
Seekor Tyrannosaurus mendekat dengan mulut menganga dan mata yang berkilat-kilat.

Waaaaahhh toloooooong!!!!
Sambil gemetar, anak Spinosaurus bersembunyi di balik pohon.
“Sayang sekali ya, kamu bertemu aku di tempat ini…” kata Tyrannosaurus.
Dengan giginya yang tajam, dia menumbangkan pohon buah merah. Dan….
persis waktu dia akan melahap anak spynosaurus it….

kraaaakkkkkk
grrrrrr …. gempa bumi yang begitu dahsyat
membelah bumi
dan memecahkan tebing itu sehingga terpisah dari daratan
dan menghanyutkannya
persis di tempat Tyrannosaurus dan anak Spynosaurus itu berada
pecahan tebing hanyut dengan mereka berdua
menjauhhh…..

“Aku tidak bisa berenang….” dengan suara hampir menangis Tyrannosaurus itu berkata.
“Aku juga tidak bisa berenang…. Kita berdua…. dari sekarang bagaimana ya”, anak spynosaurus berkata sambil menangis.

“Apaan tuh dengan ‘KITA BERDUA’? KAMU akan saya makan. Tau!” sambil berkata begitu Tyrannosaurus berusaha menangkap spynosaurus.

“Jangan… Tidak boleh makan aku”, teriak anak Spynosaurus. Lalu cepat-cepat dia berkata,
“Aku amat pandai menangkap ikan. Mulai sekarang aku akan menangkap ikan sebanyak-banyaknya untuk Paman. Paman akan bisa makan ikan sebanyak-banyaknya setiap hari sampai kenyang. Kalau Paman makan aku sekarang ini, mulai besok paman akan lapar terus. Ngga mau kan? Makanya tidak boleh makan aku. Ngerti? Ngerti? Ngertiiiii?????”

“Emangnya benar kamu bisa menangkap ikan?”

Anak spynosaurus kemudian memasukkan mukanya ke laut dan dengan kecepatan yang luar biasa… haaap, seekor ikan tetrangkap.

Tyrannosaurus sangat senang… hmmm hmmm hmma “enaaaak…. ambil lagi yang banyak” Karena tyrannosaurus makan ikan banyak, anak spynosaurus kelelahan menangkap ikan. Dan di pulau yang kecil itu, mulailah kehidupan mereka berdua.

Pada suatu malam.
“Namaku meso-meso ‘Si Cengeng’, emua memanggilku demikian. Nama paman siapa?” Anak spynosaurus bertanya pada Tyrannosaurus.

“Namaku? Namaku tak ada”

“Oooh namanya TAKADA? Paman Takada, kenapa kok bisa sampai di sini?”

“TAKADA? Ahhhh sudahlah. Waktu gempa itu, kupikir aku bisa menemukan mangsa enak di dekat pohon buah merah itu. Kamu Meso-meso, kenapa kamu datang ke situ?”

Meso-meso menjawab dengan sedih
“Ibuku …. sakit. Kata Paman Pteranodon kalau makan buah merah ini akan sembuh….”

“Ohhh untuk ibumu, kamu datang ke sini?”
Meso-meso sambil menangis berkata,
” Ibu bagaimana ya… menungguku?”

“Meso-meso, Ibu pasti tidak apa-apa. Menunggumu pulang!… dengan lembut Tyrannosaurus menghibur.

“Terima kasih …Paman…”

Tyrannosaurus pertama kali mendapat kata “TERIMA KASIH”.

Hari berikutnya,

Waku Meso meso akan pergi menangkap ikan, Tyrannosaurus sambil tertawa berkata, “Hari ini tidak usah makan ikan. Kita makan buah merah ini saja.”

Tyrannosaurus mengambil banyak buah merah dari tempat yang tinggi dan memberikan pada Mesomeso.

“Paman hebat!”

Tyrannosaurus pertama kali mendapat kata “HEBAT”.

“Hmmm hmm enaaaak. Paman juga makan dong”
Tyrannosaurus juga makan… “Ow enaaaak… mungkin lebih enak dari kamu hehehe”

“Kaan? hehehe Paman lucu juga ya”

Tyrannosaurus pertama kali mendapat kata “LUCU”.

Waktu melihat Meso meso makan buah merah itu, Tyrannosaurus itu berpikir “Ingin segera memberikan buah merah ini pada ibu Meso-meso”.

Tiba-tiba dari langit ada seekor Tapejara menukik mengincar Meso meso.
Tyrannosaurus mengusir Tapejara dengan ekornya… wuushhh.

Dengan gembira Meso meso berkata,
“Paman kereeeen!”

Tyrannosaurus pertama kali mendapat kata “KEREN”

Beberapa hari setelah itu.
Meso meso teringat pada ibunya, dan menangis.
Tyrannosaurus, tanpa berkata apa-apa, memeluk Meso meso.

Meso meso menghapus air matanya dan berkata,
“Paman baik ya”
Tyrannosaurus pertama kali mendapat kata “BAIK”.

Setiap Meso meso mengatakan “Terima kasih”, “Hebat”, “Lucu”, “Keren”, “Baik”, hati Tyrannosaurus menjadi hangat.

Tyrannosaurus berkata pada Meso meso.

“Bertemu kamu…..

dan saat itu…..

kraaaakkkkkk
grrrrrr …. gempa bumi yang begitu dahsyat
Menggerakkan pulau itu
mendekati daratan semula
lebih dekat….lebih dekat lagi…
TInggal sedikit lagi, gempa berhenti dan pulau tidak bergerak lagi.

“Ayo… sekarang!”
Tyrannosaurus memeluk Meso meso, dan melompat sekuat tenaga.
Ombak berkilat di bawahnya.

Buumm…
Pas-pasan berhasil mendarat di daratan itu.

“Horeeee Meso meso! Kita berhasil tertolong!”
Sambil berkata dengan gembira, tiba-tiba Tyrannosaurus teringat
“Aduuuh lupa!”

Lalu

Gao…..
Tyrannosaurus melompat kembali ke pulau itu
Grrrr… menggigit pohon buah merah itu.
Sambil memegang pohon itu dengan kuat
melompat kembali ke daratan tempat Meso meso menunggu.

Byuuuurrrr….
Padahal tinggal sedikit lagi, Tyrannosaurus jatuh ke laut.
Pohon buah merah saja tersangkut di tebing…

“Bagaimana bisa melupakan pohon ini. Ayoooo cepat pergi ke tempat ibumu!”

Meso meso sambil menangis berkata,
“Bagaimana bisa meninggalkan Paman….”

“Aku tidak apa-apa… Cepat pergi…
Aku… aku…. bertemu kamu… sungguh … sungguh beruntung!”

Sambil berkata begitu,
Tyrannosaurus
dengan perlahan
tenggelam ke dasar laut…..

“Pamaaaaan…. pamaaaaann… pamaaaaaaaaaaaaaan”
Di langit yang terdengar hanya gaung suara Meso meso.

.

.

.

.

 

Bertahun berlalu.
Meso meso yang sudah bisa berenang
kembali ke pulau itu
Dan di dahan pohon yang ditumbangkan Tyrannosaurus itu
terdapat dua buah merah.

Sambil makan satu buah merah itu, Meso meso meniru lagak Tyrannosaurus,
“”Ow enaaaak… mungkin lebih enak dari kamu hehehe”
dan air mata mengalir ke pipi Meso meso.

“Paman lucu, keren, dan benar-benar baik.
Terima kasih Paman.
Aku sangat beruntung bertemu Paman……”

END
(Diterjemahkan oleh Imelda Coutrier. Harap mengerti bahwa menyebarkan cerita ini dalam bentuk tulisan melanggar hak cipta. Dilarang meng-copy dengan tujuan komersial.)

 

Siapa yang bisa menahan tangis membaca cerita begini?

Gempa bumi Tohoku …
pada hari Jumat Agung,
membuatku tambah menangis…..

Aku merasa beruntung menemukan buku ini
Aku merasa beruntung bisa bahasa Jepang
Aku merasa beruntung mempunyai sahabat-sahabat nyata dan maya yang baik-baik.
Aku merasa beruntung juga bisa membagikan cerita ini di sini.
Semoga bermanfaat.

dan

HAPPY EASTER

=Imelda=

Krayon Kuning Kecil

16 Apr

Ada sebuah dongeng yang ditampilkan berbentuk gambar animasi di chanel anak-anak NHK. Cerita itu berjudul Chiisana Kureyon ちいさなくれよん Krayon Kecil. Ceritanya begitu sederhana dan menarik, dan aku tak sadar aku menangis di akhir cerita. Hanya satu kali aku melihatnya tapi langsung terpateri dalam ingatanku. Setelah aku cari-cari ternyata cerita yang ditayangkan di televisi itu bersumber dari sebuah Picture Book berjudul Krayon Kecil itu.

cover picture book ini

Aku ingin sekali membacakannya untuk anak-anakku, jadi aku mencarinya di Amazon. Karena budget buku sedang diperketat, aku mencari buku bekasnya saja, dan ada! Setengah harga aslinya yang 1260 yen dan masih dalam kondisi bagus!

Sepotong krayon kuning yang sudah kecil terpakai, dibuang ke dalam tong sampah.
“Aku masih bisa dipakai loh! Masih bisa mewarnai!”…. dia  berteriak tapi tak ada yang mendengar.

“Baiklah, aku akan pergi sendiri. Aku masih…masih bisa berguna!”

Dalam perjalanannya, dia bertemu dengan sepasang sepatu kanvas yang bergambarkan anak ayam. Saking sering dicuci, gambar anak ayam itu terlihat kusam.

“Sini, biar aku membuat kalian lebih cerah lagi” dan si Krayon mewarnai gambar anak ayam di sepatu itu.

“Terima kasih Krayon. Kami menjadi bagus kembali”

Dan Krayon pergi menjauh lagi dengan badan yang semakin kecil.

Di depan pintu pagar, Krayon bertemu mobil-mobilan kuning yang sudah pudar warnanya.

“Hai, kenapa kamu di sini?”
“Aku sudah tidak baru dan tidak menarik lagi, jadi majikanku tak lagi bermain bersamaku”

Krayon kemudian mewarnai mobil-mobilan itu dengan badannya sehingga menjadi seperti baru kembali.

“Terima kasih Krayon” kata mobil-mobilan pada Krayon yang menjadi semakin kecil.

Krayon sampai di pinggir jalan di bawah pohon rindang. Karena matahari bersinar terik, dia berteduh di bawah pohon. Tak lama seorang anak laki-laki lewat dan melihatnya.

“Wah ada krayon!” diambilnya krayon itu…”Yah sudah kecil sekali” sambil membuang krayon itu kembali. Krayon itu membentur sebuah batu dan dia menangis.

“Krayon, sakit ya?” tanya batu kecil.
“Ya, abisnya dia mengatakan aku chibi (kecil) dan membuangku”
“Tapi kamu bagus. Warnamu bagus begitu. Aku ingin punya warna seperti kamu.”kata batu kecil yang warnanya entah putih, entah abu-abu…sungguh warna yang aneh.

“Kalau begitu, biar aku mewarnaimu” dan dengan sekuat tenaga Krayon mewarnai batu itu sehingga menjadi batu kuning. Dan Krayon kecil itu menjadi sebesar butir nasi 🙁

“Terima kasih Krayon. Tapi kamu jadi sedemikian kecil….. Maaf ya”
“Tidak apa-apa. Aku biarpun kecil masih berguna. Aku senang. Aku pergi dulu ya….”

Krayon berjalan lagi….

Senja menjelang dan di langit bertaburan bintang.

“Bintang itu indah ya. Majikanku dulu selalu memakaiku waktu menggambar bintang. Karena itu rasanya aku dna bintang begitu akrab.”

Dan saat itu Krayon melihat ada satu bintang yang kurang terang cahayanya.

“Ah, aku ingin mewarnai bintang itu. Meskipun aku sudah kecil begini, jika kupakai seluruh badanku pasti bintang itu bisa lebih cerah bersinar”

Dalam badan Krayon yang begitu kecil,  semangatnya meluap-lupa begitu besar.

“Aku akan pergi ke bintang sana” Dipandanginya bintang pudar itu, dan dia terbang lurus pesat menuju bintang itu…..

Chiisana Kureyon
Karangan : Shinozuka Kaori Gambar : Yasui Tan
Cetakan pertama Januari 1979. Cetakan ke 26 Juni 2001
Kin no Hoshisha

diceritakan kembali oleh Imelda Coutrier

 

Krayon dan sepatu bergambar anak ayam

 

Ahhhhh…. kalian harus melihat sendiri anime itu! Benar-benar mengharukan. Krayon memakai seluruh badannya untuk menerangi bintang itu!

Untuk bisa berguna memang kita harus merelakan semuanya, tanpa ragu.

Bisakah aku seperti krayon itu? Atau seringkah aku membuang “krayon-krayon kecil” dalam hidupku?

Ghost Bird

6 Apr

Aku sempat tertawa membaca status Pak Syafruddin Azhar di FB nya seperti begini:

Pagi tadi sebelum ke kantor sempat nonton acara “Ranking 1” (Trans TV), ada satu pertanyaan yang disampaikan Sarah Sechan: “Burung Hantu tergolong hewan buas (karnivora/pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal). Apa nama burung Hantu dalam bahasa Inggris?” Pertanyaan ini dijawab sebagian peserta: “Ghost Bird”… Peserta “Ranking 1” ini ternyata pintar ya berbahasa Inggris…

Hastaga…. masak Ghost Bird sih… eh tapi aku lebih ingin tahu mengapa Bahasa Indonesia menyebut OWL itu sebagai Burung Hantu ya? Siapa yang menciptakan atau menentukan ya/ Apa karena suaranya yang cukup “menakutkan” di tengah malam?

Memang semua tahu bahwa Burung Hantu itu bangun di malam hari, tidur di siang hari…. Nah picture book yang aku pinjam kemarin salah satunya adalah mengenai Burung Hantu. Judulnya “Burung Hantu yang Benci Malam”.

Di hutan tinggal seekor Burung Hantu yang benci malam hari. Waktu kecil dia pernah keselo di malam bulan purnama, sehingga dia menjadi takut. Dia menjadi lain dari burung hantu yang lain. Dia tidur di malam hari dan bangun siang hari. Karena itu dia tidak punya teman.

Pada suatu senja, ada seekor ngengat yang tersesat masuk ke rumah Burung Hantu karena melihat lilin yang terpasang.
“Eh, Burung Hantu, kamu sudah mau tidur? Malam hari kan waktunya kita untuk bermain. Ayo kita bermain.”
Burung Hantu menggelengkan kepala dan sambil menepuk-nepuk bantalnya berkata, “Aku sudah memutuskan untuk tidur di malam hari. Selamat tidur!”
Ngengat itu keheranan dan pergi ke luar.

Akan tetapi si Ngengat datang lagi keesokan harinya, dan keesokan harinya, lalu keesokan harinya dan mengajak Burung Hantu untuk bermain. Karena si Ngengat datang setiap malam, Burung Hantu mulai tidak bisa tidur di malam hari. Ngenat selalu menceritakan indahnya malam hari di hutan, tapi Burung Hantu diam saja.

Pada suatu malam, sudah waktunya Ngengat datang, tapi dia tidak datang-datang. Burung Hantu heran. “Kenapa yah? Pertama kali Ngengat tidak datang. Apa karena tadi hujan ya?” Sambil melongok keluar lewat jendela, tapi cepat-cepat menutup tirainya kembali. Malam itu Burung Hantu sama sekali tidak bisa tidur.

Setelah itu Ngengat tidak datang 3 hari berturut-turut. Kemudian malam itu Burung Hantu menatap ke luar menunggu Ngenat datang.

“Hallo… maaf ya aku tidak datang karena kena flu waktu itu kehujanan”
“Aduh aku sudah khawatir …ada apa. Kupikir kamu tidak akan datang lagi…”
” Maaf sudah membuatmu khawatir. Tapi hari ini bulan purnama loh, mari kita jalan-jalan ke luar. Malam ini terang, jadi tidak usah takut.

Jadilah si Burung Hantu ditemani Ngengat ini keluar dan bermain di hutan. Karena sudah lama tidak keluar malam hari, dia takut-takut tapi karena ditemani si Ngengat dia bisa menikmati malam bulan purnama itu. Bahkan sampai ke tempat yang tertinggi dan merasa berada di sebelah sang Bulan.

Berkat teman barunya si Ngengat ini, dia berhasil mengalahkan rasa takutnya, dan pertama kali sejak bertahun-tahun tidur ketika matahari mulai terbit. Dia masih merasakan kegembiraan bermain di malam hari dan ingin sekali hari segera menjadi malam. (diterjemahkan oleh Imelda dengan beberapa penyesuaian)

Cerita yang sederhana, tapi aku rasa kasus seperti ini cukup banyak. Mereka yang terbuang yang menyendiri karena alasan-alasan tertentu. Tapi jika ada seseorang yang seperti Ngengat yang tanpa jemu mengajak, pasti orang itu akan berubah. Siapapun butuh teman. 🙂

Itu cerita Picture Book yang kemarin aku pinjam, dan tema Burung Hantu ini sebetulnya juga pernah menjadi pertanyaan dari mas ordinarytrainer dalam postingnya “Question“. Tanyanya:

Mengapa burung hantu selalu di identikkan dengan Ilmu pengetahuan ??? Apa Burung Hantu itu Pintar ???  Ada yang tau latar belakangnya

Dan karena aku juga penasaran aku mencari di wikipedia. Yang lucu, aku justru bertemu macam-macam keterangan dari wikipedia berbahasa Jepang. Sering loh aku mencari suatu info lebih banyak yang tertulis dalam bahasa Jepang daripada bahasa Inggris. Ini karena orang Jepang memang suka sekali meninggalkan dokumentasi dalam bentuk tulisan yang bisa dipakai sebagai acuan, bukan sekedar curhat-curhatan saja 😀 . Dan dari hasil browsingku aku menemukan bahwa:

Untuk burung hantu sebetulnya bukan pintarnya yang ditonjolkan, tapi bijaksananya. Dalam pemikiran modern dikatakan Owl = wisdom.
Sekali lagi ini pemikiran ini berasal dari Yunani Kuno, yaitu pengikut dewi Athena bernama Minerva yang terkenal pandai sering digambarkan sebagai burung hantu. Padahal konon kepintaran burung hantu kalah dari burung Gagak. (cerita lengkap kurang jelas karena ada beberapa versi, sumber : wikipedia bahasa Jepang)

Tapi memang Burung Hantu adalah salah satu binatang yang kusuka, meskipun aku tidak memeliharanya. (Dan jenisnya juga cukup banyak loh!)

Sesuatu yang Rusak

31 Mar

Aku ingin memperkenalkan adik iparku yang bernama Ryoko Oguchi (42, penyair). Lulusan Universitas Waseda dan namanya mulai mencuat karena mendapat penghargaan Kadokawa Tankasho tahun 1998. Setelah itu dia sudah menerbitkan 3 buku berjudul “Hai Lian”, “Tohoku” dan “Hitakami”, yang masing-masing juga mendapat penghargaan di bidang Tanka Jepang. Dari judul bukunya saja, kecuali Hai Lian (nama tempat di Cina), Tohoku dan Hitakami adalah nama yang sekarang menjadi topik sejak Gempa Tohoku 11 Maret, yang besok menjadi 3 minggu.

Dan kebetulan tanggal 27 Maret yang lalu, tulisannya dimuat di koran Mainichi Shimbun, dan aku ingin share pada teman-teman, dengan menerjemahkan tulisannya. Sebuah tulisan dari salah seorang korban gempa.

Sesuatu yang Rusak

dari daerah gempa Higashi Nihon Daishinsai

Empat belas hari sesudah gempa, ketika aku menulis artikel ini. Berada di Sendai dengan listrik dan air mati berkelanjutan, aku mengumpulkan informasi lewat surat kabar dan radio, dan kadang-kadang antri untuk makanan dan air minum. Dikejar-kejar dengan waktu untuk mencari keberadaan teman-teman, sambil terus membujuk anak lelakiku yang ketakutan setiap terjadi gempa susulan.

Tak bisa mandi, bahkan kadang lupa cuci muka. Bahkan hari-hari berlalu tanpa diketahui lagi ini hari apa atau jam berapa. Dua minggu yang berlalu begitu cepat, tapi tak sebait puisi pun bisa tercipta.

Di lain pihak 2 minggu ini aku berasa menjadi tua. Kehidupan 6 bulan yang lalu, seakan-akan sudah lama sekali berlalu. Lifeline (air, gas, listrik) hampir pulih sempurna, barang-barang pun sudah mulai beredar. Tapi kehidupan normal seperti sebelum gempa, sama sekali tidak terasa.

Apa yang terasa benar-benar rusak? “Sesuatu” itu yang sampai sekarang tidak bisa kujadikan puisi. Tersiksa oleh frustasi dan ketidakberdayaan.

Waktu itu, kebetulan aku berada di rumah, di Sendai.

Kebetulan kami bertiga berada dalam kamar yang tidak berperabot besar.

Kebetulan kami tidak pergi ke taman “dekat laut” yang disukai anak lelakiku.

Dengan “kebetulan-kebetulan” yang bertumpuk itu, aku sekarang hidup. Hanya bersyukur dan berterimakasih…. dan itu menakutkan.

Sambil diterangi lampu senter, saat itu kami bertiga berkumpul, kami makan berbagi satu bungkus cracker. Sambil gemetar dan tahu bahwa cracker ini adalah satu kemewahan.

Dari TV yang berada di kantor pos, kami mengetahui keadaan Stasiun Sendai, Bandara, kota yang pernah kami tinggali Ishinomaki, pelabuhan, sungai Hitakami. Semua pergi kemana? Informasi tentang desa di Iwate yang pernah kukunjungi waktu mahasiswa tidak ada. Semua bagaimana ya?

Meskipun aku berada di Tohoku, aku tidak mendengar suara Tohoku. Rintihan, teriakan sama sekali tidak terdengar. Di telingaku hanya ada suara dengung pejabat tinggi dari studio di Tokyo.

Di televisi, berita mengenai musibah ini tak putus-putus. Tentang gempa, tentang tsunami, tentang kecelakaan PLTN, kata-kata yang begitu banyak melimpah ruah sekaligus, sehingga terasa menghapus suara warga yang terkena musibah. Dan ini membuatku langsung menjauhi televisi itu.

Salah satu yang rusak oleh gempa ini mungkin adalah “Perspektif  Bahasa”.  Sekarang yang aku ceritakan bukan bahasa diriku sendiri, tapi bahasa “siaran berita” . Yang kudengar tadi malam, bukan suamiku tapi mungkin suara orang mati. Dalam perspektif yang tidak jelas demikian, kuingin sesuatu yang jelas seperti puisi (Tanka).

Kalau dilihat dari sisi orang-orang yang melewatkan hari di pengungsian, atau mereka yang ditinggalkan kekasih mereka, puisiku juga akan menjadi tidak jelas. Tapi aku tetap ingin membuat puisi dari kenyataan yang ada di depan mata. Setelah ini mungkin akan banyak tercipta puisi yang tercetus dari musibah gempa ini. Dan bait demi bait akan kuresapi dengan semangat untuk bangkit kembali. (Ooguchi Ryouko – Penyair- Mainichi 27 Maret 2011)

 

NB: Kami sebenarnya ingin sekali pergi ke Sendai, menjenguk mereka. Tapi kemarin adik Gen mengatakan bahwa Ryoko sedang berada di Kobe untuk acara puisinya. Lagipula jangan datang ke Sendai. Masih banyak mayat yang belum terurus karena jumlah begitu banyak 🙁 Jadi belum pantas untuk dikunjungi.

 

Sudah 17 tahun dong, deh, loh!

5 Mar

Jumat kemarin aku menggantikan teman mengajarku di KOI (Kursus Orientasi Bahasa Indonesia) untuk kelas Atas, karena dia ada urusan lain. Jadi seperti setiap hari Senin aku berangkat dari rumah pukul 4:30 bersama anak-anak, menitipkan mereka di rumah keluarga Indonesia di dekat SRIT (Sekolah Republik Indonesia Tokyo), lalu ke sekolah Indonesia itu.

Memang aku sudah mendapatkan bahan mengajar dari temanku itu jadi hanya tinggal setor muka, dan menerangkan tema hari itu. Sebetulnya lebih tepat memeriksa pekerjaan mereka, karena mereka sudah diberikan soal-soal sebelumnya. Temanya tentang “lho”,” kok”, “dong”,” deh”, “sih”!

Yihaaaaa sedangkan orang Indonesia saja tidak tahu definisi persis dari pemakaian kata-kata ini. Pakai perasaan! Bagaimana mereka bisa mengerti kapan pakai kata dong atau deh untuk kalimat yang tepat? Harus mengerti perasaan orang Indonesia? Pastinya 🙂 ….

Tapi bahasa bisa ditarik kecenderungan pemakaian seperti “dong” pasti lebih kuat dari “deh” yang datar. Sedangkan “kok” mengandung pertanyaan  “kenapa?”.  Dan di antara ke 5 kata itu yang bisa bersanding bersama hanya “lho kok”.

Nah, mulailah pelajaran dengan membahas soal-soal. Karena hanya 4 orang muridnya, giliran terasa cepat berputar dan ayo coba isi latihan ini ya?

1. Jangan marah ……………….. , kan aku hanya bercanda saja.
2. Aku ………. mau-mau saja pergi asal kamu jemput ke rumahku.
3. ……………, …………. ngga jadi pergi?
4. Gimana ……… kok belum jadi? Janjinya kan jadi hari ini?
5. Kamu hebat ……….. kalau bisa mengalahkan dia main pingpong.

Bisa jawab dong ya? No 1. sudah pasti jawab “dong”. No 2. “sih” dan nomor 3. “lho, kok” (satu-satunya yang bisa dijadikan satu). Nah yang no 4 ini menjebak, karena ada koknya, maka disangka pasangan kok yang harus diisi, sehingga banyak yang menulis lho. Padahal seharusnya sih, yang menempel pada kata Gimana. Gimana sih! Siapa sih! Apa sih! Riku sering sekali berkata, “APA SIH!!!!” dengan nada marah kalau Kai mengganggunya waktu dia main game. Itu salah satu bahasa Indonesianya yang paling lancar 😀

Yang lucu juga ada contoh kalimat seperti ini, “Enak kan masakannya? Siapa dulu …….. yang memasak.” Jawabnya pasti “dong” deh. Dong sering dipakai untuk jiman (sombong) pada diri sendiri. Ingat saja kalimat ” Riku pintar ya…. Siapa dulu dong ibunya” 😀 hihihi.

Untuk kalimat “Kamu hebat …………… kalau bisa mengalahkan dia main pingpong” Bisa saja diisi “deh” atau “loh”, tergantung penekanannya bagaimana. Ada beberapa kalimat yang memang mempunyai kemungkinan lebih dari satu, tergantung latar belakang situasinya.  Harus ada keterangan ilustrasi yang mendukung.

Lalu apa hubungannya cerita tentang jalannya pelajaran Bahasa Indonesia kemarin itu dengan judul?

Waktu aku masuk ke dalam kelas 10 menit sebelum jam mulai (6:30 sore), ada 3 murid yang sudah hadir. Dua di antaranya aku kenal karena mereka ikut kelas dasar di tempatku setahun sebelumnya. Nah, murid ke empat yang masuk ke kelas persis waktu jam mulai itu yang membuatku terkejut. Namanya K. san dan merupakan mantan muridku sudah lama. “Loh K san sudah lama kan belajar bahasa Indonesia. Saya ingat sekali kamu adalah guru Sejarah di SMA kan? ”

“Tentu saja, saya sudah lama belajar bahasa Indonesia. Meskipun tidak pandai-pandai. Saya pertama belajar di KOI ini tahun 1994, dan menurut saya waktu itu Imelda san juga pertama kali mengajar di KOI. Jadi sudah…. 17 tahun!” demikian kata K san.
Whaaat…. sudah 17 tahun ya?” Dan aku terharu karena ada saksi sejarah lamanya aku mengajar di KOI yaitu K san ini. Ternyata aku sudah mengajar TUJUH BELAS TAHUN (dikurangi sekitar 4 tahun untuk melahirkan 2 anak), dan aku masih berdiri di sini untuk mengajar. Berarti KOI satu-satunya tempat mengajarku yang terlama.

“Waktu itu taihendeshita ne (Susah ya). Karena kita belajar 3 kali seminggu setiap hari Senin, Rabu dan Jumat. Senseinya taihen, muridnya lebih taihen kalau ada PR :D. Kelasnya juga di lobby bawah, karena muridnya 40 orang. hahaha.”

Meskipun awalnya 40 orang itu memang banyak yang tumbang di tengah semester dan tinggal separuhnya di akhir term pertama. Salah satu dua yang tinggal bertahan adalah K san dan Watanabe san yang kuceritakan pada “Belajar Sampai Mati” di TE. Itu menunjukkan juga betapa besar minat orang Jepang untuk belajar bahasa Indonesia kala itu. Sekarang? Kelas diisi 8 orang saja sudah berterima kasih, karena seringnya harus dimulai dengan susunan 5 orang. Banyak kursus bahasa Indonesia yang tidak bisa membuka kelas karena peminatnya sedikit. (Imelda juga jadi nganggur nih hihihi)

Well, aku memang sudah berumur, ibaratnya mangga ranum hampir busuk hahaha 😀 😀 😀 . Dan boleh (sedikit) berbangga, aku mengajar Bahasa Indonesia sudah 17 tahun DONG! (atau “17 tahun deh”, atau “17 tahun loh” pilih tergantung situasinya). 😀

 

Belajar Berpuisi

9 Feb

Kapan ya kita pertama kali belajar berpuisi? Apakah masih ada puisi/ sajak yang kita ingat sampai saat ini? Yang kita pelajari di SD misalnya?

Aku sendiri lupa kapan persisnya aku belajar puisi. Sudah pasti dalam pelajaran bahasa Indonesia. Memang ada sebuah contoh puisi, lalu kami disuruh menulis puisi pendek, apa saja. Satu-satunya puisi pendek yang aku ingat pernah tulis di SD berjudul Ibuku.

Oh Ibu,
bila kudengar nama itu…. (selanjutnya lupa)

Dan terus terang, puisi yang aku buat bukan original. Ya, aku comot-comot sana sini menjadi satu puisi. Dulu aku punya kebiasaan membuat clipping puisi dan cerpen, sehingga dari situlah aku ambil… (payah banget yah? untung masih kreatif ngga plagiat plek hihihi)

Ada dua puisi penyair terkenal yang aku ingat sampai sekarang. Siapa lagi kalau bukan Chairil Anwar dengan “Aku” nya. Dan satu lagi, sepenggal puisi dengan : Beta Pattirajawane yang dijaga datu-datu cuma satu. Masih karangan Chairil Anwar tahun 1946, dengan judul Cerita buat Dien Tamalea.

Cerita Buat Dien Tamaela

Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satuBeta Pattirajawane
Kikisan laut
Berdarah laut

Beta Pattirajawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan

Beta Pattirajawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.

Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.

Mari menari!
Mari beria!
Mari berlupa!

Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
Beta kirim datu-datu!

Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau….

Beta Pattirajawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.

Aku temukan puisi Chairil Anwar ini dalam sebuah buku kumpulan puisi papa yang ada di kamar kerjanya. Waktu itu aku ingat, aku bersikeras ini menghafal sebuah puisi, dan terpilihlah puisi yang ini. Di kamar kerja yang sepi, aku bisa mendeklamasikan puisi itu dengan berapi-api tanpa malu…. maklum deh dulu aku memang benar-benar pemalu. Tapi …. aku yakin waktu itu aku sudah lebih besar dari SD.

Yang aku rasa hebat, semua murid Jepang dapat menghafal puisi-puisi penyair terkenal Jepang yang jumlahnya ratusan. Mereka harus menghafalnya, karena keluar dalam berbagai ujian/ujian masuk sekolah yang lebih tinggi!

Helloooooo sastra Indonesia? rasanya aku ingin malu deh membandingkan dengan sastra Jepang. Ok, memang sejarah Indonesia sebagai suatu negara masih baru. Anggap saja Indonesia masih anak SD yang baru mengenal huruf….hiks. Tapi benar deh, jika sebuah negara ingin maju, haruslah lebih mengenal sastra dan budayanya dengan benar. Bahasa, sastra budaya mutlak diperlukan dalam pembentukan diri.

Sebetulnya tujuan postingan ini hanyalah ingin memberitahukan bahwa anakku Riku, 2 SD, baru saja belajar puisi. Karena penasaran, aku intip, puisi macam apa sih yang diberikan sebagai contoh?  Apakah haiku seperti yang pernah ditulis IndahJuli di sini? Atau puisi modern yang lebih bebas tidak terikat dengan jumlah suku kata.

Mari kita intip puisi yang dipelajari:

Kaeru (Tanikawa Shuntaro)

Kaerukaeru wa
michimachi kaeru
mukaeru kaeru wa
hikkurikaeru

kinoborigaeru wa
kiwo torikaeru
tonosamagaeru wa
kaerumo kaeru

Kaasangaeru wa
Kogaeru kakaeru
tousan gaeru
itsukaeru

terjemahan bebas:

Kodok


Kodok yang pulang
salah jalan
Kodok yang menjemput
terbalik

Kodok yang memanjat pohon
tidak bisa konsentrasi
Kodok buduk besar
kodok-kodok pun pulang

Ibu kodok
Menggendong anak kodok
Bapak kodok
kapan pulang?

Ka no iroiro (Sakata Hiroo)

Ka
Tobu ka
Tobanu ka
Tobanu ka nanka
naidewanai ka
nemui ka
nemurenai ka
yorujuu naiteruka
kawaisouna ka
kawaisou ka
kawaisou dewanaika
kiitemita ka
kiitemo wakaranka
aa soudesu ka


Serba serbi nyamuk

Nyamuk
Nyamuk terbang
Apakah ada nyamuk tak terbang?

Ngantuk
Tidak bisa tidur
Sepanjang malam menangis

Kasihan nyamuk itu
atau tidak apa-apa ya?
Coba kubertanya
Ah, ditanyakan pun tidak mengerti
Begitu ya?

(FYI puisi-puisi ini aslinya ditulis dengan hiragana)

Dua puisi (ada 4 puisi sebenarnya) yang aku tuliskan di atas memang puisi modern, yang lebih menekankan pada permainan bunyi. Seperti cara kita berlatih huruf P dalam bahasa Inggris: Peter piper picked a pack of pickled peppers, how many packs of pickled peppers did peter piper really pick? atau huruf R bahasa Indonesia: Ular melingkar di pinggir pagar bundar.

Dan dua pengarang puisi di atas Tanikawa Shuntaro serta Sakata Hiroo adalah penulis puisi yang terkenal, pengarang Picture Book dan bahkan Sakata Hiroo adalah sastrawan anak-anak. Hampir semua orang Jepang mengenal nama mereka (well suamiku tahu dan memang dia suka sastra).

Tanikawa Shuntaro, 80th.... lihat senyumnya saja ikut senang ya. Ah, aku mau cari karya-karyanya yang lain

Memang Indonesia juga mempunyai penyair puisi/sajak yang terkenal. Tapi karyanya kebanyakan panjang-panjang dan tidak dipopulerkan di kalangan sekolah dasar. Mungkin juga karena isi puisi yang sulit dimengerti anak-anak. Tidak cocok untuk anak-anak karena berbau sosial atau protes terhadap pemerintah. Aku sendiri selalu suka karya W.S. Rendra, puisi mbelingnya Remy Sylado, Sutardji Calzoum, Eka Budianta atau yang paling baru aku kenal Joko Pinurbo (yang karya benar-benar tidak cocok untuk anak-anak alias 17 th ke atas 😀 ) Tapi aku tidak tahu apakah anak-anak SD sekarang kenal sastrawan-sastrwan ini. Atau mungkin saja karena aku tidak tahu kondisi di Indonesia sekarang, jadi tidak tahu puisi apa yang dihafal anak-anak SD Indonesia.

NB: Mohon maaf bagi teman-teman yang memakai blogspot (termasuk Intan rawit) saya tidak bisa menuliskan komentar, ditolak terus, ntah kenapa. Mungkin ada masalah dengan security IP saya atau bagaimana. ntahlah.

Bersiul dan Cetak-cetok

24 Jan

Aku ingin tahu deh, apakah semua bisa bersiul? Ingat kapan pertama kali bisa bersiul? Aku sendiri tidak ingat kapan aku bisa bersiul, tapi aku ingat aku bisa bersiul karena ingin menandingi papa dan mama hihihi.

Dulu waktu masih kecil, aku ingat kalau mama dan papa saling “memanggil” pasangannya yang tidak ada di kamar yang sama dengan bersiul. Bukan berteriak, “Paaaaa…” atau “Maaaa…..”. Tapi mereka punya “lagu” sendiri untuk memanggil. Mungkin kalau diterjemahkan dengan kata-kata seperti “Schaatje” atau “Meisj….” (panggilan papa kepada mama memang Meisj dari dulu, padahal kan meisj artinya gadis hihihi). Nah, imelda kecil ingin meniru bersiul seperti itu, dan memonyong-monyongkan mulutnya meletakkan ujung lidah di belakang gigi bawah… fu…fuu…. fuuu….. mengeluarkan udara lewat sela-selanya.

Setelah berhasil, tentu saja bisa meniru nada panggilnya papa dan mama, bahkan bisa bersiul mengikuti irama. Suatu waktu aku bersiul di rumah kost pertamaku di Tokyo, dan dimarahi sang Nenek. Katanya, “Kupikir cucu laki-lakiku, ternyata kamu ya? Wanita Jepang tidak boleh bersiul…..” Supaya tidak panjang, ya aku iyakan saja, minta maaf, dan tidak bersiul lagi di rumah. Padahal waktu aku tanya Gen, dia tidak pernah dengar tabu seperti itu bahwa wanita Jepang tidak boleh bersiul dsb dsb. Dan memang sih aku tidak pernah mendengar wanita Jepang bersiul. Waktu kutanya ibu mertuaku, dia hanya bilang “Saya tidak bisa…” tanpa ada alasan lain. 😀

Waktu Riku  mendengar aku bersiul (setelah nikah dan punya rumah sendiri ya bebas dong untuk bersiul), dan ingin sekali bisa. Waktu itu dia baru TK, dan berusaha sekali belajar bersiul….. tapi agak sulit. Cukup lama dia akhirnya bisa bersiul. Tapi Kai…. seperti sudah aku ceritakan, ternyata Kai sudah bisa bersiul waktu kami pergi ke Disneyland waktu itu, berarti umur 3 tahun! Lalu kata Gen waktu aku beritahu hal itu, “Iya, Kai ompong sih, jadi gampang bersiul” hahaha. Jahat ya!

Karena Kai sudah bisa bersiul, dia merasa dia sudah gede, sama dengan kakaknya. Jadi kadang aku panggil dia, “Kakak Kai….” Dan dia memang sering bersiul-siul sendiri di rumah. Aku sih tidak pernah melarang, karena bukannya bersiul pertanda gembira? Betul kan?

Selain bersiul karena gembira, atau tidak ada kerjaan, biasanya aku ikut bersiul dengan burung perkutut kesayangan. Untuk mengundang perkutut peliharaan bernyanyi sering kami awali dengan bersiul dulu…. (dulu kami pelihara perkutut sih, jadi aku sering begitu hihihi).

Nah, ada satu lagi “keahlian” yang seakan-akan menjadi penentu “kedewasaan” seseorang. Aku tidak tahu apa namanya. Itu tuh, kalau kita mengeluarkan suara “cetak cetok” dengan jari tengah dan ibu jari, atau “memukulkan” jari telunjuk pada jari tengah dan ibu jari, sehingga mengeluarkan bunyi… ya cetak-cetok itu deh. Rasanya kalau sudah bisa mengeluarkan bunyi begitu puas rasanya, dan sering dilakukan jika kita bosan, atau memanggil …anjing :D. Tambah afdol lagi memanggil pakai cetak cetok itu dan bersuit, “Fuit fuit”. (Jangan lakukan untuk memanggil gadis lewat ya! :D)

Bagaimana apakah pembaca TE bisa bersiul dan cetak-cetok itu? Kapan bisanya? Atau tidak bisa atau tidak boleh karena ditabukan? (Dulu memang aku sering dengar tidak boleh bersiul di malam hari karena memanggil setan 😀 ). Ini bisa dikatakan ketrampilan atau ngga ya? hehehe….

Have a nice Monday! Mine will be busy as usual….. Dan Tokyo sedang mendung nih (max 9 derajat), malas mau ngapa-ngapain. Belum lagi aku mulai menderita karena serbuk bunga/ pollen. Terpaksa minum obat anti alergi deh.

Tabiks

EM

Dewi WC

12 Jan

Judulnya aneh ya? Bukan DEWI dengan nama panjang yang disingkat menjadi WC tapi memang WC, atau Water Closet beneran! Abis aneh kalau aku tulis Dewi Kakus kan? Judul aslinya Toire no kamisama トイレの神様 dari penyanyi bernama Uemura Kana. Sebuah lagu yang aku dengar di acara Kohaku Uta Gassen, acara tahunan NHK dalam menutup tahun pada oomisoka (malam tutup tahun).

Terus terang aku sudah lama tidak dengar lagu-lagu Jepang yang baru dan aku rasa duh kok judul lagu seperti itu sih? Pasti ada sesuatu pesan di dalamnya. Gen langsung berkata, “Denger deh mel, lagu itu kamu pasti suka. Cocok untuk kamu”. Dan aku dengarkan…. dan…aku menangis! Lah? Kok Dewi WC bisa bikin nangis?

Ok aku akan coba terjemahkan isi liriknya ya… (baca deh sampai habis)

Sejak aku kelas 3 SD
entah mengapa aku tinggal dengan nenek
Memang tinggalnya  di sebelah rumah kami
sama saja, kami tinggal bersama nenek

Setiap hari aku membantu pekerjaan rumah
dan kami juga bermain “catur jawa” (seperti Igo)
Tapi aku paling benci membersihkan WC
dan nenek berkata padaku begini

**di ruang WC ya nak…
tinggallah dewi WC yang amat cantik
makanya jika kamu membersihkan WC setiap hari
kamu juga akan cantik seperti dewi

Sejak hari itu
aku selalu membuat WC berkilap
aku ingin menjadi cantik
setiap hari kusikat bersih

Waktu kami pergi berdua
Kami makan soba dengan daging bebek
dan aku marah besar pada nenek
waktu dia lupa merekam acara kesukaanku

Ketika aku besar sedikit
aku bertengkar dengan nenek
dengan keluargapun aku tidak harmonis
aku merasa “jauh” dari mereka

Hari liburpun aku tidak pulang ke rumah
berdua saja bermain dengan pacarku
tidak ada lagi soba daging bebek dan catur jawa
di antara aku dan nenek

Mengapa ya, manusia melukai manusia lain
membuang sesuatu yang berguna
Meninggalkan nenek yang selalu menjadi pendukung
meninggalkan rumah (di Osaka) dan hidup sendiri

Tinggal di Tokyo sudah lebih dari 2 tahun
Nenek  masuk rumah sakit
menjadi kurus dan pucat
aku menjumpai nenek di rumah sakit

“Nenek, aku pulang”
sengaja aku bicara dengan nada riang seperti dulu
baru sebentar bercakap-cakap
Nenek mengusirku  “pulanglah….” katanya

Keesokan pagi
nenek pulang dalam damai
seakan-akan selama ini
menanti kedatanganku
Padahal aku selalu diasuhnya
aku belum sempat balas budinya
aku bukan cucu yang baik
tapi nenek selalu menungguku

“di ruang WC ya nak…
tinggallah dewi WC yang amat cantik”
Kata-kata nenek itu
apakah bisa membuatku jadi cantik?

**di ruang WC ya nak…
tinggallah dewi WC yang amat cantik
makanya jika kamu membersihkan WC setiap hari
kamu juga akan cantik seperti dewi

Aku bercita-cita menjadi
menantu yang baik
Hari ini pun aku
membersihkan WC sampai mengkilat

Nenek… Nenek …. Terima kasih
Nenek… benar-benar..kuberterimakasih….
(terjemahan bebas “Toire no Kamisama” oleh Imelda Coutrier, lirik bahasa Jepangnya bisa lihat di sini )

huhuhuhuhu….. ayo anak perempuan! Siapa yang tidak menangis mendengar lagu seperti ini. Apalagi kalau sambil lihat video clipnya. (Video clip yang di Youtube sudah ditonton 7 juta kali lohhhh huibat deh).  Tentu saja mereka yang pernah mengenal kehadiran seorang nenek akan menangis. Kalau tidakpun, biasanya yang cerewet soal WC siapa? Kalau bukan ibu kita sendiri?

Dan memang cobalah datang ke Jepang. Sedangkan WC di kedai makan yang kecilpun, WC nya bersih. Kalau pergi ke restoran yang agak besar atau toko convinience store seperti 7eleven/circle K, bahkan di dalam WC nya biasanya ada daftar kapan dan siapa yang bertugas membersihkan WC. Cobalah pergi ke WC stasiun sekitar pukul 10 pagi, pasti bersih karena baru dibersihkan. Jangan datang jam 7 pagi, karena sisa-sisa kotoran dari malam sebelumnya memang masih banyak. Memang kadang aku juga menjumpai WC yang kotor, tapi itu tidak sampai 10% dari WC yang kukunjungi. Dan memang benar toilet menunjukkan bagaimana kepribadianmu, atau kepribadian masyarakatnya, seperti yang ditulis Mamah Aline di sini.

Lagu Toire no Kamisama ini sekarang memang sedang hit di Jepang, tidak tahu menempati rangking berapa, tapi cukup sering dipasang dimana-mana. Apakah lagu ini menggambarkan WC Jepang terlalu kotor sehingga perlu dibersihkan? Rasanya bukan…. Lagu ini terpilih dalam Kohaku Uta Gassen, lebih karena menggambarkan keharmonisan keluarga. Pentingnya keluarga sering diangkat sebagai tema karena seperti dalam lirik lagu itu memang biasanya anak-anak jika sudah masuk universitas, dan jauh dari tempat tinggal akan hidup kost sendiri, dan semakin jauh dari keluarga. Lagu ini memang membuat pemuda/pemudi  20-an tahun menangis terharu. Semoga saja mereka tetap memikirkan kakek/neneknya terlebih orang tuanya.

Tapi yang kadang aku merasa heran dengan penyanyi Jepang itu memang idenya untuk menciptakan lagu yang sangat beragam. Kok bisa aja gitchuuu… Dari kejadian-kejadian kecil sehari-hari saja bisa menjadi tema lagu. Tidak melulu cinta dan perselingkuhan seperti lagu-lagu di Indonesia. Tidak pernah akan terpikir kan oleh pengarang lagu Indonesia untuk memasukkan soal membersihkan WC atau menyeterika kemeja dalam lirik lagu? Tapi itu ada di Jepang. Selayaknya pemusik Indonesia juga bisa mengangkat tema-tema sosial/masyarakat dalam lagunya dan menjadikannya  populer!

NB:  Buat yang mau dengar lagunya seperti bagaimana silakan lihat di Youtube ini