Mari Masak Bersama Riku

30 Jun

Kemarin hari Minggu, Riku bangun jam 6:00 … “Mama kemarin janji mau buat kue kan?”

“OK!!”

So, kali ini Riku akan mengajarkan para pembaca blog ini untuk membuat kue. Namanya Ontbijtkoek. Bahasa Belanda yang artinya Kue untuk ontbijt =sarapan. Dan harus pakai bumbu spekoek supaya afdol. Juga PALMSUIKER, gula palem. Saya waza-waza bawa dari Jakarta.

Bahan:

4 butir telur (masukkan dalam cangkir/mangkok yang pas, ini akan menjadi ukuran)
1 mangkok palmsuiker (karena saya tidak suka manis biasanya hanya 3/4 nya)
1 mangkok terigu
baking powder 1 sdt
bumbu spekoek 1 sdt
dry fruits/kismis dan/atau almond slices

telur +palm suiker +baking powder + spekoek dikocok sampai mengembang

masukkan terigu sedikit demi sedikit pada adonan yang sudah mengembang, sambil diaduk satu arah perlahan. Masukkan dry fruits, masukkan loyang , dan taburi almond slices. Bakar dalam oven dengan panas 200 derajat kira-kira 20 menit. Ada yang suka masukkan mentega cair dalam adonan, tapi saya lebih suka oleskan mentega pada kue yang panas. Silakan santap panas-panas. Orang Belanda katanya sering makan kue ini dimasukkan dalam roti …aneh ya. hihihi

Karya Kai yang pertama

30 Jun

Sebagai mantan DJ Radio, saya punya banyak CD dan kaset. Kebanyakan kaset-kaset itu sudah saya pindahkan ke dalam Mini Discs, tapi karena kaset Indonesia amat sangat langka, saya tetap menyimpannya.

Waktu Riku kecil, sampai sekarang mungkin hanya sekitar 2-3 kaset yang menjadi korban ketrampilan tangannya. Tapi Kai yang belum berumur 1 tahun, sudah menunjukkan bakat terpendamnya yang mungkin bisa melebihi kakaknya.

Terus terang saya tidak tahu kaset ini isinya apa…moga-moga bukan yang saya suka… Mungkin Nike Ardilla… tapi kalau liat body nya kayaknya sih lagu baru. Sepertinya saya harus bereskan lagi kaset-kaset ini dan disimpan di tempat yang tak terjangkau… tapi di mana dong? Kolong tempat tidur sudah penuh tuh…

Masih tentang 18

28 Jun

Delapan belas atau Juhachiban.

十八番

Aku baru teringat suatu episode di karaoke:

“Imelda, lagu If hold on together itu juhachibannya kamu ya. ”

“Kok juhachiban, bukan ichiban?”

“Iya juhachiban disebut juga ohako, itu artinya sesuatu keahlian yang kamu kuasai”.

Lalu kenapa justru angka 18 yang dipilih bukannya angka 1 atau yang lain. Ada beberapa keterangan yang bisa dipakai. Pertama seorang Artis Kabuki yang bisa mempertunjukkan 18 adegan kabuki yang dikuasai, disebut Kabukijutsu juhachiban. Kedua, Waktu Buddha menjalankan 48 janji dalam perjalanan rohaninya, pada nomor yang ke 18 adalah menyelamatkan semua makhluk hidup. Dan yang ketiga, Seorang Bushi (prajurit) harus menguasai seluruh senjata seperti panah, pedang dsb sejumlah 18 jenis. Jadi angka delapan belas berarti menguasai sesuatu keahlian tertentu atau bahkan keseluruhan. Bagus ya….

Saya baru ingat ini setelah menulis “Ada apa dengan 18

Bear Hunt

27 Jun

A father and his four children–a toddler, a preschool boy and two older girls–go on the traditional bear hunt based on the old camp chant: “We’re going to catch a big one. / What a beautiful day! / We’re not scared. / Oh-oh! Grass! / Long, wavy grass. / We can’t go over it. / We can’t go under it. / Oh, no! / We’ve got to go through it!” The family skids down a grassy slope, swishes across a river, sludges through mud and, of course, finally sees the bear, who chases them all back to their home. It’s a fantastic journey–was it real or imagined?–with the family’s actions (and interaction) adding to the trip a goodnatured, jolly mood. The design of the oversized volume alternates black-and-white drawings with gorgeous full-color watercolor paintings, which Oxenbury uses to wonderful effect. Readers accustomed to her board books will find a different style here, of puddled colors and sweeps of light and shadow. The scale of the pictures and the ease with which the text can be shouted aloud make this ideal for families or groups to share. Ages 4-9.
Copyright 1989 Reed Business Information, Inc.

Ini adalah preview dari sebuah Picture Book terkenal dari Michael Rosen dan Helen Oxenbury (illustrator) yang berjudul “We’re going on a Bear Hunt”. Bahasa Jepangnya “きょうはみんなでクマがりだ”.

Ini adalah PB yang disarankan oleh pembaca cerita di TV bersamaan dengan “Gajah yang Malang”. Tadi malam buku ini terpilih kembali untuk dibacakan sebelum Riku bobo. Bed time stories. Riku bilang bahwa buku ini dipakai dalam pelajaran bahasa Inggrisnya, karena itu saya browsing dan ternyata buku ini cukup terkenal sampai terpilih menjadi “7 cerita terbaik”. Lucu juga ngebayangin anakku ini belajar bahasa Inggris dengan buku ini.

Hari ini kita akan menangkap beruang.

Beruang yang besar!!
Hari yang cerah. Kami tidak takut…
Wah rerumputan. Tinggi-tinggi.
Kita tidak bisa lewat di atasnya
Apalagi lewat di bawahnya.
Kita harus melewatinya.

Karena bukunya besar, enjoy juga menikmati gambarnya, dan berimaginasi membayangkan suasana hari itu. Yang lucu kejadian pada akhir cerita. Karena berakhir di dalam selimut dalam tempat tidur.

Curhat

26 Jun

Mencurahkan isi hati disingkat curhat. Perasaan dulu semasa aku masih di jakarta ngga ada deh istilah ini. Dulu kita pakai istilah apa ya untuk menceritakan isi hati? sharing? diskusi? ahhh kok aku lupa.

Anyway, tadi waktu aku kasih tidur Riku, pertama kali dia “curhat” ke aku. Kira-kira begini isi percakapan kami:

“Mama, aku punya satu masalah…. Mau dengarkan?”

“Tentu saja… apa sih masalahnya Riku?

“Aku belum pernah cium orang, atau dicium orang. Selain mama ya.”

weleh weleh…apa lagi ini….

“Emangnya kenapa? Kamu kan masih anak-anak?”

“Tapi Jack dan Cody (FS Suite Life dr disney channel) itu udah pernah. Mereka kan anak-anak”

“Anak-anak tapi mereka bukan anak TK seperti kamu. Mereka kan sudah SMP. Lagipula Riku, film itu adalah film Amerika. Di Amerika boleh begitu, tapi di Jepang tidak bisa. Riku jangan tiba-tiba cium anak perempuan teman Riku ya. Nanti mama dimarahin ibunya mereka. Kamu tahu, di Jepang itu tidak ada kebiasaan cium-ciuman seperti di Amerika. Tidak boleh. Budayanya beda. Di Indonesia juga sama, tidak boleh loh. Yang boleh cium-cium hanya keluarga saja, misalnya kamu cium Sophie (sepupunya) boleh, tapi kalau cium sembarang anak perempuan ya pasti dimarahi”

“Ohhh gitu ya”

“Riku ngga boleh percaya begitu saja sama acara TV. Kadang ada bagusnya dan kadang ada jeleknya. Tapi kalau Riku ada pertanyaan , ya tanya saja sama mama. Udah deh tidur aja….”

“Tapi aku ngga bisa tidur…”

“Jelas tidak bisa tidur. Habis kita ngobrol begini terus. Kapan bisa tidurnya. Udah jangan bicara lagi deh”.

Akhirnya setelah aku bilang begitu, dia membetulkan posisi tidurnya, dan diam. Aku nyanyikan dia “Medaka no kyoudai”, lagu lullaby penghantar tidurnya.

めだかの兄妹が川の中。
大きくなったら何になる?
大きくなったらコイになる。
大きくなったらクジラに。
スイスイ・・・・
だけど大きくなってもメダカはメダカ。
スイスイ!

Ikan Medaka kakak beradik berenang dalam sungai.
Kalau besar jadi apa?
Kalau besar jadi Ikan Koi,
Kalau besar jadi Ikan Paus.
sui sui (suara berenang)
Tapi ..kalau besar… Kakak-beradik Medaka tetap saja Medaka.

Sweet Paradise

26 Jun

Hujan… padahal aku sudah berencana untuk pergi ke imigrasi ambil pasportnya Riku dan Kai. Mumpung Mariko san bisa temani aku. Dia akan datang jam 11, padahal kalau kita mau pergi harus di atas jam 2 jemput Riku dulu. Karena hujan dan dingin… brrr cuma 17 derajat max, aku bolosin Riku (payah nih ibu). Sambil beres-beres, trus masak Rawon dan balado kentang (si Mariko san suka banget pedes), begitu datang aku ajak makan siang dulu lalu sekitar jam 12 siang kita berangkat. Saat itu tidak hujan lagi.

Sesampai di Imigrasi, beli meterai untuk pembayaran pembuatan paspor sebesar 6000 yen /anak. Kemudian langsung ke counter pengambilan. Dicocokkan foto dan pemohon (juga data yang terdapat dalam IC) selesai sudah. Tidak sampai 5 menit untuk 2 anak. Keluar dari Imigrasi itu, Riku minta dibelikan craypas….dan kebetulan di toko itu sedang ada campaign potongan harga 20%. Jadi deh craypas 30 warna seharga 2000 yen (= harga 1 lembar foto dari Laquan tuh) berpindah ke tangan Riku.

Dari lantai 9 kita turun ke lantai 1 untuk beli Krispy kreme…soalnya penasaran banget. Antrinya katanya 25 menit. Begitu masuk antrian ternyata kita diberi semacam keterangan dan semua yang antri diberikan donut yang glaze gratis… wah…bagus juga tuh…. gimana kalau cukup satu donut itu lalu pulang atau beli kopi aja yah hihihi. Terus terang saja, bukan selera aku. terlalu manis. Harga satu donut 180 yen. Jadi aku berdua Mariko beli semua rasa untuk cobain.

Sesudah itu dari sta Tachikawa kita pulang menuju Kichijoji. Lalu tiba-tiba aku teringat ada restoran Cake -all you can eat di Kichijoji. Mumpung sama Mariko bisa ke situ, soalnya my hubby ngga suka manis-manis dan would never go there. Apalagi Riku jejingkrakan begitu denger mau makan cakes. So begitu kita sampai di sta Kichijoji, kita langsung cari toko itu. Namanya Sweet Paradise. Untuk Dewasa 1480 yen, anak-anak 840 yen. Terus terang aku tidak terlalu berharap, soalnya dulu aku pernah makan cakes all-you-can-eat di sebuah hotel di Shinjuku, dan NO WAY…manis banget. Manis dan mahal. Tapi di sini ternyata tidak manis at-all. Selain kue-kue ada ice cream, spaghetti, sandwich and coklat cair yang mengalir dari Fountain. Aku pikir pasti manis deh…eeee ternyata tidak loh. Enak malah. Si Kai juga kenyang makan sandwich satu lembar.

Waduh hari ini makan yang manis-manis, jadi begitu pulang rasanya eneg juga. Udah ngga selera untuk makan malam lagi. Tepat jam 8 malam aku temani Riku bobo, sedangkan Kai sudah pulas dari jam 7.

Oh ya melengkapi yang manis-manis hari ini, beli dagashi (snack jaman dulu) berupa botol dari wafers yang isinya bubuk ramune, dan lolipop untuk Riku. Dulu waktu kita pergi ke Taman Safari di Gunma, Riku lihat lolipop besar, dan dia ingin sekali, tapi aku lupa untuk beli padahal sudah janji. Jadi kemarin lihat lolipop itu (meskipun kecil) dia minta dibelikan.

Kolam Renang – プール

25 Jun

Kemarin pertama kali Riku berenang di musim panas tahun ini. Menurut prakiraan cuaca katanya akan hujan, tapi ternyata sekitar jam 9 pagi cerah sekali dan panas 🙁 Jadi aku siapkan tas dia berisi handuk, celana renang dan topi, serta kantong plastik untuk baju yang basah. Menurut kurikulum TKnya Riku, kelas atas (nencho) akan berenang setiap hari Selasa, dan sampai dengan summer holiday dia ada 7 kali kelas olahraga (renang). Kemarin adalah yang kedua, karena yang pertama hari mendung. Jadi kalau hujan sudah pasti tidak berenang. Standar mereka jika udara di luar + suhu air = 50 derajat lebih, maka acara renang akan diadakan. Tahun lalu dia bisa berenang paling hanya 3 kali, karena banyak hujan. Semoga tahun ini dia ada banyak kesempatan untuk berenang.

Mereka berenang di kolam renang yang ada di halaman sekolah. Sebelum menuju TK nya Riku, saya selalu harus melewati SLB. Di halaman sekolah mereka juga ada kolam renang. Lalu saya tanya pada Mariko san, Apakah semua TK ada kolam renangnya? Jawabnya Ada… Kebanyakan TK,SD pasti ada kolam renang. SMP sebagian ada, sedangkan SMA daerah biasanya ada karena tidak ada masalah dengan lahannya. Wahhhh, setahu saya tidak ada sekolah di Indonesia yang mempunyai kolam renang. Mungkin di sekolah swasta? Saya bersekolah swasta  terus sejak TK, tapi tidak ada kolam renang. Ada pelajaran renang, tapi pakai fasilitas umum terdekat (waktu itu di Bulungan tuh…waktu SMP, SD tidak ada berenang). Lalu saya ingat di Sekolah Jepang di Jakarta yang di daerah Pasar Minggu dulu, ada kolam renangnya. Mustinya di sekolah di lokasi baru juga ada. Negara Jepang dan Indonesia negara kepulauan. Tapi apakah anak-anak Indonesia semua bisa berenang? Saya rasa tidak semua.

Hanya saya merasa aneh waktu pergi ke kolam renang di sini, milik pemerintah daerah. Kebanyakan dalamnya hanya 120 cm saja. Waaah kalau begini sih, saya mau saja berenang tiap hari. Soalnya saya itu meskipun bisa berenang, selalu merasa panik kalau harus berenang di tempat yang dalam. Di kolam renang belakang rumah (bukan punya saya loh, dekat rumah) memang ada tempat yang rendah tapi sistemnya menurun. semakin ke utara semakin dalam.Dan anak-anak dan ibu-ibu memenuhi bagian dangkal sehingga biasanya anak-anak muda harus berada di kedalaman 2 meteran. Brrr. Yang paling dalam cuma 3 m sih… tapi saya selalu merasa waswas. Kolam itu dulu sering dipakai latihan oleh keluarga perenang Item. Sejak dibangun kolam baru di tempat lain tapi tidak begitu jauh dari situ, maka kolam lama itu selalu dipenuhi anak-anak. Kolam yang baru memang lebih bagus dipakai untuk latihan renang 25 m. Selain itu ada kolam dalam 5 meter untuk latihan loncat indah. So, karena saya penakut, tidak pernah mau coba untuk berenang di kolam baru itu. Tapi waktu saya ke jkarta 2 tahun yang lalu, adik saya sekeluarga mengajak saya dan riku untuk berenang di kolam baru itu (sudah jadi lama juga sih). Itu saja satu kelemahan saya, saya tidak bisa melindungi anakku jika berhubungan dengan air, kolam atau laut. Saya paling takut air. Untung ada opanya, sehingga riku bisa saya titipkan. Opanya Riku perenang, waktu masih muda pernah berenang dari Makassar sampai ke pulau terdekat pelabuhan pp. Dia juga dulu pemain sepak bola.

Ketakutan saya pada air bukan disebabkan misalnya saya pernah tenggelam atau apa. Tapi dulu waktu kecil saya sring bermimpi harus berenang di kolam yang dalamnya sedalam gedung skyscraper. lets say 40 m. Saya berenang terus sambil ketakutan …jangan berhenti..jangan berhenti…karena saya tidak bisa mengambang (berenang anjing). Mimpi itu sering datang. Dan dalam kenyataan saya semakin benci pada kolam renang.  Karena itu waktu memilih nama untuk anakpun, saya menghindari kanji yang mengandung unsur air. Riku 陸 berarti daratan/benua. Tapi Kai 櫂 berhubungan dengan air dengan arti dayung, dan dia lahir tepat di hari laut. Tapi dalam kanjinya tidak ada unsur airnya, adanya unsur kayu.

Yang pasti Riku dan Kai suka sekali air, suka mandi dan berendam. Sejak bayi, tidak pernah nangis kalau dimandikan. Saya, riku dan kai menikmati sekali berendam di air hangat. Yaaah mungkin emang saya “jodoh”nya hanya pada bath-tub bukan kolam renang 🙂

Riku bersama Darma dan Sophie

Ada apa dengan 18

25 Jun

Emang sih kena sama namanya NH18, tapi yang aku mau tulis di sini tentang Riku. Aku heraaaaaan banget deh, dia suka sekali dnegan angka 18.

“mama, si ryo punya lebah 18 ekor loh”

“mama, si hiro giginya ada 18 yang copot…”

“mama, besok beliin coklat ya…18 biji….” dst dst

heraaaaaaaaaan banget deh, lalu tadi aku tanya sama dia,

“Riku kenapa sih kamu suka banget sama juhachi (18)?”

“Hmmm kenapa ya…ngga tau kenapa tapi sepertinya angka itu menarik. ada dua angka kan ju (10) hachi (8). Kata papa itu angka beruntung.”

“Mama suka angka 8 dari dulu, tapi delapan bukan delapan belas…. Kalau orang Cina/Jepang suka angka 8 karena kanjinya bagus”

Jadi, sampai sekarang aku pun masih tidak mengerti kenapa Riku suka angka 18. Dia lahir tanggal 25 bukan tgl 18 spt si om kita itu. Yah…setiap orang punya angka keberuntungannya sendiri-sendiri.

Photo Studio

25 Jun

Saya rasa, yang punya foto keluarga yang dipajang di ruang tamu dengan ukuran besar hanya orang Indonesia. Keluarga Indonesia waza-waza (dengan sengaja) akan pergi ke Photo studio untuk mengambil foto keluarga. Ada yang dengan seragam batik, atau kebaya/baju nasional, ada yang dengan baju hitam semua, ada yang dengan baju warna-warni alias bebas. Orang Indonesia boleh dikatakan suka berfoto. Kalau lihat blog orang Indonesia pasti ada isi foto sendiri/keluarga. Berlainan dengan orang Jepang, biasanya isinya foto anjing/kucing kesayangan, makanan, benda, pemandangan. Jarang yang memasukkan foto diri sendiri, foto keluarga, foto teman sekolah dll. Selain bermasalah dengan privacy orang, orang Jepang jarang mengabadikan sesuatu dengan foto. Anak muda Jepang sekarang, dengan adanya fungsi kamera di handphone mulai mengabadikan apa saja, dan mulai menjadi narsis seperti orang Indonesia hehehe.

Orang Jepang biasanya membuat foto di studio pada waktu mempunyai bayi yang berusia sekitar 30-40 hari, sekaligus dengan upacara Omiyamairi (Kunjungan perdana ke Kuil Shinto). Sesudah ke Kuil biasanya orang tua akan membawa bayinya ke foto Studio untuk dipakaikan kimono sewaan, lalu diabadikan. Kadang bersama orang tua + saudara kandung. Setelah upacara Omiyamairi, biasanya mereka akan ke studio lagi pada waktu perayaan shichi-go-san (7-5-3) . perayaan untuk anak perempuan berusia 3 dan 7 tahun, dan bagi laki-laki umur 5 tahun. Anak-anak itu akan memakai kimono, yang biasanya disewakan oleh Photo Studio itu. Setelah upacara7-5-3 itu, tergantung kondisi keluarga itu, ada yang pergi ke studio waktu upacara masuk TK (3 atau 4 th) atau masuk SD (6 th).

Sesudah itu biasanya akan membuat foto lagi pada waktu upacara menjadi dewasa Seijinshiki yaitu waktu usia 20 tahun. Waktu itu, seorang gadis akan memakai kimono yang dinamakan Furisode (lengannya panjang). Orang tua akan membelikan kimono ini untuk anak gadisnya, yang biasanya mahaaaaaaaaaaal sekali. yes, KIMONO is expensive. Ada mantan murid saya yang dibelikan kimono seharga 1.000.000 yen. Katanya, ini adalah pemberian termahal kepada anak perempuan, karena soro-soro (sebentar lagi) akan menikah. Sesudah menikah, furisode miliknya akan dipotong lengannya yang panjang sehingga bisa dipakai lagi dalam kesempatan yang lain. Tapi karena corak kimono untuk usia 20 tahunan biasanya cerah, tidak begitu cocok untuk mereka yang dianggap sudah berstatus ibu. Jadi? bagaimana nasib furisode itu? Ya , mungkin dijual atau menjadi penghuni lemari, dan bisa diberikan pada anak perempuannya kelak.

Setelah umur 20 tahun, foto berikutnya waktu lulus sarjana dan menikah. Untuk foto wisuda, mantan mahasiswi itu akan memakai Hakama, seperti kimono laki-laki tapi bercorak bunga. Sudah menikah? Tentu saja yang menjadi pusat perhatian adalah bayi yang baru lahir, dan kembali lagi ke siklus di atas tadi. Jadi foto keluarga biasanya hanya foto Bapak-Ibu-bayi (anak) dari . Dan sekali lagi, tidak semua orang Jepang menjalankan kebiasaan berfoto bersama satu keluarga.

—– hakama (perempuan dan laki-laki) serta furisode.—

Kalau di Jakarta, saya selalu membuat foto keluarga di Yo Photography di jalan Puloraya, dekat SMA ku dulu. Asal semua sudah siap, langsung difoto dan langsung minta cetak ukuran berapa, lalu pilih pigura, selesai. Kayaknya tidak pernah lebih dari satu jam deh. Lalu fotonya sendiri biasanya lebih artistik daripada foto di studio di Jepang. Foto di Jepang kebanyakan latarnya berwarna putih atau pastel. Sedangkan di Indonesia latar biasanya gelap, sehingga lebih menarik. Gaya orang Indonesia juga lebih beragam, lain dengan orang Jepang yang lebih kaku.

But, saya ketemu satu Photo Studio di Tokyo, di daerah Kichijoji, yang hasilnya sama dengan di studio Indonesia. Namanya Laquan Studio. Saya coba pertama kali di situ untuk pemotretan Riku kira-kira seperti Omiyamairinya. Tapi tidak menyewa pakaian dari mereka. Kebetulan ibu mertua berulang tahun ke 60, lalu adik dan adik ipar dari Sendai juga bisa hadir, sehingga kita membuat foto keluarga Miyashita yang pertama (di luar foto perkawinan). Sedangkan foto Riku bayi dengan oma opanya dibuat di Yo, jakarta. Nah anak kedua emang selalu kasihan deh. Kai sudah 11 bulan tapi belum pernah pergi ke photo studio. Lalu, tahun ini Riku berusia 5 tahun, jadi ada perayaan 7-5-3 (biasanya november). Karena mendekati november pasti studio penuh, mumpung masih banyak waktu saya pikir ambil foto sekarang saja. Apalagi kalau fotonya bisa jadi sebelum pergi ke jakarta. Bisa dijadikan hadiah untuk opa-omanya.

Jadi saya buat appointment hari Selasa kemarin jam 3, Riku dengan memakai kimono dan tuxedo, dan Kai memakai Kimono untuk bayi yang namanya odenchi. Wahhhh ternyata Kai nangis terus sehingga tidak sukses foto dengan odenchinya. Jadilah dia difoto hanya dengan pampers. Sedangkan Riku cerewet sekali. Dia sendiri yang pilih kimono dan tuxedo (baju pesta)nya. Waktu aku lihat kok hitam semua. Oi oi kamu masih anak-anak jangan pilih warna dewasa gini dong. Baju pestanya terbuat dari kulit, sehingga memang kita kasih nama baju Rockstar. Aku bilang tukar salah satu dengan yang warna cerah. Jadi dia tukar kimononya dengan yang berwarna biru dengan lukisan tradisional Jepang.

Hasilnya? Bagusan dengan Baju Rockstarnya itu daripada kimono. Mariko san yang menemani kita berkata, “Abis Riku bukan orang Jepang kan…lebih cocok yang Rockstar!” hehehe. Tapi emang benar aku lebih senang gayanya dia dengan baju Rockstar. Tidak sabar untuk menunggu hasil cetakan fotonya. Kemarin sebetulnya sudah pilih 30 lembar foto dari 148 lembar yang ada untuk dicetak. Tapi masih mikir karena mahal bo. Masak ukuran yang terkecil (L) biayanya 2100 yen ( Rp168.000) Kalau aku jadi cetak semua yang dipilih berarti 63.000 yen… wah bisa nangis deh. Memang sih biaya pemotretan, sewa baju semua gratis. Dan kalau dipikir-pikir 30.000 satu anak itu termasuk murah untuk Photo Studio di Jepang. Huhhhh, jadi bisa mengerti ya kenapa orang Jepang jarang berpotret sekeluarga hehehe. Kita akan lihat lagi foto-foto itu hari minggu bersama papanya Riku, dan biar dia tentukan berapa lembar yang akan kita pesan. Nanti kalau sudah jadi saya scan dan kasih liat deh…. ditanggung yang cewe-cewe berebut minta fotonya …hahaha (oyabaka.… arti harafiahnya orang tua bodoh, tapi ungkapan ini diucapkan jika orang tua memuji-muji anaknya sendiri. memuji keluarga sendiri seakan tabu dalam masyarakat Jepang. berlainan dengan masyarakat Indonesia ya…)