Canggih tapi….

29 Sep

Masih lanjutan dari Budak Gadget deh, yaitu betapa tergantungnya kita, terutama warga Jepang terhadap Gadget. Di satu sisi aku menyayangkan jika kita menjadi budak gadget, sehingga tidak bisa hidup tanpanya, tapi di sisi lainnya, ternyata dalam hidup di kota metropolis megapolitan Tokyo ini kadang mau tidak mau HARUS menjadi budak gadget.

Pertama cerita dari adikku Tina. Dia pemakai iPh*ne memang, dan sudah lama. Maklum karena orang IT, dia tentu tahu segala macam yang berkaitan dengan komputer. Beli tiket juga kalau bisa dengan online. Memang akupun sudah lama e-shopping juga, tapi untuk yang murah-murah, sedangkan kalau membeli tiket online, baru 2-3 tahun terakhir. Lebih nyaman kalau lewat telepon, dan memang karena aku harus beli tiket untuk anak dibawah 12 tahun, biasanya harus lewat telepon karena ada special request. Tapi aku baru terbatas pada pembelian tiket saja. Setelah mendapatkan e-tiket, aku printout dan bawa ke counter check in, dan mendapatkan boarding pass yang dicetak. Pernah mau mencoba online check in, ternyata pasporku sulit terbaca, jadi stop deh daripada ada masalah macam-macam 😀 Langsung ke counternya saja.

Nah adikku ini sering online check in, dan ternyata dari Tokyo, boarding passnya bisa berupa QR code, tanpa kertas boarding pass. Waktu mau mengurus imigrasi pun tinggal kasih HPnya, lalu pihak imigrasi baca dengan reader… atau waktu mau boardingpun tinggal menyerahkan HP atau menempelkan permukaan HP yang ada QR Codenya di pintu otomatis yang bisa membaca code tsb. Tentu saja cara ini tidak bisa dipakai waktu kembali dari Jakarta ke Tokyo, harus dengan kertas printout.

Aku tidak punya smartphone. Telepon genggamku di Jepang, masih telepon biasa, meskipun bisa terima email dan browsing dengan internet. Ya pas-pasan lah. Aku beli HP bernama biblio ini karena sesuai namanya bisa dipakai untuk membaca e-book. Padahal kenyataannya, aku malas memakainya karena displaynya yang kecil. Juga aku sadar masih banyak fungsi lainnya yang belum kukuasai semaksimal mungkin.

Fungsi yang baru-baru ini aku pakai adalah mendaftar sebagai anggota gerai karaoke dengan beberapa kali mengirim email, sampai dinyatakan sebagai member, diberi “kartu anggota” virtual berbentuk QR Code (yang belum tahu QR Code, bisa lihat di side bar kiri ada QR Codenya Twilight Express) . Lalu sebelum masuk ruangan karaoke aku harus menyentuh QR Code itu di reader untuk menyatakan bahwa aku adalah anggota, supaya bisa dapat diskon khusus dan harga anggota. Akhirnya aku cukup terbiasa dengan penggunaan QR Code ini.

Nah, hari ini aku merasa “dikerjai” lagi oleh kecanggihan teknologi ini. Jadi ceritanya nanti tanggal 20 Oktober 2012( 28 Oktober) , di Tokyo  akan diadakan Tokyo International Film Festival (TIFF). Dan tentu saja ada beberapa film Indonesia yang akan ditayangkan di sana. Suamiku Gen memang suka sekali menonton Film. Waktu TIFF beberapa tahun yang lalu, dia pernah pergi sendiri untuk menonton pertunjukan film Ada Apa Dengan Cinta di TIFF dan melihat dengan langsung si Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra sebelum pemutaran film. Jadi dia selalu mengikuti informasi penyelenggaraan TIFF setiap tahunnya. Dari dia aku tahu ada film : Atambua 39 ⁰Celsius (Riri Riza),  Mata Tertutup (Garin Nugroho), Soegija (Garin Nugroho),  Kebun Binatang (Edwin),  Babi Buta Yang Ingin Terbang (Edwin),  Laskar Pelangi (Riri Riza),  Sang Pemimpi (Riri Riza). Wah ada tujuh film loh!

Sayang waktunya banyak yang tidak cocok bagi pekerja. Dan diantara 7 film itu, ada satu film yang harus aku lihat, yaitu Soegija (tentu saja karena aku katolik :D). Dan menurut daftar penayangan film, “Soegija” ini akan diputar pada hari pertama tanggal 20 Oktober, pukul 20:20. Konon Garin Nugroho sendiri akan datang sebelum pemutaran film. Wah aku tentu tidak mau kehabisan tiket, kalau perlu beli tiket sebelumnya dulu. Nah waktu mau membeli tiket itulah aku merasa “dipermainkan” oleh gadget! Karena untuk pembelian tiket TIFF ini harus melalui sebuah situs yang bernama Ticket Board via website atau smartphone, dan sebelumnya harus menjadi anggota dulu (gratis sih). Dan kalau membaca peraturan pembeliannya satu HP hanya bisa membeli maximum 2 tiket saja. Wah kok angel (susah) ya. Sepertinya mereka akan mengirimkan tiket dalam bentuk QR Code sebagai tanda masuknya. Tadi aku sudah mencoba mendaftar menjadi anggota pakai bahasa Jepang, dan lumayan nyebelin 😀 Dan berhubung penjualan tiket TIFF itu baru dibuka tanggal 6 Oktober nanti, aku belum bisa mengetahui proses pembeliannya. Sepertinya kalau tidak bisa membeli dari website atau smartphone bisa sih menghubungi telepon khususnya. Kita lihat nanti saja apakah aku berhasil membeli online.

Tentu saja harapanku sebagai orang Indonesia, semoga banyak orang Indonesia yang tinggal di Tokyo bisa ikut meramaikan film-film Indonesia ini. Untuk mengetahui daftar film dan daftar penayangan bisa melihat website resminya yang berbahasa Inggris. Kita ketemu di Toho Cinemas Roppongi Hills ya 😉

Tanpa Anak = Sepi

27 Sep

Bukan aku yang bilang loh…. Karena kalau aku mestinya bilang Ada Anak = Ramai hahaha. Well punya dua anak krucil pastilah ramai dan…. repot. Nah pernyataan itu bukan keluar dari mulutku, karena aku tahu banyak juga pasangan yang belum/tidak mau punya anak karena satu dan lain hal. Ini adalah pernyataan KAI!

Tadi sore aku sedang melipat baju cucian. Di sini kalau tidak perlu sekali, aku tidak menyeterika baju-baju. Hanya kemeja dan baju luar yang lecek sekali yang aku seterika, sedangkan baju dalam cukup dilipat. Tiba-tiba, Kai yang sedang bermain di dekatku berkata (dalam bahasa Jepang):

“Nanti kalau Kai besar, Kai bisa punya anak ngga ya?”

“Kai mau punya anak?”

“Mau dong…. ”

“Kenapa?”

“Eh… kalau ngga ada anak kan sepi…”

“Iya sih. Ya mungkin saja punya anak. Tapi Kai tidak bisa melahirkan.”

“Loh kok?”

“Ya untuk punya anak, Kai harus menikah.”

“Kalau begitu, aku mau nikah sama Riku saja” (aku udah tahan ketawa nih)

“Ngga bisa nikah dengan Riku. Harus dengan perempuan.”

“Hiiii ngga mau menikah dengan perempuan”

“Ya kalau tidak menikah dengan perempuan ya ngga bisa punya anak. Karena perempuan yang melahirkan”

“Hmmmm… siapa perempuannya?”

“Ya ngga tahu. ”

“Susah dong kalau ngga tau”

“Ya mama doakan Kai dapat bertemu perempuan yang baik ya”

……. dia diam dan pembicaraan terhenti 😀

Aduuuh Kai… udah berpikir sampai sejauh itu. Tapi pemikirannya itu benar juga. Tanpa anak itu sepi!  Meskipun kadang kalau Riku dan Kai bertengkar duuuuh rasanya menyebalkan. Ribut! dan aku mendambakan rumah yang sepi….. Tapi kalau mereka sudah tidur seperti sekarang ini. Rumah memang sepi, tapi… kangen suara mereka juga.

Apalagi tadi waktu aku mendongengkan Kai, dia tanya macam-macam yang membuat aku pusing juga jawabnya. Buku Toy Story3.

“Mama kenapa  boneka itu tidak makan?”

“Ya karena tidak hidup… mereka tidak perlu makan”

“Tapi kan mereka hidup, mereka bergerak kok…” (Mampus gue!)

“Mmmm ini kan cerita Kai. Kalau cerita ya semua mungkin Tapi pada kenyataannya kan boneka itu tidak ada yang bergerak, berbicara apalagi nafas. Coba kalau boneka ultraman (yang ada di sebelah tempat tidur dia) tiba-tiba bicara…Hei Kai… Kai pasti takut.”

“Ngga, aku ngga takut. Aku senang.” (dooohhh)

“Kai buku cerita itu memang menceritakan macam-macam. Tikus bisa bicara, atau ada Setan Merah dan Biru di cerita Jepang,  Atau Momotaro yang lahir dari buah peach. Mana ada seperti begitu di genjitsu 現実 (kenyataan ), karena itu semua kuusou 空想 (khayalan) seperti dalam yume 夢 (mimpi) . Coba kalau tiba-tiba kamar ini bicara… susah kan”

Sambil ketakutan dia bilang, “Ya sudah, lanjutin bacanya…”

“Loh mama kan jelaskan karena Kai tanya-tanya. Makanya  udah dengerin aja mama baca”

Dan tak seberapa lama…

“Ma, ini kenapa ada tanda bulatnya (titik) di sini?” (Ada tanda titik di setiap kalimat)

“Ya kalau tidak ada tanda titik, mamanya cape bacanya sambung semua… Ini namanya titik, yang menandakan satu kalimat”

Hmmm memang Kai sudah masuk ke tahap bertanya yang susah-susah,dan aku harus siap menjawabnya. Dan pertanyaannya lain lagi dengan pertanyaan-pertanyaan Riku dulu. Lucu ya … setiap anak memang berbeda.

Kai meniru pastor dalam misa. Waktu kutanya, “Kai mau jadi pastor?” Dia jawab “Mau”… eh tapi kok mau punya anak ya hari ini 😀 Dia belum tahu bahwa pastor (Katolik) tidak boleh menikah dan punya anak 😀

So….. sepikah malammu kawan? Kalau sepi, silakan baca buku-buku fiksi yang bisa membawamu ke alam mimpi. Siapa tahu kamu bertemu dengan pangeran berkuda putih hahaha.  (Untung waktu aku kecil tidak pernah bermimpi menjadi putri sehingga tidak usah menunggu pangeran berkuda…lah wong pangeranku datangnya naik kereta listrik :D)

 

Budak Gadget

26 Sep

Wah sadis bener ya sebutan itu. Tapi kadang kala aku ingin sekali nyeletuk itu jika melihat foto dan berita seperti ini :

orang-orang yang antri di Ginza untuk membeli iPh*ne5, sudah sejak seminggu sebelum dirilis ….. gambar diambil dari http://weekly.ascii.jp/elem/000/000/108/108945/

Bayangkan orang-orang ini antri iPhone 5 di gerai Ginza sejak seminggu sebelumnya. Sampai ada yang bawa komputer lengkap dengan modem, atau bahkan ada yang bawa peralatan masak untuk berkemah! Segitunya deh. iPhone5 itu dirilis hari Jumat tanggal 21 September lalu, mulai pukul 8 pagi. Jadi aku bisa lihat tuh di TV panjangnya antrian yang mencapai 650-an orang (lebih mungkin). Duh segitunya! Ampun deh. Tepat ngga kalau aku katakan seakan manusia diperbudak barang?

Memang sih orang Jepang akan berbuat seperti ini juga jika ada produk-produk baru yang akan dirilis. Semua ingin menjadi yang pertama mendapatkannya sampai rela bersusah payah begitu. Tapi dari sisi lain, aku juga bisa melihat passion mereka, loyalitas mereka terhadap sesuatu. Ya, ada sisi buruk tapi ada sisi baiknya juga.

Mungkin kita tidak sampai diperbudak gadget, tapi kecanduan atau ‘gila’ gadget. Ada seorang temanku yang punya 5 buah handphone, dengan 2 BB, iPhone,dan 2 HP biasa…total 5 biji untuk dia sendiri (Dia baca ngga ya hehehe). Mungkin dia juga tidak marah kalau dikatakan “iiih kamu gila gadget, maniak banget sih!”, karena memang begitulah dia. Kalau dengan gadget dia bisa happy ya bagus kan? 😉 Untungnya dia tidak mengeluarkan semua HPnya ke atas meja waktu bertemu denganku… bisa-bisa aku tilep deh satu hehehe. Rasanya akan mengganggu juga jika waktu bertemu dengan teman, janjian di cafe, lalu misalnya dia mengeluarkan BB, iPhone, Tablet, dan iPadnya sekaligus….. oi oi… mau jualan bu? (Believe it or not, orang seperti ini ada). Cukup satu yang penting saja dong 😀 😀 😀

Meskipun aku tidak menyangkal bahwa gadget itu memang diperlukan, tapi menurutku jangan sampai kita dikuasai gadget. Susah loh keluar dari cengkeramannya. Contohnya si Kai. Selama di Jakarta dia diberi pinjaman Tab oleh omnya, karena sepupunya yang lain memakai Tab punya orangtuanya. Sampai di Tokyo dia sempat minta “Mama kenapa sih ngga beli iPad?”  dan aku jelaskan “Loh kan mama sudah bilang sejak di Jakarta, mama tidak akan beli iPad atau Tab, apalagi lihat kalian begitu kecanduan angry bird… oh no way!”. Padahal sebetulnya Gen sempat menawarkan membelikanku iPad sbelum ke Indonesia. Untung tidak jadi dan tidak akan! Dan aku miris melihat semakin banyak anak-anak yang tergila-gila dengan gadget, kalau bisa begitu lahir sudah dibelikan gadget oleh orang tuanya. Dan ini pemandangan khas di Indonesia loh. Di Jepang aku jarang sekali, hampir tidak pernah, melihat anak-anak (TK/SD) memegang HP apalagi Tab/iPad.

Jika sebuah kamera digital jika termasuk dalam kategori gadget, maka sudah pasti aku tergantung pada gadget. Karena aku suka memotret dan hampir selalu membawa kamera digital dalam tasku. Dari sejak sebelum Riku lahir (sekitar 10 tahun yang lalu) kami berdua memilih Canon PowerShot G2 sebagai kamera keluarga. Ketika G2 rusak, ganti dengan ‘kakak’nya G6, lalu waktu Kai lahir kami ganti lagi dengan G9, sampai dengan ke Jakarta Agustus lalu. Tapi akhirnya kami harus berpisah dengan G9 yang kami cintai itu, karena dia mati begitu saja menjelang Gen datang menyusul kami. Karena masih ada DSLR, kupikir aku akan bertahan tanpa kamera kecil. Tapi akhirnya Gen mengatakan, “Ayo beli saja Canon. Sejak dulu kan kita suka Canon, dan memang sekarang sudah ada yang terbaru. Tapi kita jangan beli yang terbaru, beli saja yang G12, karena itu yang terakhir sebelum namanya berubah (menjadi G1X)”… Ah kami berdua memang sentimentil soal beginian. Ciri khas capricorn, kalau sudah pilih satu, pasti itu terussss 😀

Yang lama dan yang baru….

Jadilah kami membeli Canon PowerShot G12 di Jakarta, dengan harga murah! Jauuuuh lebih murah daripada beli di Jepang. Yatta! Dan kami masih sempat pakai untuk merekam acara jalan-jalan kami di Kota Tua dan Museum Fatahilah. Dan ternyata tidak kecewa deh membeli kamera ini. Karena bisa meredam goncangan sehingga dalam kondisi bergerakpun bisa memotret (dan membuat video) dengan stabil.

Ada lagi satu gadget milikku yang terasa sekali kehadirannya terutama setelah aku kembali ke Jepang. Ya, namanya memang bisa menjadi singkatan dari Bau Badan sih, dan dimusuhi oleh teman bloggerku yang ini, mungkin karena imagenya yang jelek di matanya.

Jadi selama di Jakarta aku memakai BB, yang sudah berusia 2 tahun, tapi masih gres. Karena aku cuma pakai selama 1 bulan dalam setahun (ditambah kemarin jadi 2 bulan). Ya, BB itu tidak bisa dipakai di Jepang. Tentu saja karena aku tidak mau membayar roaming. TAPI, ternyata, jika network telepon dimatikan dan aku punya Wifi di rumah, aku masih bisa pakai untuk BBM dan email saja! Padahal di rumahku di Tokyo tidak ada Wifi. TAPI setting wifi itu ternyata mudah ya…. Aku tinggal membeli ruter dan… voila… jalanlah semua laptop dan gadget yang memakai wifi. Jadi deh aku bisa ber BB ria di Tokyo juga. Dan aku merasa bermanfaat sekali, karena papa dan kedua adikku di Jakarta hanya bisa respon cepat melalui BB. Manfaat pertama langsung terasa  waktu tanggal 1 September  pagi aku terbangun dan mendapatkan BBM bahwa papa masuk RS 🙁 Sejak itu hampir setiap hari aku menanyakan kabar papa, atau mendengar curhat papa yang sering kesepian di malam hari. Di waktu-waktu seperti itu rasanya ingin terbang ke Jakarta menemani dia ….

So, kesimpulannya gadget memang penting dan jika kita memang tahu memakainya bisa menjadi alat yang sangat berguna. Asalkan jangan kita diperbudaknya sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

Gadget apa yang sedang kamu inginkan?Aku sudah mencoret iPad dan Tab dari daftar keinginanku karena rasanya aku tidak perlu, sekarang tinggal iPhone hanya karena aku tertarik pada fungsi kameranya 😀 So, aku sedang menunggu ada yang berbaik hati membelikan iPhone5 (sambil melirik Gen….:D ) tapi tanpa antri! hehehe

 

20 Tahun dan Kopdar Tokyo

25 Sep

♥♥♥♥ Sebetulnya tanggal 23 September kemarin merupakan hari yang bersejarah untukku. Karena tepat hari itu 20 tahun yang lalu aku mendarat di Tokyo, untuk memulai  “petualangan” sebagai mahasiswa persiapan program S2 di Yokohama National University. Seharusnya aku menulis sesuatu yang “berbobot” untuk memperingati 20tahun kedatanganku, dan kebetulan juga 13 tahun tercatat di catatan sipil Jepang, sebagai Mrs Miyashita. Namun…. ya berbagai alasan yang bisa dikemukakan tapi pada intinya, aku tak tahu mau memulai menulis dari mana.

Sejak jumat sore, kami menginap di rumah mertua, di Yokohama. Karena seminggu sebelumnya, tepat pada hari lansia, kami tidak bisa pergi ke sana karena Gen harus mengajar (lalu aku pergi karaoke dengan anak-anak). Karena aku mulai semester genap di universitas S, maka aku otomatis keluar rumah dari pagi. Padahal hari jumat itu juga ada open school di sekolahnya Riku. Open School adalah kesempatan bagi orang tua murid untuk melihat dari dekat kegiatan pembelajaran di kelas anaknya. Jadi aku minta Gen untuk ambil cuti dan mengikuti acara open school itu. Gen sendiri senang karena dia jarang mempunyai kesempatan untuk melihat, lain dengan aku yang selalu hadir. Jadi setelah mengantar Kai ke TK, Gen ke SD dan berada di sana sampai harus menjemput Kai di TK pukul 2 siang. Kesan Gen : “Riku disukai teman, dan tidak terpengaruh pada teman yang ribut… itu yang penting. Dan dia juga aktif menjawab pertanyaan guru (padahal kalau aku yang datang dia malu-malu loh huh)”. Dan setelah kedua anak selesai sekolah, Gen bertiga naik mobil ke Yokohama, ke rumah mertuaku.

Sake Jepang : Momo no Shizuku, fanta jenis baru dan mozarella cheese+tomat dengan olive oil+ pepper

Aku sendiri dari pagi mengajar ke kampus yang kebetulan tidak begitu jauh letaknya dari rumah mertua. Sekitar 40 menit naik kereta. Jadi begitu selesai mengajar, aku menuju stasiun terdekat (meski terdekat juga masih harus naik bus 20 menit, atau taxi ) dan berbelanja dulu sebelumnya. Terutama berbelanja makanan yang mentah seperti sashimi dan roti serta keju. Aku juga sempat membeli sake Jepang yang enak, tapi karena ada persediaan sake yang dibeli ibu mertua, sake itu disimpan di lemari es saja. Tak disangka rombongan Nerima yang naik mobil pun bisa sampai di rumah mertua pada pukul 5 sore karena tidak macet, sehingga kami bisa mulai makan bersama lebih awal. Sake yang disediakan ibu mertua berasal dari Kyoto (jizake 地酒)  bernama Momo no shizuku 桃の滴 (Tetesan Peach), nama yang bagus dan rasanya juga bagus… tapi entah kenapa tidak seperti biasanya aku cepat mabuk minum sake ini. Mungkin karena aku tidak begitu fit juga ya. Alhasil  ibu mertua dan Gen terkapar di tempat tidur pukul 8 malam, sedangkan aku sebelum tidur masih sempat menyediakan nasi untuk anak-anak yang mengeluh lapar. (Kalau minum sake memang yang dimakan semua makanan ringan, seperti sashimi, salad, ikan dan nasi biasanya paling belakang, atau bahkan tidak makan nasi sama sekali…. jadi anak-anak juga makan sashimi, salad segala lauk tanpa nasi. Giliran sudah mau tidur, mereka mengeluh lapar, dan minta nasi).

Hari Sabtunya, kami makan siang dengan daging domba yang dibawa bapak mertua dari daerah Hokkaido. Daerah hokkaido memang terkenal dengan daging dombanya yang diberi nama Jengis Khan. Kupikir daging dombanya bau dan amis, eh ternyata cukup empuk dan enak. Anak-anak suka sekali makan daging domba, sampai aku tercengang melihat Kai yang tambah daging dan nasi terus. Hmmm anakku ini juga mulai menunjukkan sukikirai (pilih-pilih) makanan, tapi memang sejak kembali dari Indonesia aku melihat dia semakin tinggi saja.

Kami memang berencana pulang ke Nerima malam hari, karena aku mau ke gereja di Kichijouji hari Minggunya dan janji bertemu dengan Andori di Kichijoji untuk makan siang bersama. Tapi karena Gen ingin makan di restoran Indonesia Cabe, kupikir kalau dia bisa gabung maka lebih baik bertemu untuk makan malam saja, daripada makan siang. Jadi aku tanya apakah dia bisa memajukan janji bertemunya ke hari sabtu malamnya. Dan bisa.

Ya hari Sabtu malam itu kami mengadakan Kopdar (blogger) Tokyo yang ke tiga untukku, (yang pertama waktu bertemu Mas Agustus Nugroho, dan yang kedua Ade Susanti). Meskipun demikian aku pertama kali bertemu dengan Andori yang bertempat tinggal di Nagoya. Blognya (Toumei Ningen) memang berisi tentang kehidupan di Jepang, terutama film dan musik. Dia fans beratnya band Jepang Laruku deh ([L’Arc~en~Ciel). Andori juga mengajak Grace Kamila, yang konon juga blogger dan sekarang tinggal di Niigata. Pembicaraan kami apa ya? Selain soal blog/blogger, aku tidak bisa ingat, karena kebanyakan meredakan pertengkaran Riku dan Kai. Riku malam itu memang mengantuk, sehingga diam terus, sedangkan Kai full battery, sehingga maunya bermain. Susah deh…. setiap aku bicara, Kai pasti mau bicara juga dan menanyakan hal-hal remeh kepadaku. Sudah sering aku beritahu bahwa tidak boleh ribut kalau mama sedang bicara, tapi entah akunya yang gagal mungkin, dia selalu begitu. Minta perhatian. Setiap aku telepon juga, bahkan kalau aku telepon masuk ke kamar supaya sepi, dia juga ikut masuk ke kamar. Meskipun akhirnya dia juga akan minta maaf, aku sering harus meminta maaf pada teman yang di telepon karena ribut. Aku berharap kalau dia SD mungkin sudah bisa lebih tenang. (Makanya jangan telepon aku kalau malam hari/anak-anak bangun dan ada di rumah deh. Bakal tidak tenang ngegossipnya hahaha). Maaf juga kepada Andori dan Grace atas kenakalan anak-anakku ya. Nanti lain kali silakan datang ke rumah saja, biar lebih bebas bicara ya hehehe.

kopdar Tokyo ke 3 di restoran Cabe, Meguro

Jadi perayaan 20 tahunnya bagaimana? Selain dirayakan malam sebelumnya bersama Andori dan Grace, aku merayakan dengan “diam” berdoa di gereja pada misa jam 9:00. Tema misa kali itu juga tentang pengungsi/imigran, yang terpaksa harus meninggalkan negaranya untuk hidup di negara lain. Dengan bacaan : “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” Anehnya aku tidak merasa sedih atau terharu atau menitikkan air mata pada misa itu, seperti kalau aku mengikuti perayaan untuk saat-saat khusus pada kehidupanku kecuali pada saat menyanyikan lagu pujian ini :

Lihatlah burung di udara
Hidup tenang di padang bakung
tanpa menabur tanpa menuai
Sedangkan makhluk sekecil itu
Ada Tuhan yang menjaga

Sahabatku, hari ini mari kita memuji dengan nyanyian
Kasih Bapa di surga meresap pada semua makhluk.

ご覧よ 空の鳥 野の白百合を
蒔きもせず 紡ぎのもせずに 安らかに 生きる
こんなに小さな いのちにでさえ 心を かける父がいる

友よ 友よ 今日も たたえて歌おう
すべての物に 染み通る 天の父の いつくしみを

Buku pujian di gereja dengan not balok semua. Pertama kali datang ke Jepang mabok deh karena aku tidak bisa baca not balok. Sekarang sih sudah lumayan deh hehehe

Dan setelah gereja aku sempat berbelanja untuk makan malam bersama sekeluarga berempat…dan lupa mengambil foto :D. Kesimpulannya: Perayaan genap 20 tahun aku di Jepang aku lalui dengan …. sederhanaaaaaa sekali. Yang pasti aku mengucapkan syukur pada Tuhan dan kedua orang tuaku yang sudah melindungi aku dengan doa-doanya selama ini. Amin.

Hunting Room

19 Sep

Hunting Room bukan haunted room, atau yang pasti aku tidak mau hunting haunted room kecuali aku anggotanya ghostbuster hehehe.

Ya sebetulnya waktu aku mudik ke Jakarta kemarin itu, aku sempat hunting room, mencari apartmen/rumah kost. Bukan untuk saya tapi untuk sahabat blogger Ria a.k.a Jumria Rahman yang baru pindah dari Duri ke Jakarta.

Ria datang persis tanggal 17 Agustus. Aku sebetulnya ingin menjemputnya di bandara, tapi ternyata tidak keburu. Adikku juga mendarat sekitar jam yang sama dari Tokyo. Dan karena kami ingin membuat surprise untuk adikku yang berulang tahun, aku lari ke toko kue. Karena sudah mulai masuk liburan Lebaran, stock kue juga tinggal sedikit, tapi memang kuenya Helen’s itu uenak sekali. Cocok deh manisnya untuk keluargaku yang tidak suka manis.

Kopdar terpendek dengan Ria: 5 menit, cuma sempat berfoto di depan rumah 😀

Pas aku sedang berbelanja di Helens, Ria meneleponku bahwa dia sudah berada di depan rumahku dalam taxi. Dia ingin bertemu dulu sebelum pulang ke Bekasi, jadi langsung dari bandara ke rumahku. Benar-benar hanya say hello, berpelukan, berfoto dan bye-bye… karena adikku pas akan sampai di rumah juga. Ria pulang, aku masuk ke dalam rumah dan mempersiapkan kue ultah. Heboh rasanya. Tapi aku senang sekali bisa bertemu Ria meski sebentar, setelah dua tahun tidak bertemu. Dan, aku katakan kalau tanggal 18 aku masih belum ada janji apa-apa, sehingga bisa menemaninya mencari kost di daerah kemang, tempat kerjanya.

Jadilah tanggal 18 Agustus itu, aku dijemput Ria naik taxi. Kebetulan aku pun tidak ada supir/mobil, jadi tak apalah kami naik taxi. Lucu juga karena kami berdua itu sebetulnya kan harus naik turun mobil, mencari rumah kost, tapi naik taxi. Jadi setiap kali kami turun, taxinya menunggu kami. TAPI hebatnya Jakarta waktu liburan menjelang lebaran itu SEPIIIIII sekali. Bayangkan kami naik taxi dengan rute Bekasi – kebayoran -kemang keliling-keliling sampai pejaten, balik lagi kemang -kebayoran – dan berhenti di Senayan City, selama 2 jam hanya bayar 200.ooo rupiah! O o o murahnya, dan surganya Jakarta saat itu.

yang segini 7 jt an… memang daerah mahal sih ya 🙂

Kami melihat 6 tempat, mulai dari yang sudah Ria cari sebelumnya di internet. Sebuah kos dengan kamar yang bagus di lantai 2, living room + kamar + kamar mandi berikut dapur sebulannya 7 juta saja… duh, mahal yah. Lalu di lantai satunya kami ditawarkan kamar yang 5 juta. Pending dulu. Kami menyusuri jalan kemang dan melihat papan nama terima kost. Turun lagi dan melihat kamar yang cukup gelap, tidak jelek-jelek amat dengan harga 3,5 jta. Cuma kok gelap ya kesannya. Yang paling lucu dari melihat kamar-kamar dengan nama apartemen, kami juga mencoba cari dengan papan namanya “terima kost”. Aduh harganya sama 3 juta tapi bobrok sekali. Mana si Ria sempat melongok ke dalam sebuah kamar yang pintunya terbuka, dan berpenghuni lelaki telanjang dada dan hanya mengenakan kolor… kyaaaaa…. mengerikan :D. Gongnya kami melihat sebuah apartemen yang biasanya dihuni oleh expatriat asing. Harganya? Cuma 10 juta. tapi memang bagus sekali dalamnya. Terang dan modern. Aku juga mau tinggal di situ, tapi…. kok harganya mahal begitu ya. Kalau kantor yang bayarin sih OK.

nah ini standar untuk expatriate, jelas gajinya musti setara dengan gajinya orang asing dong hehehe

Jadi hari itu kami menyelesaikan hunting room dengan melihat 6 kamar, dan kesimpulannya Ria masih akan mencari lagi meskipun aku sudah tidak bisa temani dia sesudahnya. Otomatis hari Raya Ria juga tidak bisa mencari karena kena flu juga. Lagipula tanggal 19nya Gen sudah datang, jadi aku tidak bisa lagi mondar-mandir ke mana-mana. Dan sampai aku kembali ke Tokyo, aku tidak bisa menemani Ria pindahan ke kostnya yang sudah dia temukan sendiri. Karena aku belum pernah nge-kost di Jakarta, aku tidak tahu kondisi kost-kostan di Jakarta. Jadi hunting room bersama Ria waktu itu merupakan pengalaman yang menarik. Tentu saja asal ada uang, kita bisa mendapatkan kamar yang bagus. Tapi ada banyak faktor juga yang mesti dipikirkan, keamanan, penerangan, transportasi, cucian termasuk tidak, internet, dsb dsb. Susah ya pindahan itu 😀 (apalagi aku di apartemen di Tokyo ini sudah 13 tahun! Malas pindah-pindah)

sambil mengantar anak-anak ke lollipop, kodar dengan Nunu…. sehingga kami menamakan pertemuan ini dgn kopdar anak makassar 😀

Tapi personal touch #6 ku dengan Ria boleh dikatakan terjadi berkali-kali, dan semuanya juga karena Ria yang datang ke rumah. “MBak aku anterin pesanan palm suikernya ya… ” Atau sesudah kami mengantar anak-anak bermain di Lollipop Sency, Ria dan adiknya Uchi sempat mampir ke rumah, dan itu benar-benar merupakan chit-chat yang menarik, karena mengikut sertakan papa. Perlu diketahui Ria (dan Uchi) adalah putri Makasar, satu tanah kelahiran dengan papa. Dan Uchi masih kental sekali logat makassarnya sehingga lucu sekali kami mendengar dia berbicara dengan papa. Mereka berdua bercakap-cakap dengan logat Makassar. Senang loh melihat teman-temanku bisa akrab dengan papa.

Dan sampai hari terakhir sebelum aku naik pesawat, Ria masih menyempatkan datang untuk say good bye dan mengantarkan pisang ijo buatan ibunya. Ah memang kami berdua orang sibuk. Tapi kami selalu berusaha mencari celah untuk bisa saling berkomunikasi, syukur-syukur bisa bertemu muka. Sekali lagi aku mengingatkan diriku sendiri, bahwa silaturahmi itu bukan dari lamanya waktu kita bersama, atau seringnya kita bertemu, tapi dari kwalitas dan makna pertemuan itu sendiri. Ria buatku sudah seperti adik sendiri apalagi sejak kami tahu bahwa kami keturunan satu nenek moyang yang sama, dari Galesong. So Ria, welcome to Djekardah, enjoy my hometown, enjoy juga kemacetannya ya hehehe. Sampai ketemu lagi tahun depan.

Sesaat sebelum kami kembali ke Jepang. Terima kasih untuk pisang ijo….dan personal touchnya ya Ri **hugs**

Karaoke

18 Sep

Ah begitu banyak yang aku mau tulis, tapi akhir-akhir ini semangat menulisku terpecah ke beberapa kegiatan, dan ya, salah satunya adalah bermain game. Huh, padahal sudah hampir satu tahun lebih aku sudah tidak bermain game loh. Ternyata juga panasnya Jepang membuatku insomnia dan malas berpikir.

Sudahlah, jangan menyalahkan siapa-siapa. Mumpung lagi mau menulis, lebih baik aku tuliskan dulu apa yang ada di benakku sekarang.

Cuma mau laporan! Kemarin adalah hari Lansia, tapi kami tidak pergi ke rumah mertuaku di Yokohama. Karena tiba-tiba saja Gen berkata, “Mel, kalau aku kerja hari Senin, boleh?” (Soalnya Jumat nanti dia ambil cuti, untuk mengikuti open school nya Riku). Ya, tentu saja bolehlah. Akibatnya ada satu hari libur yang… nganggur. Riku begitu kecewa papanya kerja di hari libur. Jadi aku mengajak dia pergi ke karaoke.

Kenapa aku mengajak ke Karaoke? Sebetulnya waktu aku mudik kemarin ada dua kali kesempatan kami sekeluarga besar berkaraoke. Pertama waktu ulang tahun keponakan pas hari Idul Fitri. Kami diundang ke sebuah restoran di Kelapa Gading.Waduuuh aku udik deh, baru pertama kali ke Kelapa Gading Mall, dan lewat Mall of Indonesia 😀 Untung juga ada undangan itu, sehingga aku keluar dari predikat “udik” hehehe. Dan saudara-saudara, KGM itu penuuuh yah 😀 Berasa di Singapore juga karena banyak dijual makanan non halal. Ya, jadi ceritanya hari itu kami pergi “nyekar” dulu ke Oasis Lestari, sowan mama pada pukul 2 siang, lalu pulangnya daripada kembali ke rumah, lebih baik kami pergi langsung ke Kelapa Gading saja. Undangan ulang tahunnya sih jam 6:30, tapi jam 4 kami sudah di KGM. Ceritanya mau minum kopi, tapi di eat-and-eatbegitu banyak pilihan makanan, sehingga kami akhirnya kebanyakan ngemil “besar” deh 😀 (aduh terbayang lagi deh itu mpek-mpek uenaaak tenan)

Nah sekitar jam 6:20 kami menuju restoran Green Leaf, di lantai 2 saudara sepupuku  sudah memesan satu kamar besar yang berkaraoke. Jadilah kami makan (lagi) makanan chinese sambil berkaraoke. Wah meskipun jurang usia terbentang lebar, cukup seru lah. Ada tante-tante (adik-adik gue sih) menyanyi Maroon 5, yang usia belasan menyanyi… apa ya? judule aku ngga tau. Lalu yang opa-oma (papaku dan aku hahaha) menyanyi lagu Blue Velvet, Yesterday dan macam-macam deh, lagi tahun 60-an 😀 Senang juga mendengar suara papa menyanyi, karena sudah lama sekali kami tidak karaoke bersama. Ternyata suaraku bagus (huh muji diri sendiri, abis sapa lagi yang mau muji ya hahaha) karena keturunannya papa (etapi mamaku juga bagus loh suaranya). Aku ingat dulu kami punya LP karaoke player dan kadang menyanyi di rumah…. jaman kapan tuh ya? 1985-an mungkin.

di sini lumayan banyak lagu Jepang, tapi Rikunya yang tidak (sempat) nyanyi

Nah, kami deMiyashita juga diminta nyanyi bahasa Jepang, tapi lagu bahasa Jepangnya tidak ada yang kami tahu. Kalau lagu bahasa China tentu banyak. Apalagi untuk Riku, meskipun diminta nyanyi dia tidak bisa nyanyi, karena tidak tahu satu lagupun. Padahal Riku suka menyanyi. Mengulang “kemesraan” keluarga kami, beberapa hari sesudahnya kami pergi khusus ke karaoke bersama, mumpung masih libur lebaran. Nah, kupikir karena karaokenya khusus di tempat karaoke  (bukan restoran) mustinya banyak juga dong bahasa Jepang. Dan memang, banyak lagu bahasa Jepang, tapi….. Riku tidak tahu. Ada satu lagunya Southern All Stars yang diketahui Riku dan Kai, berjudul Namida no Kiss…. ngga banget deh untuk anak-anak, wong judulnya aja artinya “Ciuman Air mata” hahaha. Tapi mereka hafal karena sering kupasang di mobil, waktu kami bertiga pergi ke Meguro untuk mengajar.

kedua krucils menyanyi dengan asyiknya 😀

Karena selama 3 jam itu akhirnya Riku tidak bisa menyanyi sama sekali, aku bilang, “Pulang ke Jepang, mari kita latihan karaoke yuuk”. Dan kesempatan kemarin itu, kami bertiga pergi ke Kichijoji. Tentu saja karena karaoke room di Jepang, pasti ada lagu-lagu baru yang bisa dinyanyikan anak-anak terutama lagu OST dari anime-anime terkenal. Jadilah Riku menyanyi 5-6 kali lagu yang sama hahahaa.

Mamanya? sempat sih nyanyi lagu lama sementara Riku istirahat, tapi karena moodnya lain tidak begitu asyik deh nyanyinya. Aku jadinya menonton saja mereka menyanyi. Untung cuma 2 jam hahaha! Tapi Kai seperti biasa, malu-malu tidak mau menyanyi. Ini anak emang aneh. Kalau di rumah nyanyi kencang-kencang tapi kalau di luar rumah….duh susah disuruh nyanyi. Dia juga paling malu disuruh bergerak (berdansa mengikuti irama seperti senam/gerak dan lagu)… padahal nanti tanggal 8 Oktober akan ada acara olahraga di sekolahnya. Setiap hari dia tidak mau ke sekolah karena tidak mau disuruh ikut acara 🙁 Sampai terpaksa aku pakai berbagai cara membujuknya, ya es krim, ya coklat, ya ngga boleh nonton TV seminggu dsb. Cara yang paling ampuh adalah mencabut semua listrik jam 8 pagi sebelum dia bangun, supaya dia tahu, meskipun dia tinggal di rumah tidak bisa ngapa-ngapain karena tidak ada listrik 😀 (Bulus ya :D)

di lorong tempat karaoke

So, kami memang melewati hari Senin yang menyenangkan bertiga, berkaraoke. Tapi waktu melihat Riku menyanyi, akupun teringat dulu waktu aku pertama datang ke Jepang juga getol karaoke setiap minggu. Selain sebagai hiburan, bagiku karaoke merupakan salah satu cara belajar KANJI yang paling ampuh. Aku dipaksa untuk menghafalkan kanji dan mengucapkan bacaannya. Jadi kadang sebelum coba menyanyi, aku cari dulu bacaan kanjinya di kamus :D. Dan sepertinya karaoke akan menjadi salah satu tempat tujuan baru deMiyashita.

Suka karaokean? Apa manfaat karaoke bagimu? Yuuuuk nyanyi yuuuuk.

Washington Convention

13 Sep

Bahasa Jepangnya Washington Jouyaku ワシントン条約, adalah kata yang baru-baru ini aku perhatikan sekali.  Tentu saja sudah lama ada, tapi sejak Gen mengembangkan hobi mengumpulkan kupu-kupu, aku menjadi semakin memperhatikannya. Apa itu Washington Convention?

Washington Convention sebenarnya sebuah nama lain dari Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Hmmm Aku pernah membaca tulisan CITES ini tentu saja di blognya Mas Alamendah. Kalau mau mengutip dari blognya : CITES adalah konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies flora dan satwa  liaryang merupakan  suatu pakta perjanjian internasional yang berlaku sejak tahun 1975. Fokus utama CITES adalah memberikan perlindungan pada spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin akan membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. (Silakan baca lengkapnya di sini).

Sayangnya Mas Alamendah masih menyusun daftar selengkapnya hewan dan tumbuhan Indonesia yang termasuk dalam daftar Apendiks I  (84 spesies hewan 27 spesies tumbuhan), Apendiks II (,1.365 spesies hewan dan 880 spesies tumbuhan.) dan Apendiks III (9 spesies hewan) dari CITES itu. Ditunggu daftar lengkapnya.

Mengapa sampai aku harus memperhatikan daftar CITES ini? Sebetulnya tahun lalu waktu kami pergi ke Taman Kupu-kupu Cihanjuang di Bandung, kami sempat menangkap beberapa jenis kupu-kupu, tentu saja di luar Tamannya. Dan sebelum pulang kembali ke Tokyo, Gen mencari semua nama latinnya, dan mencari di internet, apakah kupu-kupu yang kami bawa itu termasuk dalam daftar CITES atau tidak. Untung saja kupu-kupu itu termasuk dalam jenis kupu-kupu biasa, tidak langka sehingga kami bisa bawa ke Jepang.

Specimen dari Kupu-kupu buatan Riku yang ditangkap di parkiran Taman Kupu-kupu Cihanjuang. Nama latin diberitahukan oleh Pak Hugeng

Tahun ini, kami tidak membawa jaring kupu-kupu, karena memang tidak berencana untuk pergi ke tempat yang banyak kupu-kupunya. Demikian pula waktu Gen datang ke Jakarta, karena sudah dalam suasana IdulFitri, kami yakin bahwa kami tidak bisa pergi ke mana-mana. Tapi kali ini kami (sebetulnya Riku) mendapat sebuah hadiah istimewa dari sahabat  blogger, Ata chan yaitu 4 jenis kupu-kupu yang…. begitu indah. Begitu Gen melihat isinya, langsung dia mengatakan, “Waaah ini bagus sekali, dan… sepertinya langka!” .

Hadiah dari Atachan untuk Riku. Indah sekali!

Jadi Gen langsung mencari nama-nama latin dari kupu-kupu itu (duh kalau aku sih pasti tidak ketemu, karena Gen punya pengetahuan tentang pembagian jenis kupu-kupu jadi dia tahu harus mencari di mana dan bisa saja ketemu nama-nama latinnya) . Nah ternyata dari 4 kupu-kupu hadiah yang kami terima, ada dua jenis yang HARUS memakai surat ijin jika akan membawanya ke Jepang. Daripada dimusnahkan begitu sampai di bandara, jadi kami memutuskan untuk meninggalkan ke empat kupu-kupu itu dalam kotaknya yang indah (dan pasti mahal itu) di Jakarta. Dan aku simpan di dalam lemariku di rumah Jakarta. Terima kasih banyak Ata chan untuk hadiah yang istimewa, dan mohon maaf kami tidak bisa membawanya ke Jepang. Gen amat sangat kecewa (sampai nangis tuhh hehehe) , tapi kita akan tanyakan apakah bisa membuat surat ijin untuk membawanya ke Jepang kelak. Kalau memang tidak bisa, ya kami tetap taruh di Jakarta, untuk dinikmati keindahannya di Jakarta. Personal touch #5 dari Ata chan selalu kami ingat dan hargai. Terima kasih banyak dari lubuk hati kami yang terdalam.

Ornithoptera priamus  メガネトリバネアゲハ (appendix II)

Kalau orang Indonesia (termasuk saya) bisa saja mengatakan, “Ahhh bawa saja, toh tidak ada yang tahu. Tidak akan deh diperiksa barang-barang kamu satu-satu.” Tapi karena suamiku orang Jepang, yang patuh (mungkin ada orang Jepang yang tidak patuh juga hehehe), sedapat mungkin kita harus mematuhi peraturan yang ada. Karena jika toh lolos dibawa ke Jepang, kami pasti akan “memamerkannya” di rumah atau fotonya di FB atau blog, dan….. akan ketahuan hehehe. Dan… konsekwensinya mendapat peringatan, disita atau mungkin harus membayar penalti untuk itu. Kesadaran mematuhi hukum ini pun selayaknya harus ditaati semua orang, dan merupakan kewajiban kita pula yang sudah mengerti hukum, untuk memberitahukan hukum itu kepada yang belum/tidak mengerti.

Troides hypolitus サビモンキシタアゲハ (Appendix II)

 

 

Personal Touch #3 dan #4

12 Sep

Berhubung ada yang pernah bertanya apa sih bedanya reuni dan kopdar? Aku mau menuliskan definisinya reuni yang saya kutip dari KBBI daring yaitu : re·u·ni /réuni/ n pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dsb) setelah berpisah cukup lama. Jadi reuni itu adalah kumpulan orang-orang yang pernah bersama (biasanya belajar bersama), kemudian bertemu kembali setelah berapa lama tidak bertemu. Sedangkan kopdar yang merupakan singkatan kopi darat (off air) adalah pertemuan di udara/darat dari kumpulan atau beberapa personil yang belum kenal secara nyata sebelumnya. Mereka berkenalan di dunia maya (atau fans dari siaran radio/TV) dan pertemuan secara fisik itulah yang disebut dengan kopi darat. Menurut jumlah pesertanya Reuni bisa disebut dengan reuni kecil atau reuni akbar. Tapi aku kok tidak pernah baca soal kopdar akbar ya? 😀 Adanya Pesta Blogger, yang konon namanya sudah berganti (lagi).

Reuni dengan mantan mahasiswa yang mengambil kuliah Bahasa Indonesia di Universitas S, bersama Sasaki Sensei

Nah kalau membaca definisi begitu maka aku juga jadi bingung sih ketika kemarin Sabtu (8 September) aku bertemu dengan mantan mahasiswa, murid bahasa Indonesiaku di Universitas S, yang sudah lulus 4 tahun yang lalu. Apakah pertemuan seperti ini bisa disebut sebagai reuni? Karena posisinya aku sebagai dosen dan mereka mahasiswaku kan? Biasanya Reuni adalah pertemuan antarmurid/mahasiswa….. tapi aku anggap saja itu reuni, karena aku punya prinsip: “Meskipun kedudukanku adalah pengajar, sebetulnya akupun belajar pada saat memberikan pelajaran/kuliah”. Dan senang sekali dengan kelas ini yang begitu kompak, selama kuliah dulu bahkan secara rutin juga bertemu (reuni) sesekali setelah lulus. Aku merasa bahagia mempunyai murid seperti mereka. Salah satu mahasiswanya, Tozu Arisa san, pernah kutulis di Kursi Roda dari Jepang

Tapi selama aku mudik ke Jakarta Agustus lalu, kalau dihitung aku jarang mengadakan kopdar secara rombongan (cuma satu kali yang di pasaraya itu saja ya). Karena itu aku membuat istilah baru, khusus untuk mudikku kali ini yaitu personal touch. Kopdar fisik yang lebih bersifat pribadi, dengan sentuhan pribadi, yang memungkinkan kami bercerita lebih banyak dan lebih dalam (emang laut hihihi).

Kalau personal touch #1 aku bertemu Reti Hatimungilku, dan personal touch #2 aku bertemu teman FB, Yeni Fransisca. Maka di personal touch #3 aku bertemu Nana Harmanto dan Broneo. Senang rasanya bisa bertemu mereka, yang waktu mama meninggalpun pada bulan Februari itu datang ke Jakarta. Tapi waktu itu tentu tidak bisa bicara lama-lama, sehingga waktu bertemu di Jakarta pas tanggal 17 Agustus itu aku bisa lebih santai untuk bercakap-cakap. Tema percakapan juga tidak jauh-jauh dari isi blog sih, terutama soal makanan yang beracun bagi tubuh setiap orang yang berbeda. Aku sebenarnya ingin sekali ke Tasik, tempat tinggal mereka, tapi karena bulan puasa/mendekati lebaran aku urungkan rencana itu. Semoga tahun-tahun mendatang/kesempatan mendatang aku bisa mampir ke sana, tentu jika broneo masih bertugas di sana.

Bertemu Nana dan Broneo, di Sency.

Personal touch #4ku adalah dengan Wita Fauzi. Sahabat Adik blogger yang sebetulnya sedang belajar di Rende, Italia (Tetangga jauhnya Roma). Kebetulan sekali dia juga sedang mudik ke Jakarta, namun karena sama-sama tidak punya pembantu, kami baru bisa bertemu tanggal 24 Agustus, sehari sebelum aku kembali ke  Jepang. Karena rumahnya lumayan dekat rumahku, dan sudah sering datang, kami tidak janji bertemu di luar. Kebetulan pas hari itu aku berjanji pada anak-anak untuk mengantar mereka ke kolam renang pagi-pagi, terakhir berenang sebelum kembali ke Tokyo. Dan Wita dengan tenangnya, “Gampang mbak, nanti aku nyusul ke kolam renang. Dekat rumah mtb kan?” Padahal aku yakin dia tidak bisa menemukan kolam yang berada terpencil begitu…eh ternyata sampai juga.. Memang kalau naik motor bisa aja ya cari-cari hehehe (EH tapi ini kurasa karena JIWA petualang si Wita aja yang tingkat tinggi. Wong dia bisa datang sendiri di rumahku di Nerima, Tokyo sana. SENDIRI! gokil bener deh!)

Bersama Wita di rumah… kameranya dibawa Gen ke TMII, jadi pakai BB deh hehehe

Sayang waktu dia sampai di kolam renang, kami sudah kembali ke rumah, jadi kami bertemu di rumah, dan melewatkan waktu tidak lebih dari 1 jam. Hanya bercerita-cerita soal Roma dna Italia, dan tentu tidak lupa untuk berfoto dong (namanya blogger tuh pasti harus narsis :D). Tapi ada satu yang begitu membuatku amat sangat terharu yaitu waktu dia menyerahkan oleh-oleh dari Roma. Sebuah ROSARIO….. Rosario (seperti tasbih untuk umat Islam, atau untuk umat Buddha) itu kami, umat katolik pakai untuk berdoa kepada Bunda Maria. Dan Rosario dari Roma, merupakan hadiah yang indah! Dan lebih indah dan bermakna untukku karena yang memberikan adalah seorang sahabat yang muslim. Aku sempat bertanya padanya, “Kamu tidak dilihat dengan aneh, seorang muslim berjilbab membeli rosario?” dijawab dengan tertawa…. dan …. satu lagi ucapannya di twitter waktu aku bilang “Ah aku juga mau coba kopi dari Italia” dia berkata, “Abis aku tidak berpikir kopi untuk kado untuk onesan (kakak perempuan)… cuma satu yang terpikir: Rosario”. Kopi dan rosario memang tidak bisa dibandingkan 🙂 Personal touch yang begitu mewah dan istimewa.

Ah Wita… terima kasih banyak… aku semakin yakin bahwa persahabatan kita melampaui kerangka agama atau pemikiran/dugaan lain yang mungkin dapat merusak persahabatan itu sendiri. Aku akan berdoa dengan caraku sendiri, semoga kamu kembali ke Rende dengan selamat, dan dapat meneruskan kuliahmu tanpa halangan. Dan siapa tahu setelah itu bisa belajar ke Jepang, atau London, negara impianmu yang lain. Kiranya persahabatan kita dapat abadi ya.

Tambahan informasi:

Rosario memang banyak dijual sebagai souvenir di toko-toko rohani. Jika ada yang memakainya sebagai kalung, tentu tidak bisa dilarang, karena terbatas sebagai souvenir dan belum diberkati. Tapi sebelum rosario baru kami pakai untuk berdoa, kami akan meminta berkat dulu dari pastor. Rosario yang terlah diberkati akan kami jaga, dan jika putus atau rusak, biasanya kami kumpulkan dengan hormat. Dulu mama pernah bilang bahwa rosario yang rusak harus dibuang ke laut, tidak boleh buang ke tempat sampah. Ternyata waktu aku baca di sini, dikatakan harus dibakar atau dikubur. Tapi sampai sekarang rosario-rosarioku yang rusak masih kusimpan saja.

 

Coba-coba & Personal Touch #2

6 Sep

Aku suka anak-anak karena mereka punya 好奇心( rasa ingin tahu) dan polos, dan aku selalu berusaha memberikan jawaban yang sewajar-wajarnya. Kadang aku bingung menjawab pertanyaan Kai yang suka aneh-aneh. Seperti kemarin malam waktu aku membacakan dongeng みにくいあひるのこ ”The Ugly Duckling” karya H.C. Andersen yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Sudah dua hari ini aku dan Riku bergantian membaca buku untuk Kai, mulai jam 8 malam sampai jam 9 lalu tidur dalam usaha mengurangi nonton TV.

“Ada seekor induk bebek yang sedang mengerami (menghangatkan) telur-telurnya. Kraaakk…kraaak satu persatu mulai menetas”
“Kalau tidak dihangatkan bagaimana?”
“Ya tidak lahir bebeknya”
“Kalau didinginkan?”
“Apalagi, kedinginan kan jadi tidak lahir….”
“Kalau dimakan gimana?”
“Kalau mama makan Kai gimana?” Dan aku pura-pura gigit Kai…..

Dibanding Riku, Kai tidak begitu suka mencoba sesuatu yang baru. Makanan apalagi. Dia hanya mau makan apa yang dia suka, sehingga kadang harus aku bujuk-bujuk untuk mencoba sesuatu. Sedangkan Riku, apa juga dia mau coba, makanan tentu nomor satu, tapi kegiatan lain yang dia belum pernah lakukan, dia juga mau mencoba. Seperti melompat dari papan setinggi 2 meter di kolam renang atau yang terakhir dia coba di Indonesia adalah Ice Skating.

Kebetulan tanggal 16 Agustus itu, aku janjian bertemu dengan Yeni Fransisca di Mall Taman Anggrek. Sudah lama aku tak ke sini, jadi kupikir mau mengajak anak-anak juga. Dan kupikir mereka bisa bermain dengan anaknya Yeni. Eh ternyata Yeni tidak jadi membawa anaknya. Jadi kupikir ya aku kasih lihat saja Ice Rink, tempat bermain Ice Skate di dalam Mall tersebut. Riku langsung bersinar-sinar matanya. Aku tahu dia ingin mencoba. Tapi aku tidak bisa menemani, jadi aku minta instruktur saja sekalian. Karena dia tidak bawa jaket, ya terpaksa aku membelikan jaket anti air sekalian supaya bisa dipakai juga di Jepang. Dan dia siap untuk mencoba sesuatu lagi yang baru!

Riku pertama kali mencoba ice skating di Mall Taman Anggrek

Memang rasanya lucu juga orang Jepang mencoba ice skating pertama kali justru di Jakarta, di negara yang tidak mengalami 4 musim 😀 Alasan pertama sih sebetulnya : karena jauuuh lebih murah mencoba di Indonesia daripada di Jepang 😀 Selain dari aku tidak tahu tempat terdekat rumahku itu di mana adanya. Biasa kan kalau sudah kembali ke Tokyo, banyak tugas yang harus dilakukan sehingga tidak terpikir untuk mencoba sesuatu yang baru. Ingin aku mengajak anak-anak ke Bali dan mencoba snorkeling (aku juga belum pernah). Prinsipku, kita harus mencoba segala sesuatu, urusan suka, atau tidak bisanya adalah urusan ke dua. YANG PENTING COBA!

Yeni bersama Riku dan Kai di ruang tunggu Ice Rink. Kameraku terputar settingnya sehingga hasilnya jelek…. 🙁

Dan tentu saja Riku tidak bisa melanjutkan ice skatingnya. Karena konsentrasi di kaki yang harus menjaga keseimbangan, maka kakinya cepat capai, dan menyelesaikan pelajarannya sebelum waktunya berakhir. Tidak apa. Jangan paksa. Karena kalau dipaksa dia akan benci dan tidak mau mencoba lagi. Yang pasti dia bangga sekali bisa mencoba Ice Skating.

Setelah Riku selesai, kami makan bersama Yeni. Aku bisa berbincang-bincang dengan Yeni mengenai hal-hal yang sama-sama kami ketahui yaitu mengenai penulisan. Aku memang kenal Yeni di Facebook, tapi aku selalu kagum pada tulisannya baik di status atau notes yang begitu memukau. Biasanya aku hanya membubuhkan “like” saja, dan jarang meninggalkan komentar,   bahkan aku tak meninggalkan jejak sama sekali dalam sebuah notes mengenai perjalanan spiritualnya yang kubaca. Tapi aku jadi lebih mengerti pribadinya dari tulisannya.  Dan aku seringkali diingatkan oleh tulisannya, tulisan khas yang sering disebut tulisan motivasi. Dan senang sekali bisa mendapatkan personal touch dengan Yeni waktu mudikku kemarin. Semoga persahabatan kita bisa terus berlangsung ya Yen. Terima kasih sudah menemani Riku juga bermain Ice Skating. Dan semoga, suatu saat (dalam waktu dekat) aku bisa membaca bukumu atau paling tidak blogmu 😀 😉

 

Aku bersama Yeni di Mall Taman Anggrek. Photo by Riku. Kai mengintip dari belakangku.