Buku Bagus

16 Nov

Menurutku hampir semua buku itu bagus! Kalau ada buku jelek, ya itu mungkin karena cara penyampaian, atau topik yang tidak menarik (ini juga relatif sih), atau editornya kurang cerewet hehehe. Bener ngga mas Din?

Yang sedikit adalah buku “luar biasa”, dan memang itu berbeda karena di situ sudah masuk unsur pendapat dan kesukaan masing-masing individu. Buku favoritku dan buku favorit kamu pasti beda deh. Jadi daripada menanyakan buku itu bagus atau tidak, lebih tepat mengelompokkan buku menjadi : buku menarik dan tidak menarik.

Nah, aku di blog TE ini sudah banyak memperkenalkan Picture Book Jepang yang aku rasa bagus dan menarik. Aku memperkenalkan picture book itu karena memang aku kagum pada keberadaan picture book dalam pendidikan anak-anak di Jepang. Sampai-sampai waktu pergi memeriksakan kesehatan  berkala bayi pertama kali di puskesmas, orang tua akan diberikan hadiah picture book gratis, untuk dibacakan pada bayi mereka. Tujuannya cuma satu: supaya bayi dapat menjadi anak-anak yang cinta buku.

Kali ini aku ingin menulis lagi tentang picture book yang bagus. Buku ini sudah lama Gen beli, mungkin musim panas tahun yang lalu. Tapi aku baru bacakan untuk Kai beberapa malam yang lalu. Riku sudah dibacakan Gen sejak awal beli. Tapi karena Gen yang bacakan, aku sendiri tidak perhatikan isinya. Tapi begitu aku selesai bacakan ke Kai, esoknya aku bilang pada Gen, “Buku itu bagus ya!”.  Jawabnya, “Itu aku buka-buka di toko buku, dan aku beli karena menurutku memang bagus. Buku ini merupakan buku pilihan untuk tahun 2009.” Dan… harganya cukup mahal, 1500 yen. (ssst padahal gambarnya ngga bagus loh— sekali lagi pendapat pribadi)

sampul buku picture book kali ini

Judulnya?” Okodademasenyouni” 「おこだでませんように」 dan aku yakin orang Indonesia yang sudah belajar bahasa Jepang tidak bisa menemukan arti dari judul tersebut. Karena sebenarnya cerita dalam picture book ini memakai dialek Kansai (Osaka, Kyoto dan sekitarnya) yang berlainan dengan bahasa Jepang standar. Sedangkan okodademasennyouni sendiri merupakan bahasa anak-anak (seperti mam untuk makan dalam bahasa Indonesia). Aku pun agak terbata-bata waktu membacakan picture book ini pada Kai, tapi…. isinya tetap tersampaikan.

Seorang anak laki-laki kelas 1 SD, berjalan pulang ke rumah dari sekolah sambil menundukkan kepala…

Aku selalu dimarahi. Di rumah maupun di sekolah….
Kadang-kadang mama pulang lambat dari kerja,
karenanya aku harus bermain dengan adikku.
Tapi entah kenapa khusus di hari-hari mama tidak ada,
adikku itu manja sekali…
“Apaan origami seperti ini. Jelek! Kertas lipat buatan mama lebih bagus”
“Cerewet! Lebih muda dariku sudah cerewet!”

Kalau aku marah, adikku langsung menangis.
Dan biasanya nangis terus sampai mama pulang.
Memang sih tengah-tengah berhenti, tapi begitu mama pulang…
langsung nangis lagi! huh….

Waktu adik menangis itu, mama selalu marah.
“Kamu gangguin adik lagi ya!”  (abis dia lebih muda dari aku minta macam-macam)
“Kamu belum bikin PR?????” (Ya iya… kan aku main dengan adik… kapan aku bisa bikin PR?)

Tapi, kalau aku bilang apa yang kusebutkan dalam hati itu,
mama PASTI marah.
Makanya aku diam saja dan berpaling.
Berpaling dan tidak bicara apa-apa, terima dimarahi.

Huh, aku selalu dimarahi.

Di sekolah pun aku sering dimarahi. (gambar dia pegang jangkrik, dan murid perempuan menangis)

Hari ini waktu istirahat, aku ngga dibolehin ikut main sepakbola oleh Ma-kun dan Ta-kun
“Kenapa aku ngga boleh ikut main?”
“Kamu ngga tau peraturan dan sering kasar mainnya sih!”
Aku kesal!
“Ohhh gitu ya? Aku biar diminta kamu untuk main bersama juga ngga mau!”
sambil berkata begitu aku tendang Ma-kun dan pukul Ta-kun.
Keduanya langsung menangis.

Guru langsung datang, dan hanya marahin aku saja.
“Kamu apain?” (Tuh mereka berdua yang duluan musuhin aku)
“Tidak boleh kasar kan!” (Tapi waktu dibilang “kamu ngga boleh ikut” , itu adalah pukulan telak di hatiku)

Tapi kalau aku bilang apa yang ada dalam hati, PASTI guruku akan marah.
Karena itu aku diam saja, dan berpaling.
Berpaling dan tidak bicara apa-apa, terima dimarahi.

Huh, aku selalu dimarahi.

(gambar: sambil berjalan pulang ke rumah….)

Kemarin juga dimarahi…
Hari ini juga dimarahi…..
Pasti besok juga dimarahi……

Sesungguhnya aku ingin sekali dikatakan, “anak baik”
Tapi mama dan guruku setiap melihatku, pasti dengan muka marah..

Waktu itu, aku bilang pada mama,”Kalau mukanya seperti itu nanti keriputnya bertambah loh”…. dimarahin lagi. Padahal aku ingin mama tetap cantik.

Aku harus gimana ya supaya tidak dimarahi…
Aku harus gimana ya supaya dipuji……
Apa aku memang “anak nakal?”
Padahal aku sudah masuk SD
Sudah jadi anak kelas 1.

Tanggal 7 Juli, kami menuliskan keinginan di kertas Tanzaku.
Ma-kun dan Ta-kun menulis, “Supaya bisa jadi atlit sepakbola”.
Tomo-chan menulis,”Supaya bisa pintar bermain piano”.

Aku berpikir.
Aku berpikir apa keinginanku nomor satu.
Waktu aku sedang berpikir keras…
“Ayo cepat tulis!”
dimarahi lagi…….

Kemudian aku menulis keinginanku dengan huruf hiragana yang kupelajari sejak masuk SD.
Dengan hiragana satu per satu, penuh perasaan.

“Okodademasenyouni” (Supaya jangan dimarahi)

Selesai menulis, aku selalu yang terakhir. (Aaaah pasti dimarahi lagi)
Sambil berpikir begitu, aku menyerahkan kertas Tanzaku pada guruku.
Guruku melihat tanzaku milikku….
Guruku teruuuus membaca kertas tanzaku milikku.

Ahhhhhh

Guruku menangis!!!!!

“Bu guru selalu marah ya…. maaf ya. Pintar ya tulisannya. Keinginan yang bagus!”

Haaaaaa…. guruku memujiku!!!!!!

Aku kaget sekali
Abis…keinginanku langsung terkabulkan!

Malam harinya, ada telepon dari guruku.
Mama lamaaaa sekali berbicara di telepon dengan guruku.
Selesai telepon, mama memelukku seperti waktu memeluk adikku.
“Maaf yah, mama marah terus-menerus”
sambil berkata begitu, mama memelukku erat-erat.

Karena adikku iri, aku memeluk adikku.
“Kamu berdua, harta mama yang paling berharga”
Sambil berkata begitu mama memeluk aku dan adikku… lamaaaaa sekali.

Tanabata sama, terima kasih.
Banyak banyak terima kasih.
Hari ini aku bahagia sekali.
Sebagai terimakasihku, aku akan jadi anak baik.

ZzZZzzzzzzz

***(Tanggal 7 Juli adalah peringatan tanabata. Berasal dari dongeng pertemuan dua kekasih yang bisa dibaca di sini, sehingga setiap tanggal tersebut orang Jepang mempunyai kebiasaan untuk menuliskan keinginan mereka pada kertas tanzaku dan menggantungkan di daun Sasa. Bisa baca cerita permohonan tanabata ini juga di sini.)

(Terjemahan oleh Imelda. Cerita ini aku terjemahkan hampir semua karena tidak bisa sepotong-sepotong. Ingat copyright ada di tangan penerbit. Jadi dilarang menyebarkan cerita keseluruhan tanpa menyebutkan sumber, apalagi mencetaknya)

Aduuuuh aku menangis sambil membaca buku ini. Bohong kalau aku tidak pernah marah pada anak-anak. Dan buku ini menceritakan perasaan anak-anak sesungguhnya. Mereka TIDAK BERMAKSUD UNTUK NAKAL. Pasti ada sebabnya, sedangkan kita, orang dewasa selalu menyalahkan mereka. Selalu MENYURUH MEREKA MENYESUAIKAN DIRI DENGAN KEHENDAK ORANG DEWASA. Padahal mereka juga belum mampu. Oh Tuhan… memang keinginan anak itu adalah permohonannya juga pada Tuhannya. Supaya jangan dimarahi. Supaya dipuji.

Anak butuh pujian! Dan tidak ada salahnya orang tua minta MAAF pada anak.

Buku ini benar-benar buku yang bagus. Dan sebetulnya HARUS dibaca oleh para orang tua, bukan anak-anak. Kita selalu beranggapan bahwa picture book itu untuk anak-anak saja. NO! Sebetulnya banyak picture book yang cocok untuk semua umur! Betapa banyak aku belajar juga dari picture book (silakan search kata kunci “picture book” di TE, pasti ada beberapa cerita yang telah aku perkenalkan)

Cerita ini dikarang oleh Kusunoki Shigenori, gambar oleh Ishii Koyotaka. Diterbitkan oleh Shogakkan pertama kali Juli 2008 seharga 1500yen(+pajak 5%)

Kenangan Abadi?

15 Nov

Kadang kita mengatakan perbuatan memotret sebagai “mengabadikan”.  Menurut KBBI daring mengabadikan adalah : 2.membuat gambar kenang-kenangan (dng dipotret, dilukis, dsb); menjadikan peringatan yg kekal.

Kekal? Abadi? Seberapa abadinya? Terus terang aku sedang mangkel karena HardDisc External 160GB kepunyaanku macet. Tidak bisa terbaca. Mungkin masih bisa diusahakan oleh ahlinya tapi untuk itu aku harus mengeluarkan uang cukup banyak, dan sekarang belum ada budget untuk itu (bisa seharga DSLR Canon Kiss4 terbaru tuh). Padahal di dalamnya berisi foto-foto sejak tahun 2003 dan koleksi mp3 musik Indonesia-Inggris-Jepang-Jerman-Belanda  dll. Soal koleksi musiknya masih bisa aku kumpulkan lagi, karena kebanyakan memang sumbernya dari CD-ku sendiri, tapi foto? duh duh duh. Kesal sekali. Soalnya baru sebagian yang aku copy ke HD 1TB aku, keduluan rusak 🙁

Karena itu aku sekarang sering mengupload foto di Photobucket atau FB karena ternyata dengan aku upload di SNS  semacam multiply, FB banyak membantu jika koleksi di HD hilang begini.

Amankah data Anda? Sudah dibackup? Kalau mau tahu serba-serbi back-up silakan baca tulisan adik maya saya Jumria di TV (Tuti Nonka’s Veranda) untuk detilnya, tapi dari situ juga kita bisa tahu bahwa backup di CD/DVD juga tidak abadi. Ada batas waktunya. Yaitu cuma 20 tahun. (sumber dari 朝日小学校新聞2010年11月8日)

Dari surat kabar khusus untuk anak SD ini, selain bahwa umur CD/DVD hanya 20 tahun, aku juga tahu bahwa sebenarnya IC Memory seperti Flash disc itu umurnya hanya 5-10 tahun. Hard Disc hanya 5-20 tahun (yaaah pas aku ulang tahun umur 60, data itu bisa jadi hilang semua deh). Sedangkan media yang boleh dikatakan umurnya lebih lama adalah Microfilm 500-900 tahun, Kertas (hihihi pada lupa sama kertas ya….) 250-700 tahun…. kalau tidak ada banjir dan kebakaran. Dan yang paling lama mendekati kekal atau semi permanen adalah BATU! Nah loh, kembali ke jaman batu aja deh.

Dan kelihatannya memang tahan lama seperti “batu” itu yang menjadi cita-cita dari peneliti Jepang di Keio University. Prof. Kuroda Tadahiro mengembangkan sebuah media yang diharapkan bisa menyimpan data sampai 1000 tahun yang diberi nama Digital Rosetta Stone(DRS). Dengan memakai sistem seperti IC Memory , dia mengusahakan data “dipahat” dalam DSR ini layaknya kita memahat batu, yang tidak akan hilang. Di dalam IC Memory itu  banyak terdapat transistor yang dapat meng – on off aliran listrik dengan perintah 1 dan 0.  Pelat IC memory itu sendiri terbuat dari silikon yang memang tahan lama, tapi metal berupa garis halus menghubungkan sirkuit itu bisa berkarat terkena kandungan air di udara. Nah, kalau saja IC itu benar-benar tertutup dari udara luar, maka tidak akan karatan sehingga bisa menjadi penyimpan yang semi permanen. Tapi kalau benar-benar tertutup maka tidak bisa dialiri listrik apalagi membaca datanya. Untuk itu dipakai induksi elektromagnetik seperti sistem IC Card yang dikenal masyarakat, misalnya membuka pintu peron hanya dengan menyentuhkan kartu dengan panel scanner.

Pak Profesor Kuroda dengan DRS nya

Harga DRS ini diperkiraan bisa mencapai ratusan ribu yen jika dengan kapasitas komputer sekarang yang sekitar 300 GB. Tapi seperti harga IC Memory yang setiap tahun harganya turun, diharapkan 10 tahun mendatang bisa dibeli seharga ribuan yen saja. Apalagi dalam 20 tahun mendatang, DRS bisa jadi dapat dibeli amat murah, dan yang terpenting jaminan umur data Anda itu bisa 1000 tahun loh!

Hmmm…. tapi siapa yang bisa memastikannya ya? kita toh tidak hidup 1000 tahun untuk menggugat pak profesor jika ternyata DRS tidak memenuhi janjinya itu. Tapi yang pasti memang kita sendiri yang harus berusaha memakai bermacam media supaya data yang ingin kita abadikan bisa benar-benar abadi, sambil berharap anak-cucu kita tetap menganggap data yang kita simpan itu memang penting untuknya, atau untuk generasi lanjutannya. Paling tidak sebagai bukti sejarah kita. Semoga….

(Sumber data dan foto dari Asahi Shogakko Shimbun 08-11-10)

Si Hitam dan Hantu

8 Nov

Sebetulnya buku ini sudah lama nangkring di rak buku Riku, tapi baru aku baca 3 hari lalu, karena Kai mengambil buku ini dan minta dibacakan sebelum tidur. Dan terus terang aku amat terkejut mendapatkan aku menangis di halaman-halaman akhir picture book ini. Oh Nakaya Miwa, aku cinta kamu deh! (Jarang-jarang loh aku memuji orang …hahaha)

“Kuro kun to nazo no obake” くろくんとなぞのおばけ adalah picture book lanjutan seri crayon yang dikarang/gambar oleh Nakaya Miwa, lanjutan dari Story of  Black Crayon yang pernah aku tulis di sini.

Kureyon kun to nazo no obake

Sekotak crayon. Cerita diawali waktu pagi hari, mereka menemukan bahwa si Kuning tidak ada di tempatnya. Padahal semalam masih ada. Mereka mencari kuning ke mana-mana tapi tidak bertemu. Terpaksa mereka menghentikan pencarian dan tidur karena sudah malam.

Tapi keesokan paginya, Si kuning chrome dan Si coklat tidak ada! Wah, ada apa ini? Mereka sibuk mencari ke 3 temannya tapi tetap tidak bertemu. Dan di pagi ke3 giliran Si Merah dan Si Pink tidak ada. Wahhhh semua ketakutan, dan menyangka ada hantu yang menyembunyikan teman-teman mereka ini.

Si Hijau menangis, tapi si Biru dan Biru Muda berkata,”Kami tidak takut pada hantu!”. Malamnya mereka berniat tidak tidur dan berjaga, untuk mengetahui siapa yang mengambil teman-temannya. Mereka menahan kantuk, tapi akhirnya tidak tahan, dan tertidur.

Pagi harinya yang ada hanya si Hitam. Semua temannya tidak ada. Hitam panik dan mencari temannya, dan menemukan jejak kaki. Supaya dia tidak tersesat, dia membuat garis dengan badannya, supaya bisa kembali ke tempatnya nanti.

Dan…akhirnya dia sampai di depan sebuah lubang di dinding. Rupanya itu rumah si Tikus. Hitam menemukan teman-temannya di dalam lubang tikus itu. Mereka senang sekali dapat berkumpul bersama. Tapi…

Muka mereka sangat khawatir. Dan satu per satu mereka menerangkan bahwa mereka sekarang berada di rumah keluarga tikus. Dan di pojok kamar, Kakek Tikus sedang sakit. Cucu Tikus lah yang mengambil crayon dari tempatnya di malam hari, untuk membuat gambar bagi Kakeknya. Mereka ingin menyenangkan kakeknya dan berharap dengan gambar yang dibuat Kakeknya dapat sembuh. Awalnya dengan warna Kuning saja, tapi tidak bisa. Sesudah itu dengan warna Kuning Chrome dan Coklat, juga tidak menarik. Semua warna dan gambar sudah dicoba tapi tidak ada yang bisa menghibur sang Kakek.

Kemudian Crayon berkata pada Cucu tikus: “Karena kami semua warna sudah berkumpul di sini, maka kami akan membuat gambar yang bisa menghibur. “Apalagi ada si Hitam, mari kita pakai Hitam” Kata si Kuning. Teman-teman si Hitam melihat si Hitam dan bertanya apakah hitam ada ide untuk membuat gambar yang bisa menghibur sang Kakek?

Voila! sebuah gambar tercipta dan sang Kakek yang melihat gambar itu tersenyum!

Gambar yang dapat menghibur si Kakek Tikus....

Ya sebuah gambar langit penuh bintang dengan Bintang Jatuh (nagareboshi 流れ星). Dan Sang Kakek bergumam, “Bintang. Semoga…semoga… aku bisa bertemu sekali lagi dengan Nenek….”

(siapa yang tidak mau nangis membaca seperti ini? …atau…cuma aku saja ya? ahhh… baca Picture Book aja menangis hihihi )

Keesokan harinya si Kakek meninggal. Semua menangis, tapi wajah Kakek tersenyum. “Pasti Kakek sudah bertemu Nenek di surga…..”

Judul: Kurokun to Nazo no Obake
Doshinsha/2009 /1260 yen

Pekan Baca

7 Nov

Aku benar-benar terheran-heran bahwa di Jepang ini ada yang namanya “Pekan Baca” Dokusho Shuukan 読書週間. Kupikir itu hanya tugas di sekolah Riku saja, tapi begitu mendengar Gen berkata, SELURUH JEPANG. Wow, sebuah himbauan dari pemerintah yang ditujukan pada semua warga negara. Segitunya?

Pamflet Pekan Baca tahun 2010, "Begitu sadar, sudah sampai di stasiun tujuan". Jangan heran kalau melihat orang Jepang membaca di kereta.

Pekan Baca tahun 2010 ini adalah yang ke 64, dengan tema “Begitu sadar, sudah sampai di stasiun tujuan”. Kegiatan Pekan Baca ini diawali tahun 1924, segera setelah Gempa Bumi Besar Kanto terjadi, Asosiasi Perpustakaan Jepang selama seminggu mengadakan berbagai kegiatan untuk menyebarkan kebiasaan membaca pada masyarakat yang didukung oleh penerbit-penerbit saat itu. Pekan Baca ini kemudian menjadi semacam “Festival Buku”, dengan berbagai perubahan-perubahan tujuan dan kepentingan/dukungan dalam pelaksanaannya. Kemudian akhirnya pada tahun 1965, panitia pengembangan membaca menjadi yayasan masyarakat khusus yang berada di bawah Departemen Pendidikan.

Riku juga mendapat selembar kertas dari sekolahnya yang harus ditulis dengan judul/pengarang buku yang sudah dibaca selama Pekan Baca. Selain itu aku juga membaca di surat kabar “Shogakko Shimbun” (Surat Kabar khusus untuk SD yang khusus kami langganan dari Asahi Shimbun) suatu gerakan di suatu daerah yang menghimbau anak-anak membaca lebih dari 100 buku selama setahun. Sudah cukup banyak murid yang berhasil melampauinya. Dan dari surat kabar itupun aku mengetahui bahwa buku bertema sejarah dalam bentuk penulisan apa saja, yang merupakan bacaan favorit. Setelah nomor 2 adalah cerita Kaiketsu Zorori. Wahhh ini memang favoritnya Riku deh, meskipun aku tidak bisa mengerti apa sih bagusnya cerita ini hehehe.

Waktu aku tanya pada Riku apa sih bagusnya cerita Kaiketsu Zorori ini, dia berkata: “Gambarnya bagus. Itu memang cerita tentang kenakalan/keisengan Zorori dan Ishishi/Noshishi –dua babi hutan asistennya– tapi dalam kenakalan itu pun ada kebaikan yang diajarkan. Balance. ” Hmmm memang sih, tanpa keisengan, dunia ini akan hambar ya….

Waktu aku tahu tentang “Pekan Baca” ini, aku cukup tersentak dan merasa bahwa aku harus ikut kegiatan ini dengan aktif dengan membaca buku. Tapi ternyata waktunya tidak ada, hanya bisa menyelesaikan 2 buku dari  S. Mara GD dan Maria A Sardjono, kedua penulis favoritku. Tapiiiii setiap malam paling sedikit aku mendongengkan 2 cerita dari Picture Book untuk Kai, yang memang dia dengarkan sampai habis. Kalau Riku, begitu kepalanya menyentuh bantal pasti langsung melempus…tidur ZzzZZz hihihi. Kalau Kai pasti sampai habis, dan terkadang aku membaca salah, atau melompati beberapa halaman karena ngantuk. Tapi dia TAHU…dan memaksa aku bangun dan menyelesaikan cerita hahaha.

Mungkin di Indonesia tidak perlu ada “Pekan Baca” seperti di Jepang, tapi untuk menggalakkan kegiatan membaca memang perlu tindakan aktif dari berbagai pihak. Termasuk diri sendiri.

Hari Jumat malam aku juga gembira mendapat kiriman buku dari diri sendiri, yang aku kirim dengan sea-mail. Buku seberat 6,8 kg, ongkir 400rb, sampai di Tokyo dalam waktu 6 minggu. Nah loh kapan bacanya ya? hihihi (Sambil ingat masih ada 17 kg buku dalam koper)

Bulan Tanpa Dewa

21 Okt

ini merupakan terjemahan dari nama bulan Oktober, yang bahasa Jepangnya adalah Kannazuki 神無月. Kalau melihat dari Kanjinya, langsung bisa mengetahui artinya yaitu bulan tanpa dewa. Dikatakan pada bulan Oktober ini, dewa-dewa dari seluruh Jinja (Kuil Shinto) di Jepang pergi ke Izumo Ooyashiro, Jinja “pusat” yang berada di prefektur Shimane. Jadi di Jinja-jinja selain Izumo jinja itu tidak ada dewanya. Kosong deh ….

Sehingga ada juga orang Jepang yang kritis dan pernah menulis di Yahoo Question begini, “Kalau dewa-dewa tidak ada di Jinja, buat apa kami pergi ke jinja untuk berdoa. Toh tidak ada dewanya, bagaimana bisa dikabulkan?” Hmmm benar juga teorinya ya. Meskipun bagi agamaku, Tuhan berada di dalam hatiku 😀

Nah, sudah tahu di Jinja tidak ada dewanya, yang aku heran kenapa cukup banyak matsuri (festival) diadakan di Jinja. Kalau tanggal 3 Okt, kami pergi ke Kuil Kitano, maka hari Minggu lalu (17 Oktober), kami bersepeda ke Kuil Hikawa (Hikawa Jinja) yang terletak dalam kompleks Taman Shakujii. Karena dari rumah kami terdengar suara ramai-ramai arak-arakan omikoshi (altar usung) . Riku dan Kai langsung ingin pergi ke Matsuri, jadi kami bersepeda ke sana sekaligus mengembalikan buku di perpustakaan. (Jalanannya cukup menanjak euy, padahal aku membonceng Kai sehingga menggeh-menggeh juga hehehe)

Omikoshi atau altar usung yang diarak-arak sekeliling Jinja

Seperti biasa, kami berdoa dulu di depan altar Jinja sesudah mencuci tangan di tempat cuci depan altar. Setelah itu kami mencoba minum teh hijau matcha yang biasa disajikan dalam upacara minum teh chanoyu. Teh Hijau matcha ini yang biasanya dibuat es krim, pahit tapi… manis. Nah loh bingung kan? Memang sebelum minum teh ini, sebaiknya makan kue manis atau dodol, sehingga waktu minum teh, tidak terlalu pahit. Untuk Kai, si pembuat teh membuat tehnya lebih encer dari biasanya. Dan Kai minum semua sampai habis.

Sesudah minum teh matcha itu, kami menonton pertunjukan taiko (gendang) yang dibawakan oleh perkumpulan anak-anak yang biasa berlatih di jinja itu. Aku selalu senang menonton pertunjukkan taiko. Adrenalin dipompa setiap hentakan dan dentuman gendang, belum lagi teriakan dan gaya mereka yang kakko ii …kereeeen. Pengen sekali deh belajar taiko, tapi aku ragu apa aku bisa. Sayangnya Riku sama sekali tidak menunjukkan apresiasi pada pertunjukan taiko itu. Dia bilang, “Mama…ribut, aku pergi ya…. ” Aku tahu dia tidak sabar untuk pergi mencari stand permainan dan… minta duit untuk itu hahaha.

Sementara Kai tetap bersamaku dan menonton pertunjukkan Taiko. Sayangnya, dia melihat seseorang yang membawa senapan, dan dia juga mau! Heran sekali deh, dia suka sekali main dengan senapan dan pistol-pistolan. Sepertinya dulu Riku tidak terlalu bermain dengan pistol deh.

Osakayaki, sejenis kue dengan isi daging dan sayuran (seperti okonomiyaki)

Dan tentu saja Gen melarangku membelikan senapan untuk Kai. Jadi deh Kai merajuk dan merengek, berteriak minta dibelikan. Jadi kami cepat-cepat pulang, selain juga kami merasa bahwa toko-toko yang ada di festival itu sedikit dan tidak menarik juga. Padahal kuil ini cukup besar untuk daerah ini. Aku juga sempat mendengar seorang ibu berkata harus mendaftarkan anaknya untuk upacara shichi-go-san (7-5-3) peringatan khusus untuk anak-anak yang biasanya dilakukan bukan November. Sayangnya untuk anak laki-laki hanya diadakan pada usia 5 tahun, jadi masih 2 tahun lagi untuk Kai. Saat itu anak-anak itu akan didoakan di kuil dan memakai kimono yang bagus. (sewa dari photo studio sih biasanya).

Oktober masih ada 10 hari lagi, tapi mungkin matsuri (festival) sudah tidak ada lagi karena kuil-kuil biasanya sibuk menyambut shichi-go-san. Dan tentu saja menyambut kembalinya dewa-dewa ke jinjanya masing-masing. 🙂

Miko san, asisten Kannushi, pendeta Shinto dalam upacara-upacara keagamaan.

Keterangan tentang Miko san 巫女さん bisa dibaca di sini.

Summer Festival

25 Jul

Panas! Panas! Panas!…… Tapi kalau terus mengeluh panas, maka kami tidak akan bisa menikmati liburan musim panas kami. Kebetulan hari Jumat tanggal 23 Juli lalu, Gen bisa pulang lebih cepat dari biasanya (padahal mustinya bisa libur satu hari, karena ada urgent terpaksa ngantor setengah hari). Sekitar pukul 7 malam, Gen tanya pada Riku, “Sekolah kamu ngadain natsu matsuri (summer festival)?”. Tapi karena tidak ada pemberitahuan apa-apa dari pihak sekolah, maka Gen naik sepeda untuk mencari tahu asal suara “don don don” tetabuhan dan kerincingan yang biasa dipakai untuk Bon Odori (Tarian musim panas). Dan Gen pulang membawa kabar bahwa memang ada festival “Oyako Bon Ondori” (Tarian musim panas untuk anak dan orang tua) yang diadakan oleh sebuah TK swasta dekat rumah kami. Tentu saja semua warga Nerima bisa datang, dan acara sampai pukul 9 malam.

Kami cepat-cepat makan malam, lalu pergi menuju TK itu, jalan kaki dan cukup jauh untuk ukuran Kai…tapi dia terus berjalan sampai TK itu. Begitu sampai di sana Gen dan Riku langsung berbaur, masuk dalam lingkaran tarian Bon Odori, sedangkan aku dan Kai berdiri di luar lingkaran sambil memotret. Festival musim panas ini merupakan pengalaman pertama bagi Kai setelah hidup 3 tahun di dunia ini, jadi dia memperhatikan dengan seksama.

 

Siapa saja yang datang menikmati acara ini. Banyak pula yang datang memakai yukata dan jinbei (bagi anak laki). Sayang aku tidak sempat memakaikan jinbei pada Riku dan Kai.

Setelah menari 2 putaran tarian, kami menuju tenda jualan yang ada. Memang kecil-kecilan karena rupanya ini adalah kegiatan RW kami. Tidak seperti summer festival di tempat lain yang penuh dengan tenda jualan yakisoba (mie goreng), takoyaki (octopus ball), pisang coklat, ikan bakar dll, di TK ini hanya ada 2 tenda jualan yang dikelola PTA dari TK tersebut dan PTA dari SD sekolah Riku. Mereka menjual pop corn seharga 50 yen dan kakigori (es serut) seharga 100 yen.

 

Di sini juga pertama kali Kai membeli pop corn sendiri. Aku berikan dia 50 yen, dan melihat dia pergi ke tenda itu dan membeli, dan kembali ke tempat aku duduk. Hmmm anak ini ngga ada rasa malu dan takutnya! 

 

Waktu malam memang lebih sejuk daripada siang, angin berhembus semilir ditambah dengan suasana meriah dari summer festival ini membuat kami sangat menikmati malam itu. Pukul 9 malam segala keramaian berhenti dan Riku pulang dengan cukup mahir menarikan Bon Odori. Anak ini, tidak seperti mamanya, kelihatan suka menari dan musik (Aku sama sekali tidak bisa menari dan bermain musik). Dia bisa membaca rythm yang pas…sayangnya dia malas latihan sehingga ketahuan sekali dia tidak bisa harmonika dengan baik. Yang dia suka adalah bermain ukulele dan menyanyi (nah kalau ini ikut mamanya dong! hihihi. Tapi Gen cukup bagus kalau menyanyi meskipun tidak hobi-hobi banget. susah mencari lagu yang pas untuk dia yang bariton untuk dinyanyikan di karaoke)

 

Sambil berjalan pulang, Kai dan Riku ramai mengucapkan terima kasih, dan Riku menagih papanya untuk bermain kembang api, yang sedianya dimainkan sehari sebelumnya tapi papanya keburu tidur kecapekan.

Satu set hanabi (kembang api) aku beli di supermarket, tidak banyak, tapi cukup untuk menikmati pancaran pijar api yang keluar dari setiap batang hanabi yang dibakar. Untuk Kai ini juga pertama kali….dan dia juga tidak takut untuk mencoba. Ribut sekali dia di pelataran parkir apartemen kami.

Dengan membakar senko hanabi yang pijarnya lebih tenang dan indah, kami menutup kegiatan satu hari itu. Kami telah mengawali libur musim panas kami dengan cukup meriah.

main hanabi di lapangan parkir, harus sedia ember berisi air, untuk pencegahan kebakaran.

Kertas

17 Jul

Sebetulnya sebelum melihat pameran wayang beber di Museum kertas yang aku sudah tulis di postingan BEBER sebelum ini, kami berkesempatan mengikuti praktek membuat kertas berupa kartu pos. Buru-buru karena kesempatan mencoba hampir ditutup. Kami ikut antri di lantai basement Museum Kertas tempat kegiatan ini dilaksanakan.

Menyimak penjelasan bahan-bahan kertas

Di meja pertama, aku dan Riku mendapat penjelasan bagaimana kertas itu dibuat. Dan waktu itu diperlihatkan bahwa kami akan memakai bekas kemasan susu segar. Kemasan susu itu sebetulnya mempunyai tiga lapisan, jika dua lapisan yang paling luar dikuliti, maka dapat kita lihat kertas yang berserat. Kertas ini dapat direndam air, dan menjadi bubur kertas (karenanya untuk bisa dimasuki susu diberi lapisan kertas tahan air).  Nah karena semua sudah dipersiapkan petugas, kami tinggal mengikuti urutannya saja. Lebih afdol memang kalau melihat fotonya ya.

Memilih saringan bermotif

Kami diminta memilih sebuah saringan kawat bermotif. Motif ini akan menjadi motif bayangan di dalam kertas. Seperti motif bayangan di uang kertas deh. Riku memilih Doraemon, sedangkan aku memilih burung bangau. Burung bangau adalah burung pembawa keberuntungan bagi orang Jepang, dan bisa dipakai kapan saja, tidak perlu melihat musimnya. Sulit memang tinggal di Jepang, apa-apa harus memikirkan musim. Misalnya ya jangan mengirim gunung bersalju di musim panas…. something like that deh. Harus timely gitchuuu.

saringan bermotif dan potongan kertas sebagai pemanis kartu pos

Setelah memilih saringan kawat halus bermotif itu, kami boleh memilih dua guntingan kertas bermotif, atau daun maple. Kertas/daun ini nanti akan “tertanam” dalam kertas putihnya dan mempercantik kartu posnya. Memang daun maple bagus sih ya, cocok dibuat motif. Sebetulnya bisa sih kalau mau memasukkan motif yang lain, tapi adanya cuma itu. Jadi aku dan Riku memilih daun maple beda ukuran.

Nah dengan tambahan motif itu, kami pindah ke meja dengan bak berisi air, dan di sebelahnya bak bubur kertas. Kami masukkan saringan bermotif itu dalam bak, dan sambil merendamnya kami masukkan bubur kertas separuh dan motif daun di tempat yang tidak menutupi motif burung bangau tadi. Jika burung bangaunya di kanan bawah, maka motif daun maple tadi ditekan di bagian atas.

Mengangkat saringan dengan hati-hati agar motif tidak berpindah tempat

Kemudian  kami angkat saringan tadi, yang terbawa adalah bubur kertas+ motif, seperti adonan pudding. Kemudian saringan yang masih mengandung banyak air itu diperas airnya, dengan cara ditekan, dipress dengan alat khusus. Sehingga seluruh kandungan air bisa keluar.

Menekan adonan kertas supaya kandungan air bisa keluar semua dengan alat khusus

Dan terakhirnya tinggal mengeringkan kertas itu memakai seterika. Finishing touch nya cap tempat perangko dan 7 kotak nomor kode pos Jepang.

Menyeterika kartu pos yang masih lembab

Seluruh prosesnya amat cepat (tidak sampai 10 menit) dan menarik, sehingga rasanya kok ingin mempunyai alat itu, dan membuat kartu pos sendiri. Mengirim kartu pos buatan sendiri pasti lain dari yang lain ya. Apalagi kalau ditambah tulisan made in imelda (bukan made in bali Madenya orang Bali loh hihihi). Dan memang toko museum dijual juga kit beserta keterangan untuk pembuatan kertas dari bekas kemasan susu, tapi harganya cukup mahal (menurut aku sih, sekitar 1200 yen).

Dengan kartu pos hasil buatan sendiri

Memang kertas dari kemasan susu ini tidak bisa kena hujan, karena dia nanti akan kembali lagi menjadi bubur kertas. Tapi justru itulah letak prinsip daur ulangnya. Kertas itu bisa didaur-ulang tanpa batas, dan dengan waktu yang cepat. Jadi daripada menggunakan plastik lebih baik menggunakan kertas kan?

Persentasi bahan pembuatan kertas. 61% dari kertas bekas.

Dalam museum memang menjelaskan bahwa konsumsi kertas di Jepang 61% adalah dari kertas bekas yang diolah kembali, 19% dari hutan, 14 % dari kayu tak laik pakai atau limbah kayu (semisal bangunan) dan 6% pulp impor. Kalau dilihat persentasinya, kita bisa tahu bahwa memang Jepang sudah menjalakan eco-paper. Aku tidak tahu bagaimana dengan Indonesia. Mungkin perlu ada penelitian lebih lanjut. Karena Jepang bisa mengolah 61% kertas dari kertas bekas berkat sistem pembuangan sampah yang teratur dari warga, yaitu warga sendiri rajin memilah sampah menurut jenisnya.

Uh si imelda pake nanya-nanya segala. ternyata yang kerja volunter di sini, dulunya pejabat dan orang penting di pabrik kertas loh.

Namun sayangnya konsumsi kertas di dunia terbesar dipegang oleh Amerika, dan Jepang mungkin hanya nomor 4 atau 5 saja (dihitung per kepala). Padahal seakan-akan Jepang banyak memakai kertas. Aku sempat menanyakan hal itu pada petugas di sana. Memang Jepang masih banyak memakai plastik, meskipun plastikpun akhirnya didaur-ulang juga. Aku tidak tanya sih, mana yang lebih murah ongkosnya, daur ulang kertas atau daur ulang plastik. Tapi menurut perkiraanku (mungkin saja salah) daur ulang plastik lebih mahal, karena tidak setiap jenis plastik bisa diolah kembali.

Museum Kertas ini sudah berdiri selama 60 tahun sejak 1950 menempati bekas pabrik Kertas Ouji dan berfungsi untuk menyimpan dokumen mengenai kertas baik kertas buatan Jepang maupun buatan Eropa. Pabrik Kertas Ouji sendiri merupakan pabrik kertas pertama di Jepang (dan ke 6 di dunia) dan didirikan tahun 1873. Pada tahun 1998 Museum Kertas menempati bangunan baru yang sekarang yaitu di dalam Taman Asukayama, bersama  2 museum yang lain.

di depan museum kertas

Paper Museum:

1-1-3 Ouji Kita-ku Tokyo, 114-0002

http://www.papermuseum.jp

HTM: Dewasa 300Yen, pelajar 100Yen

ssst jangan tanya saya soal pabrik kertas di Indonesia ya. Yang pasti beberapa saat yang lalu saya menerima artikel lewat milis, bahwa pabrik kertas leces terganggu operasinya karena tidak ada pasokan gas, karena berhutang sampai 41 milyar rupiah. Saya juga suka heran tentang kertas daur ulang di Jepang, kok hasilnya bisa putih. Soalnya kalau di Indonesia kan kertas daur ulangnya coklat tuh dan kasar. Di sini sampai tidak tahu bahwa itu kertas daur ulang. Dan seperti yang pernah aku tulis (lupa di postingan mana) orang TETAP akan membeli kertas daur ulang meskipun harganya sedikit lebih mahal dari kertas baru. Kata Gen itu sebagai prestige, bahwa perusahaannya ramah lingkungan. Wew…. Kalau kertas daur ulang  tetap dipakai masyarakat, tentu saja akan maju dan diproduksi terus.

Beber

14 Jul

Tahu “beber”? “wayang beber”? Kalau kata kerja “membeberkan” pasti tahu dong ya? Nah kali ini aku mau membeberkan sebuah fakta yang membuat kita sebagai orang Indonesia agak malu, hmmm paling tidak aku deh yang merasa malu.

Mengapa? Karena aku bisa melihat dan mengerti sedikit tentang Wayang Beber justru di Jepang ini. Dan itu pun karena diajak Gen untuk melihat pameran “beber” di museum Kertas, yang terletak di Kita-ku (bisa dibaca pengantarnya di cerita sebelumnya, Taman Asukayama). Dia baca di homepage Museum Kertas itu bahwa dari tanggal 19 Juni s/d tgl 4 Juli lalu itu ada pameran khusus yang bertajuk “Keindahan Kertas Kulit Pohon Asia” アジアの樹皮紙の美。

Dia bilang begini, “Di situ dipamerkan replika wayang beber yang berusia ratusan tahun. Katanya sering dipamerkan ke seluruh dunia, dan belum tentu bisa datang lagi ke Jepang, Yang pertama dan yang terakhir”…. Hmmm aku juga belum pernah melihat wayang beber, dan aku tidak yakin bisa melihatnya di Indonesia jika pulang  kampung. Karena itu kami sepakat untuk menghabiskan hari Minggu itu kami di Museum Kertas dan Taman Asukayama. Paling tidak Riku bisa bercerita bahwa dia pernah melihat sekilas kebudayaan negara ibunya.

Pameran wayang beber ini dilaksanakan di sebuah ruangan khusus untuk pameran temporer dalam Museum Kertas. Di lantai 4. Begitu masuk ke sudut itu, kami langsung bisa melihat gambar ini. Sss….t sebetulnya kami tidak boleh memotret di situ. Hanya ada satu foto jadinya 😀

Selain gambar wayang beber juga terdapat bermacam keterangan pembuatan dan pameran alat pemukul kertas daluwang

Di sebelah replika wayang beber yang dipajang itu tertulis proses dan cerita mengenai beber ini dalam bahasa Jepang. Dan untuk lebih mengerti lebih jelas lagi maksud pameran ini, kami disuguhkan dua video di ruangan tengah. Video itu mengenai pembuatan baju dari serat kulit yang disebut Fuya di Sulawesi Tengah. Yang membuat kami heran ternyata kulit pohon itu yang tadinya lebarnya tidak seberapa bisa ditumpuk kemudian  disambung dengan cara dipukul-pukul sehingga menjadi selembar “kain kertas” yang besar.

Video yang kedua tentang wayang beber yang hampir punah. Karena sudah tidak ada lagi pembuatan wayang beber dengan memakai teknologi jaman baheula itu , padahal kertas yang terbuat dari serat yang diberi nama Daluwang itu amat kuat dan tipis.

Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.

Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun patung serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara.Selain di Pacitan juga sampai sekarang masih tersimpan dengan baik dan masing dimainkan ada di Dusun Gelaran Desa Bejiharjo, Karangmojo Gunungkidul. (wikipedia)

Gambar wayang beber yang dipajang, dan menjadi pamflet pameran di Museum Kertas

Nah, dalam video itu kami ketahui bahwa ada seorang Jepang yang bernama Prof. Sakamoto yang akan memulai proyek menggali kembali penyelamatan wayang beber untuk  mengganti kertas wayang beber yang hampir punah itu. Untuk itu di daerah Bandung ada seorang pengrajin (aku tidak mencatat siapa namanya) yang membantu meneliti pembuatan kertas daluwang ini. Proyek ini dibiayai oleh pemerintah Jepang, sedang berjalan dan cukup memakan waktu lama.

Memang meskipun kertas Daluwang ini kuat, tentu saja tidak bisa bertahan melawan usia. Wayang beber yang ada tetap dipertunjukkan sehingga pedalang juga sangat berhati-hati memakainya (sampai robek-robek tuh). Hanya saja waktu kami menonton di video itu, pertunjukan wayang beber masih memakai penerangan dari api/tungku. Duuuh kalau sampai lembaran wayang itu tersambar api bagaimana ya….semoga jangan ada kejadian….

Dasar Museum Kertas... jadi tempat duduknya juga dari kertas tuh (kardus). Berempat menyimak pembuatan daluwang/fuya dari video.

Satu kali lagi mataku terbuka akan kebudayaan Indonesia yang hampir punah ini. Memang aku tidak mengerti wayang, tapi merasa ikut senang jika kekayaan budaya yang ada tetap dipelihara dan dijaga (dasar penyuka sejarah…) . Meskipun malu kenapa harus orang asing (orang Jepang) yang melakukan penyelamatan itu, aku bisa mengerti juga bahwa orang Indonesia meskipun mempunyai kesadaran akan kekayaan budaya, masih terantuk pada masalah waktu dan dana, sementara pemerintah yang diharapkan bisa menjaga keutuhan negara kita ini juga masih sibuk dengan urusan lain.

I wish…..

7 Jul

Wah cepat ya sudah Tanabata lagi. Tanggal 7 Juli dirayakan sebagai tanabata di Jepang, dan saat itu kita bisa menuliskan keinginan kita dalam tanzaku (kertas 短冊 ) yang akan digantungkan di daun Sasa. (Bisa baca tentang ini di posting saya tahun lalu, atau tahun lalunya lagi hehehe).

Saya tidak tahu Riku menulis apa pada tanzaku di sekolahnya, karena dia sudah bisa menulis sendiri. Tapi untuk Kai saya tuliskan permohonan dia : “Semoga bisa menjadi kuat seperti (Ultraman) Mebius”. Tentu saja keinginan seorang anak balita tidak sama dengan keinginan murid SD yang sudah bisa lebih mengerti bahwa Mebius itu adalah tokoh ciptaan saja, yang tidak mungkin ditiru.

Kalau melihat permohonan atau keinginan orang Jepang saat ini, dari rangking di Goo aku bisa tuliskan sbb:

1. Supaya semua anggota keluarga tetap sehat
2. Bisa melewati kehidupan yang gembira setiap hari
3. Menang lotere
4. Supaya kehidupan suami-istri awet dan berbahagia
5. Semoga Jepang dan seluruh dunia bisa hidup damai
6. Supaya bisa melakukan pekerjaan dan pelajaran
7. Supaya kondisi ekonomi dunia pulih
8. Supaya gaji naik
9. Supaya dietnya berhasil
10.  Supaya tidak terjadi gempa atau bencana lainnya
11. Supaya bisa menemukan pacar yang cocok
12. Supaya bisa tetap menjaga persahabatan dengan teman-teman yang sekarang
13.  Supaya bisa memiliki ………. (barang)  idaman
14.  Supaya bonus gaji bisa naik
15. Supaya bisa sehat dan kuat sehingga dapat bekerja keras
16. Supaya bisa menikah
17. Supaya bisa makan yang enak-enak
18. Supaya tetap awet dengan pacar yang sekarang
19. Supaya lulus ujian
20.  Supaya cintaku pada yang bertepuk sebelah tangan bisa terbalaskan.

Nah, nah, nah….  Aku sih emang ingin semua, kecuali nomor 3 (ngga pernah beli lotere),  No 11 (udah ngga perlu pacar hihihi, No 16,18 dan 20 (udah menikah soalnya 😉 ). Tapiiiiiiii keinginanku nomor satu sekarang: Supaya bisa mudik ke Jakarta!(Dan yang kedua…tentu saja yang No 9 hahhaha, padahal kalau aku pulkam ke JKT sudah pasti tidak bisa DIET hihihi)

Bagaimana dengan kamu? apa keinginanmu sekarang?