Buku Bagus

16 Nov

Menurutku hampir semua buku itu bagus! Kalau ada buku jelek, ya itu mungkin karena cara penyampaian, atau topik yang tidak menarik (ini juga relatif sih), atau editornya kurang cerewet hehehe. Bener ngga mas Din?

Yang sedikit adalah buku “luar biasa”, dan memang itu berbeda karena di situ sudah masuk unsur pendapat dan kesukaan masing-masing individu. Buku favoritku dan buku favorit kamu pasti beda deh. Jadi daripada menanyakan buku itu bagus atau tidak, lebih tepat mengelompokkan buku menjadi : buku menarik dan tidak menarik.

Nah, aku di blog TE ini sudah banyak memperkenalkan Picture Book Jepang yang aku rasa bagus dan menarik. Aku memperkenalkan picture book itu karena memang aku kagum pada keberadaan picture book dalam pendidikan anak-anak di Jepang. Sampai-sampai waktu pergi memeriksakan kesehatan  berkala bayi pertama kali di puskesmas, orang tua akan diberikan hadiah picture book gratis, untuk dibacakan pada bayi mereka. Tujuannya cuma satu: supaya bayi dapat menjadi anak-anak yang cinta buku.

Kali ini aku ingin menulis lagi tentang picture book yang bagus. Buku ini sudah lama Gen beli, mungkin musim panas tahun yang lalu. Tapi aku baru bacakan untuk Kai beberapa malam yang lalu. Riku sudah dibacakan Gen sejak awal beli. Tapi karena Gen yang bacakan, aku sendiri tidak perhatikan isinya. Tapi begitu aku selesai bacakan ke Kai, esoknya aku bilang pada Gen, “Buku itu bagus ya!”.  Jawabnya, “Itu aku buka-buka di toko buku, dan aku beli karena menurutku memang bagus. Buku ini merupakan buku pilihan untuk tahun 2009.” Dan… harganya cukup mahal, 1500 yen. (ssst padahal gambarnya ngga bagus loh— sekali lagi pendapat pribadi)

sampul buku picture book kali ini

Judulnya?” Okodademasenyouni” 「おこだでませんように」 dan aku yakin orang Indonesia yang sudah belajar bahasa Jepang tidak bisa menemukan arti dari judul tersebut. Karena sebenarnya cerita dalam picture book ini memakai dialek Kansai (Osaka, Kyoto dan sekitarnya) yang berlainan dengan bahasa Jepang standar. Sedangkan okodademasennyouni sendiri merupakan bahasa anak-anak (seperti mam untuk makan dalam bahasa Indonesia). Aku pun agak terbata-bata waktu membacakan picture book ini pada Kai, tapi…. isinya tetap tersampaikan.

Seorang anak laki-laki kelas 1 SD, berjalan pulang ke rumah dari sekolah sambil menundukkan kepala…

Aku selalu dimarahi. Di rumah maupun di sekolah….
Kadang-kadang mama pulang lambat dari kerja,
karenanya aku harus bermain dengan adikku.
Tapi entah kenapa khusus di hari-hari mama tidak ada,
adikku itu manja sekali…
“Apaan origami seperti ini. Jelek! Kertas lipat buatan mama lebih bagus”
“Cerewet! Lebih muda dariku sudah cerewet!”

Kalau aku marah, adikku langsung menangis.
Dan biasanya nangis terus sampai mama pulang.
Memang sih tengah-tengah berhenti, tapi begitu mama pulang…
langsung nangis lagi! huh….

Waktu adik menangis itu, mama selalu marah.
“Kamu gangguin adik lagi ya!”  (abis dia lebih muda dari aku minta macam-macam)
“Kamu belum bikin PR?????” (Ya iya… kan aku main dengan adik… kapan aku bisa bikin PR?)

Tapi, kalau aku bilang apa yang kusebutkan dalam hati itu,
mama PASTI marah.
Makanya aku diam saja dan berpaling.
Berpaling dan tidak bicara apa-apa, terima dimarahi.

Huh, aku selalu dimarahi.

Di sekolah pun aku sering dimarahi. (gambar dia pegang jangkrik, dan murid perempuan menangis)

Hari ini waktu istirahat, aku ngga dibolehin ikut main sepakbola oleh Ma-kun dan Ta-kun
“Kenapa aku ngga boleh ikut main?”
“Kamu ngga tau peraturan dan sering kasar mainnya sih!”
Aku kesal!
“Ohhh gitu ya? Aku biar diminta kamu untuk main bersama juga ngga mau!”
sambil berkata begitu aku tendang Ma-kun dan pukul Ta-kun.
Keduanya langsung menangis.

Guru langsung datang, dan hanya marahin aku saja.
“Kamu apain?” (Tuh mereka berdua yang duluan musuhin aku)
“Tidak boleh kasar kan!” (Tapi waktu dibilang “kamu ngga boleh ikut” , itu adalah pukulan telak di hatiku)

Tapi kalau aku bilang apa yang ada dalam hati, PASTI guruku akan marah.
Karena itu aku diam saja, dan berpaling.
Berpaling dan tidak bicara apa-apa, terima dimarahi.

Huh, aku selalu dimarahi.

(gambar: sambil berjalan pulang ke rumah….)

Kemarin juga dimarahi…
Hari ini juga dimarahi…..
Pasti besok juga dimarahi……

Sesungguhnya aku ingin sekali dikatakan, “anak baik”
Tapi mama dan guruku setiap melihatku, pasti dengan muka marah..

Waktu itu, aku bilang pada mama,”Kalau mukanya seperti itu nanti keriputnya bertambah loh”…. dimarahin lagi. Padahal aku ingin mama tetap cantik.

Aku harus gimana ya supaya tidak dimarahi…
Aku harus gimana ya supaya dipuji……
Apa aku memang “anak nakal?”
Padahal aku sudah masuk SD
Sudah jadi anak kelas 1.

Tanggal 7 Juli, kami menuliskan keinginan di kertas Tanzaku.
Ma-kun dan Ta-kun menulis, “Supaya bisa jadi atlit sepakbola”.
Tomo-chan menulis,”Supaya bisa pintar bermain piano”.

Aku berpikir.
Aku berpikir apa keinginanku nomor satu.
Waktu aku sedang berpikir keras…
“Ayo cepat tulis!”
dimarahi lagi…….

Kemudian aku menulis keinginanku dengan huruf hiragana yang kupelajari sejak masuk SD.
Dengan hiragana satu per satu, penuh perasaan.

“Okodademasenyouni” (Supaya jangan dimarahi)

Selesai menulis, aku selalu yang terakhir. (Aaaah pasti dimarahi lagi)
Sambil berpikir begitu, aku menyerahkan kertas Tanzaku pada guruku.
Guruku melihat tanzaku milikku….
Guruku teruuuus membaca kertas tanzaku milikku.

Ahhhhhh

Guruku menangis!!!!!

“Bu guru selalu marah ya…. maaf ya. Pintar ya tulisannya. Keinginan yang bagus!”

Haaaaaa…. guruku memujiku!!!!!!

Aku kaget sekali
Abis…keinginanku langsung terkabulkan!

Malam harinya, ada telepon dari guruku.
Mama lamaaaa sekali berbicara di telepon dengan guruku.
Selesai telepon, mama memelukku seperti waktu memeluk adikku.
“Maaf yah, mama marah terus-menerus”
sambil berkata begitu, mama memelukku erat-erat.

Karena adikku iri, aku memeluk adikku.
“Kamu berdua, harta mama yang paling berharga”
Sambil berkata begitu mama memeluk aku dan adikku… lamaaaaa sekali.

Tanabata sama, terima kasih.
Banyak banyak terima kasih.
Hari ini aku bahagia sekali.
Sebagai terimakasihku, aku akan jadi anak baik.

ZzZZzzzzzzz

***(Tanggal 7 Juli adalah peringatan tanabata. Berasal dari dongeng pertemuan dua kekasih yang bisa dibaca di sini, sehingga setiap tanggal tersebut orang Jepang mempunyai kebiasaan untuk menuliskan keinginan mereka pada kertas tanzaku dan menggantungkan di daun Sasa. Bisa baca cerita permohonan tanabata ini juga di sini.)

(Terjemahan oleh Imelda. Cerita ini aku terjemahkan hampir semua karena tidak bisa sepotong-sepotong. Ingat copyright ada di tangan penerbit. Jadi dilarang menyebarkan cerita keseluruhan tanpa menyebutkan sumber, apalagi mencetaknya)

Aduuuuh aku menangis sambil membaca buku ini. Bohong kalau aku tidak pernah marah pada anak-anak. Dan buku ini menceritakan perasaan anak-anak sesungguhnya. Mereka TIDAK BERMAKSUD UNTUK NAKAL. Pasti ada sebabnya, sedangkan kita, orang dewasa selalu menyalahkan mereka. Selalu MENYURUH MEREKA MENYESUAIKAN DIRI DENGAN KEHENDAK ORANG DEWASA. Padahal mereka juga belum mampu. Oh Tuhan… memang keinginan anak itu adalah permohonannya juga pada Tuhannya. Supaya jangan dimarahi. Supaya dipuji.

Anak butuh pujian! Dan tidak ada salahnya orang tua minta MAAF pada anak.

Buku ini benar-benar buku yang bagus. Dan sebetulnya HARUS dibaca oleh para orang tua, bukan anak-anak. Kita selalu beranggapan bahwa picture book itu untuk anak-anak saja. NO! Sebetulnya banyak picture book yang cocok untuk semua umur! Betapa banyak aku belajar juga dari picture book (silakan search kata kunci “picture book” di TE, pasti ada beberapa cerita yang telah aku perkenalkan)

Cerita ini dikarang oleh Kusunoki Shigenori, gambar oleh Ishii Koyotaka. Diterbitkan oleh Shogakkan pertama kali Juli 2008 seharga 1500yen(+pajak 5%)

(Ber)Gosip itu perlu tidak?

22 Apr

Memang harus dilihat dari konteksnya dulu. Gosip macam mana yang dimaksudkan. Apakah semacam gosip artis yang biasa terdapat di infotainment (yang aku sama sekali tidak MINAT) atau gosip tentang tingkah laku dan kepribadian seseorang? Bagi orang yang religious pasti mengatakan jangan bergosip, tapi kali ini aku sendiri menyadari bahwa bergosip itu sebetulnya perlu juga. Apalagi dikatakan bahwa perempuan senang bergosip, yang tentu saja dapat disangkal karena tidak sedikit pria yang juga suka bergossip.

Jadi seperti yang pernah aku katakan pada yessy, gosip itu wajib diketahui tapi tidak wajib ditindaklanjuti. Karena sebetulnya dari bergunjing itu ada juga kok hal-hal yang merupakan fakta yang bisa dipelajari. Asal tahu batasnya.

Seminggu yang lalu aku datang ke sekolah Riku untuk mengerjakan pemilahan eco cap. Aku memang kebagian tugas bulan April, jadi meskipun sebetulnya pekerjaan PTA periode tahun fiskal 2009-2010 itu habis bulan Maret, aku masih harus bekerja, sampai nanti pergantian pengurus tanggal 28 April.

Nah di situ aku hisabisani (after a long long time) bergossip ria. Mungkin karena membernya juga enak, tema percakapan ngelantur kemana-mana. TAPI banyak yang berguna. Kebetulan tiga member kami ada yang berpenyakit. Tidak terlihat, tapi ternyata cukup mengganggu. Itu akibat hormon perempua. Yang satu cukup terlihat yaitu dia agak pincang kalau berjalan, dan ternyata pergelangan tangannya berubah. Akibat hormon berlebihan setelah menikah, tulangnya berubah bentuk! Duh kasian juga, sehingga dia tidak boleh terlalu capek, dan tergantung obat untuk mengurangi pergeseran tulang yang lebih drastis lagi. Teman yang kedua, juga akibat perubahan hormon setelah melahirkan, menjadi kurus sekali. Makan sebanyak apapun berat badannya menyusut terus. Untung dokter yang merawatnya langsung menyuruh memeriksa laboratorium dan ketahuan dia mengidap penyakit hormonal itu. Sekarang dia bisa mengontrol berat badannya dengan obat yang harus diminum setiap hari …selamanya sampai mati. Sedangkan yang satunya kebalikannya, menjadi gemuk meskipun sedikit makan. Katanya penyakit kelenjar tiroid ini namanya Hashimoto byo (Hashimoto’s thyroiditis). Duhhh ibu-ibu setelah melahirkan memang rentan terhadap berbagai penyakit. Ternyata keluhan sekecil apapun bisa dicari penyebabnya (di Jepang).  Dan aku harus bersyukur bahwa aku tidak sedrastis itu.

Selain bergunjing masalah penyakit, kami juga membicarakan kelakuan anak-anak. Banyak anak-anak sekarang yang tidak berbekal pengetahuan umum  joushiki 常識. Ibunya sendiri jadi bingung, kenapa anak saya ini. Misalnya seorang anak kelupaan kunci rumah, dan berusaha membuka kunci dengan ranting pohon! Mungkin dia pernah melihat film detektif, tapiiiiiii bukan ranting dong. Ranting itu bisa patah di dalam lubang kunci dan malah merepotkan. Hmmm … di saat-saat seperti itu biasanya aku hanya diam saja (kebanyakan begitu sih) tidak bicara dan membayangkan anak-anakku ternyata masih mending hehehe.

Dan ada satu lagi kesadaran yang terpikirkan dalam pembicaraan kali itu. Yaitu bahwa mengurus anak memang susah, menguras tenaga, waktu dan pikiran. Ibu-ibu dituntut untuk alert terus terhadap pertumbuhan anaknya. Aku baru tahu juga dari gosip hari itu, bahwa pernah suatu sore aku membutuhkan waktu 30 menit naik bus dari stasiun dekat rumah, sampai ke rumah. Yang biasanya 7 menit! Ternyata saat itu ada kecelakaan yang tragis. Seorang ibu “menyuruh” anaknya yang berusia 3 tahun menunggu sendiri di halte bus, sementara dia pergi belanja ke toko seberang. Dan anak itu terlindas roda kanan bus yang bergerak waktu lampu merah berganti hijau. Ternyata anak itu menyeberang jalan sendiri dan tidak terlihat oleh supir bus, yang memang tinggi kursinya. Duuuuhhh (mati seketika dengan kepala pecah hiiii). Terlepas dari gosip bahwa anak itu nakal, atau ibu yang careless menyuruh anak “pecicilan” itu menunggu sendiri, atau gosip bahwa si ibu memang tidak disukai oleh sekitarnya, kejadian ini merupakan pelajaran untuk “selalu berpikir sebelum bertindak”.

Menjadi wanita memang tidak mudah. Mungkin lebih banyak susahnya, tapi itulah hidup. Apalagi menjadi seorang ibu, karena dia harus memikirkan suami dan anak-anaknya, bukan hanya dirinya sendiri. Karenanya wanita juga dituntut untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya, supaya bisa menjalankan tugas yang berat itu.

Posting ini BUKAN untuk merayakan hari Kartini, tapi setelah aku tulis ternyata bisa juga dihubungkan dengan perayaan hari Kartini yang sudah lewat kemarin. Yaitu perempuan itu harus pintar!

Dari perempuan manusia menerima pendidikannya yg pertama-tama, di pangkuannya anak belajar merasa, berpikir, berbicara…Dan bagaimana ibu-ibu Bumiputera itu mendidik anak-anak mereka kalau mereka sendiri belum terdidik? (Kartini, 31 Jan 1901)

(kutipan kuambil dari statusnya Koelit Ketjil di FB)