The Floating Castle

8 Jun

The Floating Castle adalah bahasa Inggrisnya sebuah film Jepang yang berjudul Nobou no Shiro. Sebuah film berlatar belakang sejarah Jepang di tahun 1590, waktu Toyotomi Hideyoshi  sebagai daimyo (tuan tanah) berusaha menyatukan Jepang. Jaman itu memang jaman yang penuh peperangan yang disebut dengan Sengoku Jidai 戦国時代 . Nah, pasukan Toyotomi Hideyoshi ini mendapat perlawanan keras dari sebuah castle yang dikelilingi danau yang bernama Oshijou 忍城.

poster film Nobou no Shiro

Pemimpin  Oshi Castle ini adalah Narita Nagachika yang masih muda dan nyentrik, dan harus menggantikan ayahnya yang meninggal menjadi pemimpin daerah itu. Bagaimana tidak nyentrik atau bahkan gila dilihat dari sebutan yang diberikan “Nobou” (singkatan dari Dekunobou) padanya, yaitu dengan kekuatan pasukan 500 orang dia bersikeras untuk MELAWAN pasukan Toyotomi Hideyoshi sejumlah 20.000 orang!

Pada saat pasukan Toyotomi (di bawah pimpinan Ishida Mitsunari) terdesak pada serangan pertama, mereka kemudian membuat Ishida Tsutsumi (Dam Ishida) yaitu sebuah dam untuk membendung aliran sungai dan memaksa Narita a.k.a Nobou  ini untuk menyerah. Semua daerah yang rendah tertutup air, dan warga petani berlari mencari perlindungan ke kediaman Nobou. Tempat istana yang tidak sembarangan bisa diinjak kaum biasa itu apalagi waktu itu warga yang mengungsi berlumpur kakinya. Satu yang menarik sekali bagiku adalah Nobou sendiri TURUN menginjak lumpur dan menjadikannya sama dengan warga yang mencari perlindungan itu. Dia dan permaisurinya dengan kaki kotor mengajak semua warga yang ada untuk masuk ke kastil untuk berlindung.

Narita Nagachika diperankan oleh pemain Kyogen (kesenian tradisional Jepang) yang juga aktor: Nomura Mansai. Seniman yang hebat!

Mengetahui bahwa dia tidak akan bisa menang dengan keadaan terendam air, maka  Nobou pergi dengan perahu ke arah Ishida Tsutsumi di depan Maruhakayama Kofun (bukit makam yang menjadi pusat pasukan Toyotomi) untuk membuat pertunjukan tarian di depan musuh! Layaknya bunuh diri 🙁 Tarian Dengaku yang ditarikan merupakan tarian petani waktu berdoa pada dewa supaya panen berhasil. Nobou memang terkenal sebagai eksentrik yang suka bermain ke pertanian wilayahnya dengan maksud untuk membantu, tapi biasanya hanya akan mengganggu pekerjaan petani. Waktu dia sedang menari itulah, dia ditembak oleh pihak musuh.

Melihat pemimpinnya jatuh ke dalam air, beberapa petani yang menyusup ke dalam pasukan musuh membongkar tanggul sehingga air yang mengelilingi Shijo Castle itu surut. Pengaruh Nobou pada petani memang besar.

Setelah air surut, Nobou bersiap untuk berperang lagi. Demikian juga pihak musuh. Tetapi sebelum terjadi pertempuran, ada pemberitahuan bahwa Odawara Castle sudah kalah, sehingga peperangan tidak perlu dilakukan lagi. Odawara Castle lebih tinggi kedudukannya dari Oshi Castle. Pertempuran selesai dengan kondisi seri, namun tentu Nobou tidak bisa tinggal lagi di castle itu. Oshi castle adalah satu-satunya castle dalam perang Sengoku Jidai yang tidak “kalah”.

Dan yang mengesankan pada pertemuan dengan pihak musuh setelah perang usai, Nobou mengajukan dua syarat yaitu minta supaya sawah yang hancur oleh perang (ditimbun tanah waktu membendung tanggul) untuk dibersihkan. Katanya, “Jika tidak dibersihkan petani tak bisa bertanam lagi”. Dan yang ke dua, waktu pertempuran ada beberapa petani yang dibunuh oleh prajurit musuh. Petani bukanlah samurai, jadi tidak boleh dibunuh. Itu sudah merupakan etika perang. Jadi Nobou minta supaya prajurit yang membunuh petani untuk dihukum (dibunuh). Di sini dapat dilihat betapa Nobou berpihak pada petani.

Setelah itu memang tidak diketahui Nobou pergi dan tinggal di mana. Ada seorang panglima perangnya yang kemudian menjadi pendeta Buddha untuk mendoakan mereka yang sudah mati dalam peperangan. Oshi Castle bubar, dan terakhir menjadi milik keluarga Abe, salah seorang menteri berpengaruh di pemerintahan Tokugawa (abad 18).

Trailer film ini bisa dilihat di : http://youtu.be/9I__lzfCpHU

Film yang cukup bagus menurutku. Aku sendiri baru menonton persis sehari sebelum kami pergi ke Oshi Castle tanggal 19 Mei yang lalu.  Riku dan Kai diajak papanya menonton waktu film ini dirilis tahun lalu. Sebetulnya film ini akan dirilis bulan September 2011, tapi untuk menghormati Gempa Tohoku (Maret 2011) rilis film ini ditunda. Pertimbangannya karena ada adengan luapan air bagaikan tsunami yang menutupi daerah rendah sekitar castle, yang mungkin akan berpengaruh pada perasaan korban gempa dan keluarga yang ditimpa musibah. Rasanya tidak etis… Keputusan ini juga aku kagumi. Toleransi orang Jepang yang sangat tinggi! Selain itu di cover DVD yang kami pinjam juga tertulis peringatan bahwa akan ada adegan seperti tsunami.

Oshi Castle

Oshi Castle ini sendiri terletak di Gyoda Saitama, cukup dekat dengan rumah kami hanya dengan 1 jam bermobil. Kami pergi ke sana dan menemukan bangunan castle tetapi bukan peninggalan jaman Nobou tentunya. Castle ini masih baru dan berfungsi sebagai museum sejarah daerah setempat. Kami sampai di castle sekitar pukul 2 siang karena kami harus ke gereja dulu paginya. Kami lalu membeli karcis masuk seharga 200 yen untuk dewasa dan 50 yen untuk anak-anak. Untung sekali waktu itu Staf memberitahukan bahwa ada kesempatan untuk memakai baju perang yoroi sebagai sebuah acara tambahan museum. Gratis asal membayar tanda masuk castle yang 200 yen itu! Murah sekaliiiii….. Begitu mendengar bahwa bisa memakai yoroi, anak-anak sangat gembira sampai stafnya berkata, “Wah senang sekali melihat anak-anak ini begitu antusias”.

Oshi Castle

Kami langsung menuju aula tempat mencoba memakai pakaian perang itu dan mendaftar. Cukup lama harus menunggu giliran. Akhirnya Kai dipakaikan baju perang dari Takeda Shingen (yang kami kunjungi dua minggu sebelumnya). Yoroi itu ternyata terpisah-pisah. Pertama pakai pelindung kaki, lalu pelindung tangan baru semacam rok dan pelindung dada. Roknya terdiri dari lempengan besi dan keseluruhan berat pakaian ini sekitar 20 kg untuk orang dewasa (rata-rata sepertiga dari berat badannya). Bisa lihat beratnya baju perang ini dalam video Kai berputar memakai yoroi.


Riku memakai yoroi ukuran dewasa yaitu yoroi dari keluarga Abe, si penguasa Oshi Castle pada jaman Tokugawa. Memang setiap yoroi berbeda desain menurut keluarganya, sehingga bisa terlihat waktu perang, prajurit itu prajurit siapa. Dan staf yang memakaikan baju perang ini pada Riku amat baik dan menawarkan mengambil foto kami sekeluarga. Mungkin karena aku orang asing ya 😀

proses pemakaian baju perang

Setelah mencoba berpakaian yoroi, kami pun melihat benda-benda bersejarah dari Oshi castle ini yang dipamerkan di tiga lantai. Seperti kebanyakan museum, kami tidak boleh memotret dalam museum. Tapi memang tidak ada yang menarik sih. Mungkin yang menarik di situ adalah bahwa kota Gyouda ini terkenal juga sebagai pembuat kaus kaki untuk kimono. Dan di salah satu corner ada foto alas kaki pesumo terkenal dan kita bisa membandingkan kaki kita dengan pesumo itu. Wah memang kakinya pesumo itu besar ya 😀 Habis kaki itu harus menanggung berat badan yang tidak tanggung-tanggung sih.

Ishida Tsutsumi

Setelah melihat museum, kami pindah tempat menuju ke Ishida Tsutsumi, dam buatan waktu pasukan Toyotomi merendam Oshi Castle dengan air sungai. Di dekatnya terdapat Maruhakayama Kofun (makam) yang menjadi pusat pasukan Toyotomi. Makam ini berbentuknya seperti gundukan tanah yang tinggi, tapi karena waktu itu aku capek sekali, aku tidak ikut naik ke atas. Lagipula sudah mulai hujan rintik-rintik, aku takut kalau terpaksa harus bergegas turun, padahal aku takut ketinggian (sehingga pasti butuh waktu lama untuk menuruni bukit).

Maruhakayama Kofun

Sebetulnya di sekitar tempat itu juga ada museum dokumentasi lainnya, tapi karena sudah pukul 4:30 sudah tutup. Kami juga tidak sempat (lebih ke tidak berminat sih) mencoba makanan khas daerag Gyouda yaitu Gorengan dan Jelly Goreng … yieks.

Senang sekali perjalanan waktu itu, bisa mengunjungi castle yang menjadi tempat bersejarah. Sayangnya castle ini tidak termasuk dalam 100 castle terkenal di Jepang. DeMiyashita sedang berusaha mengunjungi dan mengumpulkan stamp dari castle-castle yang termasuk dalam 100 castle terkenal di Jepang 100名城. Ntah kapan bisa terlengkapi, tapi senang jika mengetahui bahwa kami mempunyai suatu target bersama, target keluarga dalam hidup kami.

Riku ber-yoroi

Patah Hati :D

29 Mei

Beberapa hari yang lalu, Gen memberikan sebuah artikel surat kabar. “Baca deh!”…. Waktu membaca judulnya aku sudah tertawa, tapi baru sempat baca tadi pagi. Well memang ini adalah masalah ibu-ibu yang punya anak laki-laki 🙂

Judulnya, 息子に「失恋」母の傷心] awalnya karena baca sekilas kusangka artinya “Perasaan Ibu Jika Putranya Patah Hati” eh ternyata yang patah hati justru ibunya hahaha, patah hati terhadap sang putra 😀

Banyak ibu-ibu yang sudah mengalami bahwa semakin putranya beranjak dewasa, jarak akan menjadi jauh. Yang selama masih SD masih bisa dicium-cium, atau bisa mandi dan tidur bersama, lama-kelamaan tidak bisa lagi.  Apalagi kalau sang putra menampik pembicaran dengan “Mama mau tahu aja” atau “cerewet”. “Uzai ウザイ” (cerewet) atau “Kimoi キモイ” (memuakkan) adalah kata-kata hinaan jaman sekarang (slang) yang juga disebutkan kepada sang ibu. Sakit hati mendengarnya.

Rupanya ibu-ibu Jepang yang mempunyai anak lelaki, secara tidak sadar dalam kesibukannya sebagai seorang ibu, mulai “jatuh cinta” pada anak lelakinya. Setelah menikah 10 tahun lebih dan menjadi ibu rumah tangga 100% , mereka mulai bekerja part time dan mempunyai hobi sendiri. Tapi suaminya yang sibuk setiap hari membuat sang ibu kesepian. Ini menyebabkan “perhatian” beralih kepada anak lelakinya dan mencurahkan seluruh kasih sayang kepada anaknya. Sang ibu sering mengajak anak lelakinya untuk “kencan” makan berdua atau jalan-jalan di taman.  Meskipun sang ibu berusaha “menyamakan” pengetahuan dengan anaknya dengan membaca juga buku yang dibaca anaknya, atau berusaha mendengarkan musik yang disukai anaknya, tetap saja ada batasnya. Usia, pergaulan, komunikasi dan dunia sang anak semakin membuat sang ibu jauh dari anaknya sehingga sang ibu “patah hati”.

artikel dari surat kabar Asahi Shimbun

Hal ini bisa terjadi karena memang perubahan masyarakat Jepang sendiri yang membuat rata-rata seorang wanita melahirkan 1,39 anak. Jika anak hanya satu atau dua, tentu seluruh waktunya sebagai ibu dicurahkan kepada 1 atau 2 anak ini saja. Selain itu sekarang anak-anak lelaki berubah menjadi 草食系 (soushokukei) yaitu lelaki yang tidak “garang”. Kalau lihat dari kanjinya bisa diterjemahkan sebagai “pemakan rumput” dibandingkan dengan 肉食系 (nikushokukei) “pemakan daging” yang sifatnya lebih agresif. Perubahan laki-laki yang “garang” menjadi “lembut” membuat mereka lebih bisa mengerti hati wanita, sehingga bisa lebih dekat dengan ibunya. Sehingga ibu yang merasa “nyaman” dengan hubungan anak lelaki ini, akan menjadi “patah hati” jika sang anak menjauh.

Oleh psikiater disarankan kepada ibu-ibu untuk ① mengerti bahwa anaknya akan memasuki masa puber dan itu normal ② harus mempunyai kegiatan lain selain menjadi seorang ibu ③ tetap menjaga hubungan dengan suami…

Waaaah isi artikel yang kalau dipikir jauh dengan kondisiku. Aku masih mempunyai banyak hal yang harus dipikirkan selain anak-anak, keluarga, pekerjaan, hobi termasuk ngeblog 😀 TAPI aku bisa mengerti dan memahami bahwa akan ada suatu saat waktu seorang ibu harus melepaskan anak(-anak) lelakinya untuk memulai kehidupan sendiri.

Tadi pagi aku sempat memeluk Riku di depan pintu sebelum dia pergi sekolah, lalu dia sambil tertawa berkata “Uzai” “Kimoi”, aku hampir marah, tapi untung aku ingat, dia juga membaca artikel koran itu. Rupanya dia menggoda aku! Huh, aku cubit dia tapi dia sempat lari masuk ke lift. Memang sudah mulai ada jarak antara aku dan Riku. Dia maunya mandi sendiri, lalu sudah mulai memilih baju sendiri, tidak suka dengan baju pilihanku. Atau kadang-kadang dia tidak makan makanan yang kusediakan karena tidak suka. Tidak bisa lagi kumarahi kalau tidak makan seperti dulu.  Dia tentu saja sudah bisa belanja, bepergian atau menunggui rumah sendiri. Rasanya aku sudah tidak diperlukan selain untuk masak dan membereskan rumah 😀

Aku senang karena masih ada Kai. Dia masih mau tidur dan mandi bersamaku. Atau dia masih mau mencium pipiku dan memelukku meskipun sudah malu kalau di depan umum. Tapi dia juga sudah mulai “besar” dan bertanggung jawab. Dia sering memarahiku kalau lupa atau membiarkan lampu menyala. “Boros kan ma…” Atau dia selalu  bertanya, “Mama tidak apa-apa?” kalau mendengar aku batuk atau bunyi “gubrak” waktu aku menjatuhkan sesuatu. Kadang aku peluk dia erat-erat dan berkata, “Aduh tahun depan Kai sudah SD, mama tidak bisa begini lagi ya?” Dan… tahu dia jawab apa?
“Aku akan terus tidur sama mama”
“Loh sampai kapan?”
“Sampai aku gede!”
“Ngga bisa dong, Kai harus bisa tidur sendiri kalau sudah gede!”
Aku sebetulnya mau gangguin dia…. “Kan kamu suatu waktu juga akan menikah” tapi aku diamkan saja dulu. Karena kalau aku bilang sekarang, sudah pasti jawabannya, “Aku tidak mau menikah!” (Dia pernah bilang mau jadi pastor :D) hahahaha

Akankah aku “patah hati” … hmmm let say, 5 tahun lagi? Mungkin! Tapi aku akan bersiap-siap mencari kesibukan baru jika anak-anak sudah besar. Mau belajar membuat keramik, mau belajar melukis, atau mau treking sambil hunting foto. Tapi yang pasti aku mau ngeblog terus 😀

Tapi sebetulnya yang susah itu justru kalau anak-anak lelakiku patah hati ya? Jangan-jangan aku ikut “patah hati” jika mereka patah hati 😀 hihihihi

 

Kanji of The Year : 2012

14 Des

Setiap akhir tahun di Kuil Kiyomizudera diumumkan Kanji untuk tahun yang baru berlalu. Biasanya kanji yang dipilih melambangkan apa yang terjadi di Jepang selama satu tahun, selama 2012. Kalau pada tahun 2011 dipilih kanji KIZUNA 絆、yang berarti ikatan, hubungan,  yang terutama terasa sekali setelah terjadi gempa bumi Tohoku tanggal 11 Maret 2011. Sedangkan pada tahun 2012 kanji yang terpilih adalah kanji 金 yang dibaca KIN berarti emas. Karena pada tahun 2012 ada gerhana matahari yang dinamakan Kinkan Nisshoku 金環日食, juga banyaknya medali yang didapat atlit Jepang pada Olimpik London (38 medali), selain itu ada pemenang Nobel Prof Yamakana di bidang biologi. Tahun 2012 juga ditandai dengan pembukaan TOKYO SKY TREE menara tertinggi di dunia setinggi 634 m. Padahal banyak orang yang meramalkan bahwa kanji WA 輪 yang berarti lingkaran yang akan terpilih. Karena WA bulat, berarti juga kelompok, juga lambang olimpik adalah lima lingkaran. Kanji Wa hanya menempati nomor dua, setelah Kin.

Kanji tahun 2012: KIN http://www3.nhk.or.jp/news/html/20121212/k10014136961000.html

Kalau melihat pada kanjijiten.net bisa diketahui bahwa pertama kalinya kanji yang sama dipakai untuk kedua kalinya. Kanji Kin juga terpilih sebagai kanji of the year tahun 2000.  Pada acara televisi banyak ditanyakan kanji pilihan untuk masing-masing orang. Banyak yang mengatakan [sei 成] atau [和], tergantung pada dirinya kanji apa yang mewakili tahun ini. Bagiku sendiri tidak ada satu kanji yang bisa dipilih untuk tahun ini. Waktu kutanya pada Gen, dia juga tidak mempunyai satu kanji tertentu. Tapi jika mau mengikuti kanjinya yang terpilih dan diumumkan di Kiyomizudera pada tanggal 12 Desember itu, ya cocok saja untukku. Karena kanji  金, juga bisa dibaca sebagai kane yang artinya uang. Betul banyak uang yang sudah aku keluarkan tahun ini, karena aku pulang kampung bulan Februari karena mama meninggal dan Agustus. Ada beberapa acara besar dalam keluarga kami yang memang membutuhkan biaya banyak. Belum lagi akhir-akhir ini terasa sekali seringnya menggesek kartu menjelang natal untuk beli ini itu. Nah loh…. Well, semoga tahun baru nanti bisa bekerja lebih giat lagi dan bisa menambah pemasukan ya.

Kanjijiten.net

Seperti yang kutulis pada Kanji of the year: 2011, mungkin bagus juga jika Indonesia memilih kata populer, Indonesian Words of The Year. Kalau tahun 2011 kata pilihanku adalah SBY sesuatu banget ye…. maka tahun ini kata populernya apa ya? Ciyus? Miapah? atau Cetar? Yang mana yang paling populer ya? hehehe

Thermae Romae

1 Mei

Mayday Mayday… Awal bulan Mei 2012 di Tokyo digelayuti awan mendung sejak pagi, dan siang hari sudah mulai turun hujan. Padahal prakiraan cuaca mengatakan hujannya mulai munculnya Rabu 2 Mei  besok sampai hari Jumat. Gimana sih kamu! (Ini yang selalu diucapkan Kai kalau menyalahkan orang lain :D). Padahal kami baru saja melewati Golden Week Part 1. Ya, untuk yang mengambil cuti tanggal 1 dan 2 Mei memang akan menjadi libur GW yang panjang! 9 hari libur berturut-turut. Tapi untuk yang majime, (rajin /tidak berani ambil cuti) tentu saja akan ada GW part 1 (28-29-30 April)  dan part 2 (3-4-5-6 Mei) .

Nah GW part 1 untuk deMiyashita benar-benar biasaaaaa saja. Maksudnya : tidak ke mana-mana. Kami cuma bisa libur bersama hari Minggu dan Senin. Jadi setelah pergi ke gereja Minggu pagi, kami langsung pergi ke Yokohama ke rumah mertua dan melewati GW part1. Karena tanggung rasanya mau pergi ke tempat-tempat wisata kalau sudah tengah hari. Dan mungkin kami tidak bisa datang ke rumah mertua pada part ke dua, jadi lebih baik hari Minggu itu.

Riku serius membaca manga (komik) Thermae Romae yang dibeli papanya

Seperti biasa jika di rumah mertua kami cuma makan-makan dan minum-minum, santai lalu tidur. Tapi Gen sempat membeli sebuah komik (manga) berjudul Thermae Romae karya Yamazaki Mari. Aku tahunya bahwa ini adalah judul sebuah film yang baru saja diputar di bioskop Jepang. Rupanya aslinya manga hihihi, baru tahu! Film ini memang menjadi topik pembicaraan kami hari Sabtunya. Karena Gen ingin menonton film itu, dengan alasan : tema cerita yang menarik. Aku sendiri sudah tahu lama bahwa akan keluar film itu, karena pemeran utamanya adalah Abe Hiroshi, aktor Jepang yang tingginya hampir 190cm, dan KEREN! (kudu pakai huruf besar hehehe). Wajahnya tidak seperti orang Jepang deh…. cakep 😉 Idolaku deh 😀 Dan dia muncul dalam sebuah acara TV yang mewawancarai dia dan artis yang bermain bersama. Di situ si artis bilang begini “Susah sekali konsentrasi karena dia telanjang bulat terus!” hahaha.

Pemeran utama : Abe Hiroshi dan artis Ueto Aya

Jelas saja telanjang bulat, karena cerita Thermae Romae itu berhubungan dengan MANDI. Yaitu tentang seorang “arsitek” pemandian air panas umum yang disebut thermae (hot spring) di Roma pada abad 200AD bernama Lucius Modestous (diperankan Abe Hiroshi). Nah dia mengalami “time slip” alias berpindah waktu ke jaman sekarang, yaitu ke pemandian (umum) Jepang. Pertama dia “mendarat” di Sento, pemandian umum Jepang dan terkejut bertemu dengan “orang orang bermuka datar” atau “budak-budak”. Tapi yang dia temukan di Sento itu amat menakjubkan. Misalnya susu rasa buah, ember dan gayung dari kayu  untuk mandi sebelum masuk bak, noren (kain tirai di pintu masuk), dan lukisan gunung Fuji besar di dinding. Dan dia kembali lagi ke abad 200AD setelah salah masuk kamar mandi wanita dan dilempar ember.

Pengalaman Lucius di Jepang itu kemudian diaplikasikan untuk pemandian air panas THERMAE di Roma saat itu. Dinding dihias gunung Pompey, dan dilengkapi ember kayu (lengkap dengan tulisan katakana) dan dijual juga susu rasa buah. Angin baru yang dibawa Lucius membuat namanya sebagai arsitek pemandian mulai menanjak. Sampai suatu kali dia dipanggil oleh kaisar Roma saat itu Hadrianus. Hadrianus ternyata juga berjiwa seni tinggi dan menghargai hasil kerja Lucius. Dia meminta Lucius membuat pemandian-pemandian menarik lainnya. Karena bagi orang Roma Thermae amat penting dalam kehidupan mereka.

4 orang aktor ini tidak seperti orang Jepang umumnya kan 😀

Saat dia sedang bingung untuk memenuhi permintaan kaisar, dia terseret lagi ke peradaban sekarang, yaitu di sebuah showroom toilet/kamar mandi. Wah wah wah di situ dia melihat berbagai “kemajuan” jaman sehingga menambah lagi kebingungannya mengapa si budak-budak berwajah rata itu bisa begitu maju kebudayaannya 😀 Nah bisa bayangkan deh kalau orang Roma kuno melihat Jaccuzi (Whirl pool), dengan kamar mandi yang dilengkapi video, WC otomatis yang terbuka jika masuk, lengkap dengan bidet (shower untuk cebok), dan dilengkapi papirus a.k.a tissue WC 😀 Laluuuuu semuanya diaplikasikan di jamannya. Fantastic, bukan?

poster film

Tapi memang untuk menonton film ini, kita perlu mengetahui banyak hal kebudayaan “mandi” di Jepang. Kalau tidak ya tidak bisa melihat sisi “lucu” dari film ini. Aku berdua Riku bisa ikut tertawa dalam banyak hal bersama orang Jepang yang memenuhi studio 2 saat itu. Padahal biasanya orang Jepang paling jarang kudengar tertawa di bioskop. Belum lagi semua kursi penuh! Memang film ini baru dirilis tgl 28 April. Tapi Riku yang jeli mengatakan pada papanya, “Papa harus nonton deh, karena komik manganya tidak sama dengan filmnya”. Tentu saja untuk membuat cerita di film lancar, kadang isi cerita originalnya lain dengan filmnya.

Kenapa papa Gen tidak ikut menonton bersama kami? Ya karena kami memutuskan untuk “berpisah” di bioskop. Aku menemani Riku menonton “Thermae Romae” sedangkan papanya menemani Kai yang mau menonton Kamen Rider. Aku tidak suka Kamen Rider sih, jadinya tidak mau menemani Kai. Coba kalau Kai mau menonton Conan, pasti aku lebih pilih Conan daripada Thermae ini. Eh tapi seneng juga sih menonton Thermae, apalagi bisa melihat idolaku si Abe san 😀 dan aku setuju pada pendapat Gen bahwa ceritanya unik.

Bagi yang mau mengetahui sedikit tentang “mandi” di Jepang silakan baca:

Kei-chan dari Pemandian Fukunoyu

 

 

 

Koin Pertama

22 Feb

Untuk teman-teman yang berada di Indonesia, apakah masih memakai dan menyimpan koin? Pecahan koin yang paling besar di Indonesia adalah 1000 rupiah (kira-kira 10 yen) dan kurasa orang-orang sudah malas menyimpan dan membawa-bawa koin dalam dompetnya. Tapi kalau di Jepang koin terdiri atas pecahan 1 yen, 5 yen, 10 yen, 50 yen,100 yen dan 500 yen. Koin-koin ini tentu saja masih “berlaku” dalam arti dibawa-bawa dalam kantong koinnya atau sebagai kembalian waktu membeli sesuatu (bukan berupa permen), meskipun sekarang sudah mulai banyak pemakaian kartu dengan chip (prepaid).

Pernah lihat koin  kuno Indonesia? Ada di antara koin kuno itu yang berbentuk bulatan yang bolong bagian tengahnya kan? Nah di Jepang pun ada koin yang serupa bahkan sampai sekarang masih dipakai yaitu nominal 5 yen dan 50 yen. Dan jika mau ditelusuri sejarahnya ternyata koin yang pertama dipakai di Jepang dibuat pada tahun 708! Namanya Wado Kaichin atau Wado Kaihou. Sudah lama sekali ya?

Sebelum ke kuil, biasanya mencuci tangan dulu. Lihat airnya membeku!

Hari Minggu lalu, sebelum kami pergi ke Icicle di Chichibu itulah, kami mampir ke tempat bersejarah ini.  Sebuah bekas penambangan tembaga yang dijadikan sebagai koin Jepang pertama. Tempatnya kecil saja, dan letaknya tidak jauh dari jalan besar.

Omamori yang kami beli seharga 500 yen, koin kuno yang dibungkus dengan kertas keterangan

Kami menaiki tangga untuk melihat Jinja (kuil Shinto) yang dipakai untuk mendoakan supaya “uang (baca rejeki) bisa lancar masuk”. Boleh dikatakan tidak ada orang di situ, bahkan kalau kita mau membeli jimat/ kain berisi doa-doa yang disebut omamori, kita tinggal mengambil dari wadah yang ada, dan membayarnya di tempat yang tersedia. (Tidak ada yang berani mengambil uangnya)

Di sebelah kuil ada keterangan penambangan tembaga dan juga ema (kayu bertuliskan keinginan) yang digantung

Tidak jauh dari kuil itu kita bisa melihat bekas-bekas penambangan tembaga. Dengan menuruni kali dan melewati jalan setapak, kami  menemukan sebuah monumen berbentuk koin bolong itu. Di seberang kali ditandai tempat-tempat bekas penambangan tembaga. Memang sih bisa dikatakan tempat ini tidak ada apa-apanya. Hanya kuil, monumen dan … rerumputan. Tapi dari sinilah uang tembaga pertama yang dipakai sebagai alat perdagangan dimulai. Sejarah sebuah kebudayaan yang sudah maju untuk abad 8.

Ada sebuah monumen besar berbentuk koin di sebelah sungai kecil yang mengaliri daerah penambangan.

Kamu suka mengumpulkan koin seperti teman saya yang getol menabung sampai pakai ember/kaleng kerupuk sebagai celengan? Atau bahkan mungkin kolektor uang kuno? Ibuku dulu memang kolektor koin dari negara-negara yang pernah dia kunjungi, ditaruh dalam satu akuarium bulat (bayangin akuarium ikan mas deh) , tapi ngga tau deh sekarang kemana semua itu koin-koin. Aku sendiri tidak mengumpulkan koin tapi mengumpulkan perangko.

Jalan setapak menuju bekas penambangan. Aku berjalan terakhir sendiri dan sempat merasa takut juga dengan pemandangan begini di depan mata. Untung siang hari hehehe

 

 

Cinta Sejati

29 Jan

 

Cinta Sejati

 

Cinta sejati tak butuh nama

tak butuh wujud fisik

tak butuh kata-kata manis

tak butuh tempat

 

Hanya butuh AKU dan KAMU

dan rasa CINTA itu sendiri

tanpa nama tanpa wajah tanpa basa basi

 

Aku tak peduli siapa namamu

bagaimana wajahmu

tapi aku peduli

bagaimana kabarmu dan apa isi hatimu

 

                                                                                                           ****imelda, jan 2012****

 

Ungkapan Anti Biasa, Ungkapan Dengan HTML

—————————————————————————-

sekedar catatan untukku :

http://www.w3schools.com/cssref/playit.asp?filename=playcss_line-height&preval=150%25

http://immigration-usa.com/html_colors.html

Get Old With Me

28 Des

Masih dalam suasana tulisan yang kemarin, aku ingin memperkenalkan sebuah iklan dan lagu yang akhir-akhir ini aku senangi.  Iklannya sebetulnya adalah iklan majalah untuk segala persiapan pernikahan dari gedung, gaun pengantin sampai interior rumah pengantin baru, yang bernama Zexy. Intinya sih, seperti  catch phrasenya: Menjadi tua denganku.  Iklan selama 30 detik itu benar-benar membuat orang berpikir untuk melewati harinya bersama….daripada sendirian menghadapi hari tua. Atau berpikiran kalau toh nanti harus sendirian, akan lebih bahagia jika mengisinya berdua… dan beranak-cucu. Aku tidak tahu apakah di Indonesia ada majalah seperti itu. Jadi seperti EO pernikahan yang menyusun berbagai plan upacara pernikahan tapi dicetak dalam majalah dan menjadi referensi bagi mereka yang akan menikah. Hmmm untuk mudahnya bayangkan seperti buku model rambut di salon deh. Tinggal tunjuk mau yang bagaimana, lalu telepon, (bayar) dan laksanakan. Bisnis pernikahan di Jepang memang amat berkembang, karenanya urusan nikah-menikah ini cukup menguras dompet 😀

Nah iklan ini memakai lagu dari seorang penyanyi dan pemain film Fukuyama Masaharu yang berjudul : Kazokuni narou (Mari membangun keluarga)

Meskipun telah membuatku bingung dengan berkata
“100 tahun berlalu tetaplah suka padaku”
Tetap tertawa di sebelahku
Terima kasih telah memilihku

Seberapapun kita saling percaya
Pasti akan ada hal yang tidak kita ketahui
Berdampingan hidup dengan “kesendirian”
Di situlah mungkin ada “cinta”

Suatu hari aku akan menjadi seperti papa yang tangguh sebagai sandaran keluarga
Suatu hari aku akan menjadi seperti mama yang lembut hatinya
Menjadi keluarga dan melewati segala yang akan menghadang

Waktu kecil aku amat lemah
sangat cengeng dan manja
sibuk dengan urusan sendiri
aku belum bisa membalas budi
Tetapi esok meskipun tak bisa langsung berubah
selangkah demi selangkah akan berubah dari orang yang menerima
bisa menjadi orang yang memberi 

Suatu hari aku menjadi seperti kakek yang pendiam tapi kuat
Suatu hari menjadi seperti nenek yang tersenyum manis
dapat hidup bersama kamu, menjadi seperti mereka

Suatu hari bersama seorang anak lelaki dengan senyum seperti kamu
Suatu hari bersama seorang anak perempuan yang cengeng seperti aku
Menjadi keluarga dan melewati segala yang akan menghadang
Jika bersama kamu pasti bisa
Mari kita meraih bahagia…. 

(diterjemahkan bebas oleh Imelda, dengan beberapa penyesuaian)

「100年経っても好きでいてね」
♪みんなの前で困らせたり
♪それでも隣で笑ってくれて
♪選んでくれてありがとう
♪どれほど深く信じ合っても
♪わからないこともあるでしょう
♪その孤独と寄り添い生きることが
♪「愛する」ということかもしれないから…
♪いつかお父さんみたいに大きな背中で
♪いつかお母さんみたいに静かな優しさで
♪どんなことも越えてゆける 家族になろうよ

♪小さな頃は身体が弱くて
♪すぐに泣いて甘えてたの
♪いつも自分のことばかり精一杯で
♪親孝行なんて出来てないけど
♪明日のわたしは
♪それほど変われないとしても
♪一歩ずつ 与えられる人から
♪与える人へかわってゆけたなら
♪いつかおじいちゃんみたいに無口な強さで
♪いつかおばちゃんみたいに可愛い笑顔で
♪あなたとなら生きてゆける そんなふたりになろうよ

♪いつかあなたの笑顔によく似た 男の子と
♪いつかわたしとおなじ泣き虫な 女の子と
♪どんなことも越えてゆける 家族になろうよ
♪あなたとなら生きてゆける
♪しあわせになろうよ

Satu lagi lagu untuk pernikahan yang sering dinyanyikan di pesta-pesta pernikahan yang liriknya cukup bagus (menurutku). Tentu saja selain lagu Kampai yang pernah kutulis di sini. Kalau di gereja memang banyak lagu-lagu yang cocok dinyanyikan untuk pesta pernikahan tapi apakah teman-teman tahu lagu umum berbahasa Indonesia yang cocok untuk pesta pernikahan. Kalau bahasa Inggris memang banyak yang memilihnya untuk dinyanyikan pada pesta pernikahan, tapi bahasa Indonesia? Aku sendiri waktu pesta pernikahanku memilih lagunya “Bawa daku pergi”nya Ruth Sahanaya dan “Serasa” nya Chrisye untuk diputar di pesta pernikahanku 12 tahun lalu.

Jika mau mendengar lagunya Fukuyama Masaharu ini, silakan matikan lagu di sidebar sebelah kiri dan tekan tombol play pada link YouTube di bawah ini:

22-12-2011

23 Des

Bingung mau tulis judul apa, jadi tulis tanggal saja. Kok bingung sih? Kan sudah jelas-jelas tanggal itu adalah Hari Ibu?

Well, aku penganut Mothers Day di bulan Mei, seperti orang Jepang dan orang-orang lain di Amerika, Inggris, merayakan mothers day. Yaitu minggu ke dua bulan Mei. Padahal sih menurutku, kalau mau merayakan Mothers Day mending merayakan pada saat ibu kita ultah saja sudah cukup. Lagipula kebiasaan manusia, heboh di hari H nya, sesudah itu dilupakan begitu saja. Mending seperti aku yang selalu ingat ibu karena jauh di mata :(. Tanggal 22 Desember menurutku lebih baik dinyatakan sebagai Hari Perempuan Indonesia, selaras dengan sejarahnya Kongres Perempuan Indonesia I (Yogyakarta 22-25 Des 1928). Dan Ibu adalah Perempuan, bukan?

Tanggal 22 Desember itu adalah hari selesainya TK Kai untuk tahun ini. Biasanya aku menitipkan dia di TK (perpanjangan) setiap hari Kamis dan Jumat, tapi tanggal 22 itu tidak ada perpanjangan kelas. Dia hanya 1 jam saja berada di TK nya untuk upacara, dan sesudah itu pulang.  Karena Gen tidak bisa ambil libur lagi, jadi aku putuskan untuk membawa Kai ke kampus. Aku sudah minta ijin pada mahasiswaku, dan memang hari kamis itu juga merupakan kuliah terakhir di tahun 2011 sebelum masuk libur musim dingin (sampai tgl 9 Januari). Selain itu aku tidak perlu banyak menerangkan karena memang programnya menerjemahkan sebuah bacaan.

Jadi aku jemput Kai di TK, pulang ke rumah dan mengganti baju seragamnya. Dia langsung menyiapkan 4 buah buku Ultraman dan Rangernya dan memasukkan ke dalam ranselnya. Aku tawarkan membawa pensil warna dan kertas, dia tidak mau. Tadinya aku juga sempat berpikir  membawa komputer untuk memutarkan DVD film + headset, tapi karena kelihatannya dia begitu bersemangat dengan bukunya, aku membatalkan membawa laptop. Cukup berat soalnya.

Dia memaksa memanggul ranselnya sendiri, padahal aku tahu itu berat. Tapi mumpung dia semangat deh. Aku sendiri bawa barang seminim mungkin, supaya jika harus membawa ransel Kai pun aku masih bisa berlenggang :D.  Kami naik kereta lokal, memang lebih makan waktu tapi bisa duduk dan sedikit orang. Begitu sampai stasiun Takadanobaba, kami mau naik bus, tapi Kai mengeluh lapar. Memang waktu makan siang sih. Tapi kalau mampir makan dulu pasti terlambat, jadi aku memenuhi permintaan dia untuk membeli “Happy Set” nya Mac D. Yang mengharukan waktu dia pesan bagian dia, dia langsung bilang, “Mama, untuk Riku yang ini….” Dia ingat kakaknya…. Lalu aku katakan, “Ya nanti ya, sesudah mama selesai mengajar, sebelum pulang kita beli buat Riku”.

Nah, waktu mau naik bus ke kampus itu yang aku kaget! Loh kok begitu banyak orang yang antri? Kebanyakan bukan mahasiswa lagi. Kakek nenek! Memang bus ini bus umum, bukan bus kampus. Dan aku juga tahu bahwa ada cukup banyak lansia yang belajar lagi di universitas W, tapi yang pasti tidak sebanyak ini! Lagipula bus berdatangan terus…. heran benar deh. Tapi karena bersama Kai, aku menunggu sampai kami bisa dapat tempat duduk. Sebetulnya kalau mau jalan kaki bisa sih, sekitar 30 menit. Sampai kampus cuma 4 halte. Tapi kalau mau buru-buru lebih baik naik bus deh. Pas di halte ke 3 aku melihat sumber penuhnya bus-bus ke arah kampus ini, karena hampir semua kakek nenek, ibu-ibu itu turun di halte ke 3 itu. Dan aku melihat antrian manusia begitu panjang. Memang di situ ada semacam jinja, bernama Ana Hachimangu. Tak bisa tidak, aku langsung menanyakan pada nenek-nenek yang duduk di belakangku dan sedang antri turun bus (bayangkan turun aja antri hihihi). “Ada apa sih?”

gambar diambil wikipedia

Kata nenek itu, “Ya hari ini adalah Touji 冬至  hari permulaan winter, hari yang malamnya terpanjang selama winter. Pada hari ini orang dari seluruh Jepang datang ke jinja ini untuk berdoa” bla bla bla tidak jelas. Dan setelah pulang aku mendapat informasi seperti ini:

Orang Jepang (yang percaya) akan datang ke jinja (kuil Shinto) Ana Hachimangu 穴八幡宮 untuk mendapatkan “jimat” Ichiyouraifuku 一陽来復 yang berarti : Setelah musim dingin akan datang musim semi, berarti tahun yang baru akan datang. Segala kesusahan akan berhenti dan akan datang keberuntungan. Jadi kebanyakan yang datang ke sini ingin berdoa supaya bisa untung dalam perdagangan. Mereka akan membeli jimat yang akan dipasang di rumahnya di tempat yang tinggi. Jimatnya sendiri berupa kertas yang bertuliskan kanji Ichiyouraifuku itu. 

Ana Hachimangu ini memang terletak dekat universitas Waseda, merupakan jinja sejak tahun 1062 tapi waktu pemboman AS tahun 1945, jinja ini terbakar. Tahun 1989 dibangun kembali sehingga menjadi seperti sekarang. Dan yang menyenangkan waktu membaca bahwa jinja ini bertetangga dengan kuil Buddha dan gereja kristen … tentu saja dengan harmonis.

Aku dan Kai turun di halte terakhir dan sempat berfoto di depan salah satu gedung bersejarah universitas W, kami lalu pergi ke kelas tempatku mengajar di lantai 7. Tapi sebelumnya aku mampir ke WC wanita yang ada di lantai 8 (lucu deh gedung ini, wc wanita di lantai genap dan wc pria di lantai ganjil) . Masih ada waktu 10 menit sebelum kuliah dimulai, jadi Kai makan burgernya, sambil bermain. Sepuluh menit berlalu, Kai memegang janjinya untuk tidak ramai-ramai, apalagi mengeluarkan suara keras (anak ini suaranya kencang banget sejak lahir! padahal prematur loh). Jadi kuliah bisa dimulai dong waktu jam menunjukkan pukul 1:00 siang.

Baru berlalu  5 menit, tiba-tiba Kai berbisik … “Mama… unchi…. (p*p*p) ”
Waduuuh…. payah deh. Aku tahu anak ini memang tidak pernah bisa tahan. Di mana saja bisa p*p*p tidak seperti kakaknya yang harus di rumah.
Gaman dekiru? (Bisa tahan)”
Dekinai (Tidak bisa)” sambil berbisik memelas….. ingin ketawa juga tapi sebel juga. Karena berarti aku harus ke lantai 8 atau 6 untuk membantu dia p*p*p kan…. Jadilah aku memberikan tugas mencari arti beberapa kata di kamus kepada mahasiswa-mahasiswa sambil aku menemani Kai.

Setelah kembali ke kelas,  satu setengah jam berlalu dengan lancar, tanpa gangguan dari Kai. Dia benar-benar bermain sendiri di bawah tempat dudukku, di atas karpet, jadi tidak terlihat oleh mahasiswa. Aku merasa Kai hebat bisa diam terus, meskipun aku perlu konsentrasi dua kali lipat selama memberikan kuliah. Ada satu kejadian lucu, yaitu waktu aku memberikan contoh, sambil menuliskan A B C D E di white board. Kai melihat huruf itu dan bernyanyi lagu ABC hahahaha. Semua mahasiswa tertawa, dan aku cepat-cepat menyuruh dia diam 😀 ssstttt.

Setelah kuliah selesai, tentu saja kami mampir Mac D dulu untuk membeli bagian Riku sesuai permintaan Kai. Dan waktu kami sampai di rumah sekitar pukul 4:30, pas Riku juga pulang. Jadi kami bertemu di depan pintu lift, dan….. Kai lari ke Riku dan memeluknya. Ahhhh meskipun mereka selalu berkelahi ternyata mereka juga saling merindukan. Aku terharu melihat mereka……

Seorang mahasiswaku bertanya pada Kai:
“Kai tahu mama itu guru?”
“Tahu… Imeruda Sensei!” 😀

 

Upik Abu vs Putri

20 Des

Kemarin aku bercakap-cakap dengan si Nique, sesama ibu-ibu aktif dan karena aku mengeluh badanku sakit-sakit, dia bilang, “pekerjaan rumahnya dibantuin suami kan mbak…” wedeh…. aku bilang, “Ngga mau dibantuin suami, soalnya kalau cuci satu piring 10 menit sendiri….! Selain dia memang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, aku tidak memperbolehkan dia masuk dapur. Dapur adalah wilayah kekuasaanku (hampir seluruh rumah sih sebetulnya hehehe) Kalau dia masuk dapur, dan membuka lemari es, bisa-bisa kulkasnya kosong, dibuangin semua isinya hahaha. Jadi biasanya dia masuk dapur hanya untuk membuat kopi, atau ngebul di exhaust fan dapur 😀 (Biasanya di teras rumah, tapi sekarang dingin, kasihan jadi aku memperbolehkan ngebul di dapur :D)

Awal aku datang ke Jepang, aku masih sering menerima undangan dari teman-teman kerja papa untuk makan bersama, dan saat itu mereka selalu berkata, “Imelda kan ojousama お嬢様 (putri /princess), mana bisa hidup di Jepang?” Mereka tahunya aku tinggal di Jakarta, dan menempati rumah yang ada pembantunya, jadi pasti tidak bisa kerja pekerjaan rumah. Uuuuh aku waktu itu sebel sekali. Emangnya aku tidak bisa kerja apa-apa? Menyebalkan sekali dibilang ojousama. Apalagi aku mendengar dari Ibu Kost ku waktu itu, bahwa sebelum aku datang dan tinggal bersama mereka, ada sepasang remaja Indonesia yang tinggal di situ. Dan mereka dari keluarga kaya di Surabaya, si perempuan tidak bisa pakai sepatu sendiri jadi dipakaikan oleh yang laki-laki (pacarnya)…. WHAT???? Kalau kebalik ngerti deh, tapi ini? Bus*t deh, pantas saja di anggapan orang Jepang sekitarku itu perempuan muda Indonesia tidak bisa kerja.

Jadi waktu aku mulai membuat kue tart di dapur ibu kost, baru dia mulai sadar bahwa cewe yang ini bisa masak… uhuk uhuk! Jelas saja, sejak umur 10 tahun aku mulai bantu mama buat kue dan puding. Bahkan waktu SMP aku sudah masak untuk sekeluarga. Kalau pembantu mudik lebaran (dan biasanya tidak kembali), maka biasanya ada pembagian tugas. Aku di dapur, adikku Novi bagian cuci, Tina beresin kamar dan pel. Andy masih terlalu kecil, sehingga dia ikut mama siram kebun. Jadi, memasak untukku tidaklah sulit, karena sejak kecil aku sudah biasa mendengar mama berkata, “Untuk sop, pakai daun bawang ditumis dulu pakai mentega sedikit, pala sedikit, lada sedikit, garam juga sedikit, nanti dirasa apa yang kurang…. ” Tidak ada ukuran pasti satu sendok atau berapa gram 😀 Semuanya kira-kira. Tapi dari mama aku tahu untuk kakushiaji (bumbu penyedap terakhir) kita masukkan kecap manis, atau cengkeh tergantung masakannya apa. Bahkan untuk membuat puding coklat yang manis pun disuruh mama memasukkan sedikit garam supaya rasanya lebih “hidup”. Bingung kan 😀

Karena keluargaku juga cukup sering membuat pesta di rumah dengan masak sendiri, aku juga terbiasa masak banyak. Satu panci besar sup untuk 20 -40 orang… biasa. Jadi waktu aku pertama nikah, seringnya masak kebanyakan 😀 Baru sekarang bisa masak sedikit untuk 4 orang hehehe.

Tapiiiii…… memang benar, karena aku lebih sering di dapur, aku tidak pintar untuk membersihkan kamar! Sama sekali! Suruh aku berdiri di dapur seharian-dua harian aku akan senang sekali, tapi jangan suruh aku membereskan rumah. Cuci piring, langsung kelihatan hasilnya, piring kotor menjadi bersih. Sedangkan bereskan rumah? Biar disapu juga tidak kelihatan kan (kalau disapu tiap hari…hihihi alasan saja!)

Sebetulnya mau cerita apa sih aku ini? Intinya, seorang putri pun, jika hidup di luar negeri tanpa pembantu, akan bisa menjadi upik abu, dan mengatur rumahnya sendiri! Apalagi menjelang akhir tahun begini. Satu rumah harus dibersihkan sampai semua pojok. Kebiasaan orang Jepang untuk Oosoji 大掃除 (bersih-bersih besar-besaran) untuk menyambut tahun baru dengan rumah yang bersih. Kesempatan membuang panci yang sudah jarang dipakai dan piring yang gompal. Membersihkan kap lampu di langit-langit rumah, sampai pojok belakang lemari es. Mengganti filter exhaust fan di dapur, sampai membuang buku-buku atau majalah yang sudah tidak perlu. Dari atas sampai bawah. Seluruhnya dan sendirian 😀

Kemarin aku pergi ke TK nya Kai, ada acara Oosoji bersama orang tua murid. Kami membersihkan kelas yang dipakai selama setahun. Dari seluruh kaca jendela dan frame, sampai mengelap semua mainan puzzle dan balok kayu. Pada kenyataannya kelas itu memang masih bersih, tidak ada orang yang sampai perlu mencuci lap basahnya karena debu. Tapi kemarin aku sempat menggeser lemari TV/video dan menemukan sedikit debu di bagian belakang. Entah kenapa tapi senang rasanya melihat lapku berubah menjadi abu-abu 😀

Kegiatan Oosoji di TK memang sudah masuk dalam program TK setahun. Kalau di SD murid-murid sudah cukup besar untuk bisa membersihkan kelasnya sendiri. Tapi untuk murid TK seusia 3-4-5 tahun, tentu belum bisa dan … tidak sampai tingginya :D. Setelah acara bersih-bersih selesai, kami duduk di bangku anak-anak kami, dan mendengarkan laporan sang guru mengenai perkembangan anak-anak kami. Karena kelas nensho 年初 (TK tahun pertama dari 3 tahun), kebanyakan masih berusia 3-4 tahun, pertama kali berkumpul bersama teman-teman dalam ruangan kelas serta belum terbiasa berinteraksi. Masih banyak kejadian menangis, berkelahi karena tidak mau meminjamkan mainan/alat tulis, atau belum tahu cara “pinjam-meminjam”. Saat ada masalah begitu, guru akan menengahi dan memberitahukan kesalahan mereka. Tapi setelah 8 bulan bersama, mereka mulai bisa berinteraksi dan mulai bisa mengatakan “gomennasai”. Selain itu “gomennasai” bukan sekedar di mulut, tapi mulai bisa mengerti kenapa harus berkata maaf dan apa kesalahan sebenarnya. Pantas saja, akhir-akhir ini Kai sering sekali mengucapkan “Mama… maafkan kai, kai sudah bikin marah mama….” Atau, “Mama maafkan Kai, kai kasih tumpah susu di lantai”. Jadi bukan hanya maaf saja. Terharu juga aku mendengar penjelasan gurunya Kai, dan merasakan Kai memang semakin bertambah besar.

So, apakah sudah Oosoji dan membersihkan rumah menghadapi tahun baru? Atau buat yang kristen katolik, sudah oosoji hati kita untuk menyambut kelahiran Yesus? …. Masih ada 5 hari menjelang natal dan 11 hari menjelang tahun baru 😀
OK deh aku mau lanjut beberes lagi yaaaaa….

Gambar Kai yang dipajang di TK nya, katanya itu self potrait tapi Kai jungkir balik. Mungkin seperti Ninja, kepalanya bisa di bawah hihihi