Saya rasa, yang punya foto keluarga yang dipajang di ruang tamu dengan ukuran besar hanya orang Indonesia. Keluarga Indonesia waza-waza (dengan sengaja) akan pergi ke Photo studio untuk mengambil foto keluarga. Ada yang dengan seragam batik, atau kebaya/baju nasional, ada yang dengan baju hitam semua, ada yang dengan baju warna-warni alias bebas. Orang Indonesia boleh dikatakan suka berfoto. Kalau lihat blog orang Indonesia pasti ada isi foto sendiri/keluarga. Berlainan dengan orang Jepang, biasanya isinya foto anjing/kucing kesayangan, makanan, benda, pemandangan. Jarang yang memasukkan foto diri sendiri, foto keluarga, foto teman sekolah dll. Selain bermasalah dengan privacy orang, orang Jepang jarang mengabadikan sesuatu dengan foto. Anak muda Jepang sekarang, dengan adanya fungsi kamera di handphone mulai mengabadikan apa saja, dan mulai menjadi narsis seperti orang Indonesia hehehe.
Orang Jepang biasanya membuat foto di studio pada waktu mempunyai bayi yang berusia sekitar 30-40 hari, sekaligus dengan upacara Omiyamairi (Kunjungan perdana ke Kuil Shinto). Sesudah ke Kuil biasanya orang tua akan membawa bayinya ke foto Studio untuk dipakaikan kimono sewaan, lalu diabadikan. Kadang bersama orang tua + saudara kandung. Setelah upacara Omiyamairi, biasanya mereka akan ke studio lagi pada waktu perayaan shichi-go-san (7-5-3) . perayaan untuk anak perempuan berusia 3 dan 7 tahun, dan bagi laki-laki umur 5 tahun. Anak-anak itu akan memakai kimono, yang biasanya disewakan oleh Photo Studio itu. Setelah upacara7-5-3 itu, tergantung kondisi keluarga itu, ada yang pergi ke studio waktu upacara masuk TK (3 atau 4 th) atau masuk SD (6 th).
Sesudah itu biasanya akan membuat foto lagi pada waktu upacara menjadi dewasa Seijinshiki yaitu waktu usia 20 tahun. Waktu itu, seorang gadis akan memakai kimono yang dinamakan Furisode (lengannya panjang). Orang tua akan membelikan kimono ini untuk anak gadisnya, yang biasanya mahaaaaaaaaaaal sekali. yes, KIMONO is expensive. Ada mantan murid saya yang dibelikan kimono seharga 1.000.000 yen. Katanya, ini adalah pemberian termahal kepada anak perempuan, karena soro-soro (sebentar lagi) akan menikah. Sesudah menikah, furisode miliknya akan dipotong lengannya yang panjang sehingga bisa dipakai lagi dalam kesempatan yang lain. Tapi karena corak kimono untuk usia 20 tahunan biasanya cerah, tidak begitu cocok untuk mereka yang dianggap sudah berstatus ibu. Jadi? bagaimana nasib furisode itu? Ya , mungkin dijual atau menjadi penghuni lemari, dan bisa diberikan pada anak perempuannya kelak.
Setelah umur 20 tahun, foto berikutnya waktu lulus sarjana dan menikah. Untuk foto wisuda, mantan mahasiswi itu akan memakai Hakama, seperti kimono laki-laki tapi bercorak bunga. Sudah menikah? Tentu saja yang menjadi pusat perhatian adalah bayi yang baru lahir, dan kembali lagi ke siklus di atas tadi. Jadi foto keluarga biasanya hanya foto Bapak-Ibu-bayi (anak) dari . Dan sekali lagi, tidak semua orang Jepang menjalankan kebiasaan berfoto bersama satu keluarga.
—– hakama (perempuan dan laki-laki) serta furisode.—
Kalau di Jakarta, saya selalu membuat foto keluarga di Yo Photography di jalan Puloraya, dekat SMA ku dulu. Asal semua sudah siap, langsung difoto dan langsung minta cetak ukuran berapa, lalu pilih pigura, selesai. Kayaknya tidak pernah lebih dari satu jam deh. Lalu fotonya sendiri biasanya lebih artistik daripada foto di studio di Jepang. Foto di Jepang kebanyakan latarnya berwarna putih atau pastel. Sedangkan di Indonesia latar biasanya gelap, sehingga lebih menarik. Gaya orang Indonesia juga lebih beragam, lain dengan orang Jepang yang lebih kaku.
But, saya ketemu satu Photo Studio di Tokyo, di daerah Kichijoji, yang hasilnya sama dengan di studio Indonesia. Namanya Laquan Studio. Saya coba pertama kali di situ untuk pemotretan Riku kira-kira seperti Omiyamairinya. Tapi tidak menyewa pakaian dari mereka. Kebetulan ibu mertua berulang tahun ke 60, lalu adik dan adik ipar dari Sendai juga bisa hadir, sehingga kita membuat foto keluarga Miyashita yang pertama (di luar foto perkawinan). Sedangkan foto Riku bayi dengan oma opanya dibuat di Yo, jakarta. Nah anak kedua emang selalu kasihan deh. Kai sudah 11 bulan tapi belum pernah pergi ke photo studio. Lalu, tahun ini Riku berusia 5 tahun, jadi ada perayaan 7-5-3 (biasanya november). Karena mendekati november pasti studio penuh, mumpung masih banyak waktu saya pikir ambil foto sekarang saja. Apalagi kalau fotonya bisa jadi sebelum pergi ke jakarta. Bisa dijadikan hadiah untuk opa-omanya.
Jadi saya buat appointment hari Selasa kemarin jam 3, Riku dengan memakai kimono dan tuxedo, dan Kai memakai Kimono untuk bayi yang namanya odenchi. Wahhhh ternyata Kai nangis terus sehingga tidak sukses foto dengan odenchinya. Jadilah dia difoto hanya dengan pampers. Sedangkan Riku cerewet sekali. Dia sendiri yang pilih kimono dan tuxedo (baju pesta)nya. Waktu aku lihat kok hitam semua. Oi oi kamu masih anak-anak jangan pilih warna dewasa gini dong. Baju pestanya terbuat dari kulit, sehingga memang kita kasih nama baju Rockstar. Aku bilang tukar salah satu dengan yang warna cerah. Jadi dia tukar kimononya dengan yang berwarna biru dengan lukisan tradisional Jepang.
Hasilnya? Bagusan dengan Baju Rockstarnya itu daripada kimono. Mariko san yang menemani kita berkata, “Abis Riku bukan orang Jepang kan…lebih cocok yang Rockstar!” hehehe. Tapi emang benar aku lebih senang gayanya dia dengan baju Rockstar. Tidak sabar untuk menunggu hasil cetakan fotonya. Kemarin sebetulnya sudah pilih 30 lembar foto dari 148 lembar yang ada untuk dicetak. Tapi masih mikir karena mahal bo. Masak ukuran yang terkecil (L) biayanya 2100 yen ( Rp168.000) Kalau aku jadi cetak semua yang dipilih berarti 63.000 yen… wah bisa nangis deh. Memang sih biaya pemotretan, sewa baju semua gratis. Dan kalau dipikir-pikir 30.000 satu anak itu termasuk murah untuk Photo Studio di Jepang. Huhhhh, jadi bisa mengerti ya kenapa orang Jepang jarang berpotret sekeluarga hehehe. Kita akan lihat lagi foto-foto itu hari minggu bersama papanya Riku, dan biar dia tentukan berapa lembar yang akan kita pesan. Nanti kalau sudah jadi saya scan dan kasih liat deh…. ditanggung yang cewe-cewe berebut minta fotonya …hahaha (oyabaka.… arti harafiahnya orang tua bodoh, tapi ungkapan ini diucapkan jika orang tua memuji-muji anaknya sendiri. memuji keluarga sendiri seakan tabu dalam masyarakat Jepang. berlainan dengan masyarakat Indonesia ya…)