Pecicilan

4 Nov

Hayooo pecicilan itu kata dasarnya apa? cicil? Tapi waktu aku cari di KBBI daring (yang sekarang sedang down) hanya dapat 2 arti : 1. mencicil seperti kredit dan 2. mata membelalak. Padahal yang aku maksud dengan pecicilan bukan mata membelalak, tapi yang artinya “tidak bisa diam”. Jadi pasti bahasa Jawa tuh. Langsung aku konfirmasikan ke Krismariana, dan memang untuk mengatakan  “tidak bisa diam” bisa dipakai kata “pecicilan”.

Tentu saja tahu dong siapa yang pecicilan kan? Ya si Koala, alias Kai, anak keduaku. Hari Selasa, 1 November itu aku janji bertemu dengan Ade Susanti dan suaminya jam 11 di Stasiun Tokyo. Mereka dari Nagoya naik shinkansen. Tadinya kupikir aku bisa pergi sendiri dan menemani mereka sampai jam 4-an karena aku akan memperpanjang jam belajar di TK nya sampai jam 5. Eh, ternyata aku salah lihat daftar rencana belajar, rupanya tanggal 1 November itu TK nya Kai libur karena ada penerimaan murid baru untuk tahun ajaran (April)  2012-2013. Ya sudah, terpaksa dong aku bawa Kai.  Dan untung sekali kami bisa berkomunikasi lewat sms sehingga bisa bertemu di Stasiun Tokyo yang begitu luas.

Imperial Palace dari luar, kiri bawah Nijubashi

Karena kami mau menaruh koper dulu ke hotel di Asakusa, maka aku pikir lebih baik naik taxi. Lumayan kalau bawa koper naik turun subway yang termasuk lama (sejarahnya) karena biasanya tidak ada eskalatornya. Sesudah naik taxi, aku tanya soal Imperial Palace yang bisa dikunjungi umum itu yang mana. Eh pak supir baik, dia bilang, itu sudah keliatan kok, apa mau dilewati. Wah asyik juga, jadi aku minta pak supir melewati pintu Gerbang utama Palace, dan jembatan Nijubashi. Aryo, suami Ade ingin sekali memotret Nijubashi. Tapi kami cukup kecewa waktu melihat Nijubashi itu tidak sebesar perkiraan kami waktu melihat foto-foto pariwisata. Kecil deh hehehe. Yah, cukuplah aku mengambil foto dari dalam taxi saja. Nanti kalau ada waktu bisa kembali lagi.

Becak tradisional, Gedung Asahi, Sky Tree

Dari depan taman istana, kami menyusuri jalan melalui Akihabara, Ueno, Asakusa, dan kami turun persis di stasiun Asakusa. Ternyata hotel yang dipesan dekat sekali dengan hotel. Aku cukup senang dengan pelayanan hotel bisnis yang cukup ramah dan pintar berbahasa Inggris. (Tapi ngga tau sih bagaimana kalau menginap, nanti musti tanya pada Ade). Karena belum waktu cek in (waktu itu menjelang  pukul 1:00 padahal waktu cek in pukul 3 sore) koper ditinggal dan bisa langsung dimasukkan ke kamar begitu kamarnya selesai. Dan kami keluar lagi untuk cari makan siang. Nah aku menanyakan pada Ade, maunya makan Segala Tahu atau Shabu-shabu. Dan pilihan ke Shabu-shabu.

Kiri atas: Latar Mitsukoshi Ginza, kiri bawah tahu dengan asparagus

Jadi kami menuju Ginza yang terkenal sebagai Daerah Shopping (Kalau di New York ya Fifth Avenue deh). Kami menuju stasiun yang letaknya dekat sekali dengan hotel, dan jalurnya adalah Ginza Line! Jadi kami bisa langsung ke Ginza tanpa harus ganti-ganti kereta lagi. Dengan waswas aku masuki stasiun subway. Aku jelaskan pada Ade bahwa aku tidak bisa naik subway karena pernah panic syndrome, jadi harus ajak aku bicara terus, supaya aku tidak panik. Untunglah Ginza Line itu tidak terlalu dalam di bawah tanah(karena Ginza line adalah subway nomor 2 yang dibangun di Tokyo, Nomor satunya Marunouchi line), jadi aku bisa tahan melampaui 10 stasiun sebelum sampai ke Ginza. Senang juga bisa naik subway lagi. Tapi aku tidak yakin aku bisa naik sendiri. Sedapat mungkin aku cari kereta di atas tanah, bus, atau taxi hehehe.

Begitu sampai di Ginza, kami menuju Ginza Core Building lantai 2, tempat “Shabusen”, restoran shabu-shabu yang enak dan reasonable  di Tokyo. Aku sekaligus bernostalgia di restoran ini, karena dulu waktu single lumayan sering aku makan di sini, baik dengan papa mama jika datang ke Tokyo, atau teman-teman papa, atau teman-teman gereja. Aku ingat sekali ada satu teman gerejaku yang laki-laki bernama S yang bisa tambah nasi sampai 5 kali (disini bisa tambah nasi atau bubur sebebasnya jika kita pesan shabu-shabu daging). Dan ada satu appetizer (makanan pembuka) yang selalu aku pesan di sini yaitu asparadofu (Tahu sutra dengan asparagus) it melted in your mouth!

 

Shabu-shabu di Shabusen, Ginza

(Eh omong-omong soal tambah nasi, aku sampai tambah dua kali loh, soalnya Kai makan bersamaku, dan dia bisa makan 1 mangkok nasi ukuran orang dewasa! aku sampai heran sekali…..)

 

Torii sebelum menuju Kuil utama Meiji Shrine, Kai dan Ade bergaya ultraman.

Dari Ginza kami langsung menuju ke Meiji Jingu (Meiji Shrine) di daerah Harajuku. Begitu naik lewat pintu keluar no 2, kami langsung menemui sebuah jembatan yang mengarah ke Shrine yang ditandai dengan terlihatnya sebuah Torii (Pintu gerbang kayu) besar nan kuno. Mulai di situ kami harus berjalan jauuuh melalui jalan berkerikil yang diapit pepohonan rimbun. Tidak terasa bahwa kami ini berada di dalam kota Tokyo dengan lebatnya “hutan” ini. Memang merupakan ciri khas bahwa kuil Jepang pasti berada di dalam “hutan” karena menunjukkan keharmonisan dengan alam. Cukup jauh kami berjalan, sampai  kami menemui pameran Kiku 菊 atau Bunga krisan/seruni di sepanjang kanan jalan. Memang Kiku dapat dilihat pada musim gugur (Aku jadi teringat melihat sebuah pameran boneka dari seruni di Nihonmatsu sekitar bulan ini puluhan tahun lalu). Bunga kiku atau seruni merupakan lambang kekaisaran Jepang yang dipakai dalam simbol-simbol kenegaraan.

Bunga Seruni/Krisan berwarna ungu di Meiji Shrine

Akhirnya kami sampai di bagian utama kuil Shinto ini. Dan kebetulan waktu kami masuk ada iring-iringan pendeta Shinto Kannushi memasuki sebuah ruang , sedangkan dari ruangan yang lain keluar serombongan laki-laki berhakama. Kami ditahan untuk tidak mendekati kannushi oleh beberapa petugas berseragam. Aku tak tahu apakah mereka dari kepolisian (sepertinya sih bukan karena bukan seragam polisi) , mungkin dari protokol kuil. Dan di dengan panggung utama ada semacam panggung di tengah-tengah yang ternyata merupakan tempat pertunjukan musik tradisional Jepang. Jadi deh kami mendengarkan sepotong konser tradisional dan melihat  sebuah iringan pengantin ala shinto.

Iringan Kannushi, dan panggung utama kuil

Akhirnya sekitar pukul 4: 15 kami berjalan pulang menuju stasiun dan berpisah. Riku sudah berkali-kali meneleponku dan menanyakan aku sedang berada di mana. Dia pulang dari sekolah jam 3 siang dan sudah bisa tinggal di rumah sendiri. Tapi karena sekarang jam 5 sudah gelap dia sering takut sendiri. Dari stasiun  Harajuku JR aku ke Shibuya, kemudian naik Inokashira line sampai Kichijouji. Aku sengaja ambil rute ini, karena aku takut Kai tertidur di tengah jalan. Sesedikit mungkin berdiri dan kalau perlu aku bisa naik taxi dari Kichijouji untuk pulang ke rumah. Jika Kai tertidur. Soalnya Kai jalan kaki terus bersama kami, sejak awal dan tidak satu kalipun minta gendong. Bahkan dia sering berlari-lari muter-muter, seakan-akan energinya tidak habis-habis…. aku serem kalau dia teler di perjalanan pulang, dan aku harus menggendong dia… oh nooooo….

Tapi ternyata Kai memang sambil berkata, “Mama aku capek” tapi tetap berjalan terus, tidak tertidur, dan masih mau aku ajak berkeliling food court Atre di Kichijoji untuk membeli makanan jadi. Aku sih sudah teler untuk masak lagi, dan pasti Riku sudah lapar dan menagih makanan begitu aku pulang. Kami akhirnya sampai di rumah pukul 6:30 dan disambut Riku, “Mama aku lapaaaar” hehehe.

Well satu hari yang melelahkan tapi mengasyikkan. Sudah lama aku tidak jalan-jalan di dalam kota Tokyo, dan dengan kedatangan Ade, aku bisa bernostalgia, dan juga bisa naik subway! Tapi ya itu 30% capeknya aku ya karena Kai pecicilan terus, sehingga memerlukan kewaspadaan extra waktu kami berada di pinggir jalan besar, atau di peron stasiun. Tentu saja aku tidak mau anakku celaka kan?

 

Stasiun Harajuku JR

Kopdar Tokyo

31 Okt

Asyiiik, setelah tahun September 2009 aku bertemu dengan blogger Mas Agustus Nugroho di Tokyo Tower, hari ini aku mengadakan kopdar kedua di Ueno – Asakusa. Ya aku bertemu dengan Ade Susanti atau yang lebih sering dikenal dengan Unidede.

Setelah mendarat dan check in di hotelnya, Unidede menghubungi aku dan kami janjian bertemu di Ueno. Akhirnya kami bertemu menjelang jam 3 di depan Hard Rock Cafe, Hirokoji Exit di Ueno. BTW, aku baru tahu bahwa ada HRC di Ueno. Setahuku HRC hanya ada di Roppongi. Ketahuan deh sudah lama tidak main-main 😀

Kami berlima, Unidede dan suami, aku, Riku dan Kai akhirnya makan siang di sebuah restoran sushi yang berada di lantai 2. Dan yang menyebalkan aku terlambat mengambil bill bayaran sehingga akhirnya aku ditraktir Mas Aryo deh. Terima kasih banyak ya. Aku juga dibawain Beng-beng, Kopi dan Teh Kotak!  Waaah sekeluarga menikmati oleh-oleh sampai merem melek di rumah.

Late lunch dengan sushi...

Sesudah makan kami naik taxi ke Ueno. Tidak jauh, sekitar 1200 yen ongkosnya. Dan kami bisa melihat Sky Tree menjulang. Sayang waktu itu aku repot pangku si Kai, jadi tidak bisa memotret Sky Tree di depan mata. Oleh pak supir kami diturunkan persis di depan Kaminari Mon, pintu gerbang menuju Kuil Sensoji, Asakusa, yang merupakan tempat wisata yang harus dikunjungi di Tokyo.

Di depan Kaminari Mon

Ada banyak pemuda ber-happi (kimono pendek) yang menawarkan untuk naik Jinriki-sha (becak yang ditarik manusia), aku pernah tulis di sini. Kata temanku sih satu keliling sekitar 4000 yen, maklum tidak pernah coba untuk naik sih.

Setelah berfoto di depan Kaminari Mon, kami masuk menyusuri toko-toko sepanjang jalan kiri-kanan. Riku dan Kai senang sekali, bagaikan kuda lepas berkata, “Mama boleh ini? boleh ini?” Dan mamanya kadang harus pasang muka anker dengan berkata “tidak boleh!” Tapi kami sempat membeli gantungan kunci, coba minum amazake dan makan kibidango (kue mochi yang dibawa oleh Momotaro sebelum menaklukkan Oni di Onigashima) , mizuame (permen berisi buah-buahan, lengket-lengket deh hihihi) dan terakhir aku belikan pra model untuk mereka berdua.

Deretan toko-toko sepanjang jalan menuju Kuil Sensoji

Terakhir aku ke Kuil ini sudah sekitar 15 tahun lalu, waktu masih single, dan waktu itu siang hari. Ternyata kalau malam hari memang tempat wisata Jepang itu lebih terasa mistis dan indah. Asalkan di light-up ya, kalau tidak ya susah untuk ambil fotonya. Dari depan kuilnya pun kami bisa melihat sepotong dari Sky Tree yang menjulang. Mas Aryo yang kameranya sama denganku (Nikon D80, tapi lensanya lebih canggih tuh) juga banyak mengabadikan kuil ini.

Pemandangan malam hari di Kuil Sensoji

Akhirnya sekitar pukul 6:30 kami kembali ke Ueno naik taxi lagi, dan berpisah di Ueno, dengan janji untuk bertemu kembali besok, Selasa pagi untuk jalan-jalan di Tokyo. Tapi bener deh, jalan-jalan bawa anak itu….refoooot banget. Tanya aja sama unidede, betapa lincahnya si Kai 😀

Ayoooo siapa lagi yang mau kopdar di Tokyo? Tak tunggu loh 😀

Seribu, 12 dan 19

24 Sep

Kemarin, Jumat tanggal 23 September adalah hari libur di Jepang, Equinox Day yang menyatakan awal musim gugur di Jepang. Pada hari Equinox itu panjangnya siang dan malam sama panjangnya. Tapi di Jepang, hari Equinox juga disebut dengan HIGAN, saat untuk “nyekar” di makam keluarga. Dan sudah menjadi pengetahuan umum di Jepang bahwa “atsusamo samusamo higan made” (panas dingin sampai Higan), jadi panasnya musim panas akan berhenti pada hari Higan, dan sebaliknya dinginnya musim dingin akan berhenti pada hari Higan yang jatuh bulan Maret. Dan memang sejak tanggal 22 sejuk pada pagi hari, tapi siangnya masih lumayan tidak sejuk. Tapi kemarin tgl 23…sejuk seharian.

Tapi kemarin aku tidak libur. Justru hari itu aku mulai mengajar di Universitas S. Sebelumnya Gen berpikir untuk mengantarku ke kampus naik mobil, lalu pergi ke kebun binatang. Kai ingin melihat panda. Tapi, di kebun binatang dekat kampus tidak ada pandanya. Yang ada pandanya hanya di kebun binatang Ueno (dan sulit untuk naik mobil ke sana). Jadi kami naik bus dan kereta bersama, kemudian berpisah di stasiun Takadanobaba. Gen, Riku dan Kai pergi ke Ueno, mengejar tour dengan guide mulai pukul 11. Kata Gen, guidenya membawakan tour dengan menarik, sehingga banyak pelajaran yang bisa diketahui. Misalnya Kirin (Jerapah) selain lehernya panjang untuk mencapai daun-daun di pohon, dia juga mempunyai lidah yang panjang untuk bisa mencabik dedaunan itu. Katanya panjang lidah kirin yang bisa dijulurkan keluar sepanjang 25 cm.

Menonton Big Panda di Kebun Binatang Ueno

Waktu aku selesai mengajar dan mengirim email pada Gen, dia mengatakan bahwa mereka baru akan makan siang. Jadi kami sepakat untuk bertemu di Shinjuku untuk makan siang (late lunch) di Tsubame Grill (berdiri sejak tahun 1930). Sebuah restoran yang terkenal dengan Hamburg dengan saus beef stew. Memang ada banyak cabang restoran ini, dan kami pergi ke cabang di Lumine, Shinjuku. Heran deh, jam aneh begitu (jam 3:30) tapi restorannya penuh saja. Untung kami tidak perlu menunggu lama.

Senang sekali kami berempat bisa makan bersama di Tsubame Grill. Kami agak jarang makan di sini, padahal restoran ini waktu aku pacaran dengan Gen sering menjadi tujuan kencan. Dan kali ini kami datang dengan Riku dan Kai. Apalagi Riku dan Kai sudah bisa memotret papa dan mamanya. Memang kemarin adalah hari khusus kami, 12 tahun yang lalu kami mencatatkan pernikahan kami di catatan sipil. Meskipun bagi kami berdua wedding anniversary adalah tanggal 26 Desember, saat kami mengucapkan janji perkawinan di gereja. Tapi secara hukum (Jepang) kemarin itu aku genap 12 tahun sebagai Mrs Miyashita.

Selain itu kemarin aku memperingati 19 tahun tinggal di Jepang. Di pasporku masih tercantum cap mendarat pertama di Jepang sebagai mahasiswa pada tanggal 23 September 1992. Hmmm mulai hari ini aku menghitung ke 20 tahun tinggal di Jepang. Rasanya sebentar? Lama? Tidak bisa diukur dengan pikiran dan perasaan. Banyak temanku yang lebih lama dari aku sudah tinggal di Jepang, sehingga kadang kalau ditanya sudah berapa lama tinggal di Jepang aku menjawab, “Baru 19 tahun”. Tapi well, akhir-akhir ini aku berpikir memang aku sudah cukup lama tinggal di Jepang (terasa tuanya hahaha).

Tsubame Grill, restoran dengan menu specialnya Hamburg beef stew sauce

Selesai makan kami pulang, tapi sekali lagi kami ingin menyenangkan Kai. Kami berdua merasa kami kurang memenuhi permintaan Kai. Setiap ingin pergi ke suatu tempat, kami tunda atau batalkan karena kami sudah pernah, tapi sebetulnya Kai belum pernah. Jadi hari ini selain menuruti permintaan Kai untuk melihat panda, kami ingin naik Red Arrow (bukan Enni Arrow loh 😛 ).

Red Arrow adalah kereta cepat dari Seibu Line, jalur kereta di dekat rumah kami. Waktu Kai masih dititipkan di penitipan Himawari, karena letaknya di samping stasiun, anak-anak sering diperlihatkan kereta-kereta yang lewat. Jadi Kai tahu bahwa ada kereta cepat yang bernama Red Arrow.Red Arrow memang tidak berhenti di stasiun kami, tapi kami bisa turun di setasiun pertama, dan kembali ke stasiun kami naik lokal train. Untuk naik Red Arrow ini kami perlu membeli tiket extra untuk kursi. Senangnya Kai bisa naik Red Arrow ini, meskipun karena tidak ada kursi kosong berderet untuk 4 orang sehingga aku duduk sendiri, dan Gen bertiga duduk satu deret. (Masih ada permintaan Kai yang lain, yang belum sempat kami kabulkan yaitu ingin naik perahu/kapal!…. harus cari kesempatan nih)

Kai dan Red Arrow..... gaya barunya Kai, angka tujuh deh "Ore ikemen!"

Sesampai di rumah, kupikir aku bisa istirahat tidak perlu masak makan malam, karena aku masih kenyang sekali makan jam 3:30. Eeeee satu persatu mulai dari Riku bertanya, “Mama, makan malam kita apa?” Doooh ternyata 3boys ku ini mengharapkan makan malam! Coba kasih tahu sebelum sampai di rumah, aku kan bisa beli makanan jadi di dekat stasiun. Terpaksa deh aku masak daging goreng (Tonkatsu) untuk mereka. Sementara mereka makan, aku mandi berendam air panas…. teler dan tertidur kecapekan. Dan terbangun pukul 12:30… yahhhhh hari sudah berganti, dan aku TIDAK SEMPAT menulis posting yang ke SERIBU di hari istimewaku…. hiks.

Sebetulnya untuk menyambut posting ke 1000, aku sempat berbicara dengan Little Usagi dan Elizabeth Novianti. Mau buat giveaway, tapi kok akhir-akhir ini banyak sekali blogger yang membuat giveaway. Belum lagi seandainya mengadakan kuis, aku (atau juri) harus menilai siapa juara pertama, kedua, ketiga….. dan itu pasti makan waktu dan repot. Makanya aku selalu kagum pada Pakdhe Cholik yang getol sekali membuat kuis-kuis, hebat deh pokoknya. Tadinya Putri usul membuat lomba menulis surat untuk Riku dan Kai supaya anak setengah Jepang, setengah Indonesia ini tetap cinta Indonesia. Usulnya bagus sih cuma ya itu …repot hehehe.  So, untuk kali ini aku tidak membuat kuis, tapi aku ingin mengirimkan sesuatu kenang-kenangan kepada 10 orang Top Commentator tahunan yang termasuk dalam daftar di samping kiri.Dan 10 orang yang memberikan komentar terbanyak dalam bulan ini, bulan September.

(per tahun 2011)

(dalam bulan September)

Yang dobel namanya hadiahnya dijadikan satu ya hehehe. Untuk itu aku minta alamat pengiriman pos lewat emi(dot)myst@gmail(dot)com. Aku mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas komentar yang diberikan, dan mohon maaf jika tidak bisa menjawab/membalas semua komentar yang masuk. Seribu posting dalam 3,5 tahun memakai domain ini menurutku lambat, karena terlihat sekali penurunan jumlah tulisan per bulan. Jika dulu hampir sehari satu posting, itu sudah tidak bisa lagi aku pertahankan. Apalagi waktu aku mudik kemarin, boleh dikatakan aku amat jarang menulis, padahal tahun lalu waktu mudikpun aku bisa menulis. Entah faktor U atau faktor semangat yang sudah kendur ditambah kesibukan mengurus anak-anak yang semakin besar dan butuh perhatian ekstra, tapi aku tetap berharap aku bisa terus menulis selama aku bisa. Pengunjung TE juga datang dan pergi, nama-nama yang dulu ada, sekarang tidak ada, atau jarang terlihat. Tak mengapa, karena masing-masing tentu mempunyai kesibukannya sendiri. Yang penting silaturahmi yang pernah ada, sedapat mungkin dilanjutkan, kalau tidak mungkin dengan blog, ya dengan bentuk lain, atau social media lain. Aku tetap berharap masih bisa menjumpai teman-teman di Jakarta waktu mudik tahun depan, atau paling sedikit lewat blog ini.

Seribu, 12 dan 19 …angka-angka yang ingin aku peringati khususnya pada hari ini.

Tabik

Imelda

NB: Gara-gara baca postingnya pakdhe yang ini, aku jadi buat nasi kuning (sederhana karena cepat-cepat) deh hari ini hehehe. Disanding dengan nasi (ketan) merah Jepang yang selalu disajikan waktu selamatan.

Kebun Binatang Ueno

9 Feb

Well, sebetulnya bukan saya yang pergi ke Kebun Binatang Ueno, tapi Riku berdua papanya. Hari Sabtu tanggal 7 Feb, Kami berangkat dari rumah jam 11 naik mobil ke Meguro. Tepatnya ke Sekolah RI Tokyo di Meguro, karena saya ada rapat KMKI untuk membicarakan paskah 2009. Dan selain rapat ada janji makan malam bersama mahasiswa Universitas Senshu dan Sasaki Sensei. Makan malam itu jam 17:30 di restoran Cabe, yang dekat SRIT itu. Yang pasti, Gen tidak mau menjaga dua anak dari jam 11 sampai malam. Dia kewalahan. Jadi bagi tugas, Kai ikut saya rapat terus tunggu sampai malam. Sedangkan Gen dan Riku akan naik kereta dari Meguro Stasion ke Ueno. Mereka “date” ke Kebun Binatang tertua  di Jepang, yang terletak di Taito-Ku.

Perjalanan Riku dimulai dari Stasiun Meguro. Mereka naik kereta Yamanote Line ke arah Ueno. Jalur kereta ini berbentuk Lingkaran dan merupakan jalur paling sibuk di Tokyo. Tapi jarak pemberangkatan satu kereta dengan kereta lainnya “HANYA” 3-5 menit. Jadi cukup menunggu maximal 5 menit jika terlambat naik kereta ini. TAPI, jika terjadi kecelakaan (biasanya akibat ada orang yang bunuh diri dengan terjun ke rel) maka jalur ini jugalah yang paling “merugikan”. Karena jumlah penumpang yang begitu banyak, jika terlambat bisa merugikan banyaaaaak perusahaan.

Nah, Riku ingin duduk di gerbong paling ujung (lucunya Yamanote line ini tidak ketahuan mana yang gerbong depan, mana yang gerbong belakang, karena melingkar) persis di belakang kondektur. Mungkin karena Riku menunjukkan antusiasme sepanjang perjalanan, maka waktu kereta berhenti di Ueno, kondektur itu memanggil Riku, dan memberikan kenang-kenangan berupa kartu bergambar kereta. Riku bangga dong menerima langsung dari kondekturnya (sayang tidak sempat berfoto bersama kondektur ya… )

Di pintu gerbang Kebun Binatang Ueno, dari jauh Riku berkata pada papanya, “Pa, di sana ditulis 200 (dua ratus)… mungkin bayarnya 200 ya?”. Ternyata setelah mendekat, yang dia maksud adalah tulisan ZOO. (Riku hanya bisa baca angka dan sedang belajar hiragana, jadi tidak bisa baca alfabet). Harga tanda masuk di sini untuk dewasa 600 yen, sedangkan anak SD ke bawah gratis. Untuk murid SMP, jika bertempat tinggal atau bersekolah di TOKYO, gratis. Kebun Binatang Ueno yang dibuka pertama kali tanggal 20 Maret tahun 1882 ini tutup pada hari Senin.

Kebetulan waktu Gen dan Riku masuk ada pengumuman bahwa mulai jam 13:30 akan disediakan guiding gratis oleh petugas Zoo. Jadi Riku (dan Gen) mengikuti kelompok ini yang kira-kira terdiri dari 20 peserta. Memang kalau ada Guide, penunjuk jalannya melihat sesuatu jadi lebih berarti dan banyak pelajaran yang bisa diambil. Riku mengikuti keterangan dan pertanyaan guide dengan antusias. Termasuk bisa menjawab bahwa binatang OKAPI berasal dari jerapah yang bermutasi. Guide itu juga menunjukkan contoh kulit badak dan kulit harimau. Dengan menyentuh kulit tersebut, terasa beda ketebalannya, dan itu juga berbanding sejajar dengan tingkat rasa aman berada di hutan belantara.

Menurut Gen, ada sebuah happening yang terjadi setelah acara guide itu selesai. Waktu itu Gen sedang berada di depan kandang lain, terpisah dengan Riku, Tiba-tiba terdengar Riku menangis. Ternyata ada gagak yang terbang menyambar dada Riku. Wah…. ngeri juga ya. Ingat saya sudah pernah tulis tentang gagak di sini. Tapi kok dia berani sekali di dalam lingkungan kebun binatang (apa ngga takut ditangkap yah hihihi). Untung Riku tidak luka-luka. Dan supaya dia tidak terlalu pikirin (trauma) tentang gagak itu, aku becandain dia….

“Kok gagaknya pilih kamu ya? Pasti karena dia liat kamu itu gemuk!”
Kalau sudah begini, dia ketawa sambil bilang,
“Mama juga gemuk!” …
“Untung mama ngga ke sana ya… nanti gagaknya patuk mama. Riku mau belain mama?”
“Tentu saja!”

Acara guiding ini diadakan di Taman bagian barat. Sedangkan untuk ke bagian Timur, cukup melelahkan karena harus mendaki dan menurun. Kebun Binatang Ueno ini memang luas sekali dan menempati areal sebesar 14 hektar. Menurut perkiraan untuk melihat kesemuanya perlu waktu minimal 2 jam. Nah, untuk menghubungkan bagian timur dan barat, ada sebuah monorail yang dioperasikan dengan biaya 150 yen (dewasa, anak-anak 80 yen  — di Jepang harga karcis anak-anak biasanya setengah dari dewasa, tetapi jika satuan akhir 5 yen maka dibulatkan ke atas). Monorail ini merupakan monorail yang pertama di Jepang. Riku senang sekali bisa naik monorail yang berhiaskan gambar-gambar binatang ini (bahkan waktu ditanya apa yang paling dia suka hari itu, dia jawab monorail — haiyah susah -susah ke kebun binatang untuk monorail). Dan seperti biasa dia selalu  memilih tempat di dekat kondektur.

Di bagian taman ini, Riku melihat Gorila, harimau Sumatra, juga Mekajika (kalau menurut saya ini kancil). Di bagian Harimau Sumatra, Riku berfoto di depan spanduk “stop illegal lodging”. Sayang sekali Giant Panda Ling Ling yang menjadi primadona Kebun Binatang Ueno ini, mati bulan April 2008. Baru kali ini Ueno tidak menampilkan Panda sejak 1972. Katanya sih pemerintah Cina akan meminjamkan pandanya, tapi belum ada berita kapan dikirimnya. BTW, harimau sumatra yang ada di Ueno ini, adalah hadiah dari Taman Safari Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2008 loh.

Kebun binatang tertua di Jepang ini mempunyai 3300 lebih binatang dari 500 jenis (data Feb, 2008). Dan cerita yang menyedihkan mengenai 3 ekor gajah penghuni Kebun Binatang Ueno ini menjadi tema dari Picture Book yang pernah saya tulis di sini (Gajah yang Malang).

Riku menyesal belum bisa melihat semua areal Kebun bintang Ueno, jadi kapan-kapan ingin pergi ke sana lagi. Sedangkan Gen maunya mengajak Riku untuk pergi melihat pameran lukisan di Museum Lukisan Ueno (dia mau kasih tahu mungkin bahwa di sini loh, papa dan mamanya kencan pertama hihihi). Memang di Ueno terdapat bermacam tempat yang menarik. Dan dulu Ueno juga merupakan tempat berkumpul pemagang-pemagang asal Indonesia untuk bertukar informasi dan kerinduan akan tanah air (seperti yang saya singgung di tulisan ini)

Situs bahasa Inggris mengenai Kebun binatang Ueno di sini.