Kontradiksi atau Mujun

19 Okt

Tentunya aku tidak perlu menjelaskan tentang kata kontradiksi ya? Sepertinya orang Indonesia paling jago urusan “kontradiksi” begini. Dan tak bisa ditampik, memang di dunia ini banyak terdapat kontradiksi. Dalam bahasa Jepangnya disebut dengan mujun 矛盾 sesuatu yang berlawanan. Tapi kalau lihat kanjinya sebetulnya satu per satu kanji itu bisa dibaca sebagai hoko 矛 dan tate 盾, dan aku mau menceritakan tentang hokotate ini.

Hokotate adalah nama sebuah acara di TV Fuji (chanel 8), yang aku tonton tgl 16 Oktober, hari Minggu yang lalu. Ceritanya tentang pertarungan produsen barang atau ahli tertentu. Yang pertama kami lihat pertarungan tentang produsen mixer (blender) dari Amerika yang menyatakan bahwa mixernya bisa menghancurkan apa saja, sekeras apapun (bahan alam). Nah penantangnya adalah pembuat katsuobushi (ikan maguro yang dikeringkan untuk bumbu makanan yang jika mau dipakai diserut dulu tipis-tipis). Dalam waktu 1 menit katsuobushi itu dimix, ternyata mixer/blender itu kalah, karena katsuobushi itu tidak hancur semua.

Yang kedua adalah pertarungan antara seorang pedagang perantara kepiting, yang bisa membedakan berbagai macam kepiting itu berasal dari daerah mana saja dengan melihat ciri khas kepiting itu. Serta penantangnya adalah perusahaan pembuat “bakso” kamaboko kepiting tiruan yang bisa membuat bakso kepiting itu serupa dan sama rasanya seperti kepiting asli! Banyak ahli kuliner yang tertipu dengan bakso kepitingnya, disangka kepiting asli yang mahal, padahal buatan pabrik. Nah, di sini yang menang adalah si pedagang.

Yang ketiga adalah seorang ahli reparasi baju. Segala baju bisa diperbaiki. Misalnya jas wool yang berlubang, dia bisa membetulkannya dalam waktu 30 menit. Dan hasilnya menakjubkan! Tidak ketahuan sama sekali bahwa jaket itu tadinya berlubang. Dia memakai benang yang sama yang diambil dari keliman jas tersebut. Bukan itu saja, baju rajutan yang terbuka rajutannya juga bisa dibetulkan,dalam waktu singkat. Nah, saat itu ada seorang artis yang mempunyai baju T-shirt kenangan dengan robekan (seperti digunting) berdiameter sekitar 20 cm. Dibawa ke tukang reparasi manapun tidak ada yang bisa membetulkannya. Ya tentu saja, aku juga kalau melihat robekan sebesar itu berpikir lebih baik dibuang. Tapi memang jika baju/pakaian itu mempunyai kenangan tersendiri, ingin sekali mengusahakan supaya bisa “sembuh” lagi bukan? Nah, baju robek yang sudah ditolak di mana-mana itu pun ditolak oleh ahli reparasi tersebut. TAPI, ternyata dalam waktu 3 hari, sang ahli ini  bisa membetulkan T Shirt itu dengan halussss sekali, sehingga laksanan T Shirt baru! HEBAT…. aku rasa ahli reparasi baju ini benar-benar AHLI. Memang ongkosnya mahal, sekitar 106.000 yen (10 juta Rp), tapi kenangan memang tidak tergantikan dengan uang bukan?

Puncak acara TV itu adalah pertarungan antara produsen besi baja melawan produsen drill (bor). Ini benar-benar seru. Produsen besi baja ini menyatakan bahwa besi buatannya TIDAK BISA DILUBANGI oleh bor manapun, sedangkan si produsen bor menyatakan TIDAK ADA BESI yang TIDAK BISA DILUBANGI oleh bor buatannya. Ini baru hebat! Masing-masing ahli di bidangnya, dan selalu berusaha membuat produk yang TERBAIK! Mereka meneliti dan mengadakan percobaan-percobaan supaya bisa menang! Dan hasilnya? SERI! Karena bor ternyata patah dan tidak bisa membuat lubang di besi yang dibawa, tapi besi itu pun rupanya hancur terkena gesekan dari bor tersebut, meskipun tidak terlubangi, tapi pecah. Karena itu hasilnya seri, hikiwake.

Menonton acara itu, aku benar-benar merasa Jepang memang hebat. Inilah “motivasi” sesungguhnya. Menguasai sesuatu dan menjadi ahli di bidangnya, memang merupakan “sifat” orang Jepang. Tidak mudah terbawa arus, selalu berusaha menjadi nomor SATU, tak terkalahkan. Bayangkan saja si ahli reparasi baju/tekstil itu, dia mempelajari tenunan berbagai tekstil bertahun-tahun, sehingga bisa tahu bagaimana memperbaikinya. Semua dia gambar sendiri dan mengingatnya di kepala, tapi gambar-gambar itu kemudian menjadi buku manual bagi penerusnya. Karena dia ahlinya, maka banyak order yang datang padanya…. kemampuannya dihargai orang.  Mottonya: “Tidak ada baju/tekstil yang tidak bisa diperbaiki”. Atau si pedagang kepiting, yang tidak bisa dikelabui oleh mesin pembuat “bakso” kepiting. Belum lagi SEMANGAT menemukan sesuatu yang LEBIH, ditunjukkan oleh produsen besi baja dan bor itu. Ahhh…. kapan televisi Indonesia bisa membuat program seperti ini? Aku benar-benar ingin tahu produsen-produsen Indonesia yang tangguh, berinovasi dan ahli dalam bidangnya. Takumi 匠, ahli yang sejati. Dan karena aku tidak bisa menonton, aku ingin baca dari media/blog teman-teman tentunya.

(Kalau mau lihat foto-foto pertarungan antara besi dan bor itu bisa klik di sini. Meskipun tidak mengerti tulisannya, dengan melihat foto saja sudah cukup kok)

SAWO

18 Okt

Buah yang warnanya dengan semena-mena dipakai untuk menjelaskan warna kulit orang Indonesia. Aku teringat buah ini, gara-gara tweetnya bro neo: “Pingin makan sawo”. Well…aku juga pingiiiiiiin banget! Sawo adalah salah satu buah yang selalu masuk daftar favoritku, meskipun belum tentu setahun sekali aku bisa makan sawo. Hanya ada satu teman chat yang begitu mengetahui aku suka sawo, dia membawakanku sawo satu kantong plastik….. dan dia mustinya senang bisa melihat senyumku yang lebarnya semeter itu hahaha.

Aku kenal buah sawo dari alm opa-oma Makassar, orangtua papaku. Karena mereka tinggal di Makassar, kami selalu memanggil mereka opa-oma Makassar, untuk membedakan opa-oma Bogor, orangtua mamaku, yang tinggal di Bogor. Waktu aku masih di Jakarta, dan opa-oma Makassar datang menginap di rumah kami, opa sering minta dibelikan sawo kepada asisten rumah tangga. Dan kadang sawo yang dibeli masih kehijauan dan keras! Oleh opa ditaruh di dalam tempat beras (tapi katanya harus dihitung berapa, supaya jangan sampai ada yang kelupaan busuk di dalamnya). Setelah 2-3 hari sawo dalam beras itu akan matang, dan siap dinikmati. Aku ingat opa mempunyai pisau lipat yang tajam sekali…. yang dia pakai untuk mengupas sawo itu.

Sawo dan kiwi, tampak dari luar mirip

Jika sawo yang dibeli sudah terlalu matang, biasanya itu menjadi bagian oma. Memang oma sudah jarang giginya sehingga hanya bisa makan yang lembut-lembut saja. Tapi…. biasanya sawo itu tidak langsung dikupas dan dimakan. Oma sering memasukkan sawo itu dalam freezer lemari es dan membekukannya. Sejam sebelum makan dikeluarkan dari freezer, dikupas. Dan rasanya…uhhh enak! Rasanya tak perlu lagi menggigit, cukup diemut-emut 😀 Seperti sorbet.

Cuma yang aku sebal waktu makan sawo itu adalah jika menemukan banyak getah putih-putih mengeras seperti kapur di sekitar biji sawo. Rasanya aku selalu mencuci getah itu sebelum memakannya. Karena sebenarnya aku alergi pada getah buah-buahan. Rambutan, durian dan manggis adalah buah yang sebetulnya aku suka, tapi tak bisa kumakan karena setiap makan buah itu maka mulut dan leherku gataaaaal sekali. Jadi supaya aku tetap bisa makan sawo, lebih baik getah itu kucuci bersih-bersih kan….. 😉

Mengenai biji sawo? Aku tidak suka karena dari jauh kelihatan seperti kecoak hihihi. Terakhir aku mudik kemarin, aku sempat membeli sawo tapi karena masih keras aku tidak bisa makan langsung setelah dibeli. Memang mbak penjaga toko yang membantu memilihkan untukku mengatakan bahwa sawo itu baru enak dimakan besoknya. Tapi…. esoknya aku lupa dan tidak memakannya. Waktu ingat, tentu saja sawo itu sudah tidak ada, sudah menjadi fossil di dalam perut *dunnowhoeatit*.

Kemarin adalah hari ulang tahun Oma Makassar, yang sudah meninggal dalam usia 98 tahun, beberapa tahun yang lalu. Aku tidak diberitahu kapan persisnya Oma meninggal 🙁 Sosok Oma kuingat sebagai orang yang tersabar di dunia. Dia tak pernah marah, dan selalu diam dan sabar jika “diomeli” Opa. Opa memang keras bagai batu karang, sedangkan Oma sabar bagaikan air yang menyejukkan. Kadang kami bertanya mengapa Oma bisa begitu sabar, karena kami merasa kami keturunan Opa Coutrier yang berdarah Makassar, tidak ada yang sesabar oma. Dan satu lagu yang selalu kuingat jika membicarakan oma. Sebuah lagu pujian yang dia selalu nyanyikan… mungkin untuk menenangkan hatinya, dan hati kami.

sabar dalam suka dukamu sabar Tuhan Allah sertamu sabar sabar sabar didalam hatimu

Dan….. aku selalu merasa sebal dengan buah kiwi, karena seenaknya saja dia meniru-niru penampakan luar buah sawo ! Apakah teman-teman juga suka sawo?

Oma Makassar, Oma Emma, nama Emma kudapat mengikuti dirinya, tapi sepertinya sifat sabarnya belum menurun padaku hihihi

Gudbai, Masuk dan Mask

13 Okt

Topik kali ini memang si Kai. Anakku yang berusia 4 tahun. Setelah dia membuat “malu” kami dengan tangisan sekencang mobil pemadam kebakaran sehingga bisa didengar satu TK, kami berdua, aku dan Gen merasa perlu lebih memperhatikan dia. Berbicara dengannya. Karena itu, jika aku di rumah meskipun bukan waktu tidur, aku mengajak dia membaca buku bersama (biasanya hanya mendongeng sebelum tidur saja). Beberapa kali aku terharu mendengar dia membuat cerita bebas dari buku-buku cerita bergambar yang kami punyai.

Kemarin aku flu berat. Pilek dan sakit kepala, juga tenggorokan sakit. Jadi aku mengatakan padanya bahwa malam ini mama hanya bisa bacakan satu cerita saja (biasanya 2-3 cerita). Dia memilih cerita tentang Kacang Babi dan Kacang Panjang (Soramame kun to nagai-nagai mame). Dan waktu aku membaca karena pilek dan sakit kepala, aku baca tersendat-sendat. Dia tidak sabaran sehingga sering berkata, “Terus?…terus?…ayo dong baca yang cepat”. Akhirnya aku marah dan aku bilang, “Kai mau mama masuk Rumah Sakit ya? Mungkin lebih baik mama masuk RS supaya mama bisa tidur yang enak, ngga usah bacain Kai. Mama sedang sakit ini…. jangan paksa paksa.” Tapi namanya anak kecil, dia pikir mamanya superman superwoman kali ya? Sampai akhirnya Riku bilang, “Kai…kasian mama dong. Kalau mama tidak bisa lanjut, besok aja ya lanjutnya…..” uh My dear Riku memang selalu membantu aku dalam menghadapi Kai.

Akhirnya satu buku selesai. Riku sudah lama tertidur. Tapi Kai masih segar bugar. Salah juga sih aku mengajak dia tidur siang bersama, jadi meskipun sudah jam 10 malam dia masih melek. Kasihan juga melihat dia bolak balik di sebelahku (dia tidur di sampingku), jadi aku ajak dia bicara pelan-pelan… tadi belajar apa…. bla bla. Dan terdengar papa Gen membuka pintu rumah. “Papa pulang…..!” Dan dia keluar kamar menyambut papanya (tentu saja papanya senang sekali dan memeluknya), dan aku juga keluar kamar persiapkan makan malam.

“Pa, aku bobo duluan ya. Ngga tahan. Tolong temani Kai”, aku masuk ke kamar dan bersiap tidur lagi. Eh, tak lama aku dengar, “Pa, aku temani mama bobo ya….” Kai masuk kamar dan tidur di sampingku. Karena dia tidak pakai selimut, aku menawarkan dia masuk ke dalam selimutku. “Masuk sini!” (pakai bahasa Indonesia)
“Iya masuk” (pakai bahasa Indonesia)
“Emang Kai tahu artinya “masuk” apa? (dalam bahasa  Jepang)
“Tahu…. hairu deshou? ” (Hmmm hebat juga anakku, aku baru sadar dia tahu kata masuk) Tapi Mama kan ada lagi satu lagi arti yang lain? (Tentu saja dalam bahasa Jepang)
“Eh…. kata masuk?”
“Iya….. itu tuh. Kalau ada kebakaran kan disemprot air…. keluar asap…. susah nafas…..” (bahasa Jepang) Aku bingung awalnya… untung aku pintar (siapa lagi yang muji kalau bukan diri sendiri hahaha), aku langsung bilang….”Oooooooh MASK”
“Iyaaaaaa….. MASUK! マスク” Doooooh anakku emang pintar deh. Bahasa Jepangnya mask memang dilafalkan MA-SU-KU. Memang mirip dengan Masuk bahasa Indonesia. Langsung aku jelaskan padanya.
“BENAR KAI, tapi masuk yang hairu itu bahasa Indonesia, dan masuk yang mask itu bahasa Inggris. Tidak sama bahasanya, tapi sama lafalnya”
“Ooooo gitu…” (bahasa Indonesia…. untung dia tidak bilang oh gitu doang, karena akhir-akhir ini dia getol banget bilang doang hahaha)

Aku akhirnya tidak tahan, keluar kamar dan menceritakan kejadian ini ke Gen. Gen sendiri bingung kok Kai bisa ingat kedua kata itu. Kai memang akhir-akhir sering menyebutkan kata-kata bahasa Inggris yang dia dengar mungkin dari TV… aku tidak tahu dia tahu kata-kata itu dari mana, karena aku tidak pakai bahasa Inggris di rumah. Hanya bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Termasuk kata Goodbye. Never…aku tidak pernah pakai kata itu, tapi ada program TV NHK yang mengakhiri acara dengan “goodbye”. Jadilah dia setiap pagi mengantar papa ke kantor dan kakak Riku ke sekolah sambil berkata “Goodbye” dilengkapi senyum manisnya dan lambaian tangan depan pintu apartemenku. Dan jangan coba-coba tidak balas dengan “Goodbye” juga. Karena dia akan teruuuuuuuus berkata “Goodbyeeeeee” hahaha.

Bulan “O”

11 Okt

Bulan Oktober adalah bulan Olahraga! Untuk Jepang tentunya. Karena di bulan Oktober ini pada tanggal 10 (sekarang menjadi setiap hari Senin minggu kedua) adalah hari Olahraga. Tanggal 10 bulan 10 ini ditetapkan menjadi hari Olahraga dengan UU Mengenai Hari Libur Nasional, mulai tahun 1966. Setelah dua tahun sebelumnya pada tahun 1964 tanggal 10 Oktober Olimpiade Tokyo dimulai.

Menurut kabar burung, tanggal 10 Oktober itu dipilih karena hampir selalu cuaca cerah, bertahun-tahun. Tapi memang sekitar tanggal 10 biasanya cerah. Pada tanggal ini ada tempat-tempat olahraga yang memberikan diskon khusus atau malah menggratiskan harga tanda masuknya. Ada pula kelompok-kelompok yang menyelenggarakan pertandingan-pertandingan untuk memeriahkan Hari Olahraga ini. Tapi tidak ada satu sekolahpun yang mengadakan tepat di tanggal 10 Oktober, kecuali jika hari itu jatuh pada hari Sabtu.

Hari Olahraga di sekolah-sekolah (TK/SD) ditandai dengan diadakannya UNDOKAI 運動会 pertandingan olahraga yang lebih bersifat eksibisi dan permainan, bukan layaknya class meeting di Indonesia. Bukan mencari juara tapi kerjasama. Bayangkan satu sekolah SD dibagi dua kelompok merah dan putih saja. Dan tahun ini Riku termasuk kelompok Merah.

kiri atas : rebut galah... yang lain foto eksibisi tari oleh kelas 3

Beruntung hari Sabtu tanggal 1 Oktober, cuaca cerah. Dua tahun yang lalu hujan sehingga harus diundur pelaksanaannya. Tapi hari Sabtu itu dari pagi sudah terang benderang. Tadinya kupikir bakal dingin karena akhir-akhir ini memang suhu aneh, naik sampai 25 derajat tapi bisa turun sampai 15 derajat.

Acara dibuka dengan sambutan, parade tiap kelas dan senam pemanasan, serta tak lupa yel-yel semangat untuk kelompok merah dan putih. Riku hari ini tampil 3 kali yaitu pertandingan rebut galah, eksibisi gerak tari berdasarkan lagu dan lari 80 meter. Untuk rebut galah, kelompok merah kalah. Gerak tari…lumayan Riku pintar mengikuti gerak-gerak yang diajarkan gurunya… kalau mamanya yang disuruh pasti ngga bisa :D. Lari 80 meter dia urutan ke 4 dari 6 orang, mayan deh tidak nomor buntut 😀

Satu jenis pertandingan yang kurasa bagus untuk dicontoh. Menggendong satu temannya bertiga, lalu teman yang digendong berusaha mengambil topi yang dipakai pihak lawan. Misal dia dari kelompok putih dia mengambil topi kelompok merah, dan membalikan topinya. Seperti catur orang deh

Tapi hari itu Kai tidak sehat, agak demam sehingga lemas dan digendong papanya terus. Karena itu begitu Riku selesai menari, kami pulang ke rumah. Kami makan siang, dan aku menemani Kai di rumah, sementara Gen kembali ke sekolahnya Riku untuk menjadi volunteer satu jam dan menonton Riku berlari. Hasil keseluruhan kelompok Riku, kelompok Merah menang tipis dengan kelompok putih. Malamnya kami makan sushi di resto dekat rumah, sebagai penghargaan pada Riku yang sudah capek berlatih selama sebulanan. Karena tanggal 1 Oktober adalah hari Batik, tentu saja deMiyashita pakai batik ke resto sushi itu 😉

DeMiyashita on Batik's Day 1 Oktober 2011 ....

Tapi ternyata setelah itu demamnya Kai tidak sembuh-sembuh…. sampai akhirnya aku bawa dia ke dokter hari Selasa. Diberi obat antibiotik tidak mau diminum (selalu begini, meskipun sudah diusahakan dan dibujuk macam-macam). Ya sudah aku suruh tidur saja terus. Tapi dokter mengatakan kalau sampai hari Jumat masih demam, harus diperiksa laboratorium. Untung saja Rabu siang dia sudah sehat, sehingga hari Kamis dan Jumat aku bisa kerja dengan tenang. Tapi berarti dia hanya masuk 2 hari saja sebelum pelaksanaan Hari Olahraga di TK nya hari Sabtu tanggal 8 Oktober!

Dan tibalah hari Olahraga untuk Kai…udara cerah dan aku dari pagi sudah mempersiapkan bento, bekal untuk dimakan bersama. Believe me, Undokai di TK itu lebih meriah daripada SD. Kenapa? Karena yang hadir itu satu anak satu keluarga, minimum 4 orang, karena kakek nenek juga ikut. Doooh penuuuuh deh halaman sekolahnya. Waktu Riku 2 kali aku datang dan heran bin takjub melihat kakek-nenek itu bersemangat sekali ikut menonton anak-anak TK berlomba. Tapi ya lama-lama aku bisa mengerti antusiasme bapak-ibu-kakek-nenek terhadap undokai TK. Soalnya TK adalah kelompok masyarakat sosial pertama yang dihadiri sang anak. Bayangkan anak usia 3-4-5 tahun berlomba. PASTI lucu!

Sayangnya, Kai karena kurang latihan dan MANJA sama mamanya, dia MENANGIS terus sejak datang. Ya bisa mengerti kenapa dia nangis. Begitu masuk halaman sekolahnya, satu lapangan dipenuhi orang begitu banyak, dan dia harus duduk bersama  teman-teman sekelasnya di bangku khusus. Aku (baca: kami) juga salah tidak datang jauh lebih pagi sehingga dia ada waktu untuk adaptasi (well… untuk hal ini memang aku harus bisa terima bahwa tidak semua orang bisa bangun cepat dan siap cepat-cepat, dan pergi cepat-cepat **sambil memandang seseorang di sampingku** hihihi)

Undokai di TK nya Kai.. nangis terus, cuma tersenyum waktu makan bento bersama 😀

Jadi deh dia berdiri di belakangku terus dan tidak mau ikut acara-acara. Tapi untuk acara pertama, aku melarikan diri dari pandangannya dan dia digendong oleh guru OR laki-laki untuk berdefile di tengah lapangan…. ya satu halaman TK itu tentu saja bisa mendengar suara tangisannya yang begitu keras 😀 Malu….malu deh. Jadi waktu dia mau ikut tanding lari, meskipun ogah-ogahan ya aku puji terus menerus. Dia akhirnya juga cuma mau ikut acara menari dengan ibu (aku) dan pertandingan lari gendong dengan bapak. Ciri khas undokai di TK memang PASTI melibatkan orang tua (bapak/ibu) bersama anaknya dalam acara.

Kai akhirnya mau ikut bertanding krn bersama papanya. Setelah acara selesai semua murid mendapat hadiah yang sama.

Belum lagi ada acara pertandingan tarik tambang antar orang tua, dan lomba lari yang mengikutsertakan anak-guru-ibu-bapak…. kebersamaan, kerjasama, tertawa, gembira dan haru bercampur jadi satu dalam acara yang PASTI diadakan sekali setahun ini, menjelang tanggal 10 Oktober. Sayang sekali aku belum pernah mengalami atau mendengar acara seperti ini di Indonesia :). Kalau ada, kasih tahu ya 🙂

 

Rasa itu tetap sama -4-

5 Okt

Ada sebuah tempat di Bandung, yang sedapat mungkin kukunjungi setiap ke Bandung. Hanya untuk sekedar minum kopi atau membeli oleh-oleh di sana. Aku tahu tempat ini dari papaku. Dulu kalau papa pulang dari Bandung, dia suka membawa Karya Umbi/ Raos, Sus Merdeka atau oleh-oleh dari sini. Lama-lama Karya Umbi/ Raos, dan Sus Merdeka bisa beli juga di Jakarta, kami menjadi bosan, dan tidak pernah beli lagi. Tapi kalau oleh-oleh dari sini, tidak pernah kami tolak!

Oleh-oleh itu adalah coklat yang kebanyakan adalah bitter sweet dengan berbagai bentuk dan campuran rasa. Ada yang truffle, ada nougat, ada kenari, ada marzipan, ada kacang giling dll. Kalau dulu papa sering membeli semua jenis seratus gram (Di sini memang cara membelinya dengan per 100 gram – harganya sekitar 35.000 rupiah sekarang) lalu dibagilah untuk 5 orang, Mama dan 4 anak, masing-masing satu kantong. Masing-masing menerima satu kantong, boleh makan kapan saja, tapi tidak boleh minta punya orang lain. Kalau ada jenis yang tidak suka bisa barter dengan damai! hoho…senang sekali waktu kami menuliskan nama di kantong dan menyimpannya di lemari es. Dan tentu saja tidak ada yang berani mengambil coklat yang bukan miliknya.

Restoran jadul Braga Permai yang terkenal dengan coklatnya

Braga Permai ( Jl. Braga No. 58 Telp 022-4233778) adalah nama Restoran (dulunya Maison Bogerijen) yang menyimpan sejarah, mungkin satu jaman dengan ice cream Ragusa. Kabarnya sudah ada sejak tahun 1930-an, sebagai tempat meneer-meneer dan mevrouw-mevrouw minum kopi. Karena itulah papaku tahu tempat ini, dan setiap ke Bandung pasti membelikan kamu coklat Braga. Lihat saja foto kotak kuenya, masih memakai foto-foto jaman bahelua itu. Ada beberapa meja di teras restoran, dan tentu saja di dalam restoran.Dulu aku jarang mampir duduk dan makan di sini,biasanya langsung ke dalam tempat etalase coklat dan kue-kue, memesan dan langsung bayar. Tapi waktu mudik musim panas kemarin, dua kali ke sini dan duduk untuk sekedar ngopi atau nge-es dan beristirahat. Sang supir pun perlu istirahat kan? Dan waktu datang ke dua kalinya dengan Gen, dia juga menikmati kopi tubruk yang disajikan. Sayang waktu itu kami baru makan di Raja Rasa, dan kecewa karena Kopi Aroma tidak buka. Sayang waktu aku ke sana dua kali itu, mau pesan es krim Tutti Frutti tapi tidak ada.

Coklat braga yang dijual per 100 gram. Salah satu kuenya yang akhir-akhir ini aku suka adalah sus dengan saus caramel di atasnya kiri bawah. Kanan bawah kue dengan amandel (marzipan)

So, jika ada waktu silakan coba menikmati suasana Bandung jaman dulu sambil ngopi dan makan coklat, meskipun tentu saja ada makanan lain spesialitet restoran ini. Coklat di sini rasanya tetap sama seperti coklat oleh-oleh papa dulu waktu kami kecil!

 

Kupu-kupu di Cihanjuang

2 Okt

Mungkin Taman Kupu-kupu Cihanjuang adalah klimaks dari perjalanan Gen di Indonesia. Setelah Danny dan pak supir datang menjemput kami, kami cek out dari Hotel Universal dan menuju daerah Cihanjuang. Aku musti berterimakasih pada Rina Hidayat, sahabat guru di Jepang yang nyeletuk soal Taman Kupu-kupu Cihanjuang menanggapi status aku di FB: “No shopping, No eating di Bandung setengah hari”. Impossible kan, ke Bandung tanpa shopping dan eating :D.

Papan Taman Kupu-kupu Cihanjuang, Cihanjuang 58, Bandung Barat

Nah, suamiku itu suka kupu-kupu. Sudah ada beberapa posting di Twilight Express ini mengenai Kupu-kupu Jepang, termasuk Kupu-kupu Nasional Oomurasaki. Saking sukanya dia mengajak Riku untuk ikut menangkap kupu-kupu dan memperkenalkan bermacam jenis kupu serta membuat specimen kupu-kupu kering sebagai hobi baru. Jadi waktu aku merencanakan liburan untuk Gen, aku sekaligus merencanakan untuk pergi ke Taman kupu-kupu Cihanjuang. Dan aku juga berterima kasih sekali pada Danny yang mengantar kami ke sana. Terus terang kalau jalan sendiri kami TIDAK AKAN bisa sampai ke sana. Jauuuuh bo!

Taman Kupu-kupu Cihanjuang

Kami sampai di Taman Kupu-kupu Cihanjuang jam 11:30. Tempatnya sepi sekali, sampai kami kelewatan sampai ke sebuah pendopo. Ternyata bukan itu Taman Kupu-kupunya. Tapi tidak jauh kami menemukan pintu masuk dengan lambang kupu-kupu besar. Masuk ke pintu langsung sampai di sebuah toko souvenir. Ternyata memang untuk masuk taman itu harus masuk ke toko itu, membeli karcis (sebagai tanda terima kami masing-masing mendapatkan badge kupu-kupu). Dari toko souvenir itu kami masuk ke dalam “kandang” kupu-kupu. Taman itu dipenuh bunga-bunga berwarna-warni. Memang harus ada bunga ya untuk menarik kupu-kupu ya?

Beranekaragam kupu-kupu di dalam taman Kupu-kupu

Tanpa kupu-kupu saja sudah senang masuk ke taman ini, tapi melihat kupu-kupu beraneka warna terbang lebih menyenangkan lagi. Menurut Riku kupu-kupu Indonesia lebih cepat terbangnya daripada kupu-kupu Jepang. Tentu saja warnanya juga lebih semarak. Oranye, Merah, Kuning, Hijau, Biru…. macam-macam. Aku berhasil memotret beberapa diantaranya.

Bentuknya seperti kupu-kupu tapi ini Ngengat atau si rama-rama

Taman kupu-kupu itu tidak besar, sepelan-pelannya kami memutarinya paling lama 30 menit. Tapi di dekat pintu keluar ada tempat penangkaran kupu-kupu. Telur kupu-kupu dikumpulkan dalam rak khusus, sambil menunggu calon-calon kupu-kupu itu menetas menjadi kupu-kupu. Waktu aku ke tempat ini, Gen sedang memegang seekor Rama-rama (ngengat) Raksasa yang baru menetas. Hiiii ngeri, sampai Riku juga ketakutan. Katanya ada ngengat yang beracun jadi dia ngabur.

Kepompong yang sedang menetas

Tapi aku tidak takut pada kupu-kupu. Senang juga bisa menemukan telur yang menetas. Bayangkan yang tadinya masih dalam kempompong, tiba-tiba keluar dan sedikit-demi sedikit mengering serta membesar. Indah warnanya. Ada salah seekor kupu besar yang baru menetas, masih tahap mengeringkan sayapnya dan diambil oleh petugas untuk ditaruh di tangan kiriku. Langsung deh mengabadikannya dengan tangan yang lain.

Gaya mengambil foto dengan 3 kamera bergantian hehehe

Cukup lama kami di sini dan berhasil menemukan beberapa telur yang menetas. Kalau tidak ingat bahwa waktunya terbatas, mungkin Gen akan berada di situ terus deh. Akhirnya setelah berfoto bersama petugas, kami keluar dari Taman Kupu-kupu itu. Danny ternyata sudah menunggu di toko sambil menyelesaikan pekerjaannya di komputer. Kami melihat-lihat barang souvenir di sini, tapi akhirnya cuma membeli satu buku ensiklopedi Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. Gen juga senang sekali bisa menemukan semacam buku ensiklopedi kupu Indonesia ini. Memang dia titip padaku untuk belikan, dan aku tidak tahu harus cari di mana. Untung sekali di toko souvenir itu ada. Hanya 45.000 rupiah!

Gen dan anak-anak bersama petugas di pojok penangkaran

Kami kembali ke parkir. Terus terang, Riku ingin menangkap kupu-kupu! Tapi dalam taman kupu-kupu memang tidak boleh (pasti) menangkapnya. Tapi si mbak petugas yang kami tanya bilang boleh kalau di luar taman. Jadi Riku mengejar kupu-kupu yang terbang di sudut lapangan parkir dengan jaring yang dibawa dari Jepang. Cukup sigap dia menangkap beberapa kupu asli Indonesia ini. Nah, waktu kami sedang sbuk-sibuknya menangkap kupu-kupu di sini, tiba-tiba ada seorang bapak yang menyapa dan mengatakan harus cepat dimatikan kupunya supaya jangan berontak. Kalau berontak maka sayapnya akan rusak. Kalau rusal percuma kan dibuat specimen. Beliau kelihatan ahli sekali, karena bisa langsung menyebutkan nama latin kupu-kupu yang ditangkap Riku, bahkan yang sedang terbang!

Berfoto bersama pak Ayam Hugeng yang sudah berkecimpung di bidang perkupuan hampir 40 tahun

Gen mulai heran dan menanyakan apakah beliau petugas dari taman kupu-kupu atau mungkin profesor? Dan dijawab oleh Pak Ayam Hugeng ini bahwa beliau HANYALAH pecinta kupu-kupu. Beliau sudah 40 tahun mengumpulkan kupu-kupu di seluruh Indonesia dan menangkarkannya. Beliau juga sudah mengekspor dan menjual bermacam kupu-kupu ke luar negeri. Untung kami sempat berpotret bersama di sana. Karena setelah pulang ke Jepang, kami menemukan artikel tentang beliau di sini.

Kupu Troides Helena ini yang tidak boleh dibawa tanpa surat ijin, menurut Perjanjian Washington, karena tanpa regulasi ini, keberadaannya bisa mengkhawatirkan

Ada satu jenis kupu-kupu yang tidak bisa tertangkap oleh Riku karena dia terbang cepat sekali. Tapi untung sekali kami tidak menangkap kupu-kupu itu, karena ternyata waktu kami kembali ke Tokyo kami mengetahui bahwa untuk membawa masuk kupu-kupu  jenis ini ke Jepang kami harus membawa surat ijin khusus, sedangkan kupu-kupu jenis lain yang ditangkap boleh tanpa surat ijin.Well, kami tidak mau melanggar peraturan kan.

 

Specimen dari Kupu-kupu buatan Riku yang ditangkap di parkiran Taman Kupu-kupu Cihanjuang. Nama latin diberitahukan oleh Pak Hugeng
dari atas (kiri-kanan) Junonia orithya  アオタテハモドキ
Elymnias hypermnestra ルリモンジャノメ
Papilio peranthus アオネアゲハ

2nd line from left
Papilio demoleus オナシアゲハ
Papilio polytes シロオビアゲハ
Graphium agamemnon agamemnon  コモンタイマイ
Pachliopta aristolochiae ベニモンアゲハ

3rd line from left
Delias belisama ベリサマカザリシロチョウ
Appias libythea olfernaオルフェルナトガリシロチョウ
Kupu yang rusak sehingga tidak bisa dijadikan specimen カバタテハ Ariadne ariadne pallidior

Karena sudah lewat jam makan siang dan sudah lapar, kami sudahi petualangan di Taman Kupu-kupu Cihanjuang, dan menuju dalam kota untuk cari makan. Kami makan siang di restoran Raja Rasa ( Jl. Setra Ria No. 1.). Berhubung sudah lapar, kami malah tidak banyak foto-foto di sini. Rasanya? Lumayan lah, sepertinya aku salah tidak mencoba kepiting, karena katanya sih kepiting di resto ini enak. Aku sendiri malas sih pesan kepiting, makannya susah 😀 . Dari sini kami lalu menuju Kopi Aroma karena Gen ingin melihat “gudang”nya dan mau membeli lagi untuk oleh-oleh. Apa daya, kopi Aroma sudah tutup waktu kami datang. Rupanya mereka cuma buka sampai jam 3 siang. Yaaah sayang sekali. Untung waktu aku pergi dengan Kai sudah ke sini.

Jadi kalau ada waktu cukup banyak di Bandung, bisa mengajak anak-anak pergi wisata edukasi ke Taman Kupu-kupu Cihanjuang. Daripada hidup konsumtif dengan makan dan belanja saja kan? 😉

 

Universal dan Kampung Daun

28 Sep

Setelah dari Saung Udjo (15 Agustus 2011), kami cek in dulu di hotel, takut nanti kemalaman dan kamarnya batal. Padahal sih kalau pesan di agoda.com itu sudah pasti ada kamarnya, karena langsung dicharge 100% dari credit card. Mungkin dengan menelepon saja juga bisa, tapi tetap rasanya kok kurang sreg. Aku pun harus mengatur penginapan untuk sang supir kan?

Jadi kami menyusuri jalan menanjak ke Lembang, dan di kiri kanan jalan banyak restoran dan toko yang asyik-asyik. But, no F.O. for me deh, aku tidak suka belanja baju sih hehehe. Dan saat itu aku melihat papan iklannya Kampung Daun. Yes! dinner di sini saja. Aku belum pernah ke Kampung Daun, meskipun awalnya aku ingin mengajak Gen ke The Valley. Rutenya beda lagi sih.

Agak sulit menemukan Hotel GH Universal (Jl Setiabudi 376)  ini, karena letaknya pas di belokan di kanan jalan dan di sebelah sebuah hotel yang memang besar juga. Jadi kami kelewatan dan musti u-turn kembali menurun. Wah…. memang hotel yang disarankan oleh temanku Wida ini memang keren! Masuk gerbang saja, kita sudah merasa masuk ke kompleks…. PURI yang mistis…. Semestinya kami naik kereta kuda nih, bukannya naik CRV hahaha. Memang hotel ini mengambil arsitek seperti puri-puri di Eropa.

Turun dari mobil memasuki lobby langsung disambut oleh kolam air mancur ala romawi … dan terlihat sofa-sofa model chesterfield yang terbuat dari kulit, dan tirai-tirai beludru berwarna merah. Hmmm aku sempat berpikir, pasti berdebu deh…maklum aku tuh kan alergi debu… eh tapi ngga juga tuh ternyata waktu aku duduk di lobby pagi harinya. Bersih…cling! Aku kemudian ke meja resepsionis di sebelah kiri. Petugas resepsionisnya laki-laki dan ramah. Tapi waktu aku menanyakan soal extra bed, rupanya mereka belum memasangnya, dan mohon maaf akan memasang sesegera mungkin. Bagiku tidak masalah karena aku toh akan keluar makan malam. Untuk extra bed aku harus membayar 300 ribu, tapi ternyata sudah termasuk pembayaran waktu aku pesan online. Dan satu lagi, ternyata mereka tidak mempunyai kamar untuk supir. Mereka sarankan untuk mengambil kamar supir di hotel sebelahnya. Tapi setelah aku rundingkan dengan Danny, lebih baik supirku ikut Danny dan menginap di hotel melati yang ada di sekitar rumah Danny. Bagus juga ide itu.

Kami menuju ke kamar yang terletak di lantai 4, dengan menaiki lift satu-satunya yang ada di samping kanan meja resepsionis. Oh ya di samping meja resepsionis ada lampu-lampu kristal, dan yang menarik pasti ada kristal berwarna merahnya. Ini ternyata juga menarik bagi Ira Wibowo, yang mengatakan justru kristal merah itu membuat tidak bosen… hmmm. Unik memang. Wah… sesampai di lantai 4, kami cukup dibawa putar-putar untuk bisa sampai di kamar kami. Tapi… begitu buka pintu kamar, aku tahu bahwa aku tidak salah pilih hotel. Sebetulnya ada 2 hotel yang kupertimbangkan waktu itu. Gen, sukanya hotel yang bernuansa etnis… yang endonesah banget. kalau bisa kamarnya dari bambu! Memang aku pernah melihat website Kampung Sampireun yang kabarnya untuk masuk kamar harus naik perahu dulu… tapi letaknya jauh dan hanya ada itu saja. Sayang waktunya. Kalau di Bandung ada hotel yang bernama hotel Jadul, lihat dari websitenya sih seperti kamar-kamar di Bali dengan nuansa etnis. Harganya lebih mahal sedikit dari universal. Kalau aku sendiri? Aku suka arsitekturEropa, jadi aku ingin menginap di Universal ini. Waktu mau pesan hotel, aku sih sudah menyerahkan pemilihan hotel pada Gen, maunya di Jadul atau di Universal. Lalu kata Gen, “Memang etnis sih, tapi kok kesannya dibuat-buat etnisnya. Udah di tempat pilihan kamu aja!” Cihuuuy deh (Makasih ya Gen, aku tahu kamu ngalah hehehe. Kalau mau etnis yang alami ya musti tinggal di kampung-kampung atuh, bukan di hotel :D)

Hotel Universal : kamar dan teras

Kamar dengan tempat tidur King Size lalu ada sofa yang cukup besar di sebelah kanan. Sayangnya kamar mandinya bukan bath tub, hanya shower saja. Sepertinya sekarang trend hotel baru, tidak memasang bathtub dalam kamar mandi. Padahal tarifnya cukup mahal loh. (Kalau mau yang pakai bathtub di hotel ini musti pesan Suite Room, yang tentu harganya juga suit suit dehhh… Setelah kami menaruh tas, tak lama petugas hotel datang untuk memasang extra bed. Untung aku pesan kamar yang cukup luas sehingga meskipun dipasang extra bed, tidak menghalangi jalan kami. Kamar itu cukup lega untuk 4 orang! Extra bed itu untuk Riku, soalnya dia paling lasak kalau tidur 😀

Nah, kami masih wara wiri dalam kamar, Gen mau merokok sehingga dia buka pintu ke teras luar. Dan dia langsung memanggil kami untuk melihat pemandangan di luar. Wow, pemandangan dari kamar kami memang  fabulous! magnificent! Rasanya bukan di Indonesia! Untung kami sempat melihat keluar sehingga bisa melihat hotel ini waktu malam. Karena tentu saja pemandangan waktu malam dan siang akan berbeda.

Karena sudah lapar dan Danny menunggu di bawah, kami cepat-cepat turun untuk pergi makan malam. Ke Kampung Daun ( Jalan Sersan Bajuri KM 47 No.88, Lembang, Bandung) , berarti menuruni jalan yang sama. Begitu sampai ke papan iklan yang besar, kami belok kanan. Katanya sih 4 km, tapi perasaan kok jauuuuh sekali. Mungkin karena malam, sepi… sampai aku pikir kok mau-maunya orang ke restoran yang sejauh ini? Tapi kata Danny, waktu restoran ini masih baru, orang-orang rela antri dalam mobil sepanjang jalan loh. Semoga kami tidak perlu antri. Aku sebetulnya sudah telepon untuk pesan tempat jam 7 malam, tapi oleh pihak restoran dipersilahkan datang langsung (tidak menerima reservasi). Mungkin karena hari Senin ya, jadi dianggap hari sepi.

Sepi? hmmm begitu kami sampai pukul 7:30, kami masih harus menunggu 30 menit lagi sodara-sodara! Waduh… udah lapar gini, dan mau pindha restoran lain juga jauh… Terpaksa deh kami tunggu. Tapi belum sampai 30 menit, waktu kami berjalan-jalan di sekeliling tempat souvenir, kami sudah dipanggil. Dan kami menuju “saung” atau “dangau” kami, yang kebetulan letaknya dekat air terjun. Masuk ke kompleks dangau-dangau itu saja lewat pintu masuk dengan api-api lilin. Serasa di karibia deh hihihi. Karena malam jadi etnis sekali, dan suamiku tentu senaaaaang sekali (eh bener senang kan pa?)

Makan malam di Kampung Daun

Kami duduk di semacam dangau itu dan cepat-cepat memesan makanan. Apa saja deh pokoknya lapaaar dan DINGIN! Ingat ya… kalau ke sini, ke restoran Kampung Daun waktu malam, bawa jaket deh. Apalagi kalau lapar pasti tambah dingin kan. Karena takut mereka masaknya lama, segala jenis makanan aku pesan. Soalnya pesannya saja musti pakai manggil dengan kentongan hahaha. Dari sate, ayam kremes, tempe mendoan, tahu goreng sampai sup buntut bakar. Dooh kayak ngga makan seminggu aja. Dan kamu tahu masakan apa yang paling cepat datang? Tempe mendoan dan tahu goreng! hahaha (Tapi tempenya di sini terlalu banyak minyak. Karena lapar aja, cepat-cepat dihabisin. Mendoannya enakan buatan mbak Win, asisten di rumah hehehe)

Suasana remang-remang, dangau, dingin, romantis, makanan enak, suara gemercik air terjun, api-api obor, suara kentongan, udah gitu dilengkapi bantal-bantal untuk sandaran duduk….. kalau kenyang bisa tinggal tidur hihihi. Akhirnya kami pulang ke hotel Universal hampir jam 10 malam. Sssst tempat tidur di hotelnya empuk loh! (Eh tapi aku terbangun jam 2 pagi dan menulis kerjaan 4 halaman loh. hebat yah 😀 mumpung ada ide gitu. Jam 5 Kai bangun dan memaksa aku tidur di sebelahnya :D)

Berfoto di pagi hari sebelum cek out

Keesokan paginya kami sempat berfoto-foto di halaman dan lobby, serta makan pagi di restorannya. Lumayan banyak ragam makanan di sini, tapi tentu saja aku dan Gen tidak gubris breakfast ala Eropa. Kami pilih bubur/soto dan Gen nasi kuning!

Sarapan kami pagi itu....

Kami juga sempat naik ke tingkat paling atas, ternyata di situ ada semacam perosotan untuk anak-anak berbentuk seperti menara Rapunzel. Lucu juga. Yang aku perhatikan seluruh detil hotel memang dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Memang sih masih baru, tapi terlihat dari dekat pun detil bangunan cukup bagus. Misalnya air mancur biasanya kelihatan kalau duplikat kan buatannya kasar, tapi ini lumayan halus buatannya. Yang aku sayangkan adanya spanduk reklame dari salah satu provider telepon seluler yang dipakai sebagai penutup pembangunan sebagian lantai 5. Merusak pemandangan jadinya. Satu lagi, jika kita naik di lantai 5, bisa melihat perumahan dengan atap seng persis di sebelah kompleks hotel. Kesenjangan itu juga menyadarkan kami bahwa ini di Indonesia, tepatnya Bandung.

Sekitar pukul setengah 11 pagi, kami cek out hotel, dan menuju tujuan kami berikutnya: Taman Kupu-kupu Cihanjuang.

 

Berfoto di lantai 5 dengan latar belakang kamar kami di kejauhan (tirai yang terbuka sedikit)

Saung Udjo

27 Sep

Masih ingin menulis sisa-sisa cerita waktu mudik kemarin. Seperti telah aku tulis di “Makanan Terlezat Sedunia“, suamiku Gen datang ke Jakarta tanggal 14 Agustus. Aku dan Kai menjemput di bandara, dan menghabiskan malam pertama di Jakarta dengan ngobrol bersama mama dan papaku di rumah. Esok harinya pukul 11 kami berangkat ke Bandung, yang memang sudah aku rencanakan karena Gen belum pernah ke Bandung. Sebetulnya ingin sekali ke Jogja tapi rasanya 5 hari libur habis di jalan, jika kita pergi ke Jogja. Next time deh.

Tujuan pertama di Bandung adalah Saung Angklung Ujo. Aku belum pernah ke sana, dan aku ingin mengenalkan angklung kepada anak-anakku. Jadi aku kontak D.M. lurahnya Bandung waktu kami mendekati pintu keluar tol Bandung. Maklum kami tidak tahu jalan di Bandung. Tapi waktu itu kami sudah lapar. Mau cari makan sendiri saja, karena D.M. puasa. Jadi aku minta dipandu lewat telepon untuk pergi ke Batagor Kingsley (Jl Veteran No 25. Tel 022-420-7014).

Batagor Kingsley... ternyata hanya sebuah kios sederhana di emper rumah kuno.

Ya aku sering mendengar namanya, dan baru pertama kali ke situ. Setelah parkir di kiri jalan Veteran, kami masuk ke restoran yang merupakan tenda sambungan dari rumah kuno. Di rumahnya sendiri terdapat toko oleh-oleh berbagai macam makanan kecil. Ingin sekali melongok dan belanja, tapi waktu itu kupikir sudahlah nanti pulangnya saja. Ntah mudik kali ini aku malas sekali membeli souvenir atau oleh-oleh.

Kami coba makan batagor goreng dan mie bakso/yaminnya. Sayangnya Kai yang biasanya suka makan mie, saat itu (sebetulnya sudah sejak hari sebelumnya) demam, naik turun. Aku sempat waswas juga  apakah aku harus membatalkan rencana ke Bandung. Tapi ya begitu karena naik turun tidak stabil, dan dia masih kuat, tancap terus jalan ke Bandung. Dan pas waktu makan itu, dia malas makan. Aku kasih obat dan biarkan dia tidur dalam pelukanku. Batagor Kingsley enaaak (sayang porsinya kecil, tidak seperti kalau kita pesan siomay)! Rasanya ingin bungkus bawa pulang, tapi kalau ingat repotnya, jadi malas. Katanya sih bisa juga dipesan, dan diambil keesokan harinya pas pulang. Tapi takut ah kalau tidak ada waktu untuk kembali.

Oh ya satu hal yang sempat aku perhatikan di sini, adanya seorang pengamen yang keren sekali nyanyinya.  Lagu-lagu jazz! Dia bermain di depan pintu masuknya, dan menerima “tanda kasih” dari pelanggan yang keluar pulang. Kalau nyanyinya bagus begitu, memang tidak rugi rasanya memberikan tip kepadanya.

Setelah makan, aku menghubungi D.M. lagi untuk menanyakan jalan ke Saung Udjo. Eh tahu-tahu dia minta dijemput di tengah jalan menuju ke Saung Udjo. Untung saja Danny ikut, karena ternyata jalannya cukup jauh dan rumit! Kalau dia hanya pandu seperti GPS, pasti aku tidak akan sampai ke sana hehehe. Jadi dengan satu mobil kami menuju ke Saung Udjo ( Jl. Padasuka no. 118 Bandung, Telp. (022) 727 1714) .

Waktu kami sampai, di lapangan parkirnya yang luas, tidak terlalu banyak mobil atau bus yang sedang parkir. Karena sepi kami takut juga jika sudah tidak ada pertunjukan. Ternyata kami masih keburu mengikuti rangkaian pertunjukan yang baru mulai (Pertunjukan sore mulai jam 15:30 – 17:30). Tamunya kebanyakan wisatawan Eropa dan Korea. Dengan membayar sekian rupiah  (lupa berapa hahaha, tapi dari keterangan di internet sih  harga tiket masuk pertunjukkan sebesar Rp 35.000 untuk anak-anak, Rp 50.000 untuk WNI (dewasa) dan Rp 80.000 untuk tamu asing), kami diberi kalung angklung sebagai semacam tanda masuk untuk menikmati pertunjukan tari dan musik yang dikemas dengan bagus selama 2 jam.

Pertunjukan musik dan angklung + tarian

Pembawa acara memandu dalam bahasa Inggris dan memperkenalkan kesenian yang ditampilkan. Ah, kalian harus berada di sana untuk mendengarkan rangkaian nada dari alat musik khas Jawa Barat itu. Seperti yang sudah aku tulis di Who Am I, waktu SD aku pernah ikut exkul angklung, sehingga terbiasa dengan musik ini. Dan waktu mendengar pagelaran ini aku bernostalgia sekaligus menerawang hidupku di perantauan. Tak disadari airmata mengalir di pipi. Aku bangga sebagai orang Indonesia!

Mencoba bermain angklung

Bagian yang paling menarik sebetulnya adalah kesempatan para penonton memegang, memainkan angklung dan dengan mengikuti tanda-tanda dari dirigen (pewarisnya Mang Udjo yang sudah meninggal) . Meksipun instant, para penonton bisa memainkan satu lagu hanya dengan mengikuti tanda-tanda dari dirigen. Dan selama pertunjukan dua jam itu, aku memperhatikan Kai yang terlihat lebih menaruh perhatian pada musik dibanding kakaknya. Aku juga membiarkan Riku memakai kamera DSLR membidik pemain-pemain di panggung.

Setelah melihat-lihat souvenir yang ada, kami meninggalkan Saung Udjo sekitar pukul setengah 6 sore untuk makan malam dan check in ke hotel kami.

Seribu, 12 dan 19

24 Sep

Kemarin, Jumat tanggal 23 September adalah hari libur di Jepang, Equinox Day yang menyatakan awal musim gugur di Jepang. Pada hari Equinox itu panjangnya siang dan malam sama panjangnya. Tapi di Jepang, hari Equinox juga disebut dengan HIGAN, saat untuk “nyekar” di makam keluarga. Dan sudah menjadi pengetahuan umum di Jepang bahwa “atsusamo samusamo higan made” (panas dingin sampai Higan), jadi panasnya musim panas akan berhenti pada hari Higan, dan sebaliknya dinginnya musim dingin akan berhenti pada hari Higan yang jatuh bulan Maret. Dan memang sejak tanggal 22 sejuk pada pagi hari, tapi siangnya masih lumayan tidak sejuk. Tapi kemarin tgl 23…sejuk seharian.

Tapi kemarin aku tidak libur. Justru hari itu aku mulai mengajar di Universitas S. Sebelumnya Gen berpikir untuk mengantarku ke kampus naik mobil, lalu pergi ke kebun binatang. Kai ingin melihat panda. Tapi, di kebun binatang dekat kampus tidak ada pandanya. Yang ada pandanya hanya di kebun binatang Ueno (dan sulit untuk naik mobil ke sana). Jadi kami naik bus dan kereta bersama, kemudian berpisah di stasiun Takadanobaba. Gen, Riku dan Kai pergi ke Ueno, mengejar tour dengan guide mulai pukul 11. Kata Gen, guidenya membawakan tour dengan menarik, sehingga banyak pelajaran yang bisa diketahui. Misalnya Kirin (Jerapah) selain lehernya panjang untuk mencapai daun-daun di pohon, dia juga mempunyai lidah yang panjang untuk bisa mencabik dedaunan itu. Katanya panjang lidah kirin yang bisa dijulurkan keluar sepanjang 25 cm.

Menonton Big Panda di Kebun Binatang Ueno

Waktu aku selesai mengajar dan mengirim email pada Gen, dia mengatakan bahwa mereka baru akan makan siang. Jadi kami sepakat untuk bertemu di Shinjuku untuk makan siang (late lunch) di Tsubame Grill (berdiri sejak tahun 1930). Sebuah restoran yang terkenal dengan Hamburg dengan saus beef stew. Memang ada banyak cabang restoran ini, dan kami pergi ke cabang di Lumine, Shinjuku. Heran deh, jam aneh begitu (jam 3:30) tapi restorannya penuh saja. Untung kami tidak perlu menunggu lama.

Senang sekali kami berempat bisa makan bersama di Tsubame Grill. Kami agak jarang makan di sini, padahal restoran ini waktu aku pacaran dengan Gen sering menjadi tujuan kencan. Dan kali ini kami datang dengan Riku dan Kai. Apalagi Riku dan Kai sudah bisa memotret papa dan mamanya. Memang kemarin adalah hari khusus kami, 12 tahun yang lalu kami mencatatkan pernikahan kami di catatan sipil. Meskipun bagi kami berdua wedding anniversary adalah tanggal 26 Desember, saat kami mengucapkan janji perkawinan di gereja. Tapi secara hukum (Jepang) kemarin itu aku genap 12 tahun sebagai Mrs Miyashita.

Selain itu kemarin aku memperingati 19 tahun tinggal di Jepang. Di pasporku masih tercantum cap mendarat pertama di Jepang sebagai mahasiswa pada tanggal 23 September 1992. Hmmm mulai hari ini aku menghitung ke 20 tahun tinggal di Jepang. Rasanya sebentar? Lama? Tidak bisa diukur dengan pikiran dan perasaan. Banyak temanku yang lebih lama dari aku sudah tinggal di Jepang, sehingga kadang kalau ditanya sudah berapa lama tinggal di Jepang aku menjawab, “Baru 19 tahun”. Tapi well, akhir-akhir ini aku berpikir memang aku sudah cukup lama tinggal di Jepang (terasa tuanya hahaha).

Tsubame Grill, restoran dengan menu specialnya Hamburg beef stew sauce

Selesai makan kami pulang, tapi sekali lagi kami ingin menyenangkan Kai. Kami berdua merasa kami kurang memenuhi permintaan Kai. Setiap ingin pergi ke suatu tempat, kami tunda atau batalkan karena kami sudah pernah, tapi sebetulnya Kai belum pernah. Jadi hari ini selain menuruti permintaan Kai untuk melihat panda, kami ingin naik Red Arrow (bukan Enni Arrow loh 😛 ).

Red Arrow adalah kereta cepat dari Seibu Line, jalur kereta di dekat rumah kami. Waktu Kai masih dititipkan di penitipan Himawari, karena letaknya di samping stasiun, anak-anak sering diperlihatkan kereta-kereta yang lewat. Jadi Kai tahu bahwa ada kereta cepat yang bernama Red Arrow.Red Arrow memang tidak berhenti di stasiun kami, tapi kami bisa turun di setasiun pertama, dan kembali ke stasiun kami naik lokal train. Untuk naik Red Arrow ini kami perlu membeli tiket extra untuk kursi. Senangnya Kai bisa naik Red Arrow ini, meskipun karena tidak ada kursi kosong berderet untuk 4 orang sehingga aku duduk sendiri, dan Gen bertiga duduk satu deret. (Masih ada permintaan Kai yang lain, yang belum sempat kami kabulkan yaitu ingin naik perahu/kapal!…. harus cari kesempatan nih)

Kai dan Red Arrow..... gaya barunya Kai, angka tujuh deh "Ore ikemen!"

Sesampai di rumah, kupikir aku bisa istirahat tidak perlu masak makan malam, karena aku masih kenyang sekali makan jam 3:30. Eeeee satu persatu mulai dari Riku bertanya, “Mama, makan malam kita apa?” Doooh ternyata 3boys ku ini mengharapkan makan malam! Coba kasih tahu sebelum sampai di rumah, aku kan bisa beli makanan jadi di dekat stasiun. Terpaksa deh aku masak daging goreng (Tonkatsu) untuk mereka. Sementara mereka makan, aku mandi berendam air panas…. teler dan tertidur kecapekan. Dan terbangun pukul 12:30… yahhhhh hari sudah berganti, dan aku TIDAK SEMPAT menulis posting yang ke SERIBU di hari istimewaku…. hiks.

Sebetulnya untuk menyambut posting ke 1000, aku sempat berbicara dengan Little Usagi dan Elizabeth Novianti. Mau buat giveaway, tapi kok akhir-akhir ini banyak sekali blogger yang membuat giveaway. Belum lagi seandainya mengadakan kuis, aku (atau juri) harus menilai siapa juara pertama, kedua, ketiga….. dan itu pasti makan waktu dan repot. Makanya aku selalu kagum pada Pakdhe Cholik yang getol sekali membuat kuis-kuis, hebat deh pokoknya. Tadinya Putri usul membuat lomba menulis surat untuk Riku dan Kai supaya anak setengah Jepang, setengah Indonesia ini tetap cinta Indonesia. Usulnya bagus sih cuma ya itu …repot hehehe.  So, untuk kali ini aku tidak membuat kuis, tapi aku ingin mengirimkan sesuatu kenang-kenangan kepada 10 orang Top Commentator tahunan yang termasuk dalam daftar di samping kiri.Dan 10 orang yang memberikan komentar terbanyak dalam bulan ini, bulan September.

(per tahun 2011)

(dalam bulan September)

Yang dobel namanya hadiahnya dijadikan satu ya hehehe. Untuk itu aku minta alamat pengiriman pos lewat emi(dot)myst@gmail(dot)com. Aku mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas komentar yang diberikan, dan mohon maaf jika tidak bisa menjawab/membalas semua komentar yang masuk. Seribu posting dalam 3,5 tahun memakai domain ini menurutku lambat, karena terlihat sekali penurunan jumlah tulisan per bulan. Jika dulu hampir sehari satu posting, itu sudah tidak bisa lagi aku pertahankan. Apalagi waktu aku mudik kemarin, boleh dikatakan aku amat jarang menulis, padahal tahun lalu waktu mudikpun aku bisa menulis. Entah faktor U atau faktor semangat yang sudah kendur ditambah kesibukan mengurus anak-anak yang semakin besar dan butuh perhatian ekstra, tapi aku tetap berharap aku bisa terus menulis selama aku bisa. Pengunjung TE juga datang dan pergi, nama-nama yang dulu ada, sekarang tidak ada, atau jarang terlihat. Tak mengapa, karena masing-masing tentu mempunyai kesibukannya sendiri. Yang penting silaturahmi yang pernah ada, sedapat mungkin dilanjutkan, kalau tidak mungkin dengan blog, ya dengan bentuk lain, atau social media lain. Aku tetap berharap masih bisa menjumpai teman-teman di Jakarta waktu mudik tahun depan, atau paling sedikit lewat blog ini.

Seribu, 12 dan 19 …angka-angka yang ingin aku peringati khususnya pada hari ini.

Tabik

Imelda

NB: Gara-gara baca postingnya pakdhe yang ini, aku jadi buat nasi kuning (sederhana karena cepat-cepat) deh hari ini hehehe. Disanding dengan nasi (ketan) merah Jepang yang selalu disajikan waktu selamatan.