Asyiiik, setelah tahun September 2009 aku bertemu dengan blogger Mas Agustus Nugroho di Tokyo Tower, hari ini aku mengadakan kopdar kedua di Ueno – Asakusa. Ya aku bertemu dengan Ade Susanti atau yang lebih sering dikenal dengan Unidede.
Setelah mendarat dan check in di hotelnya, Unidede menghubungi aku dan kami janjian bertemu di Ueno. Akhirnya kami bertemu menjelang jam 3 di depan Hard Rock Cafe, Hirokoji Exit di Ueno. BTW, aku baru tahu bahwa ada HRC di Ueno. Setahuku HRC hanya ada di Roppongi. Ketahuan deh sudah lama tidak main-main 😀
Kami berlima, Unidede dan suami, aku, Riku dan Kai akhirnya makan siang di sebuah restoran sushi yang berada di lantai 2. Dan yang menyebalkan aku terlambat mengambil bill bayaran sehingga akhirnya aku ditraktir Mas Aryo deh. Terima kasih banyak ya. Aku juga dibawain Beng-beng, Kopi dan Teh Kotak! Waaah sekeluarga menikmati oleh-oleh sampai merem melek di rumah.
Sesudah makan kami naik taxi ke Ueno. Tidak jauh, sekitar 1200 yen ongkosnya. Dan kami bisa melihat Sky Tree menjulang. Sayang waktu itu aku repot pangku si Kai, jadi tidak bisa memotret Sky Tree di depan mata. Oleh pak supir kami diturunkan persis di depan Kaminari Mon, pintu gerbang menuju Kuil Sensoji, Asakusa, yang merupakan tempat wisata yang harus dikunjungi di Tokyo.
Ada banyak pemuda ber-happi (kimono pendek) yang menawarkan untuk naik Jinriki-sha (becak yang ditarik manusia), aku pernah tulis di sini. Kata temanku sih satu keliling sekitar 4000 yen, maklum tidak pernah coba untuk naik sih.
Setelah berfoto di depan Kaminari Mon, kami masuk menyusuri toko-toko sepanjang jalan kiri-kanan. Riku dan Kai senang sekali, bagaikan kuda lepas berkata, “Mama boleh ini? boleh ini?” Dan mamanya kadang harus pasang muka anker dengan berkata “tidak boleh!” Tapi kami sempat membeli gantungan kunci, coba minum amazake dan makan kibidango (kue mochi yang dibawa oleh Momotaro sebelum menaklukkan Oni di Onigashima) , mizuame (permen berisi buah-buahan, lengket-lengket deh hihihi) dan terakhir aku belikan pra model untuk mereka berdua.
Terakhir aku ke Kuil ini sudah sekitar 15 tahun lalu, waktu masih single, dan waktu itu siang hari. Ternyata kalau malam hari memang tempat wisata Jepang itu lebih terasa mistis dan indah. Asalkan di light-up ya, kalau tidak ya susah untuk ambil fotonya. Dari depan kuilnya pun kami bisa melihat sepotong dari Sky Tree yang menjulang. Mas Aryo yang kameranya sama denganku (Nikon D80, tapi lensanya lebih canggih tuh) juga banyak mengabadikan kuil ini.
Akhirnya sekitar pukul 6:30 kami kembali ke Ueno naik taxi lagi, dan berpisah di Ueno, dengan janji untuk bertemu kembali besok, Selasa pagi untuk jalan-jalan di Tokyo. Tapi bener deh, jalan-jalan bawa anak itu….refoooot banget. Tanya aja sama unidede, betapa lincahnya si Kai 😀
Ayoooo siapa lagi yang mau kopdar di Tokyo? Tak tunggu loh 😀
Anak-anak dan mainan memang tidak bisa dipisahkan. Sehingga terkadang orang dewasa yang masih suka dengan mainan akan diejek, “Kamu itu seperti anak-anak saja!”. Padahal mainan itu juga diperlukan oleh orang dewasa sebagai hiburan.
Di Jepang ada peribahasa” よく学びよく遊べ Banyak belajar banyak bermain”. Bahkan ditekankan dalam keterangan pepatah itu : りっぱな人間になるためには、勉強するときにはしっかりと勉強をして、遊ぶときにはとことん遊ぶべきだということ (Untuk menjadi manusia yang sempurna, waktu belajar, belajar sungguh-sungguh dan waktu bermain juga harus benar-benar bermain). Dan untuk bermain memang ada dua jenis, dengan alat atau tanpa alat. Setiap orangtua tentu ingin membelikan alat bermain/ mainan kepada anak-anaknya dan idealnya memang membelikan mainan yang edukatif dan kreatif sehingga selain bermain, anak-anak juga dirangsang untuk berpikir dan berkreasi. Dan mainan edukatif ini beraneka ragam jenis dan bentuknya.
Anakku Riku (8tahun) belum sampai setahun ini sangat getol dengan mainan LEGO. Tahu Lego kan? Sering orang Indonesia menamakan LEGO untuk segala macam mainan balok, tapi sebetulnya Lego adalah merek! Ya fenomena yang sama dengan penamaan semua carian penghapus dengan TippEx padahal mereknya bukan TippEx, atau Yamaha untuk semua sepeda motor. (Bisa baca tulisannya Donny yang ini). Kembali lagi ke Lego, aku cukup terperanjat waktu aku bercakap-cakap dengan sahabatku Ria, dan dia mengatakan dia tidak tahu LEGO itu apa. Pikirku semua orang tahu LEGO itu apa…. padahal jelas saja kalau tidak punya anak, mungkin tidak tahu apa itu LEGO. Kata Ria: “Maklum mbak dulu waktu kecil tidak ada uang untuk beli mainan begitu….” Waaaah aku juga sama lah. Aku bahkan sama sekali tidak punya mainan, baik boneka, atau karakter-karakter lain. Makanya begitu gede aku pernah membeli boneka anjing besar yang kunamakan Ben! (Padahal ngga dimainin juga sih….. memang dari sononya tidak suka mainan!)
Aku juga tidak tahu sejak kapan aku tahu soal mainan LEGO. Mungkin aku tahu lewat iklan atau gambar di TV. Dan aku pernah melihat sebuah tayangan di televisi Jepang mengenai pabrik Lego (entah di mana) yang begitu besar, dan masing-masing pegawai bisa memakai sepatu roda dan atau segway dalam pabrik dan dibiarkan mempunyai jiwa bermain, untuk bisa membuat lego-lego bentuk baru. Rasanya enak sekali bekerja di sana.
Lego berasal dari Billund, Denmark yang sejarahnya dimulai tahun 1940-an. Penciptanya Ole Kirk Kristiansen yang awalnya membuat balok-balok kayu tahun 1932. Perusahaannya bernama Lego, berasal dari bahasa Danish (Bahasa yang dipakai di Denmark) : leg godt yang berarti bermain dengan baik. Pada tahun 1947 bahan balok-balok ini berubah menjadi plastik, dan tidak mengalami kemajuan karena banyak orang yang lebih suka pada balok-balok kayu. Lego modern dikembangkan tahun 1958 dengan suatu ukuran yang pasti, sehingga loga dari tahun 1958 itu masih tetap dapat dipakai (disambung-sambungkan) sampai dengan sekarang.
Lego pertama Riku waktu dia berusia 1 tahun adalah DUPLO yang ukurannya besar. Kebetulan paket yang kami beli itu berjudul “kebun binatang” sehingga ada bentuk binatang, pohon kelapa, bunga selain kotak-kotak beraneka ragam. Baru waktu dia berusia 4 tahun dia mempunyai lego ukuran standar, bahkan sampai mempunyai 2 kotak besar, satu di rumah kami dan satu di rumah mertua. Tapi waktu Riku kecil, dia belum begitu aktif bermain lego ini, karena mungkin belum menemukan “keasyikan”nya.
Tapi waktu Kai berusia 3 tahun, dia sering mengambil Legonya Riku. Mungkin mulai saat itu Riku (usia 7 tahun)merasa tidak mau kalah dengan adiknya, dan kebetulan 3 teman bermainnya gandrung dengan lego. Game nintendo yang mendominasi permainan waktu Riku berusia 5-6 tahun akhirnya sekarang hanya dipegang sekali sebulan (dan mamanya bersorak-sorak)
Dan kalau berbicara soal mainan Lego ini, aku sering harus menahan nafas. Harganya mahal! Karena itu kami hanya membelikan waktu ada peristiwa khusus misalnya ulang tahun dan natal. Tapi melihat “passion” dia waktu membangun bentuk-bentuk yang dia inginkan, melihat kemungkinan-kemungkin memakai parts kecil-kecil atau bahan lain digabungkan untuk mewujudkan kreasi yang dia inginkan, aku juga jadi semangat untuk membantu dia mengumpulkan bagian-bagian yang dia inginkan (kalau perlu aku berkorban tidak membeli lunch waktu kerja untuk bisa membelikan parts itu). Dia membuat luncuran dari karton bundar bekas tissue WC, atau memakai benang transparan menggantungkan jendela atau orang-orangan supaya dapat meluncur atau melayang. Dengan bantuanku dia membuat mantel hitam bagi orang-orangannya. Jadi lego yang dijual dengan motto “membina kreatifitas” juga bisa diperluas dengan melengkapi memakai bahan-bahan lain. Sayangnya Riku masih belum bisa menambahkan “motor” untuk menggerakkan parts-parts atau menambahkan lampu kecil. Dia masih terlalu kecil tapi jalan menuju itu terbuka lebar.
Sekarang Riku sedang jatuh cinta pada set yang mengambil cerita dari Star Wars, dan kalau mau mengumpulkan semuanya bisa jutaan. Lucunya dia malah tidak mengikuti bentuk yang sudah ada, tapi membuat kreasi sendiri, misalnya pangkalan dan pesawat yang aneh-aneh, tidak sesuai dengan manualnya. Setiap kali ada parts baru yang temannya punya, maka dia juga akan minta dibelikan. Biasanya kalau mahal aku menyuruhnya menunggu sampai Natal. Kalau murah, dia harus menunjukkan test dengan nilai 100 dulu baru dibelikan.
Yang payah, suamiku memang sering mencari informasi mengenai Lego untuk Riku. Loh kok payah ya? hehhee… iya maklum emak-emak selalu khawatir untuk mengeluarkan duit untuk mainan. Bisa dibayangkan kalau tambah suka Lego, tambah banyak yang dibeli, tambah banyak uang yang dikeluarkan, dan…tambah berantakan deh rumahnya :D. Tapi Gen (dan saya tentunya) ingin agar anak-anak mempunyai sedikitnya satu hobi yang ditekuni sungguh-sungguh. Sekarang Riku masih dalam proses mencari seperti menangkap kupu-kupu dan membuat specimen, atau mengumpulkan perangko, memasak dll.
Gen menemukan sebuah informasi tentang sebuah proyek untuk membuat “Sky Tree” dari 133.320 buah lego yang kemudian dipamerkan di National Museum of Emerging Science and Innovation tanggal 22 Mei yang lalu. Proyek ini diikuti 100 anak selama 40 hari! Sayang kami terlambat mendaftarkan Riku untuk ikut acara itu (tempatnya jauh juga sih). Katanya sih skalanya 1:100 dibandingkan aslinya. Bisa dibayangkan semangat anak-anak itu membangun sesuatu yang spektakular, dari mainan.
Selain itu dari informasi yang didapat Gen, di Universitas Tokyo, universitas nomor satu di Jepang, ada klub pecinta Lego (Bayangkan mahasiswa saja masih suka mainan Lego hihihi)! Jadi Riku pernah berkata: “Aku mau masuk klub itu”
“Ya tentu boleh saja, tapi masuk Universitas Tokyo itu susaaaaah sekali loh. Musti belajar rajin, karena hanya anak pintar yang bisa masuk Universitas Tokyo”….
Ya, memang katanya banyak anak yang mau masuk Universitas Tokyo hanya karena ingin masuk klub Lego itu. hihihi. Semoga tercapai deh (dan tidak berubah).
Jadi memang kadang kita harus mengeluarkan uang untuk membeli mainan bagi anak-anak. Anggap saja mainan itu sebagai INVESTASI untuk masa depan anak-anak kita. Soal mahal atau murah tentu bisa disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan prioritas keluarga masing-masing.
(Dan sebetulnya hari Minggu siang ini, Riku dengan papanya sedang pergi ke Festival SMP/SMA almamater papanya, yang menampilkan juga klub Lego. Tapi aku tidak bisa menunggu foto-fotonya karena hari ini adalah hari terakhir Kontes Mainan Bocah)
Setiap hari Kamis malam pukul 9 malam, Riku pasti menunggu acara TV chanel 4 (Nihon Terebi) . Acaranya berjudul Himitsuno Kenmin show秘密のケンミンSHOW kalau diterjemahkan menjadi “Pameran Rahasia (Warga) Daerah“. Aku sendiri heran kok Riku bisa-bisanya gandrung pada acara TV ini, sehingga aku memang mengijinkan dia tidur lebih lambat dari biasanya. Kalau biasanya jam 9 sudah tidur, tapi khusus Kamis malam diundur 1 jam, karena acara ini mulai jam 9 malam.
Dan aku kaget juga waktu mengetahui acara ini ternyata sudah ada sejak bulan Oktober tahun 2007. Sudah 3 tahun! Hebat juga.
Jadi dalam acara itu dikumpulkan beberapa artis/aktor/ talents atau seleb deh yang mewakili daerah atau propinsi di Jepang (tepatnya dikatakan prefektur, tapi untuk warga Indonesia lebih mengerti jika dikatakan propinsi) . Nah, masing-masing peserta itu sebagai duta satu daerah, akan memberitahukan sesuatu rahasia dari daerahnya yang tidak diketahui umum. Umumnya soal budaya dan … kuliner. Jadi tahu kan kenapa Riku suka acara ini? Karena kulinernya…. dia selalu ingin tahu macam-macam rasa. Sedangkan adiknya, tidak begitu berminat.
Misalnya ada satu daerah (aku lupa daerah mana) yang mengatakan bahwa di daerahnya ada kebiasaan makan nasi dengan air es! Memang biasanya di Jepang ada yang dinamakan ochazuke, nasi yang diberi kaldu dari teh hijau. Makanan amat sederhana dan simple. Dan itu rasanya seperti nasi dengan sup, karena ochanya (tehnya) panas. Langsung deh Riku coba makan nasi dengan air es, dan hasilnya: tidak suka! Tapi waktu lihat acara di TV itu seakan enak sekali. Atau lewat acara itu aku mengetahui bahwa keluarga-keluarga di Nagoya, setiap akhir pekan akan pergi satu keluarga besar, kakek-nenek, ayah-ibu, cucu-cucu untuk BREAKFAST di restoran bersama! Dan terkadang siangnya pun akan datang ke restoran yang sama karena menunya berbeda :D. Ya, lain ladang lain belalangnya ya 😀
Kemarin itu ada cerita tentang Okinawa. Memang di Okinawa banyak makanan mengandung babi, dan pengaruh Amerika kental sekali di sana (karena ada pangkalan militer) jadi kalau belanja di Okinawa, banyak terdapat SPAM yang merupakan daging babi kalengan (seperti corned tapi dari babi, atau di Indonesia yang terkenal bermerek Ma Ling) atau makanan kaleng yang lain seperti beef stew. Selain itu, kami juga baru tahu bahwa di Okinawa itu jam tidurnya termasuk nomor 2 yang paling larut di Jepang yaitu rata-rata tidur pukul 11:44 malam. Hal itu juga bisa diketahui dari banyaknya restoran atau toko yang buka 24 jam, dan kalau pergi ke sana jam 2 , masih banyak orang yang makan di resto itu. Ilustrasi yang diberikan ketika diadakan pesta, orang Jepang yang baru datang di daerah okinawa itu mohon diri, berpamitan untuk pulang pukul 11:30, ternyata si tuan rumah mengatakan: “Kok sudah mau pulang, pestanya baru mulai kok…..”
Well, banyak sekali memang yang aku baru tahu dari acara ini, termasuk kesukaan/kebiasaan setiap daerah di Jepang yang begitu beragam,dan tidak tertulis di mana-mana. Di acara itu setiap orang juga bisa mempertanyakan kebiasaan dari daerah lain yang dianggap aneh, dan mendapatkan keterangan mengapanya. Jadi meskipun Jepang kelihatannya cuma satu “suku bangsa”, setiap daerah/propinsi memliki budaya dan kebiasaannya masing-masing dan tetap bersatu sebagai orang Jepang.
Aku membayangkan seandainya ada acara seperti ini di Indonesia, yang bisa memperkenalkan kebudayaan dan kuliner lewat paduan yang modern. Setiap seleb membanggakan daerah asalnya. Dan penonton bisa tahu kebiasaan daerah-daerah di Indonesia, tanpa harus mengalami shock budaya jika berkunjung. Bisa lebih menghargai. Dan alangkah bagusnya jika dengan acara itu persatuan di Indonesia menjadi lebih kuat lagi. Ya, seperti beberapa blog yang telah mengangkat kebudayaan/kebiasaan daerahnya, tapi ini dikemas menjadi acara TV. Usulan ini juga sepertinya cocok juga untuk aku ajukan dalam memperingati hari Sumpah Pemuda ya 😀 (lucu aja kok Hari Blogger Nasional lebih ramai gaungnya daripada Hari Sumpah Pemuda)
Aku disapa Uda Vizon di twitter begini: “hai.. Ini hari Blogger ya? Baru tau.. *dipecat jadi blogger*”. Well sebetulnya aku memang sudah tahu sejak tahun 2008 bahwa tanggal 27 Oktober adalah hari Blogger, tapi kupikir alasannya karena pelaksanaan Pesta Blogger selalu diadakan pada bulan Oktober. Eh ternyata setelah googling baru tahu bahwa sebetulnya sudah sejak 2007 lah tanggal 27 Oktober itu ditetapkan menjadi Hari Blogger Nasional oleh Mohammad Nuh (Menkominfo saat itu), pada pelaksanaan PB 2007.
Well, aku memang iri hati pada teman-teman di Jakarta/Indonesia yang mempunyai berbagai wadah, dan kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan blogger. Akupun malah tidak tahu apakah aku bisa dianggap sebagai blogger Nasional atau tidak, meskipun aku sudah ngeblog sejak th 2005 di blogspot, dan disambung di Twilight Express ini sejak 2008. Waktu di blogspot memang aku matikan fungsi komentar, dan yang tahu bahwa aku menulis blog hanya teman-teman dekat dan saudara. Baru di TE ini aku membuka diri, dan mulai jalan-jalan di blogsphere, yang saat itu aku tak tahu istilahnya adalah BW atau blogwalking.
Aku tidak pernah hiatus lebih dari 1 minggu, sehingga minimum postingku sebulan ada 9 buah. Tidak pernahkah aku merasa bosan? Sering! Dan aku sering merasa sedih atau kehilangan semangat menulis jika mengetahui sahabat-sahabat blogger tidak mendatangi TE, tapi kuketahui dia berwara-wiri di blog lain. Atau sedikitnya komentar yang masuk. Berarti tulisanku tidak menarik kan? Untung saja tidak pernah lebih dari 1 minggu aku bisa menemukan semangat untuk menulis kembali, berkat percakapan di media lain (chat dan FB). Dan setiap ulang tahun TE yang jatuh tanggal 1 April aku berusaha membuat laporan perkembangan blog ini. Dan selalu aku ingatkan diriku sendiri, bahwa aku menulis karena aku memang ingin menulis, ingin mencatatkan kegiatan dan pikiranku, ingin memberikan informasi tentang kehidupan di Jepang lewat cerita-cerita sehari-hariku, meskipun mungkin tidak berguna bagi yang membacanya. Karena itu aku berani mengatakan bahwa : Yes, I am a blogger! Meskipun aku bukan anggota perkumpulan blogger manapun juga (eh sekarang aku masuk Kitaindonesia.net! Untung ada Donny yang mengajak aku bergabung)
Cuma akhir-akhir ini aku meragukan identitasku sebagai blogger, sama seperti yang ditulis mas Agus Noor di tweetnya: “Selamat Hari Blogger. Punya blog, tapi ga ngumpul dengan para blogger, ternyata bukan blogger.. *baru tahu* 🙂“…. Aku juga merasakan “kesepian” yang sama, karena sepertinya sekarang yang disebut “Blogger” adalah mereka yang selain menulis juga ngumpul-ngumpul di acara-acara blogger, juga aktif memanen dollar dengan SEO, atau aktif mengikuti dan mengadakan Kuiz/ Giveaway atau bahkan menerbitkan buku. Aku belum bisa semuanya! Yang aku bisa sekarang hanyalah menulis, menulis dan menulis. Dan sepertinya aku harus mulai lagi recharge energiku supaya bisa menulis setiap hari seperti jaman waktu aku masih muda dulu (cihuuuy) :D, sehingga dengan sedikit bangga bisa mengatakan … Ya aku blogger!
Well, selamat hari Blogger untuk mereka yang mempunyai blog!
Seperti yang teman-teman ketahui, aku mengajar bahasa Indonesia di universitas, kepada mahasiswa Jepang. Untuk kelas “Elementary” biasanya selama satu tahun, aku mengajar memakai buku buatanku sendiri, yang memang sudah lama sekali aku pakai, karena sudah nyaman dengan urutan-urutan pengajarannya. Nah, untuk kelas menengah, aku memakai banyak media sebagai bahan pelajaran. Kadang lirik lagu, film, komik, atau surat kabar kupakai sebagai bahan pelajaran. Semester kemarin aku pakai satu cerita awal dari komik Hattori Ninja versi bahasa Indonesia. Asyik juga bisa membaca dan berbagi beragam fenomena dalam satu cerita.
Nah, semester ini aku memberikan sebuah cerita anak-anak dari majalah Bobo. Kebetulan sekali aku mempunyai sisa fotokopi, dan kulihat ceritanya masih relevan dan bisa bercerita banyak dari bahan tersebut, termasuk pemakaian pola-pola kalimat. Cerita itu memang kudapat dari majalah Bobo online, bertahun lalu (yang sekarang sudah tidak ada linknya). Ceritanya seperti ini:
Lari Kepagian
oleh : Sucahyo Widiyatmoko (Bobo No 34/XXVIII)
Kukuruyuuuuuuk…..!! “Oaaaaaheemmm….!” Piyun menguap. Kokok ayam jantan itu membangunkannya. Berarti sudah pagi. Ia mengintip dari balik tirai jendela. Di luar masih gelap. Hari Minggu pagi. Waah, asyik untuk lari pagi. Piyun menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu memakai sepatu olah raga. Brr..! Cuaca di luar sangat dingin. Piyun melakukan senam pemanasan. Setelah badannya terasa agak hangat, ia mulai lari pagi. Jalanan kampung masih sepi. Piyun berlari seorang diri. Jantungnya berdetak kencang. Berarti peredaran darah di tubuhnya lancar. Keringat pun mulai mengalir. “Aneh, biasanya setiap hari Minggu banyak orang lari pagi. Tapi sekarang tak seorang pun yang terlihat,” kata Piyun dalam hati. Tapi ia tak begitu peduli. Piyun berbelok menuju ke jalan setapak yang melintasi sebuah kebun. Keadaam masih gelap gulita. Rasa heran Piyun muncul lagi. Sudah setengah jam ia berlari, tapi matahari belum muncul juga. “Jangan-jangan masih malam. Aduuh, kenapa tadi aku tidak melihat jam dulu yaa?” Piyun menepuk dahinya. Ia menghentikan larinya. Tiba-tiba ia merasa takut. Bulu tengkuknya berdiri. Keringat dingin mulai membasahi. Ia memang bukan penakut. Tapi seorang diri di kebun yang gelap begini, siapa tahaan? Belum hilang rasa takutnya, samar-samar Piyun melihat sebuah bayangan hitam bergerak-gerak di depan. Semakin lama bayangan itu semakin jelas. Bayangan itu berbentuk manusia yang berjalan bungkuk dan mengendong sesuatu di punggungnya. Bayangan itu berjalan menuju ke arahnya! Piyun menahan napas. Rasa takutnya semakin jadi. Ia diam terpaku. “Tak salah lagi. Itu pasti hantu bungkuk yang menunggu kebun ini, seperti cerita teman-teman,” kata Piyun dalam hati. Ia ingin lari, tapi kakinya terasa berat. Sementara bayangan hitam itu semakin mendekat! Piyun bingung dan takut. Tanpa pikir panjang ia memungut sebutir batu kerikil dan melempar ke arah bayangan hitam itu. Bukkk…!! Lemparannya tepat mengenai sasaran. “Aduuh!” bayangan hitam itu mengaduh. Suaranya kecil, seperti suara seorang nenek. “Siapa yang berani kurang ajar melemparku, yaaa?” Fiuuuh!! Piyun menarik napas lega. Bayangan hitam itu mengaduh kesakitan. Berarti bukan hantu. Piyun berlari menghampiri bayangan hitam itu. Piyun terkejut. Ternyata itu Nenek Ranta, penjual kue serabi langganan Piyun. Setiap pagi Nenek Ranta berjualan kue serabi di pertigaan jalan kampung. “Ooh, jadi kamu yang meleparku yaa?” ujar Nenek Ranta. “Maaf, Nek. Aku keliru. Ada yang sakit, Nek?” tanya Piyun. “Untung yang kamu lempar itu kerikil. Kalau batu, bisa pingsan aku,” jawab Nenek Ranta. “He, Piyun! Sedang apa kamu dini hari sendiri di kebun ini?” “Aku sedang lari pagi, Nek,” jawab Piyun. “Kamu ini ada-ada saja. Masih jam tiga dini hari sudah lari pagi,” kata Nenek Ranta sambil terkekeh. “Jam tiga, Nek?” Piyun terbelalak. “Iya. Kamu bukan lari pagi, tapi lari kepagian! He..he…he…!” Nenek Ranta terkekeh lagi. Piyun menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Hee, jangan bengong!” Nenek Ranta menepuk pundak Piyun. “Sebagai hukuman, kamu harus membawa tempayanku sampai di pertigaan jalan kampung!” “Baik, Nek!” Piyun mengangguk. Nenek Ranta menurunkan tempayan di gendongannya. Tempayan itu berisi adonan kue serabi. Piyun memanggul tempayan itu dan berjalan mengikuti Nenek Ranta. “Jam berapa Nenek Ranta berangkat dari rumah?” tanya Piyun. “Jam setengah tiga!” jawab Nenek Ranta. “Setiap pagi?” “Setiap pagi.” “Tidak ngantuk, Nek?” “Aku sudah terbiasa sejak muda. Tidak seperti anak muda jaman sekarang, suka malas-malasan.” Sampai di persimpangan jalan kampung, mereka berhenti. Piyun menurunkan tempayan yang dipanggulnya. Nenek Ranta membuat tungku dari tumpukan batu bata. Piyun membantu menyalakan api. Setelah api menyala, Nenek Ranta mulai membuat kue serabi. “Kamu tunggu saja di sini, Yun,” kata Nenek Ranta. “Baik, Nek,” Piyun mengangguk. Ia berjongkok di belakang Nenek Ranta, sambil memperhatikan cara membuat kue serabi. Terdengar beduk Subuh. Piyun terseyum sendiri. Ternyata ia memang bangun terlalu pagi. Ia berlari pagi saat orang-orang masih tertidur lelap. Keadaan berangsur-angsur terang. Orang-orang mulai banyak yang lari pagi. Sebagian ada yang membeli kue serabi. Piyun ikut membantu melayani. Ketika mau pamit, Nenek Ranta memberi sepuluh biji kue serabi. Tentu saja Piyun senang sekali. Sampai di rumah, ternyata Ayah, Ibu dan adik sedang ribut mencarinya. “Dari mana saja kamu, Yuun?” tanya Ayah. “Piyun baru lari, Yah,” jawab Piyun. “Lari pagi atau lari kepagian?” tanya Ayah lagi. Piyun cuma garuk-garuk kepala. “Bungkusan apa yang kamu bawa itu?” tanya Ibu. “Kue serabi, Bu.” “Keu serabi?” Ayah, Ibu terheran-heran. Lalu Piyun menceritakan semuanya. Tentu saja Ayah, Ibu dan adik tertawa mendengar cerita Piyun. “Ternyata lari kepagian itu sangat menguntungkan. Selain badan sehat, juga mendapat kue serabi!” kata Ayah sambil tertawa tergelak. “Semua itu gara-gara ayam berkokok terlalu pagi. Jadi Piyun terbangun,” ujar Piyun.
Aku senang memakai cerita seperti ini karena memang bisa saja terjadi di kenyataan, dengan muatan kata-kata yang mudah dan siap pakai. Dari judulnya “kepagian” bisa menjelaskan konfiks ke-an. Lalu kalimat pertama, bisa menceritakan soal beda bunyi-bunyian binatang di Jepang dan Indonesia. Yang lucunya waktu sampai kalimat “bulu tengkuknya berdiri”, aku juga rasa geli sendiri, membayangkan jika tengkuk kita berambut seperti kuda, dan jika berdiri lucu juga ya. Berdiri bulu tengkuk = bulu kuduk = bulu roma (sejak kapan ya roma ada di badan kita :D) bahasa Jepangnya Tori hadaga tatta. Nah, ini lebih lucu lagi, karena pakai perumpamaan “kulit (hada) ayam (tori) berdiri” tapi bisa dibayangkan kulit ayam yang dicabuti bulunya kan memang mengerikan :D.
Nah, kemudian berlanjut sampai kata “bungkuk”, yang akhirnya aku jelaskan dengan “Si Bungkuk dari Notre Dame” (judul bahasa Inggrisnya : The hunchbacked of Notre Dame) . Tapi sialnya cerita yang sama dalam bahasa Jepang judulnya menjadi Notre Dame no Kane :ノートルダムの鐘、karena ” si bungkuk” bahasa Jepangnya semushi せむし dan itu merupakan kata-kata yang tidak sopan (henken 偏見 = prejudice) jadi tidak boleh dipakai. Jepang memang hebat deh, sedapat mungkin menghapus atau tidak menggunakan kata-kata yang mengandung prejudice dan menyakitkan hati yang mendengar. Perhatian Jepang terhadap penyandang cacat juga besar! (Bisa baca di sini)
Sambil menerangkan begitu, eh malah jadi membicarakan soal dongeng yang kadang sering tidak masuk akal. Menurutku cerita Si Bungkuk dari Notre Dame itu agak aneh, tapi ada satu lagi cerita yang aku baca waktu aku berusia 10 th dan aku ingat terus sampai sekarang yang amat aneh (tidak masuk di akal) menurutku yaitu Putri yang Sempurna atau bahasa Inggrisnya The Princess and The Pea. Masak ya bisa merasakan kacang polong yang ditimbun 20 kasur sih hehehe. Yah namanya juga dongeng, fiksi wajar jika tidak masuk di akal kan? Tapi ya gitu deh, aku suka dongeng dan fiksi tapi aku tetap tidak bisa menerima kalau terlalu jauh di luar nalar….dan itu juga yang menyebabkan aku tidak bisa menikmati Harry Potter :D. Eh iya, aku juga tidak suka Alice in the Wonderland tuh, membingungkan. Kata orang Jepang aku ini kawaikunai かわいくない. hehehe.
Ada tidak dongeng atau cerita yang menurut kamu itu terlalu dibuat-buat? Atau kamu bisa menikmati semua dongeng atau fiksi begitu saja?
Bukan mau meniru sebuah iklan, tapi aku memang mau bertanya How low or short can you go/resist?
Bagi ibu-ibu yang pernah menjahit, misalnya mengelim atau mengesom, pasti akan mengganti benang yang panjang jika benang dipakai sudah pendek. Tapi sependek apa kamu bisa bertahan? Aku selalu ingat cerita mamaku waktu kami masih bayi, dia sering menjahit baju bayi sendiri dan membuat aplikasi-aplikasi. Karena mau berhemat (jaman dulu kan semua mahal hehehe), dia selalu pakai benang itu sampai pendeeeek sekali, kalau perlu disambung (diikat). Kalau jaman sekarang mungkin tidak betah dan membuang benang-benang sisa yang sebetulnya masih bisa dipakai.
Tadi aku memendekkan celana panjangnya Riku, dan cuma bisa “tahan” memakai benang sampai segini, tidak bisa lebih pendek lagi 😀 (Ini pelit atau hemat ya? hehehe)
Tapi bicara soal hemat, suatu waktu aku pergi ke pertemuan orang tua dan guru di sekolah Riku. Guru Riku waktu itu, Chiaki Sensei mengatakan, “Saya senang sekali anak-anak yang hemat dengan pensilnya…. tapi kalau sudah terlalu pendek masih dipakai juga, saya khawatir berpengaruh pada tulisannya”. Iya juga sih, pasti berpengaruh pada jari tangannya juga tuh. Dan katanya Riku memang ada temannya perempuan yang pakai pensil sampai sekitar 3 cm… haduh…. Langsung aku ukur pensil Riku terpendek, ternyata “cuma” 6 cm. (Perlu diketahui bahwa di SD Jepang tidak memakai pensil mekanik atau bolpen di sekolah!)
Ada teman-teman yang bisa “berhemat” sampai pendeeeek sekali? Atau rendaaaah sekali 😀 Hemat apa?
Tentunya aku tidak perlu menjelaskan tentang kata kontradiksi ya? Sepertinya orang Indonesia paling jago urusan “kontradiksi” begini. Dan tak bisa ditampik, memang di dunia ini banyak terdapat kontradiksi. Dalam bahasa Jepangnya disebut dengan mujun 矛盾 sesuatu yang berlawanan. Tapi kalau lihat kanjinya sebetulnya satu per satu kanji itu bisa dibaca sebagai hoko 矛 dan tate 盾, dan aku mau menceritakan tentang hokotate ini.
Hokotate adalah nama sebuah acara di TV Fuji (chanel 8), yang aku tonton tgl 16 Oktober, hari Minggu yang lalu. Ceritanya tentang pertarungan produsen barang atau ahli tertentu. Yang pertama kami lihat pertarungan tentang produsen mixer (blender) dari Amerika yang menyatakan bahwa mixernya bisa menghancurkan apa saja, sekeras apapun (bahan alam). Nah penantangnya adalah pembuat katsuobushi (ikan maguro yang dikeringkan untuk bumbu makanan yang jika mau dipakai diserut dulu tipis-tipis). Dalam waktu 1 menit katsuobushi itu dimix, ternyata mixer/blender itu kalah, karena katsuobushi itu tidak hancur semua.
Yang kedua adalah pertarungan antara seorang pedagang perantara kepiting, yang bisa membedakan berbagai macam kepiting itu berasal dari daerah mana saja dengan melihat ciri khas kepiting itu. Serta penantangnya adalah perusahaan pembuat “bakso” kamaboko kepiting tiruan yang bisa membuat bakso kepiting itu serupa dan sama rasanya seperti kepiting asli! Banyak ahli kuliner yang tertipu dengan bakso kepitingnya, disangka kepiting asli yang mahal, padahal buatan pabrik. Nah, di sini yang menang adalah si pedagang.
Yang ketiga adalah seorang ahli reparasi baju. Segala baju bisa diperbaiki. Misalnya jas wool yang berlubang, dia bisa membetulkannya dalam waktu 30 menit. Dan hasilnya menakjubkan! Tidak ketahuan sama sekali bahwa jaket itu tadinya berlubang. Dia memakai benang yang sama yang diambil dari keliman jas tersebut. Bukan itu saja, baju rajutan yang terbuka rajutannya juga bisa dibetulkan,dalam waktu singkat. Nah, saat itu ada seorang artis yang mempunyai baju T-shirt kenangan dengan robekan (seperti digunting) berdiameter sekitar 20 cm. Dibawa ke tukang reparasi manapun tidak ada yang bisa membetulkannya. Ya tentu saja, aku juga kalau melihat robekan sebesar itu berpikir lebih baik dibuang. Tapi memang jika baju/pakaian itu mempunyai kenangan tersendiri, ingin sekali mengusahakan supaya bisa “sembuh” lagi bukan? Nah, baju robek yang sudah ditolak di mana-mana itu pun ditolak oleh ahli reparasi tersebut. TAPI, ternyata dalam waktu 3 hari, sang ahli ini bisa membetulkan T Shirt itu dengan halussss sekali, sehingga laksanan T Shirt baru! HEBAT…. aku rasa ahli reparasi baju ini benar-benar AHLI. Memang ongkosnya mahal, sekitar 106.000 yen (10 juta Rp), tapi kenangan memang tidak tergantikan dengan uang bukan?
Puncak acara TV itu adalah pertarungan antara produsen besi baja melawan produsen drill (bor). Ini benar-benar seru. Produsen besi baja ini menyatakan bahwa besi buatannya TIDAK BISA DILUBANGI oleh bor manapun, sedangkan si produsen bor menyatakan TIDAK ADA BESI yang TIDAK BISA DILUBANGI oleh bor buatannya. Ini baru hebat! Masing-masing ahli di bidangnya, dan selalu berusaha membuat produk yang TERBAIK! Mereka meneliti dan mengadakan percobaan-percobaan supaya bisa menang! Dan hasilnya? SERI! Karena bor ternyata patah dan tidak bisa membuat lubang di besi yang dibawa, tapi besi itu pun rupanya hancur terkena gesekan dari bor tersebut, meskipun tidak terlubangi, tapi pecah. Karena itu hasilnya seri, hikiwake.
Menonton acara itu, aku benar-benar merasa Jepang memang hebat. Inilah “motivasi” sesungguhnya. Menguasai sesuatu dan menjadi ahli di bidangnya, memang merupakan “sifat” orang Jepang. Tidak mudah terbawa arus, selalu berusaha menjadi nomor SATU, tak terkalahkan. Bayangkan saja si ahli reparasi baju/tekstil itu, dia mempelajari tenunan berbagai tekstil bertahun-tahun, sehingga bisa tahu bagaimana memperbaikinya. Semua dia gambar sendiri dan mengingatnya di kepala, tapi gambar-gambar itu kemudian menjadi buku manual bagi penerusnya. Karena dia ahlinya, maka banyak order yang datang padanya…. kemampuannya dihargai orang. Mottonya: “Tidak ada baju/tekstil yang tidak bisa diperbaiki”. Atau si pedagang kepiting, yang tidak bisa dikelabui oleh mesin pembuat “bakso” kepiting. Belum lagi SEMANGAT menemukan sesuatu yang LEBIH, ditunjukkan oleh produsen besi baja dan bor itu. Ahhh…. kapan televisi Indonesia bisa membuat program seperti ini? Aku benar-benar ingin tahu produsen-produsen Indonesia yang tangguh, berinovasi dan ahli dalam bidangnya. Takumi 匠, ahli yang sejati. Dan karena aku tidak bisa menonton, aku ingin baca dari media/blog teman-teman tentunya.
(Kalau mau lihat foto-foto pertarungan antara besi dan bor itu bisa klik di sini. Meskipun tidak mengerti tulisannya, dengan melihat foto saja sudah cukup kok)
Buah yang warnanya dengan semena-mena dipakai untuk menjelaskan warna kulit orang Indonesia. Aku teringat buah ini, gara-gara tweetnya bro neo: “Pingin makan sawo”. Well…aku juga pingiiiiiiin banget! Sawo adalah salah satu buah yang selalu masuk daftar favoritku, meskipun belum tentu setahun sekali aku bisa makan sawo. Hanya ada satu teman chat yang begitu mengetahui aku suka sawo, dia membawakanku sawo satu kantong plastik….. dan dia mustinya senang bisa melihat senyumku yang lebarnya semeter itu hahaha.
Aku kenal buah sawo dari alm opa-oma Makassar, orangtua papaku. Karena mereka tinggal di Makassar, kami selalu memanggil mereka opa-oma Makassar, untuk membedakan opa-oma Bogor, orangtua mamaku, yang tinggal di Bogor. Waktu aku masih di Jakarta, dan opa-oma Makassar datang menginap di rumah kami, opa sering minta dibelikan sawo kepada asisten rumah tangga. Dan kadang sawo yang dibeli masih kehijauan dan keras! Oleh opa ditaruh di dalam tempat beras (tapi katanya harus dihitung berapa, supaya jangan sampai ada yang kelupaan busuk di dalamnya). Setelah 2-3 hari sawo dalam beras itu akan matang, dan siap dinikmati. Aku ingat opa mempunyai pisau lipat yang tajam sekali…. yang dia pakai untuk mengupas sawo itu.
Jika sawo yang dibeli sudah terlalu matang, biasanya itu menjadi bagian oma. Memang oma sudah jarang giginya sehingga hanya bisa makan yang lembut-lembut saja. Tapi…. biasanya sawo itu tidak langsung dikupas dan dimakan. Oma sering memasukkan sawo itu dalam freezer lemari es dan membekukannya. Sejam sebelum makan dikeluarkan dari freezer, dikupas. Dan rasanya…uhhh enak! Rasanya tak perlu lagi menggigit, cukup diemut-emut 😀 Seperti sorbet.
Cuma yang aku sebal waktu makan sawo itu adalah jika menemukan banyak getah putih-putih mengeras seperti kapur di sekitar biji sawo. Rasanya aku selalu mencuci getah itu sebelum memakannya. Karena sebenarnya aku alergi pada getah buah-buahan. Rambutan, durian dan manggis adalah buah yang sebetulnya aku suka, tapi tak bisa kumakan karena setiap makan buah itu maka mulut dan leherku gataaaaal sekali. Jadi supaya aku tetap bisa makan sawo, lebih baik getah itu kucuci bersih-bersih kan….. 😉
Mengenai biji sawo? Aku tidak suka karena dari jauh kelihatan seperti kecoak hihihi. Terakhir aku mudik kemarin, aku sempat membeli sawo tapi karena masih keras aku tidak bisa makan langsung setelah dibeli. Memang mbak penjaga toko yang membantu memilihkan untukku mengatakan bahwa sawo itu baru enak dimakan besoknya. Tapi…. esoknya aku lupa dan tidak memakannya. Waktu ingat, tentu saja sawo itu sudah tidak ada, sudah menjadi fossil di dalam perut *dunnowhoeatit*.
Kemarin adalah hari ulang tahun Oma Makassar, yang sudah meninggal dalam usia 98 tahun, beberapa tahun yang lalu. Aku tidak diberitahu kapan persisnya Oma meninggal 🙁 Sosok Oma kuingat sebagai orang yang tersabar di dunia. Dia tak pernah marah, dan selalu diam dan sabar jika “diomeli” Opa. Opa memang keras bagai batu karang, sedangkan Oma sabar bagaikan air yang menyejukkan. Kadang kami bertanya mengapa Oma bisa begitu sabar, karena kami merasa kami keturunan Opa Coutrier yang berdarah Makassar, tidak ada yang sesabar oma. Dan satu lagu yang selalu kuingat jika membicarakan oma. Sebuah lagu pujian yang dia selalu nyanyikan… mungkin untuk menenangkan hatinya, dan hati kami.
sabar dalam suka dukamu sabar Tuhan Allah sertamu sabar sabar sabar didalam hatimu
Dan….. aku selalu merasa sebal dengan buah kiwi, karena seenaknya saja dia meniru-niru penampakan luar buah sawo ! Apakah teman-teman juga suka sawo?
Topik kali ini memang si Kai. Anakku yang berusia 4 tahun. Setelah dia membuat “malu” kami dengan tangisan sekencang mobil pemadam kebakaran sehingga bisa didengar satu TK, kami berdua, aku dan Gen merasa perlu lebih memperhatikan dia. Berbicara dengannya. Karena itu, jika aku di rumah meskipun bukan waktu tidur, aku mengajak dia membaca buku bersama (biasanya hanya mendongeng sebelum tidur saja). Beberapa kali aku terharu mendengar dia membuat cerita bebas dari buku-buku cerita bergambar yang kami punyai.
Kemarin aku flu berat. Pilek dan sakit kepala, juga tenggorokan sakit. Jadi aku mengatakan padanya bahwa malam ini mama hanya bisa bacakan satu cerita saja (biasanya 2-3 cerita). Dia memilih cerita tentang Kacang Babi dan Kacang Panjang (Soramame kun to nagai-nagai mame). Dan waktu aku membaca karena pilek dan sakit kepala, aku baca tersendat-sendat. Dia tidak sabaran sehingga sering berkata, “Terus?…terus?…ayo dong baca yang cepat”. Akhirnya aku marah dan aku bilang, “Kai mau mama masuk Rumah Sakit ya? Mungkin lebih baik mama masuk RS supaya mama bisa tidur yang enak, ngga usah bacain Kai. Mama sedang sakit ini…. jangan paksa paksa.” Tapi namanya anak kecil, dia pikir mamanya superman superwoman kali ya? Sampai akhirnya Riku bilang, “Kai…kasian mama dong. Kalau mama tidak bisa lanjut, besok aja ya lanjutnya…..” uh My dear Riku memang selalu membantu aku dalam menghadapi Kai.
Akhirnya satu buku selesai. Riku sudah lama tertidur. Tapi Kai masih segar bugar. Salah juga sih aku mengajak dia tidur siang bersama, jadi meskipun sudah jam 10 malam dia masih melek. Kasihan juga melihat dia bolak balik di sebelahku (dia tidur di sampingku), jadi aku ajak dia bicara pelan-pelan… tadi belajar apa…. bla bla. Dan terdengar papa Gen membuka pintu rumah. “Papa pulang…..!” Dan dia keluar kamar menyambut papanya (tentu saja papanya senang sekali dan memeluknya), dan aku juga keluar kamar persiapkan makan malam.
“Pa, aku bobo duluan ya. Ngga tahan. Tolong temani Kai”, aku masuk ke kamar dan bersiap tidur lagi. Eh, tak lama aku dengar, “Pa, aku temani mama bobo ya….” Kai masuk kamar dan tidur di sampingku. Karena dia tidak pakai selimut, aku menawarkan dia masuk ke dalam selimutku. “Masuk sini!” (pakai bahasa Indonesia)
“Iya masuk” (pakai bahasa Indonesia)
“Emang Kai tahu artinya “masuk” apa? (dalam bahasa Jepang)
“Tahu…. hairu deshou? ” (Hmmm hebat juga anakku, aku baru sadar dia tahu kata masuk) Tapi Mama kan ada lagi satu lagi arti yang lain? (Tentu saja dalam bahasa Jepang)
“Eh…. kata masuk?”
“Iya….. itu tuh. Kalau ada kebakaran kan disemprot air…. keluar asap…. susah nafas…..” (bahasa Jepang) Aku bingung awalnya… untung aku pintar (siapa lagi yang muji kalau bukan diri sendiri hahaha), aku langsung bilang….”Oooooooh MASK”
“Iyaaaaaa….. MASUK! マスク” Doooooh anakku emang pintar deh. Bahasa Jepangnya mask memang dilafalkan MA-SU-KU. Memang mirip dengan Masuk bahasa Indonesia. Langsung aku jelaskan padanya.
“BENAR KAI, tapi masuk yang hairu itu bahasa Indonesia, dan masuk yang mask itu bahasa Inggris. Tidak sama bahasanya, tapi sama lafalnya”
“Ooooo gitu…” (bahasa Indonesia…. untung dia tidak bilang oh gitu doang, karena akhir-akhir ini dia getol banget bilang doang hahaha)
Aku akhirnya tidak tahan, keluar kamar dan menceritakan kejadian ini ke Gen. Gen sendiri bingung kok Kai bisa ingat kedua kata itu. Kai memang akhir-akhir sering menyebutkan kata-kata bahasa Inggris yang dia dengar mungkin dari TV… aku tidak tahu dia tahu kata-kata itu dari mana, karena aku tidak pakai bahasa Inggris di rumah. Hanya bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Termasuk kata Goodbye. Never…aku tidak pernah pakai kata itu, tapi ada program TV NHK yang mengakhiri acara dengan “goodbye”. Jadilah dia setiap pagi mengantar papa ke kantor dan kakak Riku ke sekolah sambil berkata “Goodbye” dilengkapi senyum manisnya dan lambaian tangan depan pintu apartemenku. Dan jangan coba-coba tidak balas dengan “Goodbye” juga. Karena dia akan teruuuuuuuus berkata “Goodbyeeeeee” hahaha.