Handuk

4 Sep

Selembar kain yang amat penting dalam kehidupan kita. Yang paling sering kita pakai yaitu pada saat mandi tentunya. Nah, kenapa kok tiba-tiba saya jadi menulis tentang handuk?Hmmm… ini masalah kebiasaan saja sih sebetulnya.

Waktu di Jakarta, biasanya setiap anggota keluarga mempunyai satu handuk masing-masing yang dipakai setiap habis mandi, lalu kalau siang dijemur di luar, sore dibawa masuk lagi, dan dipakai. Kalau mendung ya dibentangkan di jemuran handuk khusus. Dan biasanya handuk itu dicuci paling cepat 3 hari, paling lambat 1 minggu. Ibu saya biasanya suka mencak-mencak jika kami meninggalkan handuk di cantelan belakang pintu kamar mandi. Ya tentu saja karena banyak pengguna kamar mandi yang akan menggunakan cantelan itu untuk menggantung baju ganti dsb.

Kebiasaan ini tentu saja saya bawa sampai ke Jepang. Tapi saya mengalami shock budaya pertama waktu menikah. Yaitu, suami saya, si Gen selalu memasukkan handuk bekas satu kali pakai langsung ke dalam mesin cuci. Untung saja orang Jepang mandi sekali sehari…. coba bayangkan kalau dua kali sehari, betapa banyak handuk yang harus dicuci satu hari? Kalau penghuni rumah dua orang, pasti akan menjadi 4 buah handuk ….wahh. Belum lagi, face towel, itu loh handuk kecil yang biasanya diselempangkan bapak-bapak penarik becak atau yang berolahraga. Enaaaak banget langsung masukkan ke dalam mesin cuci setelah satu kali dipakai.

Waktu saya protes, dia bilang…
” loh handuk kan dipakai untuk mengeringkan badan yang basah. Setelah dipakai, dia menjadi kotor, sehingga harus dicuci. ”
Tidak mau kalah, saya bilang lagi,” tapi badan basah kamu itu kan sudah bersih, sudah disabuni. Jadi handuk itu kan basah karena air saja, tidak ada kuman. Ya sudah, kamu boleh ganti handuk setiap kali, tapi aku tetap dengan caraku.”
Meskipun akhirnya karena jadi greget, akhirnya aku juga mencuci handukku kalau tidak setiap habis pakai, ya dua hari sekali. Memang enak sih, plung langsung masukkan mesin cuci yang berada di samping kamar mandi. Cepat dan praktis.

handuk yang lembut bak kulit bayi, putih bersih dan harum
handuk yang lembut bak kulit bayi, putih bersih dan harum

OK, saya tahu bahwa kebiasaan kami ini tidak ramah lingkungan. Karena berarti menghabiskan air untuk mencuci. Tapi kalau sudah kebiasaan, sulit sekali diubah. Dan kebiasaan ini dibawa dari rumah orang tuanya bukan? Jika kami menginap di rumah orang tuanya, maka kami juga melakukan kebiasaan ini.

Tapi, akhirnya saya merasa lega dan boleh tenang sedikit dengan penjelasan  suatu acara kuis televisi. Waktu itu ditanyakan pada para artis yang mengisi acara, berapa hari Anda pakai satu handuk baru kemudian dicuci? Wah ternyata artis-artis itu macam-macam. Ada yang menjawab mempunyai kebiasaan seperti keluarga kami, tapi ada yang sebulan tidak mencuci handuknya…. yieks.

Dalam acara TV itu dijelaskan bahwa, paling lama handuk itu dipakai tanpa dicuci adalah TIGA HARI. Itupun dengan kondisi bahwa handuk itu dijemur di bawah panas matahari. Jika tidak maka hanya berumur satu hari saja. Karena meskipun kita tidak lihat, kuman yang ada di handuk basah itu berkembang dalam tiga hari. Yang juga menjadi parameter bahwa handuk itu perlu dicuci, adalah jika handuk itu sudah menimbulkan bau apek. Langsung harus dicuci. Jika tidak? Ya bersiaplah untuk mengalami gangguan kulit.

Memang lebih segar kan jika kita memakai handuk baru sesudah mandi? Handuk yang empuk bagaikan kulit bayi…. kalau di TV. Karena pada kenyataannya sulit sekali untuk membuat handuk di rumah empuk. Musti beli handuk yang mahal, yang sering disebut handuk hotel + dicuci pakai pelembut pakaian. (Hmmm pelembut pakaian di Jepang jarang yang enak baunya seperti M*lto di Indonesia. Sampai saya selalu membawa dari Indonesia loh hihihi)

Handuk juga ternyata ada bermacam-macam ukuran dan kegunaannya. Saya paling pusing kalau diberitahu gurunya Riku untuk membawa handuk seukuran face towel. Sibuk deh nyari info di google. Face towel itu sebesar apa.

Menurut jenisnya handuk ada beberapa macam. Di bawah ini menurut penjelasan wikipedia Jepang (yang sedikit berbeda dengan wikipedia berbahasa Inggris)

1. Hand Towel. Seukuran saputangan. Wah kalau ini saya memang suka pakai sebagai pengganti saputangan. Daya serapnya juga lebih tinggi dari saputangan biasa.

Saking kecilnya Kai, selimutnya pakai Hand Towel ukuran 30x30 cm
Saking kecilnya Kai (2500 gr), selimutnya pakai Hand Towel ukuran 30x30 cm

2. Face Towel. Handuk Wajah. Gunanya untuk melap muka, sehingga ukurannya biasanya 30×75 cm. Dan face towel ini di Jepang disebut sebagai tenugui, yang sudah ada lama sebelum kebudayaan barat masuk ke Jepang, paling sedikit sejak jama Tokugawa/Edo (1600 an -1867). Karenanya handuk jenis ini paling banyak ditemukan di Jepang. Jika Anda menginap di ryokan atau penginapan ala Jepang, jangan kaget kalau hanya disediakan face towel saja. Karena dengan face towel itulah orang Jepang menggosok badannya dengan sabun, membilasnya lalu memakai towel yang basah itu untuk mengeringkan badannya. Bisa kering? Ohhh bisa…. saya juga heran pertamanya. Tapi tentu saja karena kami mandi dengan air panas, sehingga setelah dikeringkan dengan handuk lembab itu, badan juga masih berkeringat. Tapi lama kelamaan akan kering, apalagi jika berdiri di bawah kipas angin. Bagaikan hair-dyer cold deh hihihi. Karena face towel  ini amat berguna, banyak kantor-kantor yang mencetak nama perusahaannya pada face towel untuk diberikan sebagai oleh-oleh atau waktu mengucapkan selamat tahun baru, atau acara tertentu. Bagi orang yang baru pindahan juga praktis memberikan handuk kecil ini kepada tetangga sebagai “tanda perkenalan”, karena harganya murah dan pasti terpakai. Kalaupun tidak dipakai untuk orang, bisa dipakai untuk bersih-bersih rumah kan. Jadi jangan heran kalau orang Jepang memberikan hadiah face towel, atau satu kotak besar berisi satu atau dua set handuk mandi dan handuk wajah ini. Apalagi kalau buatan luar negeri dan bermerek seperti wedgwood, minton atau YSL.

3. Bath Towel. Handuk Mandi. Ukurannya memang macam-macam, juga bahannya beragam. Yang enak di Jepang ada handuk mandi yang besarnya dua kali lipat handuk biasa di Indonesia, sehingga sering dipakai sebagai towel ket, pengganti selimut atau alas tidur.

4. Selain 3 jenis di atas yang sering kita pakai sehari-hari ada juga yang disebut Sport Towel (yang ukurannya mirip face towel tapi sedikit lebih panjang), Beach Towel sesuai namanya biasanya dipakai wkatu berenang. Biasanya beach towel ini ada yang mempunyai kancing sehingga dengan “bersarung” kan handuk ini bisa ganti baju renang jika tidak ada kamar khusus. Towel Ket (Gabungan Towel Blanket) , yaitu sprei/selimut  yang terbuat dari bahan handuk, bagus dipakai waktu musim panas sehingga dapat menyerap keringat (jika tidur tanpa AC tentunya). Towel Mat, handuk yang dipakai sebagai pengganti keset, terutama dipakai di depan pintu kamar mandi.

Waktu saya mencari bahan tentang handuk ini, baru saya ketahui bahwa suatu kota di Jepang bernama Imabarishi, di Prefektur Ehime merupakan produsen handuk terbesar di dunia. Karena di kota ini saja tidak kurang dari 175 perusahaan pembuat towel yang tergabung dalam suatu asosiasi. Dan handuk Imabarishi ini bertahun-tahun mendapatkan penghargaan grandprix di Amerika.

Orang Jepang suka mandi, meskipun setiap harinya hanya mandi satu kali, pada malam hari. Kalah memang jika dibandingkan dengan Indonesia yang dua kali. Tapi mandi di Jepang adalah kebudayaan yang dinikmati bersama maupun perorangan terutama di pemandian air panas, hot spring. Kalau pergi menginap ke hot spring, dalam satu hari bisa 10 kali masuk ke dalam bak penuh berisi air panas dan berendam….. dan mungkin bak itu berada di alam terbuka. Jadi bisa dimengerti bahwa handuk juga merupakan barang yang mutlak ada dan penting dalam kehidupan orang Jepang.

Saya sendiri suka handuk yang fuwafuwa (empuk) dan harum dan besaaaar (maklum gajah sih) dan berwarna biru atau putih.  Saya senang kalau dikasih hadiah handuk apalagi kalau bermerek hihihi (soalnya ngga mampu beli sendiri sih).

Mau mandi dulu ahhhh!(Saya masih orang Indonesia, jadi suka mandi kapan saja …..)

Kai umur 1 hari, waktu dimandikan oleh bidan
Kai umur 1 hari (belum 2000gr), selesai acara mandi oleh bidan sebelum masuk inkubator lagi

NB: Kata handuk berasal dari bahasa Belanda handdoek. Saya kok jadi ingat dulu ibu saya bilang “doek” untuk pembalut wanita… pernah dengar?

Kid’s Menu

3 Sep

Sudah lama aku kagum dengan adanya kids menu di semua restoran di Jepang, mulai dari yang cepat saji, sampai pada restoran biasa. Pasti ada yang namanya Okosama Ranchi (Kids Lunch). Harganya terjangkau, ukurannya pas untuk anak-anak (biasanya setengah dari size orang dewasa), penyajian yang menarik dan biasanya disertai dengan satu jenis mainan yang bisa dipilih. Memang mainan murah tapi cukup untuk membuat anak-anak “duduk diam” di meja dan makan!

ciluuuuuuuuuk

Aku pikir kenapa di restoran Indonesia (kalau restoran Jepang di Indonesia ada) tidak ada kids menu begini ya? Lalu aku membayangkan sebuah keluarga memasuki restoran di Indonesia. Bapak Ibu, anak-anak termasuk yang masihh balita, tapi…. ditambah lagi satu orang. Dialah sang baby sitter yang bertugas mengurus anak-anak termasuk menyuapi mereka (mungkin dengan makanan dari rumah) dan membuat mereka tidak mengganggu kedua orang tuanya makan (Meskipun mungkin mengganggu tamu yang lain dengan keributan mereka. Tak jarang terjadi “kecelakaan” karena sang anak berlari-lari dalam restoran tersebut). Jadi memang kids menu tidak perlu untuk keluarga itu.

baaaa
baaaa

Nah, di Jepang ngga ada yang namanya baby sitter. Jadi kalau mau ajak anak-anak sekeluarga, sang ibu juga harus mengurus permintaan sang anak. Mau pesan satu piring untuk si anak kebanyakan. Atau sang ibu harus merelakan tidak memilih makanan kesukaannya, dan memilih makanan yang bisa dimakan bersama anak-anaknya (yang tidak pedas, yang disukai anak-anak). Tapi setelah ada Kids Menu, dan anak-anak juga bisa makan sendiri, adanya Kids Menu ini sangat menolong. (Meskipun terkadang tidak dimakan)

kids menu di Rumah Makan Volks, tanpa hadiah mainan
kids menu di Rumah Makan Volks, tanpa hadiah mainan

Aku juga selalu memesan kids meal di penerbangan Jakarta- Tokyo p.p. baik dengan JAL atau SQ. Dan…. kids meal ini jauuuuh lebih enak dan menarik daripada meal untuk orang dewasa. Jadi aku selalu makan sisa dari Riku atau Kai, dan tidak menyentuh meal dewasa. Well, makanan dalam pesawat biasanya memang “kurang” enak (untuk kelas ekonomi loh, kalau kelas bisnis sih lain deh).

Jadi siapa tahu ada yang mau membuat restoran di Indonesia. Coba deh membuat Kids Menu sebagai salah satu pelayanan di restoran Anda! Kalau MacD bisa sukses dengan Happy Set nya, pasti kids menu juga akan dilirik keluarga yang makan di restoran biasa.

(kiri: kids lunch standar ada mainannya berupa kacamata, tengah: kids menu yang lebih mahal di restoran sushi, kanan: kids meal di dalam pesawat JAL)

NB: Aku selalu merasa kasihan dengan si baby sitter yang diajak ke restoran. Dia harus melihat majikannya makan sedangkan dia harus kerja mengurus anak. Masih mending kalau sesudah majikannya makan, dia pun diajak makan sebelum pulang. Mungkin malahan ngga pernah ditanya “Sudah makan belum mbak?”. Duh kapan ya perlakuan “feodal” ini bisa dihilangkan?

“Desaku” nya Jepang

2 Sep

Pasti dong semua masih hafal lagu “Desaku” ciptaan Ibu Sud. Kalau sudah lupa ya terlalu deh dong sih!!

Desaku

Desaku yang kucinta
pujaan hatiku
tempat ayah dan bunda
dan handai taulanku
tak mudah kulupakan
tak mudah bercerai
selalu kurindukan
desaku yang permai

Nah, ternyata di Jepang juga ada tuh lagu Desaku. Si Lala bahkan katanya sejak kecil dinyanyikan dan menyanyi lagu Furusato dalam bahasa Jepang sebelum tidur. Kalah deh Riku, soalnya si Riku paling dinyanyikan “Medaka no Kyodai”.

Gunung tempat mengejar kelinci
Sungai tempat memancing ikan
Sampai sekarangpun dalam mimpi
Sulit terlupakan, kampung halaman

Bagaimana kabar, ibu bapak
sahabat karibku
Dalam hujan dan angin
Pasti teringat, kampung halaman

Melaksanakan keinginanku
Entah kapan, aku pasti akan kembali
Ke birunya gunung, kampung halamanku
Ke jernihnya air, kampung halamanku

兎(うさぎ)追いし かの山 usagi oishi kanoyama
小鮒(こぶな)釣りし かの川 kobunatsurishi kanokawa
夢は今も めぐりて、 yume wa ima mo megurite
忘れがたき 故郷  wasuregataki furusato

如何(いか)に在(い)ます 父母 Ikani imasu chichihaha
恙(つつが)なしや友がき tsutsuganashiya tomogaki
雨に風に つけても amenikazeni tsuketemo
思い出(い)ずる 故郷 omoiizuru furusato

志(こころざし)を はたして kokorozashi wo hatashite
いつの日にか 帰らん itsunohinika kaeran
山は青き 故郷 yama wa aoki furusato
水は清き 故郷 mizuwa kiyoki furusato

Wah lagu furusato ini memang cocoknya untuk mereka yang merantau seperti saya. Yang rindu pulang kampung terus. Jadi kalau tinggal di Indonesia, atau di rumah bersama orang tua yang kampung halamannya sama, sepertinya tidak cocok tuh (aneh kan kalo rindu kampung halaman padahal kamu tinggalnya di kampung tsb. Kecuali rindu pada kampung halamannya pacar hihihi)

Dari lagu “Desaku” dan “Furusato”, memang yang paling dirindukan adalah orang tua (orang Indonesia malah nambah handai taulan, kalau orang Jepang cukup bapak ibu hihihi), dan pemandangan alam yang biasa digeluti waktu kecil. Karena kampung halamanku adalah Jakarta, aku tidak bisa membayangkan gunung atau sawah atau sungai deh… mana ada gunung di Jakarta (meskipun nama kelurahanku adalah kelurahan gunung)? hihihi. Jadi apa bayanganku tentang kampung halaman selain orang tua?

Hmmm …. aku membayangkan sebuah rumah besar tempat aku dibesarkan dan suasana waktu hujan keras dengan geledek dan bau tanahnya yang khas! Rumah tempat kita dibesarkan memang tidak akan pernah terlupakan, bukan? Akhir-akhir ini aku sering mengenang kembali rumahku di Jakarta yang telah kuhuni berpuluh tahun apalagi setelah membaca tulisannya Nana tentang rumah.

Jadi kampung halamanku sebetulnya sih = rumahku, yang lain-lain sebetulnya numpang aja, nebeng! … seperti lingkungan perumahan, pasar, makanan, teman-teman dll. Mumpung sebentar lagi musim mudik, sebetulnya apa bayanganmu tentang kampung halaman sih? (Pasti beda tergantung asalnya kan?)

(Lagu ini pernah dinyanyikan di acara wisuda di Yokohama University waktu aku wisuda Pasca Sarjana… dan lagu ini berhasil membuatku menangis. Memang bukan lirik yang sama, tapi melodi dan bayangan pantai dengan pohon kelapa menari-nari di dalam benakku…. huh mewek deh)