Hunting Room

19 Sep

Hunting Room bukan haunted room, atau yang pasti aku tidak mau hunting haunted room kecuali aku anggotanya ghostbuster hehehe.

Ya sebetulnya waktu aku mudik ke Jakarta kemarin itu, aku sempat hunting room, mencari apartmen/rumah kost. Bukan untuk saya tapi untuk sahabat blogger Ria a.k.a Jumria Rahman yang baru pindah dari Duri ke Jakarta.

Ria datang persis tanggal 17 Agustus. Aku sebetulnya ingin menjemputnya di bandara, tapi ternyata tidak keburu. Adikku juga mendarat sekitar jam yang sama dari Tokyo. Dan karena kami ingin membuat surprise untuk adikku yang berulang tahun, aku lari ke toko kue. Karena sudah mulai masuk liburan Lebaran, stock kue juga tinggal sedikit, tapi memang kuenya Helen’s itu uenak sekali. Cocok deh manisnya untuk keluargaku yang tidak suka manis.

Kopdar terpendek dengan Ria: 5 menit, cuma sempat berfoto di depan rumah 😀

Pas aku sedang berbelanja di Helens, Ria meneleponku bahwa dia sudah berada di depan rumahku dalam taxi. Dia ingin bertemu dulu sebelum pulang ke Bekasi, jadi langsung dari bandara ke rumahku. Benar-benar hanya say hello, berpelukan, berfoto dan bye-bye… karena adikku pas akan sampai di rumah juga. Ria pulang, aku masuk ke dalam rumah dan mempersiapkan kue ultah. Heboh rasanya. Tapi aku senang sekali bisa bertemu Ria meski sebentar, setelah dua tahun tidak bertemu. Dan, aku katakan kalau tanggal 18 aku masih belum ada janji apa-apa, sehingga bisa menemaninya mencari kost di daerah kemang, tempat kerjanya.

Jadilah tanggal 18 Agustus itu, aku dijemput Ria naik taxi. Kebetulan aku pun tidak ada supir/mobil, jadi tak apalah kami naik taxi. Lucu juga karena kami berdua itu sebetulnya kan harus naik turun mobil, mencari rumah kost, tapi naik taxi. Jadi setiap kali kami turun, taxinya menunggu kami. TAPI hebatnya Jakarta waktu liburan menjelang lebaran itu SEPIIIIII sekali. Bayangkan kami naik taxi dengan rute Bekasi – kebayoran -kemang keliling-keliling sampai pejaten, balik lagi kemang -kebayoran – dan berhenti di Senayan City, selama 2 jam hanya bayar 200.ooo rupiah! O o o murahnya, dan surganya Jakarta saat itu.

yang segini 7 jt an… memang daerah mahal sih ya 🙂

Kami melihat 6 tempat, mulai dari yang sudah Ria cari sebelumnya di internet. Sebuah kos dengan kamar yang bagus di lantai 2, living room + kamar + kamar mandi berikut dapur sebulannya 7 juta saja… duh, mahal yah. Lalu di lantai satunya kami ditawarkan kamar yang 5 juta. Pending dulu. Kami menyusuri jalan kemang dan melihat papan nama terima kost. Turun lagi dan melihat kamar yang cukup gelap, tidak jelek-jelek amat dengan harga 3,5 jta. Cuma kok gelap ya kesannya. Yang paling lucu dari melihat kamar-kamar dengan nama apartemen, kami juga mencoba cari dengan papan namanya “terima kost”. Aduh harganya sama 3 juta tapi bobrok sekali. Mana si Ria sempat melongok ke dalam sebuah kamar yang pintunya terbuka, dan berpenghuni lelaki telanjang dada dan hanya mengenakan kolor… kyaaaaa…. mengerikan :D. Gongnya kami melihat sebuah apartemen yang biasanya dihuni oleh expatriat asing. Harganya? Cuma 10 juta. tapi memang bagus sekali dalamnya. Terang dan modern. Aku juga mau tinggal di situ, tapi…. kok harganya mahal begitu ya. Kalau kantor yang bayarin sih OK.

nah ini standar untuk expatriate, jelas gajinya musti setara dengan gajinya orang asing dong hehehe

Jadi hari itu kami menyelesaikan hunting room dengan melihat 6 kamar, dan kesimpulannya Ria masih akan mencari lagi meskipun aku sudah tidak bisa temani dia sesudahnya. Otomatis hari Raya Ria juga tidak bisa mencari karena kena flu juga. Lagipula tanggal 19nya Gen sudah datang, jadi aku tidak bisa lagi mondar-mandir ke mana-mana. Dan sampai aku kembali ke Tokyo, aku tidak bisa menemani Ria pindahan ke kostnya yang sudah dia temukan sendiri. Karena aku belum pernah nge-kost di Jakarta, aku tidak tahu kondisi kost-kostan di Jakarta. Jadi hunting room bersama Ria waktu itu merupakan pengalaman yang menarik. Tentu saja asal ada uang, kita bisa mendapatkan kamar yang bagus. Tapi ada banyak faktor juga yang mesti dipikirkan, keamanan, penerangan, transportasi, cucian termasuk tidak, internet, dsb dsb. Susah ya pindahan itu 😀 (apalagi aku di apartemen di Tokyo ini sudah 13 tahun! Malas pindah-pindah)

sambil mengantar anak-anak ke lollipop, kodar dengan Nunu…. sehingga kami menamakan pertemuan ini dgn kopdar anak makassar 😀

Tapi personal touch #6 ku dengan Ria boleh dikatakan terjadi berkali-kali, dan semuanya juga karena Ria yang datang ke rumah. “MBak aku anterin pesanan palm suikernya ya… ” Atau sesudah kami mengantar anak-anak bermain di Lollipop Sency, Ria dan adiknya Uchi sempat mampir ke rumah, dan itu benar-benar merupakan chit-chat yang menarik, karena mengikut sertakan papa. Perlu diketahui Ria (dan Uchi) adalah putri Makasar, satu tanah kelahiran dengan papa. Dan Uchi masih kental sekali logat makassarnya sehingga lucu sekali kami mendengar dia berbicara dengan papa. Mereka berdua bercakap-cakap dengan logat Makassar. Senang loh melihat teman-temanku bisa akrab dengan papa.

Dan sampai hari terakhir sebelum aku naik pesawat, Ria masih menyempatkan datang untuk say good bye dan mengantarkan pisang ijo buatan ibunya. Ah memang kami berdua orang sibuk. Tapi kami selalu berusaha mencari celah untuk bisa saling berkomunikasi, syukur-syukur bisa bertemu muka. Sekali lagi aku mengingatkan diriku sendiri, bahwa silaturahmi itu bukan dari lamanya waktu kita bersama, atau seringnya kita bertemu, tapi dari kwalitas dan makna pertemuan itu sendiri. Ria buatku sudah seperti adik sendiri apalagi sejak kami tahu bahwa kami keturunan satu nenek moyang yang sama, dari Galesong. So Ria, welcome to Djekardah, enjoy my hometown, enjoy juga kemacetannya ya hehehe. Sampai ketemu lagi tahun depan.

Sesaat sebelum kami kembali ke Jepang. Terima kasih untuk pisang ijo….dan personal touchnya ya Ri **hugs**

Karaoke

18 Sep

Ah begitu banyak yang aku mau tulis, tapi akhir-akhir ini semangat menulisku terpecah ke beberapa kegiatan, dan ya, salah satunya adalah bermain game. Huh, padahal sudah hampir satu tahun lebih aku sudah tidak bermain game loh. Ternyata juga panasnya Jepang membuatku insomnia dan malas berpikir.

Sudahlah, jangan menyalahkan siapa-siapa. Mumpung lagi mau menulis, lebih baik aku tuliskan dulu apa yang ada di benakku sekarang.

Cuma mau laporan! Kemarin adalah hari Lansia, tapi kami tidak pergi ke rumah mertuaku di Yokohama. Karena tiba-tiba saja Gen berkata, “Mel, kalau aku kerja hari Senin, boleh?” (Soalnya Jumat nanti dia ambil cuti, untuk mengikuti open school nya Riku). Ya, tentu saja bolehlah. Akibatnya ada satu hari libur yang… nganggur. Riku begitu kecewa papanya kerja di hari libur. Jadi aku mengajak dia pergi ke karaoke.

Kenapa aku mengajak ke Karaoke? Sebetulnya waktu aku mudik kemarin ada dua kali kesempatan kami sekeluarga besar berkaraoke. Pertama waktu ulang tahun keponakan pas hari Idul Fitri. Kami diundang ke sebuah restoran di Kelapa Gading.Waduuuh aku udik deh, baru pertama kali ke Kelapa Gading Mall, dan lewat Mall of Indonesia 😀 Untung juga ada undangan itu, sehingga aku keluar dari predikat “udik” hehehe. Dan saudara-saudara, KGM itu penuuuh yah 😀 Berasa di Singapore juga karena banyak dijual makanan non halal. Ya, jadi ceritanya hari itu kami pergi “nyekar” dulu ke Oasis Lestari, sowan mama pada pukul 2 siang, lalu pulangnya daripada kembali ke rumah, lebih baik kami pergi langsung ke Kelapa Gading saja. Undangan ulang tahunnya sih jam 6:30, tapi jam 4 kami sudah di KGM. Ceritanya mau minum kopi, tapi di eat-and-eatbegitu banyak pilihan makanan, sehingga kami akhirnya kebanyakan ngemil “besar” deh 😀 (aduh terbayang lagi deh itu mpek-mpek uenaaak tenan)

Nah sekitar jam 6:20 kami menuju restoran Green Leaf, di lantai 2 saudara sepupuku  sudah memesan satu kamar besar yang berkaraoke. Jadilah kami makan (lagi) makanan chinese sambil berkaraoke. Wah meskipun jurang usia terbentang lebar, cukup seru lah. Ada tante-tante (adik-adik gue sih) menyanyi Maroon 5, yang usia belasan menyanyi… apa ya? judule aku ngga tau. Lalu yang opa-oma (papaku dan aku hahaha) menyanyi lagu Blue Velvet, Yesterday dan macam-macam deh, lagi tahun 60-an 😀 Senang juga mendengar suara papa menyanyi, karena sudah lama sekali kami tidak karaoke bersama. Ternyata suaraku bagus (huh muji diri sendiri, abis sapa lagi yang mau muji ya hahaha) karena keturunannya papa (etapi mamaku juga bagus loh suaranya). Aku ingat dulu kami punya LP karaoke player dan kadang menyanyi di rumah…. jaman kapan tuh ya? 1985-an mungkin.

di sini lumayan banyak lagu Jepang, tapi Rikunya yang tidak (sempat) nyanyi

Nah, kami deMiyashita juga diminta nyanyi bahasa Jepang, tapi lagu bahasa Jepangnya tidak ada yang kami tahu. Kalau lagu bahasa China tentu banyak. Apalagi untuk Riku, meskipun diminta nyanyi dia tidak bisa nyanyi, karena tidak tahu satu lagupun. Padahal Riku suka menyanyi. Mengulang “kemesraan” keluarga kami, beberapa hari sesudahnya kami pergi khusus ke karaoke bersama, mumpung masih libur lebaran. Nah, kupikir karena karaokenya khusus di tempat karaoke  (bukan restoran) mustinya banyak juga dong bahasa Jepang. Dan memang, banyak lagu bahasa Jepang, tapi….. Riku tidak tahu. Ada satu lagunya Southern All Stars yang diketahui Riku dan Kai, berjudul Namida no Kiss…. ngga banget deh untuk anak-anak, wong judulnya aja artinya “Ciuman Air mata” hahaha. Tapi mereka hafal karena sering kupasang di mobil, waktu kami bertiga pergi ke Meguro untuk mengajar.

kedua krucils menyanyi dengan asyiknya 😀

Karena selama 3 jam itu akhirnya Riku tidak bisa menyanyi sama sekali, aku bilang, “Pulang ke Jepang, mari kita latihan karaoke yuuk”. Dan kesempatan kemarin itu, kami bertiga pergi ke Kichijoji. Tentu saja karena karaoke room di Jepang, pasti ada lagu-lagu baru yang bisa dinyanyikan anak-anak terutama lagu OST dari anime-anime terkenal. Jadilah Riku menyanyi 5-6 kali lagu yang sama hahahaa.

Mamanya? sempat sih nyanyi lagu lama sementara Riku istirahat, tapi karena moodnya lain tidak begitu asyik deh nyanyinya. Aku jadinya menonton saja mereka menyanyi. Untung cuma 2 jam hahaha! Tapi Kai seperti biasa, malu-malu tidak mau menyanyi. Ini anak emang aneh. Kalau di rumah nyanyi kencang-kencang tapi kalau di luar rumah….duh susah disuruh nyanyi. Dia juga paling malu disuruh bergerak (berdansa mengikuti irama seperti senam/gerak dan lagu)… padahal nanti tanggal 8 Oktober akan ada acara olahraga di sekolahnya. Setiap hari dia tidak mau ke sekolah karena tidak mau disuruh ikut acara 🙁 Sampai terpaksa aku pakai berbagai cara membujuknya, ya es krim, ya coklat, ya ngga boleh nonton TV seminggu dsb. Cara yang paling ampuh adalah mencabut semua listrik jam 8 pagi sebelum dia bangun, supaya dia tahu, meskipun dia tinggal di rumah tidak bisa ngapa-ngapain karena tidak ada listrik 😀 (Bulus ya :D)

di lorong tempat karaoke

So, kami memang melewati hari Senin yang menyenangkan bertiga, berkaraoke. Tapi waktu melihat Riku menyanyi, akupun teringat dulu waktu aku pertama datang ke Jepang juga getol karaoke setiap minggu. Selain sebagai hiburan, bagiku karaoke merupakan salah satu cara belajar KANJI yang paling ampuh. Aku dipaksa untuk menghafalkan kanji dan mengucapkan bacaannya. Jadi kadang sebelum coba menyanyi, aku cari dulu bacaan kanjinya di kamus :D. Dan sepertinya karaoke akan menjadi salah satu tempat tujuan baru deMiyashita.

Suka karaokean? Apa manfaat karaoke bagimu? Yuuuuk nyanyi yuuuuk.

Washington Convention

13 Sep

Bahasa Jepangnya Washington Jouyaku ワシントン条約, adalah kata yang baru-baru ini aku perhatikan sekali.  Tentu saja sudah lama ada, tapi sejak Gen mengembangkan hobi mengumpulkan kupu-kupu, aku menjadi semakin memperhatikannya. Apa itu Washington Convention?

Washington Convention sebenarnya sebuah nama lain dari Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Hmmm Aku pernah membaca tulisan CITES ini tentu saja di blognya Mas Alamendah. Kalau mau mengutip dari blognya : CITES adalah konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies flora dan satwa  liaryang merupakan  suatu pakta perjanjian internasional yang berlaku sejak tahun 1975. Fokus utama CITES adalah memberikan perlindungan pada spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin akan membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. (Silakan baca lengkapnya di sini).

Sayangnya Mas Alamendah masih menyusun daftar selengkapnya hewan dan tumbuhan Indonesia yang termasuk dalam daftar Apendiks I  (84 spesies hewan 27 spesies tumbuhan), Apendiks II (,1.365 spesies hewan dan 880 spesies tumbuhan.) dan Apendiks III (9 spesies hewan) dari CITES itu. Ditunggu daftar lengkapnya.

Mengapa sampai aku harus memperhatikan daftar CITES ini? Sebetulnya tahun lalu waktu kami pergi ke Taman Kupu-kupu Cihanjuang di Bandung, kami sempat menangkap beberapa jenis kupu-kupu, tentu saja di luar Tamannya. Dan sebelum pulang kembali ke Tokyo, Gen mencari semua nama latinnya, dan mencari di internet, apakah kupu-kupu yang kami bawa itu termasuk dalam daftar CITES atau tidak. Untung saja kupu-kupu itu termasuk dalam jenis kupu-kupu biasa, tidak langka sehingga kami bisa bawa ke Jepang.

Specimen dari Kupu-kupu buatan Riku yang ditangkap di parkiran Taman Kupu-kupu Cihanjuang. Nama latin diberitahukan oleh Pak Hugeng

Tahun ini, kami tidak membawa jaring kupu-kupu, karena memang tidak berencana untuk pergi ke tempat yang banyak kupu-kupunya. Demikian pula waktu Gen datang ke Jakarta, karena sudah dalam suasana IdulFitri, kami yakin bahwa kami tidak bisa pergi ke mana-mana. Tapi kali ini kami (sebetulnya Riku) mendapat sebuah hadiah istimewa dari sahabat  blogger, Ata chan yaitu 4 jenis kupu-kupu yang…. begitu indah. Begitu Gen melihat isinya, langsung dia mengatakan, “Waaah ini bagus sekali, dan… sepertinya langka!” .

Hadiah dari Atachan untuk Riku. Indah sekali!

Jadi Gen langsung mencari nama-nama latin dari kupu-kupu itu (duh kalau aku sih pasti tidak ketemu, karena Gen punya pengetahuan tentang pembagian jenis kupu-kupu jadi dia tahu harus mencari di mana dan bisa saja ketemu nama-nama latinnya) . Nah ternyata dari 4 kupu-kupu hadiah yang kami terima, ada dua jenis yang HARUS memakai surat ijin jika akan membawanya ke Jepang. Daripada dimusnahkan begitu sampai di bandara, jadi kami memutuskan untuk meninggalkan ke empat kupu-kupu itu dalam kotaknya yang indah (dan pasti mahal itu) di Jakarta. Dan aku simpan di dalam lemariku di rumah Jakarta. Terima kasih banyak Ata chan untuk hadiah yang istimewa, dan mohon maaf kami tidak bisa membawanya ke Jepang. Gen amat sangat kecewa (sampai nangis tuhh hehehe) , tapi kita akan tanyakan apakah bisa membuat surat ijin untuk membawanya ke Jepang kelak. Kalau memang tidak bisa, ya kami tetap taruh di Jakarta, untuk dinikmati keindahannya di Jakarta. Personal touch #5 dari Ata chan selalu kami ingat dan hargai. Terima kasih banyak dari lubuk hati kami yang terdalam.

Ornithoptera priamus  メガネトリバネアゲハ (appendix II)

Kalau orang Indonesia (termasuk saya) bisa saja mengatakan, “Ahhh bawa saja, toh tidak ada yang tahu. Tidak akan deh diperiksa barang-barang kamu satu-satu.” Tapi karena suamiku orang Jepang, yang patuh (mungkin ada orang Jepang yang tidak patuh juga hehehe), sedapat mungkin kita harus mematuhi peraturan yang ada. Karena jika toh lolos dibawa ke Jepang, kami pasti akan “memamerkannya” di rumah atau fotonya di FB atau blog, dan….. akan ketahuan hehehe. Dan… konsekwensinya mendapat peringatan, disita atau mungkin harus membayar penalti untuk itu. Kesadaran mematuhi hukum ini pun selayaknya harus ditaati semua orang, dan merupakan kewajiban kita pula yang sudah mengerti hukum, untuk memberitahukan hukum itu kepada yang belum/tidak mengerti.

Troides hypolitus サビモンキシタアゲハ (Appendix II)

 

 

Personal Touch #3 dan #4

12 Sep

Berhubung ada yang pernah bertanya apa sih bedanya reuni dan kopdar? Aku mau menuliskan definisinya reuni yang saya kutip dari KBBI daring yaitu : re·u·ni /réuni/ n pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dsb) setelah berpisah cukup lama. Jadi reuni itu adalah kumpulan orang-orang yang pernah bersama (biasanya belajar bersama), kemudian bertemu kembali setelah berapa lama tidak bertemu. Sedangkan kopdar yang merupakan singkatan kopi darat (off air) adalah pertemuan di udara/darat dari kumpulan atau beberapa personil yang belum kenal secara nyata sebelumnya. Mereka berkenalan di dunia maya (atau fans dari siaran radio/TV) dan pertemuan secara fisik itulah yang disebut dengan kopi darat. Menurut jumlah pesertanya Reuni bisa disebut dengan reuni kecil atau reuni akbar. Tapi aku kok tidak pernah baca soal kopdar akbar ya? 😀 Adanya Pesta Blogger, yang konon namanya sudah berganti (lagi).

Reuni dengan mantan mahasiswa yang mengambil kuliah Bahasa Indonesia di Universitas S, bersama Sasaki Sensei

Nah kalau membaca definisi begitu maka aku juga jadi bingung sih ketika kemarin Sabtu (8 September) aku bertemu dengan mantan mahasiswa, murid bahasa Indonesiaku di Universitas S, yang sudah lulus 4 tahun yang lalu. Apakah pertemuan seperti ini bisa disebut sebagai reuni? Karena posisinya aku sebagai dosen dan mereka mahasiswaku kan? Biasanya Reuni adalah pertemuan antarmurid/mahasiswa….. tapi aku anggap saja itu reuni, karena aku punya prinsip: “Meskipun kedudukanku adalah pengajar, sebetulnya akupun belajar pada saat memberikan pelajaran/kuliah”. Dan senang sekali dengan kelas ini yang begitu kompak, selama kuliah dulu bahkan secara rutin juga bertemu (reuni) sesekali setelah lulus. Aku merasa bahagia mempunyai murid seperti mereka. Salah satu mahasiswanya, Tozu Arisa san, pernah kutulis di Kursi Roda dari Jepang

Tapi selama aku mudik ke Jakarta Agustus lalu, kalau dihitung aku jarang mengadakan kopdar secara rombongan (cuma satu kali yang di pasaraya itu saja ya). Karena itu aku membuat istilah baru, khusus untuk mudikku kali ini yaitu personal touch. Kopdar fisik yang lebih bersifat pribadi, dengan sentuhan pribadi, yang memungkinkan kami bercerita lebih banyak dan lebih dalam (emang laut hihihi).

Kalau personal touch #1 aku bertemu Reti Hatimungilku, dan personal touch #2 aku bertemu teman FB, Yeni Fransisca. Maka di personal touch #3 aku bertemu Nana Harmanto dan Broneo. Senang rasanya bisa bertemu mereka, yang waktu mama meninggalpun pada bulan Februari itu datang ke Jakarta. Tapi waktu itu tentu tidak bisa bicara lama-lama, sehingga waktu bertemu di Jakarta pas tanggal 17 Agustus itu aku bisa lebih santai untuk bercakap-cakap. Tema percakapan juga tidak jauh-jauh dari isi blog sih, terutama soal makanan yang beracun bagi tubuh setiap orang yang berbeda. Aku sebenarnya ingin sekali ke Tasik, tempat tinggal mereka, tapi karena bulan puasa/mendekati lebaran aku urungkan rencana itu. Semoga tahun-tahun mendatang/kesempatan mendatang aku bisa mampir ke sana, tentu jika broneo masih bertugas di sana.

Bertemu Nana dan Broneo, di Sency.

Personal touch #4ku adalah dengan Wita Fauzi. Sahabat Adik blogger yang sebetulnya sedang belajar di Rende, Italia (Tetangga jauhnya Roma). Kebetulan sekali dia juga sedang mudik ke Jakarta, namun karena sama-sama tidak punya pembantu, kami baru bisa bertemu tanggal 24 Agustus, sehari sebelum aku kembali ke  Jepang. Karena rumahnya lumayan dekat rumahku, dan sudah sering datang, kami tidak janji bertemu di luar. Kebetulan pas hari itu aku berjanji pada anak-anak untuk mengantar mereka ke kolam renang pagi-pagi, terakhir berenang sebelum kembali ke Tokyo. Dan Wita dengan tenangnya, “Gampang mbak, nanti aku nyusul ke kolam renang. Dekat rumah mtb kan?” Padahal aku yakin dia tidak bisa menemukan kolam yang berada terpencil begitu…eh ternyata sampai juga.. Memang kalau naik motor bisa aja ya cari-cari hehehe (EH tapi ini kurasa karena JIWA petualang si Wita aja yang tingkat tinggi. Wong dia bisa datang sendiri di rumahku di Nerima, Tokyo sana. SENDIRI! gokil bener deh!)

Bersama Wita di rumah… kameranya dibawa Gen ke TMII, jadi pakai BB deh hehehe

Sayang waktu dia sampai di kolam renang, kami sudah kembali ke rumah, jadi kami bertemu di rumah, dan melewatkan waktu tidak lebih dari 1 jam. Hanya bercerita-cerita soal Roma dna Italia, dan tentu tidak lupa untuk berfoto dong (namanya blogger tuh pasti harus narsis :D). Tapi ada satu yang begitu membuatku amat sangat terharu yaitu waktu dia menyerahkan oleh-oleh dari Roma. Sebuah ROSARIO….. Rosario (seperti tasbih untuk umat Islam, atau untuk umat Buddha) itu kami, umat katolik pakai untuk berdoa kepada Bunda Maria. Dan Rosario dari Roma, merupakan hadiah yang indah! Dan lebih indah dan bermakna untukku karena yang memberikan adalah seorang sahabat yang muslim. Aku sempat bertanya padanya, “Kamu tidak dilihat dengan aneh, seorang muslim berjilbab membeli rosario?” dijawab dengan tertawa…. dan …. satu lagi ucapannya di twitter waktu aku bilang “Ah aku juga mau coba kopi dari Italia” dia berkata, “Abis aku tidak berpikir kopi untuk kado untuk onesan (kakak perempuan)… cuma satu yang terpikir: Rosario”. Kopi dan rosario memang tidak bisa dibandingkan 🙂 Personal touch yang begitu mewah dan istimewa.

Ah Wita… terima kasih banyak… aku semakin yakin bahwa persahabatan kita melampaui kerangka agama atau pemikiran/dugaan lain yang mungkin dapat merusak persahabatan itu sendiri. Aku akan berdoa dengan caraku sendiri, semoga kamu kembali ke Rende dengan selamat, dan dapat meneruskan kuliahmu tanpa halangan. Dan siapa tahu setelah itu bisa belajar ke Jepang, atau London, negara impianmu yang lain. Kiranya persahabatan kita dapat abadi ya.

Tambahan informasi:

Rosario memang banyak dijual sebagai souvenir di toko-toko rohani. Jika ada yang memakainya sebagai kalung, tentu tidak bisa dilarang, karena terbatas sebagai souvenir dan belum diberkati. Tapi sebelum rosario baru kami pakai untuk berdoa, kami akan meminta berkat dulu dari pastor. Rosario yang terlah diberkati akan kami jaga, dan jika putus atau rusak, biasanya kami kumpulkan dengan hormat. Dulu mama pernah bilang bahwa rosario yang rusak harus dibuang ke laut, tidak boleh buang ke tempat sampah. Ternyata waktu aku baca di sini, dikatakan harus dibakar atau dikubur. Tapi sampai sekarang rosario-rosarioku yang rusak masih kusimpan saja.

 

Coba-coba & Personal Touch #2

6 Sep

Aku suka anak-anak karena mereka punya 好奇心( rasa ingin tahu) dan polos, dan aku selalu berusaha memberikan jawaban yang sewajar-wajarnya. Kadang aku bingung menjawab pertanyaan Kai yang suka aneh-aneh. Seperti kemarin malam waktu aku membacakan dongeng みにくいあひるのこ ”The Ugly Duckling” karya H.C. Andersen yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Sudah dua hari ini aku dan Riku bergantian membaca buku untuk Kai, mulai jam 8 malam sampai jam 9 lalu tidur dalam usaha mengurangi nonton TV.

“Ada seekor induk bebek yang sedang mengerami (menghangatkan) telur-telurnya. Kraaakk…kraaak satu persatu mulai menetas”
“Kalau tidak dihangatkan bagaimana?”
“Ya tidak lahir bebeknya”
“Kalau didinginkan?”
“Apalagi, kedinginan kan jadi tidak lahir….”
“Kalau dimakan gimana?”
“Kalau mama makan Kai gimana?” Dan aku pura-pura gigit Kai…..

Dibanding Riku, Kai tidak begitu suka mencoba sesuatu yang baru. Makanan apalagi. Dia hanya mau makan apa yang dia suka, sehingga kadang harus aku bujuk-bujuk untuk mencoba sesuatu. Sedangkan Riku, apa juga dia mau coba, makanan tentu nomor satu, tapi kegiatan lain yang dia belum pernah lakukan, dia juga mau mencoba. Seperti melompat dari papan setinggi 2 meter di kolam renang atau yang terakhir dia coba di Indonesia adalah Ice Skating.

Kebetulan tanggal 16 Agustus itu, aku janjian bertemu dengan Yeni Fransisca di Mall Taman Anggrek. Sudah lama aku tak ke sini, jadi kupikir mau mengajak anak-anak juga. Dan kupikir mereka bisa bermain dengan anaknya Yeni. Eh ternyata Yeni tidak jadi membawa anaknya. Jadi kupikir ya aku kasih lihat saja Ice Rink, tempat bermain Ice Skate di dalam Mall tersebut. Riku langsung bersinar-sinar matanya. Aku tahu dia ingin mencoba. Tapi aku tidak bisa menemani, jadi aku minta instruktur saja sekalian. Karena dia tidak bawa jaket, ya terpaksa aku membelikan jaket anti air sekalian supaya bisa dipakai juga di Jepang. Dan dia siap untuk mencoba sesuatu lagi yang baru!

Riku pertama kali mencoba ice skating di Mall Taman Anggrek

Memang rasanya lucu juga orang Jepang mencoba ice skating pertama kali justru di Jakarta, di negara yang tidak mengalami 4 musim 😀 Alasan pertama sih sebetulnya : karena jauuuh lebih murah mencoba di Indonesia daripada di Jepang 😀 Selain dari aku tidak tahu tempat terdekat rumahku itu di mana adanya. Biasa kan kalau sudah kembali ke Tokyo, banyak tugas yang harus dilakukan sehingga tidak terpikir untuk mencoba sesuatu yang baru. Ingin aku mengajak anak-anak ke Bali dan mencoba snorkeling (aku juga belum pernah). Prinsipku, kita harus mencoba segala sesuatu, urusan suka, atau tidak bisanya adalah urusan ke dua. YANG PENTING COBA!

Yeni bersama Riku dan Kai di ruang tunggu Ice Rink. Kameraku terputar settingnya sehingga hasilnya jelek…. 🙁

Dan tentu saja Riku tidak bisa melanjutkan ice skatingnya. Karena konsentrasi di kaki yang harus menjaga keseimbangan, maka kakinya cepat capai, dan menyelesaikan pelajarannya sebelum waktunya berakhir. Tidak apa. Jangan paksa. Karena kalau dipaksa dia akan benci dan tidak mau mencoba lagi. Yang pasti dia bangga sekali bisa mencoba Ice Skating.

Setelah Riku selesai, kami makan bersama Yeni. Aku bisa berbincang-bincang dengan Yeni mengenai hal-hal yang sama-sama kami ketahui yaitu mengenai penulisan. Aku memang kenal Yeni di Facebook, tapi aku selalu kagum pada tulisannya baik di status atau notes yang begitu memukau. Biasanya aku hanya membubuhkan “like” saja, dan jarang meninggalkan komentar,   bahkan aku tak meninggalkan jejak sama sekali dalam sebuah notes mengenai perjalanan spiritualnya yang kubaca. Tapi aku jadi lebih mengerti pribadinya dari tulisannya.  Dan aku seringkali diingatkan oleh tulisannya, tulisan khas yang sering disebut tulisan motivasi. Dan senang sekali bisa mendapatkan personal touch dengan Yeni waktu mudikku kemarin. Semoga persahabatan kita bisa terus berlangsung ya Yen. Terima kasih sudah menemani Riku juga bermain Ice Skating. Dan semoga, suatu saat (dalam waktu dekat) aku bisa membaca bukumu atau paling tidak blogmu 😀 😉

 

Aku bersama Yeni di Mall Taman Anggrek. Photo by Riku. Kai mengintip dari belakangku.

 

Perlukah Reuni?

5 Sep

Kurasa ada yang berkata, “Tidak perlu, karena toh baru saja lulus…” atau “Tidak perlu karena membosankan. Pembicaraannya itu-itu saja.” “Perlu untuk bernostalgia, mengenang kembali masa kecil, masa sekolah yang menyenangkan.””Perlu karena menjaga silaturahmi, siapa tahu pekerjaannya di bidang yang sama, sejenis, sehingga bisa saling bantu, saling mendukung” tapi…. “Ogah ah reuni, aku ngga sesukses teman-teman lain yang kaya raya. Minder!”

Dan aku juga setuju ketika seorang teman, Mas Goenoeng Mulyo mengatakan, “Sesungguhnya, reuni ataupun halal bihalal diadakan yaitu diperuntukkan bagi kebaikan dan menyambung silaturahim, dan diharapkan pada saat itu, bagi yang telah berhasil dan berlimpah harta, akan membantu meringankan beban yang membutuhkan, bukannya menjadikan hal itu menjadi ajang pamer keberhasilan dengan jumawa tanpa mengindahkan perasaan orang lain. hal yang demikian ini diperuntukkan hanya bagi orang2 yang berfikir dan punya hati. Maka, celakalah orang2 yang tak berfikir dan tak punya hati……” Memang sepatutnyalah kita membantu orang apalagi teman lama yang kesusahan, jika kita mampu.

Tahun ini aku hanya berhasil mengadakan reuni dengan teman-teman dari SD, SMP dan teman kuliah :D. Teman-teman masa usia 6 sampai 12 tahun, masih kecil rasanya, tapi ternyata ingatan kami masih jelas dan nyata. Kami masih bisa bercanda mengenai teman-teman dan guru-guru masa itu, padahal sudah lebih dari 30 tahun lamanya kami berpisah. Memang ada beberapa yang terus bersama sampai SMP, SMA, tapi kebanyakan berpencar kemana-mana. Kami senang sekali saat itu ada teman yang kebetulan mudik dari Qatar, Belgia, Melbourne dan Tokyo (aku) :D. Hampir semua dari 20 orang yang hadir aku kenal baik, cuma 3 orang yang tidak begitu kenal karena tidak pernah sekelas. Pulangnya aku diantar Pandu yang rumahnya cuma 500 meter dari rumahku. Dalam mobil kami sempat berbicara mengenai pendidikan di Jakarta sekarang yang semakin mahal. Dia punya tiga anak dan yang terkecil masih batita, wahhh kita berdua mengeluh… “Jalan masih panjang yaaa…..” Tapi…. tetap semangat!

Reuni SD di Cangkir Kafe, Panglima Polim. Sate Kambingnya di sini maknyuuuusss

Reuni teman SMP mungkin yang paling ramai, padahal pesertanya HANYA 8 orang cewek loh. Dan aku heran karena ternyata food courtnya PIM tidak sepenuh yang kami duga (hari biasa juga sih). Karena takut penuh, kami makan di Warung Bebek Batavia PIM 2 yang berada di dekat food court. Masakannya enak, karena aku sebetulnya jarang makan bebek. Bebek Kremesnya maknyus 😀 Entah ya, mungkin terasa enak karena teman-temannya enak ya? 😀 Aduuuh tante-tante ini memang rame! Dan aku senang sekali bisa bertemu teman yang bermukim di Canada. Kebetulan dia mudik juga, jadi aku memang lebih menyesuaikan dengan jadwal dia.

obatarians? reuni SMP di warung bebek Batavia PIM2

Kalau reuni teman mahasiswa secara resmi memang jarang kami lakukan. Pernah kami lakukan secara besar-besaran (menyewa tempat di hotel dengan acara pemutaran slide dan perkenalan anggota keluarga masing-masing) pada tahun 2006. Waktu itu kami memperingati 20 tahun pertemanan sejak masuk universitas, juga waktu memperingati 25 tahunnya tahun lalu kami peringati sederhana di Telaga Sampireun tahun lalu. Kali ini kami berbuka puasa dengan 10 orang saja (hampir setengahnya, karena angkatan sastra Jepang tahun 1986 hanya 23 orang :D) . Karena banyak yang bekerja di daerah Thamrin, atau rumahnya jauh-jauh, aku memilih Grand Indonesia sebagai tempat berkumpul. Oleh temanku yang bekerja di Wisma Nusantara disarankan pesan tempat di lekko. Tapi karena bulan puasa, kebanyakan restoran tidak mau menerima pesanan tempat. Jadi harus ada yang pergi lebih pagi untuk ngetek tempat. Jadilah aku ke sana pukul 4, supaya aku tidak kena macet juga sih. Aku sempat mampir ke gramedia juga untuk membeli buku-buku. Dan… baru tahu begitu sampai bahwa restoran itu adalah restoran Iga Peyet… hihihi. Aku biasanya jarang makan nasi di luar (Iga kan pasti pakai nasi) apalagi makan malam, tapi lumayan lah rasanya.

Teman-teman satu angkatan di sastra Jepang UI

Oh ya, kami bubar dari tempat itu pukul 8:30, tapi kok rasanya masih pagi ya. Jadi aku mengajak beberapa teman untuk hashigo (arti : anak tangga, pergi ke restoran lain) dan mau mencoba Magnum Cafe… dooooh ternyata harus antre ya 😀 Tidak jadi deh, soalnya status kami semua adalah ibu-ibu yang harus cepat pulang juga. Jadi berpisahlah kami di lobby GI dengan janji: buat reuni di Tokyo tahun depan (kalau bisa hahaha).

bagus juga GI untuk berfoto bersama ya? 😀

Ah, reuni itu memang menyenangkan. Banyak berita yang bisa dikejar, diketahui bersama. Asal kita membuang rasa iri kita, tentu saja kita bisa menikmati reuni, yang biasanya memang diadakan sekali setahun atau dalam waktu (angka) khusus. Topik yang sebetulnya paling menakutkan kami tapi harus diterima adalah “Sudah adakah teman kita yang menghadap Tuhan?” 🙁

So, kapan kalian reuni terakhir? Aku memang berusaha untuk bertemu dengan teman-teman, dan kadang memaksa teman-teman yang mau untuk mengadakan kumpul-kumpul saja, jika tidak bisa bereuni. Silaturahmi itu penting loh! Jangan menghubungi teman HANYA WAKTU PERLU saja 😉

 

Kopdar Keluarga #2

2 Sep

Lanjutan Kopdar Keluarga #1

Tadinya aku tidak mau memberikan judul yang sama dengan tulisan sebelumnya. Tapi ternyata banyak faktor yang mendukung untuk menempelkan kata ‘keluarga’ dalam tulisanku ini.

Setelah sempat nyasar untuk mencari alamat Dago Giri 90, kami hampir putus asa dan berniat untuk putar balik jalan yang telah kami daki cukup lama. Masalahnya nomor-nomor di situ tidak berurutan sama sekali. Tapi karena aku pernah melihat fotonya, aku tahu pasti bahwa perlu ketinggian yang cukup tinggi untuk mencapai tempat itu. Nah pas kami bermaksud untuk masuk sebuah jalan kecil untuk memutar itulah, aku melihat tulisan Dago Giri 90. Loh itu yang kami cari. Jadi kami menyusuri jalan kecil masuk ke perumahan. Ada sekitar 3 rumah di situ, dan kami menanyakan pada seorang kakek yang sedang menyusuri jalan yang sama.

“Pak ini menuju Warung Sitinggil?”
“Wah ngga tau… tapi dulu kalau tidak salah namanya Itempoeti tuh…”
“Oh ok pak…. benar kok”

Memang pemilik Warung Sitinggil yang akan kami tuju adalah Mahendra Itempoeti, seorang blogger juga. Aku ingin sekali berkunjung ke sini waktu melihat foto-fotonya pada saat launch buku “Perjalanan ke Atap Dunia” nya Daniel Mahendra. Karenanya aku sempat-sempatkan untuk mengunjungi warung ini pada mudik tahun ini.

Eh tahu-tahunya Warung ini adalah milik Sekar Utami, temanku di FB, yang istrinya Mahendra Itempoeti. Dan ternyata juga Sekar Utami adalah sepupu dari sahabatku Chandrakirti, yang sudah berteman sejak SD sampai SMA, bahkan sama-sama masuk Sastra (Dia sastra Inggris, aku sastra Jepang sih). Jadilah terasa lebih akrab dengan Mbak Ami. Eh ternyata juga waktu aku sudah ‘mendarat’ di warungnya, bertemu seorang pemuda. Mbak Ami bilang, “Itu adiknya Chandra loh…” Dan waktu si Mas Didit ini melihatku, “Novita ya?” Rupanya Didit ini sekelas dengan adikku di SMP. Loh…satu keluarga bisa satu almamater gitu :D. Ah, dunia memang kecil!

Tak lama setelah kami sampai di sini, Ata-chan dan Uda Vizon pun hadir. Keduanya bermobil dari Yogya semalam sebelumnya ke Bandung dengan tujuan memberikan kejutan juga pada Daniel. Senang sekali rasanya kedua tamu dari jauh bisa bergabung bersama di Bandung, di Warung Sitinggil. Pertemuanku dengan Ata-chan baru pertama kali, padahal kami sudah lama kenal lewat blog, sejak tahun 2008! Daniel dan Didien pun juga bergabung bersama. Didien yang temannya Ata-chan juga kukenal sudah lama, sejak awal-awal nge-blog. Dia baru menulis lagi setelah lama hiatus. Dan gongnya adalah kehadiran pak Hendra Grandis, yang aku sama sekali tidak tahu bahwa pak Grandis berencana akan datang. “Saya tidak mau janji dulu, takut tidak bisa memenuhi janji”, jadi aku cukup kaget melihat pak Grandis datang. Apalagi aku biasanya bertemu pak Grandis di kampus ITB, bersama pak Nanang Puspito, yang siangnya aku temui di Kartika Sari 😀

Oh ya, pak Grandis mengajak seorang putrinya bersama, dan dijemput juga oleh putrinya yang lain setelah buka…. Jadi pantas kan, jika aku katakan bahwa kopdar di Warung Sitinggil ini juga kopdar Keluarga? Kopdar Keluarga, bertempat di warung keluarga blogger, dengan suasana kekeluargaan sekali, seakan kami sudah biasa dan sering berkumpul bersama. Memang kalau dihitung waktu kami ‘bersama’ dalam dunia maya sebagai blogger, termasuk kategori blogger ‘tua’ :D.

Sebelum buka bersama kami sempat berfoto-foto bersama di lapangan luas yang membatasi kami dengan lembah, dan di kejauhan terlihat kota Bandung. Enaknya mempunyai lapangan luas yang bisa dipakai berlari-lari oleh Kai dan dia juga ‘menyapa’ anjing milik tuan rumah, yang tentu saja disambut dengan salakan.

Kami kemudian menyudahi acara berfoto untuk berbuka dengan es buah yang disediakan Mbak Ami. Sambil ngobrol, kami lanjutkan dengan makan malam, menu nasi bakar, ayam panggang dan goreng, serta lalapan. Makan dengan hidangan yang lezat dan pemandangan malam yang indah, bersama teman-teman …. dan udara mulai menjadi sejuk…. yummy sekali. Konon di sini waktu malam bisa mencapai 15 derajat!

Karena kami harus kembali ke Jakarta malam itu juga, dan ternyata Ata-chan masih mau cari kaos bola jadi kami bubar pukul 8 malam, sambil membawa bekal buku “Perjalanan ke Atap Dunia” menuju tempat tujuan masing-masing dan mengakhiri Kopdar Keluarga di Bandung.

Mungkinkah Kopdar Keluarga bisa dilaksanakan kembali tahun depan? Semoga……

 

 

Kopdar Keluarga #1

31 Agu

Bagaimana jika blogger beserta keluarga masing-masing bertemu dalam sebuah kopdar? Tentu seru dan ramai ya. Nah, tanggal 13 Agustus itu aku mengadakan kopdar emak-emak beserta anak-anak mereka di Bandung Coret.

Tahu kan Bandung Coret itu di mana? Ya, Bandung Coret itu adalah julukan tempat-tempat yang termasuk Kabupaten Bandung, tapi entah berapa km jaraknya dari pusat kota Bandung yang biasa Anda kenal :D. Pinggiran gitu ….. Jahat ya 😀

Pagi itu tanggal 13 Agustus, Senin pagi, aku berangkat dari rumah pukul 7:30 bersama Riku, Kai dan Krismariana. Sebetulnya mobilnya sudah siap dari jam 7, tapi biasalah ibu-ibu selalu ada saja yang mau dibawa. (Padahal tetap saja ada yang lupa). Kami langsung masuk tol dalam kota untuk kemudian menuju Bandung. Sepanjang jalan, kami bisa melihat kemacetan Jakarta, dari arus balik/berlawanan. Mereka yang mau masuk ke Jakarta tapi terhenti di tol karena macet. Aduuuh benar-benar seperti parkiran di Disneyland Chiba sana yang gedeeee banget. Ini tol atau parkiran sih. Sama Bang Raja yang nyetirin mobil, kami berdiskusi, berapa banyak kerugian negara dengan kemacetan seperti itu. Rugi tenaga, rugi energi listrik dsb dsb dsb. Kalau cuma sekali-sekali sih masih mending, tapi katanya kemacetan seperti itu sudah lazim 🙁

 

duh, sampai pakai satu jalur lawannya? Tidak pernah lihat kejadian seperti ini di Jepang. Di sini juga suka macet di tol kalau musim liburan, tapi tetap jalan meski 10 km/jam. Jarang sampai terhenti total

Kami turun di pintu tol StoneFruit a.k.a Buah Batu, dan langsung mengikuti pesan dari GPS hidup, Jeng Nchie. Karena ini kali yang ke dua untukku melewati daerah itu, jadi sudah familier. GPSnya juga canggih sih 😀 Dan kali ini kami langsung masuk rumahnya Nchie. Katanya alasannya tahun lalu aku sudah ke rumahnya Bibi Erry, jadi giliran. Kami di sambut di depan pagar oleh kedua blogger bersahabat itu (katanya mereka bersahabat jauh sebelum mulai menulis loh). Dan setelah itu Diandra bergabung.

Lima blogger bertemu di Bandung Coret

Senang sekali bisa kopdar dengan tiga ibu empunya Bandung Coret dengan satu pasukan anak-anaknya. Tentu saja bapak-bapaknya tidak ada karena sedang gawe, tapi tanpa bapak-bapakpun aku tetap menamakan kopdar ini sebagai Kopdar Keluarga. Serunya pas berfoto bersama, karena aku lupa membawa tripod (kan ada yang lupa :D) jadi mesti ada salah satu yang tekan tombol deh. Udah gitu, kopdarnya di Bandung Coret tidak ada satu jam, karena ternyata aku ditunggu di Restoran Kartika Sari oleh petinggi ITB dan salah satu Bank, mantan teman-teman segereja di Meguro Tokyo. Maaf sudah membuat mas-mas  ini menunggu.

Blogger ibu-ibu dengan anak-anaknya di Bandung Coret

Riku dan Kai senang sekali di Restoran Kartika Sari itu karena ada tempat bermainnya. Jadi deh aku biarkan mereka bermain satu jam, sementara aku dan Kris makan siang di situ. Kami baru keluar tempat itu pukul 4:3o padahal aku merencanakan sudah berada di tempat selanjutnya pukul 4. Waktu kuhubungi orang yang ingin kutemui, ternyata mereka baru saja keluar dari restoran Kartika Sari dan sedang berbelanja di tempat lain. Waduh, padahal kami berada di satu tempat yang sama, kok bisa tidak ketemu. Memang sih restorannya di bagian belakang, dan bagian depannya ada penjualan oleh-oleh khas Bandung. Rupanya kami memang ditakdirkan untuk bertemunya di tempat yang telah ditentukan. Dan ternyata Kopdar Keluarga Bandung berlanjut di tempat berikutnya….

bersambung

 

Bertemu teman-teman mantan Meguro-kyokai di Kartika Sari. Mas Nanang dan Mas Bambang.

Personal Touch #1

30 Agu

Karena sesungguhnya pertemuan dua hati tidak dibatasi oleh tempat, waktu dan kwantitasnya. Tapi oleh keinginan dan pengertian dari kedua belah pihak. (IEVCM)

Setelah mengadakan kopdar pada tanggal 10 Agustus di Pasaraya Blok M, keesokan harinya aku bertemu dengan dua orang blogger. Yang satu belum mantan (semoga) meskipun sedang hiatus cukup lama, sedangkan yang satunya blogger aktif penulis masalah sosial yang memang cukup vokal menurutku. Vokal dalam arti semua pemikirannya ditumpahkan dalam blog, yang mungkin bagi sebagian orang akan dicap sebagai radikal. Tapi aku pribadi lebih banyak setujunya, meskipun aku mungkin tidak bisa menulis seperti dia.

Si “vokal” satu ini adalah Pito. Cukup lama aku mengenalnya, dan setiap aku pulkam kami juga cukup sering bertemu. Terakhir (mungkin tahun lalu) dia datang ke rumahku pas aku sedang packing untuk pulang. Dan dia ikut membantuku packing menghadapi koper-koper yang perlu diisi. Dengan dia, selalu bebas, dalam arti jika pas waktunya, “Nte.. aku ke rumah ya…” “OK…” atau aku akan mengajak dia bersama-sama bertemu temanku jika aku sudah ada janji sebelumnya. Dan dia akan dengan “anteng”nya duduk bersama kami, tidak pernah merasa kikuk. Malah sebaliknya aku sering dibantu menangani anak-anak. Kadang aku suka heran, Pito ini bisa menjadi baby sitter yang baik :D, bahkan baik sekali.

Hari itu aku janji bertemu dengan Reti dan Moza di Senayan City. Reti sulit mengikuti acara yang diadakan pada sore/malam hari karena harus keluar dengan Moza berdua saja. Tahun lalu, dia datang bersama om-nya ke acara kopdar Pasaraya. Tapi Om-nya yang sudah akrab juga dengan kami sudah meninggal dunia, sehingga tidak ada lagi yang menemani Reti bepergian. Aku tahu betapa shock dan kehilangannya Reti ketika om nya meninggal. Apalagi sebulan setelah itu bapaknya di Surabaya juga kena stroke. Untunglah sekarang bapaknya sudah mengalami kemajuan dalam rehabilitasinya.

Aku sebenarnya merasa bersalah, meminta Reti dan Moza yang mendatangiku ke Senayan City. ‘Secara’ aku hanya butuh waktu 5 menit sampai di Sency, padahal Reti membutuhkan waktu 1,5 jam menembus kemacetan dari Bekasi ke Sency. Seharusnya aku yang mendatangi dia, tapi aku ‘buta’ sama sekali daerah Bekasi. Kelapa Gading saja aku tidak tahu 🙁 Dan Sabtu itu aku tidak ada supir yang bisa diandalkan untuk mencari alamat karena papa juga ada acara di gereja. Peringatan ulang tahun paroki kami yang ke 60, sehingga papa yang termasuk dalam Dewan Paroki harus ikut sibuk wara-wiri. Benar-benar aku menyesal tidak memilih tempat yang lebih dekat dengan kediamannya. Sebetulnya tempat mana sih yang asyik buat ketemu, yang di tengah-tengahnya Kebayoran dan Bekasi (Barat)?  Ada usul tidak? Untuk lain kali 😀

Tapi, sesuai dengan judul postinganku, dengan bertemu hanya sendiri atau berdua, terasa lebih akrab. Ada personal touch, ada ikatan batin yang lebih dekat, meskipun waktunya tidak sampai berjam-jam. Kami bisa bicara dari hati ke hati, sambil menikmati makanan, apalagi Pito membawa Moza jalan-jalan ke luar menonton TV sebesar kamarku di Jepang 😀 sambil lesehan 😀 Untung aku tidak ada di situ, jadi tidak bisa ambil foto ketika Pito dan Moza lesehan berdua 😀 Dan waktu yang mereka berikan padaku dan Reti cukup lama, sehingga kami benar-benar bisa bercerita tentang macam-macam. Yang pasti aku kagum pada keputusan Reti untuk membesarkan anaknya sendiri, tanpa pembantu dan baby sitter. Hebat! Memang konsekuensinya, kami tidak banyak bisa melihat update status di FB atau di blognya. Tapi itu tak mengapa, semuanya kan tergantung prioritasnya. Dan Reti lebih memprioritaskan keluarga terutama Moza. Aku angkat topi untuknya, karena tidak banyak yang bisa dan mau. Aku dukung dari jauh ya Reti dan Pito! Terima kasih untuk waktu dan kesediaan untuk bertemu, penuh dengan sentuhan pribadi yang mewarnai liburanku kali ini.

 

Reti-Aku dan Moza. Pito yang ambil fotonya, dengan BB. Karena aku dan Reti lupa bawa kamera 😀