Perlukah Reuni?

5 Sep

Kurasa ada yang berkata, “Tidak perlu, karena toh baru saja lulus…” atau “Tidak perlu karena membosankan. Pembicaraannya itu-itu saja.” “Perlu untuk bernostalgia, mengenang kembali masa kecil, masa sekolah yang menyenangkan.””Perlu karena menjaga silaturahmi, siapa tahu pekerjaannya di bidang yang sama, sejenis, sehingga bisa saling bantu, saling mendukung” tapi…. “Ogah ah reuni, aku ngga sesukses teman-teman lain yang kaya raya. Minder!”

Dan aku juga setuju ketika seorang teman, Mas Goenoeng Mulyo mengatakan, “Sesungguhnya, reuni ataupun halal bihalal diadakan yaitu diperuntukkan bagi kebaikan dan menyambung silaturahim, dan diharapkan pada saat itu, bagi yang telah berhasil dan berlimpah harta, akan membantu meringankan beban yang membutuhkan, bukannya menjadikan hal itu menjadi ajang pamer keberhasilan dengan jumawa tanpa mengindahkan perasaan orang lain. hal yang demikian ini diperuntukkan hanya bagi orang2 yang berfikir dan punya hati. Maka, celakalah orang2 yang tak berfikir dan tak punya hati……” Memang sepatutnyalah kita membantu orang apalagi teman lama yang kesusahan, jika kita mampu.

Tahun ini aku hanya berhasil mengadakan reuni dengan teman-teman dari SD, SMP dan teman kuliah :D. Teman-teman masa usia 6 sampai 12 tahun, masih kecil rasanya, tapi ternyata ingatan kami masih jelas dan nyata. Kami masih bisa bercanda mengenai teman-teman dan guru-guru masa itu, padahal sudah lebih dari 30 tahun lamanya kami berpisah. Memang ada beberapa yang terus bersama sampai SMP, SMA, tapi kebanyakan berpencar kemana-mana. Kami senang sekali saat itu ada teman yang kebetulan mudik dari Qatar, Belgia, Melbourne dan Tokyo (aku) :D. Hampir semua dari 20 orang yang hadir aku kenal baik, cuma 3 orang yang tidak begitu kenal karena tidak pernah sekelas. Pulangnya aku diantar Pandu yang rumahnya cuma 500 meter dari rumahku. Dalam mobil kami sempat berbicara mengenai pendidikan di Jakarta sekarang yang semakin mahal. Dia punya tiga anak dan yang terkecil masih batita, wahhh kita berdua mengeluh… “Jalan masih panjang yaaa…..” Tapi…. tetap semangat!

Reuni SD di Cangkir Kafe, Panglima Polim. Sate Kambingnya di sini maknyuuuusss

Reuni teman SMP mungkin yang paling ramai, padahal pesertanya HANYA 8 orang cewek loh. Dan aku heran karena ternyata food courtnya PIM tidak sepenuh yang kami duga (hari biasa juga sih). Karena takut penuh, kami makan di Warung Bebek Batavia PIM 2 yang berada di dekat food court. Masakannya enak, karena aku sebetulnya jarang makan bebek. Bebek Kremesnya maknyus 😀 Entah ya, mungkin terasa enak karena teman-temannya enak ya? 😀 Aduuuh tante-tante ini memang rame! Dan aku senang sekali bisa bertemu teman yang bermukim di Canada. Kebetulan dia mudik juga, jadi aku memang lebih menyesuaikan dengan jadwal dia.

obatarians? reuni SMP di warung bebek Batavia PIM2

Kalau reuni teman mahasiswa secara resmi memang jarang kami lakukan. Pernah kami lakukan secara besar-besaran (menyewa tempat di hotel dengan acara pemutaran slide dan perkenalan anggota keluarga masing-masing) pada tahun 2006. Waktu itu kami memperingati 20 tahun pertemanan sejak masuk universitas, juga waktu memperingati 25 tahunnya tahun lalu kami peringati sederhana di Telaga Sampireun tahun lalu. Kali ini kami berbuka puasa dengan 10 orang saja (hampir setengahnya, karena angkatan sastra Jepang tahun 1986 hanya 23 orang :D) . Karena banyak yang bekerja di daerah Thamrin, atau rumahnya jauh-jauh, aku memilih Grand Indonesia sebagai tempat berkumpul. Oleh temanku yang bekerja di Wisma Nusantara disarankan pesan tempat di lekko. Tapi karena bulan puasa, kebanyakan restoran tidak mau menerima pesanan tempat. Jadi harus ada yang pergi lebih pagi untuk ngetek tempat. Jadilah aku ke sana pukul 4, supaya aku tidak kena macet juga sih. Aku sempat mampir ke gramedia juga untuk membeli buku-buku. Dan… baru tahu begitu sampai bahwa restoran itu adalah restoran Iga Peyet… hihihi. Aku biasanya jarang makan nasi di luar (Iga kan pasti pakai nasi) apalagi makan malam, tapi lumayan lah rasanya.

Teman-teman satu angkatan di sastra Jepang UI

Oh ya, kami bubar dari tempat itu pukul 8:30, tapi kok rasanya masih pagi ya. Jadi aku mengajak beberapa teman untuk hashigo (arti : anak tangga, pergi ke restoran lain) dan mau mencoba Magnum Cafe… dooooh ternyata harus antre ya 😀 Tidak jadi deh, soalnya status kami semua adalah ibu-ibu yang harus cepat pulang juga. Jadi berpisahlah kami di lobby GI dengan janji: buat reuni di Tokyo tahun depan (kalau bisa hahaha).

bagus juga GI untuk berfoto bersama ya? 😀

Ah, reuni itu memang menyenangkan. Banyak berita yang bisa dikejar, diketahui bersama. Asal kita membuang rasa iri kita, tentu saja kita bisa menikmati reuni, yang biasanya memang diadakan sekali setahun atau dalam waktu (angka) khusus. Topik yang sebetulnya paling menakutkan kami tapi harus diterima adalah “Sudah adakah teman kita yang menghadap Tuhan?” 🙁

So, kapan kalian reuni terakhir? Aku memang berusaha untuk bertemu dengan teman-teman, dan kadang memaksa teman-teman yang mau untuk mengadakan kumpul-kumpul saja, jika tidak bisa bereuni. Silaturahmi itu penting loh! Jangan menghubungi teman HANYA WAKTU PERLU saja 😉

 

Biru yang tidak mengharu

29 Jul

Biru sering dikaitkan dengan kesedihan, kemuraman atau keadaan hati yang bergejolak a.k.a emosional. Tapi coba kalian lihat foto ini, adakah haru biru di sana?

Himaja (Himpunan Mahasiswa Japanologi) angkatan 86

Biru adalah dress code hari itu untuk kami, alumni Program Studi Jepang, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (Sekarang bernama Fakultas Ilmu Budaya UI). Biru adalah langit yang menaungi kami selama ini, selama 25 tahun persahabatan semenjak kami tercatat sebagai satu angkatan, angkatan 86. Langit itu pulalah yang menghubungkan kami yang tersebar di Jerman, Tokyo, Surabaya, Palembang, Yogyakarta dan Tokyo meskipun tidak semua dapat bertatap muka tanggal 24 Juli 2011 kemarin.

Formatur Himaja 86 ditambah Setyawan dan Dian

Kami  25 orang lulusan SMA memulai kehidupan kampus  pertama kali kampus Rawamangun. Di taman sastra ini kami melewatkan waktu bersama dengan tawa canda senda gurau. Ada lirik mata, senyum manis dan oh ya tanpa disadari ada juga pengelompokan terselubung apalagi setelah kami pindah ke kampus baru Depok. Kelompok mobil, kelompok bus, kelompok jimny biru, jimny merah, starlet merah…. yang mengantar kami dari rumah masing-masing dari dan ke kampus, dan Japan Foundation.

Taman Sastra Rawamangun, tempat aku menunggu kuliah pagi sambil membaca koran yang dijajakan anak-anak penjaja koran. Aku selalu datang jam 7 pagi dan kerap bertemu mahasiswa menwa yang menginap di kampus.

 

Tidak lebih dari 19 orang yang bisa meneruskan sampai ke tingkat dua, dan tidak semua bisa berbaris bersama memakai toga di akhir kuliah 4-5 tahun kemudian. Tapi kita pernah bersama-sama melewati Ospek, penataran P4, kuliah-kuliah bahasa dan kebudayaan Jepang selain kuliah wajib bagi mahasiswa sastra. Juga mengalami pindahan dari kampus Rawamangun ke Depok yang gersang dan sepi, bahkan waktu belum ada Bus Kuning. Tempat berkumpul kami bukan lagi taman sastra yang rindang tapi kansas a.k.a kantin sastra.

Aku dan Dina yang diwisuda bersama angkatan senior. Tunggu aku ya bu Doktor Dina.... aku akan menyusulmu someday

 

Angkatan kami menghasilkan 2 doktor, 1 master, pengusaha, pegawai kantor, dosen, guru dan ibu rumah tangga. Tapi kami tahu bahwa kami bisa menjadi sekarang ini karena telah melewati proses belajar dan belajar  selama 25 tahun. Dan tentunya tidak akan berhenti hanya di angka 25. Semoga….

Kata Windy, hampir semua sudah bercincin kawin 😀

 

Lima tahun yang lalu kami merayakan 20 tahun  “kebersamaan” dan berencana untuk membuat perayaan 25 thnya pada th 2011. Lewat fesbuk akhirnya ditentukan tanggal 24 Juli 2011, sehari sesudah aku mendarat di Jakarta. Reuni 25 th ini juga yang menjadi “main event” acara mudikku tahun ini.

Sebetulnya ingin sekali pergi menginap bersama semisal di Bogor atau Puncak. Tapi karena  status kami  bukan lagi mahasiswa yang bebas untuk menginap lagi karena “buntut”nya sudah banyak, belum lagi ada beberapa orang yang datang dari luar Jakarta, akhirnya diputuskan untuk makan siang di Talaga Sampireun, Bintaro.

ki-ka: Ira, Elvy, Abi, Nita, Rahma, Windy, aku, Yati, Tia bawah : Jenny Vitasari, Dina dan Susi

 

Restoran yang mengadopsi saung-saung di atas kolam ini seharusnya membuat suasana romantis. Tapi karena diadakan siang hari, juga banyaknya tamu yang datang (karena akhir pekan)  sampai harus dibagi per lot waktu sehingga mengurangi kesan relaksasi, apalagi romantis.

Makanan yang merupakan hasil laut memang enak meskipun tidak bisa dikatakan istimewa buatku. Mungkin karena aku memang tidak begitu antusias makan nasi. Tapi satu minuman yang kurasa unik dan enak adalah Es Sirsak Talaga Sampireun. Rasa sirsaknya memang agak kalah dengan bahan-bahan lain, tapi aku memang tidak begitu suka tekstur dan rasa sirsak 100%.

Gurame, Cumi dan Udang sebagian dari menu yang dipesan + Es Sirsak Talaga Sampireun

 

Jadi kalau mau mengadakan reuni atau kumpul-kumpul memang tempat ini bagus, karena memang banyak orang yang bertujuan sama datang ke sini. Tapi bukan tempat yang romantis untuk berduaan seperti yang ditanyakan Putri Rizkia padaku. Jika hendak datang berombongan harus membuat reservasi dan membayar down payment terlebih dahulu. Untuk satu saung minimum paymentnya 600 ribu. Silakan dicoba!