Keluar dari Predikat Buruk

31 Mei

Semua pasti mau menjadi nomor satu! Tapi apakah mau jadi nomor satu untuk sesuatu yang negatif? OK, aku sedang berusaha untuk menjalankan “Positive Thinking” seperti yang dituliskan oleh Mbak Monda di sini. Kadang aku mungkin tidak berkata “negatif” tapi lebih pada “apatis” (terutama menghadapi keadaan tanah air), dan kurasa “apatis” ini lebih gawat dari negatif…. tanpa harapan jeh.

Beberapa ntah minggu ntah hari, tapi sepertinya masih di bulan Mei, aku menonton sebuah acara televisi NHK malam hari bersama Gen dan anak-anak. Judul program acaranya adalah “Tecchan no Worst Dasshutsu Daisakusen” atau kalau diterjemahkan menjadi “Strategi Besar Tecchan untuk Keluar dari Predikat WORST (Terjelek)”, program TV reguler. Wah…

Jadi yang kutonton waktu itu mengenai sebuah sungai di Nara yang bernama Bodaigawa. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang, Sungai Bodaigawa adalah sungai terkotor di Jepang! Nah, jadilah sungai ini menjadi obyek proyek Tecchan ini, yaitu membantu mengeluarkan Sungai Bodaigawa dari predikat terburuk.

Dari penelitian diketahui bahwa pencemaran sungai terjadi karena sistem pembuangan yang tidak bagus, terutama sampah dapur. Rumah-rumah sepanjang sungai Bodaigawa membuang sampah dapurnya langsung ke sungai. Suatu “problem” yang sama dengan banyak (kalau tidak bisa dikatakan seluruh) sungai di Indonesia. Aku ingat kok Alamendah juga pernah mengatakan soal sampah rumah tangga di sungai Citarum pada posting “Citarum Menjadi Sungai Paling Tercemar di Dunia“.

Nah, untuk bisa membuat sungai Bodaigawa lepas dari predikat WORST ini, perlu tindakan langsung dari warga sekitar. Percuma hanya “minta perhatian” atau menghimbau saja. Perlu ada tindakan/aksi aktif dari warga sendiri. Tapi karena ini dijadikan proyek program televisi, sang seleb yang terpilih (maaf  aku lupa namanya) mendatangi rumah-rumah sepanjang sungai. Meminta mereka “mengendalikan” sampah dapur, dan ikut dalam program membersihkan sungai.

Dalam acara itu kemudian diperlihatkan bagaimana ibu-ibu berusaha mengendalikan sampah yang terbuang langsung ke sungai itu. Antara lain dengan TIDAK MEMBUANG MINYAK BEKAS ke saluran air. Ada yang memakai kertas koran, ada yang memakai bubuk pembeku minyak goreng bekas seperti yang pernah kutulis di sini. Sampah sisa makanan dijadikan pupuk, juga tidak membuang air cucian beras ke saluran air, tapi dipakai menyiram tanaman dll. Belum lagi kegiatan memungut sampah di sekitar sungai yang diadakan oleh keluarga-keluarga di sepanjang sungai. Anak-anak pun tidak ketinggalan.

Hasilnya? Setelah beberapa bulan, bisa terlihat bahwa “transparansi” air sungai mengalami perubahan cukup besar. Yang tadinya batu-batu di sungai tidak bisa terlihat, setelah beberapa bulan bisa terlihat, meskipun belum bening. Dan setelah menunggu survey dari Kementrian Lingkungan Hidup, bisa diketahui bahwa Sungai Bodaigawa itu berhasil turun rangking menjadi nomor 5 an (dari nomor satu yang terkotor). Program “Keluar dari Predikat Buruk” ini berhasil. Dan tentu saja warga sekitar menjadi BANGGA dengan sungainya sendiri. Well, kalau bukan warga siapa lagi yang bangga? Tapi memang warga mengakui, si seleb itu yang men-trigger kegiatan warga. Warga memang tahu bahwa mereka sendiri yang harus berusaha, tapi perlu “orang yang mendorong”, dan kebetulan si seleb ini yang menjadi pemicunya.

Kurasa usaha-usaha “membersihkan diri” sudah banyak dijalankan di Indonesia. Kalau tidak, kan tidak ada hadiah Kalpataru (masih ada kan ya?) atau penghargaan-penghargaan lain. Tapi yang aku lihat dalam program di TV ini, usaha “keluar dari WORST” ini akan berhasil cepat bila SEMUA pihak bekerja sama, dengan sedikit sentuhan “sang seleb” dan PUBLIKASI televisi. Masuk TV loh! Coba ada TV Indonesia yang membuat program acara seperti ini satu saja deh, sebagai pengganti acara yang kurang bermanfaat. Dan ada seleb yang peduli juga. Jangan dong budget dijadikan alasan terus 😀

Yang menariknya dalam acara itu tentu bukan hanya masalah Sungai Bodaigawa saja, tapi setelah itu pun ada program keluar dari worst di bidang lalulintas dengan mengurangi korban jiwa akibat kecelakaan di suatu daerah (sepertinya Nagoya, aku lupa) yang paling tinggi se Jepang. Jadi memang dikumpulkan segala macam ranking bukan yang terbaik, tapi yang terburuk, dan bagaimana keluar dari predikat terburuk itu. PASTI BISA! dan sepertinya tidak perlu kan meminta para seleb Jepang untuk membantu warga Indonesia keluar dari keterpurukan negara Indonesia sendiri kan?

30 orang 31 kaki

30 Mei

Sudah baca tulisanmas trainer tentang anaknya yang manggung? Di postingnya diceritakan bagaimana anaknya berjuang untuk terus manggung dan berhasil menyanyikan lagu “A Whole New World”.

Terus terang aku geram membaca tulisan itu, karena tingkah orangtua dan penonton yang menertawakan episode jatuhnya peserta yang masih anak-anak. Sebiadabnya acara televisi di Jepang (artis saling pukul kepala, menertawakan/ mengejek sesama artis) tidak pernah aku melihat kasus orang tua atau penonton menertawakan seorang anak yang “gagal”, malah biasanya diberi tepuk meriah untuk ketegarannya. Mereka bahkan berteriak, “Gambare!” …  Hmmm penonton Jepang memang dewasa menurutku.

Lalu aku sempat mengenang acara anak-anak manggung di dalam/ luar sekolah. Dulu waktu aku SD, aku dan adik-adikku mengikuti exkul angklung. Dan satu kali kami pernah “manggung” di dekat sekolah kami, tepatnya di Aldiron Plaza (Blok M). Entah dalam acara apa, kami murid-murid, memakai seragam sekolah, berbaris dan sukseslah membawakan beberapa lagu dengan angklung di situ. Tapi ternyata di balik layar terjadi sesuatu yang menyebabkan bapakku marah.

Papa datang untuk menonton dan memberikan dukungan tentunya. Dan saat masuk ke departemen store (well untuk jamanku dulu Aldiron sudah cukup besar) dia sudah merasa tidak enak. Kok murid SD disuruh datang bermain di sini? Dan … saat itu papa melihat! Seorang pemuda meraba-raba p*nt*t pemudi, padahal si pemudi tidak suka. Papa tegur pemuda itu, dan untung pemuda itu tidak belagu, meskipun juga tidak meminta maaf. Untung pemuda itu tidak memukul papa, dan tidak menjadi keributan di sana. TAPI, papa langsung menceritakan hal itu kepada pimpinan kegiatan exkul sekolah. Tentu papa membayangkan kalau putrinya yang digituin (diraba-raba) dan tidak bisa melawan. Papa minta untuk memikirkan dua kali jika mau memenuhi undangan bermain di luar sekolah demi alasan keamanan. Dan jika tidak diperhatikan tentu saja papa tidak akan mengijinkan ketiga putrinya ikut dalam kegiatan musik itu. Setahuku, setelah itu kami juga jarang manggung (eh tapi adikku Tina pernah loh manggung main band di Ancol, Band Putri dan menang lagi …cihuuy… aku lupa apakah papa ikut pergi ke sana dan bagaimana soal ijinnya 😀 FYI, adikku Tina memang ikut bela diri Kempo dan waktu itu sepertinya sudah ban coklat)

Dalam posting mas trainer itu juga tertulis begini:  Gunanya untuk memupuk rasa percaya diri anak-anak, memberikan kesempatan mereka untuk berani tampil menyanyi sendiri di panggung.  Ditonton oleh para orang tua murid dan teman-temannya. Suatu tujuan yang bagus, dan aku juga tahu bahwa di Indonesia ada acara-acara sekolah seperti ini, tapi…. aku kok belum menemukannya di Jepang ya? Belum pernah aku lihat liputan seperti itu juga 🙂 (Kalau ada nanti aku pasti lapor deh)

Tapi…. jika manggung semuanya berkelompok. Coba baca tulisanku tentang pertandingan olahraga yang selalu diadakan setiap tahun di Jepang, semuanya tentang kerjasama per kelompok. Tidak ada pertandingan perorangan! Juga acara musik, acara  kesenian. Semua ditampilkan BERSAMA, dengan tema KERJASAMA. Paling-paling hanya dibagi dua kelompok Merah dan Putih.

Well, aku memang tidak lupa isi kuliah di Sastra Jepang dulu (terima kasih bu Jenny Simulya, bu Siti Dahsiar, bu Ansar Anwar) bahwa masyarakat Jepang itu selalu bergerak dalam wakugumi (dalam kerangka), tidak ada pribadi yang medatsu (mencolok), semua seragam. Dan bahwa kesalahan sebuah kolompok adalah tanggung jawab dari si pemimpin, sehingga tidak jarang jika kelompok itu kalah, si pemimpin akan mundur atau dulu bahkan bunuh diri. Kelompok, kelompok dan kelompok. Kelompok nomor satu! Dan untuk bisa bergerak selaku kelompok, kerjasama amat sangat penting.

Memang aku juga pikir, kalau pribadi tidak mencolok, bagaimana persaingan bisa terjadi. Tapi dalam kehidupan bermasyarakat kerjasama memang mutlak juga kan? Dan kerjasama itulah yang ditanamkan sejak kecil. Kegiatan selalu dalam kelompok.

Ada satu acara TV yang pernah aku tonton dulu. Sudah lama ada pokok tulisan tentang ini dalam draft, tapi aku belum menemukan moment yang pas dan sreg untuk mempublishnya. Dan kurasa kali inilah saatnya.

Acara di TV Asahi, yang berjudul 30 orang 31 kaki, pertandingan SD. Bisa mengerti?

Biasanya 30 orang itu berarti 60 kaki bukan? Tapi ini yang pakai hanya 31 kaki! Karena 29 kaki lainnya DIJADIKAN SATU! Prinsipnya seperti dua orang yang sebelah kakinya diikat dengan tali, dan mereka berdua harus berjalan/berlari mencapai gol dengan seirama, kalau bisa senafas! Dua orang 3 kaki saja sulit, apalagi kalau 30 orang 31 kaki! Imposible deh.

Acara ini mulai diadakan tahun 1996. Diadakan seleksi di antara SD yang mendaftar, siapa yang tercepat dan maju ke babak final, kejuaraan se Jepang. Berbulan sebelumnya di sekolah diadakan pemilihan 30 atlit. Biasanya yang larinya cepat, atau dipilih berdasarkan satu kelas. Mereka berlatih sesudah pulang sekolah, dibimbing oleh guru yang bertanggungjawab. Dalam acara itu pun ditampilkan bagaimana masing-masing sekolah berlatih, bagaimana beberapa orang menyerah di tengah jalan, bagaimana mereka kesakitan jika jatuh, bagaimana proses pemilihan ketua regu, dsb. Berat! berat sekali latihan mereka. Tak jarang aku juga ikut mengeluarkan airmata melihat anak-anak ini berusaha. Bagaimana mereka berusaha menyamakan ritme dengan lagu yang mereka pilih. Bagaimana mereka berusaha berlari bersama dengan SENYUM. Acara semacam ini seharusnya diperlihatkan di Indonesia! Modalnya hanya KAKI,  TALI, SEMANGAT serta KERJA SAMA.

30 orang 31 kaki sejuta semangat! Gambar diambil dari http://www.y-mainichi.co.jp/news/5845/

Sayangnya acara yang dilakukan setiap tahun sejak 1996 ini harus diakhiri tahun 2009 di kali yang ke 14 (dan aku bersyukur masih sempat menontonnya). Ada berbagai alasan yang dikemukakan sehubungan dengan selesainya acara ini, tapi yang terbesar adalah masalah budget serta semakin TIDAK ADANYA waktu luang untuk berlatih (menambah beban) karena mulai 2011 ada perubahan kurikulum, penambahan jam dan materi belajar. Sebelumnya (sebelum 2011) Jepang sempat melaksanakan Yutori Kyoiku (Pendidikan Santai) karena ada kritik beratnya pendidikan anak-anak yang menyebabkan banyak murid stress. Tapi waktu diadakan yutori kyouiku tentu saja hasil pendidikan menurun jika dibanding sebelumnya, sehingga dikembalikan lagi (menjadi berat lagi deh hehehe). Well, semuanya memang trial and error, sepanjang Garis Besar Pendidikannya tidak berubah, yah warga tinggal menjalani saja. Tidak bisa memenuhi permintaan dan keinginan semua orang kan? Dalam pelaksanaan kebijakan tentu ada yang setuju dan ada yang tidak setuju.

pertandingan terakhir tingkat nasional th 2009. Tangis selalu mewarnai acara ini.

Memang urusan kerjasama Jepang nomor satu deh, meskipun mungkin masih kalah dengan Korea atau Korea Utara yang bergaya militer. Tapi aku rasa kerjasama ini penting untuk ditanamkan pada anak-anak Indonesia, ntah bagaimana caranya. Mengajarkan pada anak-anak kita bahwa perjuangan tidak mudah dan tak selamanya manis. Tapi bersatu membuat kita bisa mengembangkan diri sendiri dalam kebersamaan. Jangan hanya mau menang sendiri dan makan enak sendiri, egois, tanpa peduli temannya apalagi orang lain.

 

Pengusir Ampuh

27 Mei

Tumben sekali hari ini pukul 7 malam, Gen sudah sampai di rumah. Tapi dia tidak langsung masuk apartemen kami, malah menunggu di depan pintu. Aku yang langsung ingat, segera mengambil garam dari dapur, dan menyuruh anak-anak jangan memegang papanya. Lalu aku taburi garam itu di pundaknya.

Gen malam ini baru pulang dari melayat. Dan merupakan kebiasaan di Jepang, setelah pulang melayat, meminta orang rumah untuk menaburkan garam ke pundaknya. Maksudnya supaya tidak membawa “kesialan” masuk ke dalam rumah. Garam berfungsi sebagai kiyome, membersihkan/ menyucikan. Aku sendiri lupa apakah di Indonesia memakai garam? Tapi yang aku ingat memang bapak-ibuku jika pulang dari melayat biasanya langsung mandi. Tentunya kebiasaan ini berlainan menurut daerahnya ya?

Garam memang tidak diragukan lagi fungsinya sebagai penyuci (membuat tempat atau sesuatu menjadi suci). Garam juga disebarkan di lapangan tempat pertandingan sumo dohyou 土俵  (lingkaran yang bertepi tali) dengan maksud menyucikan tempat yang akan dipakai bertanding. Dulu sumo merupakan salah satu upacara keagamaan, dan penting diketahui bahwa perempuan tidak boleh menginjak dohyou ini (dengan pemikiran bahwa akan mengotori tempat suci).

gunungan garam dalam piring kecil sebagai pengusir bala

Garam juga dipakai sebagai pengusir bala/pengaruh buruk dalam rumah. Jika pernah masuk rumah orang Jepang, ada semacam piring dengan garam berbentuk segitiga/gunung yang diletakkan di pintu masuk atau dalam ruangan. “Piramid garam” ini bernama morijio 盛り塩, dan ada banyak “cetakan” yang dijual untuk membuat gunungan garam ini berbentuk bagus. Aku rasa fungsinya ya sama saja seperti sesajen yang ditaruh di rumah-rumah orang Bali. Atau seperti cermin yang dipasang di pintu orang China. Menolak bala, memperlancar keberuntungan. Dan jika ditelusuri kebiasaan menaruh morijio ini ternyata sudah ada sejak zaman Nara atau sekitar tahun 710.

Dalam hal-hal religius memang garam memegang peranan penting, tapi dalam kegiatan praktis pun garam amat penting. Aku ingat kebiasaan menabur garam disekeliling tenda perkemahan untuk mengusir binatang melata seperti ulat, cacing dan diharapkan tentunya ular meskipun konon ular tidak takut garam. Garam memang pengusir ampuh ya. Kira-kira apa lagi yang bisa diusir si garam ini? Mungkin teman-teman bisa menambahkannya.

 

Masa sih?

26 Mei

Masih selalu terbayang di benakku, hari pertama Kai harus mengikuti kelas perpanjangan Usagi-gumi (kelas kelinci).

“Kai, mama hari ini kerja jadi kamu nanti ikut kelas Tulip (kelas regulernya sampai pukul 2) dan sesudah bel pulang, Sensei akan membawa kamu ke perpustakaan di lantai 2. Di situ ada kelas namanya Usagi-gumi (kelas perpanjangan dari pukul 2- sampai pukul 5) bersama Mika sensei. Nanti di situ kamu bisa main lego, membaca buku, dan ada makan sorenya. Nanti mama cepat-cepat pulang dari kerja, langsung jemput Kai di lantai dua ya.”

Dan hari itu dia dengan penuh “pengertian” masuk ke gerbang sekolah, ganti sepatu dengan sepatu dalam uwabaki, dan berjalan menuju ke kelasnya. TANPA MELIHAT PADAKU lagi, paling sedikit untuk melambai. Tapi aku melihat, dia seperti menyeka airmata kering 🙁 Justru tanpa raungan/tangisan  seperti itu membuatku ngenes. Dan benar juga, menurut laporan Mika sensei, Kai tidak menangis di hari pertama itu, tapi suatu kali dia juga sempat melihat Kai “mojok” dan seperti mengusap air mata….duuuh… Dilema ibu yang bekerja.

Kai abis sakit...kurus ya 😀

Dan hari ini pun, meskipun dia baru kemarin masuk sekolah karena sakit berkepanjangan, tanpa protes dia mengikuti kelas Tulip dan Usagi (dan dia tahu bahwa akan sampai pukul 5 sore) . Untunglah hari ini aku tak melihat dia “mengusap” air mata lagi, sehingga aku bisa cepat-cepat naik sepeda ke stasiun yang lumayan jauh dari rumahku.

Biasanya aku taruh kembali sepedaku di rumah, dan naik bus ke stasiun itu. Tapi hari ini kupikir aku coba untuk langsung naik sepeda ke stasiun itu. Jalan ke stasiun itu memang terkenal dengan tanjakannya, tapi untunglah aku masih bisa menggenjot sepeda pagi tadi (mungkin karena masih segar ya 😀 ) . Setelah mencari tempat parkir sepeda, aku cepat-cepat berjalan ke stasiun dan bisa naik kereta pukul 9:09 pagi. Wah rekor nih, aku bisa sampai di stasiun Takadanobaba sebelum pukul 9:30. Naik bus + jalan dan sampai di ruang dosen sebelum pukul 10 pagi. Asyik deh bisa membuat fotokopi bahan mengajar cukup banyak hari ini.

Nah waktu istirahat makan siang, aku makan bento di kelas sambil membuka email di HPku. Mengintip komentar teman-teman di TE dan aku melihat si Penganyam Kata mengirimkan aku satu link. Langsung kucoba buka dan berhasil! (HP ku bukan smart phone atau IPhone soalnya). Mau tahu linknya apa?

Judulnya : Siswa Siswi Jepang Paling Sopan di Dunia. Haiyah….. Memangnya segitu sopan ya? Aku tak mengetahui standar apa yang dipakai oleh pelaksana survey OECD, atau bahkan mungkin aku harus merasa khawatir dengan tindakan siswa negara lain yang tidak sopan? Aku tak tahu. Dan aku tak mau menjadi komentator soal itu.

Tapi memang kalau ditanyakan soal “Apakah ada tawuran antar sekolah?” Jawabnya pasti BIG NO!  Apakah siswa-siswi tidak saling berkelahi di dalam  sekolah? Nah itu aku tidak bisa jawab. Mungkin bukan berkelahi secara pukul-pukulan, tapi “berperang batin”. Buktinya masih ada kok kasus bullying, ijime, yang menyebabkan beberapa murid yang menerima perlakuan tekanan dari teman-temannya itu sampai bunuh diri. Masih ada. Dan biasanya terkuak setelah terjadi kasus bunuh diri di kalangan SD dan SMP. (Aku belum pernah mendengar kasus bunuh diri di SMA, entah apakah itu tidak mencuat di permukaan atau ntah apakah siswa SMA lebih kuat terhadap tekanan dibandingkan siswa SD dan SMP.

Tapi waktu aku ceritakan pada Gen soal hasil survey “Eh masa siswa Jepang itu paling sopan sedunia loh!” Dia berkata, “Mungkin ya kalau dilihat dari keberhasilan mengadakan Ujian Masuk Universitas Serentak. Itu kan diikuti 500.000 calon mahasiswa setiap tahunnya. Meskipun ada kasus penangkapan “kecurangan” ujian, tapi jumlahnya kecil sekali kan? ”
Yang kujawab, mungkin siswa-siswi Jepang itu kurang “mahir” menyontek yah 😀 (dan dijawab Gen mungkin juga karena polisi Jepang sangat ketat hihihi)

OK, memang secara umum siswa-siswi Jepang sopan-sopan. Mereka bersusah payah mengikuti bimbingan belajar untuk mengikuti ujian masuk universitas. Tak jarang mereka harus menjadi rounin (status pengangguran) setahun dua tahun untuk bisa masuk ke universitas idaman. Jalan masuk ke universitas itu berat bung! Tapi begitu bisa masuk universitas, 4 tahun di dalamnya Anda bisa menikmati kehidupan mahasiswa yang meriah. Asal mengikuti kuliah dan mengumpulkan tugas, sks bisa didapat. Jarang ada dosen killer yang menjatuhkan mahasiswa dengan tidak memberikan sks, jika absensi penuh. Di beberapa universitas ada yang menerapkan nilai 50 masih lulus. Sehingga dosen yang mau menjatuhkan diharapkan memberi nilai 49! (Dan jarang ada dosen yang mau membuat perkara). Ada universitas yang memberikan nilai A+ bagi mahasiswa yang mendapatkan nilai di atas 90. Prinsipnya: Masuk universitas sulit, tapi keluar (lulus)nya mudah. Banyak fakultas juga yang tidak memberikan syarat skripsi sebagai tanda kelulusan, kecuali mau melanjutkan ke S2.

Pasar buku bekas di dalam universitas W hari ini. Selama mengajar di sini 12 th baru kali ini lihat diadakan di dalam kampus.

Dan yang pasti aku pernah menjadi mahasiswa di universitas Jepang, dan terpana karena mahasiswa bisa tidur di kelas, sambil ngorok lagi 😀 . Selain itu mahasiswa juga ribut mengobrol sendiri dalam kuliah. Di kelas bahasa Indonesiaku? Aku biasanya sengaja menunjuk mahasiswa yang ngantuk untuk menjawab pertanyaan. Meskipun tidak bisa dipungkiri, aku pernah membiarkan satu-dua mahasiswa mendengkur di kelas. Biasanya mahasiswa itu pengikut extra kurikuler olahraga tertentu yang menjadi wakil universitas untuk bertanding di luar. Jadi biasanya aku juga sudah waspada terhadap mahasiswa seperti itu, dan sudah pasti aku ancam mereka harus menyerahkan tugas jika mau mendapat nilai 50 😀 (buat mereka yang penting lulus).

Jadi begitulah ceritaku sehubungan dengan link yang diberikan Danny. Tapi yang pasti tadi di kelasku, aku agak kesal karena ada 2 pasang mahasiswa yang cekakak cekikik dalam pelajaran mungkin karena menemukan kata lucu. Well, menghandle kelas dengan 35 mahasiswa memang sulit.

Tapi kekesalanku hari ini terobati waktu aku menjemput Kai di kelas Usaginya, dan dia langsung berlari menghambur, memelukku dengan senyum. Dan waktu kutanya, “Kamu menangis? ”
“TIDAK” jawabnya. Dan ditambah, “Maaf ma, aku sisakan makanan di bentonya.”
“Kenapa?”
“Aku kan tidak suka telur (puyuh)”
“Oh … ya sudah nanti tidak usah bawa telur puyuh lagi ya. Biar kakak Riku makan, dia suka sekali”

So how was your Thursday?

Bunga Ajisai (hydrangea) pertanda musim hujan mulai kuncup

 

 

Tiny

25 Mei

Melihat foto-foto tentang “tiny” di blognya Desty dan Titik, jadi ingat punya foto yang cocok. Tidak untuk disertakan dalam weekly photo challenge sih, hanya sedang malas berpikir untuk menulis posting hari ini.  Batuk masih menyiksa padahal besok harus mengajar.

kecil ya? ibu jariku normal kok

 

 

 

yes, he is sooooo tiny.... and who is he? Riku or Kai?

 

Terima kasih atas komentar sahabat-sahabat. Si pemilik jari mungil itu adalah RIKU. Sekarang jarinya sudah sebesar jariku, padahal baru 8 tahun loh hehehe

A +

24 Mei

Sebuah percakapan di chat :

Imoe : sore mbak
aku     :  soreeeee  Kai sejak minggu demam tadi baru periksa semua, ternyata kena (gejala) pnumonia
Imoe : waduhhh
aku     : batuk terus
Imoe : sekarang gimana kondisinya ?
aku     : skr lumayan sih udah turun demammnya dan udah mau makan
Imoe : gak sekolah dong
aku     : iya lah sejak senin
Imoe : peluk aja terus, pelukan membawa ketenangan
aku     : iya tidur kan sama aku terus sampe aku jg ketularan
Imoe : heeehehehe biasa itu, mkn karena se golongan darah

waaaahhhh aku cukup kaget karena baru kali ini ada orang yang mengatakan tertular karena golongan darahnya sama. Dan aku memang belum tahu apa golongan darahnya Kai. Apa memang benar sama denganku.

Pagi ini aku ada janji ke dokter anak untuk Kai pukul 9:45. Karena aku lumayan berat flunya (kemarin ngajar sambil srat srot deh) aku tidur lagi begitu Gen dan Riku pergi ke kantor/sekolah. Kupikir aku ada waktu 1 jam, lumayan lah sebelum ke dokter. Aku pasang alarm jam 9:15, dan tidur berduaan Kai. Tiba-tiba pas aku terbangun lihat jam…. wah! sudah pukul 9:50! Gimana dong.

Kai juga sudah bangun, dan aku ajak pergi ke dokter cepat-cepat. Masih nungguin Kai sarapan dulu sambil aku ganti baju. Akhirnya kami sampai di dokternya (jalan kaki dalam hujan) pukul 10:20. Tidak ada pasien di ruang tunggu 😀 Pasiennya malas berobat dalam hujan mungkin yah 😀
Jadi meskipun terlambat aku disegera dilayani, masuk ke ruang periksa. Kai memang sudah tidak demam sejak Sabtu kemarin, tinggal batuknya saja yang masih tinggal. Jadi dapat obat tambahan dan surat keterangan sudah sembuh untuk diberikan pada TK nya. Di sini memang harus membawa “Surat Sembuh” untuk penderita penyakit yang menular, dan Mycoplasma ini termasuk menular. Sepuluh hari Kai tidak masuk nanti tidak dihitung absen jadinya.

Kertas hasil pemeriksaan golongan darah Kai

Dan aku juga mendapatkan kertas kecil bertuliskan A (+) hasil dari pemeriksaan laboratorium darah hari Kamis yang lalu. Aku memang minta khusus karena aku belum tahu apa golongan darahnya Kai selama ini. Heran deh di sini  waktu lahir bayi tidak diberitahu apa golongan darahnya. Apa karena ada kemungkinan berubah? Yang pasti setiap aku tanya dikatakan nanti saja diperiksa jika perlu ambil darah sekalian. Jadi selama 3 th 10 bulan Kai hidup di dunia ini aku baru tahu sekarang bahwa dia SAMA golongan darahnya denganku.

Dan sambil bercanda dengan dokternya aku katakan, “Wah dok dia sama dengan saya. Padahal menurut saya dia yang lebih murni golongan darah A nya. Karena dia bersihan/teliti, kalau saya pasti salah tuh golongan darahnya :D.” Dokternya berkata, “Kalau begitu nanti suruh Kai saja yang bersih-bersih yah :D”

Ya di Jepang orang percaya sifat menurut golongan darah A, AB, B dan O. Jika berkenalan pasti sering ditanya kamu golongan darahnya apa. Biasanya senang jika bertemu orang yang golongan darahnya sama, atau dalam percakapan golongan darah ini bisa menjadi tema pembicaraan yang menarik.

Secara garis besar, golongan darah A dikatakan : orangnya bersihan, teliti, detil (yang tidak cocok untuk diriku 😀 ) bijaksana, mudah bekerjasama/akrab dengan siapa saja.  Selain itu golongan A dianggap perfeksionis. Sedangkan Gen dan Riku sama-sama golongan darah O, yang katanya: sifatnya spontan dan tidak mau kalah.

Dikatakan yang cocok menjadi leader kebanyakan adalah golongan O, sedangkan A cocok menjadi pembawa acara.

Dalam penyakit golongan A sering terkena flu, sedangkan golongan O dianggap bisa hidup panjang. Alasannya tidak mudah stress,  daya tahan terhadap penyakit menularnya juga kuat, tapiiiii mudah menjadi botak tuh 😀

Yang aku rasa lucu waktu membaca soal sifat menurut golongan darah ini, yang disukai orang dalam pertemanan adalah pria bergolongan darah O dan wanita bergolongan darah A. Tapi yang paling tidak sukai untuk dijadikan teman adalah golongan darah B. Karena golongan darah B ini suka bicara blak-blakan, padahal di Jepang biasanya kita tidak berbicara blak-blakan, harus lihat sikonnya dulu. Golongan darah B juga suka bertualang sehingga kemungkinan selingkuhnya tinggi. Tapi kebanyakan mahasiswa Universitas Tokyo yang terkenal itu memang bergolongan darah B!

Well, aku tidak percaya pada pembagian sifat menurut golongan darah. Masak sekian milyar penduduk dunia bisa dibagi hanya menjadi 4 golongan. Pembagian menurut bulan kelahiran saja yang 12 bulan (menurut horoskop) banyak yang tidak cocok, apalagi berdasarkan golongan darah? Tapi seperti yang aku lakukan dengan ramalan bintang, aku hanya melihat yang baik untuk lebih dikembangkan, dan yang jelek supaya bisa dikurangi. Dan sepertinya soal mudah tertular penyakit aku perlu hati-hati dan mengikuti saran untuk lebih banyak istirahat (dan olahraga).

Dan semoga kelak Kai yang bergolongan darah A (+) bisa mendapat banyak nilai A di sekolahnya 😀

Jadi, apa golongan darahmu? Pernah perhatikan sifat teman yang segolongan darah?

Di pagar rumah di tengah perjalanan ke RS aku menemukan ini. Botol diisi air (dengan tutup) diatur sepanjang pagar. Selain di pagar juga ada di tiang listrik. Kegunaannya? Mengusir kucing supaya tidak mendekat dan kencing di situ.

Hobi Baru

23 Mei

Kalau ditanya hobi umumnya orang akan mengatakan : baca buku, masak, makan, gowes/ jalan-jalan, dan …koleksi. Nah, kalau koleksi itu memang bisa macam-macam tidak terbatas (asal jangan koleksi pacar aja yah :D).  Aku sendiri punya koleksi macam-macam. Koleksi perangko, kartu pos, gantungan kunci,  pernah coba ikut teman yang mengumpulkan tissue hotel/restoran akhirnya dibuang, sekarang mengumpulkan koin dari negara yang pernah dikunjungi tapi kalah (jauh sekali) dengan mama.  Sekarang koleksiku tidak pernah bertambah lagi 😀

Kali ini aku ingin bercerita tentang hobi baru keluarga kami, terutama Riku. Tidak jauh dari koleksi sih, tapi cukup sulit untuk mendapatkannya. Bermula dari pelajaran menangkap kupu-kupu yang diikuti Gen dan Riku pada liburan Golden Week yang lalu, mereka menjadi rajin mengikuti acara “hunting” kupu-kupu. Kelompok yang sama (Perkumpulan Henri-Fabre Jepang) pada tanggal 15 Mei yal mengadakan hunting ke daerah Okutama, pegunungan yang berada di sebelah barat Tokyo. Kalau naik kereta dari rumahku makan waktu 2 jam. Lumayan jauh tuh.

Untung senseinya sempat mengabadikan ayah-anak berdua, maklum fotografernya ketinggalan di rumah sih 😀

Karena belum pernah pergi ke daerah Okutama inilah, maka Gen mau melihat juga apa saja obyek wisata yang bisa dikunjungi sebagai getaway kami. Jadilah aku mengantar Gen dan Riku pukul 6:30 pagi naik mobil ke stasiun terdekat rumahku. Dan berdasarkan laporan mereka, daerah pegunungan itu cukup bagus, ada sungai yang jernih, ada tempat camping dan barbekyu yang bernama American Village, dan sebuah gua wisata. Suatu waktu kami sekeluarga ingin pergi ke sana, jika cuaca dan kesehatan mendukung (masih belum sembuh benar nih).

Gen sengaja tidak menceritakan pada Riku sebelum berangkat bahwa mereka harus berjalan jauh, karena tahu Riku paling malas berjalan jauh. Tapi untunglah anakku ini bisa tahan dan mengikuti semua acara sampai selesai, dan tak lupa berpose di mana-mana (kalau ini pasti keturunanku :D)

berjalan membawa jaring, masukkan kupu yg tertangkap dalam kertas segitiga, menuliskan namanya

Dia juga berhasil menangkap jenis kupu-kupu yang jarang didapat, yang bapaknya sendiri belum pernah lihat. Rupanya memang banyak terdapat di daerah itu. Ahlinya memang jauh lebih tahu.

Jadi kupu-kupu yang ditangkap dengan jaring itu, dimasukkan ke dalam kertas parafin segitiga. Sehari sebelum ke Okutama ini, mereka pergi ke toko khusus peralatan serangga di Nakano, untuk membeli kertas parafin ini. Memang jarang sekali kita bisa dapatkan kertas parafin di toko buku/peralatan tulis di Tokyo, harus pergi ke toko khusus.

Kertas parafin segitiga berisi kupu-kupu kemudian dimasukkan ke dalam kaleng segitiga. Kadang kupu itu masih hidup sampai di rumah.

Kaleng segitiga penyimpan kupu yang ditangkap sebelum diawetkan

Nah begitu sampai rumah sedapat mungkin kupu itu langsung “dibentuk” sebelum menjadi keras. Caranya dengan meletakkan kupu diantara dua papan yang memang khusus untuk keperluan itu. Sayap kupu-kupu dilebarkan dan ditahan dengan kertas parafin yang dibuat seperti pita. Jarum pentul dipakai sebagai penahan kertas pita itu.

Membentuk kupu-kupu di dua bilah papan memakai jarum dan pita kertas

Kupu-kupu yang sudah dibentuk itu dibiarkan mengering. Kira-kira seminggu kupu itu dilepaskan dari papan dan dimasukkan dalam bingkai khusus. Hmmm mahal juga loh harga bingkai itu, ukuran sedang seharga 1500 yen (150.000 Rp). Aku sudah manyun aja kalau mereka musti beli bingkai lagi hehehe.

Bingkai sebesar itu tuh 150rb Rp hihihi.... tapi daripada dia main ngga ketahuan di mana dan dengan siapa.

Tapi aku senang melihat Riku mempunyai hobi baru ini. Dia menjadi bertanggung jawab akan koleksinya, dan sangat berhati-hati dalam mengerjakan proses sampai dengan masuk bingkai. Masing-masing kupu di dalam bingkai diberi nama, kapan/dimana ditangkapnya. Dan tentunya jika sudah penuh bingkainya, aku kupajang di dinding rumahku. (Aku ingat dulu sempat membeli kupu-kupu kering di Bantimurung – Malino dan ingin kubingkai, tapi salah membeli bingkai lukisan 😀 )

Ah, aku juga mau cari hobi baru ah…. Ada usul? 😀

Syaratnya: ngga mahal (gratis lebih bagus), ngga lama (bosenan), ngga perlu pakai kaki dan tangan sekaligus (dua-duanya tidak akan bisa bersatu di Imelda, jadi jangan suruh aku dansa 😀 ), dan ngga makan tempat (apartemenku sekecil kandang kelinci euy & ngga ada taman) …..
ada ngga yah yang memenuhi syarat  :)?

Selama ini aku ingin coba:
1. Main Wadaiko (genderang Jepang), ini capek bo… tujuannya biar kurus 😀 tapi tidak ada di dekat rumahku
2. Kaligrafi Jepang (pernah coba, ngabisin kertas dan belum ketemu guru yang mantap)
3. Keramik (ntar deh ini kalau anak-anak udah besar)

Kalau kamu ingin coba apalagi sebagai hobi (baru) ?

Berhemat bagaimana?

22 Mei

Tanggung bulan, atau tanggal tua merupakan masalah semua orang, baik yang sudah menikah maupun yang single. Karena kalau tidak disikapi bisa gali lobang tutup lobang deh, itu pepatahnya mama untuk merujuk orang yang berhutang terus menerus.

Untuk mengatasinya Mamah Aline menulis di sini. Mamah Aline bijaksana sekali dengan mengatakan “Apa sih yang ngga untuk anak? Tapi supaya tetap bisa menikmati waktu luang tanpa membuat kantong bolong, Mamah menerapkan kiat-kiatnya”.

Istilah tanggung bulan atau tanggal tua tidak ada di bahasa Jepang. Aku sempat heran juga, tapi mungkin karena perencanaan hidup mereka sudah mapan ya, sehingga tidak ada istilah “kekurangan duit di akhir bulan” seperti kita. Dan kebetulan aku juga membaca cara-cara wanita single Jepang untuk mengantisipasi krisis ekonomi yang terjadi di Jepang saat ini. Tapi kupikir single maupun sudah berkeluarga, kiat ini bisa diterapkan. Cara mereka yang terbanyak adalah dengan :

  1. Waktu membeli bahan makanan mereka jadi lebih memperhatikan harga. Membandingkan dan membeli yang lebih murah (41,8%)
  2. Sedapat mungkin tidak makan di luar (39,2%)
  3. Menambah tabungan setiap bulan (22,5%)
  4. Mengurangi bertemu teman di luar sambil minum/makan 22,5%
  5. Menghemat pemakaian listrik dan air (21,8%)
  6. Membawa bekal makan siang buatan sendiri (19,0%)
  7. Tidak bepergian (9,5%)
  8. Tidak menggunakan taxi (9,5%) (we taxi memang mahal euy di Tokyo)
  9. Membuat acara minum-minum atau makan-makan di rumah (6,3%)
  10. Kencan dengan pacar di rumah saja (4,4%)

Rupanya angket seperti ini sering dilakukan dan diketahui bahwa jumlah mereka yang berhemat melalui makanan (masak sendiri/tidak makan di luar/memilih makanan murah) bertambah banyak setiap tahunnya. Memang makanan masih bisa diakali, tapi juga diingatkan supaya jangan sampai menjadi malnutrisi.

DeMiyashita memang tidak melaksanakan nomor 4 dan 8, dan yang sekarang sedang digalakkan yaitu  no 1, 2 dan 5. Kalau bepergian (no 7) itu sudah merupakan kebutuhan kami untuk refresh jadi tidak akan kami kurangi, tapi kami pilih tempatnya. Banyak loh tempat-tempat yang gratis di sini.

Nomor 1: Selain mencari harga yang lebih murah, cari toko yang menjual lebih murah a.l. dengan menggunakan informasi dari orikomi yang pernah kutulis di sini. Membeli dalam jumlah banyak juga merupakan pilihan, karena ada toko grosir dimana kita bisa membeli per-kg sekaligus. Misalnya daging, ayam, susis, biasanya setelah sampai di rumah aku masukkan dalam plastik-plastik kecil yang cukup untuk satu kali masak ke dalam freezer. Terus terang dulu aku terbiasa memasak untuk banyak orang. Jadi kalau masak rendang tidak satu kg lebih rasanya tidak afdol. Tapi sekarang sudah bisa masak cukup untuk satu kali makan. Kecuali rendang aku masak sekaligus, baru simpan yang sudah jadi separuhnya dalam freezer. Kalau mau makan tinggal dipanasi saja kan?

Kalau sayuran membeli banyak? Kan pasti terbuang? Hmmm di musim panas sayuran murah sehingga bisa membeli banyak sekaligus. Misalnya brokoli dan bayam biasanya aku rebus sebentar (setengah matang) lalu masukkan dalam plastik untuk masukkan freezer. Ketimun, wortel, umbian  kalau banyak, aku simpan dibungkus koran sebelum masuk lemari es. Cara membungkus dengan koran aku dapati dari papa-mama di Jakarta, karena sayur bisa tahan lebih lama dalam koran daripada langsung taruh begitu saja di rak sayur lemari es. Kecuali ketimun yang memang lebih enak segar atau diacar, bisa juga direbus dulu setengah matang sebelum masuk freezer. Oh ya, freezer juga bisa menjadi penyelamat roti loh. Aku diajari seorang Jepang untuk membuat sandwich jika banyak roti, lalu masukkan plastik dan di freeze. Bisa untuk bekal makan siang. Waktu pagi dibawa memang masih beku, tapi pas mau makan hmmm yummy tepat sudah kembali seperti semula.

Untuk anak-anak biasanya harus menyediakan snack. Snack juga kalau beli dalam pack besar lebih murah daripada beli eceran setiap hari. Jadi biasanya aku beli pack besar, lalu masukkan dalam plastik kecil-kecil seperti untuk gimmick ultah, setiap hari satu. plastik kecil tentu bisa diisi lagi dengan beragam snack/coklat atau permen. Yah, akal-akalan mamanya saja supaya tidak boros.

Nomor 2 :  mengurangi makan di luar, dengan cara keluar rumah sekitar jam 11-an sesudah brunch, jadi kalau toh makan di luar cukup satu kali makan yaitu untuk makan malam 😀 Kadang tergantung tempat pergi, misalnya ke taman, aku bawa bekal makanan dan minuman juga loh. Di sini tidak ada diskon khusus untuk pemakai credit card tertentu di restoran, tapi ada diskon yang bisa diprint dari homepage restoran yang dituju. Lumayan kan biar cuma 20% saja 😀

Nomor 5: Menghemat listrik di deMiyashita berarti tidak memakai vacuum cleaner. Ya sejak gempa sampai sekarang aku baru 2 kali pakai vacuum cleaner. Selebihnya pakai sapu dan pel biasa! Selain itu aku mengurangi sekali pemakaian microwave. Yang dulu biasanya apa-apa cing! (istilah bahasa Jepang untuk memanaskan dengan microwave, karena bunyi setelah selesai kan cing), sekarang aku rebus atau pakai kompor gas saja. Defrost alami dengan mengeluarkannya dari pagi. Selain itu semua listrik yang memakai plug dan sering dipakai, aku usahakan pakai plug khusus dengan tombol on off tanpa harus mencabut dari colokannya. Memang jadi emak-emak harus rajin setiap malam mematikan semua lampu dan tombol-tombol itu. Dulu pasti ada salah satu lampu yang aku biarkan menyala (misalnya dapur) karena aku takut kegelapan. Sekarang semua mati!

plug dengan tombol on off yang aku pasang untuk bidet di rumah, supaya tidak usah cabut steker dari colokannya setiap kali.

Memang sekarang sedang diadakan penghematan listrik besar-besaran di Jepang, terutama pada musim panas sudah diwanti-wanti akan kurang daya listriknya jika semua menyalakan AC. Padahal bisa dibayangkan panasnya deh. Dan dengan bangganya deMiyashita bisa bilang “Kami tidak pakai AC di ruang keluarga!” Bukan mau berjibaku kepanasan tapi karena memang ACnya sudah rusak hehehe. Back to the kipas angin dan kipas sate aja deh 😀

Postingan penghematan ini terinsiprasi tulisan Mamah Aline yang di sini.

 

 

2 hari 2 jam 2 kg

21 Mei

Yah ternyata aku  sudah 2 hari tidak menulis! Rasanya seabad deh. Ingin sekali menulis tapi apa daya kesehatan juga tidak mengijinkan.  Jadi ceritanya si Kai sejak Minggu demam. Biasanya dia bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Selama ini paling-paling demam hanya 1-2 hari, dan dia hanya tiduuuur terus. Dia paling anti minum obat. Aku kaget waktu menemukan dia tidur melungker di atas kursi minggu siang itu. Dan ternyata demamnya naik terus.

kai tidur melungker di atas kursi... sejak saat itu demamnya naik terus 🙁

Hari Senin aku meliburkan dia (tentu saja) tapi terpaksa membawa dia mengajar malam harinya. Aku titipkan dia di keluarga Indonesia dekat sekolah tempat aku mengajar, masih dalam keadaan demam. Aku memang sulit tidak bisa membatalkan seenaknya saja kelas malam ini (sudah ada rencana-rencana lain soalnya).  Karena Selasa pagi Kai masih demam meskipun tidak tinggi, aku bawa ke dokter. Pola demamnya Kai memang naik kalau malam, turun menjelang pagi/siang. Kata dokter tenggorokannya tidak begitu merah, telinga bersih, jadi mungkin masuk angin biasa. Dapat obat batuk/pilek dan penurun panas.

Yang paling mengkhawatirkanku adalah dia tidak mau makan. Meskipun aku sudah menawarkan semua makanan yang dia suka termasuk puding, coklat dan es krim. “iranai! (ngga perlu mau)” . Tapi aku takut-takuti dia harus minum air atau susu. Untunglah dia mau minum air dan susu. Jadilah aku masukkan obat batuk/pileknya (berbentuk puyer)  ke dalam susu. Dan dia tidak tahu! horeeee. Kalau obat penurun panas yang berbentuk puyer dicampur ke susu, dia langsung tahu karena rasa susunya berubah. Ya sudah terpaksa aku tidak berikan obat penurun panasnya. Pernah dia sampai 39,4 aku terpaksa memberikan obat penurun panas yang dimasukkan lewat anus. Untung aku masih ada persediaan.

Rabu, tidak ada kemajuan. Malah mengkhawatirkan! Matanya tidak bercahaya lagi 🙁 Jadi terpaksa Kamis aku bawa dia ke dokter. Padahal aku harus mengajar hari Kamis itu. Gen tidak bisa ambil libur, dan aku merasa kok aku tidak tega membiarkan dia lemas begitu. Jadi aku cepat-cepat membuka course n@vi suatu sistem jaringan internet yang disediakan kampus untuk menunjang kuliah secara online. Hebat memang! Jadi aku tinggal menulis pesan dan pesan itu disampaikan kepada semua peserta kuliah. Dengan course n@vi ini aku juga bisa mengirim tugas dan mengumpulkan ujian segala. Bisa-bisa tidak usah tatap muka nih hehehe.

Setelah mengirim pemberitahuan ini, aku langsung ke RS. Terlambat! Pendaftaran biasanya dimulai pukul 8:50, dan aku datang pukul 9 teng! Aku mendapat giliran nomor 6, sehingga cukup lama menunggu giliran. Dokternya sama dengan dokter yang hari Selasa, sehingga dia juga merasa aneh ada apa sebenarnya dengan Kai. Untuk amannya periksa semua. Darah, urin, dan rontgen! Semuanya selesainya jam 1:30 siang. (Untung aku sudah membatalkan kuliah) Hasilnya?

Positif Mycoplasma pneumonia. Jadi harus minum antibiotik. Dan waktu hitung-hitung untuk obatnya (biasanya dihitung berdasarkan berat badan), aku mengetahui bahwa si Kai sudah turun berat badannya 2 kg! Dari 17 kg jadi 15 kg 🙁 Mukanya yang tadinya gembil jadi kurus deh. (ngga tega mau pasang fotonya di sini)

Perjuangan terberat adalah membuat dia mau minum obat. Dicampur dengan es krim vanilla, dia tetap tahu dan tidak mau. Akhirnya obatnya terbuang dilantai deh. Susaaaah banget dia dibandingkan kakaknya. Kakaknya biar sakit masih mau makan dan diiming-imingi es krim berobat 😀

Kabar jelek lainnya, sejak Kamis pagi itu aku juga merasa lemas, ternyata sudah ketularan Kai, batuk-batuk terus tapi untung tidak demam. Tapi cukup sengsara untuk tetap mengajar hari Jumatnya. Kai dijaga oleh Gen yang mengambil cuti supaya aku tidak usah membatalkan kuliah.Untung sejak Jumat Kai tidak demam lagi.

Kembali ke judul: 2 hari = lamanya aku tidak ngeblog. 2 kg = turunnya berat badan Kai. 2 jamnya? Tentang Riku sih itu. Jadi ceritanya hari Sabtu ini dia terbangun jam 5:30 pagi. Jam 6 dia tahu itu jam aku bangun tidur, jadi dia bangunkan aku dengan berkata, “Mama aku lapar!”. Jadi aku sediakan sarapan nasi untuk dia. Dia makan. Tapi belum sampai 2 jam dia sudah minta makan lagi, sampai aku biarkan dia makan roti dan makan es krim. Maklum deh dia sedang dalam masa pertumbuhan 😀 (Kayaknya 2 kg BB kurang di Kai, nambah di Riku 😀 )

Jadi, beginilah kabar deMiyashita selama 2 hari tidak ngeblog. Bagaimana dengan kalian? Selamat menyambut 2 hari akhir pekan semoga bisa diisi dengan kegiatan yang bermanfaat ya. Have a great weekend!