I Love Yokohama

4 Jul

Entah apa yang membuatku memilih kota Yokohama sebagai tempat melanjutkan kuliahku. Padahal aku tidak tahu apa-apa tentang Yokohama. Seperti yang kutulis di sini, aku memilih Yokohama National University (YNU) daripada Tokyo University hanya karena suasana waktu pameran pendidikan saat itu begitu mendukung. Belum lagi dosen-dosennya ramah dan letaknya tidak jauh dari Tokyo. Jika biasanya orang-orang tinggal di pinggir kota Tokyo dan bersekolah di pusat kota, aku malah terbalik. Aku tinggal di pusat kota dan kuliah di Yokohama, yang terletak kira-kira 1 jam menjauhi pusat kota. Dan salah satu ciri khasnya Yokohama itu adalah suatu kota yang mempunyai laut tapi berbukit juga. Kampusku ada di atas bukit, jauh dari laut, tapi kalau mau pulang ke tempat kost Tokyo bisa mampir di pantainya, daerah Sakuragicho dan Minato Mirai. Mungkin bisa disamakan dengan Semarang. Dan… tidak disarankan bersepeda di Yokohama, tanjakan melulu 😀

Dvd yang kubeli, dengan sampul khusus karena edisi yokohama

Hari Minggu lalu aku sakit kepala (sejak Sabtu sampai kemarin aku sakit kepala yang sangat mengganggu) sehingga aku bolos ke gereja. Santai di rumah, lebih banyak tidur sih, sampai aku tidak memasak apalagi beberes rumah. Kasihan deh 3boys masak telur dan bacon sendiri dan makan siang seadanya. Untung ada nasi yang sudah jadi. Nah waktu aku terbangun, Gen memutar DVD yang aku belikan untuknya berjudul Kokurikosaka kara コクリク坂から atau bahasa Inggrisnya “From Up On Poppy Hill”. Sebuah karya Studio Ghibli yang sudah diputar di bioskop-bioskop setahun yang lalu. Memang hampir setiap summer Ghibli mengeluarkan film animation baru untuk mengisi liburan anak-anak. Tapi deMiyashita tidak pernah menonton karya Ghibli di bioskop, selalu lewat DVD, karena biasanya memang kami suka sehingga mau melihat berkali-kali. Tahun lalu kami menonton Arrietty tapi itu DVD rental. Maklum DVD Ghibli sudah pasti harganya 4000-an dan tidak akan bisa lebih murah dari 3600 yen untuk DVD bekas. Mahal! Tapi khusus kali ini aku beli karena…… menceritakan tentang Yokohama (Gen lahir di Yokohama).

sampul DVD edisi umum

Waktu aku mau membeli di amazon, aku sempat membaca review dari beberapa pembeli. Ada yang memberi bintang 5 tapi ada yang hanya 1… wah. Katanya filmnya tidak asyik dan mengecewakan. Membaca itu aku tidak berharap macam-macam dari film ini deh. Tapi aku memang memilih DVD khusus terbitan untuk Yokohama, di dalamnya ada DVD khusus yang memuat sejarah Yokohama. Siang itu aku memang tidak melihat dari awal, tapi aku merasa cukup bagus kok. Mungkin karena aku menikmati gambar-gambar khas Ghibli ditambah aku suka sejarah ya.

Ceritanya menceritakan kehidupan pelajar SMA berlatar kondisi Jepang tahun 1963, setahun sebelum pelaksanaan Tokyo Olimpic 1964. Seorang pelajar SMA putri bernama Komatsuzaki Umi (Umi artinya laut), tapi oleh teman-temannya dia dipanggil MER (dari bahasa Perancis La Mer = laut). Dia tinggal di sebuah rumah besar di atas bukit menghadap ke laut, dan mempunyai kebiasaan memasang bendera untuk pelaut. Setelah film selesai kami mengetahui bahwa bendera itu melambangkan “keselamatan di laut”. Bapak Mer ini seorang pelaut yang sudah meninggal waktu perang Korea, sedangkan ibunya seorang dosen universitas (di cerita aslinya : manga si ibu adalah kameraman) yang sedang pergi ke Amerika sehingga Mer tinggal bersama neneknya. Mer mempunyai adik perempuan yang bernama Sora (artinya Langit) dan adik laki-laki bernama Riku (berarti daratan).

Mer, alias Umi, tokoh dalam film ini

Mer bersekolah di SMA Konan, dan kerap membantu Kazama Shun, kepala ekskul Surat Kabar Sekolah. Dalam cerita ini diketengahkan kehidupan pelajar SMA pada masa itu, termasuk juga kegiatan melawan pihak sekolah yang akan menghancurkan bangunan tua sekolah yang biasanya dipakai untuk pusat kegiatan pelajar. Pelajar berusaha supaya bangunan itu tidak dihancurkan, dengan jalan membersihkan dan memperbaikinya. Pelajar putri dan putra bahu membahu me’renovasi’ bangunan tersebut.

Sementara itu Mer dan Shun yang memang mempunyai hubungan khusus, melakukan kegiatan sekolah bersama. Tapi suatu saat Shun secara sepihak memutuskan ‘hubungan’ mereka dan berubah menjadi dingin. Shun menjadi berubah begitu sejak  melihat selembar foto tua di rumah Mer yang menggambarkan tiga orang lelaki bersahabat. Rupanya Shun juga mempunyai foto yang sama di rumahnya, dan dia kemudian curiga bahwa bapak Mer adalah juga bapaknya. Dia mencari informasi sampai ke kelurahan dan menemukan kenyataan bahwa memang benar dia terdaftar sebagai anak dari bapaknya Mer. Tidak mungkin dia mencintai adiknya sendiri kan?

pelajar yang tampil dalam film. Seragam yang dipakai masih dipakai terus sampai sekarang di beberapa sekolah. Keren kan? Seragam perempuan bernama “Serafuku”, sera dari Sailor atau pelaut. Seragam pelaut ini memang keren ya!

Film ini memang tidak menggambar klimaks yang happy end, meskipun bangunan tua yang dipertahankan para pelajar bisa tetap dipakai pelajar untuk kegiatannya karena komisaris sekolah terkesan dengan perubahan bangunan yang dilaksanakan pelajar. Sementara Shun akhirnya juga mengetahui bahwa dirinya ternyata “diangkat anak” oleh bapaknya Mer, karena ibunya meninggal waktu perang, dan itu tentu diketahui ibunya Mer. Akhir cerita dibiarkan mengambang, dengan pemandangan laut dan pelabuhan yokohama. Ya memang kisah kehidupan manusia tidak bisa semuanya diceritakan dalam satu film. Mungkin ini adalah ciri khas Ghibli yang kerap tidak menampilkan akhir cerita dan membiarkan penonton menebaknya.

Film ini sendiri disutradarai oleh Miyazaki Goro, anak dari Miyazaki Hayao, dan merupakan karyanya yang ke dua setelah Gedo Senki (Earthsea). Goro diharapkan menjadi penerus ayahnya dalam bidang animasi, tapi dia sendiri mengatakan bahwa ayahnya terlalu hebat, sehingga untuk bisa menjadi penggantinya amatlah sulit. Film Kokurikosaka kara ini berhasil mendapatkan “Japan’s Academy Award” yang ke 35.

Gedo Senki, yang juga disutradarai Miyazaki Goro. Kami belum menontonnya.

Selain kembali ke tahun 60-an, yang menarik memang suasana kota Yokohama saat itu. Aku sendiri tidak tahu bagaimana Yokohama tahun 1963, tapi ada beberapa adegan yang menampilkan kondisi saat itu yang masih bisa kukenali dari kehidupanku di Yokohama waktu aku kuliah di sana. Film ini tentunya cocok diperlihatkan untuk kakek nenek yang tinggal di Yokohama untuk bernostalgia, dan mungkin juga mengingat kembali cerita asmara mereka. Yang ditekankan film ini memang “mengingat cinta pertamamu”, cinta masa SMA. Dan mungkin bagi keluarga kami juga ada rasa tersendiri karena kesamaan nama-nama yang disebut dalam film itu. Namaku Imelda, dan sering dipanggil “mel” oleh saudara-saudaraku dan Gen. Juga ada nama Riku yang muncul dalam film itu. Dan dalam salah satu adegan ada Gen yang menjadi supir kendaraan seperti bajaj 😀 Tinggal mencari nama Kai dalam film tersebut hahaha. Tema film tentang laut juga dirasakan cocok sekali untuk musim panas! Bukankah musim panas berarti berlibur ke laut? Ahhh…. tidak sabar menunggu liburan musim panas!

 

Masa sih?

26 Mei

Masih selalu terbayang di benakku, hari pertama Kai harus mengikuti kelas perpanjangan Usagi-gumi (kelas kelinci).

“Kai, mama hari ini kerja jadi kamu nanti ikut kelas Tulip (kelas regulernya sampai pukul 2) dan sesudah bel pulang, Sensei akan membawa kamu ke perpustakaan di lantai 2. Di situ ada kelas namanya Usagi-gumi (kelas perpanjangan dari pukul 2- sampai pukul 5) bersama Mika sensei. Nanti di situ kamu bisa main lego, membaca buku, dan ada makan sorenya. Nanti mama cepat-cepat pulang dari kerja, langsung jemput Kai di lantai dua ya.”

Dan hari itu dia dengan penuh “pengertian” masuk ke gerbang sekolah, ganti sepatu dengan sepatu dalam uwabaki, dan berjalan menuju ke kelasnya. TANPA MELIHAT PADAKU lagi, paling sedikit untuk melambai. Tapi aku melihat, dia seperti menyeka airmata kering 🙁 Justru tanpa raungan/tangisan  seperti itu membuatku ngenes. Dan benar juga, menurut laporan Mika sensei, Kai tidak menangis di hari pertama itu, tapi suatu kali dia juga sempat melihat Kai “mojok” dan seperti mengusap air mata….duuuh… Dilema ibu yang bekerja.

Kai abis sakit...kurus ya 😀

Dan hari ini pun, meskipun dia baru kemarin masuk sekolah karena sakit berkepanjangan, tanpa protes dia mengikuti kelas Tulip dan Usagi (dan dia tahu bahwa akan sampai pukul 5 sore) . Untunglah hari ini aku tak melihat dia “mengusap” air mata lagi, sehingga aku bisa cepat-cepat naik sepeda ke stasiun yang lumayan jauh dari rumahku.

Biasanya aku taruh kembali sepedaku di rumah, dan naik bus ke stasiun itu. Tapi hari ini kupikir aku coba untuk langsung naik sepeda ke stasiun itu. Jalan ke stasiun itu memang terkenal dengan tanjakannya, tapi untunglah aku masih bisa menggenjot sepeda pagi tadi (mungkin karena masih segar ya 😀 ) . Setelah mencari tempat parkir sepeda, aku cepat-cepat berjalan ke stasiun dan bisa naik kereta pukul 9:09 pagi. Wah rekor nih, aku bisa sampai di stasiun Takadanobaba sebelum pukul 9:30. Naik bus + jalan dan sampai di ruang dosen sebelum pukul 10 pagi. Asyik deh bisa membuat fotokopi bahan mengajar cukup banyak hari ini.

Nah waktu istirahat makan siang, aku makan bento di kelas sambil membuka email di HPku. Mengintip komentar teman-teman di TE dan aku melihat si Penganyam Kata mengirimkan aku satu link. Langsung kucoba buka dan berhasil! (HP ku bukan smart phone atau IPhone soalnya). Mau tahu linknya apa?

Judulnya : Siswa Siswi Jepang Paling Sopan di Dunia. Haiyah….. Memangnya segitu sopan ya? Aku tak mengetahui standar apa yang dipakai oleh pelaksana survey OECD, atau bahkan mungkin aku harus merasa khawatir dengan tindakan siswa negara lain yang tidak sopan? Aku tak tahu. Dan aku tak mau menjadi komentator soal itu.

Tapi memang kalau ditanyakan soal “Apakah ada tawuran antar sekolah?” Jawabnya pasti BIG NO!  Apakah siswa-siswi tidak saling berkelahi di dalam  sekolah? Nah itu aku tidak bisa jawab. Mungkin bukan berkelahi secara pukul-pukulan, tapi “berperang batin”. Buktinya masih ada kok kasus bullying, ijime, yang menyebabkan beberapa murid yang menerima perlakuan tekanan dari teman-temannya itu sampai bunuh diri. Masih ada. Dan biasanya terkuak setelah terjadi kasus bunuh diri di kalangan SD dan SMP. (Aku belum pernah mendengar kasus bunuh diri di SMA, entah apakah itu tidak mencuat di permukaan atau ntah apakah siswa SMA lebih kuat terhadap tekanan dibandingkan siswa SD dan SMP.

Tapi waktu aku ceritakan pada Gen soal hasil survey “Eh masa siswa Jepang itu paling sopan sedunia loh!” Dia berkata, “Mungkin ya kalau dilihat dari keberhasilan mengadakan Ujian Masuk Universitas Serentak. Itu kan diikuti 500.000 calon mahasiswa setiap tahunnya. Meskipun ada kasus penangkapan “kecurangan” ujian, tapi jumlahnya kecil sekali kan? ”
Yang kujawab, mungkin siswa-siswi Jepang itu kurang “mahir” menyontek yah 😀 (dan dijawab Gen mungkin juga karena polisi Jepang sangat ketat hihihi)

OK, memang secara umum siswa-siswi Jepang sopan-sopan. Mereka bersusah payah mengikuti bimbingan belajar untuk mengikuti ujian masuk universitas. Tak jarang mereka harus menjadi rounin (status pengangguran) setahun dua tahun untuk bisa masuk ke universitas idaman. Jalan masuk ke universitas itu berat bung! Tapi begitu bisa masuk universitas, 4 tahun di dalamnya Anda bisa menikmati kehidupan mahasiswa yang meriah. Asal mengikuti kuliah dan mengumpulkan tugas, sks bisa didapat. Jarang ada dosen killer yang menjatuhkan mahasiswa dengan tidak memberikan sks, jika absensi penuh. Di beberapa universitas ada yang menerapkan nilai 50 masih lulus. Sehingga dosen yang mau menjatuhkan diharapkan memberi nilai 49! (Dan jarang ada dosen yang mau membuat perkara). Ada universitas yang memberikan nilai A+ bagi mahasiswa yang mendapatkan nilai di atas 90. Prinsipnya: Masuk universitas sulit, tapi keluar (lulus)nya mudah. Banyak fakultas juga yang tidak memberikan syarat skripsi sebagai tanda kelulusan, kecuali mau melanjutkan ke S2.

Pasar buku bekas di dalam universitas W hari ini. Selama mengajar di sini 12 th baru kali ini lihat diadakan di dalam kampus.

Dan yang pasti aku pernah menjadi mahasiswa di universitas Jepang, dan terpana karena mahasiswa bisa tidur di kelas, sambil ngorok lagi 😀 . Selain itu mahasiswa juga ribut mengobrol sendiri dalam kuliah. Di kelas bahasa Indonesiaku? Aku biasanya sengaja menunjuk mahasiswa yang ngantuk untuk menjawab pertanyaan. Meskipun tidak bisa dipungkiri, aku pernah membiarkan satu-dua mahasiswa mendengkur di kelas. Biasanya mahasiswa itu pengikut extra kurikuler olahraga tertentu yang menjadi wakil universitas untuk bertanding di luar. Jadi biasanya aku juga sudah waspada terhadap mahasiswa seperti itu, dan sudah pasti aku ancam mereka harus menyerahkan tugas jika mau mendapat nilai 50 😀 (buat mereka yang penting lulus).

Jadi begitulah ceritaku sehubungan dengan link yang diberikan Danny. Tapi yang pasti tadi di kelasku, aku agak kesal karena ada 2 pasang mahasiswa yang cekakak cekikik dalam pelajaran mungkin karena menemukan kata lucu. Well, menghandle kelas dengan 35 mahasiswa memang sulit.

Tapi kekesalanku hari ini terobati waktu aku menjemput Kai di kelas Usaginya, dan dia langsung berlari menghambur, memelukku dengan senyum. Dan waktu kutanya, “Kamu menangis? ”
“TIDAK” jawabnya. Dan ditambah, “Maaf ma, aku sisakan makanan di bentonya.”
“Kenapa?”
“Aku kan tidak suka telur (puyuh)”
“Oh … ya sudah nanti tidak usah bawa telur puyuh lagi ya. Biar kakak Riku makan, dia suka sekali”

So how was your Thursday?

Bunga Ajisai (hydrangea) pertanda musim hujan mulai kuncup