Akhirnya sampai juga akhir perjalanan liburan musim panas 2012 deMiyashita. Kutulis ini sebagian dalam pesawat yang membawaku pulang NH938. Perjalanan pulang boleh dikatakan mulus, padahal sebelumnya diperkirakan akan ada turbulance, dan dipastikan 30 menit lebih lama perjalanannya karena ada Angin Topan di daerah Okinawa.
Sambil mendengarkan lagu Piano Story dari Max Greger Jun, dari albumnya berjudul Thursday Night, aku mengingat kembali apa-apa yang ingin kutuliskan dalam TE, sebagai pengingatku saja, dan mulai mencatatnya. Biasanya aku juga membuka album foto untuk melihat foto-foto yang kubuat per tanggal, sehingga bisa mengingat kembali kejadian-kejadian yang telah lewat.
Pada liburan tahun ini, akhirnya aku memang tidak bisa update tulisan sesering tahun lalu. Padahal banyak hal yang ingin kutulis, dari semua perjumpaan dan perjalanan yang kubuat selama liburan ini. Tapi ternyata aku juga harus mengalah pada waktu yang benar-benar kupakai untuk silaturahmi dan untuk keluarga. Sejak tanggal 15 Agustus, asisten rumah kami mudik, sehingga otomatis aku juga harus membantu pekerjaan domestik di rumah jakarta, dan mengatur agar setelah tgl 15 aku tidak lagi ke luar kota, apalagi Gen bergabung dengan kami pada tanggal 19 Agustus…. untuk lebaranan 😀
Dan ya, jalanan di Jakarta pada saat lebaran bagaikan surga. Mulai tanggal 17 Agustus, kami bisa keliling Jakarta dalam waktu singkat tanpa hambatan apa-apa. Bahkan sampai dengan kami pulang tgl 25 Agustus, kami tidak pernah bertemu “macet” yang berarti. Sampai aku memang harus me- like penyataan beberapa teman di FB yang menuliskan: “Yang Jakarta perlu sebetulnya bukan gubernur yang handal mengatasi kemacetan, tapi lebaran sebulan sekali” 😀
Demikian juga halnya waktu kami menuju Bandara untuk kembali ke rumah kami yang di Tokyo, jalan sepi. Dua mobil dipakai untuk mengangkut 8 koper kami berlima (7 koper deMiyashita saja). Tidak seperti tahun yang lalu, aku tidak memakai semua kesempatan kuota koper/barang yang bisa dibawa. Untuk penerbangan ANA, setiap orang mendapat ‘jatah’ 2 koper dengan max 23 kg, yang tidak boleh lebih karena jika lebih 1 kg pun harus membayar 3000 yen. Aku hanya membawa 5 koper sehingga diberi 2 koper lagi dari papa dan adikku sebagai tambahan. Padahal kalau mau memenuhi satu koper saja amat mudah buatku. Banyak yang masih ingin kubawa (Kalau bisa satu rumah sekalian hehehe).
Tapi ada satu koper yang ternyata tidak bisa dikunci, karena cantelan zippernya patah. Memang isinya cuma buku, jadi tidak apa juga jika dibiarkan tanpa dikunci. Namun tetap ada resiko orang lain memasukkan sesuatu ke dalam koper ini. Karenanya khusus untuk koper itu, aku minta porternya membawa ke mesin pembungkus plastic film khusus untuk koper. Aku baru pertama kali pakai jasa itu. Ternyata harganya ‘hanya’ Rp. 35.000 (lebih murah daripada harga satu kunci di Jepang!). Namun aku rasa akan jarang sekali aku pakai jasa tersebut, karena menurutku kok tidak ramah lingkungan ya? Memang terasa lebih aman dari pencurian dan kebasahan, tapi menurutku jika sudah ada kunci tidak perlu deh.
Setelah cek in dengan lancar, kami keluar lagi untuk bertemu terakhir kalinya dengan keluarga yang mengantar. Karena sudah diperingatkan oleh maskapai penerbangan bahwa mereka hanya menyediakan sandwich dan minuman setelah kami boarding, kami berarti harus makan malam sebelum terbang. Jadilah kami makan malam bakso di resto A Fung di bagian kedatangan. Adik iparku, Chris, konon selalu makan di sini setiap sebelum terbang, sehingga tidak perlu makan di pesawat. Tapi menurutku rasanya sih biasa-biasa saja 😀
Jadi waktu kami naik pesawat, kami sudah cukup kenyang dan bisa langsung tidur kalau mau. Kai yang duduk di sebelahku langsung terlelap setelah pesawat mengangkasa, sedangkan aku masih melek. Saat itu adalah saat yang paling tidak mengenakkan. Tidak ada teman bercerita, adikku duduk dengan Riku di depanku, dan Gen duduk sendiri di depan mereka. Tidak bisa akses internet, dan biasanya saat ‘kesepian’ begitu aku tidak mau mendengarkan musik. Menonton film tidak pernah masuk pilihan, karena kalau salah memilih film, hasilnya bisa lebih parah (=mewek terus hehehe). Saat itulah aku menemukan lagu Piano Story, tidak menyayat hati, tidak dinamis, biasa-biasa saja, sehingga aku sempat berulang kali me-rewindnya.
Kami sampai dengan selamat di bandara Narita, lebih lambat 30 menit dari rencana, karena pesawat menghindar angin topan yang sedang bergerak menuju Okinawa. Aku sebenarnya sudah meng-antisipasi jika banyak turbulance, terutama dengan tetap memakaikan seat belt pada Kai walaupun dia sedang tidur. Kadang kakinya ke atas pahaku, kadang kepalanya yang kupangku. Tapi sistem ‘reclining’ pesawat ANA sekarang memang tidak nyaman untuk tidur. Jika dulu sandaran kursinya yang bisa miring ke belakang, sekarang sandarannya tetap dengan dudukan kursinya yang bisa digerakkan ke depan. Mungkin mereka ingin membuat penumpang tidak terganggu dengan sandaran penumpang depannya yang miring ke belakang, tapi itu membuat semua penumpang tidak enak tidur 🙁 Untung saja di sekitar kami tidak ada bayi yang menangis. Ngenes rasanya kalau mendengar bayi menangis… entah kesakitan atau tidak enak badan.
Setelah mendarat, proses imigrasi dan pengambilan bagasi kami juga lancar. Di luar dugaan, kami sama sekali tidak ditanya apa-apa bagasinya (tahun lalu ditanya mungkin karena ada kardus yang isinya buku… karena itu usahakan jangan pakai kardus, tapi koper). Sambil mengurus pengiriman 4 koper ke apartemen (3 lainnya bisa masuk mobil), adikku Tina pulang naik bus limousine ke rumahnya. Senang sekali waktu diberitahu karena kami punya kartu ANA Amex, kami berhak mengirim satu koper gratis. Cihuy… Jadi kami hanya membayar untuk 3 koper saja.
Setelah semua beres, kami menuju hotel ANA Crown dengan bus shuttlenya untuk mengambil mobil yang diparkir di hotel itu selama Gen berada di Indonesia. Kami sempat mampir di parking area untuk makan pagi, karena Kai tidak makan pagi di pesawat. Dia tidur terus sampai pesawat masuk lorong kedatangan 😀 Dan kamu tahu apa yang dipesan Kai untuk makan paginya? SOBA! (mie Jepang dingin). Dasar orang Jepang!
Aku teringat dulu setiap mendarat kembali dari Indonesia, aku selalu ingin makan Udon (mie Jepang yang lebih tebal dari Soba) tapi sekarang… apa saja. Makanan sepertinya bukan menjadi keharusan dalam umur segini. Atau sudah bosan dengan semuanya? Semoga tidak.
Ada dua pembaca setia TE yang sampai mengirimkan pesan lewat inbox dan email, menanyakan kapan posting terbaru TE tayang. Terima kasih banyak untuk perhatiannya ya Krismariana dan Nique, aku bukan tidak ada waktu menulis karena bongkar koper, tapi lebih karena lemas dan capek karena setibanya di Tokyo, aku tepar kena flu yang menyerang tenggorokan. Kai memang sudah batuk-batuk sejak dari Jakarta, tapi aku baru rasa tenggorokan aneh dan pilek-pilek setelah sampai di apartemen. Langsung minum obat, dan sebanyak mungkin tidur. Sehingga tulisan di blog ini pun tertunda lama.
Agustus hampir berakhir, dan bulan penuh badai (topan dalam arti sebenarnya) akan tiba. Semoga kita semua bisa tahan dan kuat menghadapi berbagai macam ‘badai’ dalam hidup, dan menyambut September dengan Ceria. (Nyanyi deh hehehe)