Hari ini tanggal 20 Oktober ada bazaar di gereja kami, Kichijouji 吉祥寺. Memang aku pergi ke dua gereja, satu di Meguro yang merupakan komunitas umat Indonesia dengan misa berbahasa Indonesia oleh pastor Indonesia (setiap Sabtu sore pukul 5), sedangkan satu lagi di Kichijouji. Dan secara resminya memang aku terdaftar di Kichijouji sebagai kepala keluarga dengan dua anak. Riku juga ikut sekolah Minggu di sini (Minggu jam 9 pagi), sehingga aku tergabung dalam kelompok “orang tua Sekolah Minggu”. Kai yang tahun depan masuk SD, akan masuk Sekolah Minggu di sini. Sekolah Minggu memang dimulai dari kelas 1 SD.
Gereja Katolik Kichijouji ini mempunyai program tahunan, salah satunya adalah Bazaar yang dinamakan Minna no Hiroba みんなの広場 disingkat Minahiro yang selalu diadakan hari Minggu ketiga bulan Oktober. Tahun ini sudah tahun kedua aku ikut sebagai panitia pelaksana yang mewakili kelompok orang tua Sekolah Minggu. Karena ini kemarin pun aku pergi ke gereja untuk mempersiapkan kegiatan kelompok kami, padahal Kai masih demam dan menunggu di rumah bersama Riku.
Kelompok kami membuat dua kegiatan yaitu penjualan barang-barang yang disumbangkan para orang tua. Barang yang disumbangkan bisa berupa buku, piring, baju, sepatu, apa saja. Tapi kami juga membuat candy wreaths dan sabun hias untuk dijual. Katanya candy wreath disukai anak-anak dan sabun hias disukai ibu-ibu lansia. Sedangkan kegiatan yang lain adalah membuka cafe Jepang. Bertempat di ruang Jepang washitsu 和室 kami menjual teh hijau Matcha, oshiruko atau dessert Jepang yang hangat, jelly, dan sweet decoration berupa kue madeleinne dan marshmallow lapis coklat.
Nah, aku bertanggung jawab untuk sweet decoration ini, sehingga aku harus menyiapkan coklat cair dan bermacam topping hiasan kue. Hari ini aku menjual 20 tusuk marshmallow seharga 50 yen (Rp5000) . Tentu saja tidak balik modal, tapi yang penting happy bisa melihat anak-anak gembira menghias marshmallow berlapis coklat dengan topping sesuka mereka. Apalagi 3 gadis yang terakhir membeli, aku beri coklat yang banyak sampai mereka berkata, “tante baik sekali, terima kasih ya”.
Nah, kami memang mendapat tempat di dalam gedung. Gedung paroki Kichijouji terdapat dalam mansion 3 lantai, dan kami mendapat tempat di lantai 2. Sedangkan untuk bazzar tentu tidak cukup tempat di dalam gedung, sehingga ada tenda-tenda yang didirikan di halaman gereja. Riku dengan kelompok kelas 5 dan 6 menjual fruit punch di luar. TAPI hari ini HUJAN DERAS!!!! Duh kasihan deh mereka yang mendapat tempat di tenda. Jadi anak-anak tidak berjualan di tenda tapi berkeliling dalam gedung. Sedangkan yang aku lihat masih semangat berjualan di luar seperti mie goreng, ramen, sate, pasta, minuman dan masakan Filipina. Kupikir pasti tidak ada yang beli, tapi ternyata aku salah! Pembeli tetap semangat membeli dalam hujan dengan payung! Toh mereka (pembeli) harus pergi ke misa sehingga selesai misa bisa mampir berbelanja.
Memang akhirnya banyak pembeli juga yang berlama-lama di dalam gedung karena menghindar hujan. Apalagi kaum lansia. Sehingga hall utama yang menjual nasi kare dan makanan lainnya penuh sesak. Tapi cafe Jepang kami juga cukup penuh, sehingga banyak orang yang terpaksa harus “duduk bersama” memenuhi 4 meja yang tersedia. AISEKI 相席 ini memang banyak dilakukan di restoran Jepang pada waktu jam makan siang. Jangan kaget kalau Anda diminta meminjamkan kursi yang kosong di meja makan kepada orang yang tidak dikenal. Jadi bisa saja kalau melihat meja penuh dan yang duduk sama sekali tidak bercakap-cakap satu sama lain, ya karena mereka tidak saling mengenal. Orang Indonesia kurasa tidak bisa melakukan hal ini. Pasti akan merasa risih jika ada orang lain yang makan di depanmu bukan? Kalau di warung pun duduk bersama orang lain, tapi bersebelahan, bukan berhadapan kan? Aku cukup kaget waktu pertama kali ditanya apakah bisa aiseki, dan tentu harus aku jawab silakan 😀 Tapi pintar-pintarnya petugas restoran saja, biasanya aiseki pun sesama jenis. Coba kalau ojisan atau ojiisan (om-om atau kakek-kakek) makan di depanku, bisa bisa tidak tertelan deh makanannya. Apalagi kalau pemuda cakeeep banget seperti Kimura Takuya gitu musti aiseki sama aku. Bisa pingsan deh hahahaha. Ah, soal makan ini aku memang mengalami culture shock cukup parah di awal-awal kedatanganku.
Menjelang pukul 3 kami beberes dan menghitung hasil penjualan. Banyak sisa bakmi yang tidak terjual kemudian diobral kepada ibu-ibu. Lumayan bisa untuk makan malam 😀 Akhirnya aku bisa pulang sekitar pukul 4 dan masih hujan! Duh, hari ini memang tidak berhenti hujannya. Tapi semangat untuk tetap melaksanakan bazaar patut diacung jempol deh. Dan kutahu di gereja Ignatius, Yotsuya pun diadakan bazaar. Lain kali aku perlu mencari tahu kenapa gereja-gereja melaksanakan bazaar di hari minggu ketiga ya?
Aku dan Riku yang sudah dari pukul 8:30 datang ke gereja pulang mendapati Kai tertidur dan masih demam 🙁 Duh sakitnya kali ini kok cukup lama ya? Sepertinya besok aku perlu membawa dia ke dokter lagi deh. Kasihan mendengar dia batuk-batuk terus sepanjang malam dan melihat dia tidak bisa makan. Dan semoga besok cerah ya.