Mata Dekat

31 Okt

“Mata dekat” merupakan terjemahan harafiah dari kin-gan 近眼 myopia atau kalau di Indonesia disebut dengan rabun jauh (kacamata minus). Dan ternyata kata dokter mata tadi, orang yang rabun jauh(kacamata minus) lebih beruntung daripada yang tidak, jika dia mau tetap bisa membaca dan menulis atau bermain komputer sampai tua, sekitar umur 80 tahun. Karena itu aku disarankan untuk memakai kaca mata + waktu memakai komputer saja, sedangkan untuk kegiatan sehari-hari masih bisa tanpa kacamata. Kecuali waktu menyetir karena mungkin akan ditegur waktu memperpanjang SIM.

Hari ini aku memang ke dokter mata. Riku disuruh oleh pihak sekolah, sebetulnya sudah sejak bulan Mei lalu, tapi baru sempat (dan baru teringat). Dengan membawa kertas pemeriksaan kembali dari sekolah untuk diisi dokter mata, kami bergegas ke dokter mata yang berada di gedung stasiun dekat rumah kami. Aku baru pulang pukul 5 sore sedangkan Riku baru pulang bermain pukul 5:15. Padahal dokter matanya cuma sampai jam 6. Jadi kami bergegas naik sepeda.

Kami baru pertama kali ke dokter itu, sehingga kami perlu mendaftar dan membuat karte dulu. Untuk itu kami perlu menyerahkan kartu asuransi, dan untuk Riku ditambah kartu bebas biaya dari kelurahan. Setelah menulis formulir pendaftaran, kami menunggu. Sebelum diperiksa dokter, kami diperiksa dulu kemampuan membaca. Dari situ ketahuan bahwa kemampuan pandang aku cuma 0,7 untuk mata kanan dan 0,8 untuk mata kiri (normalnya 1). Jangan tanya minus berapa ya, karena di Jepang tidak pakai istilah minus. Dan memang aku ada silindris dan perlu ditambah plus karena tidak bisa membaca yang kecil-kecil. Nah loh. Pemeriksaan oleh suster ini, hampir semua sama dengan pemeriksaan mata di Indonesia, tapi ada satu yang lain yaitu mata dihembuskan angin. Mungkin untuk mengukur kekeringan mata ya? Aku sungkan bertanya tadi.

TAPI yang hebat waktu dipanggil masuk ke kamar periksa dokter spesialisnya. Dia dengan alat khusus melihat retina mata, yang terekam dalam komputer. Wiiih benar-benar seperti kaca. Untuk aku pemeriksaannya ditambah dengan melihat kelopak mata bagian dalam, untuk melihat pembuluh darahnya. Hasilnya, mataku lumayan parah tingkat stressnya. Tapi oleh dokter aku hanya disarankan memakai kacamata plus +1 waktu memakai komputer, yang bisa dibeli di toko-toko kacamata. Tanpa obat, dan tanpa kacamata minus karena belum perlu (padahal udah siap-siap beli loh :D). Biaya dokter matanya 2100 yen (Rp210ribu) saja. Riku juga tidak perlu pakai kacamata dan biayanya nol.

Selain kecanggihan alat-alat dan kecepatan/ketepatan dokter memeriksa, ada satu hal lagi yang kuperhatikan. Kenapa dokter mata itu bermuka lonjong seperti Hercule Poirot, berkacamata dan pintar ya? Karena dokter Kato ini tipe-tipenya mirip dokter Slamet RSPP yang memeriksa aku setahun lalu 😀

Cuma ada satu perkataan dia yang terngiang terus di kepalaku. “Cepat-cepat pakai kacamata jika sudah berumur 40-an, karena kalau tahan terus pada umur tertentu tidak akan bisa menulis dan membaca lagi. Dulu orang (Jepang) hidup cuma sampai umur 50 tahun, belum ada komputer dan smartphone, jadi tidak sempat kehilangan penglihatan. TAPI sekarang orang hidup sampai lanjut usia, kira-kira 80-an. Tentu tidak mau pada usia lanjut itu tidak bisa membaca dan menulis ya? Apalagi aku kalau tidak bisa menulis dan membaca blog, pasti sedih dan kesepian sekali. Soalnya aku berencana ngeblog terus sampai umur 80 tahun hehehe.

Soal Hari Kacamata (1 Oktober) pernah kutulis di sini.

Istilah mata dalam bahasa Jepang : Kinshi 近視 (rabun jauh- kacamata minus), Ranshi  乱視 (silindris) dan Rougan 老眼 (rabun dekat -kacamata plus)