Sulit sekali melepaskan diri dari si Bungsu Kai, apalagi jika mau bepergian sendiri. Kalau Riku, dia bisa dibujuk untuk tinggal di rumah, tapi dia akan lebih suka ikut jika aku berkata bahwa aku ada janji bertemu teman. Dia akan bertanya, “Siapa temannya? Laki-laki atau perempuan? Berapa orang? dll”. Dia ingin bertemu dengan bermacam orang, dan dengan harapan untuk bertemu juga dengan laki-laki dewasa, sehingga dia bisa main bersama. Dia tidak begitu suka bertemu dengan anak-anak seumuran dia. Padahal, kebanyakan teman-temanku adalah wanita.
Hari Kamis aku ada janji untuk bertemu dengan Sigi-san, teman kenal di blog TE ini, yang kebetulan dia adalah junior di SMA yang sama. Dia tinggal bersama suaminya di Jepang (bukan di Tokyo) dan kami sempat bercakap-cakap di chatting YM. Membicarakan kehidupan di Jepang, dan antara lain hasilnya adalah tulisan tentang sertifikat di Jepang. Dan kebetulan persis waktu aku liburan di Jakarta, dia juga pulkam, sehingga kami bisa bertemu di Jakarta (kalau di Jepang, sulit sekali untuk bertemu… jauh sih hehhehe).
Aku janji bertemu jam 4 di Bakwan Teebox, Wijaya. Dan pukul 3:30 aku berhasil mengendap-endap keluar rumah, tanpa diketahui Kai. Yatta!
Karena dekat, aku sampai 10 menit sebelum jam janji. Dan ternyata Sigi sudah ada. Wah aku takjub melihat dia melangkah masuk ke resto itu, karena dia cantik bak peragawati! Berdua memesan Bakwan, dan sambil bercerita ke sana ke mari kami makan bakwan. Terutama mengenai kehamilan pertama. Tentu saja sebelum makan kami sempatkan untuk berfoto bersama.
Sebetulnya kamis itu aku juga punya janji untuk makan malam, dan terpaksa batal. Karena aku tidak bisa melepaskan diri dari anak-anak terutama Kai. Kupikir aku akan menunggu sampai Kai tidur baru keluar rumah. Tapi ternyata Kai baru tidur jam 11 malam! Duh. Jadi terpaksa janjinya aku batalkan… Sorry ya Pito. (Aku tidak biasa membatalkan janji dengan ringan, kecuali memang tidak bisa dihindarkan)
Dan… aku menangis malam itu. Bukan, bukan karena tidak bisa pergi menepati janji makan malam. Tapi karena aku bisa bicara dari hati ke hati dengan Sulung ku, Riku.
Karena berencana pergi, jam setengah delapan aku sudah mengajak anak-anak tidur. Sambil berbaring di tempat tidur itu, Riku berkata:
“Mama, aku ngga boleh ikut sama-sama ya?”
“Nggak…. kamu pasti ketiduran. Mama ngga mau gendong kamu. Berat! Lagian mama mau ngobrol… Kamu ngeganggu kalo kamu ikut” aku ngedumel…
……
“Mama, mama pergi aja sekarang…”
“Ya ngga bisa dong sekarang, kan Kai belum bobo. Kai ngga bisa bilang “bye bye” dan membiarkan mama pergi kan? Apalagi kamu bilang bye bye gini, kai jadi tahu mama mau keluar. Dia ngga bakal kasih….”
diam lagi….
lalu terdengar isak tangis.
“Mama, maaf ya gara-gara Riku, mama ngga bisa pergi….”
“Bukan gara-gara Riku. Apa boleh buat… mama kan seorang ibu, tidak bisa meninggalkan anak-anaknya begitu saja. ”
Kai klutekan sendiri dalam kamar yang gelap, Riku berbaring di samping dinding, sedangkan aku di paling pinggir. Ada jarak yang jauh antara aku dan Riku. Tiba-tiba aku menjadi sedih, air mata tergenang dan berkata,
“Riku…. mama tinggal di jepang, tidak ada teman-teman mama. Semua teman mama ada di Jakarta. Sehingga kalau mama ke Jakarta baru mama bisa bertemu mereka. Tapi, kadang biarpun mama mau bertemu mereka, mereka tidak bisa bertemu mama, karena mereka juga punya kehidupannya sendiri. Mereka juga punya anak-anak dan keluarga. Dan itu apa boleh buat, sudah begitu. Mama juga tidak bisa bebas lagi, karena mama menikah, lalu mempunyai anak. Bagaimanapun juga anak-anak itu nomor satu.” Kok aku jadi sedih begini ya… kenyataan bahwa memang aku kesepian…
Kai menghampiri aku dan aku memeluk dia menyuruh dia tidur. Rupanya tindakanku dilihat Riku, dan dia tambah terisak… loh …kok?
“Kenapa nangis Riku?”
“Mama lebih sayang pada Kai…..”
“Apa? sini kamu…. ” Setelah Riku mendekat, aku dekap dia erat-erat…
“Riku tahu kan, mama sayang sekali sama Riku. Kai belum mengerti apa-apa, biarpun mama bicara, Kai tidak mengerti. Tapi mama tahu, mama bisa cerita isi hati mama pada Riku. Maka mama tadi bicara begitu kan? Riku adalah permata mama, jangan ragu lagi ya?”
Menangislah kami berdua, berpelukan, dan Kai menabrak kami, minta dipeluk juga.
“Lihat, si Kai cuma bisa gerecokin saja ya….Dia juga cemburu sama Riku kan? Tapi buat mama, Riku dan Kai adalah harta yang sangat berharga. Mama tidak jadi pergi juga tidak apa-apa. Dan memang mama sudah batalkan kok janji dengan teman mama itu. Masih ada waktu lain kok. Jadi Riku jangan pikir yang tidak-tidak ya?”
“Iya ma… aku juga sayang mama…”
Aku memang membatalkan janji dengan Pito malam itu, tapi aku melewatkan waktu yang amat berharga dengan anakku. Dan akhirnya aku dan Riku tertidur lebih dulu daripada Kai. Tanpa aku sadari Kai keluar kamar, bermain di luar dan diantarkan masuk oleh Opanya kira-kira jam 11 malam. Duhhhh…