Hari ke 21 – Kweni the Climax

13 Mar

Hari ke 21 – 7 Maret 2009, merupakan klimaks perjalananku ke Indonesia dalam rangka liburan kali ini. Aku sudah merencanakan kunjungan ke desa Kweni ini dari jauh-jauh hari. Surat elektronik, chat, sarana internet yang canggih membantu banyak dalam membuat rencana ini bersama Uda Vizon. Awalnya hanya sebuah perbincangan, bagaimana jika…. Dan akhirnya menjadi suatu rencana yang bertajuk “Bermain bersama bocah Kweni”. Dan alangkah bahagianya juga bahwa Gen, mendukung rencanaku ini. Melati san, Akemi san, Nishimura san juga ikut menitipkan sedikit “hati” mereka untuk ikut berbagi dengan bocah-bocah ini. 心から感謝いたします。 Saya tahu kalau saya lebih memusatkan perhatian dan lebih berusaha, semestinya ada lebih banyak teman-teman Jepang saya yang sudi membantu. Tapi karena waktu yang tidak mengijinkan, hanya teman dekat yang mengetahui rencana saya sajalah yang menghubungi saya dan memberikan bantuan itu. Memang sedikit yang terkumpul, tapi saya tahu ada “Hati yang tulus” di sana.

Pagi hari terbangun pukul 8 dan baru menyadari adanya sms dari Lala masuk ke HP saya. Saya juga menemukan sms dari Uda Vizon, yang memberitahukan akan lebih baik jika bingkisan dilebihkan 5 buah, sehingga berjumlah 65 paket. Hmmm …. barang dari Jepang memang pas-pasan, tapi mungkin aku bisa lari sebentar ke Toko Merah lagi untuk membeli tambahan untuk 5 anak itu.

Jadi begitu jam 10 mobil datang, aku pergi ke Toko Merah, membeli paket yang sama dengan 60 yang lain (dan gobloknya aku kok cuman beli 5 saja…semestinya lebih lagi). Dari situ aku minta diantarkan Pak Daniel, (supirnya kali ini bernama Daniel…bukan Daniel Mahendra hihihi) pergi ke Ambarukmo Plaza, karena aku perlu melihat email yang masuk. Cepat-cepat duduk di Dunkin Donuts, menghubungkan koneksi internet, dan melihat emails yang masuk.

Wah bener-bener diburu waktu, karena aku harus check out dari rumah Mertua sebelum jam 12. Padahal saat itu sudah hampir setengah sebelas…pasti terlambat. Akhirnya aku minta Lala, untuk mengeluarkan barang yang aku tinggalkan di dalam kamar, dan memberitahukan bahwa aku akan cek out secepatnya.

Kira-kira jam 12:30 aku sampai di Rumah Mertua, menyelesaikan bill tambahan dan cek out dari sana. Untung saja barang kiriman Lala yang semestinya sampai kemarin itu sudah sampai. Cepat-cepat masukkan semua barang ke dalam mobil, lalu ke Villa Hani’s. Beuh waktunya ….. mepet banget.

Setelah menurunkan semua barang, aku bertiga dengan Lala dan Riku (aku mohon pada Riku untuk ikut bantu….) memasukkan buku tulis, dan alat tulis ke dalam kantong plastik. Harus kerja cepat karena the time is tickling! Di situ aku merasa salah… aku pikir dari Palagan ke Bantul dekat, ternyata tetap harus menghitung kemacetan, sehingga kalau dihitung mundur, untuk tiba di Kweni jam 3 , paling lambat kita harus keluar dari Hanis pukul 2 siang. Padahal aku tulis/umumkan berkumpul jam 1 siang…. dan tahu sendiri orang Indonesia kan, disuruh kumpul jam satu, bisa saja dia datang jam 1:05 atau 1:59…. depannya masih satu jeh hahahaha. (its Indonesian way of thinking about time you know!)

Jadi begitu Ipi, Tyan, Mas Goenoeng dkk datang, aku tidak bisa menyambut mereka dengan ber hahahihi. Spanning jeh… mohon maaf ya…. Tapi untung saja mereka cekatan sehingga bisa mengambil alih tugas mengisi plastik dan menghitungnya. Kemudian tak lama Danny dan Noengki datang, sehingga lengkaplah peserta rombongan ke Kweni. Teng Jam 2 siang, kita menuju mobil and GO……

Tanpa briefing… karena memang tidak ada waktu. Jadi aku briefing pada cewek-cewek yang satu mobil dneganku saja. DM, Mas Goenoeng dan Arif yang naik mobil lain tidak mendengar sama sekali rencana dan susunan acara dariku. Biarlah…. santai saja aku pikir. Ikut arus aja nanti gimana kan….

Kami sampai di desa Kweni pukul 2:45… Wah masih ada 15 menit aku pikir. Jadi bisa briefing. Eeee tau tau langsung ke pendopo tempat pelaksanaan acara, taruh barang dan …. mulai…. Sulit juga untuk mengadakan briefing kalau sudah melihat anak-anak itu sudah berkumpul dan duduk dengan manis melihat kita-kita seliweran di depan mereka tanpa berkata apa-apa. Mana bisaaaa…

Akhirnya meskipun lebih cepat dari rencana yang mulai jam 3, kita mulai acara “bermain dengan bocah Kweni”. Terus terang aku grogi… Mungkin kalau dalam bahasa Jepang aku ngga segrogi itu. Dan sebetulnya aku mau ngaku, satu hal “kata kunci” yang membuat aku grogi adalah, aku tidak bisa fasih mengucapkan “Assalamualaikum Wr Wb”… Mungkin karena aku tidak mau ucapkan sambil lalu saja ya? sehingga jadi grogi duluan. Padahal salam ini selalu harus diucapkan dalam setiap pertemuan dengan orang Indonesia. hiks…

Anyway setelah membuka acara, di dalam kepala berputar terus what next… jangan sampai anak-anak ini ngantuk dan bosan. Jadi langsung saja masuk ke acara perkenalan dengan kakak-kakak blogger yang hadir (kakak-kakak blogger itu rupanya sudah menjadi istilah baru hehehh)

Setelah perkenalan kami menikmati acara tarian Badindin (Din… siunyil_kutupret…kamu disebut terus tuh hihihi) yang disuguhkan oleh bocah Kweni. Aku selalu kagum pada mereka yang bisa menari, karena aku sama sekali tidak bisa menari. Kelihatannya sih Riku suka menari, karena dia lumayan suka goyang-goyang kalo dengar musik. Buktinya dia juga bisa bergoyang di panggung pertunjukan TK nya. Kai gimana ya? Lets wait and see…..

Setelah tarian selesai, mumpung sudah moriagaru (meriah) langsung dilanjuti dengan gerak dan lagu bahasa Jepang. Sebuah lagu anak-anak yang sering dinyanyikan untuk anak Balita, mulai 0 tahun. Sekaligus mengajarkan nama anggota tubuh. Atama Kata Hiza..pon….. Me… Mimi Hana..Kuchi. Kalau bisa hafal lagu ini, berarti kamu sudah bisa menyebutkan kepala pundak lutut, mata, telinga, hidung dan mulut dalam bahasa Jepang! Untuk lagu ini Satira (anaknya Uda) dan Della yang kemarin sudah latihan ikut berdiri di depan dan mengajarkan teman-teman yang lain.

Setelah capek bernyanyi…(wah bener deh bermandikan keringat saat ini selain bergerak juga panasnya rek… setelah itu memang hujan mengguyur dari langit) kita lanjutkan dengan permainan suit jepang yang Kertas, Batu dan Gunting, tadinya untuk menentukan grup…. TAPI ternyataaaaaaa sulit mengendalikan anak-anak stick to their answer!. Kalau dibilang yang kertas kumpul di kakak yang ini…. semua ikut-ikutan padahal mereka tidak menjawab kertas. ADUH deh….

Langsung aku sadar, tidak bisa dengan cara ini. Dan sayang saat itu tidak ada mas trainer yang mungkin bisa menemukan cara atau permainan yang tepat untuk membagi kelompok untuk anak-anak. Well memang teori itu banyak , bisa dengan cara ini itu, tapi pada pelaksanaan suliiiiit banget jeh. Jadi sebisanya saja buat anak-anak itu mau berkumpul ke Kakak-kakaknya. (Kayaknya aku harus ngajar di TK/SD atau pramuka  deh supaya mahir dengan permainan-permainan anak-anak)

Masing-masing kelompok dibagikan kertas manila putih, crayon, penggaris dan pensil. Sebetulnya tujuan aku adalah menceritakan tema dari Picture book yang pernah aku posting, “The Story of Black Crayon“. Tapi apalah daya… tidak bisa sesuai dengan keinginan. Ya gpp lah, yang penting anak-anak ini enjoy (kakaknya enjoy atau ngga masa bodo hahhahaa). Mungkin kalau skalanya lebih kecil bisa tapi untuk 60 anak sulit euy.

Sambil anak-anak menggambar, kami kedatangan tamu agung, Ibu Dyah Suminar dan Mbak Tuti Nonka. Yang membawa makanan kecil untuk dibagikan buatan Vivi. Kebetulan sekali bisa buat selingan, jadi deh gambar sambil makan snack…. (padahal aku juga laper banget loh, ngeliat anak-anak itu makan pengeeeen… tapi drpd makan lebih pingin minum teh botol atau air yang dingiiiin banget, karena haus dan puanas)

Separuh acara sudah selesai, anak-anak sibuk menggambar dan makan, sedangkan kakak blogger nya juga sudah mulai wara wiri, berfoto-foto narsis… aku juga sudah santai, pikirku tinggal nutup acara hehehe. Jadi setelah kira-kira pada selesai gambarnya, aku minta mereka mengumpulkan gambar mereka, kembali ke tempat duduk masing-masing dan …. karena masih ramai, ya sudah lanjutkan dengan pameran gambar untuk ambil foto bersama kakak bloggernya setiap kelompok. Biar sekalian ramai. Tapi hadiah belakangan ya dik….

Kemudian Uda Vizon berpidato, menyambut kedatangan Ibu Dyah dan Mbak Tuti sambil menjelaskan maksud acara ini. Acara dilanjutkan dengan wejangan dari Mbah Dyah (duh Bunda Dyah ini masih muda jeh, ngga pantes dipanggil Mbah meskipun sudah punya cucu) Setelah wejangan Bu Dyah, anak-anak mendengarkan cara- sikat gigi yang baik dan benar (kok seperti bahasa Indonesia yang baik dan benar ya?) dari Ibu Dokter Noengki. (oi oi kakak-kakak yang lain mulai deh ngerumpi sendiri, sehingga aku yang nemenin Noengki di depan anak-anak…. padahal pengennya ikut ngerumpi juga hihihi)

Tiba acara terakhir yaitu pembagian hadiah dari “Komunitas Blogger” kepada bocah Kweni, sekaligus penutupan acara. Untung saja acara pembagian hadiah juga berjalan dengan lancar, meskipun belum dibriefing bagaimana cara mbaginya. (karena ada beberapa potong). Tapi karena ada tas ransel hadiah dari Mbak Tuti, akhirnya semua bisa dimasukkan dalam ransel, sehingga anak-anak dapat bawa pulang dengan mudah. Riku ikut membantu membagikan ransel, dan bantu memakaikan ransel pada kakak-kakak –teman-temannya ini. Meskipun akhirnya Riku juga minta bagian hihihi. (maafin ya…. namanya juga anak-anak)

Anak-anak yang sudah menerima ransel, langsung berkumpul di luar dan kita berfoto bersama di depan pendopo. Senang sekali melihat wajah mereka yang berseri-seri dengan senyuman di terangnya siang (karena pendopo agak gelap). Sambil berfoto bersama, aku hanya bisa mengucapkan doa dalam hati, “Tuhan lindungi anak-anak ini, dan kiranya Engkau mau memperhatikan dan membimbing mereka”.

Kakak-kakak blogger yang baru aku temui secara langsung di tempat itu pun memancarkan senyum yang keluar dari hati.  “Terima kasih Tuhan, Engkau juga telah memberikan aku teman-teman baru yang baik. Kunikmati semua anugerahMu melalui pertemanan ini. Kami datang tanpa materi yang berlimpah tapi kami ingin berikan sepotong hati kami pada sesama.”

12 orang Blogger yang berkumpul di desa Kweni ini akhirnya ribut membicarakan acara Kopdar malam, dan merasa mendapat kehormatan karena Mbah eh Bunda Dyah berkenan menyediakan rumah dan makanan untuk kami. Kami berjanji untuk berkumpul kembali malam harinya di rumah Bunda Dyah, lalu kami bubar dan acara “Bermain bersama Bocah Kweni” selesailah sudah. Dua setengah jam yang sangat berharga. Semoga kedamaian yang dirasa bisa tetap bersemayam dalam hati.

Rombongan Villa Hani’s kemudian berkumpul di rumah Uda Vizon, untuk cuci kaki, beristirahat… dan akhirnya aku juga bisa mencicipi kue buatan Vivi. Belum lagi adikku Lala membelikan semangkuk bakwan tok tok yang kebetulan berhenti di depan rumah Uda. Its delicious La! Thank You. (sementara mamanya makan bakwan si Riku di dalam main PS tuh)

Capek, lepek karena keringat dan mau mandi… Kami tentu butuh mandi sebelum bertandang ke rumah Ibu Walikota Yogya. Jadi cepat-cepat kami naik mobil, kembali ke Villa Hani’s di jalan Palagan. Sayang sekali Ipi dan Tyan tidak bisa ikutan ke jamuan makan malam. Tapi kehadiran Mas Totok dari Gunung Kelir bisa menambah “ramai”nya rombongan.

Bergiliran memakai dua kamar mandi yang ada, dan akhirnya aku bilang mendingan kita kasih tahu Bunda Dyah minta diundur sampai jam 8 saja deh. Tapi karena dua mobil yang menuju rumah Bunda agak tersesat, kami sampainya melebihi waktu yang ditentukan. Mohon maaf ya Bunda.

Sebetulnya sudah sejak di mobil, aku tahu Riku sudah capek dan mengantuk. Akhirnya terpaksa digendong Danny masuk ke dalam ruang tamu dan Riku ditidurkan di sofa. Karena agak rewel, terpaksa aku temani dia dulu di sofa, sementara teman-teman yang lain langsung mulai makan malam. (Sayang deh aku ngga bisa ikutan foto di depan meja makan) . Setelah Riku bisa tidur dengan tenang, baru aku bisa ambil makanan yang disediakan Bunda Dyah. Ada gudeg yang tidak manis (asyiiik…gudeg wijilan terlalu manis untuk saya) , lalu sate ayam dan lontong. Katanya ada nasi kucing, tapi aku tidak coba. Mungkin karena terlalu capek jadi tidak ada nafsu makan. Pinginnya minuuum aja terus.

Sambil menikmati buah duku dan salak, aku mengikuti percakapan bloggers yang lucu dengan Lala sebagai Main guest merangkap wanita penghibur dengan menyanyikan tembang lawas yang diiringi Mbak Tanti. Aku sempat memindahkan Riku yang tertidur dari dalam ruang tamu ke tempat duduk di teras tempat kita berkumpul. Berat euy….

Akhirnya pukul setengah sebelasan (wah lupa ngga liat jam euy) kami mohon pamit dan kembali ke Villa Hani’s. Terima kasih banyak Bunda Dyah untuk undangannya.

Sesampai di Villa Hani’s, siapa ya yang gendong Riku? Danny tentunya…menaruh Riku di tempat tidur, dan kami berpencar dengan kegiatan masing-masing. Ada yang ganti baju tidur dan rebahan… ada yang berkumpul di teras villa untuk merokok dan bersenda gurau… Aku? Kayaknya aku sempat ganti baju lalu mengambil sebotol wine yang ada di mini bar, membuka cork dan mengambil dua gelas. Yang minum memang hanya saya dan Mas Tok (pengaruh Jepang sih ya…sayang ngga ada draught beer dingin  atau sake jepang dingin ….hmmmm…) cling… dua bibir gelas beradu dan …. KAMPAI! dan otsukaresamadeshita!

Sayup sayup masih kudengar candaan Mas Arief yang bercerita soal selingkuhan dan bertanya soal sesuatu padaku, tapi akhirnya aku tidak sanggup lagi menahan mata, akupun pamit dan tidur di samping Riku. Mungkin sekitar pukul 2 pagi.  Ada 8 tempat tidur, jadi kalau mau tidur biarlah masing-masing mencari tempat tidur kosong. It’s been a looooong and tyring day. Dan aku berharap semua menyunggingkan senyum dalam tidurnya. Bocah Kweni dan semua yang terlibat dalam acara hari ini.

Hari ke 20 – Toko Merah

13 Mar

Hari ke 20- tanggal 6 Maret 2009, Hari ke dua di Yogyakarta. Pagi aku sarapan pagi berdua Riku di hotel butik Rumah Mertua. Makanannya lumayan lah, meski tidak bisa dibilang enak banget. Aku minta mobil untuk datang jam 9 sebenarnya, tapi jam 8:30 Riku minta diperbolehkan berenang. Ya sudah kapan lagi, asal dia bisa sendiri. Jadi aku temani dia di samping kolam renang. Baru setelah jam 9, kita bersiap-siap untuk pergi.

Karena kemarin malam sudah terlalu capek, aku juga tidak terpikir untuk membuat foto-foto hotel Rumah Mertua ini. Kami menempati kamar terujung, nomor 11. Setiap kamar mempunyai beranda sendiri-sendiri. Tempat tidur nya biasa saja, kerasnya cukup untuk punggungku yang sering bermasalah (dan tidak bunyi hihihi). Tapi lukisan abstrak di atas tempat tidur membuat Riku takut.

Kemarin sempat terlintas untuk pergi ke Candi Prambanan. Tapi saya tahu, pasti candi itu tidak menarik untuk Riku. Lagipula aku ingin pergi ke rumah Uda Vizon untuk briefeng acara keesokan harinya. Dan kemarin malam juga sudah diinformasikan Uda mengenai Toko Merah, yaitu toko alat tulis grosiran, tidak begitu jauh dari tempat kami menginap ini. Jadi aku langsung minta Pak Edi mengantar aku ke sana.
Ternyata waktu sampai di Toko Merah itu, Riku tertidur di mobil. Jadi aku keluar sendiri dan masuk ke dalam toko. Waduh …jadi ingat toko Itoya di Ginza yang penuh dengan alat tulis. Memang beda kelasnya, karena di Itoya harganya juga beragam dari yang murah sampai yang mahal. Kalau di Toko Merah, yah buatan dalam negeri semua gitchu. Tapi emang kenapa dengan buatan dalam negeri? Selama masih berfungsi dan bisa dipakai, apa salahnya. Jadi deh aku mengelilingi toko itu untuk melihat apa saja yang tersedia. Aku sudah tahu bahwa aku harus membeli buku tulis, karena ternyata buku tulis yang kami pesan melalui Lala tidak ada.

Tapi melihat toko sebesar ini, khayalan aku jadi berkembang untuk membuat acara bermain bersama bocah kweni. Jadi selain buku tulis, aku juga membeli karton manila, alat menggambar untuk 10 kelompok dll. Karena di situ juga dijual makanan kecil, jadi sekaligus saja buat bungkusan snack seperti acara ulang tahunan. Yang lucunya meskipun grosir, toko ini ternyata tidak punya stock kue-kue kecil dengan jumlah lebih dari 60 buah. Jadi terpaksa deh ambil jenis apa saja yang jumlahnya cukup.

Tidak sadar aku sudah 2 jam di dalam toko. Maklumlah untuk membeli satu jenis barang yang berada dalam satu kelompok dengan satu penanggung jawab (petugas toko) itu perlu waktu paling sedikit 10 menit…. hitungnya, tulis bon nya, lalu dihitung lagi…duuuuh lelet banget deh. Untuk pembayaran juga dengan sistem unik. Bayar dulu, kemudian bon dikasih ke petugas sampingnya untuk mengecek, menghitung lagi, kemudian membungkusnya. (Belum ngantri bayarnya dan antri ambil barangnya) Untung aku lagi sabar saat itu jadi aku tahan-tahanin aja. Aku memang suka heran, kenapa sih orang Indonesia ngga bisa kerja cepat, yang cekatan gitu kenapa ya? Mungkin banyak yang akan bilang, “ya itu kan Yogya bu… “tapi menurut aku bukan soal Yogya atau Jakarta nya, di Jakarta juga sama kok hehehehe. Jangan alasan panas deh, kan dalam toko ber-AC? Makanya orang (baca: saya) akan lebih senang berbelanja  di supermarket, karena kita dapat memanage waktu kita sendiri tanpa harus tergantung orang lain. Paling-paling yang butuh waktu itu saat antri bayarnya.

Sudah hampir jam 1, perut sudah keroncongan, padahal untuk ke tempat Uda juga butuh waktu yang tidak sedikit. Tidak ada waktu untuk makan di restoran juga. Jadi saya tanya pada Pak Edi, apa yang bisa dibungkus bawa dan makannya nanti saja di rumah Uda…. untuk menghemat waktu. Jadilah kami ke Wijilan, sebuah tempat (jalanan) yang katanya merupakan pusatnya gudeg. Tokonya berderet-deret. Yah aku sih ngga tau mana yang enak, jadi sembarang saja (sambil menyerahkan pemilihan Toko pada pak Edi). Cepat-cepat minta dibungkus, lalu langsung tancap ke Desa Kweni, Bantul.

Sesampai di rumah Uda, langsung deh tanpa ba bi bu… (pake kenalan dulu sebentar sih sama istrinya Uda, Mbak Icha) langsung makan deh. Sambil makan ngomongin rencana susunan acara (multitasking deh), dan sesudah makan sambil mengisi snack ke dalam plastik-plastik, masih membicarakan soal acara untuk besok.

Nah, setelah selesai kerja bungkus-bungkusnya datanglah anak Uda Satira dan Della jadi kelinci percobaan untuk suit Jepang, lagu dan origami…. Aku pikir saat itu, kalau anak-anaknya cuman sedikit sih ngga jadi masalah ya. Tapi kalau banyak, sebanyak 60 orang gimana aturnya? well, que sera sera aja deh, Pasti bisa.

Sekitar jam 4 aku pamit dari rumah Uda, dan pulang ke Rumah Mertua, untuk membereskan barang, dan cek in di Vila Hannis. Aku sengaja menambah hari penyewaan di Vila Hanis, karena waktu cek in esok hari yang terasa terburu-buru, dan aku pikir kamar di Rumah Mertua bisa dipakai untuk mereka yang datang lebih cepat.

Vila Hani’s memang romantis di malam hari…. lihat saja pencahayaannya. Tempat tidur berkelambu, cocok untuk honeymooners. Lalu kamar mandi setengah terbuka… (jadi ingat postingnya mas NH18 tentang kamar mandi terbuka). Kalau ini sih memang berupa pancuran saja, laksana mandi di air terjun deh. Sayang juga coba mereka buat bath tub (di Rumah Mertua juga hanya shower), pasti bisa lebih romantis lagi. Apalagi kalau pakai Jacuzzi wah wah wah deh (maunya loe aja mel hihihi). Soalnya orang Jepang kan suka berendam. Pasti deh laku orang Jepang nginap ke situ.

Hanya satu kekurangan yang saya agak sesalkan ….yaitu mereka punya koneksi internet Speedy, tapi entah kenapa tidak bisa dipakai. Tidak terbaca ,meskipun sudah diusahakan pakai password dan lain-lain. Ya sudah terpaksa aku angkat tangan untuk internet. Tapi… aku perlu tahu apa ada peserta tambahan yang ikut dan mendaftar lewat email, sehingga aku dipinjami komputer di dapurnya Villa Hanis. Ya cukuplah kalau hanya untuk email. Kalau untuk membuka website hmmm tunggu dulu. Butuh kesabaran yang amat sangat.

Jadi teringat, aku mengirimkan file kerjaan kemarin dengan “lari” ke Malioboro Mall. Di sana satu mall disediakan hotspot sehingga kita duduk di toko manapun bisa memakai fasilitas hotspot. Satu yang saya tidak coba adalah, apakah hotspot itu juga terdapat di areal parkir. Kalau ya, maka cukup duduk dalam mobil untuk browsing bukan? Saya mau deh kerja jadi supir kalau begitu, nunggu majikan sambil nge-net hehehe.

Malam ini kami makan di Cak Koting, rumah (tenda) makan yang menjual ayam/bebek/burung dara gorng/bakar. Letaknya di depan bioskop xXxX (ngga tau ..lupa). Saya diberitahu Yoga mengenai rumah makan  ini. Lumayan….

Hari ke 19 – Keraton dan Borobudur

12 Mar

Hari ke 19 – Tanggal 5 Maret mulailah perjalananku ke Yogyakarta. Pukul 6:30 pagi taksi yang akan mengantarku ke bandara sudah tiba. Satu koper berisi alat-alat tulis dan pakaian masuk ke dalam bagasi taxi. Sebelum pergi kita berdoa bersama supaya perjalanan lancar dan Kai yang ditinggalkan tetap sehat. Aku sempat masuk ke kamar lagi terakhir kali, melihat Kai masih tidur, dan tidak bisa memeluk dia. Ah… aku jadi sedih meninggalkan dia sendiri. Tapi aku juga tidak mau melihat dia menangis pada waktu aku berangkat, sehingga aku biarkan dia tetap tidur di bed, sambil berkata lirih, “Mama pergi dulu ya sayang….” (mewek lagi deh)

Opa ikut mengantar kami dengan taxi sampai bandara narita eh cengkareng dan kemudian pulangnya naik limousine. Kami langsung cek in, dan masih punya waktu sekitar 2 jam sebelum boarding pesawat. Aku mencari gerai Starbuck untuk mengakses internet sambil minum kopi. Riku terpaksa ikut bengong bersama aku, tapi untung aku membawa buku dan bolpen sehingga dia bisa menggambar-gambar. Aku sendiri sebetulnya masih mempunyai pekerjaan editing majalah Nipponia tahap ke tiga. Jadi sambil aku kerjakan editing terus melihat ke arah jam. Mereka minta kalau bisa sebelum tengah hari. Apa bisa selesai ya?

Sebetulnya tepat sebelum aku boarding, pekerjaan itu selesai. Tapi bermasalah dengan attach ke email. Terpaksa aku boarding dengan meninggalkan pekerjaan belum selesai.

Terbiasa duduk di lorong, membuat aku agak panik waktu kutahu bahwa aku harus di bagian tengah dan Riku di bagian jendela. Untung saja perjalanan Jakarta Jogjakarta hanya ditempuh dalam 45 menit. Gile cepet amat ya? Jadi aku memanfaatkan waktu 45 menit itu dengan menutup mata dan zZZzZzz. Memang boleh dibilang aku tidak tidur semalam, mempersiapkan koper (yang tidak beres beres heheheh) . Ngga deh, ngaku bahwa aku tidak tidur karena chatting dengan seorang sahabat hati.

Sampai di Bandara Adisutjipto, tidak begitu panas. Turun tangga pesawat. Nah seperti ini tidak ada di Jepang, jadi tentu saja harus jepret!!! cissss aku suruh Riku berdiri di samping pesawat. Kemudian masuk ke ruang kedatangan untuk mengambil bagasi. Begitu keluar bandara, aku menemukan pak Edi membawa papan nama bertuliskan IMELDA MIYASHITA (eh lupa, miyashita atau coutrier ya? masa bodo deh yang penting namaku hihihi). Pak Edi ini yang akan mengantar-antar aku selama dua hari pertama di Yogya. Aku pesan melalui Alma dari indo.com untuk akomodasi dan transportasi.

Mobilnya Avanza masih baru berapa hari keluar euy…masih kinclong! warnanya juga aku suka Wine Red. (uh kok jadi laporan soal mobil sih?). Pokoknya aku dan Riku serasa jadi Raja dan Ratu sehari, diantar dengan supir pribadi. Sebuah kemewahan yang tidak bisa kita rasakan di Jepang (Kalo di Indonesia sih mah biasaaaaa mel!). Lah aku tiap harinya di Jepang naik sepeda, ya gembira dong kalau bisa naik mobil, bersupir lagi hihihi. Ah pokoknya aku nikmati setiap detik perjalanan ini.

Begitu masuk mobil, aku tanya pak Edi, sebaiknya pergi ke mana dulu. Karena tujuan aku hanya dua, Keraton Yogya dan Borobudur. Jadi tolong diatur aja menurut kemudahan jalannya. Pak Edi menyarankan agar aku pergi ke Keraton dulu, karena Keraton tutup jam dua siang. Nah! bagus kan kalau kita menanyakan pada yang lebih expert.

Sementara itu aku menghubungi mbak Retno dengan terburu-buru. Nomor HP mbak Retno terhapus waktu ada eror pada O2 ku sehingga begitu aku dapat nomornya lagi dari temanku yang lain pagi ini, aku cepat-cepat menghubungi dia. Mbak Retno adalah orang yang HARUS kutemui dalam perjalanan ke Yogya ini. Karena dia adalah saksi pernikahanku di Tokyo 9 tahun yang lalu. Aku mau memperkenalkan dia pada Riku.

Jadi aku janjian bertemu Mbak Retno di Keraton, karena kebetulan rumah mbak Retno katanya cuma 2 menit jalan dari Keraton. wow! Memang kelihatannya keluarganya temasuk orang dekat istana deh (aku ngga pernah nanya-nanya soal latar belakang orang, jadi ngga tau …entah ya aku paling anti bertanya soal status atau latar belakang, kecuali kalau ybs cerita)

Kami sampai di Keraton dan memasuki pelataran pintu masuk, dengan dikerubuti penjaja cindera mata. Agak sulit juga aku menolak mereka, tapi kali ini aku berhasil. (Ada rambu yang masuk ke penglihatanku…. sepeda motor harap dituntun…. hmmm dituntun ya bahasa Indonesia yang benarnya?) Aku langsung menuju loket dan membeli karcis masuk. Dan seorang ibu mengantar kami masuk ke dalam keraton sambil menjelaskan isi keraton. Semacam guide lah. Ibu itu juga yang membantu mengambil foto kami berdua di beberapa tempat dalam keraton.

Kunjungan ke keraton ini merupakan kunjungan yang ke tiga untukku, tapi yang pertama untuk Riku. Namanya juga anak-anak, jadi tidak begitu antusias dengan barang-barang atau cerita bersejarah, sehingga cukup melihat sambil lalu saja. Yang pasti waktu aku cerita soal lukisan yang matanya bisa mengikuti pandangan mata kita (lukisan Hamengkubuono ke 8 atau 9) , Riku bilang tidak takut hehehe. Dia tidak merasa takut berada di dalam keraton, tidak ada setan katanya hihihi. Tapi yang dia paling senang adalah waktu dia boleh membunyikan kentongan yang ada di dalam keraton. Si ibu juga berbaik hati menunjukkan caranya.

Mendekati pintu keluar, Mbak Retno telepon dan memberitahukan bahwa dia sebentar lagi sampai di Keraton. Kami langsung naik ke mobil, dan mencari tempat makan siang. Kemudian kami diajak ke Restoran Bale Raos. Kabarnya Rumah Makan ini menyediakan makanan khas keraton untuk para sultan dan abdi dalem. Rumah makan ini masih di lingkungan keraton dan bersebelahan dengan Sarinah pusat kerajinan tangan batik. Di Restoran Bale Raos ini, Saya memesan masakan bebek masak jamur, Bebek Suwir-suwir , lalu masakan Paru dan bir jawa. Menyesal juga pesan bir jawa, karena memang non alkohol tapi boleh dikatakan ini bukan bir tapi minuman jamu manis heheheh (Pan aku pengennya minum bir hehehhe). Mungkin disebut bir hanya karena mengeluarkan buih jika di kocok/aduk.

Makanan di restoran ini cukup enak. Cuma yang kemudian saya perhatikan, kenapa di Yogyakarta banyak sekali masakan bebek ya? Setesai makan, kami mengantar Mbak Retno pulang sampai ke rumahnya, dan kemudian langsung menuju Borobudur. Cuaca memang tidak bersahabat, tapi aku berbekal payung lipat dan aku rasa tidak akan deras hujannya.

Sambil melangkah menuju tempat penjualan karcis masuk, dan kemudian masuk ke pelataran kompleks Borobudur, aku baru ingat perkataan Wita, “Onechan…jauh loh jalannya”… heheheh bener jauh euy. Untung Riku penuh semangat berjalan sendiri. Kalau sampai dia minta gendong susah deh. Aku juga ngga mau minta jasa pemandu, yang katanya bisa sekaligus memanggul Riku.  Mana mulai hujan rintik-rintik, meskipun aku bertahan tidak memakai payung.

Well sedikitnya Riku berhasil memanjat Borobudur sampai setengahnya sendiri, tanpa dibantu. Aku sebetulnya lebih takut daripada dia, karena aku ada phobia. Tapi aku akan berusaha ikut dia setinggi apa dia bisa. Sebetulnya kalau misalnya datang lebih pagi, tidak dalam keadaan hujan (licin) mungkin kami akan sanggup sampai puncaknya. Tapi berhubung sudah mendekati waktu tutup maka tiba-tiba dari arah atas, turun beberapa pengunjung. Ini yang membuat Riku ragu untuk terus memanjat sampai atas. Lalu aku bilang, “Nanti Riku naik sampai atas dengan papa saja ya? Kan Papa juga belum pernah ke sini”. OK deh… kami meninggalkan PR di kaki Borobudur.

Kami turun ke arah pintu keluar dalam hujan, dan sempat beristirahat di toko-toko yang mau tidak mau kami lewati supaya bisa keluar. Bagaikan labirin toko, aku sebetulnya tidak suka dengan kondisi ini. Tapi apa boleh buat, ini juga taktik untuk memajukan penghasilan di sektor pariwisata kan. Aku sih terus terang malas membeli kerajinan tangan lagi…. masalahnya di Jepang tidak ada tempat untuk menaruhnya.

Akhirnya kami sampai di pelataran parkir dan aku menuju tempat janji bertemu dnegan Pak Edi. Tapi memang tidak ada mobilnya. Di situ Riku mulai panik.

“Mama, kok mobilnya tidak ada?”
“Aduh bagaimana kita pulang?”
“Loh Riku…kenapa nangis…kan Riku sama mama, Tidak sendirian. Kalau mama tidak ada nah boleh Riku nangis. Percaya dong sama Mama. Kan mama ada uang, kalaupun seandainya mobilnya tidak ada, kan mama bisa minta mobil lain.”

tapi Riku tetap menangis, sampai akhirnya aku ajak dia berjalan ke arah parkiran. Dan akhirnya ketemu. Kami hanya terpaut satu blok saja. Dan Riku masih terisak….

“Mama kita pulang ke Jakarta saja yuuk… Mama ngga kangen sama Kai ya?”
“Mama kangen sama Kai, tapi kan mama juga mau pergi berdua sama Riku saja. Empat hari loh, Riku berdua mama saja, tanpa ada Kai. Enjoy aja”

Entah dia sudah capai, atau dia juga sedang PMS (ups…bukan PMS tapi sensi deh heheheh). Dan anakku yang satu ini memang sangat perasa. Akhirnya dalam mobil aku peluk dia, dan kami menatap jalanan pulang ke arah hotel yang dibasahi air hujan.

Kami menuju ke Jalan Palagan, untuk mencari hotel Rumah Mertua tempat kami menginap 2 malam pertama. Ternyata Hotel Mertua dan Villa Hani’s terdapat di jalan yang sama yaitu di jalan Palagan. Tapi lebih mudah mencari Vila Hani’s daripada Rumah Mertua, karena letaknya di bagian dalam dan dikelilingi perumahan.

Setelah Check in di Rumah Mertua, aku menunggu kehadiran dua temanku yang akan datang bertemu. Setiawan yang teman sejurusan Sastra Jepang beserta istri bertemu kembali setelah tidak bertemu hampir 20 tahun. Dan tidak lama Uda Vizon datang juga untuk membicarakan detil acara tanggal 7 nanti. Kami berempat beserta Riku pergi makan malam di Peleg Golek, tidak jauh dari hotel, rumah makan sea food yang lumayan enak. Karena sudah terlalu capek, Riku tertidur dalam mobil, dan terpaksa digendong Uda karena aku tidak kuat.

Hari yang melelahkan tetapi memberikan kesan yang mendalam di hati.

Hari ke 18 – santai

12 Mar

Ya, sebetulnya hari ke 18 tanggal 4 Maret, tidak banyak yang bisa diceritakan. Karena memang hari ini aku tidak merencanakan apa-apa yang khusus. Aku hanya ingin melewatkan waktu bersama Kai, karena selama 4 hari nanti aku akan meninggalkan Kai sendiri di Jakarta. Syukur pada Tuhan, bahwa Kai sembuh dari demamnya, sehingga aku bisa lebih lega meninggalkan dia pada mbak Riana.

Dengan maksud melewatkan waktu bersama anak-anak inilah, akhirnya Opa bersama semua cucu (kecuali Dharma) aku ajak pergi ke Plaza Senayan. Tujuan utama: cari MOS Burger, dan tentu saja makanan lain yang bisa dimakan. hehehhe. Oma malas pergi sehingga tinggal di rumah.

Pukul setengah duabelas, sampailah kita di PS. Dan aku menemukan gerai MOS Burger di lantai paling atas, lantai 3 di tempat yang terpisah dari Food Court. Opa mau makan MOS Burger tapi cucu-cucu mau makan Mac Donald, jadi terpaksa kita tinggalkann MOS dan menuju food court. Saya bilang pada Opa, kita makan yang lain, lalu bawa pulang MOS saja bagaimana?

Jadilah kita ke Food Court dan aku mencari Bakwan …Katanya orang-orang Saboga enak, jadi aku coba beli Bakwannya. Tapi maaf deh, aku tidak suka. Dengan terpaksa aku habiskan bakwan yang sudah kupesan. Sementara anak-anak ramai makan Mac Donald nya. Mungkin lebih tepat kalau dikatakan mereka senang karena mendapat mainan dari Happy Setnya daripada makan burgernya heheeh.

Selesai makan, karena Kai juga sudah ngantuk, akhirnya kita menuju Mos Burger yang tadi, untuk pesan dan bawa take away. Setelah memesan aku diberikan satu nomor. huh nomor 13 lagi heheheh. Yang aku rasa aneh juga tulisan di bawah nomor itu masih berupa tulisan bahasa Jepang. Perlu diterjemahkan ngga ya? “Dirikan papan nomor ini ditempat yang mudah terlihat, dan mohon tunggu sebentar”.

Sesudah kembali ke rumah, sekitar jam 4 aku pergi lagi bersama Riku diantar Andy ke Pasific Place sebentar untuk bertemu teman. Sempat foto Riku di sana. Tapi karena buru-buru tidak sempat ajak Riku jalan sampai ke atas. Hanya sampai lantai 3. Waah kalau sampai Riku melihat di sana ada Kidzania, bisa-bisa ngga pulang deh. Sepulang dari Pasific Place aku memutuskan untuk potong rambut dan untungnya Riku juga mau ikut. Jadilah aku bujuk dia dengan sate ayam dan coca cola, supaya dia mau dipotong rambutnya.

Wah aku juga menikmati dipotong rambut, karena sesungguhnya aku selalu potong rambut sendiri di Jepang. Biasanya setiap pulang ke Indonesia lalu memanjakan diri ke Salon di Jakarta. Jadi Riku dan mamanya sudah rapi dan siap berangkat ke Yogyakarta untuk bertemu Bunda Dyah dan Mbak Tuti, Lala, dan teman-teman yang lain.

NB: hari ini juga hari Ulang tahunnya Marten… happy birthday ya ten, jangan kapok kalau aku tanya-tanya soal c-panel hehehe.

Pertanyaan Riku di Yogya

10 Mar

Beberapa menit sebelum kami naik ke pesawat menuju Jakarta di Bandara Adi Sutjipto Jogja (9 Maret 14:35), Riku bertanya padaku,

“Mama, kenapa tidak ada Ibu dan Bapak tapi anak itu bisa lahir?”

………………..

sebuah pertanyaan yang tiba-tiba, yang amat wajar, tetapi aku perlu waktu menyusun kalimat yang singkat tapi mudah dimengerti. Aku tahu dia bertanya begitu, karena aku marahin dia waktu dia merengek minta alat tulis yang sedang kami masukkan dalam plastik untuk kemudian dibagikan kepada bocah Kweni. Siang tanggal 7 Maret yang lalu di Villa Hani’s.

“Riku, ini buat teman-teman nanti. Mereka tidak ada ayah atau ibu yang bisa membelikan buku tulis setiap saat. Kamu punya mama dan papa, dan setiap kamu minta, mama dan papa berusaha belikan, kan? Tapi mereka tidak ada papa dan mama, bagaimana mereka bisa minta belikan buku atau alat tulis yang mereka inginkan? Riku harus menahan diri! Tidak bisa setiap apa yang Riku minta harus ada. Please, ini untuk anak-anak itu ya. Nanti jumlahnya kurang, Riku nanti saja ya!”

Dan rupanya perkataan saya bahwa anak-anak itu tidak punya papa/mama melekat terus di kepalanya. Meskipun aku tidak tahu apa pikirannya ketika dia bermain bersama mereka.

Sebetulnya sudah sejak di Tokyo, aku mengatakan pada Riku, bahwa nanti kita ada acara bermain bersama. Dan 2-3 hari sebelum berangkat waktu aku sedang packing koper, tiba-tiba dia datang dan memberikan kumpulan mainan “bekas” yang dia tidak mau main lagi (benar-benar bekas sehingga menyerupai sampah), dan dia bilang “mama aku mau kasih ini pada teman-teman yang tidak punya mainan”. Aku melongo saat itu, dan waktu aku ceritakan pada Gen, dia ikut terharu.

Tidak, saya tidak bermaksud untuk membanggakan Riku dengan menuliskan ini. Bahkan sesungguhnya saya tidak mau menuliskan ini awalnya. Tapi pertanyaan Riku di Bandara Adisutjipto itu yang membuat saya pikir, pertanyaan itu bagus untuk mengawali tulisan saya, tentang “Kopdar Yogya bersama Bocah Kweni”.

Saya beruntung mempunyai bapak dan ibu, mama dan papa, lengkap, dan masih hidup sampai sekarang. Tapi banyak teman yang sudah tidak punya salah satunya atau keduanya. Dan tidak usah jauh-jauh, Ibu saya kehilangan ibunya sewaktu balita. Duh, saya bisa membayangkan betapa sedih atau kehilangannya jika hidup tanpa seorang ibu atau seorang ayah. Dan di jaman sekarang ini, banyak pula anak-anak yang merupakan anak dari single mother, atau hasil dari perkosaan, etc etc. Atau orang tua biologisnya ada tetapi tidak hadir dalam kehidupannya. Seperti yang ditulis oleh Uda Vizon dalam “Yatimkah dia.”

Saya dulu juga selalu menangis melihat anak-anak yang kurang beruntung. Mungkin saat itu karena saya belum bisa berbuat apa-apa, sehingga emosi saya lebih bekerja daripada pikiran saya. Hingga suatu kali saya pernah tersentil dengan perkataan suami saya. “Saya tidak butuh simpati!”, dan membayangkan memang banyak orang yang tidak mau dikasihani. Mereka membangun dinding tinggi di sekitar hatinya, karena juga curiga akan perbuatan baik yang diberikan oleh teman-temannya hanya sebagai “rasa kasihan” . Saya selalu berusaha menempatkan diri saya jika saya di posisi mereka. Dan terpikir apa sih yang mereka butuhkan? Sebetulnya hanya satu, tapi amat sulit untuk kita beri, karena menyangkut waktu dan eksistensi kita. Mereka akan lebih membutuhkan kasih dan keberadaan seseorang yang mencintai mereka, daripada hanya barang-barang atau uang yang bisa habis sekejap mata.

Saya tidak tahu apakah rencana saya bermain dengan bocah Kweni (baik yatim ataupun tidak) itu baik atau tidak, tapi yang pasti saya hanya ingin berbagi sedikit kasih dan sedikit waktu  pada mereka. Karena saya juga tidak punya materi yang cukup. Saya masih belum bisa berbuat banyak. Saya ingin memberitahukan pada Riku (dan Kai jika dia besar sedikit lagi) bahwa ada banyak anak-anak yang tidak seberuntung dia. Saya juga bukanlah malaikat seperti yang ditulis Jeunglala di postingan “Hidden Angels”. Tapi yang pasti saya merasa sangat beruntung, memiliki sahabat-sahabat blogger yang satu perasaan dengan saya, dan saling membantu mewujudkan “pernyataan kasih” kepada bocah-bocah di Kweni. Sahabat-sahabatku, terimalah tanda terima kasih saya yang keluar dari lubuk hati.

Dua orang utama yang memang tinggal di Kweni, Uda Vizon dan Mbak Icha (mbak Icha sudah terlihat jawa banget sih) yang menyambut rencana sederhana saya dengan antusias, dan membuat saya yakin untuk maju terus, seberapapun orang yang hadir di Yogya (dan seberapapun yang kita bisa berikan pada anak-anak ini) . Nama Uda yang terkenal di kampungnya, juga turut memudahkan saya mencari rumahnya sehari sebelum hari H. Bayangkan tanpa briefing, Lala, Mas Goenoeng, Mas Arif, Tyan, Ipi, Noengki Prameswari, Daniel Mahendra bisa berbaur dengan anak-anak itu dan menggambar bersama. Belum lagi kehadiran Bunda Dyah yang benar-benar menguatkan hati (dan jasmani karena Bunda membawakan makanan kecil yang dibuat  Mbak Vivi untuk anak-anak ini). Mbak Tuti Nonka yang meringankan kaki juga hadir bersama dan bahkan memberikan tas ransel hijau serta buku cerita sebagai cikal bakal perpustakaan mereka. Lihat betapa bangganya anak-anak ini menggendong tas ransel mereka, yang juga berisikan sikat gigi lucu dari bu Dokter Noengki. Sampai-sampai Riku pun bangga sekali mempunyai tas ransel itu, dan dia gendong terus sampai di pesawat (maaf jadi berkurang satu jatah anak-anak itu…. hiks)

Dengan satu tindakan, 12 blogger yang terpencar di mana-mana, beserta 60-70an bocah bersatu dalam satu episode kehidupan. Di Jogjakarta, tepatnya di desa Kweni. Unforgetable Moments.

Saya tahu, saya memang tidak menangis waktu berada di antara bocah-bocah ini, tidak seperti Jeung Lala. Mungkin karena saya terlalu sibukberpikir “what next” dan terlalu exciting. Tapi saya memang menangis setiap kali melihat foto-foto yang merekam peristiwa itu, yang mengabadikan kegembiraan, persatuan, kebersamaan, kasih, persahabatan di antara kita. Dan sambil menuliskan inipun perasaan saya masih campur aduk, sambil menahan isak. Entah kapan kita bisa bersama seperti ini lagi…. semoga saja ya.

Ini bukan laporan lengkap perjalanan Yogya, tapi saya tak bisa menunggu lagi urutan posting perjalanan saya yang amat sangat terlambat sehingga saya selipkan tulisan ini. Jika ada yang mau membaca laporan Yogya yang sudah ditulis kawan-kawan yang lain, silakan coba klik nama-nama peserta di atas.

Related Posting :

Mbak Tuti Nonka :

Bloger & Bocah-Bocah Kweni

Uda Vizon:

bocah kweni vs blogger

JeungLala:

Hidden Angels

Jeung Ipi:

Kopdar bareng Bocah Kweni

Noengki Prameswari:

Jogja Seru

Tyan

Blogger kumpul dengan bocah kweni

Hari ke 17 – Arisan dan Inisiasi Sashimi

10 Mar

Hari ke 17, tanggal 3 Maret 2009. Rupanya keluarga kami menjadi host untuk sebuah arisan yang diikuti papa-mama sejak puluhan tahun lalu. Jadi anggotanya juga saya kenal sekali. Sebagian merupakan orang tua dari teman sekelas atau teman sesekolah yang tinggal di kompleks yang sama. Dan karena papa ada urusan di Lemhanas sampai dengan pukul 10, maka papa minta aku untuk membantu mama menjadi host arisan tersebut.

Salahnya saya tidak membantu persiapan sejak awal. Karena saya pikir toh ada tante yang membantu memasak, jadi tidak perlu bantuan saya. Asisten rumah yang 3 orang itu dikerahkan untuk membantu urusan masak dan siap-siap, sehingga aku sendiri yang harus menjaga dan bermain dengan Kai. (Yang untung saja sejak kemarin tidak demam lagi) .Dan sebetulnya saya agak menyesal tidak membantu dari awal. Karena ternyata sampai dengan pukul 9:30 (acara mulai pukul 10 pagi), persiapannya masih jauh dari sempurna. Untung Kai mau saya biarkan bermain sendiri, jadi saya cepat-cepat ikut membantu menyiapkan piring, gelas, sendok, garpu dan lain-lain.  Untung saja selesai perfect sebelum waktu makan siang, dan para tamu saya lihat bisa menikmati sajian yang disuguhkan.

Acara arisan selesai pukul 1-2 an dengan menyisakan bertumpuk piring kotor, dan sisa makanan. Persiapannya berjam-jam, pelaksanaannya sebentar saja, penuntasan (beres-beres) nya jauh lebih singkat …. begitulah hidup. Bersiap menjadi pasangan hidup yang butuh proses lama, bersiap menjadi ayah-ibu, menjalani kehidupan sebagai pasutri, sebagai orang tua, dan akhirnya waktu kita meninggal, prosesnya pun tidak lebih dari 3 hari. Bukan pesimis atau apa, tapi memang dimensi “waktu” itu penuh misteri.

Karena terlalu asyik mengerjakan posting dan editing foto-foto, aku tidak sadar bahwa ternyata jam sudah menunjukkan pukul 6:30 malam. Padahal aku ada janji jam 7:30 di FX bersama beberapa kawan blogger. Kopdar lagi deh nih.

Cowo yang pertama hadir, si Japs…. adik mayaku ini orangnya keren sekeren blognya. (Ssssst masih available loh, yang berminat lewat saya yah hihihi). Kalau Yoga sih emang sudah datangnya (hampir) bersama saya.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Tujuan kopdar kali ini adalah….. “Berdamai dengan SA SHI MI “Bukan mie nya si Sashi” tapi irisan ikan mentah ala Jepang yang mungkin bagi sebagian orang menjadi momok yang menakutkan. Atau yang mengatakan bahwa tidak bisa makan sashimi/makanan Jepang lainnya berarti “Katrok”. Tidak, saya tidak mau mengatakan bahwa sashimi = borjuis = mewah = prestige. Tapi yang saya mau tekankan di sini adalah justru back to nature, ikan yang segar diiris tanpa digoreng (minyak = menambah kalori dan mengubah rasa) cukup dibubuhkan seoles kecap asin. Tidak bisa makan? Tidak apa-apa. Setiap orang punya seleranya masing-masing. Saya hanya mau memperkenalkan bahwa ada banyak macam makanan di dunia yang hampir tanpa batas ini.

Mulanya saya mengajak Mang Kumlod yang ingin mencoba sashimi, dan Yoga untuk ikut menemani kami. Kemudian saya juga  berhasil menghubungi Japs, yang ternyata sudah dipindahkan pekerjaannya dari Bandung ke Jakarta. Bagi saya, pertemuan dengan Japs adalah untuk yang pertama kalinya. Kemudian Mang Kumlod ternyata mengajak temannya seorang Penyiar, Lia Christie di radio Trijaya FM, yang hadir dengan temannya (Mas Tias yang ternyata adalah sepupu dari seorang dosen bahasa Indonesia di Tokyo, yang juga temanku, yaitu mbak Ajiek Stoneman) juga.

Jam 8 akhirnya lengkaplah anggota “Inisiasi sashimi”@ Kuishinbou FX, Jakarta. Saya pilihkan Maguro Yukke sebagai pembuka, juga wakame salada, dan Agedashi tofu, Ikan Kampachi dan salmon iris untuk sashiminya.   Ternyata Kampachi dan salmon bisa lewat dnegan sukses. Kemudian saya pilihkan ikura —telur ikan salmon— (sayang sekali ikuranya tidak fresh alias sudah shoyuzuke —sudah diinapkan dalam kecap asin dahulu.

Kemudian untuk makimononya tuna negi dan californian roll.

Sambil ngobrol-ngobrol dan tentu saja berfoto narsis- ria aku pilihkan  Zaru soba (mie soba dingin) dan Tanuki Udon (mie udon panas). Sebelumnya sempat juga coba makan Jigoku Ramen dengan tingkat kepedasan 3.

Selama kita nyoba-nyoba makanan ini, Riku berpisah dengan kami, dan bermain di PlayLand di Lantai 6. Baru setelah sekitar jam 9:15 malam dia bergabung, setelah dijemput Yoga. Dasar orang Jepang, tanpa ragu dia habiskan semua yang tersisa di atas meja, dan begitu Soba datang langsung melahapnya, tanpa menunggu ijin ibunya (pikirnya pesanan itu untuk dia hihihi)

Berhubung Riku juga sudah capek seharian waktu arisan, bangun terus (dia tidak pernah tidur siang) dan juga banyak bermain di PlayLand, juga bermain sumo di dalam kompleks makanan Kuishinbou ini bersama Japs, maka menjelang jam 10 dia tertidur kecapekan menyender ke saya. Wah gawat deh, musti ada yang mau berkorban untuk menggendong Riku sampai di Taksi. Aku terus terang ngga sanggup angkat dia yang berbobot 26 kg itu. Untuk ada Japs yang bersedia mengendong sampai bawah.

Akhirnya inisiasi malam ini harus diakhiri, 6 cowok +Riku berpisah di depan restoran sebelum semuanya bubar karena ada sebagian yang ke wc dan sebagian langsung menuju lantai dasar. Seperti tulisan Yoga di Celoteh Sebelum Tidur, makanan mungkin faktor yang bisa mencairkan suasana. Tapi kali ini saya rasa keinginan untuk lebih mengetahui kebudayaan asing lebih berperan dalam acara kopdar malam ini.

Hari ke 15 & 16 – Sency and Hospital

10 Mar

Hari ke 15 – tanggal 1 Maret. Awalnya di FB, aku memang pernah mengatakan pada saudara sepupuku Inge, bahwa aku berencana untuk mengumpulkan saudara pada tanggal 1 Maret, untuk merayakan ulang tahun Riku. Tapi setelah dipikir-pikir, repotnya untuk membuat pesta, akhirnya aku putuskan tidak usah waza-waza mengadakan pesta untuk Riku, apalagi kita sedang dalam bulan Puasa.

Tapi ternyata Inge tetap mengira akan mengadakan pesta, dan akhirnya saya katakan, “Ngga ada pesta Nge, tapi kalau mau mampir silakan. Kan kalian juga biasanya sibuk di akhir pekan. Tapi kalau bisa bertemu senang juga”.  Aku dan Inge terpaut 3 tahun, dia lebih tua. Tapi kami sama-sama anak pertama. Ibunya Inge adalah kakak mama, yang sudah sejak anak-anaknya kecil hidup menjanda di Cirebon. Hubungan antara Mama dan ibunya Inge (Tante Zus) ini amat kuat, sehingga terkadang jika mama ingin berbicara pada kakaknya, sering hanya berpikir saja, dan kemudian tak lama telepon dari Tante Zus ini akan bergema. Tante Zus waktu itu bekerja di BAT, jadi terkadang di sela jam kerjanya, dia menelepon Jakarta.

Inge adalah seorang kakak yang saya kagumi, yang saya amati dari jauh, dan menjadi panutan saya. Betapa dia sebagai anak pertama, bisa membantu ibunya, dan juga adik-adiknya melewati masa pertumbuhan, hingga sekarang semuanya menjadi “orang”. Gayam suaminya juga orang yang sangat baik, dan beberapa kali pernah aku temui di Tokyo, yang datang dalam rangka bisnis.

Jadilah Inge dan Gayam datang ke rumah saya, dan waktu itu saya sedang tidur, karena sakit kepala yang sangat mengganggu. Buru-buru saya bangun, begitu mbak Riana memberitahukan bahwa Inge datang. Ngobrol-ngobrol, kedua pasutri ini tidak mau makan yang berat, tapi kalau es krim, tidak akan menolak, karena mereka sangat cinta es krim. Jadilah aku bersama Gayam dan Inge pergi ke Senayan City untuk makan es krim. Oma (ibu saya) diajak tapi tidak mau pergi. (Memang sih kebanyakan orang semakin lanjut usianya, semakin malas untuk keluar rumah)

Sampai di Senayan City, aku teringat bahwa ada berita gerai MOS Burger Jepang yang dibuka bulan Desember lalu, entah di Senayan City, entah di Plaza Senayan. Yang pasti namanya ada”senayan”nya. Jadi sambil mencari-cari, Inge memperkenalkan toko es krim favoritnya. Wah bagaimana tidak enak, wong harganya juga enak sih hehehehe.

Puas makan es krim, kami naik ke atas, untuk mencari si MOS ini (niat banget ya?) . Ternyata tidak ada gerai MOS di sini saudara-saudara…. Sayang….
Tapi yang pasti aku dapat panenan, berupa koper (Trunk”) yang di jual di Main floor nya.

Sekitar jam 3 an, Inge dan Gayam pulang. Sementara saya mulai khawatir atas badan Kai yang agak demam.

Keesokan harinya, Senin 2 Maret, memang Kai sudah tidak begitu demam. Tapi daripada mengambil resiko, aku pikir lebih baik tetap saja dibawa ke dokter. Apalagi tanggal keberangkatan aku ke Yogya sudah semakin mendekat.

Sebelum jam 7, Opa mendaftar kan ke poli anak RSPP dan rupanya dokter poli anak itu mulai berpraktek pukul 8 pagi. Jadi Opa langsung menjemput kami di rumah untuk kembali lagi ke RSPP, karena kami mendapat nomor urut satu.

Meskipun nomor urut satu ternyata tidak membuat kita dipanggil pertama, karena filenya belum datang. Tapi waktu diukur suhu badan Kai, hanya 36,7… loh ya tidak demam. Tidak seperti Riku, kai selalu menangis jika harus diperiksa dokter. Diagnosa dokter saat itu adalah verdaag tiphus. Jika nanti malamnya masih demam, maka besok harus periksa darah. Langsung, sehingga dokter sudah memberikan lembaran kertas rujukan untuk ke laboratorium.

Setelah mengambil obat di apotik, kami pulang ke rumah…. (dan berjuang keras untuk memberikan obat pada Kai yang selalu meronta-ronta atau bahkan mengetahui bahwa dalam es krim yang diberikan itu terkandung obat….—pinter banget sih nih anak — hiks)

Hari ke 14 – Homecoming – Come to My Home

7 Mar

Hari ke 14, hari terakhir bulan Februari, 28 Februari 2009. Aku di rumah saja. Karena hari ini aku akan kedatangan banyak tamu. Bahkan secara tiba-tiba banyak saudara yang bertandang ke rumah, karena rumahnya ada saudara jauh yang akan menikah.

Tamu pertama aku adalah de Mascayo’s…. Mas Cahyo yang pengelola blog http://mascayo.com, istrinya mbak S dan si manis Zia. Mereka datang pukul 12:30 dan karena banyak anak-anak, aku membeli Mac Donald dengan maksud supaya anak-anak bisa makan bersama dan bermain. Eeee Zianya malu, anakku juga malu, begitu juga saudara-saudara yang lain Dharma, Sophie dan Kei. Jadinya tidak bermain malahan menonton video Ants. Kata Mas Cahyo, Zia itu mirip papanya, karena itu perlu kehadiran “pengencer” Mbak S nya hihihi. Sambil ngobrol ngalor-ngidul terutama soal perusahaan Jepang yang ada di Indonesia, kita mulai khawatir juga dengan hujan yang mengguyur di luar. Memang tidak lebat sih, tapi juga menahan dan membuat de Mascayo’s urung pulang. Jadi begitu hujan berhenti, Keluarga ini pamit pulang.

Setelah tamu pulang, aku sempat istirahat siang sebentar bersama Kai. Kai mulai demam dan rewel. Untung dia mau bermain dengan mbak Riana, yang memang dia sudah pernah bertemu sebelumnya waktu kami pulang Oktober lalu.

Tamu agung aku yang ke dua hari ini adalah ENDAYORI….. yang mengadakan pertemuan part 2 di rumahku. Tadinya aku memang berniat untuk masak masakan Jepang, paling tidak mau coba masak okonomiyaki. Tapi berhubung rumah di jkt ini bukan milikku, dan aku kurang tau penyimpanan barang-barang untuk memasak, dan jarak antara dapur dengan ruang tamu yang cukup jauh sedangkan masakan jepang itu paling enak kalau langsung dimakan setelah matang, jadi aku urungkan niat untuk memasak. Tema hari ini bukan pada makannya tapi justru pada ngobrolnya kok.

Yoga data ng kemudian kita menyusun menu untuk minta delivery. Tidak lama setelah pukul 7 malam, Ibu Enny muncul dengan memakai baju sutra berwarna biru yang manis. Dan tak lama sesudah itu lengkaplah kehadiran ENDAYORI dengan datangnya Daniel Mahendra. Dan ternyata kami juga kedatangan seorang tamu dari jauh, yaitu Mbak Noengki Prameswari yang kebetulan waktu itu sedang berada di Bandung dalam rangka tugas. Jadilah Endayori plus ibu dokter gigi yang manis ini.

Ngobrol punya ngobrol, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Pertemuan jilid dua sudah terlaksana dengan baik. Dan semoga masih ada pertemuan jilid berikutnya yang entah kapan akan terjadi lagi. Semoga saja bisa diadakan di Jepang, sehingga bisa saya masakin makanan Jepang.

Hari ke 13 – Reuni SMP thanks to FB

4 Mar

Ya, mau tidak mau saya harus mengucapkan terima kasih pada FB alias Facebook. Karena dengan adanya FB, terkumpullah alumni SMP saya dan kita bisa mengadakan reuni dengan sukses besar sepanjang saya reunian dengan teman SMP!!! 31 orang berhasil dikumpulin dan datang ke temu kangennya SMP Tarli yang diadakan tanggal 27 Februari (Hari ke 13) lalu.

Monica yang kirim sms-sms terutama pada mereka yang tidak punya account di FB, kemudian Joko U yang sebarin undangan di FB. Aku yang tentuin tanggal, dan akhirnya juga yang tentuin tempat. Tadinya aku sudah mau booking di Barcode. Sampai waktu di Bandung aku sudah berkali-kali telepon managernya, tapi tidak ada. Dan untung sekali, di sabtu itu aku dapat telpon dari Joko, bahwa teman-teman “berteriak-teriak” kalau akan diadakan di Kemang, Mereka sudah putus asa mendengar kata KEMANG, karena memang terkenal macetnya daerah itu. Padahal sebetulnya Barcode, ngga terlalu jauh dari mulut Kemang Raya, jadi menurut aku dan Wawam mustinya OK-OK saja.

But karena banyak yang komplain, akhirnya Senin aku putuskan untuk mengubah tempat ke Cafe Amor. (Untung banget telpon ke manajernya Barcode ngga nyambung ya?? Kalo ngga aku kan kudu telpon lagi untuk ngebatalin). Eeee ternyata si Intan punya teman yang orang dekatnya Cafe ini, dan dia yang akan arrange pemakaian Cafe Amor untuk 20 orang, dan akan disediakan LIVE MUSIC!… wah wah wah….

Aku sampai Cafe Amornya, hari Jumat tanggal 27 February 2009 (Hari ke 13 ), pukul 6 lebih. … malahan hampir setengah 7 malam. Karena aku mau bertemu dengan teman karibku, Adityana Kassandravati dan Devy yang sudah datang sejak pukul 5 katanya (ternyata mereka juga baru datang jam 6…untung aku udah bilang kalau jam 5 ngga bisa coba kalo aku datang jam 5 cengar-cengir deh sendiri). Adit, si psikolog yang sedang naik daun karena sering muncul di tipi ini membawa anak perempuannya, yang lahirnya cuma beda 3 hari dari Kai. Sayang juga aku tidak ajak anak-anakku ke sini…. tapi sekali lagi, kalau aku bawa berarti aku harus bersiap-siap tidak enjoy.

Dan benar saja, Adit juga terpaksa pulang lebih cepat karena sang Putri tidak betah berada di luar terus. Pastilah mengantuk lagipula di Cafe kan tidak ada mainan atau televisi yang bisa menghibur anak-anak balita. Devi juga harus pulang sehingga kloter pertama kurang dua orang deh.

Tapi kekhawatiran akan sepi acara reuni ini bisa terhapus, karena satu persatu mulai berdatangan deh. termasuk teman-teman yang benar-benar sudah 20 tahun lebih tidak bertemu. (Ya sejak lulus SMP gitu deh). Rameeee banget. Kalau duah kayak gini, ngga bakal deh bisa bikin acara lain.

Pemain musik yang harus memulai acara akhirnya menghubungiku, dan tanya kapan bisa dimulai acaranya. Waktu itu memang sudah 90% berkumpul dan sudah bisa dimulai acaranya. Jadilah aku memulai acara, meskipun aku tidak memegang jabatan apa-apa di reunian ini. Bu RT nya Monica, Pak RT nya Ucup, tapi keduanya malas bicara. Jadilah aku diangkat jadi JUBIR deh.

(baju putih singer profesional, baju hitam paranormal maksa jadi singer hihihi)

Emang udah biasa jadi MC jadi nyerocos aja deh tuh, termasuk menyampaikan berita-berita terkini dari teman-teman, lalu rencana pendirian perpustakaan oleh Sinta di daerah Cicalengka, sehingga menghimbau teman-teman untuk mengumpulkan buku-buku bekas. Kemudian menyampaikan rencana yang sebetulnya tercetuskan oleh Romo Ari (ya teman kita seangkatan ada yang menjadi Romo/Pastor) yaitu mengadakan Family Gathering di bungalow/villa… (Kayaknya terbentur lagi masalah EO nya…kagak ada yang mau hihihi… well… kalau aku bisa pulang Agustus sih OK aja, but untuk sementara waktu aku tidak bisa buat rencana mudik dalam tahun ini.

Akhirnya acara musik dibuka dengan lagu-lagu jadul angkatan 80-an, yaitu lagu-lagunya Vina deh. Berhubung yang lain malu-malu, jadilah MC yang seksi sibuk ini menjadi singer dadakan, hihihi. (Eh pertama kali loh aku nyanyi pake band…. biasanya karaoke. Rasanya sih kurang greget …abis aku memang bukan wanita penghibur sih —eits maksudnya entertainer loh)

4 orang di belakang panggung: me, wawam,intan dan monika yang pulang paling belakangan

::::::::::::::::::::::::

Ngobrol-ngobrol ngalor ngidul… akhirnya aku pulang jam 11:30 malam diantar oleh Wawam dalam hujan. Aku sengaja sebelum sampai di rumah, kirim sms dulu ke papa minta bukain pintu (suatu kondisi yang ngga akan bisa dan tidak mungkin terjadi di masa lalu) Padahal rumahnya Wawam di Radal tuh, sengaja banget muterin khusus untuk aku hehehe. Memang dia dari dulu selalu jadi Ketua kelas sih (dan aku selalu jadi wakil hehehe) jadi bertanggung jawab terhadap anak buahnya.

Well, meskipun ada beberapa yang tiba-tiba tidak bisa datang, boleh dikatakan acara reunian kali ini adalah yang tersukses sampai saat ini. Semoga pertemuan berikutnya bisa lebih sukses lagi. Terutama jika teman-teman yang tinggal di Amerika bisa bergabung bersama.