Kenali Sekitarmu

14 Mei

Salah satu cara untuk menikmati liburan adalah dengan jalan-jalan, jalan kaki atau naik sepeda di daerah sekitar rumah tinggal. Ini sering kami lakukan jika malas keluar rumah seharian, atau ada acara lain yang menyisakan waktu kosong hanya setengah hari. Ya antara lain Gen mengajak anak-anak pergi ke taman dekat rumah untuk menangkap kupu-kupu. Karenanya aku juga senang membaca tulisan bu Enny yang berjalan-jalan di daerah Toyohashi, di sekitar kampus anaknya, dan tetap enjoy. Berwisata tidak harus jauh dan mahal kok.

Tapi tanggal 6 Mei yang lalu, karena kami menginap di rumah mertua, tanpa membawa apa-apa, tanpa mobil, tanpa bat baseball, tanpa jaring kupu-kupu, kami mati kutu di rumah paginya. Seperti biasa kami memang tidak pernah bangun siang. Paling siang pun jam 9 pagi. Padahal tanggal 6 itu, pukul 9 pagi kami bahkan sudah selesai sarapan. Sarapan bermacam roti yang ibu mertua dan aku beli di toko yang berbeda-beda. Aku memang suka roti, jadi senang sekali bisa mencoba berbagai jenis roti. Kalau anggotanya banyak, kan roti bisa kita potong kecil-kecil untuk sekedar tahu rasanya. Makanya aku sempat upload foto di FB dan memberinya judul “Bread Day @Yokohama”, yang kemudian disangka sahabatku, Whita, Bread Day itu nama cafe di Yokohama 😀

berbagai jenis roti yang kami beli dan makan untuk sarapan pagi

Sesudah makan, anak-anak terus di depan TV, dan Gen merasa sayang kok hari yang cerah harus dilewatkan di dalam rumah. Di depan TV lagi. Jadi dia mengajak anak-anak pergi. Awalnya Riku tidak mau ikut, karena kakeknya tidak ikut. Kai sih sejak awal sudah semangat untuk jalan-jalan. Anak itu memang atlit deh 😀 Hmmm lalu aku merasa, mungkin kalau aku ikut Riku akan mau juga ikut. Dan tiba-tiba neneknya Riku, A-chan juga mau ikut. OK jadi kami berlima bersiap untuk jalan-jalan, osampo dekat rumah. Aku tak lupa membawa kamera dan dompet kalau-kalau perlu membeli sesuatu.

rumah-rumah sepanjang perjalanan. Ngeri ya nangkring gitu. Kanan bawah adalah peringatan jika terdengar sirine spy menjauhi sungai

Kami berjalan menyusuri sungai yang melintasi daerah Kohoku, jalan terus sampai akhirnya memotong highway yang biasanya kita pakai untuk datang/pergi ke Yokohama. Wah lumayan jauh nih jalannya. Tapi, sebenarnya kita mau ke mana sih?

Tadinya Gen pikir untuk menuju ke stasiun terdekat lalu pulang ke rumah naik kereta. Tapi A-chan bilang bahwa ada sebuah course jalan di dekat situ yang akhirnya akan menuju ke sumber air sungai. Jadi kami menuju ke tempat itu, saat itu saja kami sudah berjalan sekitar 3 km.

peta dan papan permulaan course jalan kaki sepanjang 8 km. Kiri bawah stroberi beruang, semacam raspberry yang tumbuh di sepanjang jalan. Kanan bawah bunga dari sebuah pohon yang besar

Ternyata memang ada course jalan kaki yang dibuat oleh pemerintah daerah, melewati taman-taman, apartemen yang semuanya sudah di pavement. Di sepanjang jalan ditanam pohon dan bunga-bunga, meskipun tidak terlalu teratur, cukup menghibur orang yang berlari/jogging lewat course itu. Aku sempat menemukan buah semacam raspberry yang namanya Jepangnya Kumaichigo (stroberi beruang). Atau menemukan burung pelatuk yang hinggap di pohon, terbanng berpindah dari satu pohon ke pohon lain. Course itu sendiri sepanjang 8 km, tapi kami hanya sampai di tengah-tengah kolam (sekitar 4 km).

akhirnya sampai di kolam luas dan sebuah rumah tradisional kuno

Kolam yang cukup luas itu sebagian dipenuhi oleh tanaman teratai dan bebek-bebek. Banyak lansia yang duduk-duduk di sekitar kolam sambil bercakap-cakap di bangku yang tersedia. Di situ juga ada rumah tradisional kuno yang dilestarikan. Matahari mulai tinggi dan panas! Riku sudah ribut bertanya, abis ini kita ke mana…. Memang sudah waktunya untuk makan siang, tapi waktu kami pergi ke restoran Italia yang ada di dalam taman, ternyata sudah penuh. Jadi kami mengarah ke stasiun untuk akhirnya masuk ke dalam restoran Jepang. Menu makanan juga sudah sedikit pilihannya. Yang kasihan pesanan Riku, yang sudah peko-peko (lapar berat), datangnya paling akhir 😀 Tambah manyun deh dia 😀

woodpecker 😉

Selesai makan, kami naik kereta dan pulang ke rumah mertua. Lumayan juga kami melewati 4 stasiun rupanya. Dan perlu diketahui rumah mertuaku ini berada di atas bukit, sehingga dari stasiun masih harus mendaki lagi ke atas 😀 Yang hebat si Kai, tanpa istirahat dia jalan terus loh… dan tidak mengeluh sama sekali.

Tadinya kupikir begitu sampai di rumah mertua, istirahat sebentar, lalu kami pulang ke Nerima. Makan malamnya di jalan pulang saja. Eh, ternyata istirahatnya kebablasan sampai akhirnya kami makan malam di yokohama lagi.

Tapi meskipun capek, puas rasanya bisa menaklukan daerah sekitar rumah dan terutama menaklukkan keinginan diri untuk bermalas-malasan di rumah 😀

Sailor Kid

13 Mei

Tanggal 5 Mei adalah hari Anak-anak Laki-laki di Jepang. Sebetulnya karena tanggal 3-4 Mei, kami sudah berada di Yokohama, bisa saja kami melanjutkan menginap di rumah mertua dan melanjutkan jalan-jalan di daerah Yokohama. Tapi karena tanggl 5 itu hari Minggu, Riku harus mengikuti sekolah minggu di gereja, dan aku pun harus hadir karena ada pertemuan orang tua murid dari anak-anak sekolah minggu. Kebetulan yang menjadi penasehat sekolah minggu adalah Pastor Ardy yang orang Indonesia, jadi tentunya aku harus memberikan support dong:D. Apalagi Kai yang kuajak ke gereja, karena merasa sudah akrab dengan pastor, dia duduk di sebelah kanan pastor 😀 Sok teu 😀

Setelah selesai mengikuti rapat sekolah minggu, Gen bergabung dan kami berjalan menuju stasiun. Kami memang mau memakai kereta api untuk jalan-jalan hari itu, dengan tujuan ke Minato Mirai di Yokohama. Parkir di Minato Mirai itu sulit dan mahal! Jadi lebih baik naik kereta yang lebih pasti. Setelah makan siang di Sukiya (restoran gyudon -nasi dengan tumis daging yang murah meriah), kami memulai perjalanan hari itu.

Untung saja kami datang di Yokohama Port Museum itu pas sebelum jam 2:30, jadi kami bisa ikut mendaftarkan anak-anak untuk mengikuti latihan memasang layar di kapal Nippon Maru, yang merupakan kapal pelatih. Untuk ikut acara ini sih gratis, tapi kami harus membayar harga masuk ke kapal seharga 600 yen untuk orang dewasa.

Latihan memasang layar untuk anak-anak

Tepat pukul 3:00 siang, kami berkumpul di geladak kapal dan karena pesertanya cukup banyak, maka orang tua tidak ikut memasang layar, cukup anak-anak saja. Itupun tidak semua layar dikembangkan. Hanya satu layar di bagian bawah. Kalau semua layar dikembangkan, katanya berbahaya untuk anak-anak karena harus memanjat. Yang diajarkan waktu membuka layar itu, bahwa menarik tali itu perlu banyak orang, tenaga dan keseragaman gerakan. Jadi ingat sih dulu waktu bermain ke sini waktu Riku masih kecil, kami melihat ‘pertunjukan’ mengembangkan layar oleh para kadet, dan indah sekali gerakan, juga  pemandangan layar terkembangnya.

bagian dalam kapal pelatih Nippon Maru

Sesudah acara memasang layar untuk anak-anak ini, kami bisa mengelilingi dalamnya kapal Nippon Maru. Memang Riku untuk kedua kalinya melihat dalamnya Nippon Maru, tapi Kai baru pertama kali sehingga dia mau melihat SEMUA, dan tertarik pada semuanya. Dia juga sempat bergaya mengemudikan kapal loh.

Riku dan Kai juga mencoba memakai baju kapten 😀

Setelah selesai, Gen dan anak-anak masuk ke museum pelabuhan Yokohama yang persis terletak di depannya (harga karcis 600 yen tadi sudah termasuk tanda masuk ke museum juga). Aku beristirahat di pelataran depan Nippon Maru sambil memotret yang bisa dipotret. Lama-kelamaan terasa dingin karena angin mulai bertiup, dan aku baru sadar bahwa jaketku ketinggalan di restoran Sukiya tadi :D. Untung masih ada syal, sehingga cukuplah untuk menutup leher.

Kembali berjalan ke stasiun, kami melihat bahwa di rotari sekitar tangga ada seniman jalanan  daigeido 大芸道 sedang bermain dengan api. Cukup menarik yang dibawakan sehingga cukup banyak orang yang berkumpul. Karena Kai kecil dan tidak bisa melihat, dia digendong papanya di pundak sehingga bisa menonton, sedangkan Riku sudah menyelinap ntah ke mana untuk menonton. Aku akhirnya naik tangga dan menonton dari atas. Ah, aku memang suka Yokohama! Kota pelabuhan yang modern dan bernafaskan luar negeri (baca: western).

menonton atraksi seniman jalanan

Setelah si seniman selesai, seperti halnya pengamen di sini, dia mengumpulkan uang, tapi bagi yang mau memberi saja. Aku lihat Riku diberikan uang oleh papanya, dan dia pergi ke kerumunan orang untuk memberikan kepada si seniman. Setelah itu kami berjalan ke stasiun dan naik kereta untuk pulang…. ke rumah mertua karena esoknya tanggal 6 Mei juga libur. Dan acara kami tanggal 6? nanti kutulis terpisah ya 🙂

 

Liburan Tanpa Rencana

9 Mei

Memang bukan baru kali ini sih, deMiyashita berlibur tanpa rencana. Sering! Kami namakan Nariyuki 成り行き : Jalan seenaknya kemana kaki (dalam hal ini biasanya sih mobil) melangkah. Nah pada libur Golden Week part 2 yaitu dari tanggal 3-4-5-6 Mei, kami juga nariyuki lagi deh. Tapi yang pasti Riku ingin menginap di rumah kakek-neneknya di Yokohama pada tanggal 3 Mei, jadi kami pergi ke Yokohama hari itu. Memang Riku amat sayang pada kakek-neneknya, dan hanya untuk datang saja, dan berada bersama mereka, Riku sudah senang. Aku pun bahagia melihat anak-anak sayang pada kakek-neneknya. Ternyata cukup banyak loh orang Jepang (ibu-ibu Jepang) modern yang tidak suka mempertemukan anak-anak mereka pada mertuanya (orang tua suami). Heran ya? Tapi itu kenyataan 🙂

 

berburu kupu-kupu di dekat rumah

Tapi sebelum berangkat ke rumah mertua, aku mesti siap-siap barang yang mau dibawa, sehingga Gen mengajak anak-anak mencari kupu-kupu di sekitar rumah kami. Lumayan dapat satu jenis kupu-kupu yang belum kami punyai specimennya yang ditangkap Riku. Kai juga sempat menangkap kupu-kupu tapi dilepas karena sudah punya specimennya. Setelah kembali ke rumah baru kami pergi ke Yokohama pada tanggal 3 Mei dan menginap di Yokohama. Tapi sebelumnya aku sempat mampir ke rumah adikku yang juga tinggal di daerah Yokohama untuk mengantarkan makanan Indonesia yang kumasak beberapa hari sebelumnya. Maklum dia wanita karir dan tidak masak sendiri, dan sebagai kakak yang baik…. hehehe. Sesampai di rumah mertua, kami makan malam bersama dan tidur. Nah keesokan harinya, cerah sekali. Sayang kalau dilewatkan di rumah saja, sehingga kami sepakat keluar rumah. Ntah kemana yang penting keluar rumah.

Kami mengarah ke semenanjung Miura. Tadinya kami ingin pergi ke Anjin, mungkin kalau pernah nonton film Shogun, orang Inggris yang bernama Wiliam Adams yang diceritakan pada film itu nama Jepangnya Anjin san. Nah konon di tempat itulah dia membangun kapal untuk pulang. Sayang kami tidak sampai ke sana karena berhenti-berhenti di tempat lain. Nanti lain kali ingin juga melihat daerah yang bersejarah itu.

kupu-kupu dan laba-laba yang kutemukan di taman PA Yokosuka. Kiri atas, mobil reklame dengan minuman kaleng di atasnya. Kanan bawah tempat charge utk mobil listrik

Tempat perhentian pertama kami adalah Parking Area dari highway di Yokosuka. Tempat para supir beristirahat makan, minum atau pergi ke toilet. Ada dua hal yang menarik kami temukan di PA ini, satu adalah adanya sebuah kolam tempat capung-capung berkumpul. Aku menemukan kupu-kupu cantik di sini. Ini merupakan fenomena menarik yang aku pelajari dari Jepang, yaitu meskipun mereka membangun fasilitas gedung untuk manusia, mereka tetap membiarkan beberapa tempat alami untuk habitat yang ada di situ. Kadang malah dibuat taman yang indah di sampingnya. Orang Jepang memang top dalam hal memadukan kedua unsur ini, buatan dan alami.

Yang kedua adalah tempat charge untuk mobil listrik. Aku takjub melihat bahwa mereka pun sudah menyediakan jasa seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana cara pembayarannya, apakah dihitung per waktu atau per energi yang dicharge. Maklum belum punya mobil listrik sih. Nanti ya kalau sudah punya, aku tulis 😀

Setelah istirahat di PA Yokosuka, kami melanjutkan perjalanan, lalu keluar tol…dan menemukan ada sebuah signboard yang bertuliskan “Tempat kupu-kupu”. Wah rupanya sebuah perusahaan LP gas bernama Sagami yang  membuat semacam museum kupu-kupu. Lumayan bagus untuk tingkat perusahaan (bukan pemda atau pemerintah). Suatu kontribusi bagi pengetahuan dan alam. Beberapa kupu-kupu yang dipajangkan berasal dari seluruh dunia. Sayang kalau difoto, lampu ruangan memantul sih, jadi tidak bisa membuat banyak foto di situ. Tidak sampai 30 menit kami di situ tapi Gen merasa senang sekali. Maklum memang melihat kupu-kupu itu hobinya. 

Museum kupu-kupu milik perusahaan Sagami. Lihat gambar kanan atas itu terbuat dari syaap kupu-kupu yang sudah mati, dari sbeuah negara di Afrika.

Melanjutkan perjalanan dan di kanan jalan kami menemukan papan “Ootawa Azalea Hills“. Mumpung sudah dekat, dan kami tidak tergesa-gesa, kami memutuskan untuk mampir. Dan untung saja kami mampir, juga dengan membawa jaring penangkap kupu-kupu, karena bukit ini indah sekali. Sepanjang mata memandang bunga Azalea di mana-mana. Lagipula dari atas kami bisa melihat kota Yokosuka membentang di bawah. Tentu saja aku menikmati waktu untuk memotret macam-macam yang bisa menjadi obyek kameraku.

Bukit Azalea Ootawa. Capek menaiki tangga ke atas, tapi pemandangannya indah. Di bagian atas ada tempat untuk piknik bagi yang mau. Masuk ke taman ini gratis

Waktu pulang menuju parkir, kami melihat ada kupu-kupu berwarna hitam yang terbang cepat. Hebat juga si Riku bisa menangkap kupu-kupu yang sedang terbang itu.

Dari bukit Ootawa itu kami menuju ke arah pantai, karena katanya di daerah itu (Nagai) ada pelabuhan ikan. Tapi sebelum itu kami menyusuri jalan sambil mencari rumah makan yang buka karena sudah waktu makan siang. Untung saja ketemu satu restoran Jepang, yang menunya hanya satu (tidak bisa pilih yang lain). Yaitu set nasi, sashimi dan ikan goreng untuk dewasa, dan nasi + sashimi maguro untuk anak-anak. Riku tentu sudah makan ukuran dewasa (dan kurang :D) sehingga kami memesan untuk  3 dewasa + 1 anak-anak.

Setelah selesai makan, kami bermain di pantai yang rupanya cukup dalam, tanpa pasir. Tapi airnya bening sekali. Ada sih sedikit sampah seperti bekas botol minuman dan plastik,tapi sedikit sekali. secara keseluruhan tempat itu bersih. Tapi tentu saja anak-anak lebih senang bermain di pasir.

Pantai buatan yang cukup dalam, tanpa pasir tapi bersih

Setelah puas bermain air, kami bergerak lagi menuju pelabuhan ikan. Rupanya ada pasar ikan tapi kecil. Dan karena kami takut ikannya busuk dalam perjalanan, kami tidak membeli ikan. Tapi kami membeli cumi-cumi bakar yang dijual di situ. Cumi-cuminya segar sehingga dagingnya tidak keras waktu dibakar. Riku suka tapi kami cuma beli satu. Itu saja harganya 300 yen (30.000 Rp).

Memang kami bisa melihat pemandangan pelabuhan di situ, yang tentu tidak sekotor/sebau di pelabuhan Sunda Kelapa. Tapi menurut Gen masih lebih besar dan lebih bagus pelabuhan Sunda Kelapa (wah baru ingat belum tulis nih…hampir setahun lewat hehehe). Ya memang pelabuhan ikan ini kan minor, tidak besar.

Pelabuhan Ikan Nagai. Kanan atas jepitan jemuran untuk menjemur ikan kering.

Karena sudah sore, aku mengajak Gen pulang saja ke Nerima. Tadinya kami berniat kembali dulu ke rumah mertua, tapi takut macet dan kemalaman, jadi kami langsung pulang ke rumah. Kami tidak bisa menginap lagi, karena tgl 5 (minggu) kami harus ke gereja pagi jam 9. Riku harus mengikuti Sekolah Minggu dan aku ada pertemuan dengan orang tua murid Sekolah Minggu.

Liburan kami tanggal 3 dan 4 berakhir dengan menyenangkan padahal tidak terencana dengan baik. Hal ini menyimpang dari kebiasaan orang Jepang pada umumnya yang apa-apa direncanakan secara mendetil. Ya,seperti Arman yang sedang merencanakan liburan musim panasnya di Canada. Bagus sih, cuma terkadang menyusun rencananya saja sudah capek duluan 😀

Teman-teman suka berlibur terencana atau nariyuki seperti kami?

Bukit Azalea Ootawa, Yokosuka

 

pantai Nagai, Yokosuka

Gender Free

8 Mei

Aku sering mendengar kata ini dalam masyarakat Jepang, gender free... tapi kalau cari dalam huruf alfabet, tidak akan ketemu, karena ternyata kata “mirip” bahasa Inggris ini adalah Wasei Eigo 和製英語 Japlish, buatannya orang Jepang saja. Kalau mau tahu tentang Japlish bisa baca di sini. Soalnya kalau kita telaah dalam bahasa Inggrisnya akan terasa aneh. Gender = sex, jenis kelamin, sedangkan free artinya bebas. Bebas sex? Sex Bebas? weleh weleh nanti bisa kepikirannya free sex lagi 😀 Jadi kalau diperhatikan  “bebas jenis kelamin”, artinya tidak tahu dia itu berkelamin laki-laki atau perempuan.

Padahal maksudnya gender free itu adalah menghilangkan batasan-batasan yang dibuat oleh masyarakat yang dipatenkan pada jenis kelamin tertentu. Misalnya : laki-laki bekerja di luar sedangkan perempuan di rumah. Perempuan pakai make up, sedangkan laki-laki tidak. Perempuan pakai rok, sedangkan laki-laki celana panjang dsb dsb. Dan ya memang sekarang di Jepang banyak pula laki-laki yang pakai make up dan rok! (Bisa juga baca transgender di sini)

Mau tidak mau tadi pagi aku mengatakan soal gender ini kepada Riku. Jadi ceritanya Riku amat senang dengan set peralatan menjahitnya, sampai tadi pagipun dia masih berlatih menjahit. Lalu dia mengatakan pada papanya yang sedang duduk di meja makan.
“Riku mau kasih hadiah set peralatan jahit seperti ini ke Achan deh (Achan adalah panggilan kesayangan kepada bapaknya Gen – kakek)”
Lalu Gen menjawab, “Achan pasti tidak suka!”
“Kenapa?”

Lalu aku tahu bahwa Gen juga pasti tidak akan menjelaskan lebih lanjut, jadi aku yang menjelaskan pada Riku:
“Riku, sekarang Riku perlu belajar menjahit, perlu belajar macam-macam pekerjaan karena jaman sekarang ini ada kemungkinan kamu tidak menikah. Banyak orang yang akhirnya tidak menikah dan hidup sendiri. Jadi harus bisa semua. Sedangkan jamannya Achan, ada yang namanya gender, ada kebiasaan dalam masyarakat bahwa laki-laki bekerja di luar rumah dan tidak masak, tidak menjahit… karena pekerjaan itu adalah pekerjaan perempuan. Sekarang beda, dulu beda. Jadi kamu tidak bisa menyuruh Achan untuk menjadi seperti kamu di jaman ini dengan membelikan peralatan menjahit. Achan mungkin sudah bisa menjahit kalau perlu, tapi tidak dengan sukarela menyukai pekerjaan menjahit. Masih oldefo… kuno”

Sambil mangut-mangut Gen mengatakan,… iya ya, jaman berubah. Dan kupikir memang jaman berubah (terus). Bukan lagi tentang feminisme yang didengungkan wanita yang mencari kesamaan hak, tapi memang sudah harusnya begitu. Karena kalau tidak, kalau masih kolot, tidak akan bisa survive. Tidak bisa bertahan hidup!

Sebagai tambahan cerita, Kai sebetulnya ingin masuk latihan sepak bola di TK nya. Kalau ikut kegiatan ekstra kurikuler begitu, kami harus membayar tambahan 6300 yen perbulan. Dulu Riku juga ikut, tapi kebanyakan bolos, padahal mamanya bayar terus 😀 TAPI lucunya tahun-tahun ini tidak ada lagi pemberitahuan soal ekstra kurikuler sepak bola. Biasanya ada semacam pamflet yang membuka pendaftaran anggota baru. Aku heran dan sempat menanyakan pada seorang ibu. Katanya: “Sepak bola kan sekarang terkenal. Banyak anak perempuan juga yang mau ikut karena kemenangan tim sepakbola wanita Nadeshiko. Jadi langsung penuh. Banyak yang waiting list, tapi sepertinya tidak akan ada kesempatan untuk yang waiting list deh….” Di Indonesia? mungkin belum biasa ya?

Aku jadi teringat perkataanku pada Priskilla yang berkata, “Aneh ya aku mom, aku suka foto-foto tower seperti yang mommy ambil” Lalu aku bilang, “Aneh? Suka foto tower aneh dan menganggap seperti laki-laki? Gimana perempuan-perempuan yang suka manjat towernya? Kamu mau bilang apa tentang mereka? ” hehehe.

Tidak ada lagi yang aneh di sini, di Jepang. Meskipun aku masih sebal hilang kesempatan mengambil foto seorang laki-laki yang memakai rok panjang tipis seperti rok lilit di musim panas tahun lalu. Atau laki-laki yang mencukur alis mereka dan menggambarnya bagaikan perempuan! Harus bisa mengerti dan tidak menganggap aneh apalagi mendiskriminasikan mereka, meskipun berdoa sungguh-sungguh  jangan sampai anak-anakku seperti mereka 😀 (hush… prejudice lagi :D)

Back on Duty

7 Mei

OK, semestinya aku menulis yang lain, tentang Golden Week kemarin. Sudah setengah tulis tapi aku berubah pikiran ingin menulis tentang perasaanku hari ini dulu. Tentu saja tentang anak-anakku, my precious jewels.

Sore hari…. Riku menyelesaikan PR nya, lalu dia menunjukkan satu set alat menjahit yang kupesan lewat sekolah. Gurunya menyuruh anak-anak memperlihatkan pada orang tua, karena orang tua yang membelikan, dan untuk sementara waktu satu set itu akan ditaruh di sekolah untuk dipakai pada pelajaran PKK. Melihat satu set itu, aku rasanya ingin membeli juga, tapi ah… cukuplah dengan membuat “kotak alat jahit” sendiri, seadanya :D. Lalu Riku mengatakan ingin berlatih menjahit.

Jadi deh aku mengajarkan cara “mengikat” benang yang sudah masuk ke jarum, lalu cara membuat jelujur. Maklum anak lelaki, dia maunya langsung bisa, dan jelujurnya segede gajah. Tapi sudahlah nanti kalau sudah sering akan rapih juga. Dia ingin melihat hasil akhirnya, jadi kuajari membuat kantong yang nanti-nantinya bisa menjadi bantalan jika diisi kapas. Dia semangat untuk membuat bantalan tangan penyanggah tangan waktu menggerakkan mouse. Ok aku ajarkan dan dia lanjutkan sendiri.

Sementara itu Kai mendekatiku dan berbisik, “Ma …. aku kerja sama mama. Sehari bisa dapat uang berapa?”. Dia memang baru mendapat uang logam 500 yen beserta dompetnya dari neneknya. Waktu tahun baru juga mendapat uang, tapi waktu itu dia belum ada “nafsu” mempunyai uang, jadi dia berikan semuanya ke aku, dan minta dibelikan lego. Tapi, setelah itu mungkin dia melihat bahwa kakaknya punya banyak uang di dompet. Aku memang tidak memberlakukan uang saku, tapi “honor” bekerja ringan. Semisal dia pergi membelikan sesuatu untukku, aku memberikan “upah” 50 yen. Atau kalau aku mau membelikan snack, aku tanya, dia mau uangnya atau snacknya. Kadang dia minta uangnya, dan puasa snack. Dengan demikian dia bisa menabung dan membeli apa yang diinginkan sendiri. Nah, Kai ingin seperti kakaknya!

Lalu aku berkata pada Kai, “Kai, mama tidak mau bilang kamu dapat sekian kalau kerja sehari. Nanti mama ditangkap polisi karena mempekerjakan anak di bawah umur. TAPI kamu bisa ‘bekerja’ sedikit dan mama kasih ‘upah’ sedikit. Misalnya … hmmm seperti kemarin waktu Kai beli susu untuk mama di Toko Murata. ”
“Itu aku belum dibayar loh” (ingat juga dia hahaha).
“OK, mama kasih 50 yen ya….” (dan aku langsung berikan padanya, dan Kai masukkan ke dalam dompetnya dengan riang)
“Aku bisa kerja apa lagi?”
“Hmmm bagaimana kalau kamu bersihin kamar mandi, dan untuk kali ini mama kasih kamu 50, sesudah selesai ya….”
” Mau…mau… gimana caranya?”
Jadi deh aku mengajari dia bagaimana membersihkan bak dan kamar mandi. Sementara itu aku kembali ke kamar makan dan mengajarkan Riku… juga menyiapkan makan malam. Dan di kamar mandi terdengar suara-suara Kai yang sedang ‘bekerja’… ah dia sungguh-sungguh bekerja, bahkan sampai yang tidak kusuruh pun dia kerjakan. Aku begitu terharu dan ingin menangis 🙁  Ingin rasanya memberikan lebih dari 50 yen… tapi aku tidak mau memanjakan dia. Harus tetap menaati komitmen yang sudah kubuat.

Kai (5th) lagi bersihin kamar mandi

Bukan itu saja, setelah dia selesai dan melapor padaku, aku berikan dia uangnya, lalu aku kembali mengajari Riku yang hampir selesai ‘bantal’nya. Bagaimana menutup jahitan dsb. Dan selama itu aku melihat Kai, tanpa disuruh (dan tanpa minta upah) menyapu kamar makan huhuhuhu. Bantal selesai dan…

“Mama aku kerja apa lagi?”
“Aduh Kai, kalau kai terus-terusan kerja sama mama, uang mama habis! Dan kamu semua tidak dapat makan karena mama tidak bisa belanja! Jadi kalau bekerja sama mama, cukup 2 kali sehari ya. Dan uangnya, tergantung saat itu loh”
“Iya ma…”
“Emang Kai mau beli apa sih?”
“Lego…”
“Bukannya kaset DS?”
“Oh iya … kaset DS” (hihihi emang sebetulnya dia belum punya tujuan sih, hanya ingin bisa mempunyai uang)

Aku tidak tahu apakah cara ini benar atau tidak, tapi aku merasa bahwa anak-anakku pun perlu belajar bahwa untuk mendapatkan uang manusia HARUS bekerja. Dan mereka harus berusaha untuk mendapatkan sesuatu. Semoga dengan sistem uang saku seperti ini, mereka bisa belajar mengatur keuangan juga. Aku sampai dengan SMP tidak pernah mendapatkan uang saku. Jika mau sesuatu bilang ke orang tua, dan mereka akan menyediakan dengan “syarat-syarat” tertentu misalnya jika mendapat nilai 90 sekian kali, atau tunggu waktu natal/ulang tahun. Jadi aku memang tidak terbiasa memegang uang. Negatifnya, aku tidak pandai mengatur uangku sendiri, dan menyesal kenapa dulu orang tuaku terlalu “memanjakan”ku. Well, menjadi orang tua tidak mudah ya. Semua harus disesuaikan sesuai jamannya, sesuai sifat anak-anaknya, case by case.

Riku (10th) yang sedang belajar njahit 😀

Ok aku harus mengakhiri tulisanku sekarang, karena Kai mengajakku tidur. Aku sedang menikmati kemanjaan dari si bungsu, sebelum dia menjadi ‘mandiri’ seperti Riku yang sekarang sudah mulai ‘jauh’ dariku. Kai pun sudah tidak mau dicium-cium (di depan umum) ih…. sabishiiiii…. (feel lonely) 😀

 

 

Sumo Arena

3 Mei

Golden Week tahun ini kurang bagus urutannya. Maksudnya kurang bagus adalah tanggal yang tidak merah (sebanyak 3 hari) kena di hari biasa, sehingga tidak bisa libur berturut-turut tanpa mengambil cuti 3 hari. Kalau cuma 1 atau 2 hari, karyawan akan lebih mudah mengambil cuti daripada 3 hari, bukan? Jika urutannya bagus, ada yang bisa ambil libur sampai 10 hari berturut-turut seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini terpaksa Golden Week (GW) terbagi dua, bagian pertama yaitu tanggal 27-28-29 April dan bagian kedua tanggal 3-4-5-6 Mei.

Karena tanggal 27 dan 29 Gen harus kerja, kami akhirnya memutuskan untuk pergi berwisata di dalam kota Tokyo saja pada hari Minggunya. Tapi Riku harus mengikuti sekolah Minggu (padahal Sabtunya kami sudah ke gereja) di Kichijouji sampai pukul 11 siang. Jadi kami janjian bertemu di stasiun pukul 11 untuk bersama-sama pergi ke Ryogoku. Tujuan kami sebetulnya ada dua yaitu Sumo Arena (Ryogoku Kokugikan 両国 国技館) dan Tokyo Edo Museum. Dan perjalanan dari Kichijouji sampai Ryogoku ditempuh dalam 40 menit naik kereta lokal (berhenti setiap stasiun). Lumayan tidak usah ganti-ganti kereta lagi.

 

Stasiun Ryogoku ada cap tangan pesumo

Tapi kamu sampai di Ryogoku sudah mendekati pukul 1. Lapar, tapi menurut Gen ada kelas pembuatan teropong cermin sehingga kami buru-buru pergi ke museum Tokyo Edo Museum untuk bisa mendaftar. Tapi ternyata kami salah masuk, dan harus putar jauh sekali… memang museum ini besar sekali! Dan biasa, jika perut lapar rasanya tension semakin tinggi, kan? Kami akhirnya masuk ke Kokugikan saja (Sumo Arena), karena di situ ada bazaar yang menjual makanan khas pesumo yaitu Chanko Nabe. Kami membeli satu mangkuk chanko nabe seharga 500 yen, dan membawanya ke meja yang telah disediakan. BUT hari itu CERAH sekali, dan panas 25 derajat! Di bawah terik matahari, kami makan chanko nabe yang berupa sup panas… duh benar-benar tidak cocok deh 😀 Sementara aku dan anak-anak duduk, Gen mencari makanan lain yaitu yakisoba (mie goreng Jepang) dan takoyaki (octopus ball). Semuanya harus antri dan tentu tidak cukup untuk kami berempat, jadi aku membeli lagi satu mangkuk chanko nabe. Yang penting sudah ganjal perut deh.

panaaaaas 😀 silaauuuuuu 😀

Selesai makan kami masuk ke dalam Kokugikan. Tempat ini biasanya TIDAK dibuka untuk umum. Kalau mau masuk ke tempat ini ya harus menjadi penonton. Dan karcis menonton Sumo itu muahal jeh! Coba saja lihat tuh daftar harganya. Oh ya yang lucu dari tiket sumo itu, kita bisa membeli suatu “kapling” untuk 4 orang dan biasanya di situ duduk ala Jepang, alias di atas zabuton (alas duduk seperti cushion tapi lebih besar sedikit). Jadi tentu harus cari teman untuk bisa ber-4 atau ya bayar untuk 4 orang tapi pakai sendiri :D.

Begitu masuk memang ada beberapa stand yang menjual souvenir dan kegiatan membantu daerah-daerah terkena bencana di Tohoku. Tapi di situ juga ada boneka karakter sumo yang bernama Hakkiyoi Sekitorikun, jadi kami minta tolong staf untuk memotret kami. Di lobby masuk itu juga ada pertunjukan penyanyi-penyanyi yang membawakan lagu sebelum sumo dimulai. yang pasti sih bukan lagu pop 😀

berfoto dengan karakter sumo (bukan Angry Bird loh)

Lalu kami menuju tribun Timur, karena kami tahu bahwa ada tour backyard yang katanya akan mengantar kami melihat bagian belakang Sumo Arena. Harga karcisnya 200 yen untuk anak SD sampai dewasa. Kai tidak bayar. TAPI kami dapat giliran terakhir jam 3 sore. Masih ada waktu 1,5 jam yang harus dihabiskan. Jadi kami melongok ke dalam pintu yang terbuka, melihat arena sumo dari pintu keluar. Saat itu kami melihat ada orang-orang di bawah yang ambil foto. Kami juga mau ke sana tapi bagaimana? Mungkin perlu ijin lain ya? Jadi kami cukupkan dengan mengambil foto dari pintu atas saja.

panoramic sumo arena

Setelah itu kami pergi ke Sumo Museum yang menempati ruangan di sebelah depan utara. Museum ini menceritakan perjalanan Sumo Jepang lengkap dengan dokumen dan maket gedung sumo arena di beberapa tempat. Sayang kami tidak boleh memotret di dalam sini.

Setelah dari museum kami mengelilingi lagi arena bagian luar dan sampai pada bagian belakang yang ternyata ada pelayanan menuliskan  nama dengan kanji ala sumo di sebuah uchiwa (kipas bulat). Tulisan kanji ala sumo ini memang khas dan dipakai untuk menuliskan daftar pertandingan dalam sebuah musim. Agak bulat dan kotak. Rupanya kami bisa minta dituliskan namanya dengan membayar 1000 yen. Jadi kami minta untuk menuliskan nama Riku dan Kai. Penulis kaligrafi ini adalah Gyouji 行司 (judge atau juri). Aku baru sadar kok Juri juga menjadi penulis kaligrafi ya? Aneh.

 

minta dituliskan nama dalam huruf Kanji Sumo di uchiwa (kipas bulat)

Akhirnya sekitar jam 3 kurang 15 menit kami berkumpul untuk mengikuti tour backyardnya. Kami diantar melewati tangga dalam menuju ke tempat latihan para sumo. Seperti tatanan hidup masyarakat Jepang, di Sumo juga ada rankingnya. Yang paling top adalah Yokozuna, dan dia bisa berlatih di tempat paling ujung dan paling luas dibanding yang lainnya.

Di kamar latihan itu kami juga bisa melihat para Gyouji menulis daftar pertandingan sembari tidur. Rupanya memang begitu caranya supaya besar huruf bisa sama dan seimbang, seperti dicetak. Wah bisa jereng juga ya. Masih di ruang yang sama ada tiang kayu yang tinggi untuk latihan mendorong, serta di ujung ruangan ada WC dan kamar mandinya. Ukuran wc dan kamar mandinya sedikit lebih besar daripada milik orang biasa. Maklum badannya besar kan?

ruang latihan dan ruang gyoji

Setelah dari ruangan latihan, kami menuju ruangan Gyouji. Di sini dipamerkan baju/kimono yang dipakai para gyoji yang berbeda menurut rankingnya. Dalam sumo juga dibedakan grupnya dengan nama berakhiran ….beya (heya = kamar).

Dari situ kami menuju kamar wawancara, serta kamar penjurian yang cukup besar. Di situ terlihat daftar pertandingan dari tahun 1985. Dalam kamar ini konon setelah pertandingan selesai, mereka langsung menentukan daftar pertandingan berikutnya, siapa melawan siapa.

Ternyata setelah kami melihat kamar penjurian, kami diantar masuk ke dalam arenanya. Horreeeee… Kami pikir karena namanya tour backyard, jadi cuma bagian luar saja. Ternyata masuk sampai arenanya juga. wahhh 200 yen menurutku murah sekali kalau begitu 😀 Untung saja kami bisa mengikuti kesempatan langka ini.

Sambil mendengarkan penjelasan mengenai tempat pertandingan, aku memotret segala sudut Sumo Arena. Kapan lagi, karena belum tentu kami bisa masuk ke sini lagi. Tempat bertandingnya sendiri terbuat dari pasir yang berasal dari Kawagoe, dan dipadatkan dengan air, tanpa campuran bahan lain, kemudian digerus hingga rata. Undakan itu berbentuk kubus dan didalamnya dipasang tali sebagai batas aduan. Kalau kaki keluar dari tempat ini tentu saja kalah.

sumo arena dari dekat

Di bagian atas arena pertandingan itu ada atap tanpa tiang yang melambangkan dewa-dewa Shinto Jepang. Semua ada artinya, karena Sumo sebetulnya bukanlah olahraga pertandingan tapi merupakan festival laki-laki untuk menyembah dewa. Jadi semua gerak dan tempat ada arti-artinya. Yang pasti perempuan tidak boleh menginjak bulatan tempat sumo bertanding. Alasannya bukan karena anti feminisme atau tidak menghargai perempuan tapi lebih ke tempat sakral yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang tertentu. Dan tentu saja karena sumo merupakan festival laki-laki, perempuan tidak boleh masuk. Masuk akal kan alasannya?

Setelah mendengarkan penjelasan, tour backyard pun selesai sekitar pukul 4:30. Cukup lama ya, satu setengah jam dan biayanya hanya 200 yen/perorang. Kami sempat berfoto dengan guidenya dan kemudian keluar arena. Di luar yang tadinya penuh dengan orang yang datang untuk makan, sudah sepi dan meja kursi sudah dibereskan. Mereka memang tutup pukul 5 sore.

Persis di seberang Sumo Arena ada terminal untuk naik water bus (ternyata bukan sea bus, karena kami menyusuri sungai bukan laut :D) . Kami berniat untuk naik boat ini dulu sebelum makan, dan untung saja rupanya dalam 2 menit lagi ada boat yang akan berangkat. Kami cepat-cepat membeli karcis seharga 600 yen/dewasa dan 300yen/anak. Kami menyusuri sungai Sumida sampai ke terminal Asakusa dan kembali lagi. Karena kami datang terakhir kami tidak mendapat tempat yang strategis untuk berfoto dalam boatnya. Tapi pas kembali tentu saja kami bisa memilih mau duduk di mana. Dan waktu berhenti di terminal Asakusa itu, kami bisa melihat Sky Tree persis di depan kami. Disanding dengan langit yang biru, pemandangan saat itu benar-benar indah. Aku tadinya cukup takut naik boat, tapi kelihatannya sekarang sudah makin berani deh. Bisa pindah-pindah dalam boat hanya untuk mendapat posisi bagus untuk memotret 😀

sky tree dari sungai sumida

Setelah kami kembali ke terminal Ryogoku, kami mencari restoran untuk makan malam. Chanko nabe yang kami makan sudah tidak tersisa, dan membuat perut kami keroncongan. Tapi Riku ingin sekali makan es serut kakigori di stasiun kereta, jadi kami berdiri lama di depan toko dalam gedung stasiun yang menjual macam-macam. Yang mengherankan pelayan toko membagikan kue sakura mochi untuk semua orang yang lewat di depan tokonya, gratis! Suatu cara untuk mengundang tamu. Belum lagi aku membeli draught beer di situ, yang mustinya harga 500 yen ehhhh dikasih dua gelas, jadi cuma 250 yen/gelas. Memang jam 5lewat di daerah itu sudah mulai sepi pengunjung.

Sebetulnya Riku ingin makan di toko itu, tapi aku dan Gen pikir kalau masuk ke toko itu bisa-bisa habis 10.000 yen untuk makan dan minum. Jadi kami bermaksud mengelilingi stasiun mencari tempat makan yang murah saja. Nah, di situ Gen melihat ada tempat cukur rambut seharga 1000 yen (cukup 10 menit) jadi aku dan anak-anak makan dulu, sementara Gen cukur dan baru setelah itu bergabung.

Pepper Lunch. Lihat sumpit yang dipegang Kai, mengandung magnet, sehingga tidak jatuh

Toko murah yang kami masuki adalah Pepper Lunch, (sepertinya di Jakarta sudah ada), sebuah toko steak dan hamburger murah dengan sistem membeli karcis makan dulu. Aku pesan steak dan ayam panggang berdua dengan Kai, sedangkan Riku pesan hamburger. Lumayan juga makan di sini, tapi masih lebih murah makan di Yoshinoya gyudon sih hehehe.

Demikianlah kami menghabiskan GW part 1 dengan melihat salah satu kebudayaan Jepang yang sudah ada sejak zaman kuno.

 

Madame Tussauds Tokyo

30 Apr

Seperti yang sudah kutulis di posting tentang Legoland, aku membeli karcis masuk kolaborasi dengan Madame Tussauds Tokyo, yang letaknya persis sebelahan dengan Legoland, yaitu di lantai 3 mall DECK, Odaiba. Memang sih karcis itu berlaku sampai 30 hari, jadi tidak perlu pergi hari itu juga. Tapi kami pikir ngapain tunda-tunda lain hari, mumpung sudah di situ. TAPI belum tentu anak-anak suka ke museum Madame Tussauds ini. Jadi setelah makan siang, kamu ajak anak-anak ‘mampir’ ke Madame Tussauds dengan janji ‘cuma 15 menit’ dan setelah 15 menit kita akan ke Legoland lagi –nyambung main.

Matsuko Deluxe

Waktu kami masuk, sepi sekali tempat ini. Sebelum naik lift kami disambut dengan patung lilin MATSUKO Deluxe マツコデラックス, artis Jepang yang aslinya laki-laki (bisa baca di Hari Terjepit untuk Transgender). Ternyata ngga gede-gede amat badannya, soalnya kalau di TV bayanganku tinggi besar seperti pesumo 😀

Kami naik ke lantai 6 dengan lift dan begitu lift membuka disambut oleh Bruce Willis. Ho ho… sayang kesempatan kita berfoto singkat waktunya dan ruangannya sempit untuk bisa memotret satu badan (kecuali si pemotret di luar lift. Jadi yang kena foto dengan BW ini cuma Kai karena dia yang terdekat berdirinya.

Kai dan Bruce Willis

Setelah kami keluar lift nah, kami disambut oleh Johnny Depp deh. Memang di atur seperti ada red carpet dan begitu kami melangkah ke sana ada suara-suara dan lampu blitz. Di situ juga dipasang kamera yang otomatis mengambil foto kami bersama Johnny Depp dan dijual di pintu keluar. Untuk dua lembar (padahal pose dan komposisi berbeda) kami ‘cukup’ membayar 1800 yen. Padahal kami juga bisa mengambil dengan kamera kami sendiri, bahkan staff yang ada juga sudah mengambilkan foto kami. Tetap saja takut jika hasilnya buruk atau tidak jelas. Tapi untunglah semua pemotretan di tempat-tempat wisata seperti begini (baik lego, Madame Tussauds dan Disneyland) tidak pernah memaksa. Silakan beli kalau mau, kalau tidak juga tidak dikejar-kejar 😀

Red Carpet with Johnny Depp

Setelah selesai berfoto dengan Johnny Depp, kami memasuki ruang bulat yang berdirilah Lady Diana, Pangeran William dan Kate, lalu di situ juga ada kursi keratuan Inggris. Kami dipersilahkan memakai mantel bulu dan mahkota yang disediakan, lalu boleh duduk di kursi itu. Katanya, “Nikmatilah kursi ini seakan-akan Anda Ratu”. Memang oleh staff di bawah, kami diberitahukan bahwa kami boleh memegang patung-patung lilin itu asalkan tidak mendorongnya. Jadilah kami (terutama aku dan Sanchan) tidak mau melewatkan kesempatan untuk berfoto. Kebetulan juga masih sepi, sehingga kami bebas bergaya.

Mantan PM Koizumi dan Presiden Obama

Di ruangan yang sama juga ada Dalai Lama, mantan PM Jepang Koizumi dan presiden Obama. Wah rasanya aku ingin meniru gaya Mas Nug yang angkat kaki di mejanya. Sayang aku pakai rok sehingga tidak pantas untuk angkat kaki :D.

Setelah itu kami memasuki wilayah Sport. Patung lilin yang ditampilkan di sini adalah Darvish, pegolf Ishikawa Ryo, figure skating Asada Mao, pebalap Ayrton Senna, pemain bola Miura Kazuyoshi, Lionel Messi dan David Beckham. Eh ada pesumo juga tapi aku lupa namanya 😀

tokoh-tokoh olahraga

Sesudah dari wilayah Sport, masuklah kami ke ruangan selebriti. Dimulai dengan Maryln Monroe dengan gaun merah. Ternyata dia kecil sekali saudara-saudara. Bukannya kecil langsing, tapi juga tidak tinggi untuk ukuran negara sono.

Lalu yang kurasa juga kecil tuh Madonna dan di tempat Madonna diletakkan wig dan korset yang boleh dicoba jika mau. ho ho tentu saja kami coba, tapi maaf foto untuk konsumsi pribadi hahaha. Waktu kami mencoba wig itulah tiba-tiba anak-anak membawa bermacam wig, termasuk Kai dengan wig Elvis dan topinya Michael Jackson. Ah, anak-anak ini ternyata enjoy juga di sini, sehingga yang tadinya CUMA 15 menit, menjadi 1 jam lebih 😀 Mereka juga mengeksplore tokoh-tokoh dunia yang ada.

Kai dan Riku bergaya

Selain foto-foto dengan wig, kami juga tidak bisa memperlihatkan foto kami dengan aktor George Clooney yang menjadi idola para wanita. Takut nanti kami dilempari telur busuk oleh mereka karena kami berani-beraninya merangkul dan menc*um pipinya 😀 Eh TAPI si George Clooney itu TINGGI BESAR deh, lihat saja sofanya… aku duduk di situ saja kakinya melayang dan terlihat kecil kan 😀

George Clooney yang tinggi besar. Lihat kakiku nggantung 😀

Ada Leonardo diCaprio yang tinggi besar…(Kupikir dia kecil loh hehehe ternyata gede bo…), lalu ada si pretty woman Julia Roberts, ada Richard Gere, ada spiderman, ada juga anggota AKB yang sorry aku tidak hafal namanya 😀 Tapi di situ yang kurasa paling bagus fotoku adalah waktu minta bonceng si Kang Tom Cruise naik sepeda motornya 😀 Aku dan Sanchan bilang, “Coba ada kipas angin yang bisa membuat rambut tergerai seakan2 benar-benar naik motor” hahaha. Maunya sih gitu ….

Kang Tom ganti profesi jadi ojek

Di arena selebriti aku suka melihat foto Riku dengan Jackie Chan, atau anak-anak menaiki sepedanya ET yang sama sekali tidak mereka kenal. Wong ET itu ada waktu aku kecil…. hehehe.

ET dan Jacky Chan

Dan sebagai foto penutup di ruang selebriti kami berfoto dengan Lady Gaga deh.  

Setelah dari ruang selebriti, kami memasuki ruang tokoh yang menampilkan cara pembuatan patung lilin, juga sempat berfoto dengan alm Steve Jobs dan Einstein … moga-moga ketularan pintarnya 😀

bersama orang-orang pintar

Sayang lama-lama pengunjung bertambah banyak, sehingga kegilaan kami tidak bisa tersalurkan lagi. Cuma kami yang bergaya aneh-aneh di situ. Orang Jepang terlalu jaim sih… eh tapiiiii aku bisa ikut aneh-aneh karena ada temannya si Sanchan. Mungkin kalau bukan dengan Sanchan aku juga jaim deh 😀 Makasih ya Sanchan 😉

Museum Madame Tussauds Tokyo ini baru saja dibuka tanggal 15 Maret, sehingga masih baru dan masih kosong. Mungkin masih belum banyak yang tahu soal museum ini. Tapi ada juga penilaian orang Jepang yang mengatakan, “Ah di museum itu cukup 15 menit saja kok. Terlalu mahal (1900 yen) untuk waktu yang singkat…” Hmmm pasti dia cuma lihat-lihat saja tanpa foto-foto deh… atau… dia tidak suka infotainment 😀

Breakfast with Audrey Hepburn

Harga karcisnya 1900 yen jika membeli di loket pada hari itu, tapi kalau beli online hanya 1450 yen. Keterangannya bisa dibaca di website resminya. Saya sarankan kalau mau datang ke Madame Tussauds, datanglah pada hari biasa siang hari, dan kamu bisa narsis dengan patung lilin artis/aktor idolamu dengan santai.

NB: Pengumuman hasil GA TE BD5 ada di sini.

GABAN

24 Apr

Tadi siang akhirnya gurunya Kai, Haruka Sensei yang cantik luar biasa itu datang ke rumahku. Benar-benar cuma sepuluh menit dari jam 14:40 sampai 14:50. Dia tidak sempat minum teh dan makan kue buatanku yang sudah kusiapkan. Aku benar kagum padanya yang baru berusia 21 tahun, tapi shikkari shiteiru (matang, dewasa, tegas) tapi sabar dalam menghadapi murid-murid TKnya. Juga waktu dia bicara denganku, terlihat dewasa. Sambil berbicara begitu aku tak bisa berkedip memandang bulu matanya yang panjang dan lentik. Waktu sensei sudah pulang, aku bilang, “Kai, guru Kai cantik dan baik ya… Duuuh bulu matanya panjang sekali…” Lalu mau tahu apa yang Riku bilang? “Alah ma,… paling juga bulu mata tempelan!” hahaha… memang sih aku belum pernah lihat orang dengan bulu mata sepanjang itu. Benar-benar kayak boneka deh. (Dan aku tidak berani minta foto sama dia hehehe… nanti ya kalau udah akrab)

Oh ya, sesudah sensei itu pergi, aku juga meminta Kai untuk pergi belanja sedikit untukku. Sendiri! Hajimete no otsukai 初めてのお使い yang pernah kutulis juga di First ErrandOtsukai berasal dari kata tsukau =pakai. Jadi Otsukai = dipakai untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan orang lain, atau untuk kepentingan orang lain/kantor/organisasi. Aku minta dia membeli bohlam di toko Murata. Uang dan contoh bohlam kumasukkan dalam tas kecil. Dia bersemangat sekali dan langsung pergi ke toko Murata yang berada di ujung jalan yang sama dengan apartemenku. Tapi harus menyeberang jalan kecil satu kali, jadi aku wanti-wanti bahwa dia HARUS memperhatikan lampu lalu lintasnya. Dan meskipun hijau, tetap harus lihat kanan kiri, karena sering ada yang nyelonong tanpa memperhatikan lampu merah. Pokoknya wanti-wantinya banyak deh 😀 Aku sebetulnya tidak mau parno… hehehe eh tapi aku perhatikan dia pergi ke toko itu dari beranda apartemenku di lantai 4. Dan lucunya begitu dia sampai di depan toko Murata itu, dia langsung kembali lagi tanpa masuk. Loh kok? Dia pulang dan berkata, “Maaaaaa toko Murata tutup!” hehehe padahal biasanya buka terus loh. Well, aku yakin deh dia sudah bisa pergi sendiri. Anshin!

Kai berjalan sendiri… aku ‘ngintip’ dari atas hehehe

Sesuai judul postingnya, aku mau menulis tentang GABAN. Kata ini keluar di tulisannya mas NH18 yang ini, dan sebetulnya tidak akan menjadi topik postingan di TE jika, pakdhe Cholik tidak menanyakan: “Gaban itu artinya apa?”

Seperti yang dijelaskan oleh mas NH di jawaban komentar itu bahwa: “Gaban itu artinya besar”…. aku juga tahunya begitu. Tapi samar-samar aku tahu bahwa Gaban itu adalah nama “raksasa” sehingga orang Indonesia menyebutkan Gaban untuk mengganti kata besar. Tapi apakah benar? Dan raksasa apa sih Gaban itu?

Setahuku Gaban itu dari bahasa Jepang. TAPI, jika mencari GABAN begitu saja baik dengan tulisan katakana ガバン atau huruf latin GABAN, yang keluar nomor satu di situs pencari adalah MEREK LADA PUTIH! Ya Anda bisa menjumpai kaleng bertuliskan GABAN di semua restoran ramen (mie) di Jepang, karena bagi orang Jepang jika mau memberi rasa pedas, tambahkanlah pepper/ lada.

Tentu bukan GABAN yang lada putih itu yang menjadi sumber kata gaban yang berarti besar di Indonesia, bukan? Sempat sih bertemu salah satu monster yang bernama Gaban, tapi kok tidak terkenal ya? Lalu aku tanya ke Gen, tahu GABAN ngga? Dan dia bilang, “Pasti GYABAN 宇宙刑事ギャバン (film seri TV Asahi, rilis th 1982) deh, memang karakter itu terkenal dulu!” Dan ternyata waktu aku googling dengan kata kunci “sebesar gaban” keluar deh kata aslinya. Space Sheriff Gavan atau Space Cop Gavin yang menjadi GABAN dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada tambahannya:

Indonesia and Malaysia’s screening of Gavan (translated as Gaban) on local TV has gained itself a cult following, and the word Gaban itself has become a meme. It’s used after adjectives to give an image of bravery e.g. “sebesar Gaban” (“as big as Gaban”, epically big) or “Gaban betul” (“truly Gaban”, really brave).

Tapi emangnya benar Gaban ini besar ya? Aku sendiri tidak menonton jadi tidak tahu, tapi menurut wiki tingginya 200cm dengan berat 90 kg, dengan kekuatan lompatan 150 m. Wah ya untuk ukuran manusia memang besar ya. Film seri Gaban ini kemudian pernah menjadi film bioskop dengan judul Gokaiger vs Gavan th 2012.

GYABAN dalam bahasa Jepang, GAVAN dalam bahasa Inggris, dan GABAN dalam bahasa Indonesia :D. Sumber foto: TV Asahi

Memang sih Jepang jago menciptakan karakter-karakter hero, pahlawan, dengan keistimewaan masing-masing, dan menjadi idola anak-anak Jepang. Waktu kutanya ke Kai dia paling suka hero yang mana, dia jawab Kamen Rider. Kalau Riku dia suka Ultraman Mebius, Gekiranger dan Kamen Rider Kabuto. Hmm Aku sendiri sama dengan Riku suka Mebius dan Gekiranger tapi tidak pernah suka Kamen Rider. Semakin ke sini rasanya tokoh-tokoh hero itu semakin lembek, semakin “genit” semakin tidak macho hehehe. Tapi ini kan pandangan seorang ibu. Kalau anak-anak (lelaki) pasti lain cara pandangnya 😀

Kamu suka pakai kata Gaban? Atau memang yang tahu kata Gaban itu angkatan 80-an saja? hehehe Yang mau tahu isi film GABAN ini silakan baca detilnya di sini.

 

Legoland Discovery Center Tokyo

16 Apr

Tulisan yang tertunda, mengenai liburan musim semi kami di awal April.

Setelah pergi nonton Doraemon bareng, aku janjian dengan Sanchan untuk membawa anak-anak ke Legoland Discovery Center yang terletak di Odaiba. Gen sudah lama ingin mengajak anak-anak ke sana sejak mengetahui dibukanya Legoland itu, tapi belum pernah terlaksana. Lucu aja, pas anak-anak ditanya, “Pilih mana Toshimaen (semacam Dufan dengan segala atraksinya) dan Legoland? ” Ketiganya menjawab dengan tegas, LEGOLAND!. Wah cocok deh Riku dan Kai dengan Yuyu, karena mereka bertiga suka lego. So, aku hunting karcis Lego via internet, karena aku tidak mau antri 😀

Dari web resminya, aku mengetahui bahwa dijual paket tiket kolaborasi dengan Madame Tussaud seharga 2500 yen untuk dewasa dan 2100 untuk anak-anak. Wah, lumayan juga potongan harganya, jadi kami berdua, aku dan Sanchan sepakat untuk pergi ke Legoland tanggal 1 April yang lalu. Karena tempat legoland itu cukup jauh dari rumah kami (butuh waktu sekitar 1,5 jam) jadi kami memilih untuk masuk jam 11-11:30 an. Mereka memakai sistem kontrol pengunjung dengan pembagian jam masuk jika penuh. Kami naik JR dan monorail Yurikamome dari stasiun Shinbashi. Sengaja kami menunggu kereta berikutnya supaya anak-anak bisa duduk paling depan dan melihat pemandangan kawasan Tokyo Beach tanpa halangan. Oh ya aku baru sadar bahwa yurikamome itu berjalan dengan ban, setelah Kai mengatakan :”Ma, kereta ini tidak ada relnya loh. Pakai ban!” Jeli bener deh si Kai itu.

yurikamome line

Sambil menikmati perjalanan selama 18 menit dengan biaya yang tidak murah (tiket dewasa one way 310 yen!), aku ikut menikmati pemandangan yang ada. Tanggal 1 itu tidak hujan tapi agak mendung. Tapi menurutku lumayan bagus sehingga tidak terlalu silau oleh cahaya mentari. Aku sempat memotret selama perjalanan. Ya, sudah cukup lama aku tidak ke sini, terakhir aku ke sini waktu bersama temanku Ira W yang kutulis di  “Obat Kekecewaan” sekitar satu setengah tahun yang lalu. Senang juga mempunyai alasan untuk bisa datang ke Odaiba lagi. Tanpa Sanchan, aku malas mengajak anak-anak sendirian 😀

So, begitu sampai, kami langsung pergi ke DECK Odaiba lantai 3 tempat Legoland berada. Sama tingkat dengan Joypolis dan Madame Tussaud. Tapi tentu saja dong deh ya, mama-mama nya mau berfoto dulu di Deck yang menghadap ke Rainbow Bridge dan membuat anak-anak tidak sabar untuk berlari masuk 😀 Tapi kami sampai di depan antrian Legoland pada waktu yang ditentukan yaitu pukul 11:00. Eh, masih harus antri? Sebentar sih, tapi sambil antri itu kami sempat berfoto dan aku mengatakan pada Sanchan, bahwa Gen sebetulnya ingin menjadi anggota tahunan. Dengan membayar 4500 yen, kami bisa keluar masuk selama setahun kapan saja, tanpa ditolak (kalau penuh yg bukan anggota pasti ditolak), dan selain itu kami mendapat potongan 10% untuk semua pembelian di dalam Legoland. Well, Sanchan bilang, kita lihat saja dulu dalamnya gimana… kalau bagus, boleh juga kita beli annual pass nya.

lift menuju lantai 7 dan factory nya

Setelah diperiksa karcis pemesanan dari email yang dikirim, anak-anak mendapat souvenir Lego dan kami diantar ke lift yang akan membawa kami ke lantai 7. Rupanya permainannya sendiri berada di lantai 7, sedangkan pintu masuknya di lantai 3. Di muka lift saja, eh bahkan di tempat antrian sudah ada bentuk-bentuk Lego. Gemes deh lihatnya. Ceritanya kita masuk ke pabrik legonya dengan mesin-mesin yang menjelaskan tentang pembuatan lego dan penyebarannya (pemasarannya) di seluruh dunia. TAPI anak-anak mana mau berlama-lama di sini, mereka mau langsung masuk dan mencari surprise apa lagi yang ada.

Begitu masuk lorong, kami melihat antrian yang cukup panjang… Dan ternyata itu atraksi Kingdom Quest, yang memungkinkan penumpang kendaraan (max  5 orang) untuk menembak musuh-musuh kerajaan 😀 Di sini juga ada tempat khusus yang dipasang kamera sehingga waktu kita keluar ada foto kita di dalamnya. Tentu saja dijual (mahal) seharga 1000 yen berupa foto, atau bisa juga berupa gantungan kunci dan magnet. Sayang waktu kami membeli foto yang pertama kami belum dapat diskon 😀 Ssstt tempat ini menjadi tempat favorit mama Imelda dan mama Sanchan loh 😀

Setelah Kingdom Quest kami memasuki sebuah ruangan yang berisi maket kota Tokyo dari lego semua. Tentu saja ada semua tempat wisata di Tokyo termasuk Tokyo Tower dan Sky Tree. Ada pula pojok khusus Kyoto. Yang bagusnya di sini dipamerkan suasana Tokyo di siang hari dan malam hari…. Lampu-lampu malam hari dibuat sedemikian rupa sehingga membuat kami seakan memang berada di Tokyo pada malam hari. Duuuh detil pembuatan bangunan, jembatan, orang-orang dan mobil2 itu benar-benar bagus deh! Mungkin pecandu Lego ingin membuat kamar khusus seperti ini di rumahnya 😀 Aku cukup menikmati pemadangan di sini, tapi anak-anak tentu cari yang lebih seru lagi.

Lebih seru buat anak-anak berarti bisa membuat lego sendiri, bisa berlari, manjat-manjat memakai badannya. Dan di bagian tengah memang terpasang jungle jim besar berwarna merah kuning seperti lego, tempat anak-anak bermain. Sebelum masuk jungle jim ini semua anak harus melepas sepatunya. Bisa dibayangkan betapa banyak sepatu di depan pintu masuknya. Dan ibu-ibu semua duduk di sekitar situ, dan atau di meja kursi dari tempat makan yang disediakan. Setelah lama di situ baru aku perhatikan bahwa harga-harga di tempat makan itu tidak mahal sama sekali. Kalau di disney misalnya, mereka memasang harga mahal untuk makanan yang rata-rata tidak ada seharga 500-an. Nah kalau di legoland ini ada makanan seharga 500-an, yang cukup untuk anak-anak. Tentu saja untuk ibu-ibunya tidak level 😀 Karena biasanya ibu-ibunya makan di restoran di luar legoland, bangunan DECK yang banyak diisi restoran-restoran yang enak-enak. Pada hari kedua aku dan Sanchan bahkan makan siang di restoran Surabaya di Aqua City yang terletak di sebelah DECK. (Ketahuan deh pergi ke legoland sampai dua kali :D)

junglejim dan wc di legoland

Setelah puas bermain, anak-anak menjemput jacket yang kami pegang, dan kami antri di tempat menonton film 4D. Film pertama yang kami lihat adalah ”Spellbreaker”, cerita tentang lego kingdom deh… Dan terus terang lebih bagus dari film ke dua yang berjudul apa racer gitu hehehe. Jadi film di 4D Cinema itu ada 2 judul yang diacak pemutarannya. Dan kalau ke sini HARUS nonton 😀 Aku sendiri suka sekali cinema 4D ini karena seruuuuu. Ada angin, air, bahkan “salju”… pokoknya seru!

Lego Racer: build and test!

Setelah keluar dari cinema langsung ada pojokan yang berjudul Lego Racer: build and test…nah anak-anak langsung deh ngedon di sini. Mereka buat mobil-mobilan sendiri dan langsung coba di track yang disediakan. Padahal di sebelahnya ada juga pojok untuk cewek-cewek …di sini sepi deh. Memang kelihatan penggemar lego kebanyakan anak-anak laki-laki. Jadi sementara anak-anak main ya mamanya ngobrol ngalor ngidul seh.

Eh tapi kami sempat keluar untuk makan dan membuat kartu anggota tahunan. Yang aku dan Sanchan rasa hebat tuh, kami kan sudah bayar 2800 untuk beli karcis hari itu, dan untuk kartu anggota tahunan itu harus bayar 4500 yen per orang (dewasa dan anak-anak sama harganya). Tapi kami cukup membayar kekurangannya saja sejak hari itu bisa berlaku. Wah… untung sekali. Kami bayangkan kalo di Indonesia pasti ngga bisa seperti itu. Karcis yang sudah terpakai pasti dianggap hangus dan kami harus tetap bayar 4500 yen. Bengong juga waktu disuruh bayar sisanya saja. Salut deh.

permainan untuk anak-anak di bawah 6 tahun juga ada, jadi Kai bisa main sendiri

Akhirnya tanggal 1 April itu kami bermain di Legoland sampai jam 7:30 malam, dan makan malam di Odaiba. Sampai di rumah pukul 11:30, bersamaan dengan papa Gen pulang. Tentu saja anak-anak ramai menceritakan kunjungan mereka ke Legoland, dan tidur setelah pukul 12:30 malam. Dan tanggal 4 Aprilnya kami pergi lagi ke sana untuk bermain lagi, dan dari awal anak-anak sudah diwanti-wanti tidak boleh beli souvenir di toko legonya, meskipun akhirnya kami kasian juga dan memperbolehkan membeli lego seharga 350 yen. (Tanggal 1 masing-masing anak mendapat jatah 1000 yen). Dan kami sampai di rumah jam 9 malam 😀 Dingin juga mengayuh sepeda di malam harinya. TAPI wajah anak-anak itu puas sekali bisa bermain seharian eh dua-harian di Legoland, bersama teman yang sehobi juga.  Dan karena kami sudah punya passport tahunan, bisa deh pergi setiap saat sampai dengan tanggal 31 Maret 2014 Yeahhhh… Bisa juga antar tamu dari jakarta tapi tamunya bayar karcisnya sendiri ya hehehehe 

rainbow bridge waktu kami datang(siang hari), dan waktu pulang (malam hari)