Seni Menipu – Tokyo Trick Art Museum

10 Jun

Bukan, aku tidak mau mengajarkan pembaca mengenai bagaimana cara-cara menipu loh. Tapi yang ingin kutulis adalah tentang kesenian yang bisa mengelabui mata. Kelihatannya seperti sesuatu yang lain, padahal itu adalah pinter-pinternya yang menggambar saja.

Aku pergi ke Tokyo Trick art Museum  waktu pergi ke Legoland yang kedua kalinya. Karena Tokyo Trick art Museum ini terletak satu lantai di bawah legoland (Decks ODAIBA), sehingga pasti lewat waktu pulang. Karena harga tiket masuknya hanya 900 yen untuk dewasa, maka aku dan Sanchan sepakat untuk mampir di sini berdua, waktu anak-anak main lego, dan berfoto narsis 😀 Emang duo emak ini udah klop kalau soal foto berfoto 😀

Eh, tapi ternyata kami tidak bisa melepaskan diri dari anak-anak. Memang peraturan di Legoland itu, tidak boleh meninggalkan anak-anak tanpa pengawasan orang tua. Waktu makan siang kami bisa meninggalkan satu jam, Riku dan Yuyu, tapi Kai kami bawa sebagai “jaminan” supaya waktu masuk kembali, kami bersama anak-anak. Untung saja Kai mau, dan kami ajak makan di restoran Surabaya, yang berada di gedung sebelah. Kai suka makan soto ayam, sehingga aku bisa “membujuk” dia untuk pergi sebentar dari Legoland dan makan soto ayam bersama duo emak. Riku dan Yuyu makan siang di dalam Legoland, yang ternyata menurut perhitungan duo emak, tidak terlalu mahal. Biasanya kalau makan di dalam sebuah thema park, harga makanan diketok habis-habisan (jadi inget Disneyland), tapi di Legoland, satu bento paling mahal 500 yen. Memang untuk dewasa tidak cukup (dan tidak enak), tapi untuk anak-anak lebih dari cukup. Apalagi karena kamu member, kami mendapat potongan 10% setiap berbelanja di dalam Legoland.

Restoran Surabaya di Odaiba

 

Balik ke Tokyo Trick art Museum, kami akhirnya masuk bersama pada pukul 18:30. Memang Legoland kali ke dua  itu aku minta supaya anak-anak bisa selesai dan pulang jam 6 sore. Tidak seperti malam sebelumnya yaitu jam 8 malam (Legoland sendiri tutup jam 9 malam). Nah waktu menuruni eskalator itu lah kami memutuskan mengajak anak-anak juga. Tadinya kami pikir anak-anak tidak antusias, tapi perkiraan kami salah. Ternyata anak-anak jauuuuh lebih narsis daripada ibunya 😀 

Dua gambar di atas berada di luar museum, sedangkan yang di bawah di pintu masuk

Untungnya waktu kami masuk itu masih sepi, tapi tak lama mulai berdatangan tamu yang lain, sehingga cukup menyebalkan, karena tidak bisa konsentrasi berfoto :D. Di pintu masuk kami disambut (lukisan) seorang wanita berkimono, yang jika dilihat dari berbagai sudut akan aneh. Jika melihat pada sudut yang tepat memang kita akan melihat tangannya seakan benar-benar tiga dimensi. Tapi yang cukup menarik adalah sebuah lukisan yang menggambarkan kedai minum teh ala jepang dengan payung di luar kios. Dengan menekuk lutut sedikit kita bisa memotret seakan-akan kita sedang duduk santai di situ.

Kiri atas, perumahan di kota Edo. Ternyata berbentuk segitiga yang menonjol dari dinding, sehingga Sanchan sempat menabraknya 😀 Kanan atas: Riku dengan kappa (binatang jejadian). Kiri bawah: Aku lebih kecil dari Riku. Kanan bawah : Riku minum sake dengan hantu mata tiga 😀

Permainan lukisan yang menghasilkan tiga dimensi tentang kota pada jaman Edo. Satu yang perlu percobaan cukup banyak adalah sebuah ruangan yang bisa memutarbalikkan fakta. Aku yang sebesar ini bisa jauh lebih kecil daripada Riku. Dan memang harus memotretnya dari luar ruangan. Pada jaman Edo banyak pembantaian, dan cerita mengenai setan, hantu dsb nya itu sangat populer.

Yang lucu fotonya Kai, kok dia menutupi bagian yang “tepat” dengan tangannya ya? hahaha.(eh aku ngga suruh-suruh loh) Kalau Riku dia bergaya persis memegang bahu si baju merah seakan sedang menepuknya.

 

Anak-anak cukup takut untuk sendirian berada di dalam bagian ini. Setelah keluar dari bagian “perhantuan” kami bisa melihat beberapa lukisan manusia dan binatang.

foto ikan hiu itu sepertinya sudah banyak ya?

Konon trick art seperti ini juga sudah menyebar ke Jakarta juga. Tapi aku baru pertama kali melihat berbagai trick di museum ini. Museumnya tidak besar sih, tapi ya kalau mau berusaha memotret dengan jurus yang diberitahukan (dengan tiduran atau menjengking segala) bisa menghasilkan foto yang bagus, sehingga HTM seharga 900 yen cukup murah lah. Tapi ternyata kami fotonya tidak seheboh waktu berada di Madame Tussaud. Kembali ke museum ini lagi? Nanti deh kalau musti antar tamu baru mau masuk lagi 😀

(Tulisan yang tertunda hampir 2 bulan :D)

 

Bukitpun Kan Kudaki!

27 Mei

Jangankan emas permata sesen pun aku tak punya
Tapi jangan kau sangka aku tak kan gembira
Walau semua itu tak ada
Hidupku untuk cinta
Tlah terbalas cinta
Inilah bahagia oh oh oh

Gunung pun akan kudaki lautan kusebrangi
Asalkan kudapati cinta kasih abadi
Permata aku tak peduli

(Titik Puspa)

Enak sih kalau bisa bilang: “Siapa takut?” pada mendaki gunung. Hmm, sebetulnya AKU yang takut mendaki gunung. Selain takut karena merasa tidak pede akan kemampuan badan untuk mendaki, aku pun sebetulnya takut ketinggian. Phobia terhadap ketinggian! Tapi sejak tinggal di Jepang 20 tahun lalu, lama kelamaan aku bisa mengatasi rasa takut itu, tergantung ketinggiannya juga sih :D. Waktu menaiki gunung Nokogiriyama setinggi 330 meter yang pernah kutulis di sini, aku merasa payah. Payahnya karena semua berupa tangga yang cukup tinggi dan terjal, sehingga membuat aku takut tanpa berpegangan. Takut jatuh, sehingga rasanya aku mau merayap saja deh. 

Hari Minggu tanggal 12 Mei, persis Mother’s Day, sesudah dari gereja, kami pergi ke bekas kastil Hachiouji. Tadinya kupikir kami akan pergi ke Gunung Takao, ternyata Gen mencari di website dan mengetahui bahwa di dekat Takao, tepatnya di Hachiouji baru sebulan yang lalu dibuka rekonstruksi situs bekas kastil Hachiouji yang terbakar waktu jam perang saudara (terbakar/runtuh tahun 1590-an). Kebetulan Riku sedang getol-getolnya belajar serajah sehingga mengenal nama-nama tokoh yang meninggal di situ. Karena tempat itu berbukit-bukit, maka Gen juga membawa jala untuk menangkap kupu-kupu.

Situs rekonstruksi Hachiouji Castle

Kami parkir di tempat yang disediakan (parkir dan tanda masuk gratis semua) dan sebelum mendaki, kami pergi dulu ke pusat informasi yang terletak di sebelah lapangan parkir. Di situ kami melihat maket tempat-tempat yang diharapkan didatangi pengunjung, dan tidak lupa membawa peta bekas situs kastil Hachiouji. Tak lupa ke wc dulu, karena di atas gunung pasti tidak ada wc yang bersih. Gedung ini baru dan wcnya sangat modern.

peringatan awas ular, dan bunga wisteria ungu yang mendompleng pohon-pohon besar dalam hutan

Mulailah kami menyusuri bukit menuju ke rekonstruksi kastil Hachiouji. Untuk menuju ke sini tidak ada tangga atau bukit yang curam, semuanya landai TAPI di beberapa tempat terdapat peringatan “Hati-hati ular”, yang membuat takut juga. Setelah melintasi jembatan, jalan berbatu dan gerbang kayu, kami sampai di pelataran luas dengan beberapa batu yang diletakkan untuk menunjukkan bentuk kastil saat itu. Tapi ini baru tempat awal, karena sebetulnya pusat dari kastil ini ada di atas bukit, dan untuk itu  kami harus mendaki kira-kira 30 menit. Memang ada jalan untuk hiking, tapi bukan berupa semen, dan lebarnya hanya satu meter, sehingga aku cukup ngeri mendakinya. Yang hebat Kai, karena dia melesat sendirian ke atas, sambil sesekali menunggu kami 😀 Duh itu anak memang sih yang paling kurus dan lincah serta tidak ada rasa takut. Untung juga Riku tidak takut untuk mendaki meskipun jika kalau disuruh naik roller coaster dia tidak suka.

sampai juga ke puncak 400 sekian meter 😀

Akhirnya sampai juga sih di atas bukit, tempat Honmaru atau pusat kuil Hachijoji Castle berada di ketinggian 445m dan cukup terhibur melihat pemandangan ke arah kota Hachiouji di bawah. Tentu saja dengan menggeh-menggeh kehabisan nafas 😀 tapi aku merasa senang, waktu beberapa kali berpapasan dengan orang yang sedang turun, kebanyakan mereka menyapa “Konnichiwa”…. ah orang Jepang memang sopan-sopan.

Acara turun memang lebih cepat dari pada waktu mendaki, tapi cukup ngeri karena takut terpeleset karena pijakan masih ada beberapa tempat yang tanah merah. Aku memang bukan pendaki gunung deh, tapi aku harus memuji diriku sendiri, karena meskipun tidak berani dan tidak kuat, masih mau berusaha mendaki. Yang penting kan usahanya dulu ya. ngeles.com hihihi

Hari itu capek sekali, sehingga kami bermaksud untuk makan malam di luar saja. Dan mengikuti permintaan Riku, dia ingin makan sushi di dekat rumah kami. Tapi salah juga sih karena kami sampai di restoran itu pukul 7 malam, dan sudah banyak tamu yang menunggu. Kaget juga melihat begitu banyak orang, tapi bisa dimaklumi karena hari itu adalah Mothers Day. Kami baru bisa duduk dan makan setelah menunggu satu jam. Karena sudah capek kami tidak mau bersusah payah mencari restoran lain, dan dengan sabarnya menunggu. Hari Ibu yang melelahkan tapi menyenangkan.

sushi hari ibu 😀 Ada mawar mininya

 

Sumo Arena

3 Mei

Golden Week tahun ini kurang bagus urutannya. Maksudnya kurang bagus adalah tanggal yang tidak merah (sebanyak 3 hari) kena di hari biasa, sehingga tidak bisa libur berturut-turut tanpa mengambil cuti 3 hari. Kalau cuma 1 atau 2 hari, karyawan akan lebih mudah mengambil cuti daripada 3 hari, bukan? Jika urutannya bagus, ada yang bisa ambil libur sampai 10 hari berturut-turut seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini terpaksa Golden Week (GW) terbagi dua, bagian pertama yaitu tanggal 27-28-29 April dan bagian kedua tanggal 3-4-5-6 Mei.

Karena tanggal 27 dan 29 Gen harus kerja, kami akhirnya memutuskan untuk pergi berwisata di dalam kota Tokyo saja pada hari Minggunya. Tapi Riku harus mengikuti sekolah Minggu (padahal Sabtunya kami sudah ke gereja) di Kichijouji sampai pukul 11 siang. Jadi kami janjian bertemu di stasiun pukul 11 untuk bersama-sama pergi ke Ryogoku. Tujuan kami sebetulnya ada dua yaitu Sumo Arena (Ryogoku Kokugikan 両国 国技館) dan Tokyo Edo Museum. Dan perjalanan dari Kichijouji sampai Ryogoku ditempuh dalam 40 menit naik kereta lokal (berhenti setiap stasiun). Lumayan tidak usah ganti-ganti kereta lagi.

 

Stasiun Ryogoku ada cap tangan pesumo

Tapi kamu sampai di Ryogoku sudah mendekati pukul 1. Lapar, tapi menurut Gen ada kelas pembuatan teropong cermin sehingga kami buru-buru pergi ke museum Tokyo Edo Museum untuk bisa mendaftar. Tapi ternyata kami salah masuk, dan harus putar jauh sekali… memang museum ini besar sekali! Dan biasa, jika perut lapar rasanya tension semakin tinggi, kan? Kami akhirnya masuk ke Kokugikan saja (Sumo Arena), karena di situ ada bazaar yang menjual makanan khas pesumo yaitu Chanko Nabe. Kami membeli satu mangkuk chanko nabe seharga 500 yen, dan membawanya ke meja yang telah disediakan. BUT hari itu CERAH sekali, dan panas 25 derajat! Di bawah terik matahari, kami makan chanko nabe yang berupa sup panas… duh benar-benar tidak cocok deh 😀 Sementara aku dan anak-anak duduk, Gen mencari makanan lain yaitu yakisoba (mie goreng Jepang) dan takoyaki (octopus ball). Semuanya harus antri dan tentu tidak cukup untuk kami berempat, jadi aku membeli lagi satu mangkuk chanko nabe. Yang penting sudah ganjal perut deh.

panaaaaas 😀 silaauuuuuu 😀

Selesai makan kami masuk ke dalam Kokugikan. Tempat ini biasanya TIDAK dibuka untuk umum. Kalau mau masuk ke tempat ini ya harus menjadi penonton. Dan karcis menonton Sumo itu muahal jeh! Coba saja lihat tuh daftar harganya. Oh ya yang lucu dari tiket sumo itu, kita bisa membeli suatu “kapling” untuk 4 orang dan biasanya di situ duduk ala Jepang, alias di atas zabuton (alas duduk seperti cushion tapi lebih besar sedikit). Jadi tentu harus cari teman untuk bisa ber-4 atau ya bayar untuk 4 orang tapi pakai sendiri :D.

Begitu masuk memang ada beberapa stand yang menjual souvenir dan kegiatan membantu daerah-daerah terkena bencana di Tohoku. Tapi di situ juga ada boneka karakter sumo yang bernama Hakkiyoi Sekitorikun, jadi kami minta tolong staf untuk memotret kami. Di lobby masuk itu juga ada pertunjukan penyanyi-penyanyi yang membawakan lagu sebelum sumo dimulai. yang pasti sih bukan lagu pop 😀

berfoto dengan karakter sumo (bukan Angry Bird loh)

Lalu kami menuju tribun Timur, karena kami tahu bahwa ada tour backyard yang katanya akan mengantar kami melihat bagian belakang Sumo Arena. Harga karcisnya 200 yen untuk anak SD sampai dewasa. Kai tidak bayar. TAPI kami dapat giliran terakhir jam 3 sore. Masih ada waktu 1,5 jam yang harus dihabiskan. Jadi kami melongok ke dalam pintu yang terbuka, melihat arena sumo dari pintu keluar. Saat itu kami melihat ada orang-orang di bawah yang ambil foto. Kami juga mau ke sana tapi bagaimana? Mungkin perlu ijin lain ya? Jadi kami cukupkan dengan mengambil foto dari pintu atas saja.

panoramic sumo arena

Setelah itu kami pergi ke Sumo Museum yang menempati ruangan di sebelah depan utara. Museum ini menceritakan perjalanan Sumo Jepang lengkap dengan dokumen dan maket gedung sumo arena di beberapa tempat. Sayang kami tidak boleh memotret di dalam sini.

Setelah dari museum kami mengelilingi lagi arena bagian luar dan sampai pada bagian belakang yang ternyata ada pelayanan menuliskan  nama dengan kanji ala sumo di sebuah uchiwa (kipas bulat). Tulisan kanji ala sumo ini memang khas dan dipakai untuk menuliskan daftar pertandingan dalam sebuah musim. Agak bulat dan kotak. Rupanya kami bisa minta dituliskan namanya dengan membayar 1000 yen. Jadi kami minta untuk menuliskan nama Riku dan Kai. Penulis kaligrafi ini adalah Gyouji 行司 (judge atau juri). Aku baru sadar kok Juri juga menjadi penulis kaligrafi ya? Aneh.

 

minta dituliskan nama dalam huruf Kanji Sumo di uchiwa (kipas bulat)

Akhirnya sekitar jam 3 kurang 15 menit kami berkumpul untuk mengikuti tour backyardnya. Kami diantar melewati tangga dalam menuju ke tempat latihan para sumo. Seperti tatanan hidup masyarakat Jepang, di Sumo juga ada rankingnya. Yang paling top adalah Yokozuna, dan dia bisa berlatih di tempat paling ujung dan paling luas dibanding yang lainnya.

Di kamar latihan itu kami juga bisa melihat para Gyouji menulis daftar pertandingan sembari tidur. Rupanya memang begitu caranya supaya besar huruf bisa sama dan seimbang, seperti dicetak. Wah bisa jereng juga ya. Masih di ruang yang sama ada tiang kayu yang tinggi untuk latihan mendorong, serta di ujung ruangan ada WC dan kamar mandinya. Ukuran wc dan kamar mandinya sedikit lebih besar daripada milik orang biasa. Maklum badannya besar kan?

ruang latihan dan ruang gyoji

Setelah dari ruangan latihan, kami menuju ruangan Gyouji. Di sini dipamerkan baju/kimono yang dipakai para gyoji yang berbeda menurut rankingnya. Dalam sumo juga dibedakan grupnya dengan nama berakhiran ….beya (heya = kamar).

Dari situ kami menuju kamar wawancara, serta kamar penjurian yang cukup besar. Di situ terlihat daftar pertandingan dari tahun 1985. Dalam kamar ini konon setelah pertandingan selesai, mereka langsung menentukan daftar pertandingan berikutnya, siapa melawan siapa.

Ternyata setelah kami melihat kamar penjurian, kami diantar masuk ke dalam arenanya. Horreeeee… Kami pikir karena namanya tour backyard, jadi cuma bagian luar saja. Ternyata masuk sampai arenanya juga. wahhh 200 yen menurutku murah sekali kalau begitu 😀 Untung saja kami bisa mengikuti kesempatan langka ini.

Sambil mendengarkan penjelasan mengenai tempat pertandingan, aku memotret segala sudut Sumo Arena. Kapan lagi, karena belum tentu kami bisa masuk ke sini lagi. Tempat bertandingnya sendiri terbuat dari pasir yang berasal dari Kawagoe, dan dipadatkan dengan air, tanpa campuran bahan lain, kemudian digerus hingga rata. Undakan itu berbentuk kubus dan didalamnya dipasang tali sebagai batas aduan. Kalau kaki keluar dari tempat ini tentu saja kalah.

sumo arena dari dekat

Di bagian atas arena pertandingan itu ada atap tanpa tiang yang melambangkan dewa-dewa Shinto Jepang. Semua ada artinya, karena Sumo sebetulnya bukanlah olahraga pertandingan tapi merupakan festival laki-laki untuk menyembah dewa. Jadi semua gerak dan tempat ada arti-artinya. Yang pasti perempuan tidak boleh menginjak bulatan tempat sumo bertanding. Alasannya bukan karena anti feminisme atau tidak menghargai perempuan tapi lebih ke tempat sakral yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang tertentu. Dan tentu saja karena sumo merupakan festival laki-laki, perempuan tidak boleh masuk. Masuk akal kan alasannya?

Setelah mendengarkan penjelasan, tour backyard pun selesai sekitar pukul 4:30. Cukup lama ya, satu setengah jam dan biayanya hanya 200 yen/perorang. Kami sempat berfoto dengan guidenya dan kemudian keluar arena. Di luar yang tadinya penuh dengan orang yang datang untuk makan, sudah sepi dan meja kursi sudah dibereskan. Mereka memang tutup pukul 5 sore.

Persis di seberang Sumo Arena ada terminal untuk naik water bus (ternyata bukan sea bus, karena kami menyusuri sungai bukan laut :D) . Kami berniat untuk naik boat ini dulu sebelum makan, dan untung saja rupanya dalam 2 menit lagi ada boat yang akan berangkat. Kami cepat-cepat membeli karcis seharga 600 yen/dewasa dan 300yen/anak. Kami menyusuri sungai Sumida sampai ke terminal Asakusa dan kembali lagi. Karena kami datang terakhir kami tidak mendapat tempat yang strategis untuk berfoto dalam boatnya. Tapi pas kembali tentu saja kami bisa memilih mau duduk di mana. Dan waktu berhenti di terminal Asakusa itu, kami bisa melihat Sky Tree persis di depan kami. Disanding dengan langit yang biru, pemandangan saat itu benar-benar indah. Aku tadinya cukup takut naik boat, tapi kelihatannya sekarang sudah makin berani deh. Bisa pindah-pindah dalam boat hanya untuk mendapat posisi bagus untuk memotret 😀

sky tree dari sungai sumida

Setelah kami kembali ke terminal Ryogoku, kami mencari restoran untuk makan malam. Chanko nabe yang kami makan sudah tidak tersisa, dan membuat perut kami keroncongan. Tapi Riku ingin sekali makan es serut kakigori di stasiun kereta, jadi kami berdiri lama di depan toko dalam gedung stasiun yang menjual macam-macam. Yang mengherankan pelayan toko membagikan kue sakura mochi untuk semua orang yang lewat di depan tokonya, gratis! Suatu cara untuk mengundang tamu. Belum lagi aku membeli draught beer di situ, yang mustinya harga 500 yen ehhhh dikasih dua gelas, jadi cuma 250 yen/gelas. Memang jam 5lewat di daerah itu sudah mulai sepi pengunjung.

Sebetulnya Riku ingin makan di toko itu, tapi aku dan Gen pikir kalau masuk ke toko itu bisa-bisa habis 10.000 yen untuk makan dan minum. Jadi kami bermaksud mengelilingi stasiun mencari tempat makan yang murah saja. Nah, di situ Gen melihat ada tempat cukur rambut seharga 1000 yen (cukup 10 menit) jadi aku dan anak-anak makan dulu, sementara Gen cukur dan baru setelah itu bergabung.

Pepper Lunch. Lihat sumpit yang dipegang Kai, mengandung magnet, sehingga tidak jatuh

Toko murah yang kami masuki adalah Pepper Lunch, (sepertinya di Jakarta sudah ada), sebuah toko steak dan hamburger murah dengan sistem membeli karcis makan dulu. Aku pesan steak dan ayam panggang berdua dengan Kai, sedangkan Riku pesan hamburger. Lumayan juga makan di sini, tapi masih lebih murah makan di Yoshinoya gyudon sih hehehe.

Demikianlah kami menghabiskan GW part 1 dengan melihat salah satu kebudayaan Jepang yang sudah ada sejak zaman kuno.

 

Madame Tussauds Tokyo

30 Apr

Seperti yang sudah kutulis di posting tentang Legoland, aku membeli karcis masuk kolaborasi dengan Madame Tussauds Tokyo, yang letaknya persis sebelahan dengan Legoland, yaitu di lantai 3 mall DECK, Odaiba. Memang sih karcis itu berlaku sampai 30 hari, jadi tidak perlu pergi hari itu juga. Tapi kami pikir ngapain tunda-tunda lain hari, mumpung sudah di situ. TAPI belum tentu anak-anak suka ke museum Madame Tussauds ini. Jadi setelah makan siang, kamu ajak anak-anak ‘mampir’ ke Madame Tussauds dengan janji ‘cuma 15 menit’ dan setelah 15 menit kita akan ke Legoland lagi –nyambung main.

Matsuko Deluxe

Waktu kami masuk, sepi sekali tempat ini. Sebelum naik lift kami disambut dengan patung lilin MATSUKO Deluxe マツコデラックス, artis Jepang yang aslinya laki-laki (bisa baca di Hari Terjepit untuk Transgender). Ternyata ngga gede-gede amat badannya, soalnya kalau di TV bayanganku tinggi besar seperti pesumo 😀

Kami naik ke lantai 6 dengan lift dan begitu lift membuka disambut oleh Bruce Willis. Ho ho… sayang kesempatan kita berfoto singkat waktunya dan ruangannya sempit untuk bisa memotret satu badan (kecuali si pemotret di luar lift. Jadi yang kena foto dengan BW ini cuma Kai karena dia yang terdekat berdirinya.

Kai dan Bruce Willis

Setelah kami keluar lift nah, kami disambut oleh Johnny Depp deh. Memang di atur seperti ada red carpet dan begitu kami melangkah ke sana ada suara-suara dan lampu blitz. Di situ juga dipasang kamera yang otomatis mengambil foto kami bersama Johnny Depp dan dijual di pintu keluar. Untuk dua lembar (padahal pose dan komposisi berbeda) kami ‘cukup’ membayar 1800 yen. Padahal kami juga bisa mengambil dengan kamera kami sendiri, bahkan staff yang ada juga sudah mengambilkan foto kami. Tetap saja takut jika hasilnya buruk atau tidak jelas. Tapi untunglah semua pemotretan di tempat-tempat wisata seperti begini (baik lego, Madame Tussauds dan Disneyland) tidak pernah memaksa. Silakan beli kalau mau, kalau tidak juga tidak dikejar-kejar 😀

Red Carpet with Johnny Depp

Setelah selesai berfoto dengan Johnny Depp, kami memasuki ruang bulat yang berdirilah Lady Diana, Pangeran William dan Kate, lalu di situ juga ada kursi keratuan Inggris. Kami dipersilahkan memakai mantel bulu dan mahkota yang disediakan, lalu boleh duduk di kursi itu. Katanya, “Nikmatilah kursi ini seakan-akan Anda Ratu”. Memang oleh staff di bawah, kami diberitahukan bahwa kami boleh memegang patung-patung lilin itu asalkan tidak mendorongnya. Jadilah kami (terutama aku dan Sanchan) tidak mau melewatkan kesempatan untuk berfoto. Kebetulan juga masih sepi, sehingga kami bebas bergaya.

Mantan PM Koizumi dan Presiden Obama

Di ruangan yang sama juga ada Dalai Lama, mantan PM Jepang Koizumi dan presiden Obama. Wah rasanya aku ingin meniru gaya Mas Nug yang angkat kaki di mejanya. Sayang aku pakai rok sehingga tidak pantas untuk angkat kaki :D.

Setelah itu kami memasuki wilayah Sport. Patung lilin yang ditampilkan di sini adalah Darvish, pegolf Ishikawa Ryo, figure skating Asada Mao, pebalap Ayrton Senna, pemain bola Miura Kazuyoshi, Lionel Messi dan David Beckham. Eh ada pesumo juga tapi aku lupa namanya 😀

tokoh-tokoh olahraga

Sesudah dari wilayah Sport, masuklah kami ke ruangan selebriti. Dimulai dengan Maryln Monroe dengan gaun merah. Ternyata dia kecil sekali saudara-saudara. Bukannya kecil langsing, tapi juga tidak tinggi untuk ukuran negara sono.

Lalu yang kurasa juga kecil tuh Madonna dan di tempat Madonna diletakkan wig dan korset yang boleh dicoba jika mau. ho ho tentu saja kami coba, tapi maaf foto untuk konsumsi pribadi hahaha. Waktu kami mencoba wig itulah tiba-tiba anak-anak membawa bermacam wig, termasuk Kai dengan wig Elvis dan topinya Michael Jackson. Ah, anak-anak ini ternyata enjoy juga di sini, sehingga yang tadinya CUMA 15 menit, menjadi 1 jam lebih 😀 Mereka juga mengeksplore tokoh-tokoh dunia yang ada.

Kai dan Riku bergaya

Selain foto-foto dengan wig, kami juga tidak bisa memperlihatkan foto kami dengan aktor George Clooney yang menjadi idola para wanita. Takut nanti kami dilempari telur busuk oleh mereka karena kami berani-beraninya merangkul dan menc*um pipinya 😀 Eh TAPI si George Clooney itu TINGGI BESAR deh, lihat saja sofanya… aku duduk di situ saja kakinya melayang dan terlihat kecil kan 😀

George Clooney yang tinggi besar. Lihat kakiku nggantung 😀

Ada Leonardo diCaprio yang tinggi besar…(Kupikir dia kecil loh hehehe ternyata gede bo…), lalu ada si pretty woman Julia Roberts, ada Richard Gere, ada spiderman, ada juga anggota AKB yang sorry aku tidak hafal namanya 😀 Tapi di situ yang kurasa paling bagus fotoku adalah waktu minta bonceng si Kang Tom Cruise naik sepeda motornya 😀 Aku dan Sanchan bilang, “Coba ada kipas angin yang bisa membuat rambut tergerai seakan2 benar-benar naik motor” hahaha. Maunya sih gitu ….

Kang Tom ganti profesi jadi ojek

Di arena selebriti aku suka melihat foto Riku dengan Jackie Chan, atau anak-anak menaiki sepedanya ET yang sama sekali tidak mereka kenal. Wong ET itu ada waktu aku kecil…. hehehe.

ET dan Jacky Chan

Dan sebagai foto penutup di ruang selebriti kami berfoto dengan Lady Gaga deh.  

Setelah dari ruang selebriti, kami memasuki ruang tokoh yang menampilkan cara pembuatan patung lilin, juga sempat berfoto dengan alm Steve Jobs dan Einstein … moga-moga ketularan pintarnya 😀

bersama orang-orang pintar

Sayang lama-lama pengunjung bertambah banyak, sehingga kegilaan kami tidak bisa tersalurkan lagi. Cuma kami yang bergaya aneh-aneh di situ. Orang Jepang terlalu jaim sih… eh tapiiiii aku bisa ikut aneh-aneh karena ada temannya si Sanchan. Mungkin kalau bukan dengan Sanchan aku juga jaim deh 😀 Makasih ya Sanchan 😉

Museum Madame Tussauds Tokyo ini baru saja dibuka tanggal 15 Maret, sehingga masih baru dan masih kosong. Mungkin masih belum banyak yang tahu soal museum ini. Tapi ada juga penilaian orang Jepang yang mengatakan, “Ah di museum itu cukup 15 menit saja kok. Terlalu mahal (1900 yen) untuk waktu yang singkat…” Hmmm pasti dia cuma lihat-lihat saja tanpa foto-foto deh… atau… dia tidak suka infotainment 😀

Breakfast with Audrey Hepburn

Harga karcisnya 1900 yen jika membeli di loket pada hari itu, tapi kalau beli online hanya 1450 yen. Keterangannya bisa dibaca di website resminya. Saya sarankan kalau mau datang ke Madame Tussauds, datanglah pada hari biasa siang hari, dan kamu bisa narsis dengan patung lilin artis/aktor idolamu dengan santai.

NB: Pengumuman hasil GA TE BD5 ada di sini.

Eco Life Check

2 Nov

Judulnya keren ya! Ini adalah suatu usaha dari kelurahanku tempat kutinggal, untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pencegahan pemanasan global. Tahun ini mereka memakai cara yang sama dengan dua tahun yang lalu, yaitu meminta 40.000 warga kelurahan kami untuk menjawab angket. Dengan bekerjasama dengan sekolah, setiap murid membawa “Eco Life Check” untuk didiskusikan bersama keluarga dan menjawabnya bersama. Dan Riku membawa lembaran itu sebagai PRnya. Tadi pagi aku tanya apa PRnya, ternyata angket itu. Huh, mestinya jawab sama-sama tuh! Tapi aku cek saja jawabannya dia dan menemukan satu kesalahan, yaitu bahwa mamanya selalu membawa tas belanja sendiri. Ya tentu saja Riku tidak tahu, karena aku selalu pergi belanja sendiri, tidak pernah bersama anak-anak. Tentu saja aku bawa, karena dengan membawa My Bag, kami mendapat potongan 2 yen setiap belanja. Emak-emak gitu loh, kudu dijabanin dong 😀

Dulu waktu aku masih single, aku tidak merasa perlu berhemat. Tidak pernah merasa menyesal jika melewatkan kesempatan-kesempatan diskon, atau dengan sengaja mencari toko-toko yang lebih murah untuk membeli bahan yang sama. Well, sebagai emak-emak aku juga semakin pelit lah. Masakan sisa aku olah lagi supaya menjadi masakan baru dong. Misalnya kemarin dulu ada roti kering yang tidak termakan, aku rendam dengan susu lalu campur daging giling, jadilah perkedel panggang. Tapi sisa, jadi sisa perkedel aku potong-potong sebesar dadu, lalu masukkan makaroni, susu, telor, keju lalu jadi makaroni panggang. Ini pasti habis! hehehe. 

Apa saja yang ditanyakan pada lembar “Eco Life Check” itu?:    O = ya           X =tidak      ( bisa mengurangi….. gram CO2/hari)

1. Sudah mengurangi melihat TV atau bermain game? (17 gram )
2.  Mematikan lampu kamar yang tidak ada orangnya? (19gram)
3. Mencabut steker listrik alat-alat yang lama tidak dipakai? ( 62 gram)
4. Mandi dan berendam berurutan sehingga air panas bisa langsung dipakai  tanpa harus memanaskan lagi? (231gram)
5.  Tidak lupa mematikan keran shower? (82gram)
6. Memilah sampah, dan menggunakan barang yang masih bisa dipakai (recycle)?(47 gram)
7. Tidak menyisakan makanan? (90gram)
8. Tidka membiarkan keran menyala terus waktu menyikat gigi? (26 gram)
9. Waktu berbelanja memakai MyBag, daa tidak memakai plastik kresek? (37 gram)
10. Membawa MyBottle kemana-mana? (56 gram)
11. Waktu pergi ke tempat yang dekat, tidak memakai mobil, tapi berjalan kaki atau bersepeda? (350 gram)
12. Mempunyai waktu untuk  bersama keluarga? (73 gram)

pertanyaan Eco Life Check dari kelurahan kami

PR ini lalu dikumpulkan kepada gurunya, untuk diteruskan ke kelurahan. Menurut selebaran yang kami terima, hasilnya akan dihitung dan dianalisa, kemudian akan dilaporkan sekitar bulan Februari, dan juga dimuat di website kelurahan. Well, memang kalau kita melihat setiap satu usaha yang kita lakukan itu memang kecil gram nya. Tapi kalau ada 40.000 orang mengurangi 10 gram saja, berapa jumlahnya? Besar kan?

Sttt semoga saja kami bisa melaksanakan check list ini setiap hari. Karena hari-hari semakin dingin, maka listrik dan gas yang kami pakai untuk pemanas tentu semakin bertambah. Dan aku senang karena tadi sebelum makan malam, Riku mengecek pemakaian listrik kami, dengan mematikan lampu kamar, lalu kami bertiga berkumpul di meja makan untuk makan malam, dan mengerjakan pekerjaan masing-masing (Kai menggambar dan Riku bermain DS) , dan…. mematikan TV. Ah aku suka sekali suasana seperti ini, yang ntah sampai kapan bisa kami pertahankan.

Kencur

10 Jul

Aku sebenarnya heran kenapa ada istilah, “anak bau kencur” atau “anak kencur” untuk merujuk pada anak yang belum tahu apa-apa alias belum berpengalaman.  Padahal aku pikir mana ada sih anak-anak suka makan atau minum kencur? Rasanya kan agak …lain. Hmmm pokoknya sulit diterangkan deh :D…. Atau analoginya karena kencur itu kecil ya? Memang tidak ada kencur yang bisa menjadi sebesar Kunyit atau Jahe deh sepertinya. Tapi temu kunci kan juga kecil…kenapa tidak dibilang anak Temu Kunci? Eh nanti salah kaprah dengan anak kunci kali ya hihihi.

Jadi konon orang tua zaman dulu punya kebiasaan unik saat memiliki bayi di rumah, yaitu menggantung aneka rempah atau bumbu dapur pada ranjang bayi, lemari, pintu dan daerah lain di sekitar bayi. Kebiasaan ini dipercaya akan melindungi bayi dari bahaya atau makhluk halus yang mengganggu. Dan salah satu dari  bumbu dapur yang digantungkan adalah kencur. Kencur memang mempunyai  aroma khas yang cukup kuat sehingga aromanya mengalahkan bau rempah lain. Aroma ini menyebabkan bayi dan  semua peralatan di sekitarnya berbau kencur. Karena itu bayi-bayi zaman  dulu dikatakan punya aroma seperti kencur, bukan aroma bedak atau telon seperti zaman sekarang.

Kencur (Kaempferia galanga L.) memang merupakan salah satu bumbu dapur yang wajib ada di rumah keluarga Indonesia. Meskipun sebetulnya keluarga saya jarang pakai. Paling-paling untuk membuat nasi goreng saja. Mama paling suka nasi goreng kencur pedas…. Tapi karena yang lain tidak suka, biasanya asisten kami hanya membuat khusus 1 piring untuk mama saja. Dari piring itu aku suka “nyolong” sedikit. Memang rasanya lebih segar daripada nasi goreng biasa.

Selain untuk nasi goreng, tentu saja banyak yang tahu minuman Beras Kencur kan? Tapi kalau jamu (eh termasuk jamu kan yah hihihi) Beras Kencur ini sih aku tidak pernah buat sendiri. Beli saja di tukang jamu. Dan ini satu-satunya jamu yang masih bisa aku minum tanpa tutup hidung hihihi.

Aku juga baru tahu dari teman Jepangku yang menikah dengan orang Bali, bahwa masakan Bali hampir semua pakai kencur, atau cekuh dalam bahasa Balinya. Sampai aku memberikan semua persediaan kencurku di freezer untuk dia. Toh aku jarang pakai ini.

Nah, aku bisa makan nasi goreng kencur yang segar ini kembali di sebuah restoran Indonesia baru di Tokyo, tepatnya di Musashi Koganei. Nama restorannya Bumi Pasundan.

Meja makan tamu di bagian depan restoran

Kami pergi ke Bumi Pasundan setelah dari Taman Asukayama… melalui jalan macet di tengah kota Tokyo, merayap ke arah barat Tokyo. Untung saja jalanan di Kichijouji Doori waktu itu tidak macet, dan kami bisa sampai pukul 6:30 malam. Kami langsung mencari tempat parkir koin yang ada di dekat situ.

pojokan jualan souvenir dari Indonesia

Restoran ini baru 2-3 bulan buka, menempati lantai satu sebuah bangunan. Tidak luas tapi cukup tertata rapih dan terang. Hanya ada 2 meja untuk 4 orang dan counter untuk 6-7 orang. Kami menempati sebuah meja di sudut belakang yang sebetulnya bukan diperuntukkan bagi tamu karena nanggung. Tapi kami merasa beruntung mengambil tempat di situ, karena ada happening dengan Riku dan Kai karena kondisi badan mereka (batuk sehingga terpaksa mun mun deh).

Bersama Yumiko, sayang Rusli sedang di dapur. Malam itu sekaligus bisa reunian deh

Memang tempat ini dikelola oleh temanku, Yumiko dan Rusli, yang juga mempunyai toko bahan makanan halal Bumbu-ya. Memang menunya tidak banyak. Nasi goreng, gado-gado, bakmi goreng, nasi kare, tapi ada yang tidak biasa ada di restoran Indonesia di Tokyo yaitu nasi goreng kencur dan pepes ayam. Aku terus terang belum pernah makan pepea ayam, pepes ikan sih sering meskipun ngga hobi…. soalnya susah sih makannya, banyak duri kan. Menurut Gen pepes ayamnya enak. Aku pesan nasi goreng kencur, dan bisa bernostalgia…dan sedikit homesick, rindu pada mama yang suka makan nasi goreng kencur seperti ini.

nasi goreng kencur pepes ayam

Satu hal lagi yang terjadi hari itu adalah aku bertemu seorang mantan murid yang sudah 3 tahun tidak bertemu, persis sebelum aku cuti mengajar karena hamil Kai. Serasa reunian mendadak.

Berfoto di depan restoran Bumi Pasundan, Tokyo

Alamatnya:

東京都小金井市本町3-9-7. Tokyo Koganei-shi Honcho 3-9-7 kira-kira 10 menit dari Stasiun Musashi Koganei Tel: 090-6655-4268

Karena tidak buka setiap hari, sebelum ke sana telepon atau cari keterangan di web dulu ya. Terkadang mereka juga menyediakan prasmanan.

Yang Aneh dari Tokyo

28 Apr

Judul aslinya sih “Tokyo no koko ga hen”, yaitu suara warga atau pendatang di Tokyo mengenai Tokyo sendiri. Maksudnya, kenapa sih  kok bisa begitu, dan mungkin bisa dibayangkan mengucapkannya sambil geleng-geleng kepala dan mengeluarkan suara “ck ck ck”.

Ini adalah hasil ranking yang dibuat dari responden online, dan kupikir bisa menjadi gambaran tentang kota Tokyo.

Ranking pertama, apalagi kalau bukan, “Mahalnya sewa rumah”, well semakin dekat pusat kota, dan semakin dekat stasiun semakin mahal. Tokyo terbagi dalam 23 -ku (ku = kotamadya) yang terletak di pusat dan 26 shi yang perpanjanganya Tokyo, kemudian 5 machi dan 8 mura (desa). Tentu tinggal di “23 KU”. Dan di antara warga Tokyo sendiri ada semacam pengetahuan bahwa ketenaran masing-masing KU itu berbeda. Shinjuku- ku adalah daerah padat dan terkenal, sehingga sewa rumah di situ mahal, sehingga tidak bisa menyewa apartemen yang luas. Memang tergantung lokasinya juga. Apartemen sebesar 65m persegi bisa lebih dari 20 juta rupiah perbulan jika di daerah Shinjuku. Apalagi jika dekat stasiun.

Peta Tokyo, bagian berwarna ungu adalah KU, sedangkan sebelah kiri berwarna hijau adalah perpanjangan Tokyo terdiri dari SHI. Ada beberapa pulau yang dikategorikan shi dan mura

Sumber : http://www.metro.tokyo.jp/PROFILE/map_to.htm

Ranking ke 2 adalah Banyaknya orang. Jelas saja, persis tadi pagi tgl 27 April dilaporkan penduduk Tokyo per 1 April 2010 sudah mencapai 13.010.279 jiwa. Bertambah 25.619 dari bulan Maret. Dan…. dari jumlah penduduk itu 20 persen adalah warga berusia 65 tahun ke atas.

Yang ketiga adalah  Mahalnya ongkos parkir. Well di tempat yang padat bisa sampai 10 menit 100 yen (Rp10.000 ), tapi kalau pergi ke pinggiran Tokyo, hampir semua restoran dan toko mempunyai pelataran parkir yang besar dan gratis.

Keempat:  udaranya kotor. hmmm aku sih tidak begitu merasa, mungkin karena aku bandingkan dengan Jakarta ya hihihi.

Ranking lima adalah kereta padat penumpang…. hahaha ini memang khasnya Tokyo. Bener-bener nempel deh orang kalau naik kereta terutama di jam-jam sibuk. Dan ini pula yang menyebabkan timbulnya kata chikan (orang yang ramah alias rajin menjamah tubuh wanita hihihi)

Yang ke enam adalah  mahalnya biaya makanan dan minuman. Well, kemarin minggu aku bertemu Eka di Tsukuba. Kami makan ke restoran dan ada set menu dengan harga 1050 yen. Memang di Tokyo ada juga set menu dengan harga segitu, tapi tidak pada hari Minggu, dan malam hari. Mau makan malam hari di restoran? harus siap-siap membayar 3000-4000 yen satu orang.

Ranking 7 adalah air ledengnya tidak enak. Aku sih tidak pernah minum  air ledeng, meskipun sebenarnya air ledeng di Tokyo bisa diminum (kecuali tempat/WC umum) . seperti kebiasaan di Indonesia aku selalu masak atau membeli mineral water. Sekarang aku rajin mengambil air mineral gratis di supermarket, dengan menjadi anggota dan membayar 500 yen untuk “membeli” botol 4 liter. Selanjutnya gratis terus tuh.

Yang ke delapan : tidak mengenal tetangga sebelah. Untung aku masih kenal tetangga sebelah apartemen aku…dulu sebelum Riku lahir memang tidak pernah tahu siapa tetangga sebelahku. Itu karena aku bekerja siang, sehingga tidak ada kesempatan bertemu tetangga, dan ngobrol.

Ke sembilan : ribut meskipun malam. Yaaaa kalau pergi ke daerah Shinjuku, Roppongi, Harajuku ya jelas aja. Atau ke stasiun-stasiun. Sampai pagi malah. Tapi kalau ke daerah perumahan ya ngga lah.

Ranking 10: walaupun kereta terakhir tetap saja penuh. Justru karena kereta terakhir jadi penuh, karena tidak mau ketinggalan kereta sehingga harus menginap di taman (kalau tidak mau keluar duit) atau hotel/karaoke/bar.

Yang ke 11: pintu masuk keluar stasiun yang banyak. Terutama stasiun kereta bawah tanah. Kalau salah keluar pintu, bisa-bisa nyasar deh.

Ranking ke 12: Tetap terang meskipun malam hari. Well itu benar. Dan ini kusadari waktu mudik, loh kok jakarta gelap sekali ya? heheheh

Ke 13 adalah :  Jalannya cepat! Heheheh kalau lambat ya DITABRAK! Makanya aku suka kasihan kalau ada lansia yang keluar rumah dan mau naik kereta pas jam-jam sibuk. Orang-orang tidak berperasaan sekali deh, tabrak-tabrak mereka. Dan kadang kalau aku terpaksa berada di belakang mereka juga merasa sebal karena LELET nya. Padahal kalau aku nanti tua juga sama tuh. Tokyo bukan untuk LANSIA, terutama pagi/malam hari.

Ranking 14:  banyaknya gedung pencakar langit. well namanya Metropolitan, ya wajarlah kalau banyak skyscapernya.

Ke lima belas adalah Jarak antar stasiun yang pendek. Ini di pusat kota, kalau agak menjauh juga tidak dekat kok. Aku sendiri sekarang tinggal di tengah-tengah 3 stasiun, yang bisa dicapai dengan bus.

Ranking 16 : banyaknya orang berfashion aneh-aneh. Hahaha…. memang aneh-aneh sih. tunggu saja di musim panas, ada kok yang berani memakai celana pendek macam celana dalam pendeknya hihihi/

Ke 17 adalah  banyaknya jumlah kereta dalam satu jalur. Misalnya untuk jalur yamanote line yang memutar Tokyo, setiap 3-5 menit pasti ada kereta yang datang, sehingga tidak perlu menunggu lama.

Yang ke 18: peron stasiunnya banyak. Wahh iya, coba datang ke stasiun tokyo, Stasiun Ueno dan Shinjuku… sudah merupakan satu “kota” sendiri deh.

Ke 19. tidak perlu mobil. Well, karena kereta lebih tepat waktu, banyak dan teratur, buat apa punya mobil. Lagian sewa tempat parkir di apartemen itu mahal. setahuku di daerah Meguro sebulan bisa 40.000. Kalau Ginza? Wahhh siap-siap aja membayar 60.000 yen.

Dan yang terakhir adalah adanya gerbong kereta khusus perempuan. Seperti sudah pernah aku tulis di sini, memang karena padatnya gerbong kereta waktu jam-jam sibuk, membuat perusahaan kereta api menyediakan gerbong khusus penumpang. Biasanya di bagian ujung kereta.

Sumber ranking : http://cache001.ranking.goo.ne.jp/crnk/ranking/999/tokyo_funny_2010/p1/

Sumber berita: asahi.com

東京都は27日、4月1日現在の推計人口が初めて1300万人を超え、1301万279人となったと発表した。3月より2万5619人(0.2%) 増えていた。都は「都心部のマンション増に加え、求人が減った地方から仕事を求めて移住する人が増えたためでは」とみている。

都の人口は1967年に1100万人を超え、33年後の00年に1200万人に到達。その後は年10万人程度のペースで増加し続けた。97年以降は毎 年、転入者数が転出者数を上回っている。

地域別では、23区が882万440人、多摩地区が416万2592人、島しょ部が2万7247人。人口増は区部で目立ち、前年同月比で最多だったのは 高層マンション建設が相次いだ江東区の7470人増。次いで足立区が4840人増だった。asahi.com

Kota Metropolitan Tokyo

2 Okt

Waaah karena mendapat pertanyaan/komentar dari Mascayo, saya jadinya dapat bahan untuk posting malam ini, sebelum hari berganti — dan sebelum bobo, capek euy hari ini (karena saya punya komitment pada diri sendiri untuk posting minimum 1 setiap hari). Pertanyaannya: “lho Tokyo baru tahun 1898 toh didirikan, lha sebelumnya apa ya Mbak?”

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/99/Tokyo_odaiba.jpg
from wikipedia japan

Heheheh, sebagai seorang sejarawan (gaya deh namain diri sendiri sejarawan) , jadi gatal deh kalau tidak menjelaskan sedikit tentang Tokyo, yaitu sejarah penamaan Tokyo. Memang Tokyo itu secara resmi didirikan tahun 1898, sebagai ibukota negara Jepang dan sebetulnya dinamakan Tokyo karena dilihat dari kanjinya juga bisa, yaitu TO =higashi artinya timur, dan Kyo dari kyoto. Karena kota ini berada di sebelah timur Kyoto, maka dinamakan sebagai Tokyo.

Nah Sebelum itu bagaimana, emangnya belum ada kotanya? Ada, dan namanya adalah EDO atau kadang ditulis dalam bahasa Inggris sebagai YEDO. Sampai dengan restorasi Meiji nama kota yang sekarang saya tinggali ini adalah Edo, baru kemudian berganti menjadi Tokyo. Pusatnya di wilayah Chiyoda, dengan istananya Edo Castle. Biasanya umum bisa masuk ke halaman Edo Castle ini waktu Kaisar berulang tahun yaitu tanggal 23 Desember. Terus terang saya belum pernah ke sini. (Tokyo Tower aja belum pernha masuk…. biasa lah kalau kita tinggal di kota itu, biasanya kita pergi ke tempat wisatanya sendiri paling akhir kan…pikirnya ntar aja lah… Saya mau tanya sekarang, ada yang sudah pernah naik MOnas? hehehe)

Nah, Edo itu merupakan ibukota pemerintahan Shogun (Jendral) keluarga Tokugawa yang menjadikan jaman pemerintahannya itu diberi nama Jaman Tokugawa 1603-1867. Saat ini Jepang menutup negeri dari bangsa lain, dan satu-satunya pintu masuk yang boleh dimasuki pedagang asing, dalam hal ini Belanda adalah Dejima. Selama hampir 300 tahun berkuasa, keluarga Tokugawa ini dianggap sukses menyatukan Jepang. Nah…. skripsi saya tentang sejarah pendidikan jaman Tokugawa ini, yaitu sekolah rakyat, mirip pesantren (tapi bukan) bernama Terakoya. Gitchuuu dehhh (ngga mau lebih detil ntar yang baca bosen).

Jadi Edo adanya mulai 1603? Ya nggak lah, sebelumnya juga ada tapi bukan sebagai ibukota pemerintahan. Kalau dilihat sejarahnya, Kota Edo bisa ditelusuri sampai akhir jaman Heian (704-1185). Jadi sebetulnya kota saya sekarang ini sudah tuaaaaaaaaaaa banget, tapi nama Tokyo nya itu masih muda…..

Kacamata dsb

1 Okt
bersama keponakan Fanya, 9 th yang lalu
bersama keponakan Fanya, 9 th yang lalu

Siapa saja yang daya penglihatannya sudah menurun atau mengalami gangguan akan memakai kacamata. Tapi di Jepang ternyata lebih banyak yang memakai lensa kontak daripada kacamata. Sehingga sewaktu saya masuk kelas seminar bimbingan dosen saya, SM sensei, dia heran karena waktu itu saya tidak berkacamata dan tidak berlensa kontak. Katanya,”Kamu kurang belajar!” (huh sialan juga…tapi emang bener sih kalau dipikir-pikir heheheh). Dan setelah 2 tahun menyelesaikan program Master, kemudian bekerja dan memakai komputer, akhirnya saya harus memakai kacamata, dan kali itu, waktu saya bertemu SM Sensei ini, dia bangga melihat saya berkacamata. Seakan-akan dia berkata, “Good… kamu telah banyak belajar dan bekerja”. Namun sejak melahirkan Riku, saya tidak memakai kacamata saya, dan selalu berada di dalam tas jika keadaan darurat saja. Sulit berkaca mata dnegan bayi-bayi yang selalu mau menarik dan memainkan kacamata yang kita pakai.

Hari ini adalah hari kacamata. Ini akan selalu saya ingat, karena “interest” saya terhadap [Hari ini hari apa] bermula dari sini. Personality di Radio InterFM mengatakan, tanggal 1 Oktober (ditulis 10-01) adalah kacamata karena dilihat dari tulisannya… memang 10-01 terlihat seperti kacamata, bukan? Hmmm bener deh, ada ada aja orang Jepang ini.

Selain hari kacamata, peringatan untuk hari ini banyak sekali, seperti hari SAKE (hmm hari ini saya tidak minum sake karena belum beli sake yang enak hehehe), Hari Shoyu (kecap asin jepang), hari KOPI (kalau ini internasional, tapi seperti dulu pernah saya bahas) , Hari Hukum, Hari Design, Hari untuk anjing pemandu tunanetra (sejak 2002), dan yang terpenting hari ini adalah hari libur untuk saya…. yipieeee.

Hari libur bukan karena Hari Idul Fitri. Hari Idul Fitri di Jepang sama dengan hari Natal, bukanlah hari libur (see … bagaimana mereka tidak “beragama”) . Hari ini hari libur karena saya adalah warga Tokyo. Dan semua warga Tokyo, atau yang bersekolah di Tokyo mendapatkan hari libur “TOMIN no HI” Hari Warga Tokyo. (Kantor-kantor ada yang libur, tapi kebanyakan tetap kerja).

Rupanya tanggal 1 Oktober 1898, pertama kali didirikan Kelurahan TOKYO (Tokyo -shi), dan tahun 1952 seiring perkembangan wilayah dan performance menjadi TOKYO-TO , Tokyo metropolitan City. Untuk itu semua sekolah dari SD sampai SMA yang didirikan oleh pemda Tokyo, dan berada di wilayah Tokyo libur.

Sedikit tambahan mengenai pembagian negara Jepang. Kalau di Indonesia dibagi menjadi 33 propinsi, maka di Jepang dibagi menjadi 47 TO-DO-FU-Ken, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi Prefektur. Satu TO, yaitu Tokyo To, metropolitan city; Satu DO, yaitu Hokkaido, Wilayah khusus (seperti DI di Indonesia mungkin ya); Dua  FU yaitu Osaka -FU dan Kyoto-FU (wilayah khusus juga)  dan yang lainnya KEN, setara dengan propinsi di Indonesia. Namun kami penerjemah tidak bisa menerjemahkan prefektur ini menjadi propinsi, karena banyak faktor. Jadi biasanya kami memakai terjemahan bahasa Inggris, prefektur.

Jadi hari ini adalah hari ulang tahun Tokyo, seperti layaknya 22 Juni hari ulang tahun Jakarte. Jakarta tahun ini sudah 481 tahun loh, sedangkan Tokyo? baru 110 tahun …. Tuaan Jakarta doooonggg….