Q: Kenapa akhir-akhir ini malas menulis dan jarang ada tulisan baru?
A: Ya, akhir-akhir ini di Tokyo, selain panas dan lembab, aku sering menemani Riku mengerjakan PR. Kemudian membereskan rumah, mengepak 5 koper karena kami akan mudik ke Jakarta. Bahkan aku masih harus memberikan Ujian kepada mahasiswa sampai tanggal 26 Juli.
Q: 5 koper? Isinya apa saja tuh?
A: Isinya? Lupa 😀 Segala mie Jepang, bumbu, kecap, coklat, plastik, kaset dan CD bekas masuk bruk ke dalam koper. Baju-baju kami bertiga saja cuma 1 koper. Oh ya PR dan bukunya Riku sendiri sudah 10 kg loh :D. Eh iya, bahkan sempat memasukkan beras Jepang 2 kg ke dalam koper :D. Jadi kesimpulannya 5 koper sampah 😀
Q: Emang mau berapa lama di Jakarta, dan mau ngapain aja?
A: Cuma 28 hari dan cuma di Jakarta saja. Mau melamar kerja infal pembantu gaji tinggi kira-kira ada yang mau ngegaji ngga ya? 😀
Q: Kapan berangkat?
A: Tanggal 27 Juli, soalnya tanggal 29 Juli papa berulang tahun yang ke 75. Harus dirayakan tuh, angka cantik!
So, sodara-sodara…. niatnya mau menulis laporan akhir bulan Juli, tapi malas! Jadi begitu deh, aku sedang di Jakarta dan semoga mendapatkan dorongan kuat untuk tetap menulis di blog 😀 Masih banyak sekali topik yang belum tertulis di draft.
Soalnya sejak aku datang dan menempati kamarku di Jakarta, bawaannya ngantuuuuk melulu. Dan senangnya bisa tidur pulas. Capek yang bertumpuk di Tokyo bisa disembuhkan deh … Dan tentu saja menyimpan tenaga baru untuk melamar jadi infal pembantu lebaran 😀 (Gajinya pakai Yen ya hihihi) 😉
Seperti yang sudah kutulis di sini, deMiyashita sedang mempunyai proyek keluarga yaitu mengunjungi 100 kastil terkenal di Jepang. Ceritanya tidak mau kalah dengan kakek Miyashita yang sudah mendaki 100 gunung terkenal di Jepang. Padahal jumlah kastil di Jepang itu banyak sekali. Ada yang masih berupa bangunan kastil, ada yang sudah rata dengan tanah, hanya ada “bekas-bekas”nya saja. Jadi kami sendiri tidak bisa menentukan 100 kastil terkenal itu apa saja. Untung ada buku yang berjudul 100名城 (100 Kastil Terkenal Jepang) yang memuat 100 kastil berdasarkan daerahnya. Buku itu juga menyediakan tempat kosong untuk mengumpulkan cap kastil itu. Jadi kalau kami masuk ke kastil, dan menghubungi pintu masuk, baik bayar atau gratis, bisa menanyakan cap yang dimaksud.
Tanggal 7 Juli adalah hari Tanabata. Setelah mengikuti misa dan sekolah minggu (aku mengikuti rapat sekolah minggu) jam 12 siang, Gen menjemput kami di gereja langsung naik tol. Tujuan kami hari itu adalah Odawara Castle yang terletak di prefektur Kanagawa. Aku sendiri sudah berkali-kali ke sini, karena memang bangunan kuil yang terdekat dari Tokyo adalah Odawara Castle sehingga sering mengantar teman ke sini. Riku juga sudah pernah, tapi waktu itu dia baru berusia 2 tahun :D.
Yang menyenangkan sebelum kami sampai di kastil tersebut, kami harus melewati tol yang menyusuri pantai. Di luar terik matahari tapi dalam mobil ber-AC. Jadi sepanjang berada dalam mobil, melihat ke arah laut membiru, segar sekali rasanya. Tapi jangan keluar mobil, karena saat itu suhu di termometer sih 33 derajat, tapi real feelnya 38 derajat sajah! Dan untuk pertama kalinya aku merasa dehidrasi, pusing karena tidak mau minum selama perjalanan.
Kami sampai di kastilnya sudah pukul 15:20 karena berputar-putar mencari tempat parkir. Tapi dibanding dulu waktu aku datang ke sini, pengunjung kastil amat sangat sedikit, alias sepi. TAPI ada yang mengejutkan kami waktu kami mulai memasuki gerbang kastil. Ya kami bertemu dengan 4 orang cosplay (costume player, orang-orang yang memakai kostum dari anime/manga) . Cukup mengagetkan karena tidak menyangka di tempat yang begitu klasik, ada mereka. Sebetulnya aku ingin berfoto dengan mereka, tapi pengaruh hawa panas membuat aku malas.
Dan ternyata, tidak hanya 4 cosplay saja yang kami temui. Di gerbang kastil bagian dalam, kami bertemu lagi dengan perempuan dengan kostum salah satu pemain di Inuyasha. Langsung aku tanyakan padanya kenapa kok banyak cosplayer yang datang ke Kastil Odawara ini. Dan dia menjawab bahwa sejak jam 10 pagi memang sedang ada event khusus untuk cosplayer di situ. Pantas banyak sekali cosplayer yang kami temui. Coba tidak panas, pasti aku minta berfoto dengan mereka satu-per-satu. Riku juga tidak banyak tahu manga dan anime, sehingga melihat cosplayer begitu juga cuek saja 😀
Di depan kastil ada kebun binatang kecil, tapi karena takut kastilnya tutup, kami langsung memasuki bagian dalam kastil dengan membayar 400 yen untuk dewasa dan 150 untuk Riku. Kalau anak TK memang biasanya gratis.
Kami tidak boleh memotret di dalam kastil, dan kebanyakan memang peninggalan bersejarah dari kastil tersebut. Terdiri dari 5 tingkat, dan di puncaknya kami bisa melihat pemandangan ke luar dari 4 mata angin. Sayang ada pagar kawat sehingga hasil fotonya kurang bagus. Di lantai teratas itu juga ada tempat beristirahat dan tempat penjualan cindera mata. Jadilah banyak orang yang membeli es untuk mengusir udara panas sore itu.
Setelah menuruni kastil, kami memasuki sebuah kuil Hotokuninomiya jinja yang merupakan tempat memperingati Ninomiya Sontoku (nama aslinya Ninomiya Kinjiro 二宮 金次郎 4September 1787 – 17 November 1856). Dia berasal dari keluarga miskin, ayahnya meninggal waktu usia 14 tahun sehingga harus bekerja keras sambil mengurus adik dan ibunya yang meninggal 2 tahun sesudahnya, tapi di setiap kesempatan beliau membaca buku. Dalam usia 20 tahun dia berhasil mengubah sebuah tanah terlantar menjadi tanah pertanian dan menjadi kaya sebagai seorang tuan tanah. Kemudian dia menjadi seorang daimyo yang terkenal di Odawara. Patung yang terkenal adalah waktu dia membaca buku sambil berjalan menggendong kayu bakar.
Ninomiya ternyata juga dikenal sebagai pemimpin agrikultur, ekonomist, moralist dan filosofer. Aku sendiri belum tahu banyak tentang Ninomiya, tapi kalau membaca di wikipedia, kagum juga bahwa dia membuat semacam koperasi simpan pinjam untuk anggota tanpa bunga untuk 100 hari pertama. Meskipun dia tidak meninggalkan buku atau dokumen tertulis, bawahannya menuliskan pemikiran Ninomiya yang menggabungkan pemikiran Buddha, Shinto dan Konfusius dalam pelaksanaan praktis. Selain itu pemikirannya bahwa pertanian adalah bidang yang terpenting, karena berasal dari sang Pencipta.
Kami meninggalkan kuil yang teduh itu untuk kembali ke Tokyo. Tapi kami ingin sekali mampir ke pantai yang terlihat dari jalan tol waktu datang, jadi Gen mencari jalan di bawah tol untuk mencari cara untuk ke pantai. Akhirnya setelah melewati jalan sempit pemukiman penduduk, kami sampai di sebuah terowongan untuk pejalan kaki berjalan ke pantai. Anak-anak langsung berlari ke pantai mengejar ombak. Riku dan Kai sempat mendapatkan ikan Katakuchiiwashi (anchovy) yang terdampar terbawa ombak. Tapi karena ikan jenis ini mudah busuk, kami kembalikan ke laut lagi.
Tapi ombak di pantai Miyukigahama, Odawara ini cukup besar, sehingga aku selalu berteriak wanti-wanti anak-anak jangan terlalu dekat dengan air. Tidak ada orang sama sekali di sekitar pantai, dan itu bisa dimaklumi karena puanasnya rek! 😀 Yang menarik perhatianku di situ terdapat peringatan bahwa jika terjadi gempa bumi, harus segera melarikan diri lewat terowongan ke sisi pemukiman. Sepanjang pantai memang didirikan tembok tinggi dan kalau melihat tebalnya pintu terowongan itu, aku mengagumi antisipasi orang Jepang menghadapi tsunami.
Kami kemudian pulang ke Tokyo naik tol yang lumayan macetnya 😀 Meskipun cuma setengah hari, perjalanan 100 Kastil kami hari itu cukup menyenangkan. Masih ada beberapa kastil di sekitaran Tokyo yang bisa kami kunjungi pulang hari, tapi kalau sudah ke arah kansai (Osaka, Kyoto dan sekitarnya) kami perlu merencanakan jauh hari karena perlu menginap. Semoga bisa lengkap mengunjungi 100 kastil deh, entah selesainya kapan.
Ini adalah sambungan tulisanku yang, Outdoor Family. Perjalanan ke Hokuto, Yamanashi Prefektur.
Karena jam sudah menunjukkan pukul 4:30 sore dan kami tahu jalan tol pulang pasti macet, kami bergegas pulang. Tapi Gen minta ijin untuk mampir ke suatu tempat. Katanya ada yang ingin dia perlihatkan padaku. “Apa sih?” tanyaku…. “Museum Seni!”…. hmmm sebetulnya aku tidak begitu gandrung museum seni, tapi ok lah.
Kami sampai di depan pintu gerbang “Kiyoharu Geijutsumura 清春芸術村” (Perkampungan Seni Kiyoharu) pukul 4:50. Biasanya museum seni di mana-mana tutup jam 5, jadi musti bergegas. Dan di depan gerbang tertulis: Harga karcis masuk dewasa untuk museum 800 yen, untuk Gedung Cahaya: 500 yen, dan harap beli di loket gedung masing-masing. Sempat cemberut juga sih aku, kalau musti keluarkan uang 1500yen untuk 30 menit hehehe.
Kami masuk ke dalam gerbang dan melihat ada sebuah gedung bundar. Tapi tidak ada siapa-siapa dan ada papan yang menunjukkan bahwa di situ bukan museumnya, tapi di tempat lain. Jadi aku bergegas ke tempat yang dituju. Ada sebuah kolam di situ dan memang terlihat ada pintu masuk bangunan museum, yang… biasa-biasa saja. Memang bangunan museumnya biasa saja, tapi di sekelilingnya dong… Banyak bangunan dan patung yang menarik!
Rupanya bangunan bulat yang pertama kami lihat bernama “La Ruche” atau sarang lebah. Ini merupakan duplikat dari sebuah bangunan di Paris yang pernah dipakai sebagai pavilion untuk wine di Paris Expo tahun 1900, yang didesain oleh Gustav Eiffel. Sampai sekarang bangunan yang berada di perkampungan seni Kiyoharu ini dipakai sebagai atelier (studio kerja) dan tempat tinggal seniman.
Untung saja aku belum sempat membeli karcis masuk museum, karena Gen datang setelah memarkirkan mobil, dan menunjuk sebuah bangunan kecil di sebelah museum. Aku tidak tahu bahwa boleh masuk ke sana. Jadi Gen yang membukakan pintu untukku. Dan… terkejut begitu masuk karena langsung terlantunkan lagu gereja dari player yang ada. Ah, rupanya ini chapel yang dimaksud Gen.
Jadi konon ada artist dari Perancis bernama Rouault, terkenal sebagai seniman beragama katolik dan banyak menghasilkan karya seni bernafaskan katolik. Salah satunya adalah sebuah stained glass yang dibeli oleh seorang Jepang yang kaya. Karena dia mau memamerkan stained glass itu maka dia juga membangun sebuah chapel kecil di perkampungan seni itu dan kapel itu dinamakan Rouault chapel.
Yang lucu, si Kai begitu masuk gereja langsung menghormat dan berdoa 😀 Entah apakah pernah ada orang yang mengadakan misa di situ atau tidak tapi tempatnya lengkap dengan orgel kecil, altar dan salib serta tempat duduk umat yang kira-kira 20 kursi. Tapi suasana, pencahayaan, musik dan semuanya membuat kami merasa bahwa tempat itu benar-benar chapel. Nanti mau tanya ah apa sudah pernah ada yang membuat misa di situ 😀 (Ternyata setelah mencari di websitenya, chapel ini bisa dipakai untuk upacara pernikahan, tentu dengan ijin sebelumnya)
Setelah melihat chapel (yang gratis, tanpa perlu membayar tiket masuk), kami menikmati luasnya halaman di lingkungan “desa seniman” ini. Ada sebuah patung berjudul “Eiffel” dan sebuah rumah pohon yang didesain Fujimori Terunobu dan diberi nama Ruang Teh Tetsu. Aku sebetulnya penasaran kenapa kok patung yang kubilang aneh itu diberi nama Eiffel, dan apa hubungannya dengan Menara Eiffel yang di Perancis itu. Waktu mau menulis ini, aku terpaksa harus mencari literatur yang mendukung, dan mengetahui bahwa itu adalah patung Gustav Eiffel, si perancang Menara Eiffel dan tentu saja bangunan bundar yang menyambut kami di pintu gerbang tadi, La Ruche. Tak salah kan, kalau aku menulis judul Menemui Eiffel 😀 (dan Rouault tentunya)
Senang rasanya bisa melihat tempat ini. Berada di halamannya saja sudah senang (belum tentu sih tetap senang jika melihat lukisan yang dipajang dalam museum, karena aku “buta” seni lukis). Langit juga biru, khas langit musim panas, tapi karena di sini pegunungan jadi tetap sejuk. Memang cocok daerah ini sebagai daerah bungalow. Jadi perkampungan seni di antara belantara bungalow deh.
Mungkin kalau kami ke sini lagi, kami akan masuk ke museumnya. Atau konon sakura di sini juga bagus. Tapi berarti harus bulan April kembali lagi ke sini, padahal rencananya kelompok umat katolik di sini akan datang ke rumah retret di sini bulan September nanti. Yang pasti udara sejuk (dingin) dan segar tetap tersedia sepanjang tahun.
Usia Sekolah dalam bahasa Jepang disebut dengan Shukugaku nenrei 就学年齢, usia yang tepat untuk mengenyam pendidikan yaitu dari seorang genap berusia 6 tahun terhitung tanggal 1 April selama 9 tahun (wajib belajar SD-SMP). Kai tepat hari ini sudah berusia 6 tahun, sehingga bulan April tahun depan Kai akan memasuki SD. Dan, tentu saja membeli ransel baru untuknya.
Kira-kira 3 hari yang lalu, seperti biasa aku tidur bersama Kai. Setelah selesai berdoa, dan selesai membacakan sebuah buku cerita, aku memeluk dan mencium dia sambil berkata, “Aduh anak mama, 3 hari lagi jadi 6 tahun… tambah besar… nanti tidak mau dipeluk mama lagi…”
Lalu Kai jawab, “Mau kok ma… aku mau tinggal sama mama terus sampai tua.”
“Loh, nanti Kai menikah?”
“Iya terus tinggal sama mama. Nanti anak Kai panggil mama obaasan ya (Nenek)”
“Hmmm ya boleh, tapi mama ngga mau urus cucu terus ya!”
“Nanti kalau Kai sudah jadi ojiisan (kakek) berarti ada cucu ya…”
“Wah, kalau Kai ojiisan, mama udah mati dong.”
“Mama ngga boleh mati….”
“Ya kalau Kai ojiisan kan, berarti mama hiobaasan (buyut)…hmmm suatu saat ya mati…”
“Tapi Kai ngga mau mama mati…”
“Kai, setiap orang pasti mati. Mama juga sedih waktu oma meninggal, tapi misalnya oma hidup terus dan sakit-sakitan gimana? Manusia itu suatu saat pasti mati. Berapapun umurnya. Ada yang tua sekali ada yang masih bayi sudah mati.
Mama juga tidak mau mati, tapi kalau mama hidup terus padahal tidak bisa apa-apa, kan lebih baik mama mati.”
Kai menangis, dan aku menangis…. tapi kurasa aku harus menerangkan pada dia bahwa maut dapat datang sewaktu-waktu. “Kita tidak tahu kapan mati Kai, karena itu kita harus hidup baik terus. Baik kepada teman-teman, guru dan semua saja. ”
Aku tambah menangis.
Kai juga menangis.
Kami berpelukan erat sekali.
Dan saat itu aku tahu, Kai yang biasanya begitu cuek, tanpa perasaan jika berbicara soal mati, yang sering heran melihat kakaknya menangis sedih…..hari itu sudah bisa mengerti bahwa kematian itu menyedihkan. Kai menjadi sedikit lebih besar lagi. Secara psikologis dia juga berkembang, dan sering menganggap teman-teman TK nya kekanak-kanakan. Dan dengan penuh kesadaran, dia selalu ikut belajar waktu Riku belajar. Tidak mau kalah.
Yang pasti dia marah, selalu marah, jika kami memanggilkan Kai-chan!
“Kenapa sih panggil chan terus… Panggil Kai kun dong!”
“Maaf mama (papa) tidak biasa, habis Kai lucu sih, jadi lebih cocok panggil Kai chan.”
“Kai tidak lucu! Jangan panggil aku Kai-chan!”
Baiklah Kai-chan… eh Kai-kun. Kami berusaha terus memanggil kamu Kai-kun. Tapi kamu yang terkecil di rumah, jadi kami selalu keceplosan. Jangan marah terus ah! Nanti cepat tua loh 😀
Happy Birthday Ignatius Kai Miyashita yang ke 6,
16 Juli 2013
Kamu selalu akan menjadi yang terkecil di rumah, tapi mama tahu, kamu akan menjadi orang besar nanti! Semoga!
Dalam pikiranku, seseorang yang menyukai outdoor = suka camping, mendaki gunung, hiking dsb nya yang membutuhkan kekuatan badan. Waktu kucari di wikipedia dengan kata kunci: outdoor aku menemukan keterangan berbagai macam kegiatan outdoor. Dan terus terang, kami sekeluarga belum pernah melakukan hal-hal yang tertulis dalam daftar tersebut, kecuali museum, sightseeing, picnicking dan amusement park :D.
Ok, kami pernah mendaki bukit bersama, dan masih mempunyai target petualangan mengunjungi 100 castle terkenal di Jepang. Kami kalah dari bapaknya Gen yang sudah mendaki gunung-gunung terkenal di Jepang yang tingginya di atas 2500 semua :D. Memang waktu yang dimiliki bapak mertuaku lebih banyak dibanding kami, karena untuk mendaki gunung membutuhkan waktu lebih dari satu hari (kata mertuaku biasanya dia jalan 8 jam baru istirahat) .Tapi seandainya kami punya waktu pun belum tentu bisa mendaki gunung… apalagi aku yang takut ketinggian ini 😀
Tapi yang pasti kami memang suka doraibu (drive). Naik mobil lalu pergi ke prefektur lain, naik highway, keluar pintu tol lalu mulai melihat ke kanan kiri apakah ada tempat yang menarik. Bahkan kadang kami cukup lama turun di Parking Area untuk makan siang atau makan malam. Dan di Parking Area yang besar biasanya ada taman atau fasilitas yang cukup menarik. Dan biasanya yang aku perhatikan adalah bagus tidaknya wc nya. Cukup banyak PA yang wcnya bagus! Nanti deh aku tulis mengenai PA sendiri ya.
Nah, tgl 23 Juni lalu, sesudah mengikuti misa di Kichijouji, kami bermaksud untuk mengadakan survey tempat rekreasi/retret komunitas umat Katolik Indonesia yang terletak di Kobuchizawa di prefektur Yamanashi. Bagaimana cara ke sana, berapa kira-kira biaya transportasinya, keluar di pintu toll mana, letak stasiun terdekat, ada tidaknya toko/restoran di sekitar tempat itu dan lain-lain. Karena memang rumah retret, letaknya memang cukup jauh dari jalan raya dan harus berjalan 40 menit menanjak dari stasiun.
Bagi kami tempatnya bagus. Well bukan bungalow mewah, tapi dikelilingi pepohonan dan sungai kecil, serta tak jauh dari situ kami bisa melihat hamparan bukit rumput yang begitu luas. Begitu melihat tempat itu Kai berteriak, “Waaaahhh bagus sekali, aku mau ke situ dan ingin menggelinding ke bawah. Papa terima kasih, alam ini menyegarkan hati!” Aduh, papa Gen dan aku begitu terharu mendengar perkataan Kai. Kok bisa dia menemukan kata-kata “menyegarkan hati 心が癒される”.Rasanya capek menyetir hilang seketika mendengar anak-anak kami menyukai alam.
Dan mata Kai memang tajam sekali. Waktu kami melewati jalan yang cukup lebar dengan pepohonan di kiri kanan, tiba-tiba Kai berteriak, “Ada RUSA!”… waduh… masak sih? Tapi siapa tahu benar, jadi Gen memutar balik dan melihat ke arah yang ditunjuk Kai. Dan ternyata memang di kejauhan ada sekelompok Rusa liar. Bayangkan melihat rusa di alam, tanpa ada pagar seperti di kebun binatang. Rusa-rusa itu juga melihat ke arah kami, mungkin mereka pikir, “Apaan sh lihat-lihat?” hehehe. Aku segera memotret dengan lensa tele punyaku dan mengabadikan kesempatan emas tersebut.
Kami sebetulnya juga mencari peternakan di daerah itu, siapa tahu kami bisa memegang sapi-sapi langsung atau siapa tahu ada event khusus. Tapi ternyata kami tidak menemukan peternakan yang ada. Kami kemudian mencari wc dan mampir di sebuah toko/restoran tempat istirahat dan penjualan souvenir. Yang kurasa aneh, memang sih daerah di situ daerah villa, tapi baru kali ini aku membaca pengumuman di wc, “Bagi pengguna WC saja, dimohon memberikan sumbangan untuk kebersihan!”. Ya memang sih kalau tidak membeli apa-apa dan cuma mengotori wc, kasihan juga pemilik tempat tersebut. Jadi aku memberikan beberapa keping uang logam yang ada. Eh ternyata akhirnya anak-anak membeli es krim di situ. Yahhhh tahu begitu kan, tidak kasih sumbangan 😀 hehehe.
Begitu kami keluar tempat itu, Gen yang mau membeli minuman kaleng di vending machine tertegun. Ya, tidak bisa dibeli karena mesin itu rusak. Rusaknya adalah tempat memasukkan uang 😀 Si pemilik tempat itu keluar dan meminta maaf tidak bisa membeli di situ karena rupanya baru dirampok semalam. Waduh … memang sih kalau malam tempat itu pasti sepi sekali, tapi isi uang di situ sudah pasti tidak banyak. Paling banyak juga 20.000 yen (2 juta rupiah). Hmmm rambo juga ya.
Karena misi survey sudah selesai, kami akhirnya bersiap untuk pulang ke Tokyo, sebelum terlalu larut dan terjebak macet.
Tahun 1989, aku masih mahasiswa UI, tentu saja bersama 20 teman lainnya yang masuk ke jurusan (hmmm tepatnya Program Studi) Sastra Jepang FSUI (sekarang namanya FIB). Tingkat 3 dan beberapa di antara kami berkesempatan melakukan perjalanan “karya wisata” Kengaku ryokou 見学旅行 ke Jepang bersama, mahasiswa dan dosen. Ada sekitar 20 orang rombongan kami, bersama junior –kohai, kepala program studi dan Ibu Dekan FSUI. Kunjungan dengan jadwal yang padat ke Tokyo, Nagoya, Kyoto, Osaka, Tenri terutama ke universitas yang mempunyai kerja sama dengan UI. Dan ada dua hari di antara 2 minggu perjalanan, kami menginap di rumah orang Jepang.
Karena jumlah mahasiswanya ganjil waktu itu, aku sendirian menginap sementara yang lain berdua-dua. Ah, kalau mengingat perjalanan waktu itu, pertama kali ke luar negeri dengan teman, ke Jepang lagi…. Setelah perjalanan itu, aku belum pernah mendengar lagi ada rombongan mahasiswa angkatan ke Jepang bersama. Mungkin karena sulit mengurus, mungkin secara ekonomi mahasiswanya bisa pergi sendiri, atau alasan lain. Tapi perjalanan ke Jepang waktu itu benar-benar membekas dan mempererat persahabatan kami.
Tahun 2013 ini, ada dua teman seangkatanku yang mengunjungi Tokyo. Dan kebetulan ada hari Sabtu yang memungkinkan aku bertemu mereka. Pertama bertemu Elfi, yang warga Palembang dan datang ke Tokyo karena suaminya sedang dinas di Tokyo. Hanya dua jam pertemuan kami, sebelum aku mengikuti misa di gereja Meguro, tapi sangat menyenangkan. Apalagi aku baru pertama kali bertemu suaminya, Mas Ansori (yang selalu diperkenalkan Elfi bahwa suaminya selalu minta maaf, alias I’m Sorry – begitu terdengarnya 😀 ). Semoga kelak aku bisa jalan-jalan ke Palembang dan berwisata kuliner dengan Elfi.
Kemarin malam, aku bertemu dengan kawan seangkatanku, Ira Koesnadi di Shibuya. Memang aku lumayan sering bertemu Ira di Jakarta bila aku mudik. Tapi rasanya memang lain kalau bertemu di Tokyo. Kami makan malam bersama dan ngobrol berjam-jam sampai jam kereta terakhir :D. Kebetulan aku juga cukup dekat dengan orang tuanya Ira, sehingga kami berbicara ngalor ngidul. mulai dari kenangan tahun 1989, meninggalnya papanya yang tragis, sampai membicarakan kehidupan di Jakarta sekarang yang begitu membutuhkan uang untuk pendidikan dan living. Tapi kesimpulannya, kami percaya, kami akan bisa melampaui kesulitan-kesulitan keluarga.
Kami makan di sebuah kedai murmer bernama “Tengu” di Shibuya, dan yang ingin saya perkenalkan adalah sate ayam yang namanya “bonjiri“. Bonjiri adalah bagian ayam yang mungkin tidak banyak yang suka, yaitu “brutu ayam” (dalam foto yang dua tusuk di piring terpisah). Dagingnya sangat lunak dan tidak bau sama sekali. Memang tidak semua toko/restoran menyediakan sate bonjiri dan cukup langka. Papa dan alm mama juga suka, sehingga sering adikku beli dan freeze sebelum dibawa ke Jakarta. Silakan coba kalau ada kesempatan ke Jepang 😉
Tak akan habis-habis jika membicarakan kenangan yang tiba-tiba mencuat dalam benak masing-masing. Tapi entah kenapa hari ini tulisanku dan pikiranku penuh dengan “kenangan”.
Aku menulis di FB bahwa tanggal 1 Juli pada tahun 1979 adalah hari pertama kalinya SONY merilis Walkman. Nama yang begitu terkenal karena kita bisa mendengar musik di mana saja, dan juga menjadi cikal bakal alat-alat audio portable saat ini. Aku sendiri tidak begitu ingat kapan aku pertama kali punya walkman, tapi memang pernah melihat alat ini ada di rumahku di Jakarta.
Kenangan yang kedua hari ini, waktu aku menggoreng emping. Kaleng KHG ku yang biasa kuisi macam-macam krupuk sudah kosong. Padahal Kai suka sekali. Jadi aku menggoreng krupuk udang dan emping. Sambil menggoreng aku ingat alm. mama….. Ya dulu mama sering makan nasi dengan emping dan kecap manis + cabe rawit. Katanya “Makanan Miskin” mel…. Atau yang paling miskin lagi nasi dengan air panas yang diberi bulyon (kaldu kotak) + sambal saus. Karena kulihat jam sudah menunjukkan pukul 12, aku ambil nasi sedikit, goreng telur mata sapi diberi kecap sambal dan emping. Ma, hari ini aku juga Makan Miskin 🙂
Sore hari, aku tiba-tiba melihat sisa whipping cream dan blueberry yang dipakai untuk buat kue Sabtu lalu. Lalu aku pikir, kalau crepe enak ya. Bersiaplah aku membuat crepe. Dan sambil menggoreng crepe itu, aku ingat pada asisten Oma Poel yang bernama Bik Imah. Dia selalu membuatkan kami crepe jika datang ke rumah. Dan crepenya enak! Tebal dan dibumbui gula + parutan kayu manis. Ah, aku teringat alm.
Di sekitar hidupku banyak tersimpan kenangan-kenangan kecil, dan selalu menemaniku menghadapi hari-hari baru. Rasanya aku masih muda, tapi kenapa akhir-akhir ini sering mengingat masa lalu ya? Bukan soal kangen mama, karena aku sering bermimpi bahwa mama berada di dekatku selalu. Tapi mungkin aku mulai melihat perkembangan anak-anak yang cukup pesat dan “takut” jika aku harus melepaskan mereka 🙂 Pengaruh PMS? mungkin 😀
Bagaimana “Makanan Miskin”mu? Atau kamu suka makan crepe dengan apa?
“Iya nak… mama juga tidak akan tidur, jika tidak capek sekali.
Atau jika mama khawatir.
Justru kalau mama tidak khawatir, mama bisa tidur.
Mama sama sekali tidak khawatir tentang Kai, karena Kai bisa memperhatikan banyak hal.”
Lalu disambut Kai, “Mama capek ya? Nanti kalau sampai di rumah Kai pijat ya….”
Sabtu kemarin, aku pergi ke gereja sore bersama Kai saja. Karena Riku ingin pergi sendiri ke rumah kakek neneknya di Yokohama. Ya, sendirian dari rumah naik bus ke stasiun terdekat lalu naik kereta ke stasiun terdekat rumah mertuaku. Untung hanya satu kereta tanpa mesti berganti kereta, dan itu selama 71 menit karena local train yang berhenti di setiap stasiun. Ada berapa stasiun yang dilewati? Ntahlah aku tak menghitungnya. Tapi selain biaya kereta, aku bekali dia 20 keping uang 10 yen untuk menelepon dari telepon umum, jika ada apa-apa. Aku belum mau membelikan dia HP karena kupikir belum perlu benar. Kemudian kertas bertuliskan jadwal kereta dan nama stasiun yang harus dilewati, karena meskipun satu kereta, jalur yang dipakai itu sebenarnya ada 3, Seibu Ikebukuro Line (private), Tokyo Metro (subway) dan Minato Mirai line (private).
Parno? Tidak! Aku tidak mau melepas anakku untuk petualangan pertamanya dengan kekhawatiran berlebih. Karena aku tahu Riku itu bagaimana sifatnya. Dia tidak segan bertanya jika merasa ragu, dan itu sudah sejak usia 3 tahun! Dan jika dia sudah yakin bisa, biasanya aku lepaskan. Sama seperti waktu aku memberikan pilihan mau belajar di Kumon, dia mau. Meksipun akhirnya dia bosan (aku juga) dengan cara-cara Kumon. Kemudian dia mau ikut bimbel, dan aku carikan, dan sekarang dengan (cukup) rajin pergi ke bimbel yang lumayan jauh dari rumah kami. Dia harus naik sepeda 20 menit untuk sampai tempat itu.
Jadi waktu dia telepon dari stasiun dan mengatakan bahwa dia tinggal menunggu kereta datang, aku lupakan Riku sejenak. Aku konsentrasi membuat kue cake ulang tahun yang akan kubawa ke gereja. Kemarin aku masih “rajin” untuk membuat rainbow cake. Meskipun sambil membuat kue itu aku pikir bawah rainbow cake itu kan sebetulnya yang HEBOH hanya warnanya. Rasanya sama sekali BIASA hehehe. Aku lebih memilih cake yang rasanya enak deh :D. Dan tahu-tahu pukul 14:15 ada email dari ibu mertuaku, bahwa dia sudah bertemu Riku di stasiun. LEGA deh.
Memang aku harus menahan kantuk yang sangat malam kemarin di dalam bus. Capek sekali seminggu ini, dan lebih ke capek batin. Hari Selasa, Riku mogok ke sekolah karena dia diejek-ejek teman sekelasnya. Untung selasa itu Gen libur sehingga bisa ikut follow up, dan aku bersyukur karena suamiku bisa mengerti kondisi batin anaknya 😀 Cukup kaget aku waktu Gen bilang, “Kamu tidak mau ke sekolah karena tidak mau bertemu anak itu kan? Bukan karena pelajarannya kan? Dan kamu yakin bisa belajar sendiri? Kalau begitu ya sudah libur saja!” hahahaha… aku sih sebetulnya sama seperti pemikiran Gen, cuma karena aku tahu dia dulu itu disiplin (mamanya) sekali soal pelajaran sekolah (selalu nomor satu), jadi kupikir aku juga harus disiplin pada Riku. Jadi deh Riku “bolos” sehari, dan esoknya dengan senyum bisa ke sekolah. Daripada kami paksa ke sekolah dan trauma terus setiap hari… kasih waktu istirahat untuk batinnya. We all need that! So, aku menyetujui “Bolos” jenis begini 😀
Soal Riku selesai, meskipun waktu kutanya sesudah itu temannya masih terus mengejeknya. Dia sudah bisa “cuekin” perkataan temannya. Bukan itu saja, pada hari Kamis dia pergi ke bimbelnya untuk belajar sendiri, atas kemauan dia sendiri. Memang bimbelnya hanya setiap hari Jumat, tapi murid-murid bisa pakai gedung itu untuk belajar mandiri, dan setiap saat bisa bertanya pada guru yang kebetulan ada di situ. Tak percuma aku membayar mahal untuk bimbel itu. Mungkin Riku terngiang kata papanya, “Kamu harus punya satu kelebihan yang bisa kamu pakai sebagai senjata menghadapi anak-anak yang suka mengejekmu. Kamu tahu, SAKIT, benar-benar sakit hati loh jika kamu dibilang BODOH oleh orang yang pintar. Karena berarti kata bodoh itu bukan hanya ejekan, tapi kenyataan. Dulu papa berusaha sekuat tenaga supaya jangan mengatakan bodoh kepada teman yang memang bodoh. MAKA jadilah PINTAR supaya bisa mempunyai tameng hati, yaitu kata bodoh yang telak. Meskipun tidak perlu kamu gunakan jika tidak perlu. Yang pasti kamu bisa berpikir, ahhh biar saja dia ejek aku, dia bodoh ini…. :D”
Capek batin kedua kualami hari Jumat. Hari jumat itu aku harus mengajar satu jam pelajaran saja, karena jam ke3 diliburkan pihak universitas untuk persiapan festival universitas. Dan memang minggu lalu aku sudah berikan tugas yang harus diselesaikan sebagai bahan hari jumat ini. Aku perlu datang ke sekolah untuk menjawab jika ada pertanyaan dari mahasiswa, atau kalau ada yang tidak tahu tentang tugas itu. TAPI waktu aku antar Kai ke TK, tiba-tiba kulihat mata Kai merah sekali. Sambil aku membatalkan perpanjangan kelas Usagi di kantor kepsek, aku akhirnya sekaligus memberitahukan bahwa Kai kubawa pulang saja. Matanya meragukan. Dan aku terpaksa mengajak Kai ke universitasku.
Kami pulang ke rumah sekitar pukul 3, dan sempat bertemu rombongan murid yang dipimpin satu guru pulang bersama menurut wilayah tempat tinggal mereka. Aku sempat heran, tapi kupikir itu karena hari Jumat, biasanya memang ada latihan “mengungsi dalam keadaan bencana 避難訓練”. Jadi aku juga tahu bahwa Riku pasti sudah di rumah. Aku cepat-cepat pulang, dan mendapatkan Riku di dalam apartemen kami dengan seorang anak kelas 3 yang rumahnya beda dua apt di lantai yang sama.
“Mama aku mengajak dia masuk karena ibunya belum pulang dan dia tidak ada kunci”
“Oh tidak apa-apa kok…”
“Soalnya kami disuruh pulang dan tidak boleh keluar sementara. Kan ada peristiwa kejahatan terhadap murid SD di Oizumigakuen -Nerima-ku. Ada di berita TV loh….”
“What????” langsung aku menyalakan TV.
Jadi rupanya sekitar jam 2, di sekolah dekat stasiun rumahku (ada banyak sekolah SD memang di daerahku), murid kelas 1 SD pulang lebih cepat. Waktu menunggu akan menyeberang, tiba-tiba seorang lelaki membawa pisau mendatangi kerumunan anak-anak itu dan… menyabet senjatanya. Ada 3 anak menjadi korban, 2 anak terkena di bagian leher dan luka ringan, sedangkan satu anak di bagian siku dan luka berat. Semua anak panik, dan petugas penyeberang yang berada 5 meter dari lokai mendatangi anak-anak dan memukulkan tongkat ke arah lelaki bersenjata itu. Kejadiannya sangat cepat, setelah 3 menit, lelaki itu masuk ke mobilnya dan lari….. Kemudian dalam 40 menit tertangkap dan kebetulan letaknya dekat dengan kantor Gen.
Aku sama sekali tidak tahu ada peristiwa itu, tapi begitu melihat tayangan TV menjadi tahu, dan bersyukur bahwa kejadian itu bukan di SD Riku. Bersyukur bahwa SD Riku dekat rumah dan di dekat rumah ada pos polisi. Bersyukur aku sudah berada di rumah waktu mendengar berita itu (kalau masih di jalan pasti akan panik sekali). Sekaligus khawatir jika ada kejadian serupa terjadi lagi, waktu Kai masuk SD tahun depan. Ah… kekhawatiran yang tidak perlu dibesar-besarkan, karena aku tahu pasti anak-anakku tahu harus berbuat apa jika sampai ada kejadian yang sama. Sekaligus aku tahu bahwa Tuhan juga akan melindungi anak-anakku. Berserah kepadaNya memang yang terbaik. Tuhan tidak akan Tidur!
Seminggu yang melelahkan batin dan pikiran, sehingga aku memang sempat sih tertidur 3 menit dalam bus, dan dibangunkan Kai…
(kelelahan seminggu juga sebagian disebabkan hosting yang amburadul, dan kemudian perpindahan hosting dengan bantuan kang Yayat yang cukup makan waktu. Terima kasih ya Kang Yayat. Sekarang sudah di hosting baru sehingga semestinya blog Twilight Express ini sudah bisa diakses dengan lancar. Blog mirror akan saya biarkan untuk dokumentasi atau jika TE sulit diakses. Dua tulisan baru yang aku tulis di mirror site yaitu Ketika Cinta (Blogging) Harus Memilih dan Menikmati Kopi dan Omong Kosong sudah aku pindahkan juga ke sini.)
huhuhu lebay sekali deh judulnya 😀 Tapi memang dalam beberapa hari ini aku sedang galau, gara-gara blog. Seperti diketahui aku mempunyai blog bertajuk Twilight Express dengan domain sendiri. Tentu saja dengan hosting sendiri, bayarnya memang tidak lebih dari 1 juta rupiah per tahun karena sudah beberapa kali upgrade kapasitas. Jumlah nominal yang kecil untuk beberapa orang yang memang mempunyai pemasukan dari internet. Tapi karena aku belum mau me-monitize blogku, maka jumlah itu cukup memberatkanku.
Masalahnya memang hampir setelah 2 tahun pindah hosting (ini yang ke 3) pasti akan terkena suspend berkali-kali karena dianggap mengganggu stabilitas pengguna hosting lain. Padahal menurutku pemakaian juga tidak seaktif sebelumnya, dan kalaupun membludak diperkirakan kalau ada tulisan baru dong, deh gitu lah yau!
Tulisan terakhir di sana tanggal 20 Juni. Padahal aku ingin sekali menulis banyak! Tapi kalau aku menulis baru, akan pengaruh lagi dengan trafik kunjungan dsb dsb. Terpaksa deh nahan 😀 Oleh pihak hostingnya dibilang aku harus upgrade dengan VPS, tapi sedangkan yang pakar IT saja, sahabatku si Jumria TIDAK menyarankan aku pindah VPS. Karena aku boleh dikatakan “amatir” atau istilahnya dia End User. Sehingga jika nanti ada apa-apa, aku tidak bisa menghandle sendiri cpanel (yang sebetulnya aku sendiri baru sedikit menguasai -akhirnya-). KECUALI aku menyerahkan pada pihak hosting, yang tentu harganya muahal (berlipat dari yang sekarang), atau aku tetap menyewa VPS di luar negeri, dan “menggaji” orang untuk memaintainnya. JIKA aku kaya mah, apa juga aku beli… kalau bisa beli perusahaan hosting sekalian hahahaha.
So, terpikir untuk pindah hosting, tapi juga terpikir, jika pindah hosting PASTI akan berhadapan dengan masalah yang sama, cepat atau lambat. Salah satu kemungkinan yang paling cepat adalah pindah saja ke wordpress gratisan yang memang fiturnya terbatas, sehingga boleh dikatakan aku harus DOWNGRADE.
BUANGLAH SEJARAH MASA LALU….
Sambil berpikir untuk downgrade kembali ke wordpress gratisan saja yang memang sudah aku miliki, ada banyak alternatif yang bisa dicoba. TAPI pada akhirnya aku pikir terkadang memang kita harus melupakan masa lalu, masa kejayaan kita. Waktu berjalan terus, dan bukan jamannya lagi untuk mengagung-agungkan masa lalu.
Masa di mana aku menulis 1247 tulisan dengan 25.685 komentar, dengan theme yang kusuka putih bersih, dengan plugin favoritku ” Todayish in History” yang memungkinkanku membaca kembali tulisan yang kubuat pada tanggal yang sama sama 5 tahun ke belakang.
Apalagi tepat waktu hostingku bermasalah, seorang pembaca blogger setia, sahabatku sejak awal ngeblog mencapai angka komentar 1000 (dalam 5 tahun -1247 posting) berkat plugin “Top Commentator”. Terima kasih banyak untuk komentarnya ya mas NH18.
SEKALI LAGI SEJARAH! Kenangan 🙁
Untukku melupakan masa lalu itu berat! Apalagi sejarah adalah kesukaanku. Tapi aku harus berpikir praktis, karena otomatis karena kepalaku dipenuhi masalah hosting, aku tidak bisa move on, menulis terus. Padahal sahabatku Donny Verdian sampai berkali-kali menanyakan perihal blogku sambil menawarkan bantuan. Katanya, “after all, semoga mood blogmu semakin membaik apapun solusi yang kau percaya benar untuk ditempuh *halah* Hahahaha.. Go Imel, Go!”
Kalau aku mau kembali ke tujuanku ngeblog awalnya, memang hanya untuk menulis. Dan mungkin ini saatnya pula untuk bangkit, menulis lebih banyak lagi. Dan meminjam frase yang kukenal dari Gratcia Siahaan, “Write like nobody’s reading”. Sehingga kuputuskan untuk menulis di sini dulu, sambil aku mencari jalan terbaik untuk domainku. Toh aku sebetulnya baru saja membayar perpanjangan hosting dan domain, sehingga aku masih punya waktu 1 tahun berpikir (sayang sih karena otomatis aku membayar sesuatu tanpa menerima pelayanan). Mungkin akan kubatasi tulisan di sana sesedikit mungkin sampai 1 tahun, dan tulisan lamanya kutaruh di sini. Ntahlah, yang pasti aku harus menulis. Apalagi aku masih ada hutang tulisan kepada Masbro 🙁 dalam GA nya pakde Abdul Cholik. Segera setelah ini aku akan mulai menulis…… masih ada 3 hari kan? 😀