Kala satu ditambah satu sama dengan satu

5 Agu

Pasti saya akan dimarahi ahli matematika, karena sudah pasti 1+1 =2, bukan satu. Tapi jika Anda pernah mengikuti upacara pernikahan dengan cara agama katolik, maka pasti Anda pernah mendengar “sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.”(Markus 10:7)”

Bertambah lagi pasangan suami-istri di dalam keluarga besar Mutter, karena keponakan saya, Imma menikah dengan Ryggo, hari Minggu tanggal 3 Agustus yang lalu. Sudah lama saya tidak hadir dalam upacara pernikahan dalam keluarga besar kami karena saya berdiam di negeri lain. Dan dalam kesempatan ini, saya bisa menyegarkan kembali hubungan akrab yang pernah ada dalam keluarga kami. Memang biasanya pertemuan keluarga besar secara lengkap terjadi dalam dua “peristiwa” besar, yaitu kematian dan perkawinan. Hal ini sama juga dengan masyarakat Jepang, namun bedanya, jumlah anggota keluarganya berbeda. Sehingga terasa lebih cepat kita berjumpa dengan keluarga di Indonesia daripada dengan keluarga di Jepang.

Misa pernikahan dilaksanakan di gereja St Monika, BSD. Untung saja jalan menuju BSD dari rumah tidak macet, sehingga otomatis dalam 45 menit kami bisa sampai di sana (tentu saja dengan bertanya kanan-kiri untuk kepastian letak gereja). Misa dimulai pukul 1 siang, dan terus terang…. panas. Gereja ini tidak ber-AC, sehingga setelah sepuluh menit mengikuti misa, Riku menjadi gerah dan mulai merayuku untuk diperbolehkan pergi ke luar (sabar nak, di luar lebih panas daripada dalam ruangan!). Misa selama 2 jam ini dimeriahkan dengan alunan lagu-lagu dari paduan suara yang katanya sering menjuarai festival choir. Bagus… tapi menurut saya terkadang lagu yang dinyanyikan tidak cocok untuk dinyanyikan dalam gereja. Teringat akan Oma Poel F, pemimpin paduan suara Cavido, yang boleh dikatakan “cerewet” dalam pemilihan lagu. Misalnya lagu “Tonight I celebrate my love” rasanya tidak pantas dinyanyikan dalam misa…. entahlah, mungkin saya ini oldefo. Tapi memang perlu memikirkan juga kepantasan suatu lagu, untuk dinyanyikan pada suasana yang sakral itu.

Tapi ada satu lagu pop yang saya suka, dan karena dinyanyikan pada akhir misa, saya rasa tidak menjadi masalah. Berjudul “Congratulation” (dan ternyata berkat bantuan Mas Google ku…lagu dari Cliff Richard)

Congratulations and celebrations
When I tell everyone that you’re in love With me
Congratulations and jubilations
I want the world to know I’m happy as can be.

Who could believe that I could be happy and contented
I used to think that happiness hadn’t been invented
But that was in the bad old days before I met you
When I let you walk into my heart

Congratulations…

I was afraid that maybe you thought you were above me
That I was only fooling myself to think you loved me
But then tonight you said you couldn’t live without me
That round about me you wanted to stay

Congratulations…

Tak terasa badan ingin ikut bergoyang menyanyikan lagu ini. Hey, memang upacara pernikahan itu haruslah menggembirakan. Tapi….. jangan sampai mengikuti misa tanpa makan deh. Aku sendiri baru sadar bahwa aku belum makan apa-apa sejak pagi dalam misa, karena merasa pusing. Tapi dasar anak-anak, Riku terus-terusan berkata,”Mama kapan pulang? aku lapar…” Dan celakanya aku tidak bawa apa-apa dalam tas. Repot deh membujuk dia untuk bisa sabar. Dan memang misa 2 jam lama untuk dia, yang masih anak-anak, dan yang otomatis tidak mengerti apa-apa karena semuanya bahasa Indonesia.

Tapi laparnya seketika hilang, ketika dia bertemu misan-nya (katanya tidak boleh pakai istilah sepupu untuk anak-anak dari dua saudara sepupu, hmmm bahasa Indonesia ribet juga yah) bernama Timmy. Lalu dia tanya,

” Mama aku punya banyak misan?”

“Iya dong, kan mama punya banyak sepupu. Itu kakak-kakak yang dududk di situ semua misan-nya Riku.”

“E……. Yatta…. Aku punya banyak misan…. ”

Hmmm kalau dipikir, senang ngga sih punya banyak misan, banyak saudara? Kalau di Jepang memang ‘jumlah’ saudara itu sedikit, dan jaraaaaaaang sekali bisa bertemu. Kalau di Indonesia, keluarga dekat saja setiap ada pesta keluarga minimum datang 50 orang -100 orang. Jadi saya juga terbiasa masak untuk 100 orang (hmmm dulu pertama nikah sulit sekali masak “sedikit”) . Untuk Riku, punya misan/saudara banyak menggembirakan karena bisa bermain.

Riku senang sekali waktu keluar dari gereja mendapatkan “bekal” dalam kotak yang apik. Dia bilang,

“Mama, nanti di jepang, aku mau bawa bento pake ini aja”

“Ok,nanti mama taruh di situ ya makanannya Riku.”

“Tapi aku mau minta satu lagi untuk Kai”

Opanya dengar jadi jatah Opanya dikasih ke dia…. Lucu juga dengarnya. Tapi memang kemasannya apik sih, aku juga suka lihatnya.

Karena Opa masuk angin dan Oma kecapekan dua hari berturut-turut ikut acara, jadi malamnya Aku, Riku, Novi dan Chris saja yang pergi ke resepsinya. Di situ bertemu dengan Kepala Clan Mutter, Om Lody, opanya pengantin wanita. Dari Keluarga Mutter yang sepuh tinggal Om Lody, mama, Tante Dina dan tante Reny yang di USA. Terasa banget sepinya….soalnya biasanya kalau keluarga Mutter kumpul pasti ramai oleh canda tawa, meskipun dalam upacara kematian. Tinggal generasi aku yang boleh dibilang jarang ngumpul juga yang harus menjaga kerukunan keluarga besar Mutter ini.

Yang mngejutkan aku adalah aku tidak bisa mengenali beberapa saudara yang memang sudah lebih dari 20 th pindah ke luar negeri. Sesudah acara foto-foto bersama keluarga selesai aku heran juga ada seorang pemuda bule ganteng yang dikerubuti cewe-cewe pager ayu…hmmm coba masih muda akunya, pastilah aku ikutan ngerubutin hehehe. Wah ternyata si pemuda bule itu adalah keponakan jeh…. ngga jadi lah…. hehehe.

Berhubung bapaknya sang manten wanita bekerja di Bir Bintang, tersedialah stand BIr Bintang dan Green Sands. So Mama kampai dengan Riku deh. Tentu saja Riku tidak boleh minum bir ya (kalau mama boleh karena sudah 20th ke atas….–di Jepang merokok dan minuman keras baru boleh setelah 20 th ke atas)

Entah kapan kita bisa bertemu lagi, tapi yang penting sekarang saya harus menghafal nama keponakan-keponakan dan bersiap dipanggil “Oma” huh.

Meniti kenangan #2

4 Agu

Hari Jumat tanggal 1 Agustus yang lalu akhirnya aku bisa bertemu lagi dnegan teman-teman waktu SMP. Terakhir buat acara gini th 2006. Dan katanya sih setelah itu belum ada pertemuan lagi. Berhubung ibu Lurah, si monica hamil dan melahirkan (then aku juga hehehe). Reuni terakhir yang aku hadiri di Izzi Pizza, dan th 2008 ini bertempat di Urban Kitchen Pasific Place lantai 5…dari jam 7 malam sampai beberapa orang tinggal nongkrong di Starbuck yang tutup jam 11 malam….gelaaaap banget satu lantai tuh…. Ngga mau deh ke WC sendirian kalau udah jam segini.

Ada sekitar 20 orang yang berhasil dikumpulkan (hihihi kayak barang aja), but ternyata masih banyak yang terlewatkan, alias tidak tercover SMS-an aku. Sorry untuk Shinto kalau baca blog ini, juga Paulina… karna nomor kamu hilang ngga tau kemana (PDA aku ke-reset sih). Juga ada 2 orang yang terpaksa membatalkan karena sakit (Palupi) dan Shinta Ambar karena harus ke bandung urusan Dharma Wanita (huh untung aku tidak ada harus ikut kegiatan DW gitu hihih). But Sinta masih sempet-sempetnya anterin rendang yang top markotop itu ke rumah hari Sabtunya. (Nta…kayaknya rendangnya bakal habis sebelum aku balik ke Tokyo nih)

Entah kenapa aku memang lebih senang reunian dengan teman SMP daripada SMA. Mungkin, karena SMA saya cewek semua, sehingga membosankan hihihi. Dan jumlah 3×50 orang per angkatan masih lebih memungkinkan kita mengenal wajah teman seangkatan. Tentu saja banyak kenangan selama di SMP (baca : Who am I). Dan setelah sekian tahun (hmmm dari sejak masuk SMP th 1979 -lulus 1983 ***ada perpanjangan 6 bulan nih di sini) wajah tidak berubah, tapi memang banyak yang bertambah subur….termasuk saya tentunya.

Tapi ada juga yang malah bertambah kurus, seperti Devi (bener-bener kita 25 th tidak ketemu ya Dev), Siswi (kalo siswi mah setiap aku ke Jakarta pasti aku laporan —alias berobat ke RSPP), dan Dede kuda (iya deh de,… Aku suka khawatir liat badan kamu apalagi kamu suka ngerokok gitu… makan banyakan dong jangan kasih ke kuda kamu mulu hihihi. Masih suka nge jocki ngga sih? === goblok kok tanya di sini, tanya langsung ke orangnya atuh)

Romo Ari yang pertama hadir… bahkan katanya sudah sempat menonton film dulu (aduh Romo… sempet-sempetnya, eh tapi sekalian ya keluar dari Klender). Beliau ini merayakan 10 tahun Imamat tgl 14 Agustus nanti. Selamat ya mo…., but kayaknya aku masih belum bisa deh ngaku dosa sama kamu hihihi. Romo Ari bermaksud mengadakan reuni keluarga yang pake nginep (aku tahu tuh si Romo maunya ngurusin anak2 aja kan…udah yang lain kalo ngga mau bawa spouse dan anak, Romo urus anakku saja deh. Untuk itu belajar bahasa Jepang standar ya…) So… tahun depan kita akan nginep bareng ya….  but jangan di Wisma Samadi ya Rom. ngga bisa hahahihi. Nanti saya bantu arrange dari Tokyo.

Sudah minum “Sapporo” setengah gelas… (hei, aku baru ketemu tempat yang jual Sapporo tuh di situ… 35.000 rupiah kalau di Jepang 350 yen, so so) si Fara Sasanti datang…. duh bener deh 25 tahun ngga ketemu. Dulu aku dan Santi ini satu mobil jemputan om Dharmaji rutenya mtb-dempo-singgalang-lamandau-barito… Kangen sama si Om yang kebapakan gitu (tapi supir-supirnya genit-genit, novi pernah tabok satu supir gara-gara colek aku hahaha, novi emang galak…or…akunya yang terlalu takut/diem)

Sesudah it ibu Uti datang, Siswi dan Nanik. Aku tidak sangka Nanik datang sebenernya. Sejak aku rubah tempat pertemuan dari Gd Karya ke PP sini, dia tidak kasih kabar akan datang. Soalnya Nanik ini bener-bener masih anak mami, pulang harus diantar. Untung ada yang antar dia pulang sehingga aku ngga usah antar naik taksi hehehhe.

Tapi kayaknya lain kali jangan di Urban Kitchen deh…ngga bisa ngobrol kecuali sama temen samping kamu, karena terlalu ribut BGM nya, musti teriak-teriak ngomongnya. Meskipun sistem pembayarannya praktis, kamu bayar apa yang kamu makan/minum. Ngomong-ngomong soal makanan, aku malam itu praktis tidak makan, hanya minum saja. Soalnya aku beli Sop Buntut, niatnya makan berdua Siswi… eeee asiiiiiiiiiiiin sekali. No way deh… Jadi deh isi perut aku malam itu cuma cairan + kopi Starbuck deh. Sampai di rumah jam 11:30, dianter Pak Coca-cola, mantan ketua kelas all the years, Wawam. Sayang tahun ini aku ngga sempat kumpulin gimmicks dari cola di Jepang.

buat yang mau lihat foto-foto lainnya bisa dilihat di : Multiply aku

Kalau bisa kembalikan waktu…

4 Agu

Kalau mama bisa jadi kecil lalu besar sekali lagi mama mau jadi apa? …demikian Riku bertanya padaku pagi ini.

Hmmm apa ya?

“Mama mau jadi orang kaya aja Riku, biar bisa punya pesawat pribadi, punya rumah di Jakarta dan Jepang….”

“Kalau Riku?”

“Riku mau jadi semua… orang kaya, hero, polisi, pemadam kebakaran, pokoknya SEMUA…. trus jadi orang kaya…”

“Aku ingin cepat-cepat umur 6 tahun … Kan Dharma sudah besar…Aku ingin cepat-cepat ulang tahun mau cepat-cepat umur 6 tahun…”

Dia ngga tahu, kalau dia 6 tahun berarti mulai masuk SD, dan belum tentu setiap musim panas kita bisa mudik ke Jakarta, apalagi di kelas5-6 an, karena harus prepare masuk SMP. Battle of life start on 6 y.o. Yang pusing ibunya deh hehehe.

———Apakah kamu mau me-rewind waktu yang telah lewat? Aku tidak. Aku bahagia dengan keadaanku ini. Dan waktu yang telah berlalu itulah yang membuatku begini. Meskipun ada getir, perih dan putus asa… aku tidak mau me-rewind waktuku meski untuk 1 hari atau 1 minggu saja. Biarlah semua berlalu dan menjadi tunas untuk sesuatu yang baru, dengan airmata cinta dan sinar kasih, serta bekal pengalaman. ——

Bukan Sabtu Biasa

3 Agu

Pagi-pagi aku sudah terbangun, dan membuka laptopku. Baca berita Jepang, dan buat satu posting ringan. Hari Sabtu ini bukan Sabtu Biasa. Karena Sabtu ini Tina akan kembali ke Jepang. My lovely sister ini sudah berkorban mengambil jatah cutinya untuk temani aku ke sini, dan tentu saja untuk bersama-sama merayakan ulang tahun papa. Dia worried bagaiman jika aku pulang sendirian nanti. Tidak ada yang membantu check in dsb dsb. Hei sister, aku harus bisa sendiri meskipun itu sulit. Malah aku worry sama kamu, apakah kamu bisa melewati perjalanan panjang sendiri tanpa merasa panik. Kita memang harus saling membantu ya. Sama-sama punya penyakit “jiwa” yaitu Panic Syndrome. How I hate that condition.

Mama juga belum apa-apa sudah khawatir… bagaimana aku bisa pulang sendiri. Duhhh masih lama ini (hmm and its ticking) And she said, “Tina kamu datang lagi jemput Imelda”. Huh… mending tiketnya dibeliin untuk my husband lah…or tante Mariko (eh Mariko bercanda loh… Aku tahu kamu juga worry, dan kalau kamu nekat mungkin kamu sudah beli tiket… but I’ll be ok!!)

Sabtu ini juga ada acara siraman/midodareni dari Ima, keponakan kami (duh berasa tua deh) anak dari Uud, Udiman. Dan itu siraman itu mama harus pakai kebaya. Jadi aku temani mama ke salon untuk set rambutnya. Jam 10 pagi sudah nongkrong di Kumarii. Sementara mama ditangani mbaknya, aku tanya apakah rambutku yang nanggung itu bisa ditangani juga. Soalnya ada warnanya jadi tidak bisa pake tempelan…. And tada…. si mbaknya buat modelnya berjambul gitu sih… Aku kaget juga waktu buka mata setelah memejamkan mata barang 10  menitan (dia pakai banyak sekali hairspray, and its itchy u know) Hmm jadi ingat fotonya si Audry Hepburn (Tina bilang…..jauhhh mel hahahah)

Selesai sekitar jam 11, pulang ke rumah sambil tunggu Lala dan mbak Neph. Mereka mau belanja di Melawai katanya. Tahu-tahu lala telpon, ngga jadi ke Melawai karena macet, so langsung ke rumah aja. Aku memang niat bawa Riku dan Kai hari ini. Penebus dosa aku telantarin Riku… Dia tidak mau makan kemarin malam, hanya karena tunggu aku dan mau makan dengan aku saja. Waktu aku pulang kemarin pukul 11:30 Mama langsung cerita bahwa dia tungguin aku di pagar rumah… Maafkan mama anakku.

Ootoya

So, kami berlima akhirnya sampai juga di Senayan City. Yang mengherankan Riku ingat tempat ini. Padahal baru satu kali kita ke sini, sekitar 2 tahun yang lalu, waktu aku belum hamil Kai, dan Senayan City baru dibuka, masih sepi, masih under construction sebagian. Dia ingat pernah makan es krim Baskin Robbins di sini. Hmmm Riku benar-benar seperti aku, he still remember the details. Dan aku tunjukkan dia restoran yang kita bersama Opa dan Oma dulu masuki.

Tujuan utama adalah Ootoya. Rupanya restoran Jepang itu terletak di lantai 5. So, kita naik lift yang ada. (Hmmm aku heran untuk tempat yang segini luas, kenapa liftnya hanya ada 2… dan selalu penuh. Sulit dong untuk yang bawa baby car kalau harus naik eskalator. Kayak gini ini Indonesia harus belajar. Kalau di Jepang Lift diutamakan untuk baby car dan disable person. Manusia-manusia sehat harus memberikan prioritas pada bayi dan orang tua… dimana saja).

(La…. I am not Wonder Woman kok… I am a woman wondering something maybe)

Makanan di Ootoya itu enak. Sama lah dengan Jepang. Harganya juga sama dengan Jepang, so mahal untuk ukuran Indonesia (eh ngga tau deh mahal atau ngga hehehe kan standar orang beda-beda). Tapi aku rela kok keluarin duit kalau makanannya enak. Sayang mereka tidak punya sushi/sashimi, dan belum ada soba dinginnya. Baru ada Udon saja. Pesen makanannya ngga tanggung-tanggung (as usual) sempet khawatir juga kalau tidak habis, but habis loh saudara-saudara. Riku banyak makan juga. Yappari Menrui ga suki dane. Kai juga makan nasi tororo/jako. Dan si Lala juga menikmati nasi Jepang (la, bener loh, kalo kamu di Jepang, kudu hati-hati dengan your appetite begitu). Mungkin Lala juga heran kali ya kok aku jarang makan tapi bisa segede gini heheheh. Otomatis kemarin aku ngga makan nasi. Ngga nafsu makan juga.

Anyway, kita meninggalkan Ootoya dengan piring yang bersih (hampir licin deh) dan menuju ke lantai 1, karena Riku mau main. Nah… dalam lift itu aku bertemu seorang bapak yang familiar, yang sedang mengetik PDA nya. Hmmm I’ve met him somewhere. Karena dia liatin Kai, saya tegur dia,

“Pak…. masih ingat saya?”

Dia liat ke mukaku, dan aku tahu dia tidak ingat. Ya jelas saja dong…. aku kan bersanggul hahhaah.

“Bapak dulu di KBRI kan… saya Imelda”

“Astaga… loh kamu sudah di sini?””Ini anak kamu””Masih di Radio?” bla bla bla. Akhirnya sempat bercakap-cakap.

But sesungguhnya sampai aku tegur dia, aku lupa namanya. Pak Sakidin? maybe. Yang pasti bapak mantan Atase Penerangan karena beliau pernah minta aku jadi MC untuk suatu acara. Duh gitu deh sekarang, I forgot the names. Too many people I’ve met.

Riku bermain sebentar di lantai 1 itu. Tadinya aku mau ajak kembali ke lantai 4 or 5 untuk main game, but… liftnya penuh terus jadi kita ngga bisa masuk lift. Akhirnya akirameru dan pulang. Senin or Selasa aku ajak kamu ke Kidzania kiddo. Just the two of us. It will be a date.

Sambil pindahin foto-foto dan ngobrol-ngobrol di rumah, menunggu waktu Tina harus diantar ke Cengkareng. Aku dan anak2 tinggal, karena Novi sekeluarga, opa, oma semua akan mengantar Tina. (Dan semua tumplek dalam satu kijang….) Kira-kira jam 7 malam, sesudah berdoa bersama Tina leave for Tokyo. Terima kasih banyak sis, untuk kehadiran kamu selama 2 minggu ini.

And jam 8 malam, aku harus melepas lagi kepergian my new sister, Lala. Dia akan pulang kembali ke Sby besok pagi. It was too short …our time together… Tapi begitu dipenuhi oleh emosi yang sulit dimengerti. Enggan melepaskan pelukan itu…but… as you said… Life goes on. Next year? I don’t know… I’ll try. Sarainen?  Or maybe this christmas? Nobody knows. Yang pasti, kita punya kehidupan yang harus dijalani. Time will tell…

Time will heal…

Que sera sera.

Yang pasti, setelah semua sepi. Aku masuk kamar karena Kai menangis. Biar aku gendong, biar aku bujuk, biar aku kasih susu, dia menangis terus. Seakan dia tahu bahwa Tantenya Titin tidak ada. And … Aku jadi menangis juga… sambil memandang tempat tidur di sebelahku. Dan Riku berkata,

“Mama jangan nangis…masih ada Riku”…

“IYa sayang…mama tahu.”

dan Riku juga menangis…. Jadi deh bertiga ibu-anak berpelukan dan menangis tersedu-sedu. Sambil dalam pikiranku, aku membayangkan tgl 18 nanti… duh apa kuat ya aku? Lalu aku tanya,

“Kenapa Riku nangis?”

“Kangen tante Titin… kangen semua yang di Jepang”

“Papa? Tante Mariko? A-chan? Ta-chan?”…

“Iya semua….”

HOMESICK.

Ok, kita telepon papa yuukk. Lalu aku biarkan dia bicara dengan papanya. Bercerita tentang satu hari kegiatan dia. Dia sempat berenang dengan Opa pagi-pagi sementara aku ke Salon.

Riku tertidur jam  9 malam, tapi Kai baru tidur jam 11:30 malam…. Padahal aku juga sudah capek dan ngantuk. Tapi setelah Kai tertidur, aku ngga bisa tidur. Sambil dengar The Lighthouse Family…. sambil chatting dengan Lala…sambil edit foto-foto…Sampai Lala memutuskan percakapan di YM, aku masih tidak bisa tidur…. Too much for today. But aku paksa tidur ketika jam di komputerku menunjuk waktu 4:30 (2:30 WIB) Sabtu ini memang bukan Sabtu BIASA.

I want a friend

1 Agu

Saya ingin share sebuah puisi karya Eka Budianta (エカ・ブディアンタ・詩人・作家、1956 年生まれ), my senior di IKAJA (Ikatan Alumni Japanologi) UI yang cocok untuk saya saat ini. Saya ingat pernah email langsung Mas Eka minta ijin pemuatan puisinya dalam acara radio waktu lengsernya alm Pres Suharto back in 1998. Mas Eka banyak berkecimpung dalam environmental issues, just like my father.

Dan….. what a blessing. Ternyata papa bisa menghubungi Mas Eka, dan janjian untuk bertemu bersama hari ini tanggal 31 Juli 2008. Namun karena Mas Eka buru-buru juga, cuman sempat sebentar di rumah saya. Wow…. seneng sekali bisa bertemu Mas Eka, meskipun baru pertama kali, serasa sudah kenal lama. Saya senang sekali Mas Eka masih ingat nama saya…(Mungkin dari milis Ikaja ya Mas… or karena nama bapak saya yang aneh hehehe).

Anyway, meskipun Mas Eka angkatannya 11 th di atas saya, kami bercakap-cakap tentang suatu fenomena aneh yang terdapat di Indonesia, yaitu kenyataan bahwa “tidak ada kesadaran tentang waktu”. Semisal cerita Urashimataro di Jepang, yang dia menghilang selama 300 (Or 400 tahun) dan kembali, tidak ada (or kami belum menemukan) cerita rakyat Indonesia yang menyatakan suatu “waktu”. That means,…. memang orang Indonesia tidak mementingkan waktu. No sense of time. (bisa jadi bahan disertasi nih hehhehe)

Saya juga diberi hadiah sebuah buku karangan Mas Eka, yaitu sebuah biografi dari Pak Rooseno. Domo Arigatougozaimasu Sempai. Dan kalau Mas Eka baca blog ini, maafkan kalau mungkin ada kata-kata yang salah ya. Kokoro kara sonkei shiteimasu.Kansha wo moushiagemasu.

Aku ingin seorang teman

Aku ingin seorang teman
yang senyumnya bertahan
dalam gemuruh kota dan sunyi desa
Aku ingin seorang teman
yang tidak putus asa di muim kemarau
dan tidak sombong di musim hujan

Aku ingin seorang teman
yang nafasnya tetap teratur
dalam keributan dan keheningan
Aku ingin seorang teman
yang bisa memisahkan urusan pribadi
dan kepentingan banyak orang

Kalau boleh aku ingin memilih teman
yang tetap berpikir jernih
di dalam keruhnya zaman
yang sanggup mendengar
pujian maupun ejekan
yang tetap punya harapan
pada saat orang lain ketakutan
yang tetap bersih dan sehat
pada saat semua jadi jorok dan sakit-sakitan

Tapi aku tahu semua teman bisa pergi
untuk sementara atau selamanya
Seorang teman bisa berkelit,
bisa jadi pikun atau pura-pura lupa
Sementara aku sendiri juga bisa mati
sebelum rumah persahabatan
selesai kubangun untuknya

Karena itu aku ingin seorang teman
yang bersedia tinggal di hati-kecilku
dan memberikan ruang di dalam hatinya.

Jakarta, 11 Juli 2003
by Eka Budianta
dalam “50 Puisi Pilihan -50 Selected Poems HADIAH SEORANG AYAH A Father’s gift”
ISBN 979-3778-40-7

Meniti Kenangan #1

31 Jul

Hari Minggu tanggal 27 Juli. Homecoming Day Universitas Indonesia yang sebetulnya sudah dimulai dari tanggal 26 Juli.

Pagi jam 9, Windy sudah muncul di ruang tamu (kamu bener-bener sudah japanese minded deh win, but its a good habit) sesuai janjinya. Tunggu punya tunggu, windy ditemani papa, sementara aku wira-wiri siapkan segala macam untuk anak-anak meskipun I am ready to go(japanis ai am). Kai sedang dimandikan dan mulai diplontos tapi baru setengah…keburu batere shavernya habis. Dan dia menangis meraung-raung. Sedih aku dengarnya.

Jam 9:30 an Susi datang sesudah nyasar di daerah HangLekir…. ( glad to meet you again Sus, aku hormat pada Doktor yang satu ini. Satu-satunya di angkatan aku yang mencapai gelar doktor dari Universitas Hitotsubashi. Tapi memang jam terbang bahasa Jepangnya jauuuuuh melampaui kita semua. Wong kita masih belajar katakana-hiragana , dia bawaannya 国語辞典 Kamus Jepang-jepang. Ngga heran kita cuman 6 bulan bersama ya…..)

Tak lama (hmm lumayan deh) si Elvi —alias daijobu san— datang dari Palembang hihihi. Ngga deh , dari rumah sodaranya di ….(huh i couldn’t recall the name) palmerah sonoan lagi deh. But bener-bener dia datang dari Palembang kemarinnya HANYA untuk ketemu AKU (iiih ge-er) …..untuk Reuni HIMAJA (Himpunan Mahasiswa Japanologi) FSUI lintas angkatan deh.

Sementara aku sudah di-sms-in terus sama Nana yang sedang nunggu kita di Pejaten, rumah Ira. She said…”Osoi….. mou 10 ji dayo…”(lelet banget..udah jam 10 loh)…. Iya Na….aku juga mau aja berangkat but

Rahma datang paling akhir datang dari cilandak. Uhhh ibu guru Inggris satu inih. Rahma emang aneh bin ajaib deh menurut kita…saya karena dari dulu udah macem-macem yang dibuat. Kuliah di sastra Jepang juga, di LPK Tarki juga…ndobel… tapi aku lupa kamu selesaikan di jepangnya ngga ya Mah? Kadang aku kagum dengan orang yang bisa ndobel gitu. Aku mah dobelnya di FSUI dan Japan Foundation aja deh (soalnya ada Matsushima sensei tuh, my idol… tapi setelah tahu dia gay, jadi ngga respect lagi deh)

Setelah lengkap kita berlima jemput tiga orang di Pejaten. Waktu aku keluar rumah, Riku sedang mandi di plastick pool di luar dengan sepupu-sepupunya. (Mungkin ini yang buat dia sakit). Sedangkan Riku aku ngga berani liat, takut dia nangis terus. Kita sewa colt untuk ke UI, supaya semua bisa santai sambil ngobrol ngga usah ada yang musti susah-susah nyetir. Ke arah pejaten, rumahnya Ira Koesnadi,yang bapaknya alm teman bapakku juga. Dan bapaknya meninggal dalam kecelakaan pesawat di Yogya. (Aku dikasih liat foto bangkai pesawat dari dekat …weird) Aku diberi hadiah buku kumpulan tulisan terpilih “Ekologi, Manusia, dan Kebudayaan”. Dengan papa, beliau satu ilmu yaitu Environment, tepatnya Hukum Lingkungan. Tapi aku pernah wawancarai beliau sebagai pelengkap thesis aku karena kebetulan waktu itu berada di Jepang. We had a good time sambil makan sambal buatan tante dan Om bercerita… kadang sambil berjalan-jalan di Shinjuku. I respect him as a teacher, scholar, writer and father of my friend. Keterangan om Koes juga dapat dibaca di dalam buku : “Dibawah Pendudukan Jepang – Kenangan Empat Puluh Orang yang mengalaminya” Perpustakaan Nasional …. dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Prof Aiko Kurasawa ふたつの紅白旗 (2835 Yen, 木犀社 1996/08)

Me and Nana

Nana juga datang dari surabaya waza-waza untuk aku….(kalo ini bener ya Na hehehe, she need eyedrops and japanese tea, while aku butuh “the medicine”). She is my old friend yang terus berhubungan melalui chat…dan waktu di chat baru sadar bahwa kita bersekolah di SMA yang sama. Jadi isi Facebooknya dia hampir sama dengan isi Facebooknya aku. Cuma dia di IPS dan aku di IPA. Aku sering naik starletnya dia sampai terminal bus Pondok Labu, untuk kemudian aku naik bus pulang ke rumah. Itu sebelum aku bisa nyetir sendiri sih.

Yang terakhir Dina diantar oleh kakaknya ke Pejaten. Ibu yang satu ini awet muda banget…padahal anak tertuanya sudah masuk kuliah di Monash…goshhhh…am I that old??? Aku dan Dina adalah wisudawan pertama dari angkatan ’86. Dina gara-gara sudah nikah, kebelet punya anak hehehhe (aku baru tahu bahwa dia kompre while pregnant), sedangkan aku emang maunya cepet lulus, supaya bisa mikir what is my next step… (sayangnya ipk aku cuman 3,6 ngga bisa seperti si ipk4cumlaude tuh … hmm narsisnya keluar …gomen ne)

Sesudah pick up Nana, Ira dan Dina dari Pejaten kita ber-delapan menuju ke UI Depok. Pas jam 11….padahal acaranya mulai jam 11…padahal ini pertemuan alumni jepang…padahal jepang itu disiplin waktu…. yah endonesah.

And here is it… Pusat Studi Jepang, tempat kita ngadain reuni lintas angkatan. Di pintu kita disambut oleh Bu Ermah Mandah…. Ibu yang disiplin banget, yang galak (emang bener ya bu) tiap hari ada test kata-kata baru bahasa Jepang, dan tidak boleh terlambat barang 5 menit pun. fffff fokoknya streng deh. Dan Ibu Ermah berkata padaku, “Eh Imelda, anakku sekarang di Kobe lagi ambil S2 nya, nanti aku suruh dia hubungi kamu”… “%#&$%’&()’)((‘&R&$R Oh My….anak yang dulu sekecil apa…umur 4-5 tahun …. sudah program S2…. Bener berasa TUA deh.

Ngomong-ngomong soal tua, Si Dedi —tuh yang sebelah kiri saya di foto kanan — dia yang termuda di angkatan kita, karena lahirnya bulan April 3 bulan sesudah aku… (padahal kalo ngga ada si Dedi ini, aku jadi yang termuda dan terimut loh…uhuyyyyy…) Dan Dedi bergabung dengan kita di TKP sehingga melengkapi angkatan kita menjadi 9 orang. Tuh foto bisa liat aku dan dedi yang sudah berubah setelah 22 tahun berlalu padahal dulunya ceking tuh kita berdua.

Acara reuninya dibuka oleh MC nya Bang Tabah Helmi dan Diana chan dari JF. Sambutan oleh Ketua Jurusan yang sekarang Pak Jonni dan sambutan dari Dekan FIPB UI yang alumni sastra Jepang angkatan 84, Bambang -san. Dulu kita memang sering panggil Bengki. Dekan yang satu ini dulu bener2 anak Band…rambut panjang semeter, dan kuku panjang. Bahkan kalo denger ceritanya, pernah pura-pura sakit jantung waktu di mapram heheheh. Seorang Doktor dari Universitas Tohoku, yang jadi Dekan sekarang. Hebring euy. Sesudah sambutan dipanggil tiap angkatan secara kelompok dimulai dari angkatan 1967 (wahhh aku belum lahir tuh heheheh) sembari ditayangkan foto-foto jaman baheula.

Untung angkatan 1986 masuk ke grup 1986-2000 hihihi… masih berasa muda dikit. Tapi yang membuatku sedih sebetulnya lebih ke ngga ingat nama sempai dan kohai, padahal dulu lumyan deket. Untung pada pake label nama di bajunya, jadi bisa sambil ngelirik, dan mukanya tidak banyak berubah. Yang buat aku terharu juga banyak yang angkatan di bawah aku, masih ingat bahwa aku pernah jadi Ketua Himaja (untuk dua tahun ya? lupa euy. musti bongkar dokumen lagi ntar di Tokyo). hihihi… Sambil makan siang yang katanya sumbangan dari sempai-sempai. Gochisosamadeshita.

Setelah itu kita diantar oleh Pak Dekan ke Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (ntah kapan ganti namanya) jjl sekitar kampus sastra yang dulu. Dan memang sudah banyak perubahan. Kolam sastra tempat anak-anak berkreasi baca puisi dll udah ngga ada. Gedungnya tambah banyak dan yang aku ngga tau adalah Jembatan Teksas ( yang menghubungi Fakultas Teknik dan Sastra) …. mungkin maksudnya dulu sebagai jembatan utk yang cowo-cowo cari cewe-cewe cantik di Sastra hihihi.Dari situ kita pulang dan tidak lupa berfoto juga deh di depan lambang UI dari luar kampus.

Dari Depok kita langsung ke rumahnya Uti, teman seangkatan yang sedang dalam proses penyembuhan dari breast cancer. Mendengar penjelasan dia, jadi ngeri juga sih…. Hayoooo Mammograf…and Pap Smear ….. Dan jangan lupa periksa darah 6 bulan sekali. Selama kita di rumah Uti mulai jam setengah enaman-an Hujan deras turun. Dan karena Susi musti langsung kerja (dia orang tipi sih) kita langsung pamit dan menuju Rest Midori, di Pondok Indah. Dina bilang…

“Sorry ya Mel, kamu udah bosen kali makanan Jepang”

Hmmm mau dibilang bosen juga ngga sih… aku sendiri lagi bingung kok maunya apa. So, aku makan sushi aja karena porsinya kan kecil.

And the time for say goodbye. Dan kita berencana untuk kembali mengadakan reuni 25 tahun kebersamaan pada tahun 2011 nanti. Kalau bisa mau nginep bareng dimana gitu hehehe. Bol-bol aja sih…tapi siapa mau ngurus? Masa gue dan Windy lagi? And thank you for the friendship we share together….

(Imelda — Nana — Windy… mustinya aku pake kacamata juga biar seragam…padahal bawa tuh dalam tas heheh)

NB: aku disuruh jadi koordinator acara Zona -80 Metro TV, kabarnya akan ada rekaman tanggal 10 Agustus nanti …tapi aku belum pernah liat acaranya kayak gimana …so gimana bisa jadi koordinator?  Kalo cuman buat masuk tipi aja mah aku ogah…udah sering sih di Tokyo huheuheuehu…hmmm narsis lagi.

Untuk melihat foto-foto lainnya dari reuni Himaja lintang, clik di sini

LIMIT

30 Jul

Semua memang ada batasnya. Mana ada sih dalam kehidupan kita, kita benar-benar bisa free. Sedangkan untuk makan, minum saja ada batasnya. Jika melampaui batas itu maka…throw out. Bahkan sampai mencintai, dicintai, bercinta saja ada batasnya. entah itu dari diri kita sendiri atau faktor external.

Nah, kegiatan “bercinta” saya di blog hari ini dibatasi. Oleh yang namanya Bandwith. Yaaaahh tinggal satu hari lagi kok? Ngga bisa nambah? Negosiasi dulu deh.

Dan ternyata “bercinta” di blog saya bisa dinegosiasikan. Begitu saya membaca alert

The domain coutrier.com coutrier has reached its bandwidth limit (2007.32/2000.00 Megs).
Please contact the system admin as soon as possible.
!! Do not respond to this message. Your reply will go nowhere. !!

dalam email….  yahhhh system admin nya aku tapi aku tak tahu apa yang harus kuperbuat….so…langsung saya telepon Kalimantan,

“Marten help me…. tinggal satu hari sih, tapi satu hari itu kan lama… 24 jam jeh… dan dalam 24 jam apa saja bisa terjadi (beginilah kalau terbiasa hidup di negara gempa). Bagaimana solusinya?”

Dan si pakar IT tanpa gelar Sarjana IT itupun bereaksi. Dipangkasnya jatah bandwith dari domain saya yang lain… yang kurang pengunjungnya, untuk disuntikkan ke domain yang ini….. tada….. Dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya sekitar 10 menit sejak saya tahu situasi “alert” ini, bandwith saya yang tadinya 2 GB, menjadi 3 GB…. (pasti cukup untuk satu hari…secara saya bukan seleb seperti pak EWA hehehe)… Sambil bercanda si Marten itu berkata…”Yah untuk satu hari aman, tapi ngga tahu kalo untuk bulan depan loh mbak… Domain saya aja pake 7 GB….” OMG. Yaaaahhh.. Tapi ya sudah deh untuk sementara 3GB bisa menampung “kecintaan” saya berblog-ria. Dan mungkin kelak perlu yang lebih besar lagi.

BTW selamat untuk Marten yang sudah bisa menemukan “his saviour”, selamat bekerja, dan jangan lupa monitor domain-domain saya yah…. Untuk urusan domain saya memang hanyalah “pengguna”

Mama…sakit….

30 Jul

Duh biasanya Riku tidak pernah mengeluh. Sejak bayi dia tidak pernah menangis waktu disuntik vaksinasi. Malah dia selalu tanya, kok tidak disuntik, jika hanya pergi untuk pemeriksaan. Tapi….

Sejak tgl 28 malam dia menggigil terus. Demamnya sekitar 39-39,5. Tapi menurut bu Doktor Novi, kasih minum yang banyak saja, lihat kondisi dulu. Karena sebetulnya dokter juga belum bisa tahu penyakit pasien demam, hanya dari luarnya, harus ada pemeriksaan labo. Yang penting diusahakan dia minum dan diberi tempra. Namun tempra hanya menurunkan sedikit. 38,5 derajat minimum, dan naik kembali. Aku peluk dia setiap dia mulai menggigil dan mengeluh, sehingga otomatis aku tidak tidur hari itu. Sekitar jam 3:30 pagi aku kasih tempra lagi, karena demamnya 40,2… Mungkin karena demamnya dia mulai ngigau macam-macam.

“mama, mama tunggu di situ dong”

“Di situ mana? kan mama di sebelah Riku sekarang”

“Mama …aku takut….gelap”

“Kaus kakinya mana?…. Mama bawa sepatu Pikachu ngga”

“Bawa kok, kenapa Riku mau kemana?”
“Kan mau ke game center? ”

“Sekarang game centernya tutup sayang, nanti kita ke dokter dulu, sesudah itu ke game center ya…kalau dokter bolehin”

Semakin lama semakin takut aku dengar ocehannya soalnya dia terbangun tapi matanya ngga fokus. Sekitar jam 4 dia minta ditemani ke WC, dan ternyata dia mencret. Dan sejak itu berkali-kali harus ke WC. Cucian kotor bertumpuk. Sambil urus WC, aku juga cuci dulu pakaian yang kotor itu, supaya bisa langsung dicuci paginya.  Dan…aku pikir lebih baik bawa ke emergency saja. Jadi sekitar jam 4:30 Tina bangunkan opa untuk antar kita. Sambil aku siap-siap pakaian dsb, Riku sudah tunggu di depan garasi. Dia semangat banget untuk pergi keluar. Tapi waktu diraba kepalanya kok sudah tidak panas? Aku ukur 38,2….hmmm lebih baik langsung ke poliklinik anak saja deh. Jadi batalkan keluar dan Riku tidur sambil nonton TV di samping aku yang sibuk tulis email kasih kabar papanya dan posting. (disambi tidur-tiduran juga sih).

RSPP Di ruang tunggu Klinik Anak

Jam 5:30 Opa dan Oma ke gereja karena merupakan kebiasaan keluarga kami untuk pergi ke misa kalau ada yang ulang tahun. Yang lainnya tidak bisa ikut, Tina urus Kai, Aku urus Riku. Waktu Opa dan Oma pulang, kita sempatkan nyanyi Happy Birthday. Jam 8:00 aku dan Riku pergi ke poliklinik di RSPP, diperiksa dokter Jarot. Dia masih ingat Riku pernah datang waktu usia 1 th (mungkin karena jarang orang Jepun dateng ya heheheh). Dia kuatirkan Riku kena radang usus, sehingga lebih baik periksa darah. Pas kita keluar kamar periksa, Siswi teman akrabku waktu SMP datang dan temani kita ke labo. Memang siswi dulu tugasnya nganter-nganter tamu VIP di RSPP. Dan Riku termasuk tamu khusus ya Sis hehhehe. Berkat escort dari Siswi ini bisa minta tolong fotoin deh, waktu Riku diambil darahnya heheheh. Dan….untuk pertama kalinya dia nangis. “Mama….sakit…” Ya jelas sakit lah, soalnya venanya halus, jadi sempat dicari-cari dulu setelah ditusuk. Keturunan mama tuh….soalnya aku venanya ngga keliatan sampe terpaksa diambil di sela-sela jari, atau tempat-tempat lain yang aneh-aneh deh.

pucatnya ambil darah 採決

Setelah selesai labo, kita musti tunggu hasilnya 1 jam. Jadi kita pergi deh makan sate di depan RSPP, yang terkenal itu loh…. (Mariko san, aku udah makanin untuk kamu loh heheheh). Riku bisa makan sedikit. Padahal sebetulnya ngga boleh tuh makan sate, karena waktu kita kembali ke dokter untuk tanya hasilnya, ternyata verdaag tiphus. Harus makan bubur dan sayuran tuh….

sate depan RSPP sate ayam

Kira-kira jam 11:30 an kita bisa pulang, tapi musti ambil obat di apotik. Dan riku maksa untuk main. Akhirnya aku bawa dia sebentar ke BlokM Plaza untuk main di game center sekitar 30 menit. Meskipun lemah dia senang sekali, dan aku janji kalau sudah sembuh kita akan main lebih lama. Kemudian kita pulang naik bajaj….naik bajaj-pun merupakan pengalaman berharga bagi Riku. Sesampai di rumah dia bilang,”Terima kasih mama…Aku sayang mama”. Sama seperti halnya jika dia muntah di lantai, karena tidak keburu pergi ke tempat sampah. Dia selalu bilang waktu aku pel lantainya,”Maaf ya mama….mama harus bersihkan itu”. Oh anakku, tidak apa-apa itu kan tugas mama juga.  Hari ini, tanggal 30 adalah hari libur di Indonesia, jadi aku bisa menghabiskan waktu bertigaan dengan Riku dan Kai.

Happy Birthday my dear Papa…

29 Jul

Selamat Ulang Tahun Pa!!! 70 tahun….. 七十歳お誕生日おめでとうございます. Niatnya papa dalam menghadapi ulang tahun istimewa ini sebetulnya adalah membuat buku tentang lingkungan dan atau pengalamannya selama ini, tapi karena sibuk meeting/rapat sana sini, dan mengurus cucu, belum sempat terealisasikan. Papa bilang; sejak pensiun dia jadi PENGACARA (Penganggur yang banyak acara). Saya tulis sedikit kenangan bersama Papa ya…. Mungkin banyak terms yang salah, but aku tulis saja dulu apa yang terlintas di pikiranku beberapa hari ini. (sudah dapat perbaikan langsung nih dari ybs hehehe)

Papa bekerja selama 35 tahun di Pertamina, dan setelah dipanggil Menteri KLH waktu itu Pak Emil pada tahun 1990, papa bekerja delapan tahun di Lingkungan Hidup (Bapedal) , menjadi Ketua IPLHI ( Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia) dan terakhir menjadi Executive Director IMA ( Indonesian Mining Association). Sementara itu setelah menjadi Alumni KSA III Lemhanas, Papa aktif sebagai Anggota POKJA SKA LEMHANAS(Kelompok Kerja Sumber Kekayaan Alam di Lembaga Ketahanan Nasional) Karir pertama papa di mulai di kilang SHELL Indonesia di Plaju ,bidang Pengolahan (eh bener ngga ya pa?), tapi kemudian juga menangani Lingkungan hidup dalam Pertamina sendiri di  BKLL( Badan koordinasi Lindungan Lingkungan). Jadi papa sering harus pergi ke tempat-tempat yang terjadi kecelakaan untuk memonitor penanganan pertolongan sesuai dengan penanganan ramah Lingkungan. Karena tugasnya ini pulalah, saya mengetahui tentang proses penanganan limbah minyak jika tertumpah di laut/perairan. Atau jika terjadi kebakaran di kilang minyak darat/lepas pantai.

Saya juga masih ingat papa pernah mengisi rutin acara Dunia Minyak di TVRI. Saya yang masih kecil waktu itu duduk dengan manis di depan televisi, seakan-akan mendengarkan kuliah papa, mengisap memori gambar-gambar kilang eksplorasi dsb, padahal saya tidak mengerti apa-apa.

Papa memang guruku. Atau mungkin hanya saya yang mau mendengarkan kuliah ‘gratis’ papa dengan seksama dan alim, seakan-akan saya mengerti. Yang paling senang adalah menyambut papa pulang dari tugas di luar negeri, mendapatkan oleh-oleh (dasar anak-anak selalu minta oleh-oleh), dan kemudian makan bersama di meja makan sambil mendengarkan cerita papa mengenai perjalanannya waktu itu.

Sejak 1970 Papa memang sering ditugaskan ke luar negeri untuk Seminar,Conference ,Workshop dan Rapat Dinas dengan partner Pertamina. Setelah menjadi eselon I di pemerintah, Papa mendampingi Menteri Lengkungan Hidup di UNCSD (United Nations Council for Sustainable Development) di New York dan di Governing Council UNEP (United Nations Environment Program) di Nairobi (Kenya). Pengalaman yang sangat bersejarah baginya adalah ikut safari di malam hari di hutan Kenya. Dia sangat terkesan dengan melihat seekor Leopard yang besar berjalan dekat pohon dimana Papa berlindung. Leopard tersebut kelihatan sangat megah didalam kerajaannya waktu malam hari.

Papa juga sering mewakili instansinya di forum-forum luar negeri, bahkan sering memimpin delegasi Republik Indonesia ke Forum internasional seperti ASEAN Marine Pollution Experts Group , ASEAN sub regional group meeting, atau memimpin delegasi ahli standardisasi ke  ISO TC 207 yang membahas standard ISO 14000 di Oslo (Norwegia) 1995, Rio de Janeiro (Brasil) 1996, Kobe (Japan) 1997. Bagaimana jalannya konferensi, Papa harus memimpin/ menjadi moderator simposium, atau papa bertemu dengan orang-orang terkenal si ini, si itu (Baca juga “ketik cepat=baca cepat”). Papa sudah mengunjungi kota-kota yang penting di pantai Timur,pantai Barat dan Mid west  Amerika Serikat Demikian juga dengan pantai Timur dan pantai Barat Canada serta daerah sekitar Niagara dan Ontario.Kecuali Burma/Myanmar dan Laos,Semua negara ASEAN sudah dikunjungi. Praktis semua kota besar di Australia seperti Brisbane,Sydney,Melbourne,Perth,Fremantle dan Canbera sudah dikunjungi.

Dalam banyak kunjungan tersebut Mama diajak ikut,tentunya ticket Mama  bayar sendiri tapi hotel dan transport boleh ikut Papa. Jadi Mama juga banyak melihat dunia (dan sering berjalan sendiri loh). Banyak negara telah papa kunjungi , dan setiap pulang dari negara itu, saya menemukan waktu berharga yang hilang karena sibuknya papa berkeliling dunia dan menjalankan tugas sehari-hari.

The important thing is the quality not the quantity of being together. Saat itu saya banyak bisa mendapatkan pengalaman-pengalamannya berinteraksi dengan orang-orang asing. Tidak jarang juga diselipkan humor-humor yang di dapat saat itu. Saking serunya papa bercerita kadang dia tidak menyadari bahwa yang mendengar omongannya waktu itu tinggal saya (do you remember those old day pa?).

Yang pasti sebelum saya berangkat ke Jepang papa selalu mengingatkan saya untuk berpikir berjenjang. “Imelda, kamu sering menganggap orang lain sudah tahu sehingga melompati urutan pemikiran. Dengan orang Jepang kamu tidak bisa begitu. Jangan dari A, B, lalu kamu lompat ke M, P dst. Orang Jepang tetap harus melampaui jenjang A, B, C, D….. dst. Sistematis. Jangan dilompati!! Ingat itu”. Dan berkat peringatan itu, saya berhasil mengubah kebiasaan saya yang melompati sesuatu, sehingga bisa bekerja/menjelaskan secara berurut… sistematis. Memang benar harus seperti itu karena orang Jepang kadang terlalu berpatokan pada Buku Manual. (Dan saya tidak pernah membuka buku manual jika harus set up komputer or elektroniks lainnya….sangat kontradiksi)

Cerita yang kadang membuat saya sedih, atau saya tahu papa juga sedih, adalah cerita jika orang-orang asing itu menanyakan papa lulusan universitas mana. UCLA? Barclay? Oxford?… then papa harus menjawab…. no I did’nt go to universities, I have no graduate tittle. Sampai lama-lama papa hanya menjawab ” Yes, I like fox”, then semua pikir papa lulusan dari Universitas yang berlambang fox (saya lupa universitas apa yang disebutkan). Papa berkata, yang penting saya tidak berbohong. Saya hanya mengatakan I like fox, not I went there.  Menjadi sarjana adalah obsesi papa yang tidak bisa terpenuhi sampai saat ini. Karena itu papa selalu mengatakan kepada kami anak-anaknya untuk mengejar ilmu setinggi mungkin. Papa otodidak sehingga mendapat post-post tugas yang penting-penting itu tanpa gelar sarjana dengan kekuatan bisa berbahasa Inggris. Mana ada sih Eselon satu yang tidak bergelar sekarang? Sering dia memuat pidato atasan dalam bahasa Inggris, papers dalam bahasa Inggris dan mengisi majalah Science dan majalah lingkungan lain yang berbasis di luar negeri.

Saya dengar dari Tina, bahwa papa melarangnya untuk belajar bahasa Perancis jika belum menguasai bahasa Inggris… Tapi itu jaman nya, jaman dulu, karena jaman sekarang tidak bisa tanpa gelar kesarjanaan seberapapun  pintarnya engkau dan seberapa kuatnyapun  engkau berusaha. Karena dorongan dan dukungan papa itu maka kami ke tiga anak perempuannya bisa mendapatkan gelar minimal Master. Saya master pendidikan ( dari Yokohama National University, Jepang), Novita Doktor (PhD) in Microbiology (Melbourne University, Australia) dan Tina Master Arsitek (Yokohama National University, Jepang). Kecuali Tina, semua dengan beasiswa dari negara ybs. Sedangkan papa tetap harus puas dengan sebutan “Sdr” di depan namanya dan menghibur diri dengan mengatakan my title is “Senior Doctor abv Sdr“. I still remember how proud he was when he attended my graduation day from University of Indonesia.

But you have to know papa…. You are our Proffessor in many aspects especially for me. I am proud of you. I want to write more about you someday. But for today… Happy Birthday, my dearest Papa from your eldest daughter.