Nge-blog

11 Sep

Membaca tulisan dari Ibu Enny tentang Menyebarkan Virus Nge-blog, lalu melihat tulisan mas trainer tentang Trainee ngeblog, dan melihat daftar blogwalking saya yang semakin panjang, saya jadi ingin merenung kembali, kenapa sih saya nge-blog?  Dan kapan tuh mulainya?

Kebetulan dua hari yang lalu, saya tidak bisa tidur padahal sudah jam 2 malam (sebetulnya sudah biasa sih). Kemudian saya nyalakan Yahoo Mail saya dan iseng saya konek ke Chat. Dan di sebelah kiri biasanya berderet nama-nama id yang sedang online yang terdapat dalam daftar list saya. Dan waktu itu saya hampir berteriak melihat sebuah nama yang menyala. Id itu termasuk id awal-awal saya mulai chatting di tahun 2002 akhir. Saya mulai chatting juga karena saya hamil dari Riku dan dengan terpaksa saya harus membatalkan tiket mudik saya ke Jakarta, karena kehamilan saya bermasalah. Untuk mengurangi kesepian saya mulai chatting, dan mengenal cyber world di situ.

Id yang menyala itu kepunyaan Kiki, teman saya yang tinggal di Belanda. Kami memang jarang berhubungan tapi tanggal 24 Agustus kemarin saya teringat bahwa itu merupakan ulang tahunnya, dan saya kirim sms padanya. Hampir setahun saya tidak mendengar kabarnya, sejak kematian tantenya di Batam. Dan dua hari yang lalu itu, saya kembali bisa bercakap-cakap dengan dia.

Saya tahu Kiki tidak mau dikasihani, tapi terus terang awal perjumpaan saya dengan dia, karena simpati saya terhadapnya. Siapa yang mau menjadi janda sih? Lagi pula janda di luar negeri dan harus membesarkan dua anak sendiri. Dia bercerai persis kelahiran anak kedua, seorang angel, Felicia. Kiki banyak bercerita atau memperlihatkan fe lewat webcam nya. Such a cute girl!! Dan bersama anak pertama Arend, mereka hidup bertiga di Belanda. Kebanyakan topik pembicaraan kami seputar anak-anak. Meskipun kadang aku dan kiki terlibat juga percakapan yang “off the record”, pembicaraan sesama wanita.

( Fe n Arend  cute children  —– kiki lagi gaya di webcam hihihi)

Mungkin Anda bertanya apa hubungannya Kiki dengan Blog? Kiki mempunyai blog di Blogspot (Blogger.com) dan saya sering, bahkan hampir setiap jam membuka blognya. Hanya untuk tahu keadaan mereka, cerita kiki tentang anak-anak, tentang dia, tentang hatinya, tentang keluarganya, dan semuanya itu dia tulis dalam bahasa Indonesia, Inggris dan Belanda. Saya salut dengan dia. Dia yang mengaku tidak mengecap pendidikan tinggi, tapi mampu menuliskan cerita-ceritanya dalam bahasa Indonesia dan asing dengan begitu lancar, dan mampu membuat saya sebagai pembaca ikut menangis, ikut tertawa dan ikut berpikir. Hmmm Saya paling pelit memberikan pujian, tapi saya tidak segan-segan memuji dia. Orang yang mau maju, mau belajar terus dan tegar menghadapi cobaannya. Saya lebih respek, lebih hormat pada orang yang mau maju meskipun tidak menyandang “S” di belakang namanya, daripada orang yang S nya berderet tapi mandeg dan sombong.

Karena blog Kiki itulah saya ikut nge-blog di blogspot. Mulai menulis tepatnya tanggal 28 April 2005, meskipun saya sudah punya account di blogger sejak Juni 2003.  Baru saat itu saya tahu blog itu apa, dan sejak itu berangsur-angsur kenikmatan berinternet pindah dari chatting yang hanya berhaha-hihi ke blog yang lebih serius. Sampai saking getolnya saya nge-blog saya mempunyai 11 blog yang isinya berlainan sesuai maksud dan tujuannya. Tapi yang paling banyak dan teratur adalah 13tahun karena itu merupakan blog-diary saya.

Dan karena itu adalah blog diary saya, saya tidak mau menerima komentar, saya matikan fungsi komentar dengan sengaja. Saya tidak mempromosikan blog saya kepada orang-orang, karena jika saya lakukan itu berarti saya membuka dan menyajikan isi perut saya sendiri. Saya hanya memberitahukan pada orang yang dekat saja, tapi tidak kepada keluarga saya.

Nah, kenapa saya kemudian memutuskan untuk membuat blog yang bisa dibaca umum seperti sekarang ini? Sembari nge-blog di blogspot dan di Multiply, saya punya beberapa domain. Dan saya mau membuat website keluarga saya. Tapi bingung juga isinya apa. Dari sebuah pengumuman di  multiply saya bergabung pada sebuah milis, dan di situlah saya bertemu pada seseorang  yang membuat saya ingin membuka blog pada umum dengan hosting pribadi memakai domain keluarga saya. Orang itu tidak lain adalah mas trainer yang dulu sekarang juga berprofesi sebagai makelar blog dan sekarang sekaligus sebagai penyebar virus cinta ngeblog. Saya membaca tulisan-tulisannya yang serius (awalnya serius loh…entah kenapa sekarang jadi ganjen) mengenai interview kerja, written test, presentation dll pokoknya tips mengenai bagaimana seharusnya jika melamar bekerja di suatu tempat. Karena saya belum pernah melamar orang kerja jadi saya pikir bagus juga kalau nanti saya mau melamar di kantor (duuuh sapa ya yang mau terima tante-tante gini hihihi). Tentu saja tulisan ini merupakan pengalamannya sebagai trainer yang seabrek-abrek itu.

Di situ saya mulai berpikir,  blog saya yang banyak dan beragam itu, yang sengaja saya pilah-pilah mengapa tidak saya jadikan satu saja sehingga akan memudahkan  mengurusnya. Dan dimasukkan dalam Domain keluarga yang saya punyai. Maka jadilah Twilight Express ini….

Karena itu dalam kesempatan ini (kayak pidato aja yah) saya mau mengucapkan terima kasih saya pada Kiki (memberi komentar dengan nama Uly) yang sudah memperkenalkan saya pada blog, dan mendorong saya untuk menulis. Kiki sekarang sedang mulai menulis lagi karena account yang dulu hilang, waktu blogger merging dengan google, dan mengharuskan pemakai untuk mempunyai gmail. Kami tunggu tulisannya ya ki. Juga kepada mas trainer yang membuat saya berani untuk membuka blog saya untuk umum dan menerima komentar. Katanya, “Kamu tidak tahu bahwa tulisan kamu yang kamu anggap tidak berguna ternyata bisa berguna untuk orang yang membacanya.” Yes, indeed… dan saya akhirnya sekarang bisa menikmati blogging dan bisa mempunyai teman blog yang demikian banyak, dan dari segala penjuru dunia dan yang paling utama saya punya 3 sahabat blog (mas trainer, bang hery dan lala) yang akhirnya kita menamakan kelompok 4 sekawan ini sebagai Asunaros (ttg Asunaros tunggu nanti saya akan ceritakan di posting lain ya). Berkat kedua orang ini, kiki dan mas trainer, saya pun menjadi peblogger…dan mungkin kelak juga bisa menyebarkan virus blog pada yang lain.

My (New) Hero

8 Sep

Semua orang (baca wanita) punya seorang tokoh yang dianggap sebagai “Hero” =pahlawannya. Mungkin kebanyakan juga menganggap ayah atau kakak laki-lakinya sebagai Hero. Tapi saya tidak… Saya tidak pernah membayangkan ayah saya menjadi Hero (maaf pa…) Dan saya tidak punya kakak laki-laki yang bisa saya banggakan menjadi Hero saya (even kakak laki-laki jadi-jadian hehehe) Dan sebagai seorang wanita, wajar saja dong, jika saya mempunyai tokoh idaman yang saya anggap sebagai My Hero.

Saya memang suka membaca sejak kecil, dan dulu saya masih suka menonton televisi. Jaman saya SD, saya ingat menonton TV hitam-putih dan kemudian mulai berganti menjadi TV warna seperti sekarang ini. Dan waktu jaman Black and White itu, saya ingat seorang tokoh yang sampai sekarang pun masih saya sukai, yaitu Zorro. Seorang tokoh fiksi yang diciptakan tahun 1912…. wah lumayan uzur ya? Pria bertopeng hitam menutupi mata, dengan kumis tipis dan senjata pedang lancipnya (kayak anggar), dan setiap selesai mengalahkan musuhnya, dia meninggalkan mark, tanda Z, inisial namanya. Kakko ii…

Pada waktu saya berumur 7 tahun, saya harus dioperasi amandel. Dulu memang dikatakan bahwa jka tonsil diangkat maka akan sembuh dari berbagai penyakit… Saya sekarang jarang mendengar anak-anak dioperasi amandelnya lagi. Nah, waktu itu saya harus menginap semalam di RSPP, supaya besok paginya bisa masuk ruang ope, untuk dioperasi. Operasi kecil…. masih kalah dengan operasi saya ketika umur 13 tahun. Tapi sebagai anak berusia 7 tahun, tentu saja saya takut tidur sendiri di kamar RS. Meskipun saya berusaha tidak menunjukkan ketakutan seorang Kakak kepada adik-adiknya dan mau membuat mama-papa bangga akan anak putrinya, menjelang malam saya menjadi takut juga. Dan di situlah saya memimpikan My Hero, Zorro datang, masuk dari jendela, dan mengalahkan musuh-musuh saya yaitu dokter dan perawat-perawat, untuk kemudian membawa saya ke tempat yang jauh. Dan operasi saya bisa dibatalkan. Tapi tentu saja, itu hanya impian seorang Imelda berusia 7 tahun, dan tetap harus dioperasi amandelnya… (dan bersorak karena setelah operasi boleh makan es krim…. meskipun masih ingat juga masih sempat menghapus darah yang mengalir di pipi… yieks)

Entah karena saya suka Zorro, jadinya saya suka pria Latin/Spanyol, atau malah kebalikannya? Karena suka pria Latin saya suka Zorro? Tapi memang tokoh misterius ini bisa bercokol terus dalam ingatan saya. Well, saya juga tidak malu untuk mengakui bahwa saya suka membaca novel Roman Harlequin (dulu Mills n Boon), dan setiap saya akan membeli novel baru, jika ada pilihan cerita dengan latar “percintaan dengan orang Spanyol” pasti langsung masuk ke dalam keranjang belanja saya. (Bagi penggemar romance, pasti tahu ada golongan Spaniard, Italian, Greek Tycoon, Nobels bangsawan-bangsawan termasuk di dalamnya France , or Outback (ini juga asyik loh) kerasnya hidup di Australia, etc, etc)  Meskipun setelah dewasa (dan di dunia nyata) , saya tidak mau berhubungan atau berpacaran dengan pria Spanyol, karena mereka terkenal sebagai Don Juan, playboy yang bisa meremukkan hati wanita. Saya selalu katakan pada Louis Sartor, rekan di InterFM, “You Latinos, why you always be kind to ALL Women?”… and he just laugh and said… “Dont Worry be Happy”. Hmm mungkin memang saya harusnya berteman dengan latinos supaya bisa happy terus sepanjang masa?

… I don’t think so.

Sekarang saya punya seorang Hero yang baru. Ya, seorang tokoh lagi, yang tampil di anime di Jepang. Bukan Naruto tentunya! Bukan Batman, Superman, Hercules, Hulk, He-man dsb-dsb. Tokoh ini saya rasa belum sempat masuk ke Indonesia (Kalau masuk jangan-jangan yang putri-putri akan sukaaaaaaa banget deh  dan saya punya banyak saingan hehehehe). Tokoh ini bernama Black Jack. “Black Jack Sensei!” ini adalah seorang dokter yang tentu saja mengikuti pattern/pola Hero, membantu yang lemah dan mengambil uang sebanyak-banyaknya dari yang kaya. Dia ditemani seorang anak perempuan (automaton) bernama Pinoco (yang akhirnya juga jatuh cinta pada sang Dokter). Saya bertemu BlackJack ini setahun lalu, waktu iseng-iseng mengganti Disney Chanel menjadi Kids Station di TV cable saya. Setiap episode diberi judul Karte no 1, 2, 3 dst. Karte menunjukkan pada  file seorang pasien. Dokter Black Jack ini sangat mahir memainkan pisaunya di meja operasi, sehingga siapa saja yang sudah tidak ada harapan, pasti bisa dioperasi oleh My Hero ini dengan kecepatan dan konsentrasi tinggi. Pernah digambarkan dokter ini harus melakukan ope di atas sebuah pesawat yang sedang bergerak (jatuh).

Tokoh BlackJack Sensei ini diciptakan oleh Osamu Tezuka, si pencipta Astro Boy (atom no ko). Rambut yang agak nge ‘punk” dengan warna hitam diselingi putih (hmmm I crush man with some gray hair on their black head also… kayaknya dewasa banget gitchu). Dengan mata yang besar (belo) —lucky this is only imagination. Semua karakter anime pasti matanya besar deh. Mungkin mata besar itu obsesinya orang Jepang.

Kesamaan si dokter ini dengan Zorro adalah sama-sama pakai mantel hitam, dan senjatanya adalah pisau/pedang. Klasik huh. Yah memang saya suka yang klasik sih… mau gimana lagi. Klasik tapi bermutu cieeeee. Karena orang Indonesia sedikit atau mungkin malah tidak ada yang tahu tentang BlackJack Sensei ini, jika seandainya ada perusahaan yang mau mengimpor film ini untuk diputar di Indonesia, saya mau tuh bantuin untuk penerjemahannya. hehehhee.  Sehingga saya bisa menonton serial itu lengkap dari awal hingga akhir (maunya….hehhehe). Siapa berminat?

Sweet Cherry Pie

27 Agu

Cherry Pie? manis lagi…. ngga deh. Saya untuk membayangkannya saja tidak mau. Mungkin saya akan lebih suka Apple Pie deh…

Lalu …kenapa posting tentang itu?  Sweet Cherry Pie ini adalah sebuah lagu yang dinyanyikan White Snake,  kelompok Band Hard Rock/Metal (dari Warrant juga sih). Padahal saya tidak suka musik metal…. Tapi lagu ini amat sangat membantu saya untuk membuat mata saya melek selama menyetir.

Mungkin saya jarang bercerita di sini bahwa saya mempunyai seorang adik laki-laki. Dia yang paling bontot dari 4 bersaudara. Jarak antara saya dan dia 9 tahun, karena memang dia bisa disebut sebagai naar kommertje (hmmm ngga tau tulisnya bener ngga tapi seorang anak yang lahir terlambat sehingga jarak dengan kakak langsungnya cukup jauh). Karena beda antara saya dan dia itu 9 tahun, saya banyak membantu ibu saya dalam mengurus dia. Mulai dari ganti popok, sampai kasih susu dan menidurkannya, sehingga banyak yang mengatakan saya seperti “ibu”nya.  Dengan jarak 9 tahun ini juga, waktu dia SMP, saya hampir selalu mengantarkan dia ke sekolahnya yang terletak di Haji Nawi itu. Sekitar jam 6:20 kalau dia tidak pergi sendiri, dia pasti membangunkan saya dan saya yang masih terkantuk-kantuk langsung mengantar dia. Supaya jangan terjadi “apa-apa” di jalan, dia memutarkan lagu-lagu yang waktu itu sedang nge-trend juga…. Dan diantaranya ada Duran-duran (tapi emang kurang keras sih), dan White Snake ini. Jadilah kita berdua teriak-teriak dalam mobil. Hmmm sweet memories.

But, ada satu yang membuat saya sebel bener setelah dia mengatakan begini ke saya, “temen aku ada loh yang bilang gini…. Andy nyokap kamu baik banget ya selalu anter kamu ke sekolah. Keliatannya dia cool juga ya, masih mau ngikutin trend anak muda. ” WHAT????? Aku ini NYOKAP kamu? siapa tuh yang bilang? masak umur 9 tahun aku sudah beranak? Emang gue tampang tua ya????

And u know what, hari itu, tanpa ada alunan Sweet Cherry Pie pun saya tetap “melek” nyetir pulang ke rumah, padahal harus lewat jalan gang-gang dengan mobil besar ku. Gara-gara mangkel disebut sudah NYOKAP-NYOKAP. Huh!!!

Menurut milis 80-an sekitar Oktober, si grup White Snakw ini akan datang ke Jakarta. Makanya teringat akan lagu ini. Grup dr Inggris yang memulai debutnya di tahun 1977 (pas lahirnya Andy tuh) akan bawakan lagu2 keras? mustinya membernya kan udah tua-tua juga ya? Hmmm kebayang ngga ya Opa-opa yang gaek menyanyikan ….

She’s my cherry pie
Cool drink of water
Such a sweet suprise
Taste so good
Make a grown man cry
Sweet cherry pie
Well, Swingin’ on the front porch
Swingin’ on the lawn
Swingin’ where we want
Cause there ain’t nobody home
Swingin’ to the left
And swingin’ to the right
If I think about baseball
I’ll swing all night, yeah
(yeah, yeah)

Swingin’ in the living room
Swingin’ in the kitchen
Most folks don’t
Cause they’re too busy bitchin’
Swingin’ in there
Cause she wanted me to feed her
So I mixed up the batter
And she licked the beater
I scream, you scream
We all scream for her
Don’t even try
Cause you can’t ignore her

dengan suara gitar elektrik yang melengking dan gedubag-gedebug drum …..hmmm

Sembelit

17 Agu

Tentu tahu dong bagaimana rasanya sembelit. Bukan yang sembelit dengan arti :sem·be·lit n kantong atau pundi-pundi yg dibelitkan di pinggang: perempuan itu memakai — tapi dalam arti tidak bisa buang air besar.

Nah ternyata si Riku itu mengalami “sembelit” selama 26 hari berada di Jakarta. Dan itu ketahuannya kemarin waktu Tatsuya kun, murid aku di Senshu University datang ke rumah. Terima kasih ya Tatsuya kun yang mau menjadi obat pencahar bagi Riku.

Pertamanya Riku enggan berkenalan dengan Tatsuya kun. Mungkin karena dia masih bermain dengan Dharma, Sophie dan Kei. Tapi waktu aku ajak semua pergi makan di luar, Riku bertindak sebagai host yang baik untuk Tatsuya-kun. Dia menjelaskan semuuuuuuuuuua dalam bahasa Jepang kepada Tatsuya-kun. Mulai dari naik mobil, di dalam mobil, sesampai di restoran, selama makan, seselesai makan, dalam mobil menuju rumah, dan sampai Tatsuya kun pulang naik taxi ke Jaksa, tempat dia menginap. Bener-bener deh….. nyerocos terusssssss dalam bahasa Jepang. Ternyata dia “sembelit” tidak bisa berbahasa Jepang selama ini, membuat dia bertindak seperti itu.

Berikut sedikit percakapan dia dengan si Tatsuya kun yang tentu saja dalam bahasa Jepang,

“Om dulu punya teman banyak?”

“Temanku ada yang namanya Hiro, Ryo, …tapi Ryo ini yang paling suka ngerjain aku.”

“Om suka dengan TK nya om dulu?”

Tatsuya kun: “Saya ada 2 kakak laki-laki loh”

“Wahhh 3 anak laki-laki? Kasihan ibunya ya…repot pasti”  Dari jauh aku terbahak-bahak, you bet it must be difficult.

Tatsuya kun :”Iya ibu saya memang repot”

“Kan ibu kamu harus mengurus 4 laki-laki…susah ya” (Dalam hati aku bilang…YA IBU HARUS MENGURUS 4 BAYI…lucuuuuuu)

………

dalam mobil:

“Om dulu waktu TK punya pacar?”

“Pacar ya? mmmm pernah suka anak perempuan sih”

“Aku ya… aku suka sama yang namanya M.O, dia manis sekali loh. Dan aku selalu deg-degan ketemu dia. Abis dia manis sekali (huh manis apaan…masih ada yang lain yang lebih manis rikuuuuuu). Aku pikir nanti aku kalau besar mau kawin sama M.O.”

“Asyik ya…seneng memang kalau sudah ada pacar….”

(Dan aku harus menahan tawa supaya Riku tidak marah bahwa aku mendengarkan percakapan dia)

26 hari tak bisa berbicara bahasa Jepang, kecuali sama papanya di telepon… dan sama aku. Rasanya seperti sembelit mungkin ya. Tapi di lain pihak aku membayangkan juga…. Aku sudah hampir 16 tahun penuh tinggal di Jepang. Di negara yang aku sukai, dan aku anggap kampung halaman kedua-ku. Dan aku sangka aku senang dikatakan “Imelda sudah seperti orang Jepang” dalam tindakan dan perkataan aku selama ini. Bangga bisa menjadi “Orang Indonesia yang menguasai bahasa dan kebudayaan Jepang dan tinggal lama di Jepang”.

BUT sekarang aku sadari, bahwa aku sebenarnya terlalu memaksakan diri… terlalu berusaha dengan sungguh-sungguh, terlalu banyak beradaptasi dengan lingkungan, dan tidak sadar bahwa aku sudah sampai pada titik jenuh…. bagaikan air gula yang sudah tidak bisa ditambahkan lagi gulanya tanpa harus memanaskannya, atau membuatnya menjadi kental. Dengan satu kata aku ini CAPEK.

Karena ternyata aku juga masih orang Indonesia, yang mempunyai sifat-sifat seperti orang Indonesia umumnya, dan merasa kehilangan kehangatan, kebersamaan, persaudaraan antar manusia yang LUMRAH ada di Indonesia, tetapi sulit sekali didapat di Jepang. Aku juga kehilangan rumah besar yang aku huni selama 24 tahun pertama hidupku, untuk harus tinggal dalam “Usagi goya” —rumah kelinci. (Kalau ini sih kesalahan orang tua saya (perusahaan tempat papa bekerja deh), kenapa sih rumah besar begini…sampai kalau panggil orang harus teriak, atau mengebel ….. benar-benar mengebel dengan kode tertentu, karena tombol bel ada dibagian dalam rumah dan bagian luar, sehingga kalau mau panggil mbak-mbak yang tinggal di pavilyun belakang pakai bel dengan kode dua untuk si mbak A dan 3 untuk si mbak B). Sedangkan rumahku di Tokyo hanya sebesar kamar tamu saja (Itupun sudah cukup besar untuk ukuran tokyo)….

Sekitar 2 minggu berada di Jakarta, Riku pernah tanya…”Ma, kapan kita pulang, aku rindu semua orang Jepang…” kataku, “Yah kamu hitung saja 10 kali tidur, kita sudah akan pulang ke Jepang)

Tapi seminggu sesudahnya, “Ma, kita pulang sebentar ke Jepang. Lalu kembali lagi ya. Aku mau sekolah sama Dharma di sini saja…..” Aku tidak bisa berkata apa-apa (hey nak, kamu orang Jepang)

Dan kemarin aku bilang, “Riku, tinggal dua kali tidur, kita kembali ke Tokyo loh. Riku harus tidur siang, supaya riku tidak tidur malamnya waktu kita masuk pesawat ya. Kalau Riku ketiduran malamnya, mama bisa mati gendong kamu dan Kai (25+12kg =37kg)”

“Asyik ma…kita harus beli oleh-oleh untuk semua loh. Buat Riku, buat papa, beli tas untuk Riku, beli alat-alat tulis untuk ke TK…. “Oi oi,,, itu bukan oleh-oleh namanya…itu BEKAL buat kamu sendiri hihihi.

Setiap orang pernah mengalami krisis identitas. Dan aku tahu Riku dan Kai juga pasti akan mengalami krisis identitas kelak. Semoga saja kedua anakku bisa melewati masa itu dengan baik.

Pagi tadi jam 2 pagi, aku telepon gen … waktu aku cerita Riku mau sekolah di jakarta, dia malah bilang, wah Riku hebat…bisa pikir begitu. Dan waktu aku cerita, bagaimana kalau aku misalnya bekerja di suatu universitas di Yogyakarta sebagai dosen tamu, Gen bilang…asyik…aku jadi pembantu kamu aja deh. Weleh… gaji dosen mana bisa nyewa pembantu kayak kamu.  Aniway, aku juga bersyukur mempunyai keluarga yang masih bisa fleksible tinggal di manapun….. Apa kita sekeluarga bermigrasi ke Selandia Baru saja ya? Maybe ada kerja yang cocok untuk aku dan Gen? who knows….

Semoga aku juga bisa mendapatkan obat pencahar yang bisa menyembuhkan aku dari penyakit yang namanya Capek dan Bosan itu, seperti Riku yang bebas dari Sembelitnya tadi malam.

Kalau bisa kembalikan waktu…

4 Agu

Kalau mama bisa jadi kecil lalu besar sekali lagi mama mau jadi apa? …demikian Riku bertanya padaku pagi ini.

Hmmm apa ya?

“Mama mau jadi orang kaya aja Riku, biar bisa punya pesawat pribadi, punya rumah di Jakarta dan Jepang….”

“Kalau Riku?”

“Riku mau jadi semua… orang kaya, hero, polisi, pemadam kebakaran, pokoknya SEMUA…. trus jadi orang kaya…”

“Aku ingin cepat-cepat umur 6 tahun … Kan Dharma sudah besar…Aku ingin cepat-cepat ulang tahun mau cepat-cepat umur 6 tahun…”

Dia ngga tahu, kalau dia 6 tahun berarti mulai masuk SD, dan belum tentu setiap musim panas kita bisa mudik ke Jakarta, apalagi di kelas5-6 an, karena harus prepare masuk SMP. Battle of life start on 6 y.o. Yang pusing ibunya deh hehehe.

———Apakah kamu mau me-rewind waktu yang telah lewat? Aku tidak. Aku bahagia dengan keadaanku ini. Dan waktu yang telah berlalu itulah yang membuatku begini. Meskipun ada getir, perih dan putus asa… aku tidak mau me-rewind waktuku meski untuk 1 hari atau 1 minggu saja. Biarlah semua berlalu dan menjadi tunas untuk sesuatu yang baru, dengan airmata cinta dan sinar kasih, serta bekal pengalaman. ——

Bukan Sabtu Biasa

3 Agu

Pagi-pagi aku sudah terbangun, dan membuka laptopku. Baca berita Jepang, dan buat satu posting ringan. Hari Sabtu ini bukan Sabtu Biasa. Karena Sabtu ini Tina akan kembali ke Jepang. My lovely sister ini sudah berkorban mengambil jatah cutinya untuk temani aku ke sini, dan tentu saja untuk bersama-sama merayakan ulang tahun papa. Dia worried bagaiman jika aku pulang sendirian nanti. Tidak ada yang membantu check in dsb dsb. Hei sister, aku harus bisa sendiri meskipun itu sulit. Malah aku worry sama kamu, apakah kamu bisa melewati perjalanan panjang sendiri tanpa merasa panik. Kita memang harus saling membantu ya. Sama-sama punya penyakit “jiwa” yaitu Panic Syndrome. How I hate that condition.

Mama juga belum apa-apa sudah khawatir… bagaimana aku bisa pulang sendiri. Duhhh masih lama ini (hmm and its ticking) And she said, “Tina kamu datang lagi jemput Imelda”. Huh… mending tiketnya dibeliin untuk my husband lah…or tante Mariko (eh Mariko bercanda loh… Aku tahu kamu juga worry, dan kalau kamu nekat mungkin kamu sudah beli tiket… but I’ll be ok!!)

Sabtu ini juga ada acara siraman/midodareni dari Ima, keponakan kami (duh berasa tua deh) anak dari Uud, Udiman. Dan itu siraman itu mama harus pakai kebaya. Jadi aku temani mama ke salon untuk set rambutnya. Jam 10 pagi sudah nongkrong di Kumarii. Sementara mama ditangani mbaknya, aku tanya apakah rambutku yang nanggung itu bisa ditangani juga. Soalnya ada warnanya jadi tidak bisa pake tempelan…. And tada…. si mbaknya buat modelnya berjambul gitu sih… Aku kaget juga waktu buka mata setelah memejamkan mata barang 10  menitan (dia pakai banyak sekali hairspray, and its itchy u know) Hmm jadi ingat fotonya si Audry Hepburn (Tina bilang…..jauhhh mel hahahah)

Selesai sekitar jam 11, pulang ke rumah sambil tunggu Lala dan mbak Neph. Mereka mau belanja di Melawai katanya. Tahu-tahu lala telpon, ngga jadi ke Melawai karena macet, so langsung ke rumah aja. Aku memang niat bawa Riku dan Kai hari ini. Penebus dosa aku telantarin Riku… Dia tidak mau makan kemarin malam, hanya karena tunggu aku dan mau makan dengan aku saja. Waktu aku pulang kemarin pukul 11:30 Mama langsung cerita bahwa dia tungguin aku di pagar rumah… Maafkan mama anakku.

Ootoya

So, kami berlima akhirnya sampai juga di Senayan City. Yang mengherankan Riku ingat tempat ini. Padahal baru satu kali kita ke sini, sekitar 2 tahun yang lalu, waktu aku belum hamil Kai, dan Senayan City baru dibuka, masih sepi, masih under construction sebagian. Dia ingat pernah makan es krim Baskin Robbins di sini. Hmmm Riku benar-benar seperti aku, he still remember the details. Dan aku tunjukkan dia restoran yang kita bersama Opa dan Oma dulu masuki.

Tujuan utama adalah Ootoya. Rupanya restoran Jepang itu terletak di lantai 5. So, kita naik lift yang ada. (Hmmm aku heran untuk tempat yang segini luas, kenapa liftnya hanya ada 2… dan selalu penuh. Sulit dong untuk yang bawa baby car kalau harus naik eskalator. Kayak gini ini Indonesia harus belajar. Kalau di Jepang Lift diutamakan untuk baby car dan disable person. Manusia-manusia sehat harus memberikan prioritas pada bayi dan orang tua… dimana saja).

(La…. I am not Wonder Woman kok… I am a woman wondering something maybe)

Makanan di Ootoya itu enak. Sama lah dengan Jepang. Harganya juga sama dengan Jepang, so mahal untuk ukuran Indonesia (eh ngga tau deh mahal atau ngga hehehe kan standar orang beda-beda). Tapi aku rela kok keluarin duit kalau makanannya enak. Sayang mereka tidak punya sushi/sashimi, dan belum ada soba dinginnya. Baru ada Udon saja. Pesen makanannya ngga tanggung-tanggung (as usual) sempet khawatir juga kalau tidak habis, but habis loh saudara-saudara. Riku banyak makan juga. Yappari Menrui ga suki dane. Kai juga makan nasi tororo/jako. Dan si Lala juga menikmati nasi Jepang (la, bener loh, kalo kamu di Jepang, kudu hati-hati dengan your appetite begitu). Mungkin Lala juga heran kali ya kok aku jarang makan tapi bisa segede gini heheheh. Otomatis kemarin aku ngga makan nasi. Ngga nafsu makan juga.

Anyway, kita meninggalkan Ootoya dengan piring yang bersih (hampir licin deh) dan menuju ke lantai 1, karena Riku mau main. Nah… dalam lift itu aku bertemu seorang bapak yang familiar, yang sedang mengetik PDA nya. Hmmm I’ve met him somewhere. Karena dia liatin Kai, saya tegur dia,

“Pak…. masih ingat saya?”

Dia liat ke mukaku, dan aku tahu dia tidak ingat. Ya jelas saja dong…. aku kan bersanggul hahhaah.

“Bapak dulu di KBRI kan… saya Imelda”

“Astaga… loh kamu sudah di sini?””Ini anak kamu””Masih di Radio?” bla bla bla. Akhirnya sempat bercakap-cakap.

But sesungguhnya sampai aku tegur dia, aku lupa namanya. Pak Sakidin? maybe. Yang pasti bapak mantan Atase Penerangan karena beliau pernah minta aku jadi MC untuk suatu acara. Duh gitu deh sekarang, I forgot the names. Too many people I’ve met.

Riku bermain sebentar di lantai 1 itu. Tadinya aku mau ajak kembali ke lantai 4 or 5 untuk main game, but… liftnya penuh terus jadi kita ngga bisa masuk lift. Akhirnya akirameru dan pulang. Senin or Selasa aku ajak kamu ke Kidzania kiddo. Just the two of us. It will be a date.

Sambil pindahin foto-foto dan ngobrol-ngobrol di rumah, menunggu waktu Tina harus diantar ke Cengkareng. Aku dan anak2 tinggal, karena Novi sekeluarga, opa, oma semua akan mengantar Tina. (Dan semua tumplek dalam satu kijang….) Kira-kira jam 7 malam, sesudah berdoa bersama Tina leave for Tokyo. Terima kasih banyak sis, untuk kehadiran kamu selama 2 minggu ini.

And jam 8 malam, aku harus melepas lagi kepergian my new sister, Lala. Dia akan pulang kembali ke Sby besok pagi. It was too short …our time together… Tapi begitu dipenuhi oleh emosi yang sulit dimengerti. Enggan melepaskan pelukan itu…but… as you said… Life goes on. Next year? I don’t know… I’ll try. Sarainen?  Or maybe this christmas? Nobody knows. Yang pasti, kita punya kehidupan yang harus dijalani. Time will tell…

Time will heal…

Que sera sera.

Yang pasti, setelah semua sepi. Aku masuk kamar karena Kai menangis. Biar aku gendong, biar aku bujuk, biar aku kasih susu, dia menangis terus. Seakan dia tahu bahwa Tantenya Titin tidak ada. And … Aku jadi menangis juga… sambil memandang tempat tidur di sebelahku. Dan Riku berkata,

“Mama jangan nangis…masih ada Riku”…

“IYa sayang…mama tahu.”

dan Riku juga menangis…. Jadi deh bertiga ibu-anak berpelukan dan menangis tersedu-sedu. Sambil dalam pikiranku, aku membayangkan tgl 18 nanti… duh apa kuat ya aku? Lalu aku tanya,

“Kenapa Riku nangis?”

“Kangen tante Titin… kangen semua yang di Jepang”

“Papa? Tante Mariko? A-chan? Ta-chan?”…

“Iya semua….”

HOMESICK.

Ok, kita telepon papa yuukk. Lalu aku biarkan dia bicara dengan papanya. Bercerita tentang satu hari kegiatan dia. Dia sempat berenang dengan Opa pagi-pagi sementara aku ke Salon.

Riku tertidur jam  9 malam, tapi Kai baru tidur jam 11:30 malam…. Padahal aku juga sudah capek dan ngantuk. Tapi setelah Kai tertidur, aku ngga bisa tidur. Sambil dengar The Lighthouse Family…. sambil chatting dengan Lala…sambil edit foto-foto…Sampai Lala memutuskan percakapan di YM, aku masih tidak bisa tidur…. Too much for today. But aku paksa tidur ketika jam di komputerku menunjuk waktu 4:30 (2:30 WIB) Sabtu ini memang bukan Sabtu BIASA.

Happy Birthday my dear Papa…

29 Jul

Selamat Ulang Tahun Pa!!! 70 tahun….. 七十歳お誕生日おめでとうございます. Niatnya papa dalam menghadapi ulang tahun istimewa ini sebetulnya adalah membuat buku tentang lingkungan dan atau pengalamannya selama ini, tapi karena sibuk meeting/rapat sana sini, dan mengurus cucu, belum sempat terealisasikan. Papa bilang; sejak pensiun dia jadi PENGACARA (Penganggur yang banyak acara). Saya tulis sedikit kenangan bersama Papa ya…. Mungkin banyak terms yang salah, but aku tulis saja dulu apa yang terlintas di pikiranku beberapa hari ini. (sudah dapat perbaikan langsung nih dari ybs hehehe)

Papa bekerja selama 35 tahun di Pertamina, dan setelah dipanggil Menteri KLH waktu itu Pak Emil pada tahun 1990, papa bekerja delapan tahun di Lingkungan Hidup (Bapedal) , menjadi Ketua IPLHI ( Ikatan Profesional Lingkungan Hidup Indonesia) dan terakhir menjadi Executive Director IMA ( Indonesian Mining Association). Sementara itu setelah menjadi Alumni KSA III Lemhanas, Papa aktif sebagai Anggota POKJA SKA LEMHANAS(Kelompok Kerja Sumber Kekayaan Alam di Lembaga Ketahanan Nasional) Karir pertama papa di mulai di kilang SHELL Indonesia di Plaju ,bidang Pengolahan (eh bener ngga ya pa?), tapi kemudian juga menangani Lingkungan hidup dalam Pertamina sendiri di  BKLL( Badan koordinasi Lindungan Lingkungan). Jadi papa sering harus pergi ke tempat-tempat yang terjadi kecelakaan untuk memonitor penanganan pertolongan sesuai dengan penanganan ramah Lingkungan. Karena tugasnya ini pulalah, saya mengetahui tentang proses penanganan limbah minyak jika tertumpah di laut/perairan. Atau jika terjadi kebakaran di kilang minyak darat/lepas pantai.

Saya juga masih ingat papa pernah mengisi rutin acara Dunia Minyak di TVRI. Saya yang masih kecil waktu itu duduk dengan manis di depan televisi, seakan-akan mendengarkan kuliah papa, mengisap memori gambar-gambar kilang eksplorasi dsb, padahal saya tidak mengerti apa-apa.

Papa memang guruku. Atau mungkin hanya saya yang mau mendengarkan kuliah ‘gratis’ papa dengan seksama dan alim, seakan-akan saya mengerti. Yang paling senang adalah menyambut papa pulang dari tugas di luar negeri, mendapatkan oleh-oleh (dasar anak-anak selalu minta oleh-oleh), dan kemudian makan bersama di meja makan sambil mendengarkan cerita papa mengenai perjalanannya waktu itu.

Sejak 1970 Papa memang sering ditugaskan ke luar negeri untuk Seminar,Conference ,Workshop dan Rapat Dinas dengan partner Pertamina. Setelah menjadi eselon I di pemerintah, Papa mendampingi Menteri Lengkungan Hidup di UNCSD (United Nations Council for Sustainable Development) di New York dan di Governing Council UNEP (United Nations Environment Program) di Nairobi (Kenya). Pengalaman yang sangat bersejarah baginya adalah ikut safari di malam hari di hutan Kenya. Dia sangat terkesan dengan melihat seekor Leopard yang besar berjalan dekat pohon dimana Papa berlindung. Leopard tersebut kelihatan sangat megah didalam kerajaannya waktu malam hari.

Papa juga sering mewakili instansinya di forum-forum luar negeri, bahkan sering memimpin delegasi Republik Indonesia ke Forum internasional seperti ASEAN Marine Pollution Experts Group , ASEAN sub regional group meeting, atau memimpin delegasi ahli standardisasi ke  ISO TC 207 yang membahas standard ISO 14000 di Oslo (Norwegia) 1995, Rio de Janeiro (Brasil) 1996, Kobe (Japan) 1997. Bagaimana jalannya konferensi, Papa harus memimpin/ menjadi moderator simposium, atau papa bertemu dengan orang-orang terkenal si ini, si itu (Baca juga “ketik cepat=baca cepat”). Papa sudah mengunjungi kota-kota yang penting di pantai Timur,pantai Barat dan Mid west  Amerika Serikat Demikian juga dengan pantai Timur dan pantai Barat Canada serta daerah sekitar Niagara dan Ontario.Kecuali Burma/Myanmar dan Laos,Semua negara ASEAN sudah dikunjungi. Praktis semua kota besar di Australia seperti Brisbane,Sydney,Melbourne,Perth,Fremantle dan Canbera sudah dikunjungi.

Dalam banyak kunjungan tersebut Mama diajak ikut,tentunya ticket Mama  bayar sendiri tapi hotel dan transport boleh ikut Papa. Jadi Mama juga banyak melihat dunia (dan sering berjalan sendiri loh). Banyak negara telah papa kunjungi , dan setiap pulang dari negara itu, saya menemukan waktu berharga yang hilang karena sibuknya papa berkeliling dunia dan menjalankan tugas sehari-hari.

The important thing is the quality not the quantity of being together. Saat itu saya banyak bisa mendapatkan pengalaman-pengalamannya berinteraksi dengan orang-orang asing. Tidak jarang juga diselipkan humor-humor yang di dapat saat itu. Saking serunya papa bercerita kadang dia tidak menyadari bahwa yang mendengar omongannya waktu itu tinggal saya (do you remember those old day pa?).

Yang pasti sebelum saya berangkat ke Jepang papa selalu mengingatkan saya untuk berpikir berjenjang. “Imelda, kamu sering menganggap orang lain sudah tahu sehingga melompati urutan pemikiran. Dengan orang Jepang kamu tidak bisa begitu. Jangan dari A, B, lalu kamu lompat ke M, P dst. Orang Jepang tetap harus melampaui jenjang A, B, C, D….. dst. Sistematis. Jangan dilompati!! Ingat itu”. Dan berkat peringatan itu, saya berhasil mengubah kebiasaan saya yang melompati sesuatu, sehingga bisa bekerja/menjelaskan secara berurut… sistematis. Memang benar harus seperti itu karena orang Jepang kadang terlalu berpatokan pada Buku Manual. (Dan saya tidak pernah membuka buku manual jika harus set up komputer or elektroniks lainnya….sangat kontradiksi)

Cerita yang kadang membuat saya sedih, atau saya tahu papa juga sedih, adalah cerita jika orang-orang asing itu menanyakan papa lulusan universitas mana. UCLA? Barclay? Oxford?… then papa harus menjawab…. no I did’nt go to universities, I have no graduate tittle. Sampai lama-lama papa hanya menjawab ” Yes, I like fox”, then semua pikir papa lulusan dari Universitas yang berlambang fox (saya lupa universitas apa yang disebutkan). Papa berkata, yang penting saya tidak berbohong. Saya hanya mengatakan I like fox, not I went there.  Menjadi sarjana adalah obsesi papa yang tidak bisa terpenuhi sampai saat ini. Karena itu papa selalu mengatakan kepada kami anak-anaknya untuk mengejar ilmu setinggi mungkin. Papa otodidak sehingga mendapat post-post tugas yang penting-penting itu tanpa gelar sarjana dengan kekuatan bisa berbahasa Inggris. Mana ada sih Eselon satu yang tidak bergelar sekarang? Sering dia memuat pidato atasan dalam bahasa Inggris, papers dalam bahasa Inggris dan mengisi majalah Science dan majalah lingkungan lain yang berbasis di luar negeri.

Saya dengar dari Tina, bahwa papa melarangnya untuk belajar bahasa Perancis jika belum menguasai bahasa Inggris… Tapi itu jaman nya, jaman dulu, karena jaman sekarang tidak bisa tanpa gelar kesarjanaan seberapapun  pintarnya engkau dan seberapa kuatnyapun  engkau berusaha. Karena dorongan dan dukungan papa itu maka kami ke tiga anak perempuannya bisa mendapatkan gelar minimal Master. Saya master pendidikan ( dari Yokohama National University, Jepang), Novita Doktor (PhD) in Microbiology (Melbourne University, Australia) dan Tina Master Arsitek (Yokohama National University, Jepang). Kecuali Tina, semua dengan beasiswa dari negara ybs. Sedangkan papa tetap harus puas dengan sebutan “Sdr” di depan namanya dan menghibur diri dengan mengatakan my title is “Senior Doctor abv Sdr“. I still remember how proud he was when he attended my graduation day from University of Indonesia.

But you have to know papa…. You are our Proffessor in many aspects especially for me. I am proud of you. I want to write more about you someday. But for today… Happy Birthday, my dearest Papa from your eldest daughter.

Kugadaikan Cintaku

17 Jul

“Di Radio aku dengar…. lagu kesayanganmu…..”

Enak ya lagunya si Alm. Gombloh ini. Menunjukkan keberadaan RADIO sebagai media untuk “bercinta”. Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda, tapi dulu senang rasanya bila kita mendengarkan nama kita diucapkan oleh sang penyiar, …untuk xXx dari yYy dengan ucapan ……

Atau melalui Radio, saya juga menikmati sandiwara Radio dan menikmati suara Maria Oentoe yang bagi saya “bening” (istilah sapa ya ini)…. Pernah terlintas di benakku, aku ingin menjadi seperti dia. Seiyu bahasa Jepangnya. Kalau diterjemahkan harafiah “Artis Suara”. Dan ….tahukah Anda bahwa Seiyu di Jepang merupakan profesi yang menjadi incaran pemuda-pemudi Jepang. Banyak kita temukan sekolah-sekolah yang melatih profesional Seiyu ini. “Pengisi Suara” atau dubber biasanya melewati sekolah-sekolah ini. Saya tidak tahu apakah ada unsur “teknik” rekaman, tapi coba dengarkan suara si Nenek Sophie dalam film “Howl the Moving Castle”. Suaranya bisa berubah dari suara Sophie Remaja menjadi Sophie Nenek, dan kembali lagi. Pengisi suara si Sophie ini adalah seorang Artis yang menjadi adik tokoh Torajiro yang terkenal itu.

So, kembali ke Radio…. Radio mungkin merupakan media hiburan yang termurah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Saya rasa kalau Anda bermobil, dan lupa membawa CD/Kaset, juga pasti mendengarkan Radio di mobil Anda. (Hei….ada acara di suatu Radio di Jakarta yang selalu saya dengarkan dan itu damn good, humornya hidup euy). Radio juga sempat dipakai sebagai alat propaganda Jepang pada waktu pendudukan di Indonesia (1942-1945). Lewat Radio disiarkan lagu-lagu untuk senam bersama, lomba pidato bahasa Jepang, pengumunan-pengumuman penting bagi kejayaan Asia Timur Raya. Radio berperan penting dalam “Shakai Kyouiku” (Pendidikan masyarakat). Waktu saya meneliti tentang  Pendidikan Indonesia jaman Pendudukan Jepang inilah, saya tergelitik juga untuk menyelidiki peran Radio bagi pendidikan masyarakat… tapi belum ada waktu. Pikiran saya sekarang, Jika mau mendidik bangsa Indonesia secara menyeluruh, kita bisa menggunakan Radio… karena Radio merupakan alat yang termurah dan termudah.

Stop tentang Radio-radioan… sebetulnya yang ingin saya posting di sini adalah ingin bercerita mengapa di kolom perkenalan saya terdapat kata “Mantan DJ”. Sebetulnya saya juga tidak setuju istilah DJ ini tapi ternyata seorang “yang bekerja sebagai pembawa acara dan memutarkan lagu di Radio” awalnya disebut sebagai DJ. Atau jika bagian “bicara”nya lebih banyak dari “musik”nya sering disebut personality. Baru kemudian konotasi DJ adalah untuk mereka yang memutar lagu dari piringan Hitam or whatever dengan mencampuradukkan lagu-lagu sehingga menjadi suatu musik yang baru. Yang terkenal di Jepang misalkan DJ HOnda. Saya tidak tahu tentang DJ Indonesia bagaimana… (or mungkin sepupu saya, Richard Mutter bisa disebut terkenal, secara dia mantan pemain drumer PAS dan sekarang berprofesi sebagai VJ yang pernah juga mendapatkan penghargaan. Sorry aku ambil nama kamu sebagai contoh ya Ki.)

Saya mulai bekerja sebagai announcer, pembawa berita di Radio InterFM, Tokyo (76,1 Mhz) sejak usai menyelesaikan program Master di Yokohama National University (YNU), April 1996. Saya langsung diterima sebagai pembaca berita berbahasa Indonesia di situ karena mempunyai “pengalaman” dengan “Mike Radio”. Itu saja alasannya. Memang saya pernah sebelumnya selama 3 tahun kontrak mengisi sebuah acara di Radio Japan (radio NHK-Internasional) yang berjudul “Ogenkidesuka” yang disiarkan lewat Radio SW (ShortWave). Acara pengajaran percakapan bahasa Jepang selama 5 menit setiap minggu selama setahun, dan paket itu diulang selama 2 tahun (padahal honornya cuman buat setahun tuh….heheheh). Di NHK ini yang dipakai adalah pengalaman saya or latar belakang saya yang pernah mengikuti pendidikan menjadi guru bahasa Jepang. Bukan latar belakang “Radio” nya. Dan itu ternyata menjadi jalan pelicin saya menjadi “Orang radio”.

(NHK -Ogenkidesuka with Yasui-san    — Stasion’s opening ceremony -PSA personality)

Awalnya tugas saya hanya menerjemahkan berita dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dalam acara “Public Service Announcement” (PSA) …ini disiarkan satu kali seminggu dengan jangka waktu 3 menit saja. Tapi di hari yang sama, saya memperoleh jatah 2 x 3 menit untuk membacakan berita-berita aktual dalam bahasa Indonesia. Dan beritanya saya cari sendiri, edit sendiri dan bacakan sendiri, karena producernya tentu saja tidak mengerti bahasa Indonesia. Jadi kalau seandainya saya seorang provokator, saya bisa saja mengumumkan “seruan perang”, berbohong pada laporan isi berita. Jadi untuk acara 3x 3 menit ini saya harus datang seminggu sekali ke studio InterFM , yang waktu itu berkantor di Shibaura, dekat Tokyo Tower. Jadi kalau dipikir juga, biasanya honor di Jepang itu dihitung berdasarkan jam, saya berdasarkan menit. hehheh …cuma persiapannya itu loh….

Selain membaca berita, kemudian saya harus membuat Bansen (Bangumi Senden= Promosi Acara lain) di Radio kami dalam bahasa Indonesia. Misalnya … “Anda sedang mendengarkan Acara Prime Time bersama Charles Glover”. Si Charles ini biasanya minta kita bacakan dengan “suara bersemangat”, “suara seksi” (karena acaranya dia larut malam), dan “biasa-biasa”. Huh, suara seksi itu yang paling susah bo…..

Selain Bansen, saya juga mengerjakan narator untuk iklan-iklan misalnya Kartu Telepon Internasional. Tentu saja dalam bahasa Indonesia karena targetnya adalah orang Indonesia yang tinggal di Tokyo sekitarnya. Oh ya mungkin saya harus menjelaskan sedikit mengapa Radio InterFM ini memiliki siaran 7 bahasa asing, dan merupakan Radio berbahasa Inggris (90%) , satu-satunya di Tokyo. Awalnya adalah karena gempa KOBE yang banyak menelan korban jiwa. Nah disitu terpikirkan bagaimana orang asing yang tinggal di Jepang ini bisa mendapatkan “bantuan” informasi jika terjadi bencana alam yang besar. Dengan tujuan memberikan informasi pada warga asing itulah, akhirnya di Tokyo didirikan InterFM ini (meskipun setelah 10 tahun tujuan itu memudar dan akhirnya dibeli pihak swasta dan tidak menjadi internasional lagi…dan saya juga berhenti dari situ…after 10 years).  Jadi misalnya selama saya bekerja di situ, terjadi gempa besar di tokyo, saya harus datang ke studio dengan cara apa pun  dan bagaimanapun, untuk kemudian membacakan pengumuman-pengumuman bagi masyarakat dalam bahasa Indonesia. Karena itu juga saya tahu banyak tentang apa yang harus dipersiapkan dalam menghadapi gempa. (Untung saja selama itu belum —dan amit-amit jangan—- terjadi gempa besar di Tokyo).

Setahun sesudah acara PSA berjalan, saya ditawari dipaksa untuk menjadi DJ, host untuk program 1 jam dalam bahasa Indonesia. Program ini BOLEH diisi apa saja. TERSERAH kamu. Bagaimana-bagaimana nya semua TERSERAH kamu. Karena pihak Radio hanya BUTUH program 1 jam itu berbentuk kaset digital SIAP PUTAR setiap minggu. DOOOOr deh. So saya yang sorangan ini, harus menjadi Producer, Penulis naskah, Pemilih lagu (jangan sebut music director deh…kekerenan), Pemutar lagu, dan Cuap-cuap dan setelah itu menulis laporan lagu apa saja yang dipasang, dan berita apa saja yang dibicarakan ke dalam bahasa Inggris (mengisi Cue sheet), dan terakhir menuliskan keterangan lagu (judul, artis, album, produksi, lama lagu, lama diputar) untuk diserahkan ke JASRAC. Duuuh ,…… Help Meeee. Dan satu lagi teman-teman, saya waktu itu sudah 5 tahun di Jepang dan no touch dengan musik Indonesia… how can I know that in this very short notice. Untuuuuung banget waktu itu adik saya baru datang dari Indonesia untuk melanjutkan studi di sini, dan tinggal sama-sama (of course yah) dan dia yang input saya dengan band baru Indonesia saat itu, GIGI, Dewa, Slank dsb dsb dsb dsb dsb ….

Start from zero!!! Saya belajar bagaimana mainkan operator board, bagaimana rekam ke kaset digital DAT, menggunakan DAD, MD,  kemudian tidak boleh ada blank lebih dari 5 detik karena bisa menjadi “kecelakaan siaran” and so on, and so on. Sepertinya saya harus MENJELMA menjadi DJ (yes saya rasa saya bisa pakai kata DJ for this kind of work, not just announcer) dalam huh …no time. Saya hanya diberi satu kali studio rehearsal untuk coba alat-alat then sesudah itu langsung rekaman siaran pertama. SAKIT PERUUUUT. Untung lagi si Tina mendampingi aku, dan bantu serabutan…wong sama -sama ngga tau. Program yang satu jam itu butuh waktu studio 6 jam, padahal skrip nya sudah disiapkan, album juga sudah disiapkan. So saya sekarang tidak mau dengar kaset rekaman siaran pertama saya…. gagap jeh. kaku…  Ya gimana dong, sistem One Man Studio ini bagaimana bisa saya kuasai dalam waktu yang (bukan relatif lagi) BENAR-BENAR singkat. Bagaimana saya bisa nyaingi DJ kawakan seperti si Charles yang sudah “bangkotan” kerja di Radio. aduh aduh aduh deh. Dan musti diingat juga saya tidak kerja as a DJ saja waktu itu. Saya masih dan terus kerja sebagai guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Bahasa. Satu hari dalam satu minggu saya harus menderita euy. (satu hari lainnya yang PSA itu sudah “bukan apa-apa” lagi). Saya harus putar otak terus…ini acara 1 jam harus saya isi apa….. Nangis, nangis deh loe. Satu-satunya yang menghibur saya waktu itu adalah jam penyiarannya jam 2 pagi hari Sabtu (Jumat jam 26:00 istilahnya). Saya pikir ah sudahlah …toch tidak ada yang mau dengar jam segitu.

BUT …… perkiraan saya salah….. hiks….. (lanjutnya besok besok aja ya….capek….jadi inget masa lalu sih).

bersambung

NB: Nama program musik 1 jam itu saya namakan “Gita Indonesia” dan memakai Tema Song lagu-lagunya Ruth Sahanaya yang riang, berganti setiap tahun (untuk 4 tahun).

cerita lain mengenai kegiatan saya di Radio juga bisa dibaca di:

http://imelda.coutrier.com/2008/12/17/kartu-pos-itu/