Shiran puri

15 Jul

bahasa Jepang dengan arti pura-pura tidak tahu. Setiap bertemu kata ini aku selalu ingat sebuah lagu anak-anak yang berjudul “Doushite shiran puri どうしてしらんぷり” yang diperkenalkan NHK dalam acara Okaasan to isshoni. Sayangnya tidak bisa ditonton di Youtube (hebat ya NHK soal hak cipta…dan tidak ada yang berani upload, karena takut didenda, atau langsung dihapus). Lucunya lagu ini menceritakan seekor Kaba (Kuda Nil) yang pura-pura tidak tahu waktu diajak main dengan teman-temannya. Cuek gitu loh. Padahal ternyata di dalam mulutnya Kaba ada anak-anak burung yang baru menetas. Makanya dia pura-pura tidak tahu, untuk menjaga si piyik-piyik ini.

Yang aku pikir, kenapa shiran purinya dihubungkan pada Kaba, bukan pada SAI (badak) jadi pas deh dengan (manusia) muka badak yang selalu pura-pura tidak tahu pada suatu kejadian.

Ya di sekitar stasiun banyak ditemukan kalimat memakai shiran puri ini. 自転車置き去り知らんぷり。Jitensha okisari shiranpuri. Pengguna sepeda yang memarkirkan sepeda begitu saja, hingga menutup jalan pejalan kaki. Mereka tidak (mau) memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda karena (1) jauh dari stasiun (2) musti bayar 100 yen (3) tempat parkir sudah penuh.

Pada waktu-waktu tertentu petugas pemda akan menertibkan sepeda-sepeda si “shiran puri” ini dengan mengangkutnya memakai truk untuk ditaruh di pool sepeda. Untuk mengambil sepeda itu kembali harus membayar 4000 yen (400.000 rupiah) dan untuk sepeda motor 7000 yen. Aku sendiri pernah mengalami tapi bukan karena parkir di sekitar stasiun, tapi parkir di parkiran bayar tapi melebihi waktu yang ditentukan…(ada sebulan lebih). Ya waktu itu aku keburu melahirkan Riku, dan lupa bahwa sepedanya masih di parkiran. Kalau dipikir aku dulu emang gila masih sepedaan meskipun sudah hamil gede hahaha. Sesudah melahirkan, aku yang mengambil sendiri ke pool itu dan membayar 2000 yen (dulu 2000 yen sekarang 4000). Waktu ada mama yang menunggu Riku baby, jadi sebelum sepedaku dihancurkan (ada batas waktu untuk ambil) aku cepat-cepat ke sana. Dan tentu saja akhirnya aku giring sepedanya pulang. Masih sakit euy untuk naik sepeda hahaha. (gila …gila…)

Nah, kemarin pas aku ke stasiun aku lihat lagi petugas penertiban dengan truknya. Yang keren, satu per satu sepeda yang diangkut dengan truk itu difoto oleh petugasnya pakai kamera digital. Keren! Kamera digital sudah begitu merakyat sehingga sampai dipakai oleh petugas penertiban. Yang aku duga, foto-foto itu akan dikirim ke pemilik. Mereka bisa tahu alamat pemilik dari no registrasi/asuransi yang terpasang di sepeda dengan membayar 500 yen. Atau bisa memasangnya di papan penguman/net bagi mereka yang tidak mengikuti asuransi, yang biasanya tidak ada. Dengan membayar 500 yen sepeda kita akan tercatat di kepolisian loh. Murah kan.

Ok deh, sekian dulu tulisanku yang dibuat buru-buru sambil bersiap pergi ngajar. Soalnya kalau tidak langsung tulis begitu, jadi malas dan tidak jadi-jadi update TE nya. Harus memaksa menulis!

Ayuk bersepeda lagi pergi kerja ya…. (dalam terik matahari yang membakar tubuh …. tambah item deh gue!)

(Maunya pasang foto petugas yang sedang menertibkan tapi aku sendiri tidak punya fotonya, jadi ngga usah ya 😀 )

heatwave dan heat attack

13 Jul

Ada yang (masih) kenal grup musik Heatwave? Sebuah grup asal London yang tenar dari sekitar tahun 1975-1984. Lagunya yang aku tahu dan suka hanya dua yaitu All I Am dan Dreaming You. Padahal kalau melihat daftar lagu hit grup ini di wikipedia, kedua lagu ini tidak termasuk dalam daftar hitsnya. Kedua lagu ini kukenal jaman aku SMP, dan aku ingat sekali karena aku belajar bahasa Inggris dengan lirik lagu ini.

Eh kok jadinya melantur ke lagu…. padahal aku hari ini ingin menulis tentang heatwave yang berarti gelombang panas dan heat attack.

Seorang teman blogger Tt menulis begini :

:: hari ini cape’ sekali. Mungkin karna semalam tidur jam 5 bangun jam 8, lalu aktivitas di luar sampai tengah hari dlm perut kosong dan cuaca puanass. Sampai kamar langsung makan, lalu mainan air. Tnyta panas ckp membuatku kebingungan. Buka jendela lebar2 dan buka pintu sedikit, pasang kipas angin, lalu tidur panjang. Bangun2 sdh senja. Terimakasih Tuhan, tdk panas lagi..

dan aku langsung mengatakan : Hati-hati Necchubyo (yang benarnya necchushou 熱中症) yang aku katakan seperti dehidrasi. Tapi ternyata kalau mencari di kamus bahasa Inggris, terjemahan yang paling pas adalah heat attack. Terutama untuk mereka yang baru datang dan mengalami musim panas di Jepang, harus berhati-hati dengan heat attack ini.

Kebetulan seminggu lalu aku mendapatkan peringatan dari universitas W, tempatku mengajar, yaitu tindakan apa yang harus diambil jika diantara murid ada yang terkena serangan heat attack ini. Lengkap dengan nomor telepon yang bisa dihubungi. Ah, memang universitas yang satu ini selalu cepat tanggap dan menyediakan informasi yang cepat dan tepat.

Heat attack bisa dibagi menjadi 3 stadium. Stadium 1 yang ringan, gejalanya pusing, goyah waktu berdiri seperti mau jatuh. Otot kejang (sakit), dan keringat keluar terus menerus meskipun sudah dilap. Penangannya: berikan air minum atau garam.

Stadium 2 menengah, gejalanya sakit kepala (seperti dipukul-pukul) , mual atau muntah serta badan lemas. Penangannya: kaki ditinggikan, beri air minum dan garam. Jika tidak bisa minum air atau garam, harap segera ke rumah sakit.

Stadium 3 parah, pingsan (tidak sadar), badan kejang-kejang, waktu dipanggil jawabannya aneh, tidak bisa berjalan atau berlari lurus, suhu tubuh tinggi. Penangannya: sambil kompres dengan air atau es di leher, ketiak, betis kaki dan tempat lain, panggil ambulans.

Jadi kami para dosen juga diharapkan melihat kondisi mahasiswa selama pelajaran. Memperbolehkan mereka minum dalam kelas, menegur mahasiswa yang terlihat payah, tetapi juga harus menjaga supaya temperatur AC tidak lebih dari 28 derajat karena mengikuti program penghematan listrik.

Memang musim panas di Jepang itu jahat. Kira-kira seminggu yang lalu, daerah rumahku (Nerima-ku) mencapai maksimum temperatur udara 38,1 derajat. Kemarin “hanya” 37 derajat saja. Dan musim hujan di Tokyo juga sudah dinyatakan berhenti. Ban temperatur itu bisa bergerak sampai 42 derajat!

Untuk menghindari heat attack ini, maka kami selalu disarankan memakai topi, baju yang tipis (tapi untuk menghindari UV pakai lengan panjang), kacamata hitam. Selain baju juga disarankan untuk minum sedikit-sedikit secara teratur meskipun tidak haus. Karena tidak dirasakan kandungan air dalam tubuh itu menguap dan kita akan kekurangan cairan. Waktu hari minggu Riku dan Gen pergi ke bukit untuk menangkap kupu-kupu, Gen sempat membawa bekal umeboshi dan garam untuk menghindari heat attack.

Dan benar juga bahwa musim panas begini membawa pergi nafsu makan pergi ntah kemana. Malas rasanya untuk makan nasi dan lauk yang berat-berat. Mungkin karena perut juga kenyang oleh air minum, rasanya ingin makan yang ringan seperti sandwich, soba dingin dan …sashimi. Tapi sashimi tentu saja harus berhati-hati makannya. Kalau makan di luar (sebagai bento) harus yakin bahwa ikan itu masih segar. Oh ya musim panas juga membuat para ibu bingung untuk menyiapkan makanan bento, harus yang tahan lama tidak mudah basi. Believe it or not, aku pernah memasak soto ayam dan meninggalkan soto ayam satu panci di luar lebih dari 3 jam. Alhasil: satu panci busuk dan dibuang deh. Segitu jahatnya kelembaban musim panas di Jepang.

Semoga teman-teman tidak ada yang terkena heat attack, atau…sakit perut karena diare. Kai mulai besok sudah tidak perlu membawa bento karena pulang jam 11:30, jadi membuatku lebih santai dan tidak senewen. Libur musim panas juga sudah di ambang pintu. Tak sabar rasanya untuk beristirahat (dan lari dari musim panas di Jepang hihihi).

Takut Kehilanganmu

10 Jul

Ada sebuah percakapan antara aku dan temanku:

Aku :  Kamu suka Naruto?
Dia  : Suka banget…..
Aku : Sasuke?
Dia  : Nggak, aku suka Naruto karena mirip dengan sifatku.
Aku : hahaha… dasar kucing…. eh, kamu suka kucing? atau anjing?
Dia  : Aku suka dua-duanya. Tapi tidak bisa pelihara di rumah karena jarang di rumah sih.
Aku : Ntah ya, aku tidak suka kucing. Jadi kadang-kadang aku bisa berubah tidak suka orang kalau dia suka kucing.
Dia :  Syukurlah. Aku suka tapi tidak punya. **ngeles takut kehilangan**

dan kami tertawa. Lah kok bisa tidak suka pada seseorang hanya karena dia suka binatang tertentu atau barang tertentu. Hmmm tapi ya buktinya aku cukup sering tidak suka mereka yang suka kucing loh. Mungkin aku tidak suka sifatnya yang lain, tapi karena kebetulan dia suka kucing, si kucing lalu menjadi scape goat kambing hitam… (Lah kucing kok menjadi kambing, dasar imelda aneh hihihi)

Sebetulnya yang ingin aku tuliskan di sini adalah sebuah berita yang membuatku teringat masa lalu. Yaitu bahwa Sony mengumumkan menghentikan produksi MD player (Mini Disc Player), menyusul penghentian produksi Cassette Walkman Player yang sudah distop tahun lalu. Sekali lagi aku harus mengucapkan sayonara seperti floppy disc yang aku tulis di sini. MD player ini mungkin tidak begitu populer di Indonesia, tapi sempat booming di Jepang.

Yang dihentikan produksinya dari SONY

MD walkman ini mulai dijual tahun 1992, dan sampai Maret tahun ini sudah terjual sebanyak 22juta unit. Dibandingkan dengan Cassette Walkman dan CD Walkman, bentuknya lebih kecil dan compact,  sehingga menjadikannya populer. Lagipula MD adalah audio digital sehingga kualitas suaranya lebih tinggi daripada kaset.

Seperti sudah aku tulis di about me atau di sini, dulu (tahun 1997) aku pernah bekerja sebagai DJ Radio yang mengisi program musik Indonesia selama satu jam seminggu. Dan untuk memutar lagu-lagu Indonesia, aku hanya bisa mengandalkan CD saja (digital), karena suara yang berasal dari kaset tidak layak diputar. Padahal untuk lagu-lagu lama Indonesia dan lagu dangdut waktu itu kebanyakan masih berupa kaset. Kalau penyanyinya populer seperti Nike Ardilla, ok deh masih banyak album compilasinya, tapi untuk penyanyi yang belum mempunyai pendengar sebanyak Nike, masih merilis album dalam bentuk kaset saja. Nah, untuk mengatasi masalah kurang lagu ini, aku membeli kaset, begitu dibuka plastiknya , langsung aku pindahkan ke dalam MD. Jadilah lagu dalam bentuk digital meskipun mono dan mutu suaranya rendah.

MD pindahan dari kaset lagu, dan copy program acara Gita Indonesia

Satu kaset menjadi satu MD, dan aku harus meluangkan waktu ekstra juga untuk memotong-motong lagu dari in awal lagu sampai out nya. Kalau ada waktu senggang aku juga mencatat intro musiknya berapa detik, dan panjang lagu berapa menit. Aku scan cover kasetnya, dan tempel di MD untuk memudahkan. Meskipun kebanyakan kaset yang aku punya sudah aku pindahkan ke MD, masih ada berkotak kaset yang belum sempat aku pindahkan (terutama yang penyanyinya kurang populer, atau belum pernah ada yang request untuk diputarkan sampai acara itu selesai tahun 2001).

Selain memindahkan isi kaset ke MD, kalau aku mau mendengarkan CD di dalam kereta, aku tinggal memindahkan lagu-lagu yang kusuka dan membuat MD kompilasinya. Yah, sistemnya seperti iPod sekarang ini deh. Memang alasan Sony menghentikan produksi MD walkman ini sedikit banyak juga disebabkan oleh tersedia sarana audio digital yang lebih ringan lagi seperti iPod.

MD yang kupunya aku masukkan dalam kantong MD yang bisa memuat sekitar 25 lembar MD, dan kantong ini ada lebih dari 10 buah 🙂 Bisa bayangkan penuhnya rumahku kan? Baru MD saja loh. Tapi mau cari Lagunya Mel Shandy juga ada 😉

Waktu rekaman juga aku bisa membuat kumpulan lagu-lagu yang akan kuputar dalam 1 MD dan bergantian dengan CD dan DAD (Digital Audio Disc – program dalam komputer) memproduksi program satu jam acara yang kunamakan Gita Indonesia. Harus pintar-pintar mengatur sumber musik, karena aku memutar musik sambil bicara juga (one man studio – tanpa produser dan operator). Nah, program ini dimasukkan ke dalam DAT (Digital Audio Tape – Kaset Digital dan waktu aku mau beli playernya duuh mahal banget, sayang keluarkan uang untuk membelinya) untuk kemudian diserahkan pada Main Operator yang akan memutarkan pada jadwal pemutaran. Satu lagi fungsi MD di sini yaitu membuat backup program yang akan diputar, sehingga aku punya siaran setiap minggu langsung dari DAT (maklum jam programku itu hari Jumat dini hari, jadi aku tidak bisa terus bangun mendengar programku sendiri).

DAT berisi program acara, MD berisi copy nya

Waktu mendengar SONY menghentikan produksi MD walkman player ini, aku jadi teringat bahwa dulu aku sangat bergantung pada MD. Meskipun memang masih ada MD player yang menjadi satu dengan compo  (bukan portable) , aku bisa merasa bahwa MD tidak akan selanggeng kaset yang masih bisa dijumpai sampai sekarang. Suatu waktu aku tak lagi bisa mendengar suaraku sendiri dari MD…. mungkin sudah waktunya untuk memindahkannya dalam bentuk lain. MP3 paling bagus, tapi kendalanya adalah waktu. Memutar lagu atau siaran dari MD satu persatu dan memasukkannya dalam program di komputer…duh repot rek.

Well, memang kita harus selalu siap untuk kehilangan sesuatu ya 🙂

waktu masih berprofesi sebagai DJ Radio, 1996 - 2006

Your Wish is My Command

9 Jul

Aduh seandainya ada yang bilang begitu padaku, bahwa semua permintaanku akan dikabulkan :D. Karena pada kenyataannya, aku juga selalu berpikir jika mengajukan permintaan/permohonan. Aku paling tidak mau memberatkan orang lain hanya karena permintaanku itu. Satu-satunya yang bisa kupintakan tanpa berpikir adalah Tuhan. Karena aku tahu Tuhan itu Maha Mampu 😀 (Soal dikabulkan atau tidak sih itu belakangan).

Tanggal 7 Juli adalah hari Tanabata di Jepang. Dan menjelang hari Tanabata ini, jika Anda pergi ke supermarket/mall, atau RS dengan klinik anak, atau TK/SD pasti akan menemukan “pohon permohonan” yang terbuat dari daun sasa. Anak-anak akan berlomba-lomba menulis keinginannya pada kertas tansaku. Tapi biasanya permohonan itu bukan berupa barang (kalau barang itu kan permohonan ke Santa Claus), tapi biasanya berupa “Ingin berbuat sesuatu atau ingin menjadi sesuatu).

Tansaku di pintu gerbang TK nya Kai

Nah, TK nya Kai juga membuat “pohon permohonan” yang cukup besar di pintu masuk TK nya. Di situ tergantung semua permohonan murid TK yang sekitar 300-an orang. (Pasti capek “Tuhan” membacanya). Ada yang mau menjadi ahli pembuat roti Perancis pattisier, ada yang mau menjadi pemain base ball, tapi kebanyakan mau menjadi hero-heroin tokoh anime /film masing-masing. Tapi ada juga yang ingin menjadi Singa…lucu deh.

Kai? Dia ingin menjadi Goseija, tokoh ranger-ranger yang membela kebenaran deh. Yang lucunya, dia hanya tahu ada goseija, tapi tidak pernah menonton serial itu 😀

Permohonan Kai: Menjadi goseija

Waktu kutanya pada Riku apakah di sekolahnya ada “pohon permohonan”, katanya ada tapi untuk kelas 1 saja. Wah kelas 3 sudah dianggap dewasa dong, untuk mencapai sesuatu harus belajar dan berusaha ya… jangan cuma pasang tansaku di sasa no ha.Tapi waktu kutanya seandainya dia harus menulis tansaku dia mau apa? (Dia tidak mau kasih tahu, tapi aku tahu dia pernah menulis bahwa dia mau dibelikan lego, waktu menulis di tansaku di RS. Hahaha…. itu kan permohonan kepada Santa Claus. Riku memang sedang kecanduan Lego sih)

Kalau mau kumpulkan wishlistku yang bukan barang, maka aku ingin :

1. ingin pergi ke Kebun Wisata Pasir Mukti (lihat tulisannya Nique yang di sini) bersama anak-anak. Tidak harus Pasir Mukti sih, asal ada tempat untuk mancing/nangkap Ikan karena Riku ingin sekali.

2. ingin pergi ke Taman Safari bersama anak-anak teman blogger yang belum pernah ke sana. Terutama bersama Farel dan Jojo yang mamanya sibuk sehingga belum sempat mengajak mereka ke sana.

3. ingin bertemu teman-teman blogger yang belum pernah bertemu. Bagus kalau bisa pergi ke museum Harry Dharsono yang ditulis Mbak Monda bersama. Atau paling tidak semoga bisa buka bersama.

4. ingin pergi ke daftar tujuan yang aku pasang di sini.

duh kok banyak ya? Padahal tansaku ku cuma satu kan? Well, yang penting aku bisa mengisi liburan musim panasku di Indonesia ini dengan efisien tanpa mengurangi waktuku dengan keluarga.

Kalau ditanya, apa wishlistmu selain barang, bisa jawab?

 

 

Wisata Kuliner Rendah Kalori

6 Jul

Membicarakan wisata kuliner memang tidak ada habisnya, sebuah topik yang menarik karena makin lama manusia mencari makanan bukan hanya untuk mengenyangkan perut, tapi juga menyehatkan badan dan menghibur mata. Tentu banyak pembaca yang sudah mengetahui bahwa kuliner Jepang memang relatif rendah kalori. Apalagi kalau makan makanan mentah seperti sashimi, masakan yang direbus nabemono atau shabu-shabu atau masakan yang dibakar yakisakana dsb.

Untuk wisata kuliner masakan Jepang kali ini saya ingin memperkenalkan dua makanan yang rendah kalori dan sehat tapi dipadukan dengan begitu indah tapi sederhana yang bahannya tentu pembaca TE sudah tahu semua. Tahu.

Tahu Jepang atau yang dikenal dengan tahu Sutera di Indonesia lembut tapi tetap terjaga bentuknya. Dan sebetulnya kalau mau melihat lebih jauh lagi, kita bisa menemukan banyak jenis tahu yang dijual Jepang. Masing-masing dengan rasa dan tekstur yang berbeda, padahal bahan dasarnya sama yaitu kedelai. Nah, jika Anda menyukai masakan tahu, saya sarankan mencoba Restoran yang bernama Ume no Hana.

Contoh satu set menu masakan khas Tahu di Ume no Hana (foto dari website resmi Ume no Hana)

Pertama kali saya makan di restoran khusus tahu ini di Kichijoji, bersama dua mantan murid bahasa Indonesia. Kebetulan waktu itu ibu saya datang dari Jakarta, dan mereka ingin menjamu masakan khas Jepang. Kami menempati sebuah ruangan khusus yang bisa dipesan sebelumnya, dengan interior Jepang asli. Bahkan memasuki ruanganpun seperti memasuki rumah untuk upacara minum teh. Masing-masing ruangan diberi nama daerah penghasil keramik di Jepang. Jadi sajian makanan juga ditata dalam piring-piring keramik dengan corak khas daerah tersebut.

Masakan disajikan secara bertahap kaiseki, dari pembuka sampai pencuci mulut, dan sebagian besar terbuat dari tahu. Memang tidak semua, karena untuk masakan utama mereka masih memakai ikan, udang atau daging sapi. Dan salah satu yang juga menarik di sini adalah rebusan kembang tahu. “Susu kedelai” yang direbus itu menghasilkan lapisan kembang tahu yang dimakan bersama shoyu atau kecap asin. Sedangkan susu sisanya diminum seperti sup.

Set menu yang teringan CUMA 644 kalori (foto dari website resmi Ume no Hana)

Harganya memang cukup membuat kita berpikir, yaitu sekitar 3000 yen saja. Apalagi untuk para pria, set menu itu terasa kurang mengenyangkan. Tapi bagi wanita yang amat memperhatikan asupan kalori dan kesehatan, restoran ini patut dipertimbangkan. Sayangnya restoran ini belum membuka cabang di Jakarta atau kota besar di Indonesia, sehingga belum bisa menjadi salah satu tujuan wisata kuliner di Indonesia. Semoga dalam waktu dekat mereka memikirkannya 🙂

Tulisan ini diikutsertakan dalam ADUK yang diselenggarakan komandan blogCamp.

Obat Kekecewaan

5 Jul

sambungan tulisan Kota Tua Bersama Teman Lama dan  Kuil dan Kuliner.

Minggu 26 Juni 2011, aku terbangun pagi hari oleh raungan suara pemadam kebakaran. Cuma sesaat tapi dari bunyinya aku tahu berhenti di depan apartemen kami. Tentu saja, aku langsung melihat ke luar apa yang terjadi. Dan aku melihat ada mobil pemadam, mobil polisi dan …. satu kereta dorong dengan pipa kuning, dengan petugas berpakaian seperti astronot (over kalau ini, pokoknya seragam yang lain yang menutup seluruh badan deh). Wah ada apa? Sepertinya di sebuah kamar di apartemen depan rumah kami ada masalah. Mungkin eksperimen bahan kimia? Wah aku tak berani menduga, tapi memang tetangga-tetangga semua mengintip ke arah apartemen bermasalah. Tak lama sebuah mobil pemadam khusus yang bertuliskan “Bahan Kimia” datang tanpa sirine. Well, tampaknya tidak berbahaya, karena penghuni sekitar tidak perlu diungsikan. Tanpa ribut-ributpun satu per satu alat pergi dari tempat itu, meninggalkan kami yang bengong dan kami satu persatu juga masuk rumah masing-masing. Tapi tentu dong jiwa jurnalistik-ku (cihuy)  tidak bisa tidak mengabaikan peristiwa seperti itu, jadi klik-klik … jadilah beberapa foto dari atas hehehe.

biarlah foto bicara 😀

Hari ini kami berjanji menjemput Ira, Katon dan Radya di hotelnya sambil cekout, dan sebelum mengantar ke Haneda mau kami ajak ke Odaiba. Odaiba adalah kawasan reklamasi teluk Tokyo yang berkembang menjadi “kota pelabuhan” baru yang penuh dengan gedung baru yang keren-keren. Gedung untuk pameran, outlet-outlet dan tentu saja salah satunya “menjual” pemandangan Teluk Tokyo dengan Rainbow Bridgenya. Ya, kami ingin memperlihatkan pemandangan ini pada Ira dan Katon, sambil killing time dan early dinner di Odaiba.

Tapi… begitu kami sampai di Aquacity Odaiba, kami disambut pemandangan seperti ini 🙁 KUCIWAAAAA benar deh.

Rainbow Bridge yang kami harapkan ternyata tertutup kabut akibat cuaca jelek

Karena masih banyak waktu dan kemarin cukup lelah berjalan-jalan, akhirnya aku mengusulkan untuk beristirahat di restoran Indonesia SuraBaya. Alasannya, Gen yang memang belum makan siang mau mencoba apakah makanannya enak atau tidak. Kami sudah tahu bahwa ada restoran Indonesia di Odaiba, tapi tidak tahu bahwa ada di gedung AquaCity (dulu kami perginya ke DECK) . Alasan kedua, kalau restoran Indonesia, semestinya lebih flexible pada  tamu-tamu dari Indonesia, sehingga kami bisa ngobrol sambil ngopi di situ. Sambil beristirahat di situ, kami berharap bisa mendapat koneksi internet juga.

Akhirnya Gen dan anak-anak bisa melahap nasi goreng sedangkan aku coba mie ayamnya (mmmm…kayaknya mending aku buat sendiri hihihi). Pertama kali juga di sini Gen bisa bercakap-cakap santai dengan Katon tentang Yogyakarta! Gen memang belum pernah ke Yogyakarta, kalah dengan Riku yang sudah ke sana, tentu saja ke Borobudur dan bahkan bermain-main dengan bocah Kweni. Semoga Gen bisa ke Yogya suatu waktu.

Ngobrol ngalor ngidul, akhirnya Ira yang pergi berbelanja sebentar kembali, dan tibalah waktu untuk makan malam. Jadi pindahlah kami ke gedung sebelahnya, karena kami mau makan shabu-shabu. Benar-benar kenyang deh, karena shabu-shabunya all you can eat hihihi.

Akhirnya tiba waktunya kami untuk keluar dari restoran itu, karena  kami juga melihat banyak sekali yang antri. Berjalan santai keluar gedung Deck, dan……. kami terbelalak karena mendapatkan pemandangan seperti ini.

Rupanya hujan rintik-rintik menghapus kabut yang menutupi pemandangan siang tadi. Langsung mas Katon berkata padaku, “Senang ya rasanya jika kita kecewa, sudah putus asa, kemudian tiba-tiba dikabulkan”. Ya itulah hidup, full of suprises. Kemarinnya kami sempat putus asa mencari makan siang yang layak, lalu mendapatkan restoran soba yang langsung tutup begitu kami masuk. Atau seperti hari ini pula, kami pikir tidak bisa memotret pemandangan indah Rainbow Bridge, ternyata bisa. Tuhan memang bekerja dengan ajaib.

Perbandingan foto hasil camera digital biasa (PowerShot G9) atas dan DSLR (Nikon D80) bawah, beda banget ya 🙂

Di sini aku dan Riku diajari mas Katon cara memotret pemandangan malam, sehingga bisa bagus hasilnya. Memang lebih bagus memakai tripod, tapi tanpa tripod pun asal ada tempat yang bisa dipakai untuk meletakkan kamera, jadi juga. Tapi memang memotret manusia dengan latar belakang panorama malam hari itu sulit. Karena itu cuma mas Katon yang berhasil memotret kami. Ya, sekali lagi foto keluarga andalan deMiyashita.

Kami meninggalkan Odaiba dengan hati puas, dan tak sampai 20 menit kami sudah sampai di pelabuhan udara Haneda. Waktu berpisah sudah tiba, dan aku sempat mengabadikan foto Riku bertiga Katon dan Ira. Ya, aku ingin membandingkannya dengan foto Riku bertiga Katon dan Ira yang pernah kami buat waktu Riku belum berusia 1 tahun!

Entah kapan lagi aku akan membandingkan Riku bersanding dengan dua artis yang sekaligus temanku. Lima tahun lagi? 10 tahun lagi? Well, time flies.Sama seperti 2 hari yang begitu menyenangkan bagi deMiyashita, dan hopefully bagi Ira, Katon dan Radya.

See you next time friends.

 

Kuil dan Kuliner

4 Jul

sambungan tulisan Kota Tua Bersama Teman Lama.

Setelah dari patung Buddha Besar, Daibutsu, kami berjalan kembali ke mobil dan mencoba mampir ke Kuil Shinto Tsurugaoka Hachimangu. Ternyata Kuil Shinto tersebut masih buka, dan waktu tanya-tanya, katanya kuil ini buka sampai jam 9 malam.

deMiyashita sudah pernah ke Kuil ini sebelumnya yaitu bulan September 2009, dan pernah aku tulis di “Pohon Keramat“. Sebuah pohon berusia 1000 tahun, setinggi 30 meter, dan diameter 7 meter ini menjadi saksi pembuhan Shogun ketiga pada jaman Kamakura, Minamoto no Sanetomo,1219 yang dibunuh oleh keponakannya sendiri yang bernama Kugyo. Sumber dari sini. Sayangnya pohon keramat ini tumbang pada tanggal 18 Maret 2010. Nah, karena itu pula Gen sudah lama ingin mampir ke sini melihat bagaimana kuil itu tanpa pohon keramat. Jadi setelah jalan-jalan dari Daibutsu bersama Ira Wibowo dan Katon Bagaskara ini, kami melongok ke sana.

Kuil Tsugaoka Hachimangu th 2011 kiri, dan waktu pohon keramat masih ada 2009

Kami melewati Dan Kazura dari Gerbang kedua (gerbang pertamanya di laut) dan menikmati perjalanan menuju kuil dengan jalan setapak Dan Kazura yang terlihat mengecil sehingga membuat pejalan kaki tidak mengetahui seberapa jauh jarak yang ditempuh (terasa jauh).

Berpose di depan daftar sumbangan sake dari perusahaan sake kepada kuil

Ada beberapa foto yang aku ambil sebelum kami naik ke kuil pusat tempat altarnya berasa, tapi terasa kurang sreg. Tapi ada satu foto Katon dan Ira berdua yang justru aku ambil dengan kamera digital biasa (bukan DSLR).

 

aku lupa, aku yang ambil foto ini atau Radya. Kamera Nikonku memang selalu berputar, ntah aku, Riku atau Radya yang pegang.

Kalau dulu aku tidak naik ke atas, kali ini aku beranikan naik ke atas. Sesampai di atas, kita bisa melihat pemandangan kota Kamakura, dan samar-samar terlihat gerbang pertama jauh di laut sana.

Sekali lagi deMiyashita diambil foto oleh mas Katon Bagaskara

 

 

Setelah bersantai-santai di kuil ini beberapa saat, kami pergi ke sebuah restoran di dekat Hayama Marina yang bernama Hikage Jaya. Dulu sewaktu Riku masih kecil dan Kai belum lahir, kami sempat makan ke sini bersama buyutnya Riku. Sebuah restoran ala Jepang yang menyajikan masakan kaiseki (course).  Kami mendapat kamar tatami dan dilayani oleh seorang berpakaian kimono. Karena Ira tidak suka ikan, kami minta kaisekinya berupa bento saja, sehingga Ira bisa makan apa yang dia suka saja.Maaf ya Ira, makanan Jepang memang kebanyakan ikan sih hehehe.

Dari sini kami pulang ke arah Shinjuku, tapi melewati Taman Yamashita di Yokohama dan melihat gerbang China Town dari sebelah  barat. Karena terlalu gelap kami tidak bisa memotret apa-apa. Tapi Katon sempat mengajari Radya dan Riku cara untuk memotret mobil yang bergerak. Mau lihat hasilnya?

Diambil Riku menggunakan DSLR nya Katon (tumben dikasih pinjam kata Ira hehehe). Di depan gerbang China Town sekitar pukul 11 malam

 

 

Malam itu kami sampai di hotel sudah pukul 12 malam. Padahal mereka harus siap-siap packing untuk check out keesokan hari ini. Karena itu kami berjanji untuk bertemu lagi pukul 1 siang untuk bermain bersama lagi sebelum mengantar ke Haneda malamnya.

bersambung

Nikon D80 by Riku

 

 

 

Kota Tua Bersama Teman Lama

29 Jun

Akhir pekan yang lalu deMiyashita mendapat kehormatan mengantar pasangan  selebriti Indonesia yang sedang berwisata ke Tokyo. Teman sekelasku waktu di SMA, Ira Wibowo datang ke Tokyo bersama suaminya, penyanyi Katon Bagaskara dan anaknya Radya. Sebetulnya kami sudah sempat bertemu hari Rabunya tapi hanya sebentar, karena aku harus menjemput anak-anak sekolah. Kebetulan sekali Gen libur pada hari Sabtu dan Minggu, dan Ira juga belum ada rencana apa-apa. Gen yang juga sudah pernah bertemu Ira dan Katon tahun 2004, langsung mengajak kami semua berwisata bersama. Dia bersedia menjadi supir untuk dua hari 😀

Sabtu siang kami menjemput Ira, Katon dan Radya di hotelnya. Udara di luar hotel cukup panas, meskipun jika dibandingkan hari sebelumnya masih tolerable. Dan kami (aku) langsung merasa sejuk begitu melihat Ira berjalan ke arah kami. Dia masih tetap cantik dan langsing seperti waktu aku terakhir melihatnya. (Gen sempat berkata padaku, “Ya jelaslah mel, namanya juga cantik dari lahir, cukup senyum sedikit…… ” “keplek-keplek yang melihatnya” –sambungku hahaha). Untunglah kami bergerak dengan mobil sehingga tidak terlalu lecek muka kami hari Sabtu itu.

Tujuan kami adalah Kamakura. Melewati jalan tol, mampir di Daikoku PA (Parking Area) yang terletak di dekat pelabuhan Yokohama. Lalu melanjutkan perjalanan lagi ke Kamakura. Sudah masuk di daerah Ofuna, kami tertahan oleh kemacetan jalan. Padahal kami sudah mulai lapar! Lapar dalam keadaan macet itu amat tidak enak. Aku mulai mencari coklat atau apa saja yang bisa dimakan. Akhirnya kami berhasil mencapai stasiun Kita Kamakura. Tadinya kami pikir akan parkir di dekat stasiun ini dan naik kereta Enoden, untuk melihat tanaman hydrangea di sisi kanan jalur kereta. Tapi… tidak ada tempat parkir. Jadi kami terus menuju Daibutsu, patung Buddha raksasa yang menjadi obyek wisata keharusan di Kamakura. Jalan tetap merayap, sehingga rasanya akan lebih cepat jika kami berjalan saja sambil mencari restoran. Tapi Ira kasihan pada Gen yang harus mencari parkir. Lagipula di sepanjang jalan tidak terlihat ada restoran yang kami mau.

Persis jalan berbelok, Gen melihat sebuah restoran Soba (Mie Jepang) di sudut jalan. Kami cepat-cepat turun dari mobil,  masuk ke restoran itu dan memesan makanan. Untung saja, karena setelah kami masuk, petugas restoran memasang papan “TUTUP” di depan pintu restoran. Gen juga bisa mendapat tempat parkir dekat situ, sehingga aku memesan soba tambahan untuk Gen yang menyusul masuk restoran.

Dengan perut kenyang, kami berjalan ke Daibutsu yang tidak jauh lagi. Masih banyak wisatawan yang berjalan menuju ke Daibutsu, karena hari di musim panas memang terangnya lama. Sambil melihat-lihat kiri kanan, kami sempat menemukan sarang burung walet di bawah atap toko. Nah, di sini mas Katon mulai memperlihatkan kepiawaiannya memotret dengan Nikonnya.

Sepanjang jalan memang banyak toko, dan ada beberapa toko yang memamerkan produknya dimakan/dibeli/dipakai oleh presiden Amerika Obama. Ya, Obama pernah berkunjung ke Daibutsu ini. (Karena sebab  itu juga, Gen ingin mengajak Ira dan Katon ke sini). Ada toko dodol, toko softcream yang menjual OBAMATTCHA dll. Tapi tujuan kami yang utama adalah berfoto di depan Daibutsu sebagai tanda bahwa kami pernah ke sini (Ini kali ke dua untuk Riku, 2 tahun yang lalu waktu Silver Week kami sudah pernah ke sini, tapi tidak aku tulis di TE)

Daibutsu adalah patung Buddha besar yang terdapat di Kuil Kotokuin, merupakan warisan budaya nasional yang dibangun tahun 1264 dan dipugar tahun 1737.

Terbuat dari campuran tembaga, patung ini setinggi 13,35 meter dengan berat 121 ton. Sebetulnya kami bisa masuk ke dalam patung ini lewat pintu belakang tapi hanya anak-anak saja yang masuk. Dua tahun lalu, aku ikut masuk melihat bagian dalam patung ini dan …di dalam itu panas sekali. Tentu saja terbuat dari tembaga sih.

Mas Katon memotret dengan Nikonnya, aku juga, dan anak-anak bergantian memakai kamera yang ada. Pokoknya kesempatan untuk berpotret. Memang masih banyak orang yang datang, sehingga kami harus mengambil sudut-sudut tertentu supaya orang lain tidak masuk dalam frame foto kami.

Foto bertiga, Katon, aku dan Ira pakai kamera HP

Pose yang aku paling suka adalah pose anak-anak bersila mengikuti cara duduk Buddha. Dengan foto ini bisa diketahui skala besarnya anak-anak dibandingkan patung Daibutsu itu.

Puas menghabiskan waktu di Daibutsu ini, kami pulang menuju tempat parkir, sambil mampir-mampir di toko souvenir di sepanjang jalan. Tujuan berikutnya adalah Tsurugaoka Hachimangu, sebuah kuil Shinto yang akan aku tuliskan di posting berikutnya.

 

 

 

Duduk atau Jongkok

28 Jun

Mungkin akan lebih banyak yang berkata, “Tentu saja kalau bisa duduk, lebih baik pilih duduk dong mel, daripada jongkok!”… eits tapi tidak demikian dengan ibuku. Dia itu sebetulnya paling anti duduk……………. di WC. Sayangnya karena semakin tua dan kakinya bermasalah jadi terpaksalah dia selalu masuk ke WC duduk. Nah, pernah kejadian aku dan mama masuk ke sebuah toilet yang pintunya kaca buram. Kalau tidak salah di P*s*r*y* Jakarta deh,  jadi bisa terlihatlah “kegiatan” kita di dalam bilik tersebut meski samar-samar.

Begitu aku keluar dari WC, dia berkata, “Mel…kok kamu duduk sih? Kan kotor!”
“Laaahhh wong WC duduk kok aku musti jongkok di WC duduk?”
” Iya bukan jongkok, tapi ya jangan duduk bener-bener di situ gitu”
“Waduh sambil nungging gitu maksudnya? Ya susah lah……nanti salah masuk lagi, jadi repot” hihihi

OK, Jangan anggap aku jorok ya dengan menulis seperti di atas. Percakapan seperti itu pasti akan ada di kalangan kita semua, kecuali tidak mau berterus terang. Lagipula masalah membuang hajat itu kan adalah manusiawi sekali. Buat apa malu? (Aku mungkin termasuk guru slengekan yang bisa menjelaskan pemakaian wc/kamar mandi kepada murid-murid orang Jepang… daripada mereka salah pakai kan?)

Kali ini aku ingin menjawab komentar dari pak Guru Uda Zul yang menuliskan di posting “Peringatan itu perlu tidak?” begini:

walau kurang populer, saya kira sangat menarik membahas masalah wc dan cara perjongkokannya di Jepang mbak imel. Apalagi kalau yang nulisnya mbak imel, dijamin ada nilai plusnya. Ditunggu lho….

Selain Uda Zul, banyak pula komentator lainnya yang merasa lucu, aneh, heran dengan tulisan saya di situ. Bahkan akhirnya tulisan yang saya ikut sertakan dalam acara ASKATnya pakdhe Cholik pun terpilih dan saya mendapat sebuah buku berjudul “Semiliar Cinta untuk Ayah”.

Sebelum mulai menjelaskan  tentang WC di Jepang, aku ingin menunjukkan bahwa di depan WC biasanya ada lambang ini: Laki-laki dan Perempuan. Dan warnanya pasti biru untuk laki-laki dan pink/merah untuk perempuan. Hanya dengan melihat warnanya saja orang bisa membedakannya. Kadang ada juga restoran yang eksentrik dengan memasang lambang dengan topi wanita dan topi laki-laki atau kalau di restoran Indonesia malah memasang topeng wanita dan laki-laki wayang…. atau sebuah gedung di Jakarta juga memasang tanda yang unik dengan koper dan tas, tapi terus terang lambang-lambang ini tidak internasional yang dapat membuat bingung pengguna WC.

Tanda umum : wanita itu merah/pink, laki-laki itu biru…. (Siapa sih ya yang menetapkan harus begitu? Soalnya aku suka biru 😀 )

WC di Jepang ada dua jenis, yaitu WC jongkok yang disebut sebagai WC ala Jepang 和式 dan WC duduk yang disebut WC ala Eropa 洋式. Biasanya di pintunya ada lambang seperti ini:

Jadi jika pergi ke WC umum, biasanya lebih banyak WC jongkoknya daripada WC duduknya. Tapi memang lihat tempatnya juga. Kalau ke bandara tentu saja lebih banyak WC duduknya. Nah peringatan yang fotonya aku pasang di posting “Peringatan itu perlu tidak” tentu saja dipasang di dalam bilik WC jongkok yang seperti ini. Foto sebelah kiri aku ambil di bandara Haneda, sehingga wujud WC nya lebih bagus daripada WC jongkok yang biasa ada di stasiun-stasiun.

Biarpun WC jongkok, di setiap bilik pasti tersedia tissue. Tidak disarankan memakai tissue kering/basah yang dibawa karena bisa menyumbat saluran. Tissue yang disediakan biasanya mudah larut dalam air.

WC duduk memang bermacam-macam juga, ada yang biasa tapi ada yang dilengkapi washlet (bidet dilengkapi penghangat untuk musim dingin. Selain bisa membilas untuk wanita, mencuci sesudah b.a.b, ada pula yang dilengkapi pengering -dryer). Bisa di lihat pula di foto di atas kiri dan foto di bawah ada tempat duduk khusus untuk bayi berusia 5bulan -2 tahun, sehingga para ibu bisa mendudukkan bayinya di situ selagi memakai WC. Perlu diketahui bahwa ibu-ibu di Jepang menggendong bayinya sendiri tanpa baby sitter atau orang lain yang bisa dititipkan selama sang ibu ke WC. Jadi untuk mendudukkan bayi biasanya ada beberapa WC Umum yang dilengkapi tempat duduk khusus bayi ini.

di sayap kanan kloset itu ada tombol-tombol untuk membilas.

Pipa putih di dinding adalah salah satu usaha barrier-free, tempat pegangan untuk lansia. Di WC Jepang tissue HARUS dibuang ke dalam kloset TIDAK BOLEH dibuang ke dalam tempat sampah. Sistem pembuangan di Indonesia tidak bagus sehingga kita tidak bisa mengalirkan tissue ke dalam kakus, sehingga kita harus membuangnya ke dalam tempat sampah.

Ada seorang mahasiswaku menanyakan apakah washlet yang memiliki penghangat ini akan laku jika dijual di Indonesia? Kubilang, tidak karena mahal, dan orang Indonesia tidak perlu penghangat karena tidak ada musim dingin. Selain itu butuh listrik khusus. Lagipula Indonesia memakai air yang ditampung di bak kecil samping kloset, atau jet-shower yang (lebih) muantabs! Jadi kalau mau memasarkan washlet ini lebih baik ke negara-negara 4 musim.

Alat yang mengeluarkan suara air, produksi Toto. Salah satu usaha untuk menghemat air. Lihat titik-titik di bagian atas, itu huruf braille untuk tuna netra.

Jadi begitulah WC di Jepang…. sepertinya sudah kujelaskan cukup detil. Oh ya ada satu lagi alat yang sering terrdapat di dinding dalam bilik WC (terutama WC perempuan) yaitu OTOHIME, sebuat alat untuk menutupi suara-suara yang dikeluarkan waktu buang hajat. (Aku sudah pernah tulis di sini, silakan baca keterangan detilnya) . Otohime ini akan mengeluarkan suara bagaikan air mengalir. Ini juga salah satu usaha penghematan air.

Hmmm apa lagi ya? Sepertinya sudah semua deh. Nanti kalau teringat aku tambah lagi deh.

Kiri peringatan di WC jongkok, Kanan peringatan di WC duduk 😀