Hari ini tanggal 8 Mei merupakan hari Palang Merah Dunia, dan hari Pare. Pare? Paria? Iya yang biasa kita temukan di dalam pilihan siomay Bandung. Yang pahit itu loh. Masakan Pare di Indonesia apa saja selain siomay ya? Kalau keluarga dari pihak papa yang dari makassar sering membuatkan kami Paria Kambu. Pare diisi cincangan ikan dan kelapa lalu dimasak dengan santan. Karena rasanya tidak terlalu pahit, saya suka makan Paria Kambu ini. Tapi kalau hanya direbus begitu saja lalu dimasukkan dalam gado-gado misalnya, saya kurang suka.
Nah di Jepang, tepatnya di Okinawa, bagian selatan Jepang terkenal dengan masakan Pare yang diberi nama Goya Campur. Bahannya Pare, tahu, telur, daging babi… (saya rasa bisa diganti daging sapi) kemudian ditumis. Enak juga perpaduan pare dan tahu/telurnya. Kadang saya masukkan jamur shimeji, masukkan juga paprika, tambah cabe, dan pakai bawang putih….mungkin rasanya sudah berubah dari aslinya, tapi yang pasti dengan cara begini, saya bisa makan pare yang pahit itu. Oh ya, ada lagi satu rahasia supaya Pare tidak pahit, yaitu dengan meremas pare yang sudah dipotong dengan garam, kemudian biarkan dulu sebentar. Ditanggung Parenya tidak pahit lagi. Tanggal 8 Mei ini dijadikan Hari Goya (Hari Pare) sejak tahun 1997 oleh JA (Japan Agriculture) dan pemda Okinawa, sebetulnya lebih karena 5-8 dibaca go-ya, daripada kenyataan bahwa bulan Mei produksi Pare di Okinawa meningkat.
Menjelang musim panas memang Pare mudah didapat di Jepang. Di beberapa toko sayur bahkan banyak dijumpai kangkung. Tumis kangkung di musim panas, cukup bisa mengobati kerinduan akan tanah air.
(Masakan menggunakan Pare, Goya Campur dari Okinawa)
Hebat benar di Jepang. Paria aja bisa ada harinya. Setahu saya kalau di Indonesia paling2 paria menjadi syair lagu Melayu zaman baheula. Begini lagunya:
Sudah tahu paria pahit
Tidak kugulai dalam belanga
Sudah tahu bercinta sakit
Tidak kumulai dari semula
wahhh belum pernah dengar lagu itu…. cinta memang pahit dan sakit…tapi nikmat… apalagi kalau dikasih bumbu yang tepat hehehe.