(Anak) Lelaki Sejati

18 Sep

Well, saya sedikit  merasa itu adalah terjemahan yang baik untuk kata bahasa Jepang yang saya maksudkan. Dalam bahasa Jepang ada kata Otokorashii 男らしい yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi : macho, maskulin, manly… seseorang yang memenuhi syarat sebagai “laki-laki” …tidak termehek-mehek, menye-menye, apalagi lebay hihihi. OK, mungkin bisa pakai maskulin sebagai bahasa Indonesia.

Tapi bagaimana untuk Otokonokorashii 男の子らしい, yang saya cari di kamus bahasa Inggris menjadi boyish. Wah…kalau pakai boyish bisa gawat juga, karena bisa jadi yang dimaksud adalah perempuan yang kelaki-lakian. Padahal artinya otokonokorashii itu adalah real boy, sebagaimana anak laki-laki itu seharusnya.Hmmm memang susah ya bahasa Indonesia, sedikit perbendaharaan kata-katanya.

Bagaimana seharusnya seorang anak laki-laki bertindak, dalam postingan ini yang saya ingin tekankan adalah bermain. Bukan, bukan maksud saya untuk membahas gender, pembedaan jenis kelamin. Tapi lahir di keluarga dengan 3 anak perempuan (dan satu lelaki jauh di bawah saya), lagipula tinggal di kota Jakarta, saya tidak mengetahui permainan anak laki-laki (sejati) itu apa. Padahal kedua anak saya adalah laki-laki. Saya tidak mau menjadikan mereka “banci” (sebetulnya saya tidak mau menggunakan kata prejudice/ henken begini, karena “banci” juga manusia) . Atau saya maunya anak laki-laki saya, benar-benar laki-laki. Kalau perlu nakal pun tidak apa! Nakal yang kreatif ya hihihi, bukan nakal yang abuser, yang menyiksa/menyakiti.

Karenanya saya senang jika papanya Riku mengajak Riku pergi berdua, do that “boy” things. Karena saya tidak bisa! Terus terang saya takut pada kumbang kelapa. Setiap melihat kaki kumbang kelapa, saya teringat kecoak… hiiiii. Saya tidak bisa memanjat pohon (kasian pohonnya hihihi) karena saya takut ketinggian. Meskipun berenang bukan monopoli anak laki-laki, tapi saya tidak berani berenang (meskipun bisa berenang)…saya agak takut air. Apalagi ya?

Hmmm, dalam rangka mendidik Riku menjadi “(Anak) lelaki sejati” , saya ingin dia lebih banyak bermain di luar rumah. Kebetulan Riku sudah bisa naik sepeda, jadi kalau dia mau, dia bisa pergi ke mana-mana naik sepeda (meskipun memang saya agak khawatir ….tapi orang tua kan tidak boleh parno terus menerus). Sekarang kadang-kadang dia pergi bermain ke rumah temannya naik sepeda, atau pergi ke taman dekat sekolahnya. Meskipun jarang, dia sudah bisa.

Akhir-akhir ini dia suka pulang bermain dalam keadaan, baju dan celana kotor. Good Boy! Saya tidak keberatan mencuci baju dan celana itu, toh yang bekerja mesin cuci, bukan saya! Laki-laki identik dengan keringat! (Saya ingat cerita mama, katanya pernah mengatakan pada saya waktu saya SD, “Imelda …bermainlah!” karena saya pulang ke rumah dengan baju putih dan rok kotak-kotak berplits masih kaku dan bersih, sama seperti waktu pergi berangkat ke sekolah)

Awal bulan September, hari Selasa tanggal 1, Gen libur di hari biasa. Dia mendapat ganti hari libur di hari biasa, karena dia bekerja pada hari Minggu. Sepulang sekolah (pukul 2) , Riku dan papanya pergi bermain. Ke taman, katanya. Tapi menjelang jam 3:30 siang, saat saya akan berangkat menjemput Kai di penitipan, mereka kembali dari bermain. Riku dengan celana basah masuk membawa satu ekor kepiting sungai. “Mama aku dapat Zarigani (Cambaroides japonicus kepiting sungai). Kami bermain di sungai Shirako dekat taman. Asyik loh Ma. Aku mau ke situ lagi”.

tempat bermain di dekat mata air sungai Shirako

Jadi kami jemput Kai di penitipan, lalu bersama-sama naik mobil ke sungai Shirako dekat rumah. Sungainya kecil, dan tempat yang kami datangi itu adalah sumber mata airnya. Di sekitarnya dibangun tempat bermain, dan jalan untuk mencapai sumber air tersebut. Well, menurut saya, air itu tidaklah bening, tapi menurut Gen, tadi waktu mereka bermain di situ, sinar matahari memantul begitu indah. Waktu kami datang sekitar setengah 5, matahari memang mulai condong. Dan terlalu banyak anak-anak bermain di dalam sungai, sehingga menyebabkan sungai itu keruh.

Ya, anak-anak laki-laki ini masuk ke dalam air, bermain di sungai menangkap kepiting sungai. Ada yang membawa jala, ada yang dengan tangan kosong… termasuk Riku. Riku langsung berbaur dengan sempaitachi, anak-anak yang lebih besar dari dia, ikut mencari kepiting-kepiting itu. (Satu hal yang aku kagumi dari dia, dia mudah berbaur, meskipun agak mengkhawatirkan karena sebetulnya masyarakat Jepang tidak suka dengan sikap yang “semaugue” itu. Moga-moga kelak tidak menjadi masalah)

Jadilah papa, mama dan adik Kai menunggui si Kakak ngudek-ngudek sungai, lari sana sini…. dan….menangis waktu kami ajak pulang, sedangkan belum ada satu kepitingpun didapat. Kebetulan saya berdiri di sebuah jembatan kayu. Sambil menasehati Riku supaya datang lagi lain kali dengan membawa jala, saya juga menasehati untuk mencari kepitingnya di pinggiran sungai, di dekat tembok atau batuan besar, rumpunan rumput. Bukan di tengah-tengah. Dan…. benar, tiba-tiba terlihat bayangan kepiting tak jauh dari tempat saya berdiri. Saya beritahu Riku untuk menangkap…. Duh cara menangkap saja dia belum tahu! Tapi saya tidak bisa ajarkan…karena saya sendiri takut! hiiii

Akhirnya Gen yang menangkapkan kepiting itu. Dua ekor! Dan dengan tersenyum lebar (meskipun bukan dia yang menangkap) dia bangga membawa pulang dua kepitingnya. Dan, keesokan harinya dia bawa ke sekolah untuk memamerkan kepada teman-temannya.

Hari itu, anak sulungku berhasil menjadi “anak lelaki”. Sudah pernah menangkap kumbang, kupu-kupu, bermain pasir, berenang di laut, mendaki gunung (Mt. Shirane), menangkap kepiting …. apa lagi ya? supaya anakku benar-benar menikmati alam sambil merasakan menjadi otokonokorashii.

(Yang kasihan kepiting itu akhirnya mati setelah 1 minggu…hiks)

Ohhh, aku tahu….bermain ski di musim dingin nanti!!!! Semoga kakeknya mau mengajarkan dia, karena kakeknya bisa ski dengan baik.

midnight call

17 Sep

Aku terbangun oleh dering telepon itu. Pertama aku biarkan karena jika penting, pasti akan ada dering sesudah itu. Dan aku masuki kamar/studioku, membuka laptop. Kemudian dering itu terdengar lagi…. kring…kring…. Aku angkat.

“Maaf tengah malam begini. Saya XXX temannya Gen. Gen ada?” Hmmm kayaknya sih tidak penting, dan aku tahu Gen sulit dibangunkan.
“Wah maaf Gen sulit dibangunkan. Dia baru tidur…”
“Imelda?”
“Ya…saya. ”
“Masih ingat pada saya?”
“Ya saya ingat…. ”
“Maaf ya saya menelepon malam-malam begini.”
“Tidak apa kok. Kebetulan saya sudah terbangun. Ada apa? Kamu mau cerita pada saya?”
“Saya baru menutup telepon dengan orang lain. Teman saya, sahabat saya. Dulu saya selalu menemani dia, mendengarkan curhatnya. Tapi tadi saya mau curhat, dia tidak mau dengar…..”
“Hmmm mungkin dia mengantuk, dan besok perlu bangun pagi. Anggap saja begitu. Bukannya dia tidak mau dengar kamu.”
“Iya ya…pasti begitu ya….”
“Begini… setiap orang kan memang berubah. Yang dulu bisa, menjadi tidak bisa. Dan itu tidak bisa dielakkan. Setiap kehidupan itu berputar terus. Memang menyedihkan. Tapi kita harus menyesuaikan diri. ”
“Terima kasih ya mau mendengarkan saya. Padahal sudah malam begini. Iya memang semua berubah….”

Pembicaraan selanjutnya mengenai keluarga saya, mengenai masa lalunya, mengenai perceraiannya dan lain-lain. Tak terasa 2 jam berlalu… sudah jam 3 pagi. Dan meskipun saya berkata, kamu boleh telepon lagi lain kali, dan kalau aku terbangun kita bicara lagi… sejak itu dia tidak pernah telepon.

Semoga dia baik-baik saja…

Dan paginya waktu aku bercerita pada Gen, dia mengucapkan terima kasih atas apa yang kuperbuat untuk temannya itu. Dan terus terang Gen memang bilang dia tidak bisa mendengarkan curhat dari temannya. Hei laki-laki! kamu bisa tidak sih bersahabat dengan sesama jenis? Saling mendengarkan curhat dengan sesama jenis? Kalau wanita, dia bisa bergaul dengan laki-laki dan perempuan. Wanita memang lebih terbuka.

Padahal apa yang kuperbuat sehingga dia berterima kasih begitu? Hanya menemani temannya dan mendengarkan dia bicara. Tapi… itu yang memang “mewah” dalam kehidupan di Jepang.

In the wee hours, pada jam jam aneh di malam hari… di dini hari. Manusia yang kesepian amat merasa limbung, gamang ingin ditemani. Tapi… tidak ada orang yang dapat diajak bicara. Karena itu lah saya juga mengetahui bahwa ada beberapa pendeta buddha yang membuka jalur telepon “diskusi kehidupan 24 jam” untuk mendengarkan curhat mereka yang membutuhkan. Kebanyakan orang yang menelepon mempunyai perasaan kuat untuk bunuh diri.

Tidak kurang dari 30.000 orang Jepang bunuh diri setiap tahunnya. Seberapapun orang berusaha angka ini ditekan… tidak efektif. Mungkin orang Jepang perlu mengkaji kembali hubungan pertemanan mereka.

Apakah saya “aman” dari rasa limbung itu? Tidak! saya pun selalu mengalami masa-masa sepi dan ragu di malam-malam yang mencekam. Memang siapa sih yang bisa “bebas” dari masalah? Tapi saya punya Tuhan, bisa lari ke Tuhan dengan berdoa. Dan saya juga punya teman-teman baik yang kadang available di jam-jam aneh di dunia maya sana. Bertukar pikiran atau blogwalking juga bisa meringankan pikiran.

Memang sulit bagi pengidap insomnia untuk melewatkan waktu-waktu di mana orang seharusnya tidur. Dan malam hari memang menggoda manusia untuk berpikiran macam-macam dan merasa labil. Atau karena banyak pikiran itulah maka menjadi insomnia.

Saya tidak akan bercerita mengenai insomnia lebih mendetil karena itu di luar ranah saya. Tapi kemarin saya tertawa membaca sebuah tulisan dalam bahasa Jepang begini:
Di Jepang satu dari 10 orang mengidap insomnia. Insomnia ditimbulkan oleh stress atau kondisi badan yang tidak baik, dan salah satu penyebabnya adalah kekurangan vitamin D. Bagi penderita insomnia cobalah makan makanan yang banyak mengandung vitamin D seperti ikan tuna, butter, hati dan lain-lain. Bahan-bahan ini banyak terdapat di Izakaya (tempat minum minuman keras) ya? Cobalah makan dan minum di Izakaya… Mungkin dengan demikian Andapun bisa tidur lelap…..

Tahu kenapa saya tertawa? Ya jelas kalau minum minuman keras bisa mabuk atau tertidur kan? Bukan karena vitamin D nya… Tulisan di atas memang sebuah tulisan di majalah Gourmet, sehingga bisa saja dikategorikan “Iklan Menggoda” kalau bukan “Iklan Menyesatkan” seperti yang ditulis Bro Neo.

Semoga teman-teman pengidap insomnia bisa mendapatkan teman curhat, atau mendapatkan “obat” yang ampuh untuk mengatasi penyakit modern ini. Kalau mau midnight call ke saya juga boleh … tapi nanti jangan malah tambah insomnia memikirkan tagihan telepon interlokal ya…. hihihihi…..


Sewa

16 Sep

Kata “sewa” ini ada juga dalam bahasa Jepang, yang artinya mengurus, memelihara, melayani. Saya bertemu kata ini pertama kali waktu saya datang ke Jepang dalam rangka karyawisata mahasiswa FSUI, dan diwanti-wanti oleh seorang sempai (senior) kami untuk mengucapkan “Osewaninarimashita” お世話になりました pada orang tua host family yang menerima kami menginap di tempat mereka. Waktu itu yang saya tahu hanya, “Arigatou Gozaimasu”  ありがとうございます sebagai pernyataan terima kasih. Tapi ternyata ada kata-kata lain yang lebih hormat seperti “Kanshaitashimasu” 感謝いたします atau “Osewaninarimashita” tadi itu. Osewaninarimashita itu artinya meliputi “terima kasih karena Anda sudah mengurus dan melayani kami”. Karena itu jika kita bertemu dengan orang Jepang yang selalu membantu kita selama ini, kita juga mengatakan, “Osewani natte orimasu“ お世話になっております.

Hanya ada satu kata dengan kata sewa ini yang tidak disukai, jika ungkapan ini ditujukan pada kita. Karena artinya agak berlawanan dengan arti sebenarnya. Kata itu adalah “Ookina osewa“ 大きなお世話. Kata ini ditujukan kepada orang yang maunya mengurus orang lain tapi orang yang diurus itu tidak suka (tapi tetap dilakukan). Situasinya seperti ini. Seorang lajang berusia 30-an, ditanya oleh si A, “Kapan kamu menikah?” “Jangan pilih-pilih, kalau tidak cepat menikah jadi perawan tua loh” bla bla bla. Mungkin maksudnya si A itu baik, tapi merepotkan dan menyusahkan si lajang itu. Tentu saja bukannya si lajang tidak mau menikah. Intinya… “Mind your own bussiness” deh. Rese’ amat ngurusin orang lain aja hihihi. (Dan kalimat ini tentu saja tidak disebutkan langsung ke orang itu). Betapa banyak orang Indonesia yang sering melakukan “Ookina osewa” ini ya. . Dan tidak ada kata yang tepat kan untuk orang-orang itu dalam bahasa Indonesia? Jadi kalau nanti, pas mudik lebaran, yang single single ditanya dan sebel, bilang aja “Ookina osewa” …. kan mereka ngga ngerti bahasa Jepang. Daripada bilang “Rese lu ahhh” hihihi.

Sekian dulu pelajaran bahasa Jepang, dan kembali ke awal kata “sewa” dalam bahasa Indonesia. Artinya hanya satu yaitu “memakai atau meminjam sesuatu dengan membayar sejumlah uang”. Bahasa Inggrisnya RENTAL deh. Mulai dari rental mobil, rental baju dll.

Kemarin saya menonton televisi, dan ada beberapa jenis “barang” baru yang bisa dirental, disewa akhir-akhir ini. Yang pertama adalah sepeda motor, racing bike. Bagi pengendara motor di Tokyo, biaya untuk membeli, merawat motor racing itu sangat mahal. Padahal jarang dipakai kan? Paling-paling sebulan 4 kali. Nah, untuk mereka itu ada rental racing bike yang harganya kira-kira sama dengan sewa mobil, yaitu 8 jam 12.000 yen. Ini biasa!

Sepeda Motor Balap.... mustinya ambil foto Mas Nug naik Ducati tapi belon ada ijin sih hihihi
Sepeda Motor Balap.... mustinya ambil foto Mas Nug naik Ducati tapi belon ada ijin sih hihihi

Yang kedua adalah Rental Kamera. Kamera yang biasa dipakai profesional, dengan fungsi macam-macam itu memang sangat mahal. Kalau membeli bisa satu bulan gaji deh. 300ribu yen lebih. Padahal apakah jenis itu sudah “sreg” atau cocok dipakai untuk event-event tertentu. Misalnya untuk pergi ke pengunungan perlu spec kamera yang begini, sedangkan ke laut perlu yang waterproof dll. Nah, untuk orang yang suka/hobi memotret misalnya seperti mas trainer, tapi belum tahu jenis kamera yang sreg atau belum punya tabungan untuk membeli kamera sendiri, disediakan Rental Kamera. Rentalnya juga murah, cuma 4000 yen sehari! Hmmm saya sedikit berminat dengan rental ini. Ini cukup menarik!

Camera Single Lens
Camera Single Lens

Yang aneh menurut orang Indonesia mungkin rental yang ketiga ini. Rental ANJING! Banyak keluarga Jepang yang menyukai binatang yang satu ini. Tapi karena tinggal di Mansion, biasanya tidak boleh memelihara anjing/binatang piaraan. Ataupun kalau tinggal di rumah, tidak punya halaman yang luas untuk membiarkan anjingnya berlari-lari. Selain itu sibuk, sehingga tidak bisa setiap hari mengajak anjingnya berjalan-jalan. Pokoknya repot deh kalau pelihara anjing sendiri. Nah, untuk mereka disediakan rental anjing ini. Untuk satu pagi, sekitar 4000 yen bisa bermain sepuasnya dengan anjing pilihan. Terkadang ada keluarga yang memilih satu anjing secara rutin, sehingga sudah menganggap sebagai anjingnya sendiri yang dititipkan. Hmmm, Ini menarik untuk orang Jepang! Saya? Saya suka anjing tapi ngga sampe segitu-gitu amat deh hihihi.

Bersama DAI chan, anjing Shiba kepunyaan ibu mertua
Bersama DAI chan, anjing Shiba kepunyaan ibu mertua

Sambil saya menonton televisi itu, lalu saya pikir, memang akibat kondisi ekonomi yang tidak mendukung, orang akan lebih senang menyewa daripada membeli. Dan semua bisa dirental. Sampai anjing saja disewa. Tapi ada satu yang mungkin tidak akan bisa dimasukkan dalam list sewa-menyewa, yaitu anak! Padahal saya tahu banyak keluarga Jepang yang tidak punya anak dengan alasan ekonomi atau kesehatan pasti (mungkin) akan mencoba rental anak ini.

Dan saya akhirnya juga bertanya pada Gen,
“Pa… di Jepang tuh ngga ada Panti Asuhan ya?”
“Ada dong”
“Kok aku ngga pernah dengar atau tahu?”
“Ya, itu kan pasti menyangkut privacy. Tapi kalau kamu tanya di gereja, pasti akan ada akses ke situ”
Hmmm… jadi masyarakat awam Jepang tidak bisa dengan mudahnya mengakses mereka. Seperti laporan teman-teman blog saya seperti Mas Totok KelirUda Vizon dan Ria yang mengadakan kunjungan ke panti asuhan atau kegiatan dengan anak yatim. Bisa dimengerti juga sih. Sedangkan untuk single mother saja, pemerintah memberikan tunjangan yang cukup, apalagi untuk anak-anak tanpa orang tua, bukan? Pertanyaan saya ini nampaknya masih belum selesai, belum terjawab tuntas tapi saya sudahi dulu untuk hari ini.

Nah, rental “aneh” atau tidak lazim apa yang pernah Anda dengar atau pakai? Atau ada ide untuk membuat rental apa lagi yang belum ada di Indonesia, sebagai usaha baru?

NB: kelihatannya dalam minggu-minggu ini akan tercapai 8888 komentar di TE ini. Karena angka ini angka keramat untuk saya, maka saya akan mengirimkan sesuatu kepada komentator yang 8888. Tapi komentar hetrik yang Out Of Topik (OOT) mulai sekarang akan saya delete. Terima kasih atas perhatiannya.

Goodbye Summer

15 Sep

Sayonara Natsu no hi,  さよなら夏の日 cocok sekali untuk dinyanyikan saat-saat seperti ini. Pagi ini, 15 September 2009, cuaca tidak menentu. Sepertinya dia plinplan sekali untuk memutuskan …. akan menangis atau tidak. Sampai membuatku bingung, akan pergi naik apa ke penitipannya Kai. Tadinya sudah mau naik sepeda, tapi akhirnya kuurungkan niat, dan pergi kembali ke atas, mengambil payung dan berjalan berdua Kai ke halte bus. Kata Kai  “BABU” (Basu : bus dalam bahasa Jepang)

Ah, anakku ini sudah bisa macam-macam. Kemarin aku meliburkan dia dari penitipan, gara-gara batuk kering. Dan begitu aku bilang, “Kai sama mama aja ya hari ini”, dia bersorak dan berkata “Yey!” sambil mengangkat tangan seakan menang pertandingan. Kemarin adalah harinya Kai dan Mama. Berdua ke dokter, berdua makan siang mie (untuk kai aku campur obat, tapi kok dia mau makan semua ya? kan rasanya pasti udah aneh hihihi), berdua nonton tv, sampai jam 3 kakaknya pulang dari sekolah. Dan berdua “nyemplung” di bak mandi sama kakaknya. “DUA” kata Kai, kalau dia mau dua atau banyak. “KUA” kalau dia mau minum air putih…. bawaan dari Jakarta tuh.. singkatan AQUA.

Well, sesudah menyerahkan Kai pada gurunya di penitipan, aku berjalan ke luar. What a gloomy day! Belum hujan….tapi rasanya tinggal menunggu perintah saja. Waktu juga baru menunjukkan jam 8:40, toko-toko baru buka pukul 10. Mau menunggu…kok masih lama. Tapi aku ingat ada satu “keinginan” yang belum terpenuhi. Jadi aku berjalan kembali, naik ke lantai dua gedung stasiun, dan memesannya.

Creme Brulee Macchiato. Limited edition dari Starbuck. Waktu jalan ke Kusatsu, Gen pernah menawarkanku untuk beli, tapi aku menolak. Tidak enak rasanya aku bermewah-mewah dengan kopi sementara yang lainnya hanya minum minuman kaleng yang harganya cuma seperempatnya. Jadi pagi ini aku ingin “bengong” sendiri ditemani Ms Brulle ini.

Dan aku memang bengong sebengong-bengong nya. Karena aku lupa membawa buku. Temanku hanya satu yaitu Handphone yang baterenya ternyata sudah sekarat. Tapi cukuplah untuk menemaniku satu jam, sambil menunggu toko buka. Sambil bengong, aku menikmati MeTime. Tanpa komputerku, tanpa buku, tanpa teman. Ahhh… kok jadi tambah sedih. Tapi aku tahan karena aku tahu, satu jam ini aku bisa pakai untuk mengistirahatkan otak. Ngelamun? hmmm ngga sempat juga.

Akhirnya 10 menit sebelum jam 10 aku meninggalkan gerai itu dan berjalan ke arah gedung supermarket dengan tujuan membayar tunggakan HP yang satunya (karena jarang dipakai, aku tidak setting langsung potong rekening bank) . Kebetulan di depan supermarket yang belum terbuka itu ada pasar “pagi”… berjualan aneka sayuran dengan harga miring. Suatu usaha dari supermarket yang memang agak mahal itu untuk menarik pembeli. Karena mutu sayuran dan buah-buahan nya bagus, padahal dijual dengan harga miring, maka aku langsung mengambil keranjang belanjaan dan menghabiskan waktu  5 menit untuk berbelanja sayuran itu.

Selesai belanja, langsung ke lantai 3 untuk pergi ke kantor softbank, tapi ternyata kantor itu sudah pindah! Wah…. sudah begitu lamanya aku tidak pergi ke sini?Ya sudah… terpaksa harus cari cabang lain. Dan untuk belanja yang lain, seperti daging dan ikan sudah tidak memungkinkan karena ternyata belanjaan sayuranku itu berat sekali. So pulanglah aku ke rumah.

Membuka laptop, dan bercanda dengan Kris. Waktu itu dia tanya, “Sayuran apa yang paling banyak dijual, mbak”. Wah…. itu tergantung musimnya. Dan hari ini aku lihat banyak rupa-rupa mushroom. Dan memang aku beli. “Enak tuh mbak….” Masih bingung juga aku …. memang enak, tapi di Indonesia kan tidak ada, kecuali dalam kaleng. Atau sudah ada? Ah, nanti kalau pulkam lagi harus cari di toko sayur deh.

Well, cuaca, jenis sayur dan buah sudah berubah. Jagung yang banyak dijual di musim panas, sudah jarang dijumpai. Sekarang musimnya mushrooms, anggur, pear… dan sebentar lagi chestnut. Bunga Matahari pun sudah banyak yang layu. Musim panas sudah berakhir! Kami harus menyambut musim gugur yang memang sering membuat manusia merasa “tua” dan gloomy.

::::::::::::::

Selamat Tinggal Musim Panas

Air beriak dalam kolam yang tertimpa hujan petang itu
Musim yang paling indah sebentar lagi berakhir
Dan kulihat engkau yang bersandar dibahuku berkata
“Seandainya waktu dapat berhenti”

Selamat tinggal musim panas
Akan kukenang selalu
Sambil kehujananpun
Kami akan menjadi dewasa….

Kenangan tanpa akhir bersamamu tercermin dalam mata
Esok hari kami tidak akan ada di sini lagi
Semua benda yang berputar akan berubah dengan cepat

Aku cinta padamu
Lebih dari siapapun di dunia ini
Tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata
Dan sekarangpun kuingin sampaikan rasa frustasi itu

Lihatlah pelangi yang terakhir menghias langit
seakan dengan kaki telanjang berlari di angkasa

Janganlah berubah seperti apapun masa depan itu tiba

Selamat tinggal musim panas
Akan kukenang selalu
Sambil kehujananpun
Kami akan menjadi dewasa….

(lagu Sayonara Natsu no Hi , lagu yang dinyanyikan oleh Yamashita Tatsuro, diterjemahkan sebebas-bebasnya oleh Imelda Coutrier)

KoPdAr di Tokyo Tower

14 Sep

Siapa sangka saya bisa naik Tokyo Tower bersama teman Indonesia saya, setelah 17 tahun saya tinggal di Jepang? Ya, saya memang belum pernah naik Tokyo Tower. Waktu ibu saya datang ke sini, kami pernah sampai bawahnya saja, dan membatalkan rencana karena harus antri 3 jam, untuk bisa masuk. Jangan sekali-kali coba pergi pas akhir minggu deh. Dan akhirnya saya bisa berada di 150 meter di atas tanah hari Jumat lalu tanggal 12 September 2009.

Saya sangat antusias ketika Mbak Cindy sejak July lalu mengirim email soal kemungkinan kedatangan ke Jepang. Jarang-jarang kan ada teman blogger yang datang ke Tokyo. Kemudian Mas Nugroho mengirim email bahwa tanggal 11 September dia dan Mbak Cindy akan datang, dan kalau bisa bertemu tanggal 12 atau 13, dengan tujuan satu… KOPDAR dong deh sih!

Tokyo Dome Hotel, sebuah hotel yang bersebelahan dengan Taman Ria Korakuen dan tokyo Dome Hall, tempat permainan baseball. Benar-benar dikelilingi amusement center.
Tokyo Dome Hotel, sebuah hotel yang bersebelahan dengan "Taman Ria" Korakuen dan Tokyo Dome Hall, lapangan permainan baseball. Benar-benar dikelilingi amusement center.

Asyik kan kita banggain bisa kopdar di TOKYO! Padahal waktu aku di Jakarta emang mas Nug lagi super sibuk, sehingga tidak bisa ketemu untuk menyusun planning kedatangan ke Tokyo. Dan yang mengherankan sekali, sesampai di Bandara Internasional Narita, Tokyo, ternyata no HP nya mas Nug masih bisa dipakai untuk menerima dan mengirim sms, which is dulu telepon GSM tidak bisa sama sekali dipakai di Jepang. Wah hebat! (Memang ada biaya roaming, tapi bisa!) Ternyata memang Softbank (dulu vodafone) sudah memperluas jaringan deh. Jadi tidak sulit untuk aku berhubungan dengan mas Nug, dan mengetahui posisi mereka bertiga di mana (Mas Nug, Mbak Cindy dan temannya Mbak Cindy, Mas Adi)

Aku memang memilih untuk bertemu mereka begitu mereka mendarat hari Jumat tanggal 11, karena berarti aku punya waktu untuk pergi sendiri, tanpa harus mengajak kedua buntutku. Susah euy ke dalam kota bawa anak-anak, apalagi pasti tidak bisa konsentrasi untuk bersenang-senang dong. Karena perhitungan perjalanan bus dari Narita sampai di hotel jam 12, maka aku langsung ke Tokyo Dome Hotel, dan sampai di sana pukul 12:30.

Dan begitu saya bertemu Mas Nug (Mbak Cindy dan Mas Adinya lagi ngurusin kerjaan) langsung deh mas Nug bilang, “Ayo foto …manas-manasin Lala dan Ria yuuk”. Jadilah aku foto pakai HP dan langsung upload ke FB …sayangnya karena dari ponsel tidak bisa men-tag siapa-siapa, sehingga dua orang yang dimaksud baru tahunya setelah malamnya.

foto yang berhasil membuat ngiri bloggers di FB
foto yang berhasil membuat ngiri bloggers di FB

Karena aku  ada waktu sampai 4:00 sore, aku menawarkan mengantar Mas Nug ke Asakusa (kuil di Tokyo) atau tempat wisata lainnya.  Tapi sambil memutuskan akan pergi kemana, kami melihat-lihat paket tour dalam kota yang akan dipilih untuk rombongan melewatkan hari di Tokyo. Dan saat itu Mbak Cindy bergabung dengan kami. Katanya dia dan Mas Adi punya waktu sampai jam 5. Wow! Jadilah kami berempat naik taxi (yang lebih efisien daripada naik kereta karena jumlah orangnya) dan menuju ke Tokyo Tower.

Dalam taxi, sang fotografer Mas Nug tidak henti mengambil foto. Saya juga ikut-ikutan, dan waktu melewati Imperial Palace, ada taman pinus di depannya yang cukup luas. Kami juga banyak melihat orang-orang yang tiduran di bawah pohon. Mungkin asalkan tidak mengganggu kepentingan umum, maka keberadaan mereka di”cuek”in polisi Jepang.

Sampai di Tokyo Tower, kami membeli karcis untuk Naik Tower sampai 150 meter di atas permukaan tanah. Untuk sampai ke observatory itu kami naik lift. Dan memang karena hari biasa, pengunjung tidak banyak. Tapi…. memang melihat pemandangan kota itu paling bagus malam hari ya. Kalau siang hari kurang…. hmm… romantis.

Yang lucu, di dalam observatory itu terdapat sebuah kuil kecil, yang mungkin diperuntukkan untuk pelindung Tokyo Tower. Sedangkan di luar,  kami bisa melihat pemandangan Rainbow Bridge di kejauhan, dan yang lebih dekat sebuah kuil yang asri dengan kompleks pemakamannya. Saat itu aku ditanya, “Kok pemakamannya kecil?” Ya, karena yang dimakamkan di situ kan sudah berbentuk abu dalam guci.

Sebetulnya kami bisa naik lagi sampai ke level 250 meter di atas tanah (tentu saja dengan membayar karcis lagi), tapi waktu itu kami harus menunggu 20 menit jika mau ke atas. Oh NO! waktu kami tidak banyak, jadi kami membatalkan rencana naik ke lebih atas lagi. Apalagi Mas Nug rencananya akan datang lagi sendirian pada malam hari. Jadi kami bergerak turun.

Ternyata untuk turun lewat lift, kami perlu menuruni tangga dulu, dan bertemu lagi semacam observatory yang sama. Yang bagusnya di lantai ini, ada satu lantai kaca berukuran 50×50 cm yang memungkinkan kita melihat ke bawah. Saya yang penakut dan phobia ketinggian, jelas-jelas tidak mau berdiri di situ. Tapi waktu kami berjalan berapa langkah lagi, kami menemukan jendela yang lebih besar, 1 meterx60 cm. Wah, langsung kami bereksperimen di situ.

Mas Adinya jadi Spiderman
Mas Adinya jadi Spiderman

Empat orang Indonesia tidak malu-malu untuk jongkok, nungging, nyelosor, entah apa deh sebutannya, yang penting bisa narsis, berfoto-foto di dalam Tokyo Tower. (Aku juga sempet gemetar juga sih, lihat saja pegangannya kuat banget hihihi)

Setelah kami turun dan mengelilingi toko souvenir, kami keluar ke pelataran dan menemukan sudut bagus untuk mengambil foto. Tapi… mengambil fotonya harus sambil nungging hihihi. Jadi yang nungging sibuk mengambil foto yang berdiri, dan yang berdiri, sibuk mengambil foto yang sedang nungging.

pose yang masih "agak" sopan

Well, waktu yang menyenangkan memang selalu terasa pendek. Tapi senang rasanya saya bisa bertemu sesama blogger di Tokyo meskipun cuma sebentar.  Mbak Cindy dan Mas Adi harus melanjutkan kerjaannya, saya juga harus pulang menjemput anak-anak, Mas Nug harus ke kamar dan me”manas-manasin” blogers dengan foto-foto di FB.

So? Kapan giliran Anda datang ke Tokyo? Kasih tahu jauh hari ya, karena jadwal orang Jepang itu padat loh hihihi.

Naik-naik ke puncak gunung!

11 Sep

Yang pasti kami tidak bisa menyanyikan lagu itu pas sedang mendaki gunung. Capek bo! Bisa melangkah aja masih mending deh…

Minggu, 6 September, setelah check out jam 10 dari Kusatsu Hotel, kami menuju ke Gunung Shirane (2160 m). Katanya cuma 30 menit dari hotel… dan ternyata memang dekat sekali. Sebelum kami sampai di tempat menaiki cable car, kami sempat melewati beberapa course “Kusatsu International Ski Park” untuk bermain ski yang jika musim dingin pasti dipenuhi para penggemar olahraga ski ini. Tempat yang putih tertutup salju itu, pada musim panas, hanya terlihat sebagai bukit tak teratur.

Kami membeli karcis cable car seharga 1500 yen untuk pulang-pergi. Katanya sih satu perjalanan naik/turun makan waktu 15 menit. Tadinya Gen bilang, 1500 yen mahal ya? Tapi…saya pikir one way 750 yen (hampir setara dengan argo pertama naik taxi di Jepang) itu tidaklah mahal. Untung cable car bukan ski lift (yang bentuknya hanya berupa kursi) sehingga saya masih bisa “tersenyum” selama naik cable car…. maklum, saya kan penakut, phobia pada ketinggian.

narsis dulu ahhhh... padahal tangannya pegangan terus tuh takut jatuh

Selama naik cable car ini, kita bisa melihat kontur gunung, dan tanaman rendah yang tumbuh di gunung. Beberapa sudah mulai berganti warna, tapi jika benar-benar sudah masuk musim gugur, pasti tempat ini indah sekali. Yang agak menakutkan bagi kami, waktu membaca tahun pembuatan Ropeway ini, sudah lebih dari 20 tahun…. gimana kalau tiba-tiba macet atau putus ya? Hush… kalau berpikir negatif, nanti akan terjadi, jadi lebih baik jangan dipikirkan.

dari pendakian Gunung Shirane, memandang ke bawah terlihat danau Yumiike

Setelah sampai di point kedatangan, kami masih harus naik bus (gratis) untuk sampai di kaki bukit, tempat yang bernama “Shirane Rest House” tempat perhentian pendaki  yang mau melihat kawah Gunung Shirane ini. Di dekat tempat perhentian ini juga terdapat kolam kecil, yang bernama Yumi-ike.  Dari tempat perhentian ini, katanya sih butuh 15 menit untuk mendaki bukit itu. Dan menurut keterangan anak-anak pun bisa mendaki dengan mudah.

Sambil berjalan menuju bukit, kami melihat pematang dengan bunga liar. Tiba-tiba Gen melihat jenis kupu-kupu yang langka. Wah si Gen emang hafal jenis-jenis kupu-kupu, dan ada 3 jenis kupu-kupu yang berhasil kami temukan di daerah Kusatsu ini. Warnanya indah.

Jalan setapak yang diberi pavement mulai menanjak. Riku menggeh-menggeh berdua mamanya. Sedangkan Kai digendong Gen. Setiap berhenti untuk mengambil nafas, kami melihat ke arah bawah, tempat kolam Yumi-ike yang berdiameter 130 m, semakin mengecil.

Setelah hampir 30 menit mendaki, akhirnya kami sampai di puncak dan bisa melihat kawah gunung Shirane yang bernama Yugama di kejauhan. Danau ini berwarna hijau emerald, dengan diameter 300 meter dan kedalaman 30 m. Kabarnya karena gunung Shirane ini merupakan gunung api yang masih aktif (Terakhir meletus tahun 1983), sekarangpun masih keluar gas dari dasarnya sehingga airnya tidak akan membeku meskipun musim dingin. Selain itu air danau ini sifat asamnya amat kuat (ph 1) sehingga merupakan gunung yang “terasam” di seluruh dunia. Jatuhkanlah alat pancing, maka dalam seminggu semuanya akan melebur/meleleh.

Setelah berfoto, kami menuruni bukit dengan kecepatan dua kali lipat  waktu naik. Dan Kai terus menangis karena aku lupa tidak membawa susunya. Dia menangis terus karena dia ingin digendong aku…sedangkan aku tidak bisa menuruni bukit sambil menggendong dia. Bisa-bisa kita berdua akan terjungkal dan jatuh berguling-guling sampai bawah hehehe.

Akhirnya setelah beristirahat di “Shirane Rest House” tadi, kami kembali lagi ke tempat naik cable car dan menuruni bukit. Lega deh Kai bisa minum susu, dan tidur di mobil. Sementara kami mengambil rute pulang ke Tokyo lewat Karuizawa.

jalan ke karuizawa

Kota Karuizawa juga indah. Kota yang dipenuhi bungalow indah, tempat penduduk Tokyo melepas lelah. Semacam puncaknya Jakarta deh. Dan tentu saja macet dengan mobil dari luar kota. Namun setelah melewati pusat kota, terlihat pemandangan gunung batu karang dan jalan berkelok. Kami harus membayar beberapa kali uang masuk tol yang pendek-pendek karena tol itu  milik pemerintah daerah setempat.

Tapi dengan begitu, kami bisa mampir di sebuah air terjun yang bernama Shiraito yang berada di daerah Karuizawa ini. Sebuah air terjun yang aneh karena pendek tapi memanjang. Air rembesan di bukit tertahan oleh lapisan tanah keras sehingga keluar halus-halus bagaikan shower dan berkumpul di kolam yang jernih. Baru dari situ mengalir deras menjadi sungai ke bawah, dan menjadi asupan air untuk daerah sekitarnya.

Karena waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, sedangkan kami belum makan siang, kami berhenti di Parking Area yang menjual kamameshi, nasi uduknya Jepang bernama Oginoya. Ekiben, bekal makanan yang dijual di stasiun ini pernah saya ulas di postingan di sini. Dan nasi uduk Oginoya ini memang terkenal sudah lama, mewakili sebuah stasiun yang bernama Yokokawa. Sekarang stasiun itu sudah tidak ada, karena jalur keretanya juga sudah dihentikan.

Nah yang menariknya, di dalam gedung Raking Area itu diletakkan satu gerbong-gerbongan yang bisa dipakai sebagai tempat makan. Tapi gerbong kereta ini begitu real, sehingga seakan-akan kita benar-benar makan dalam kereta….selayaknya ekiben ini dimakan.

Kami beristirahat cukup lama di Parking Area ini, karena sebelumnya sudah mendengar berita bahwa jalan tol ke arah Tokyo macet sepanjang 20 km. Pikir kami kalau kami beristirahat lamaan, maka kemacetan bisa berkurang. Tapi ternyata kami salah, karena waktu kami meninggalkan PA itu, tanda informasi kemacetan menunjukkan 30 km. Wahhh terpaksa deh bermacet-macet ria. Tapi aku kagum pada Riku yang terus menemani papanya menyetir dan bercerita macam-macam sehingga papanya tidak mengantuk. Terus bercerita, mengarang cerita dan tertawa-tawa sendiri…sampai kami sampai di lapangan parkir rumah kami. Marvelous!

Dengan demikian cerita perjalanan kami weekend lalu sudah selesai. Entah kapan lagi kami bisa menginap di pemandian air panas sebagus itu…. Yang pasti harus menabung lagi.

NB: bagi pencinta mendaki gunung, Jepang adalah negara yang harus dikunjungi. Kenapa tidak? Menurut peta skala 1:25.000 di Jepang ada 18.000 gunung! Dan kamu harus lihat pemandangan gunung yang bertumpuk dengan gradasi warnanya…Indah! Bapak mertua saya baru mendaki 100 gunung yang terkenal di Jepang.

lukisan karya pelukis Jepang yang terkenal Higashiyama Kaii
lukisan karya pelukis Jepang yang terkenal Higashiyama Kaii

Menjadi Ratu Sehari

10 Sep

bukan… bukan Ratu sejagad. Nanti terbangun seperti Vonny Sumlang gara-gara semuanya mimpi. Aku mau jadi Ratu biasa aja… bukan Ratu kecantikan deh. Dan pada weekend kemarin, aku bisa merasakan  menjadi Ratu sehari. Udah enak duduk di belakang disetiri, jalan-jalan lihat pemandangan yang indah, makan juga ngga pake diet-dietan (kan diet always begin tomorrow), ngga usah masak malah dilayani dengan makanan yang enak, kemudian mendapatkan pelayanan prima dari petugas hotel tempat kami menginap. Jelas saja bisa enjoy bagaikan menjadi Ratu.

Seperti sudah saya tulis di postingan sebelum ini, kami sampai di Kusatsu Hotel sekitar jam 12:30. Maksud kami, kami akan menaruh mobil di parkirannya hotel, kemudian dari situ jalan kaki ke arah Yubatake, sambil cari makan siang. Eh , ternyata kami disambut oleh petugas hotel, seorang lelaki yang berparas tampan, dengan happi, semacam kimono pendek yang terbuka dengan tulisan nama hotelnya. Dia menanyakan nama kami, dan mengecek apakah kamar kami sudah siap atau belum. Sementara kami menghentikan mobil di depan pintu masuk hotel, dia menyatakan bahwa kami sudah bisa cek in. Dia juga membantu membawakan barang-barang yang akan kami turunkan, dan kemudian akan memarkirkan mobil kami. Rupanya di situ sistem valet parkir. Hmmm malu juga dengan bagian dalam mobil yang berantakan dan penuh sampah. Karena tadi paginya kami sarapan Mc D drive- through.

Kami memasuki pintu masuk hotel dan disambut oleh perempuan berkimono, dan di situ juga tersedia sandal-sandal. Di Jepang memang tamu harus melepaskan sepatunya dan memakai slipper di dalam ruangan, seperti yang pernah saya tulis di sini. Setelah menuliskan data tamu, kami diantar masuk oleh wanita berkimono, yang juga menjinjing tas kami. Kami masuk ke dalam kamar lantai satu yang berpintu geser, dan bernama Izutsu (artinya bak terbuat dari batu)

Begitu masuk pintu geser kami menjumpai kamar kecil dengan wastafel dan lemari es di samping kiri dan di sebelah kanannya terdapat WC. Kamar mandi? tidak ada di kamar ini, karena diharapkan semua pergi mandi di kolam air panas yang disediakan di luar kamar. Benar-benar hemat tempat.

Kemudian kami musti membuka satu pintu geser lagi untuk bisa masuk ke dalam kamar berukuran 8 tatami (sekitar 4 x5 meter), dan 2 tatami untuk teras dalam dengan kursi dan meja/TV. Yah di satu kamar itu nanti kami akan makan malam dan di situ juga akan tidur malam harinya. Begitulah kamar Jepang. Multifungsi!

Setelah jalan-jalan dari Yubatake, kami kembali ke kamar hotel pukul 5:30, karena sudah diberitahukan bahwa makan malam di kamar mulai pukul 6 sore. Waktu kami sampai di hotel, datanglah seorang wanita yang bertugas melayani kami. Petugas seperti dia disebut Nakai 仲居. Nakai ini memperkenalkan diri, memberi salam dengan membungkuk (ojigi)  dan mengatakan dia akan datang 15 menit lagi untuk mempersiapkan meja makan. Wah… padahal biasanya orang-orang mandi air panas dulu sebelum makan malam. Jadi aku menawarkan diri untuk tunggu di kamar, sementara Gen dan Riku masuk berendam di kolam air panas. 30 menit tentunya cukup.

Sementara menunggu, aku berganti baju memakai kimono dari katun yang bernama Yukata yang disediakan pihak hotel. Enaknya menginap di hotel tradisional Jepang ya ini, kita tidak perlu membawa baju tidur. Apalagi kalau buru-buru, orang Jepang malah tidak segan tetap memakai baju waktu datang waktu pulang. Karenanya tas bepergian orang Jepang selalu kecil dan praktis. Yang menarik, hotel ini juga menyediakan yukata untuk anak-anak dan balita! Wah… Riku sudah pernah pakai yukata, tapi Kai baru pertama kali…dan dia cute sekali pakai yukata itu. Bukan itu saja, cara duduk formil ala Jepang seiza 正座,  cara dia berjalan/melangkah seperti sudah terbiasa memakai yukata. Padahal baru pertama kali!

Tak lama Nakai tadi datang lagi dan mulai membereskan meja, menggelar makanan yang beraneka ragam di atas meja. Dia membawa makanan dalam baki/nampan susun, yang kemudian diatur di atas meja.

Well mewah bener. Satu orang pakai berapa piring ya? Aku tidak sempat hitung. Mulai dari appetizer, sashimi, makanan panas (langsung pakai api di atas meja – kali ini berupa daging bakar), makanan rebus, sayur mentah/salad,sup, dan buah.(klik foto kiri dan kanan untuk melihat keterangan nama makanan. ini “jatah” satu orang. Sedangkan foto kanan adalah child meal untuk Kai)

Full course seperti ini semestinya dibawa piring per piring, secara bertahap sehingga disebut dengan Kaiseki Ryouri. Tapi si Nakai kami ini kelihatannya mau cepat-cepat sehingga semuanya dia tinggalkan begitu saja.

Gen mulai sebel sih, tapi aku bilang, biar saja kan kita bisa ambil sendiri. Tapi memang sih, karena tidak dikeluarkan satu-satu kita tidak tahu musti mulai makan apa dulu. Setiap orang memang mendapat penjelasan tertulis dalam kertas kecil, urutan masakan yang disediakan. Dan kalau mau membaca, sebetulnya bisa tahu urutan makannya juga. Tapi kalau sudah mulai makan, apa saja boleh dimakan sesuka kita kan? Bahkan kalau perlu aku makan buah dulu, karena katanya buah itu lebih bagus diserap vitaminnya waktu perut dalam keadaan kosong.

Setelah selesai makan, Nakai datang lagi, dan membereskan piring-piring. Kemudian datang dua petugas laki-laki yang kerjanya gradak-gruduk (Gen sebel banget tuh abis kesannya kasar kan hihihi) mempersiapkan tempat tidur untuk kami. Mengeluarkan futon dari dalam lemari dan menjejerkannya di atas tatami. Satu orang mendapat satu tempat tidur futon. Matras berwarna biru, lalu di atasnya digelar shiki buton (kasur) untuk ditiduri, dan kake buton selimut tebal. Jika musim dingin dibawah selimut tebal diberi selimut tambahan dari wool. Voila! Ruang makan berubah jadi ruang tidur.

Sesudah makan, aku dan Kai pergi ke kolamair panas (onsen)  untuk berendam. Kai pertama kali masuk pemandian air panas.  Meskipun demikian aku tidak bisa berlama-lama berendam. Selain panas, kenyang…aku juga sudah ngantuk dan capek. Kai juga selalu berkata “kowai…kowai takut” terutama di kolam alam terbuka, meskipun dia bisa tahan dalam air panas. Soalnya sudah terbiasa juga masuk bak di rumah dengan air yang cukup panas… sekitar 43 derajat.  Takut nanti malah tenggelam di kolam karena ketiduran hihihi..

Kolam air panas yang disediakan hotel, biasanya dibagi dua, kolam untuk wanita dan pria, serta kolam alam terbuka. Jika hotel besar, biasanya ada dua kolam di alam terbuka, satu untuk wanita dan satu untuk pria. Karena Kai masih balita, dia bisa masuk ke kolam wanita bersama aku. Maksudnya kolam alam terbuka ini, ya seperti kolam renang di luar, tapi tentu saja air panas. Sambil masuk berendam di air panas, bisa melihat pemandangan di luar. Banyak hotel yang justru “menjual” kolam alam terbuka itu. Tidak malu masuk ke kolam alam terbuka, padahal kita tidak berbalut benang selembarpun? Hmmm mungkin sulit untuk orang Indonesia, tapi tidak ada yang malu mandi telanjang di luar begitu, karena tidak ada yang mau mengintip atau memperhatikan “badan” orang lain yang sedang mandi. Orang hanya menikmati air panas, merelakskan otot smabil menikmati pemandangan alam.

Di depan kolam khusus untuk wanita terdapat papan pemberitahuan bahwa mulai jam 10 malam tempat itu akan menjadi kolam bagi pria. Ya, hal ini memungkinkan orang untuk menikmati 4 jenis kolam yang ada. Dari cek in (jam 3) sampai jam 10 malam dipakai untuk wanita, sedangkan jam 10 malam sampai cek out (jam 10 pagi) dipakai untuk pria. Dan tidak ada kejadian orang “salah masuk” baik kecelakaan atau sengaja hehehe.

Tapi di hotel ini juga ada Ashi yu, atau kolam kecil khusus di bagian depan hotel, yang dibapaki untuk merendam kaki saja. Foto di atas, Riku dan Kai merendam kaki di kolam tersebut. Sebetulnya aku juga ingin, tapi akhirnya sampai pulang aku tidak sempat merendam kaki di situ. Padahal enaknya kalau merendam kaki sambil baca buku, dan minum kopi (atau sake hehehe). Nanti deh kalau Kai sudah gedean, aku bisa mendapatkan “my time” lebih banyak.

Kembali ke kamar, masuk futon, dan lelap sampai terbangun pukul 4 pagi, dan masuk ke bubble bath hot spring sendirian. At least I have my own time. Enak loh menguasai satu kolam untuk sendiri. Sayangnya aku lupa membawa kamera, jadi foto dengan HP yang hasilnya kurang bagus (foto di atas yg sebelah kiri). Sesudah kembali ke kamar sampai jam 8 pagi aku utak utik, ngedit foto-foto di laptop yang aku bawa. (Hotel ini tidak menyediakan internet hehehe. Jadi aku puasa “ngenet” satu hari)

Jam 8 pagi, sarapan yang disediakan di kamar lagi. Tentu saja sebelumnya tempat tidur futon yang kami pakai dibereskan oleh petugas hotel. Huh, bayangkan kalau aku masih tinggal di rumah tradisional Jepang, yang kamar tidurnya memakai futon, bukan bed sebagai tempat tidur, setiap malam dan pagi harus memasang dan membereskan futon untuk 4 orang. Bisa encok deh …hehehe

Sarapan paginya mewah sekali untuk ukuran aku. Ada yudofu (tahu rebus), salmon goreng, telur, magurokake (sashimi tuna dengan parutan ubi)macam-macam lauk yang biasa dimakan pagi hari.Kami makan pagi dengan santai…. mungkin pertama kali aku makan sesantai (dan sebanyak) pagi itu. Tapi berkat makan pagi yang “bener” ini, kita bisa tahan tidak makan sampai jam 4 sore.

Kami cek out jam 10 pagi, dan sempat bertemu dengan okami 女将 dan waka okami 若女将, boss (dan wakil) wanita hotel penginapan Jepang. Penginapan Jepang tradisional ryokan memang hampir semuanya (mungkin semuanya karena saya tidak pernah dengar ada boos ryokan pria) dikelola oleh boss wanita yang diberi nama okami.

Sayang kami terburu-buru langsung naik mobil dan pergi (begitulah kalau orang Jepang, dibilang cek out jam 10, semua berbondong-bondong cek out) sehingga tidak sempat berfoto dengan okami dan petugas hotel (yang cakep itu loh). Selesai deh peran saya sebagai Ratu sehari.

Well next destination is Mount Shirane!

Romantische Strasse dan Hot Spring

8 Sep

Tulisan ini merupakan sambungan dari posting: Berkorban.

Bagi Anda yang mengerti Jerman, pasti tahu bahwa Romantische Strasse atau jalan romantik ini merupakan tempat wisata yang harus dikunjungi di daerah bavarian. Ada beberapa spot/tempat yang menarik yang indah dikunjungi di segala musim. Nah, week end kemarin itu ternyata kami secara tidak langsung menyusuri jalan romantik menuju Kusatsu Hotel. Loh, kok bisa?

peta romantic strasse Jepang
peta romantische strasse Jepang

Ternyata Jepang dan Jerman telah menjalin kerja sama dan dianggap jalan di Kusatsu yang berkelok-kelok dan indah itu merupakan Romantische Strasse nya Jepang! Dengan beberapa perhentian yang lebih lagi menguatkan kerja sama itu  berupa museum atau taman atau jalan yang semuanya diberi nama Jerman.

tiang tanda kerjasama dan pohon persahabatan antara Jepang dan Jerman. Sayangnya pohon yang ditanam sudah kering!
tiang tanda kerjasama dan pohon persahabatan antara Jepang dan Jerman. Sayangnya pohon yang ditanam didekatnya sudah kering!

Bahkan kalau sekilas melihat pemandangan dan bangunan “Michi no Eki” Stasiun Jalan ini, memang serasa berada di Jerman. Apalagi suhu udara waktu itu benar mendukung. Sekitar 22 derajat Celsius. Karena kami toh tidak buru-buru harus sampai di hotel, setelah mampir di Yanba dam dan tempat “pembuatan” sake, kami mampir dulu di perhentian mobil-mobil ini sambil melepaskan lelah duduk di mobil.

Ternyata di situ terdapat museum kecil sebagai peringatan Dr. Erwin von Baelz (1849〜1913), seorang dokter asal Jerman yang dipekerjakan di kekaisaran Jepang pada jaman Meiji, dan tinggal di Kusatsu ini.

Dr Erwin von Baelz
Dr Erwin von Baelz

Setelah mampir di museum ini, kami kembali lagi ke mobil dan melanjutkan perjalanan. Hotel sebetulnya sudah dekat, dan kami sampai di gerbang hotel sekitar pukul 12:30. Waktu cek in semestinya jam 2. Tapi kami disambut seorang pemuda Jepang dengan “happi” (semacam kimono pendek terbuka) yang lumayan cakep (sayang ngga sempet motret hihihi). Kami diperbolehkan cek in karena kamar sudah siap, dan disambut dengan wanita-wanita berkimono di depan pintu masuk. Penyambutan gaya Jepang! (Cerita tentang hotel ini saya akan tulis di posting sesudah ini. )

Setelah menaruh barang, kami berjalan kaki ke YUBATAKE  湯畑, tempat wisata terkenal di Kusatsu ini. Kami makan siang soba dulu sebelum melanjutkan ke “Ladang Air Panas”. Ya, tempat ini mengeluarkan sumber air panas mengandung belerang. Dan sumber air panas itu diberi nama Yubatake, secara harafiah yu = air panas, batake dari hatake = ladang. Semakin dekat ke tempat itu…. semakin tercium bau …kentut hihihi. Belerang kan memang mempunyai bau yang khas.

Ngomong-ngomong soal kentut, kami selalu tertawa karena Kai selalu menyahut, “Kai” jika kami bertanya “Siapa kentut?” Karena kami tertawa, dia juga tertawa. Mungkin dia tidak tahu artinya kentut, karena kami bertanya “Siapa kentut” dalam bahasa Indonesia. Tapi sepertinya dia tahu (khusus kata yang jorok hihihi  pupu, pipi dan kentut ) , dan mau bercanda. Yang pasti kami selalu menggoda dia kalau tercium bau busuk. Dan dia selalu bilang,”KAI”.

Sepanjang jalan di kiri kanan terdapat toko-toko yang menjual telur “hot spring”  onsen tamago yaitu telur yang direbus dalam air panas alami itu (yang panasnya tidak mencapai 100 derajat/tidak mendidih…. mirip telur setengah – tiga perempat matang) . Selain toko manju (kue jepang), ikan bakar, ada juga banyak toko kesenian gelas. Wah, aku harus menahan keinginan untuk tidak masuk ke toko-toko crystal ini. Aku memang tidak tertarik dengan baju atau sepatu, tapi selalu senang melihat “sesuatu yang berkilat/bercahaya” seperti kristal swarovky atau…. diamond (haiyah…mahal amat). Dulu aku sering membelikan mama crystal swarovky pada event-event seperti ulang tahun atau natak, untuk melengkapi koleksinya. Tapi setelah mama bosan (dan  saya yang tidak punya duit berlebih lagi) koleksi crystal kami tidak bertambah. (Punya anak membuat hobi juga berubah euy!)

(Foto kanan adalah sumber air panas, dari situ dialirkan ke kolam di foto sebelah kiri)

Melihat kolam air panas  beruap yang begitu jernih membuat saya sadar…. ini semua keluar dari perut bumi. Di dalam perut bumi kan lebih panas lagi…hiiiii… Kolam air panas itu juga menjadi putih-putih berkarang akibat belerang yang dikandungnya.

Setelah melihat ladang air panas itu, kami menonton sebuah pertunjukan tari tradisional “Yumomi”, yaitu suatu usaha untuk menurunkan panasnya air yang baru keluar dari sumbernya. Karena manusia tidak bisa langsung masuk ke sumber air panas begitu saja, kecuali mau menjadi udang rebus! Dengan tarian yang disertai lagu ini, derajat kepanasan hot spring ini diturunkan sampai mencapai 48 derajat.

Biasanya manusia hanya tahan berendam di dalam air panas bersuhu 40-42 derajat. Tapi di level 48 derajat, jika orang-orang masuk bersama-sama, maka air panas itu juga akan turun derajatnya karena suhu tubuh manusia biasanya 36-37 derajat. Tapi masuk di air panas ini tidak boleh lebih dari 3 menit. (Aku sih ngga mau nyoba nyebur di 48 derajat…. ogah! Meskipun aku termasuk orang yang bisa tahan panas, tapi sepanas-panasnya 44-45 derajat saja)

Air di dalam kolam diturunkan panasnya dengan menggoyangkan papan seperti mengaduk air ke kiri dan ke kanan sambil bernyanyi. Yang menarik, ada kesempatan penonton untuk mencoba “menarikan” a.k.a mengaduk air panas itu. Jadi deh Riku dan saya memakai kesempatan itu untuk mencoba.

Sebagai tanda sudah mencoba, kami diberi semacam surat penghargaan, “sertifikat menjadi penari yumomi-chan” waahhh kalau aku memang sudah mommy sih hihihi. Selain surat penghargaan itu, kami juga mendapat handuk “tenugui”.

Setelah berfoto-foto di depan kolam air panas itu, kami berjalan pulang untuk kembali ke hotel. Karena pada jam 6 sore, hotel akan menyediakan makan malam di dalam kamar kami. Makan di kamar sendiri merupakan kemewahan bagi orang Jepang…. (bersambung)

mencuci tangan dengan air panas
mencuci tangan dengan air panas

Berkorban

7 Sep

Betapa sering kita dengar kata itu ya? Berkorban untuk orang yang disayang, untuk bangsa, negara dan tanah air, berkorban sebagai umat Tuhan untuk sesama dan lain-lain. Kalau sekarang saya masih pakai kata “mengalah” kepada Riku, tapi sebetulnya intinya sama juga kan? “Riku, kasih aja itu sama Kai. Kamu kan kakak, harus mengalah….” Sampai pada suatu waktu aku bilang, “Riku, mama juga waktu kecil begitu loh… bahkan mama harus mengalah untuk 3 adik loh… Riku masih mengalah untuk Kai saja….” Ah aku sebetulnya tidak mau pakai contoh itu tapi biarlah supaya dia lebih mengerti.

Postingan kali ini bukan mau menggurui, tapi ada hubungannya dengan judul di atas (ya kalau ngga matching buat apa pilih judul itu ya hihihi)

Selama kami ke Jakarta liburan musim panas lalu, Gen manyun tinggal di Tokyo. Makanya begitu kami pulang dari Jakarta, langsung pergi bermain ke pantai Kannonzaki. Tapi tidak menginap. Nah kebetulan mulai tanggal 19 September nanti, Gen bisa libur seminggu penuh. Begitu kami tahu jadwal ini, langsung berangan-angan… pergi ke HAWAII! Itu cita-citanya Gen. Kalau saya? Tentu tahu kan?….daripada ke Hawaii, mending ke Jakarta hahaha. Lagipula meskipun kami  bisa mendapatkan tiket murah (yang sudah pasti tidak mungkin) , Saya butuh VISA US…. karena saya bukan pemegang paspor Jepang (yang bisa melengang-kakung tanpa visa di hampir seluruh dunia). Saya masih harus mengurus VISA, dan sudah pasti…tidak cukup waktu (dan belum tentu dapat karena saya orang Indonesia hihihi).

Jadi hari Kamis lalu, saya mulai browsing di situs wisata domestik (dalam negeri Jepang) di jalan.net untuk mencari tempat pemandian air panas/penginapan ala Jepang. Ada beberapa calon tempat yang menurut saya lumayan, jadi saya bookmark saja.

Waktu makan malam, saya melaporkan penemuan saya itu. Eeeee, tiba-tiba Gen berkata, “Sebetulnya aku mau perginya hari Sabtu ini!”
“What?….. masih ada hotel/penginapan ngga? Lalu daerahnya mana?”
Kusatsu. Di sana ada sumber air panas yang terkenal. Dan banyak hotel kok”
Akhirnya setelah anak-anak tidur, kami berdua browsing mencari hotel yang masih kosong… voila! Kami bisa memesan satu kamar di sebuah hotel, yang bernama Kusatsu Hotel.  Memang praktik ya internet itu!

Jadi hari Sabtu, tgl 5 September jam 6 pagi kami sudah naik mobil dengan segala bawaan, dan Riku serta Kai yang “terbangun” dengan gembira. Padahal tadinya kami rencana berangkat jam 7 tuh, tapi karena Gen takut terjebak macet, jadi berangkat lebih cepat. Memang kemacetan tidak bisa diprediksi, karena sejak pemerintah Jepang mmeberlakukan biaya toll “pukul rata” 1000 yen ke mana saja di Jepang khusus week end, maka highway di mana-mana padat/macet.

Naik tol menuju Kusatsu di prefektur Gunma, ternyata jalannya lancar-lancar saja. Sebelum jam 10 pagi kami sudah sampai di desa Agatsuma. Mampir di toko konbini dulu untuk membeli minuman dan ke WC, lalu kami melanjutkan perjalanan. Yang lucu di tengah jalan kami menemukan sebuah TORII, gerbang masuk sebuah kuil yang menghadang. Untung saja kami pakai car-navigation sehingga tidak menyeruduk masuk ke kuil dengan mobil kami.

bisa gitu di tengah jalan ada pintu gerbang masuk ke kuil....
bisa gitu di tengah jalan ada pintu gerbang masuk ke kuil....

Nah begitu belok, dan menyusuri jalan yang berkelok-kelok, kami menemukan pembangunan jembatan yang sedang berlangsung. Gile bener, setinggi itu, ada tiga tiang yang akan disambung menjadi jalan di atas. Lalu tiba-tiba Gen berseru…”Oh ini dia yang namanya Yanba Dam“. Dan kebetulan terlihat ada sebuah bangunan seperti tempat istirahat dengan lapangan parkir yang luas di sebelah kanan. Jadi kami masuk ke situ. Ternyata bangunan itu adalah semacam hall untuk menyediakan informasi mengenai Yanba Dam yang sedang dibangun itu.

pembangunan 3 tiang penyangga jalan untuk dam
pembangunan 3 tiang penyangga jalan untuk dam

Kenapa Dam itu dibangun, lalu seberapa luas dam tsb, semua disajikan dengan informatif berupa video, maket, dan yang menarik ada semacam kotak loker yang berisi keterangan yang mudah dimengerti anak-anak. Dengan penuh rasa ingin tahu, aku, Gen dan Riku membuka semua lemari yang ada.

buka pintu loker dan dapatkan info di situ
buka pintu loker dan dapatkan info di situ

Di situ diberi informasi misalnya satu orang satu harinya rata-rata menggunakan 500 liter air, atau 250 botol air mineral yang ukuran 2 liter. Satu kali flush (mengalirkan air) di WC menghabiskan 20 liter. Berendam di bak mandi ala orang Jepang 200 liter. Kalau shower selama 10 menit menghabiskan air 120 liter. Sehari segitu banyak air yang kita pakai.

Nah, padahal waktu terjadi hujan lebat dan badai, air juga yang membuat bencana banjir dan tanah longsor. Nah supaya tidak terjadi banjir (di daerah bawah tentunya. Baca :  Tokyo) diperlukan adanya dam yang bisa mengatur jalannya air. Dam itu akan setinggi kira-kira 1/3 Tokyo Tower (333 meter).

Puas main-main sambil belajar itu, kami keluar ke lapangan parkir. Di sebelah kanan lapangan parkir itu ada semacam tenda yang menjual sayur-sayuran yang dihasilkan warga sekitar daerah tersebut. Jadi deh mama Imelda, dengan muka berseri belanja sayuran!

Dan baru pertama kali aku lihat bentuknya Jalapeno, cabenya meksiko yang pedes banget itu. Rupanya seperti paprika tapi kurusan. Selain itu di situ juga menjual jagung. Lima buah jagung seharga 500 yen… tidak bisa beli dengan harga segitu di Tokyo. Tapi yang membuatnya istimewa yaitu… bisa dimakan mentah, dan MANIS sekali…. Sama sekali tidak menyangka bahwa itu mentah. Hmmm seperti jagung manis rebus!

Tomat dan ketimun yang didinginkan dengan air sungai. Air itu juga bisa langsung diminum.
Tomat dan ketimun yang didinginkan dengan air sungai. Air itu juga bisa langsung diminum.

Wah pokoknya hasil ladang di daerah situ manis dan segar…. tentu saja karena air sungainya juga bersih dan bisa diminum langsung. Di situ juga dijual ketimun dan tomat yang didinginkan dengan air sungai situ. Dingin! Dan kami sempat mencoba minum air itu. Segar sekali!

Hasil panen yang begitu berlimpah…. alam dengan pemandangan yang indah. Juga tempat kami berdiri di hall informasi ini semua, nantinya akan terbenam air, menjadi dasar Yanba Dam yang sedang dibangun ini.

kupu-kupu ini juga akan kehilangan tempat tinggal!
kupu-kupu ini juga akan kehilangan tempat tinggal!

Bayangkan orang-orang yang mempunyai rumah dan kampung halaman di sini. Memang mereka akan mendapat ganti rugi, tapi kenangan? Mereka hanya bisa menatap air dan mengatakan di sinilah DULU kampung halaman kami. Mereka sudah berkorban untuk kepentingan kota yang lebih besar, Tokyo dan sekitarnya. Egois rasanya ya? tapi…. memang harus berkorban? Entahlah…aku tak bisa menjawabnya.

tempat saya berdiri sekarang juga akan menjadi dasar Yanba Dam (setinggi 586 m)
tempat saya berdiri sekarang juga akan menjadi dasar Yanba Dam (dam itu akan berada di ketinggian 586 m dari permukaan laut)

Pembangunan ini masih berlangsung, dan dengan perubahan pemerintahan akibat pemilu yang lalu, akan berdampak juga pada pembangunan dam ini. Partai yang memenangkan pemilu tidak menyetujui pembangunan dam ini. Akan terhentikah? Kita lihat saja nanti.

NB: Tulisan ini merupakan awal perjalanan weekend kami…tunggu lanjutannya ya….