Gurume

21 Jan

Gurume adalah pengucapan bahasa Jepang untuk bahasa Perancis ‘Gourmet‘, atau yang mungkin lebih akrab di telinga teman-teman Indonesia adalah wisata kuliner. Namun di Jepang Gurume lebih ke menikmati masakan dengan bahan segar terpilih yang didukung oleh keindahan penyajian hidangan dan suasana sekitarnya. Nah biasanya restoran yang menjadi tujuan Gurume seperti itu tentu mahal. Ada rupa ada harga! Restoran yang seperti ini di Jepang disebut sebagai Gurume Kelas A. Sedangkan untuk restoran dengan masakan yang terjangkau oleh masyarakat biasa (baca: murah) tapi enak disebut dengan Gurume Kelas B.

Untuk pembagian apakah suatu restoran itu Gurume A atau B memang sulit, tapi biasanya kalau di Jepang rata-rata makan siang 1000-1500 masuk ke Gurume B, yang lebih mahal dari itu ya Gurume A. Perlu diketahui bahwa biasanya harga Lunch dan Dinner di restoran di  Jepang (kecuali family restaurant dan chain restaurant) berbeda. Jika budget lunch minimum 1000 yen (100.000), maka untuk dinner biasanya 4000 yen. Kecuali jika Anda peminum minuman keras pasti budgetnya akan lebih mahal. Harga minuman memang mahal, tapi biasanya setiap tamu mendapat air minum (bukan air mineral – di Jepang biasanya tidak tercantum air mineral dalam daftar minuman). Tidak seperti di Indonesia yang untuk minumpun harus membeli air mineral.

Set Lidah Bakar

Waktu pergi ke Sendaipun kami berwisata kuliner ke restoran yang memang khas Sendai. Dan yang terkenal di Sendai adalah Lidah Sapi Date (date no gyutan). Satu set lidah bakar lengkap dengan nasi dan sup nya sekitar 1900 yen. Dan memang namanya juga lidah, untuk yang bermasalah dengan gigi, lebih baik memesan Semur Lidahnya daripada Lidah Bakar. Selain masakan dari Lidah Sapi, restoran ini juga menyediakan sake dari daerah Tohoku. Yang aku heran waktu pergi ke restoran ini, Kai yang biasanya malas makan, makan dengan lahapnya. Akupun menikmati dinner di malam pertama kami di Sendai.

Untuk lunch pada hari kedua, kami pergi ke sebuah restoran sushi di Ishinomaki. Kami memang sengaja makan (dan mengeluarkan uang untuk membeli bermacam oleh-oleh) dengan maksud membantu perekonomian lokal. Apalagi Ishinomaki terkenal dengan hasil lautnya. (Tapi aku merasa sushi di sini mahal!) Kami memesan set sushi yang dipilihkan oleh itamae (chef/pembuat sushi), kecuali untuk Kai kami memesan Ikura Gunkan (jenis sushi dengan telur ikan ikura di atasnya) kesukaan Kai.

Sushi di Ishinomaki

Setelah dari restoran sushi, kami membeli oleh-oleh dan souvenir di pusat penjualan di stasiun Ishinomaki. Di sini kami menemukan es krim rasa bir, rasa sake, rasa beras dan yang kami beli untuk coba adalah es krim rasa Lidah bakar! hehehe…rasanya aneh! Di tempat yang lain kami juga melihat es krim shijimi (kerang kecil), tapi malas ah untuk mencoba.

es krim Lidah Bakar dan es krim kerang

Malam hari kedua kami diajak makan ke sebuah nomiya (tempat minum-minum khas Jepang) yang makanannya juga enak. Di sini kami disuguhi berbagai jenis sashimi dan udang (tentu saja mentah semua), tempura 3 jenis ikan, dan penutup 2 buah sushi. Makanan ini saja sebetulnya tidak mengenyangkan, tapi kami minum sake khas Tohoku 4 jenis yang berbeda. Nomikurabe (membandingkan yang mana yang enak), dan menurutku sake bernama Miya no Kanbai yang terenak (dan semua Miyashita Family menyetujuinya hehehe). Kadang-kadang aku terpikir untuk menjadi Sommelière (pencicip anggur) tapi khusus sake Jepang. Karena sake Jepang terbuat dari beras, rasanya perut juga tercukupi.

Nomiya bernama Isshin

Wisata kuliner kami yang terakhir tidak dilaksanakan di restoran tapi di dalam Shinkansen. Aku dan Riku membeli bento (bekal makanan) berupa Lidah Bakar di stasiun Sendai, sedangkan Gen membeli nasi dengan lauk ikan, dan Kai Hayabusa Bento. Hayabusa adalah nama kereta shinkansen terbaru berwarna hijau. Dalamnya nasi dengan berbagai lauk yang disukai anak-anak. Rata-rata bento-bento ini harganya 1000-1200 yen.

Hayabusa bento, bekal berbentuk shinkansen hanabusa

Nah, biasanya bento dalam keadaan dingin, tidak panas. Dan itu sudah diketahui orang Jepang, bahwa bento itu dingin. Tapi yang menariknya, bento yang aku beli memakai alat pemanas khusus. Sebelum makan kami harus menarik tali yang ada, sehingga tiba-tiba bagian bawah bento itu memanas. Bagaikan tercurah air panas 80 derajat. Setelah 5-6 menit, baru dibuka, dan…. voila… makanan kami hangat! Sistemnya seperti kairo pemanas buatan. Untuk mengetahui cara kerja pemanas itu aku sampai membawa pulang bagian dasar dari bekal makanan kami.

Pemanas untuk bento yang aku beli. Lumayan panas sekali waktu ditarik benangnya

Ah, memang makan makanan yang hangat jauh lebih enak dari makanan dingin. Teman-teman biasanya memilih makan yang mana? Masakan panas, hangat atau dingin? Orang Indonesia di Jepang dikenal sebagai nekojita (lidah kucing) tidak bisa makan yang panas-panas :D. Dulu aku memang nekojita, tapi sekarang sudah menjadi orang Jepang 😀

Demikianlah laporan gurume di Sendai dan Tohoku.

 

Kami dan Diksi

18 Jan

Diksi adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dl penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (spt yg diharapkan) KBBI Daring

Tidak pernah terlintas di pikiranku untuk menikah orang Jepang. Apalagi dia itu kembar! Dan yang lucunya kami bertiga berulang tahun di hari yang sama, 14 Januari. Imelda-Gen-Taku. Tapi sudah sejak 8 tahun lalu, aku dan Gen tidak bisa merayakan ulang tahun bersama. Gara-garanya tanggal itu biasanya berbenturan dengan pelaksanaan ujian masuk universitas Jepang, yang dinamakan Senta Shiken センター試験. Percuma ulang tahun sama tapi tidak bisa rayakan bersama hehehe. Apalagi merayakan bertiga dengan Taku, yang tinggal di Sendai. Sulit deh.

Sebetulnya aku mau menuliskan posting ini dan dipublish tepat tanggal 14 Januari. Apa daya, aku sedang malas menulis karena aku lebih punya kewajiban lain yaitu mengatur rumah yang kamarnya sedang dibongkar. Kamar studioku kuberikan pada Riku untuk dia belajar, jadi membeli satu set meja belajar untuk dia, dan… harus memindahkan dan membuang barang-barangku yang tadinya ada di kamar itu. Benar-benar kerjaan tuh.

Ceritaku ini berpusat mengenai adik iparku, Taku. Aku sudah cerita kan bahwa kami mengadakan perjalanan spiritual ke Sendai/Tohoku tanggal 7-8-9 Januari lalu. Salah satu tujuan kami adalah juga menghibur Taku. Waktu tahun baru dia tidak bisa pulang ke rumah orang tuanya di Yokohama, karena harus bekerja. Juga tidak bisa melewatkan tahun baru bersama istri dan anaknya yang sedang mengungsi ke Miyazaki, selatan Jepang. Memangnya kerja apa sih sampai Tahun Baru juga bekerja?

Taku bekerja sebagai wartawan di surat kabar daerah Tohoku bernama Kahoku Shimpo. Entah apa yang menyebabkan dia memilih kerja di koran daerah, yang menyebabkan dia tentu harus tinggal terus di daerah Tohoku, dipindahtugaskan juga masih dalam lingkungan Tohoku (dan dia pernah ditugaskan di Ishinomaki, daerah yang waktu gempa kemarin terkena musibah tsunami parah.) Tapi dia sudah bekerja di sana sejak lulus universitas, jadi sudah hampir 20 tahun ya.

 

Gougai (lembaran ekstra) yang dibagikan di depan Stasiun Sendai

Bisa bayangkan pekerjaan sebagai wartawan seperti apa? Tentu meliput berita ke mana-mana. Dari berita bagus sampai berita jelek. Nah waktu gempa Tohoku terjadi,wartawan-wartawan ini tentu harus turun ke jalan juga. Tapi bagian pekerjaan adik iparku ini adalah menyusun mengedit judul berita. Dalam keadaan gelap tanpa listrik dan pemanas (bulan Maret masih dingin), harian Kahoku Shimpo ini tetap terbit! Karena masyarakat terutama pelanggan tentu ingin tahu kabar berita mengenai musibah yang baru saja dilewati. Informasi itu amat dibutuhkan.  Tepatnya 7  jam setelah gempa terjadi, di depan stasiun Sendai dibagikan Gougai 号外 koran extra yang biasanya diterbitkan jika ada berita khusus darurat. Itupun rupanya dengan kerja keras sekali, karena data komputer rusak. Untung percetakan masih bisa dipakai untuk mencetak surat kabar. Dan bayangkan kehidupan warga yang sama sekali tak punya akses informasi lewat TV atau radio karena tak ada listrik? Tentu saja mereka senang menerima informasi tertulis meskipun judulnya, “Miyagi Gempa Skala 7 (Ukuran Jepang)”, karena warga haus berita.

Riku dan om nya di depan poster cover buku

Cerita tentang Surat kabar daerah Kahoku Shimpou waktu musibah Gempa dan tsunami itu bisa dibaca dalam buku, “Kahoku Shimpou no ichiban nagai hi 河北新報のいちばん長い日- それでも新聞をつくり続けた” Hari Terpanjang bagi Kahoku Shimpou - namun terus membuat surat kabar. Tapi tentu saja dalam bahasa Jepang, sehingga teman-teman yang tidak bisa bahasa Jepang tidak akan bisa mengerti. Nah yang ingin aku sampaikan adalah pemilihan kata yang tepat dalam kondisi seperti dalam musibah dasyat seperti Gempa Tohoku itu. Ada satu cerita dalam buku itu yang mengetengahkan adik iparku. Karena dia yang bertugas mengedit judul, dia sempat berperang batin. Semua tentu tahu berita itu harus disampaikan sebenar-benarnya dan sejelas-jelasnya. Ada Judul tulisan masuk  seperti ini: “MATI (死者): Puluhan ribu! ” Apakah bisa dipakai kata mati di sini?

ma·ti v 1 sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi: anak yg tertabrak mobil itu — seketika itu juga; pohon jeruk itu sudah — , akarnya pun sudah busuk; 2 tidak bernyawa; tidak pernah hidup:batu ialah benda –; 3 tidak berair (tt mata air, sumur, dsb); 4 tidak berasa lagi (tt kulit dsb); 5padam (tt lampu, api, dsb); 6 tidak terus; buntu (tt jalan, pikiran, dsb): krn pikirannya sudah — , ia tidak dapat berbuat apa-apa; 7 tidak dapat berubah lagi; tetap (tt harga, simpul, dsb); 8sudah tidak dipergunakan lagi (tt bahasa dsb); 9 ki tidak ada gerak atau kegiatan, spt bubar (tt perkumpulan dsb): kalau tidak diurus, koperasi itu akan –; 10 diam atau berhenti (tt angin dsb): perahu layar itu terombang-ambing di tengah laut krn angin –; 11 tidak ramai (tt pasar, perdagangan, dsb): setelah ada pasar swalayan, pasar ini –; 12 tidak bergerak (tt mesin, arloji, dsb): saya terlambat krn jam saya ternyata –; KBBI Daring

Dari segi fakta memang kondisi ya begitu, mati titik. TAPI jika warga membaca bisa tidak bayangkan perasaan mereka? Dalam bahasa Indonesia mungkin dipakai kata tewas (死亡), tapi tepat kondisi mati itu tetap tergambarkan.

te·was /téwas/ v 1 mati (dl perang, bencana, dsb): enam gerilyawan dan puluhan tentara — dl pertempuran itu; 2 cak kalah: tim sepak bola itu — pd babak semifinal3 kl cela; salah (luput); kekurangan (sesuatu yg kurang baik): apa — nya maka duli dipertuan tiada boleh mengurus ke benua Siam itu; ia masih merasa — dl ilmu keprajuritan; KBBI Daring

Wafat 逝去? Tentu saja tidak bisa pakai ratusan ribu orang wafat.

wa·fat v meninggal dunia (biasanya untuk raja, orang-orang besar ternama): putra mahkota dinobatkan sebelum raja —

Dan oleh adik iparku kata mati diganti dengan korban (犠牲), meskipun kata mati itu pun memang benar. Tapi jika kita berdiri sebagai korban musibah dan mengetahui kemungkinan saudara-saudara kita ada yang menjadi korban, tentu akan sedih jika media memakai kata yang kasar, yang tidak memakai perasaan. Selain kata-kata tentu saja pemakaian foto-foto sangat diperhatikan. Seperti aku pernah tulis di “Pengaruh Media” Jepang memang tidak akan pernah memperlihatkan/menayangkan  foto jenazah pada media cetak/visual, karena tertulis juga dalam UU penyiarannnya. Adik iparku sendiri masih ragu sampai sekarang, apakah memang pemilihan kata yang berpihak pada warga itu sebetulnya benar atau tidak. Dari sisi kemanusiaan memang benar, tapi dari sisi jurnalisme?

Tanggal 9 Januari lalu, sebelum kami pulang kembali ke Tokyo, Riku dan Gen sempat pergi ke kantor Kahoku Shimpou, yang kebetulan bersebelahan dengan hotel Sendai Kokusai yang kami inapi. Riku senang sekali bisa masuk ke kantor penerbitan surat kabar, dan bisa melihat bagaimana omnya bekerja. Aku sebetulnya ingin sekali ikut (jiwa jurnalis ku juga tergoda loh) tapi….. kami tidak bisa mengajak Kai yang masih terlalu kecil masuk ke kantor itu. Bakal ramai deh. Jadi aku tinggal di hotel bersama Kai dan tentunya bapak-ibu mertuaku. Aku hanya bisa melihat foto-foto yang diambil Gen.

Waktu Riku berkunjung ke Kahoku Shinpou. Ayo, yang mana yang Gen, suamiku? 😀

Sebagai koran daerah, memang harus menyatu dengan warga sekitar. Bukan hanya soal oplah. Dan aku percaya dengan semangat kemanusiaan yang digambarkan dalam buku “Hari Terpanjang bagi Kahoku Shimpou” (bukan hanya oleh adik iparku, tapi oleh begitu banyak wartawan koran daerah itu), warga dapat merasakan memiliki wadah informasi, media yang mutlak ada. Kala listrik, batere, komputer (ebook) tidak bisa dipakai dalam musibah, kertas koran bertuliskan informasi itu menunjang kehidupan mereka. Dan buku yang meraih penghargaan dari asosiasi surat kabar ini menurut rencana akan didramakan bulan Maret/April nanti. Silakan menonton, di televisi Jepang tentunya. (Kami tadinya berharap adik iparku bisa ikut muncul hehehe ). Meski terlambat 4 hari, aku mau mengucapkan selamat ulang tahun untuk Taku (+suamiku deh hehehe). Semoga bisa tetap terus berkarya meskipun banyak rintangan dan kesulitan yang dihadapi, sambil menyembuhkan trauma yang mungkin timbul akibat gempa lalu.

 

 

Berita kepada Kawan

12 Jan

Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan…..

Sepertinya memang lagu Ebiet G. Ade ini menjadi lagu wajib putar di media Indonesia setiap terjadi bencana ya? Tapi waktu penayangan berita mengenai gempa Tohoku di Jepang tanggal 11 Maret lalu, sama sekali tidak ada lagu, atau bahkan tidak ada iklan. Hanya ada iklan layanan masyarakat untuk menjalin kekeluargaan dalam keadaan musibah ini.

Setelah cek in ke hotel tempat kami menginap untuk 2 malam, mobil yang kami sewa di Stasiun Sendai kemudian menuju ke arah daerah Natorishi, tetangga kota Sendai  yang paling parah terkena tsunami. Setelah melewati daerah pemukiman, kami mulai mendekati jalan besar. Ya ampun! Rupanya ini jalan besar yang kulihat di televisi yang kena terjang tsunami. Seluruh daerah rata dengan tanah 🙁 Ada beberapa rumah yang masih berdiri, tapi rusak bagian lantai satunya sehingga hanya ada lantai duanya. Atau sebagian besar dinding dan kaca jendela rusak. Benar-benar membuat kami diam melihatnya. Padahal daerah ini penuh dengan perumahan….tadinya.

@Natori-shi. Tadinya.... perumahan. Rata oleh tsunami

Kami kemudian berhenti di sebuah bukit yang menjulang kira-kira 4-5 meter. Di situ ada satu pohon besar dan tangga untuk menaikinya. Rupanya tempat ini dibuat sebagai tempat memuja leluhur dengan adanya satu batu tulis besar di situ. Kami pun menaiki bukit itu dan bisa melihat keseluruhan daerah pantai. Ada bulan belum penuh yang samar di kejauhan dan warna langit berwarna pink biru muda. Indah pemandangan itu jika kami tak mengetahui bahwa tadinya di situ penuh dengan perumahan.

Bukit di daerah Natori shi. Tempat ini yang paling tinggi dibanding sekelilingnya. Masih ada beberapa kapal yang terdampar di daerah perumahan.

Menurut seorang bapak yang ada di situ, kira-kira 800 orang penduduk sekitar terbawa tsunami dan menjadi korban. Sekitar 50 orang sempat menaiki bukit ini, tapi tsunami melebihi ketinggian bukit sehingga mereka pun terhanyut 🙁 Tak ada tempat untuk lari. Jika aku berada di situ pasti aku juga hanya bisa pasrah. Tidak ada tempat yang lebih tinggi dari bukit itu.

Setelah mengatupkan tangan dan berdoa untuk kedamaian jiwa-jiwa yang menjadi korban di depan bohyou 墓標, sebuah papan pengganti nisan, kami meninggalkan bukit itu. Setelah itu kami pergi ke kota sebelahnya, yaitu Watari-cho. Tujuannya untuk besuk seorang pendeta Buddha, bekas induk semang ibu mertuaku. Ibu mertuaku melewati masa SD nya di sebuah tera, kuil Buddha yang bernama Shomyouji. Karena tidak mau berlama-lama basa basi, memang sengaja mendadak dan serombongan sehingga kami bisa kembali ke hotel untuk beristirahat. Aku tak menyangka kuil ini besar dan bagus! Ada satu foto di sini yang aku suka sekali…..

Posisi Buddha sedang tidur ini menggambarkan keadaan sebelum masuk nirvana. Puncak kedamaian.

Hari kedua Minggu tgl 8 Januari, pukul 9 pagi kami pergi ke kota Ishinomaki yang terletak satu jam dari Sendai melewati jalan tol. Karena Ishinomaki adalah kota korban tsunami maka jalan tol menuju dan dari Ishinomaki digratiskan oleh pemerintah. Kami sempat mampir ke WC di parking area dalam rute itu dan anak-anak sempat bermain salju dari tumpukan kecil yang ada, sementara hujan salju turun reda silih berganti. Well, daerah Tohoku ini memang dingin. Siang hari saja 0 derajat!

Mengapa kami pergi ke kota Ishinomaki? Karena dulu sekitar 4-5 tahun yang lalu adiknya Gen pernah bertugas di sana, tinggal di cabang kantornya yang di Ishinomaki selama kira-kira 3 tahunan. Gen sudah pernah mengunjungi mereka (adik dan ipar kami) tapi aku belum sempat. Sebuah tempat yang indah di pinggir pantai dengan hasil laut yang enak-enak. Terus terang waktu gempa dan tsunami melanda kota Ishinomaki, kami merasa lega bahwa adiknya Gen sudah tidak bekerja di situ. Kalau masih di sana …. tentu sudah menjadi korban juga.

pemandangan yang indah... dari sini, tapi maju berapa langkah lagi.....

Kami memasuki kota Ishinomaki dan menuju ke bukit yang bernama Hiyoriyama 日和山 memang berupa bukit tinggi. Begitu aku sampai di tempat itu aku langsung terpesona dengan keindahannya. Bayangkan di kejauhan kita bisa melihat laut di antara dua tiang torii (gerbang Jinja). TAPI, begitu aku berdiri di pinggir pagar bukit dan memandang ke bawah, aku tak bisa menahan air mata. Semua rumah di bawah bukit itu hancur, rata dengan tanah! Memang ada beberapa rumah yang masih berdiri, tapi….kosong, karena tidak bisa ditinggali lagi. Di kejauhan ada tumpukan mobil-mobil sampai 3-4 tingkat yang terkumpul dari hempasan tsunami. Di bagian lain terlihat tumpukan sampah reruntuhan rumah 🙁 Sedih sekali melihatnya. Aku ingat aku melihat video waktu mereka melarikan diri ke bukit ini, dan dari atas bukit ini mereka melihat teman-teman dan saudara-saudaranya terbawa tsunami. Rupanya di sini tempatnya. Dan memang tempat ini tinggi sekali sehingga bagi orang tua yang mau melarikan diri ke sini agak sulit untuk mencapainya, kalah dengan kecepatan air.

Memandang kota dibawahnya yang rata dengan tanah. Dikejauhan mobil bertumpuk.

Dari Hiyoriyama, kami sempat mampir ke rumah teman bapak mertua yang tinggal di dalam kota Ishinomaki. Waktu tsunami melanda, karena rumah mereka jauh dari pantai, lantai satu rumahnya saja yang tergenang air, sehingga mereka hidup di lantai dua untuk beberapa waktu.

Gen sempat memotret kami, Ibu mertua, aku, Riku (yah hadap belakang), Kai, Taku (adik Gen) dan bapak mertua

Setelah makan siang di dalam kota, kami menuju ke daerah sungai Kitakamigawa sekitar 20 menit dari dalam kota. Pikir orang toh bukan daerah pantai jadi mustinya tidak banyak korban di daerah ini. Tapi salah besar saudara-saudara! Tsunami itu bukan hanya di daerah pantai tapi sampai ke daerah pinggiran sungai, karena sungai itu meluap bukan? Perumahan di sebelah sungai Kitakamigawa juga rata dengan tanah! Satu daerah habis. Yang tertinggal adalah sebuah kuil Shinto, Tsuriishi Jinja.  Memang kuil Shinto selalu berada di daerah tinggi, jadi paling aman dijadikan tempat pelarian. Tapi mengapa masih banyak korban di daerah ini? Karena mereka tidak menyangka bahwa air akan meluap sampai bermeter-meter (sekitar 4 meter). Pengalaman mereka dulu waktu tsunami, paling-paling 1 meter saja.

 

Tsuriishi Jinja, Batu yang menggantung tidak goyah karena gempa dan tsunami

Tsuriishi Jinja ini ditandai dengan sebuah batu besar yang menggantung di atas bukit. Meskipun dilanda gempa dan tsunami, batu itu tetap “bertengger” di sana. Sehingga banyak anak-anak yang ingin masuk sekolah lebih tinggi berdoa di sini supaya tercapai keinginannnya dan bisa tetap tegar berdiri di atas bukit laksana batu itu. Karena Kai tidur, aku menemani Kai dalam mobil dan tidak ikut turun di kuil ini. Untung saja, waktu aku melihat batu itu dari bawah, terlihat tangga yang panjang ke atas…waduh! Langsung Riku membeli omamori (semacam jimat) supaya bisa rajin belajar.

SD Ookawa yang membuat kami tercekat. Mainan balok plastik di tanah. Rest in Peace

Dari Tsuriishi Jinja ini, kami menuju ke Ookawa Shogakko SD Ookawa yang berada di sisi sungai seberang Tsuriishi Jinja. Di sini merupakan puncak kesedihan aku kami sekeluarga. Airmata tak tertahankan. Bayangkan jika anakmu sedang belajar di sekolah, dan waktu anak-anak sedang berada di sekolah itu, tsunami menerjang dan tidak menyisakan satupun murid hidup? Habis semua. Satu gedung sekolah rusak oleh tsunami. Konon ada beberapa murid yang bisa bertahan hidup karena lari ke atas hutan di belakang sekolah mereka. Tapi kalau melihat kontur bukit menuju hutan itu, sulit! Benar-benar sulit untuk bisa lari dari tempat ini. Tak ada tempat berlari, kecuali pasrah. Airmataku tak bisa berhenti melihat kondisi sekolah, melihat kelas yang kosong, melihat potongan blok plastik mainan, melihat satu kota di daerah sungai Kitakami yang rata dengan tanah. Betapa manusia amat kecil, tak mampu berbuat apa-apa menghadapi alam. Aku perlu menangkupkan tangan sampai dua kali untuk mendoakan arwah murid-murid SD yang menjadi korban. Tuhan terimalah mereka dalam pangkuanMu. Amin.

Mendoakan arwah teman-teman sebayanya...Kanan adalah bukit di belakang SD yang cukup terjal.

Dari sungai Kitakami kami menyusuri perbukitan menuju desa tetangga, yang juga hancur oleh tsunami. Lucunya di sini kami tidak melihat sungai sama sekali. Bukan di sebelah sungai tapi di sebelah teluk. Kami bahkan masih bisa melihat ada bus yang “bertengger” di atas lantai 2 sebuah gedung.  Belum lagi ada mesin boat yang tertinggal di sela-sela daun pohon 2 meter dari tanah.

Bus yang terangkat sampai ke lantai dua gedung

Perjalanan deMiyashita kali ini memang bukan perjalanan yang menyenangkan. Tapi perjalanan untuk mendoakan dan melihat, mengingatkan diri bahwa manusia tidak berdaya. Manusia boleh berusaha tapi Sang Maha yang menentukan.

 

 

Shinkansen Pertama

11 Jan

Awal tahun, tanggal 7-9 Januari 2012, Miyashita Family mengadakan wisata bersama ke Sendai. Sebetulnya mau dikatakan wisata juga ngga sih. Karena sebetulnya tujuan kami ke Sendai, selain untuk menjenguk adiknya Gen, juga ingin memperlihatkan pada Riku kondisi daerah tohoku pasca gempa. Wisata keluarga, wisata kekeluargaan atau wisata batin lebih tepatnya.

Berawal pada percakapanku dengan Gen pada Natal yang lalu, betapa kami ingin pergi berlibur. Untuk ke Indonesia tidak mungkin karena mahal sekali. Inginnya sih pergi ke Onsen (Hot Spring) tapi juga ingin bertemu adiknya Gen di Sendai, sambil mengunjungi juga daerah yang dilanda tsunami waktu Gempa Tohoku lalu. Di sana ada Matsushima, tempat yang pemandangannya termasuk dalam 3 besar di Jepang. Tapi…. kalau hot spring begitu biasanya mahal. Untuk biaya transport naik shinkansen (kereta cepat – bullet train) saja butuh 30.000 yen per orang. Dan di penginapan ala Jepang satu malam biasanya 15.000 sampai 30.000 per orang tergantung tempatnya. Oh ya sebagai informasi di sini biasanya biaya hotel/penginapan dihitung per kepala, bukan per kamar. Jadi tidak bisa kita minta satu kamar untuk diisi 4 orang misalnya dengan harga satu kamar seperti di Indonesia/negara lain selain Jepang. Memang untuk Riku dan Kai akan dihitung beda dengan harga anak-anak. Sehingga untuk shinkansen dan hotel satu orang minimum butuh 50.000 yen (kali 4 orang…oh no…. mahal!). Naik mobil memang murah tapi untuk menyetir di daerah bersalju….. kami penduduk Tokyo tidak biasa, dan ban mobilnya tidak memadai. Harus beli ban berantai khusus jalanan salju. Belum lagi menghabiskan waktu minimum 6 jam perjalanan. Sayang waktunya.

Akhirnya aku sibuk mencari tempat-tempat dan hotel di daerah hotspring lewatsitus jalan.net. Ya namanya memang “Jalan” lanjutan dari majalah travel yang berjudul Jalan (jaran じゃらん) terbitan penerbit recruit. Perusahaan Recruit memang mengaku bahwa dia mengambil dari bahasa Indonesia, untuk menamakan majalah travelnya. Aku suka perhatikan perusahaan ini sering pakai bahasa asing untuk produknya. Karena ada majalah ini juga, maka mahasiswaku cepat menghafal kata “jalan”. Tapi aku tidak menemukan penginapan yang cocok untuk tanggal 7-8-9 Januari. Setelah tanggal itu Gen akan sibuk terus dengan sipenmaru (UMPTN)nya Jepang dan akhir semester dilanjut awal tahun ajaran baru dsb dsb, sampai sekitar bulan Mei. Tidak ada lagi waktu yang tepat selain tanggal 7-8-9 Januari itu. Hmmm…

Jika daerah hot spring tidak bisa, ya apa boleh buat, kita fokus di kota Sendai saja. Itu kesimpulan kami sambil mencari hotel kosong di kota Sendai. Ternyata banyak yang kosong! Dan senangnya waktu membuka situs travel agent Kinki Nihon Tourist, karena mereka menyediakan paket untuk shinkansen+hotel khusus online buying. Bayangkan kami bisa menginap dua malam +naik shinkansn dengan separuh harga semestinya. Lalu Gen hubungi orang tuanya, menanyakan apakah mereka juga bisa ikut berwisata ke Sendai bersama kami. Dan ternyata mereka juga OK untuk ikut. Senangnya bisa berwisata bersama, dan aku langsung memesan paket untuk 6 orang, setting jam berangkat dan pulang shinkansen sekalian.

Yang bodohnya, pada hari Sabtu itu aku salah lihat jam berangkat shinkansennya. Kupikir jam 12:43 padahal itu adalah jam untuk pulang tanggal 9 nya. Seharusnya kami berangkat jam 11:20. Dan saat itu kami masih dalam kereta menuju Stasiun Tokyo. Duhhhh benar-benar bodoh deh aku! Salah juga sih aku tidak pakai lihat-lihat lagi. Mungkin karena aku kecapekan jadi careless. Terpaksa deh kami membeli karcis shinkansen baru dengan tempat duduk bebas (jiyuseki 自由席)yang berangkat jam 12:08. Karena yang kubeli tidak bisa ditukar (fix tiket dari biro wisatanya).  Padahal sudah senang bisa berangkat sama-sama dengan bapak ibunya Gen satu gerbong, eh ngga jadi deh.

Ekiben yang kami beli dalam shinkansen

Untung saja sedikit orang yang antri di tempat duduk bebas, sehingga kami bisa mendapat tempat duduk. Kalau seandainya kejadian itu pada akhir tahun, pasti penuh dan harus bersiap-siap berdiri selama 2 jam lebih. Karena buru-buru juga, kami tidak sempat mengambil foto shinkansennya sebelum berangkat. Bahkan kami juga tidak sempat membeli ekiben 駅弁 (singkatan dari eki bento = bekal makanan untuk dimakan dalam kereta yang dibeli di stasiun). Ekiben ini banyak macamnya, dan banyak yang enak. Sehingga biasanya orang Jepang menikmati perjalanan shinkansen (atau kereta biasa) karena ekibennya itu. Seperti yang pernah kutulis di sini, papaku senang sekali makan ekiben yang berisi unagi (belut) , sehingga setiap naik shinkansen pasti minta unagi bento.

Dalam shinkansen. Kok tidak ada video (TV) nya ma?

Jadi begitu naik shinkansen dan berangkat, kami membeli ekiben di dalam kereta saja. Biasanya harga ekiben di dalam shinkansen sekitar 1000 yen, sedikit lebih mahal dari ekiben biasa. Sambil makan, syarafku yang tegang sejak mengetahui bahwa aku salah jam mulai kendur dan bisa menikmati pemadangan yang ada. Aku memang sudah lumayan sering naik shinkansen, sehingga tidak terlalu exciting. Riku juga sudah pernah naik shinkansen waktu dia usia 3 tahun, jadi kali ini yang kedua kalinya. Sedangkan  Kai baru pertama kali ini naik shinkansen sehingga enjoy bener dan…. cerewet! Semua dikomentarin. Memang sih tempat duduk di shinkansen itu mirip tempat duduk dalam pesawat. Apalagi suara kereta yang halus tidak terdengar sebagai suara kereta. Jadi waktu dia membuka tutup tempat menaruh makanan, dia bertanya, “Mana (televisi) videonya? Kok ngga ada?” (Dalam pesawat kan memang ada display untuk video hehehe). Dan…. di shinkansen juga tidak ada seatbelt! Perjalanan deMiyashita di awal tahun ini sudah dimulai.

bersambung

Pemandangan dari Shinkansen, daerah Fukushima yang sudah bersalju

 

 

Ghibli Museum

8 Jan

Jumat 6 Januari 2012,  aku, Riku dan Kai pergi ke Ghibli Museum di daerah Mitaka.  Bagi Riku kunjungan Ghibli Museum ini sudah kali ke dua, tapi buat Kai baru pertama kali. Aku sudah memesan tiketnya sejak tgl 12 Desember 2011 karena pikirku untuk mengisi liburan musim dinginnya Riku dan Kai. Aku juga mengajak Whita dan seorang temannya untuk ikut, karena memang pembelian karcisnya cukup sulit bagi orang Indonesia. Sistem pembelian tiket museum ini memang agak ribet karena kita harus mengatur jadwal kepergian kita minimum satu bulan sebelumnya. Setiap tanggal 10 setiap bulannya mereka menjual tiket untuk bulan berikutnya. Tiketnya dijual di mesin otomatis penjualan karcis di toko konbini Lawson. Kalau pas bulan liburan anak-anak, jika tidak cepat-cepat beli bisa kehabisan tiketnya. Meskipun kalaupun hangus tidak terpakai ya tidak begitu rugi juga sih karena harga tiketnya 1000 yen untuk dewasa, 400 untuk murid SD dan 100 yen untuk TK/balita.

Ghibli Museum adalah museum yang mengetengahkan kegiatan Studio Ghibli. Nah Studio Ghibli adalah sebuah perusahaan animasi Jepang yang didirikan tahun 1985 yang terkenal dengan filmnya : Totoro (My Neighbour Totoro) padahal film ini merupakan film mereka yang ketiga yang dirilis tahun 1988. Film pertama mereka adalah Kaze no Tani Naushika (Castle in The Sky) 1984,  TenkuunoShiro Laputa (Grave of the Fireflies) 1986. Di blog TE sendiri aku barusan menulis tentang film Ghibli ke 17  yang dirilis tahun 2010 yaitu The Secret World of Arietty di sini. Juga film ke 16nya yaitu PONYO on the Cliff by the Sea di sini. Padahal aku PALING suka filmnya yang Howl the Moving Castle, dan belum pernah aku ceritakan di TE ya….. Sebetulnya di blogku yang lama sekitar th 2005 aku sudah pernah menuliskan paling sedikit 3 judul film Ghibli yang lain, tapi nanti deh setelah aku tulis yang runut (kalau dulu lebih banyak curhatnya sih hehehe) aku pasang di sini.

Film-film Ghibli memang mengagumkan. Banyak karyanya yang mendapat penghargaan, sampai di tingkat tertinggi mereka mendapat penghargaan Oscar untuk the best animated feature dalam film Spirited Away. Kami sendiri baru punya 8 film dari 17 film Ghibli yang sudah ada DVDnya. Sepertinya aku perlu melengkapi seri Ghibli supaya lengkap deh, karena aku dan Gen memang hobi koleksi sesuatu yang kami sukai sampai lengkap (buku, perangko, CD, DVD, sampai ke LEGO hihihi).

disambut Totoro di pintu gerbang

Back to museum! Jadi sebelum pergi ke museum ini, kamu perlu tahu dulu sedikitnya film Totoro, kalau tidak ya tidak bisa menikmati museum ini. Di gerbang depan museum, kami sudah disambut oleh boneka Totoro besar yang menjadi “satpam”. Motto museum ini adalah : Maigo ni narou yo, isshoni (harafiahnya: Mari kita tersesat, bersama-sama),mengajak anak-anak untuk bermain di dalam museum yang disetting dan dilengkapi interior seperti yang terdapat dalam karya-karya film Ghibli. Dengan motto inilah diimbau (baca: dilarang) untuk TIDAK mengambil foto dan video dalam museum. Jadi aku hanya bisa mengambil tampak luarer dari museum ini. Padahal dalam museum banyak sekali sudut-sudut yang ingin aku potret.

foto tampak luar dari gerbang masuk

Kami mengantri di pintu masuk pukul 12:20 an. Kami memang membeli tiket untuk jam 12. Jadi untuk menghindari “mbludak“nya pengunjung, diberlakukan sistem jam masuk yang berbeda. Kloter pertama jam 10, kedua jam 12, ketiga jam 14 dan terakhir jam 16. Meskipun sebetulnya tidak dibatasi berapa lama kita bisa berada dalam museum. Jadi misalnya kita masuk jam 10 mau pulang sampai jam tutup museum jam 6 sore pun tidak apa-apa. Tapi percaya deh, dengan dua krucilsku ini maximum 2 jam berada di situ. Mereka cepat bosan, karena permainannya hanya sedikit (naik neko bus atau bus berbentuk kucing besar yang muncul dalam film Totoro).

antrian di pintu masuk

Begitu masuk kami diberi tanda masuk berupa plastik potongan film yang bisa dipakai sebagai tanda masuk menonton film tentang Studio Ghibli sepanjang 20 cm. Tapi karena anak-anak tidak bisa duduk diam, kami akhirnya tidak menonton filmnya, dan langsung masuk ke ruangan pertama di sebelah kiri berisi bermacam-macam display film. Di situ bisa diketahui juga bahwa pencahayaan berperan penting dalam pembuatan film animasi. Riku dan Kai sibuk antri di bermacam display, tapi sebetulnya Kai agak takut karena ruangan itu remang-remang. dia takut terpisah denganku.

Dari ruangan gelap itu, kami menuju ke lantai 1 (pintu masuknya di lantai basement) , setelah sebelumnya mampir ke WC. WC di sini juga cantik! dihias dengan “gambar” taman-taman dan detil yang manis. Di Lantai satu kami bisa melihat proses pembuatan film animasi, termasuk desain gambar dari masing-masing film Ghibli. Selain conte film itu sendiri, ada beberapa gambar bagaimana ilustrator itu bekerja. Di situ juga terdapat banyak tumpukan buku-buku yang menjadi referensi pembuatan film, misalnya kebun Inggris, arsitektur Eropa/Amerika dan lain-lain. Ada pula ratusan warna yang dipakai dalam penggambaran seiap scene gambar. Memang kalau kita mengikuti perkembangan film Ghibli, semakin ke sini, semakin banyak warna yang dipakai. Semakin kaya warna, dan semakin rumit gambarnya.

Robot yang berdiri di kebun atas lantai 2

Di lantai 2 terdapat pojok bermain dengan bus kucing dan toko souvenir. Akupun harus sabar menunggu Riku dan Kai mendapat giliran bermain. Antrinya sendiri 30 menit, bermainnya tidak sampai 10 menit.Dari tempat bermain itu kami pergi ke luar, ke kebun di atas lantai 2 yang ada “robot” yang muncul dalam film TenkuunoShiro Laputa (Grave of the Fireflies). Meskipun Kai belum pernah menonton film ini, dia “jatuh cinta” pada sang robot dan membeli miniatur robot itu di toko souvenir.  Duuuuh toko ini penuh deh dengan pengunjung yang ingin membeli oleh-oleh sehingga susah untuk bergerak. Memang orang Jepang sebagian besar pasti membeli souvenir di setiap kunjungan ke museum atau tempat wisata. Riku sendiri memilih cap-capan Totoro sebagai souvenir kunjungan ke Ghibli Museum.

tampak dari pintu keluar

Akhirnya setelah membeli souvenir, kami pun pulang menuju stasiun Kichijoji untuk makan siang eh sore 😀 Dalam perjalanan pulang aku berpikir, mungkin saja jika Kai sudah menonton DVD film Ghibli yang kami punya, dia mau kembali lagi ke sini 😀

Symphony No 9

5 Jan

Mungkin tidak banyak orang Indonesia yang mengenal lagu ini, kecuali mereka yang menyukai musik klasik atau orkestra. Dan ini juga merupakan tanggung jawab pengelola pendidikan dan hiburan negara tercinta kita. Aku pernah membaca twit seseorang bahwa dibanding negara China dan Jepang, Indonesia jauuuuuh sekali ketinggalan pengetahuannya tentang musik-musik klasik.

Aku sendiri bukan pecandu musik klasik, hanya sekedar kenal, lain dengan Gen yang tertular papanya menyukai klasik. Cuma kalau bapak mertuaku suka Mozart, Gen sukanya Ravel. Papaku suka Tchaikovsky, dan aku kecipratan sedikit dan menyukai Vivaldi terutama Four Seasons-nya. Kenal nama-nama ini tidak? 😀

Kok Imelda tiba-tiba menulis soal musik klasik? Ya, karena masih dalam suasana Tahun Baru di Jepang, ada satu lagu klasik yang PASTI  dinyanyikan pada acara tahun baru. Yaitu sebuah lagu ciptaan Beethoven yang berjudul Symphony No 9 atau Ode to Joy (bahasa asli Jermannya : An die Freude). Sebuah lagu gubahan Beethoven yang diciptakan waktu beliau sudah dalam keadaan tuli. Symphony No. 9 in D minor ini sepanjang 75 menit dan merupakan karya terakhir Beethoven yang selesai digubah tahun 1824. Simfoni ini memakai konser musik ditambah paduan suara dari 4 solo (sopran, alto,tenor, bass) dan paduan suara.

Oh friends, not these tones!
Rather, let us raise our voices in more pleasing
And more joyful sounds!Joy! (Joy!)Joy! (Joy!)

Joy, beautiful spark of the gods*
Daughter from Elysium,
We enter, drunk with fire,
Into your sanctuary, heavenly (daughter)!
Your magic reunites
What custom strictly divided.
All men become brothers,
Where your gentle wing rests.

Whoever has had the great fortune
To be a friend’s friend,
Whoever has won a devoted wife,
Join in our jubilation!
Indeed, whoever can call even one soul,
His own on this earth!
And whoever was never able to, must creep
Tearfully away from this band!

Joy all creatures drink
At the breasts of nature;
All good, all bad
Follow her trail of roses.
Kisses she gave us, and wine,
A friend, proved in death;
Pleasure was given to the worm,
And the cherub stands before God. Before God!

Glad, as His suns fly
Through the Heaven’s glorious design,
Run, brothers, your path,
Joyful, as a hero to victory.

Be embraced, millions!
This kiss for the whole world!
Brothers, above the starry canopy
Must a loving Father dwell.
Do you bow down, millions?
Do you sense the Creator, world?
Seek Him beyond the starry canopy!
Beyond the stars must He dwell.

(Finale repeats the words):
Be embraced, you millions!
This kiss for the whole world!
Brothers, beyond the star-canopy
Must a loving Father dwell.
Be embraced,This kiss for the whole world!
Joy, beautiful spark of the gods,
Daughter of Elysium,
Joy, beautiful spark of the gods
Spark of the gods!

Sebuah karya yang megah dan memakai puisi ciptaan  Friedrich Schiller berjudul:  An die Freude (1785), dan memang isinya penuh dengan kegembiraan. Dari lirik lagunya kita bisa ketahui bahwa “semua orang bersaudara”, serta “harus memuja Tuhan”.

Lagu ini diperkenalkan kepada masyarakat Jepang oleh para serdadu Jerman yang ditahan di kamp tahanan perang BANDO (Naruto, Tokushima….semoga Tt ada waktu untuk mengintip tempat ini…kalau masih ada) pada tahun 1917-1920 atau selama Perang Dunia I. Ada sekitar 3900 serdadu Jerman yang ditahan di situ. Pada tahun 1925, NHK Symphony Orchestra memainkan dan mempopulerkan lagu ini dan kekaisaran Jepang kemudian memakai lagu ini selama Perang Dunia II untuk membangkitkan nasionalisme Jepang. Setelah perang usai, lagu ini dipakai untuk menyemangati pembangunan fisik dan ekonomi juga mulai dimainkan oleh berbagai kelompok musik dan paduan suara dalam perayaan tahun baru. Sejak tahun 1960-an penyebarannya makin meluas sampai sekarang. Bahkan sejak tahun 2003, bukan hanya no 9 saja yang dimainkan, tapi lengkap semuanya (bisa bayangkan berapa lamanya pertunjukan itu).

Jika mau tahu lagunya seperti apa, silakan menonton clip video dari Youtube ini, sebuah pertunjukan lagu Symphony No 9 atau Koukyoukyoku dai kyuban 交響曲第9番 (こうきょうきょくだい9ばん) yang dibawakan oleh 10.000 orang di Osaka-castle Hall pada tahun 2009. (Bapak mertuaku juga pernah ikut dalam paduan suara Yokohama menyanyikan lagu ini, tapi aku lupa tahun berapa).
Jangan lupa matikan dulu lagu yang di side bar ya…..

Jet Stone dan Jetpack

4 Jan

Ada yang tahu Jet Stone? Aku baru tahu nama batu permata seperti ini tadi pagi, gara-gara mau mengomentari tulisannya Nicampernique yang mengulas tentang Cincin Batu Mirah. Aku katakan (tuliskan) bahwa Nique itu batu kelahirannya harus yang biru muda/hijau muda seperti Aquamarine atau Jade. Nah sekalian aku cari batu kelahiranku itu apa. Sudah tahu sih bahwa garnet yang warnanya keunguan… padahal aku tidak begitu suka. Paling suka diamond dong hahaha (dan diamond adalah batunya mereka kelahiran bulan April). Lalu di catatan itu ada tulisan bahwa batu kelahiranku juga  “Jet stone”,  Onyx dsb. Cari deh contoh fotonya di google, iiiih kok batunya hitam semua ya? 😀 Yah sebetulnya cocok sih sama aku yang emang suka warna hitam untuk pakaian…cuma kalau pakai baju hitam, lalu aksesorinya juga hitam, kan tenggelam ya 😀 Meskipun begitu semoga tahun 2012 buatku tidak gelap ya 😀

foto diambil dari wikipedia

Nah kalau Jet Stone itu adalah nama batu permata, Jetpack itu apa? Mungkin blogger yang memakai blog dari wordpress.com di akhir tahun/tahun baru kemarin menerima sekilas laporan perkembangan blognya. Seperti Uda Vizon yang menulis di Sydney Opera House, menerima penilaian blognya dibandingkan dengan penonton di Sydney Opera House. Aku juga memakai domain pribadi yang berbasis wordpress. “Jerohan” dashboard blogku penampilannya agak lain dengan yang dari wordpress.com. Supaya fungsinya bisa mendekati dashboard wordpress.com itu, aku harus menambahkan berbagai plugin. Sampai sekarang aku belum bisa menampilkan “suka” pada postinganku seperti di teman-teman yang memakai wordpress.com. Dan untuk mengetahui stat blogku, aku baru saja memakai plugin yang bernama Jetpack itu. Karena baru dipasang (belum sampai 3 bulan), aku belum bisa optimal mengetahui perkembangan blogku selama tahun 2011 lalu.

Tapi sesuai tulisan dari Kaget.Net yang mengatakan bahwa “Bloggers,… Kalian Tak Perlu Balapan Rank“, tak perlu mengejar rank dan trafik karena yang penting dari sebuah blog adalah konten nya, aku juga setuju sekali. Dulu aku selalu memperhatikan rank dan traffic, tapi sekarang aku lebih perhatikan hubungan kekeluargaan, silaturahmi yang tercapai dengan blogging. Meskipun blogku kalah jumlah komentarnya dengan narablog yang komentarnya bisa ratusan setiap posting, aku amat menghargai komentar teman-teman semua. Terima kasih banyak untuk 10 top komentator selama tahun 2011, yang telah mengomentari 205 posting selama tahun 2011. Dan seperti kata Uda Vizon resolusinya di  tahun 2012 adalah menjadi komentator ke 22.222 di TE, aku sendiri juga berdebar-debar ingin mengetahui siapa yang menjadi komentator ke 21.212 dan 22.222 (sekarang sudah 20.589 loh).  Mudah-mudahan aku bisa mengabadikannya di dashboardku (bisa mantengin dashboard gitu hehehe).

Top komentator tahun 2011 (dari tgl 1-1-2011 sampai 31-12-2011)

Yang pasti tahun 2012 aku akan tetap menulis di blog,  akan menyambut ulang tahun ke 4 blog TE nanti di bulan 4 (bulan April) pada usiaku yang ke 44 tahun… Hidup angka 4 (meskipun di Jepang 4 dibaca shi = mati)!

 

 

 

Hari Pertama 2012

3 Jan

Aku mendapat sebuah pertanyaan “siapa sich pencetus ide pertama kali perayaan tahun baru ??… Jepang menetapkan tanggal 1 Januari sebagai hari permulaan tahun dan menjadi hari libur nasional sejak tahun 1948 bulan Juli yang tertuang dalam UU Libur Nasional. Sebenarnya Jepang mengikuti kalender Cina (tentu saja) Tapi sejak restorasi Meiji 1873, Jepang menjadikan kalender gregorian (kalender barat skr) sebagai acuan kehidupan. Karena itu Eto (Shio) Jepang mulai berbeda dengan Shio China yang dimulai waktu Imlek (Tahun Baru China) seperti yang sudah kutulis di sini juga.

Nengajo Kartu tahun baru deMiyashita tahun 2012

Tutup tahun 2011 deMiyashita, seperti dua tahun yang lalu dilewatkan di Yokohama, di rumah ibu dan bapak mertua. Setelah aku flashback kembali, ternyata tahun lalu kami tidak melewati tahun baru bersama mereka. Dan kemudian ada kejadian gempa bumi, meskipun aku tidak mau menghubung-hubungkan kebiasaan keluarga dengan sebuah musibah, tapi aku memang selalu mementingkan keluarga dan sedapat mungkin melewati hari-hari bersama. Biasanya orang Jepang (ibu-ibu) malas melewatkan tahun baru bersama keluarga, karena harus masak-masak makanan khusus tahun baru. Atau menantu tidak mau melewatkan tahun baru di rumah mertua, karena hubungan mereka yang tidak harmonis, takut dicela masakannya tidak enak bla bla bla… Untung saja ibu mertuaku memang baik dari sononya, jauh sebelum kami menikah. Cocok deh sifatku dengan sifat ibu mertuaku ini. Sama-sama…. tomboy 😀

So, kami berangkat dari Nerima sekitar pukul 2:30 siang membawa masakan osechi, masakan tahun baru yang kubuat (dengan susah payah asal-asalan hihihi) , dan sashimi yang sempat kubeli di toko pagi harinya. Karena ikan mentah harus beli yang sesegar mungkin dan dimakan dalam hari itu juga, jadi aku beli pukul 11 siangnya. Kami sampai pukul 4 sore, dan aku bersama Achan (sebutan untuk ibu mertuaku) mempersiapkan makan malam. Tahun ini diawali dengan sashimi + sake tentunya, dan diakhiri dengan yakiniku.  Karena capai berhari-hari menyiapkan tahun baru (bebersih dan masak) aku dan Achan langsung teler dan tertidur pukul 9:30 malam, sedangkan 3 boys nonton TV terus. Tapi anehnya aku terbangun persis pukul 12:02, melihat jam dan melihat ada email masuk dari Jakarta. Jadilah aku dan Kai (yang terus terbangun) skype-an dengan keluarga di Jakarta sampai pukul 1: 00 (mustinya tunggu sampai jam 2 sih supaya Jakarta pas jam 12 ya)

sashimi

Hari pertama ngapain aja? Seperti biasa sarapan jam 9:30 diawali dengan ritual memberikan sesajen/sake baru di kamidana (altar Shinto) dan  butsudan (altar Buddha), serta menyalakan dupa. Kami mulai sarapan dengan minum Otoso, sebuah ramuan herbal dicampur sake atau mirin. Ramuan herbal itu sekarang sudah praktis hampir sama seperti teh celup, yang dimasukkan dalam “ceret” khusus berisi sake/mirin panas. Anggota keluarga (bapak mertua) minum pertama, lalu dilanjutkan oleh Gen, ibu mertua, lalu aku, dan terakhir Riku, sebagai cucu/anak tertua. Kata Riku : pahit! Namanya juga obat hehehe.

Otoso, minuman pertama di tahun baru untuk mencegah penyakit

Otoso ini diyakini dapat menangkal penyakit yang datang pada anggota keluarga. Semacam pencegah bibit penyakit yang mungkin menyerang, dan merupakan tradisi dari China. Aku sih menikmati ceret dan sakazuki (cawan untuk sake) kepunyaan ibu mertua yang antik dan berwarna emas. Meskipun sudah moderat sekali, keluarga mertuaku masih taat menjalankan kebudayaan Jepang. (Dan aku belajar untuk melanjutkannya…tentu saja)

osechi

Kami makan osechi ryori, masakan khusus tahun baru, yang kebanyakan rebusan yang manis-asin. Setiap masakan tentu mempunyai artinya masing-masing yang bisa dibaca di sini. Setelah itu kami pergi ke jinja (kuil Shinto) untuk hatsumode (berdoa pertama) sambil mengajak Dai, anjing mertua untuk jalan-jalan. Aku menunggu di luar kompleks jinja bersama Dai, karena kami tidak mau membawa anjing ke dalam antrian yang panjang itu. Memang ada beberapa orang yang antri bersama anjingnya, tapi kami tidak mau mengganggu orang di sekitar kami. Sementara Gen, Riku dan Kai antri untuk berdoa, aku menunggu di gerbang keluar Jinja itu. NAH, persis saat itu pukul 2:28 aku merasakan lonjakan tanah di depanku, karena aku berada di bawah tangga batu. Gempa! dan cukup lama. Tapi seperti biasa, orang Jepang tidak ada satupun yang berlarian panik…dan mungkin juga tidak sadar hehehe. Setelah pulang ke rumah baru tahu bahwa gempa yang terjadi tadi itu setara dengan 7 SR. Wah hari pertama sudah mengalami gempa pertama.

Jinja waktu gempa dan omikuji (ramalan) Riku tahun ini: daikichi (Untung besar)

Bagaimana hari pertamamu? Aku sih pokoknya selama di rumah mertua benar-benar bisa istirahat, kucchane (makan dan tidur terus) dan …sama sekali tidak ada semangat untuk menulis blog 😀 Jadi tulisan pertama ini aku tulis setelah kami kembali ke rumah kami di Nerima.

Selamat Tahun Baru ya….

santai di hari tahun baru

 

8 Besar dari Nerima (edisi 2011)

30 Des

Kalau tahun lalu, aku menulis 8 Besar dari Nerima, sebuah laporan 8 kejadian besar pada keluarga kami selama tahun 2010, tahun ini aku akan menuliskan 8 kejadian besar pada keluarga kami di tahun 2011.

1. Mengalami kejadian hebat, Gempa Tohoku, tanggal 11 Maret 2011. Mengalami rasa takut akan kematian, tapi bangga bahwa masih bisa tenang (menulis status di FB dan posting di TE). Menyadari betapa Tuhan melindungi keluargaku dengan semua “kebetulan-kebetulan” : kebetulan Riku sudah sampai di rumah saat gempa, kebetulan Kai bolos Playgrupnya, kebetulan aku tidak mengajar karena masih libur musim semi padahal hari Jumat (hari kerjaku), kebetulan adikku juga sedang ambil cuti, kebetulan adik ipar sekeluarga ada di apartemennya di Sendai….dan lain-lain.

2. Kai masuk TK, sering bolos (dibolosin) sehingga gagal mengikuti Sport Meeting tapi sukses besar ikut menari sebagai Ninja di acara Pentas Seni.

3. Riku (dan Kai) memulai hobi baru : Menangkap Kupu-kupu /membuat specimen di Jepang dan di Indonesia (Bandung, Jakarta) dan di antara kupu-kupu yang ditangkap ada kupu-kupu nasional Jepang Oomurasaki , Mengumpulkan perangko dan Membuat grup Lego dengan 3 teman sekolahnya.

4. Imelda berhasil mencapai 1000 posting dan 20.000 komentar di Twilight Express. Selain itu banyak mendapatkan teman baru melalu blog, dan berhasil mengadakan banyak kopdar waktu mudik pada musim panas lalu.

5. Bisa mengadakan wisata keluarga ke kebun Stroberi, Membuat kertas, Membuat  “batik” Jepang, Memerah susu sapi, Bertemu Giant Panda di Kebun binatang Ueno serta Wisata Sejarah ke Aizu. Selain itu wisata bersama Ira dan Katon sekeluarga ke Kamakura dan Odaiba.

6. Kai menjadi fans film Harry Potter dan Toy Story, sedangkan Riku Pirates of Caribbean. Papa Gen menjadi fans Pramoedya Ananta Toer dengan berhasil menyelesaikan Tetralogi Buru (dalam bahasa Jepang). Mama Imelda masih tetap menjadi fans dari Maria A. Sardjono, S. Mara Gd dan V. Lestari dengan terus berburu buku-buku mereka. Bahkan berhasil menjadi “teman” di FB…. hohoho.

7.  Berhasil membeli  TV digital dan pertama kali punya TV di atas 20 inchi :D, laptop baru untuk TE (cihuy), BB untuk di Indonesia. Mendapat kamera DSLR Nikon dari bapak mertua dan sudah mulai menguasainya.

8. Gen bisa liburan ke Indonesia setelah 6 tahun tidak ikut “mudik”. Selain itu Gen bisa kencan berdua dengan Riku mendengarkan seminar bersama Jun Koshino dan bermain sepak bola “Ayah Anak”, serta pergi bersama Kai ke konser Hand-bell. Waktu yang dilewatkan bersama keluarga memang lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.

Tentang resolusi? Sebetulnya ada rencana besar yang ingin aku laksanakan tahun lalu, tapi tidak bisa terwujud. Mungkin kalau mau menyalahkan, aku akan menyalahkan Gempa Tohoku yang terjadi bulan Maret sehingga semua rencana berantakan. Tapi aku tahu aku belum mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin sehingga cenderung tidak gigih berusaha. Semoga rencana tahun lalu itu bisa aku wujudkan tahun 2012. Selain itu aku ingin lebih memakai waktuku untuk belajar bersama anak-anak. Tahun 2011 ini aku mengurangi banyak waktu online untuk bermain dengan mereka, sehingga memang imbasnya jumlah postinganku menurun sekali. Kai sudah menunjukkan minat besar untuk membaca dan menulis, sehingga rasanya aku perlu lebih banyak waktu untuk mengajar huruf Jepang  pada Kai dan Kanji untuk Riku. Semoga tahun 2012 menjadi tahun yang lebih berguna bagi deMiyashita.