1111

18 Apr

Tulisanku yang ke 1111, angka cantik yang sebetulnya sudah kutunggu. Aku ingin menulis sesuatu yang khusus… tapi… akhirnya aku tidak menemukan ide apa-apa sedangkan stock draft juga tidak menarik untukku. Aku tidak mau menulis soal performa blog, atau betapa blog itu bermanfaat atau …. blank! Jadi aku pun bisa loh mampet ide (sambil melirik Inon dan Una)

Hari Senin yang lalu, aku bertemu dengan dua orang Jepang yang kukenal sejak aku pertama datang ke Jepang, 20 tahun yang lalu. Aku pertama kali mengajar bahasa Indonesia untuk arbaito (kerja part time)  dengan mereka. Sebuah kelompok dengan 5 personil, yang kesemuanya sudah pandai berbahasa Indonesia. Buku yang dipakai untuk belajar tidak tanggung-tanggung, “Sepanjang Jalan Kenangan” nya Muharyo Djojodigdo (13 September 1928 – ) . Cerita yang dikategorikan komedi masyarakat ini katanya pernah dimuat di majalah Femina. Bahasanya lugas dan menarik, meskipun banyak memakai bahasa Jawa dan Belanda…. yang membuat kepalaku ikut berdenyut waktu membaca bersama-sama 5 orang Jepang. Waktu itu (th 1994) belum ada Mbah Google yang bisa dimintai bantuan sehingga seringnya pakai perasaan saja waktu menerjemahkan tulisan-tulisan itu. Tapi meskipun sulit, aku merasa senang sekali bisa ikut membaca buku ini sekaligus mempelajari kalimat-kalimat bahasa Jepang yang mereka buat. Jadi kelompok yang kunamakan kelompok Ajiken ini lebih tepat jika disebut sebagai Kelompok Belajar, bahasa kerennya Kenkyukai 研究会.

Salah satu tulisan Muharyo. Ada kata beleg (bhs belanda) kan? kalau tidak ngerti ya susah deh.. beleg itu "isi" buat roti. Roti belegnya selai.

Sesudah  belajar kira-kira 2 jam, hampir setiap kali kami makan malam bersama di sekitar Shinjuku. Selalu berganti restoran dan menu, yang murah meriah. Dan untungnya pada saat itu aku belum minum alkohol, sehingga tidak perlu membayar extra untuk minuman. Tapi seperti biasa kalau pergi makan dengan orang Jepang, kami menganut sistem warikan 割り勘 alias bagi sama rata. Jumlah yang harus dibayarkan dibagi dengan jumlah peserta. Bukan BSS (bayar sendiri-sendiri) karena kalau bss kan kita bayar apa yang kita pesan saja. Nah karena aku statusnya masih mahasiswa saat itu, aku selalu dapat korting, bayarnya lebih sedikit. Setiap kali aku mau membayar sama, Matsui san selalu berkata,”Nanti saja kalau Imelda san bekerja dan makan dengan mahasiswa, bayarlah lebih. Kami selalu begitu. Dulu kami dibayari sempai (senior) kami, dan sekarang giliran kami membayar kohai (junior) kami. Dan saya harap Imelda juga meneruskan kebiasaan itu…” Dan ucapan Matsui san itu selalu aku ingat dan sedapat mungkin sebarkan di kalangan mahasiswa.

Kemudian aku berhenti mengajar mereka karena harus mempersiapkan thesis. Anggota berpencar, dan Matsui san pindah ke Makassar. Aku sempat bertemu dengannya pada tahun 1997/98 di Makassar, dan Senin kemarin kami bertemu lagi setelah 14 tahun. Kedudukan berbalik, aku yang orang Indonesia tinggal dan bekerja di Tokyo, sedangkan Matsui san yang orang Jepang tinggal dan bekerja di Indonesia. Barter? hehehe…

Matsui san, Junko san (istrinya) sesudah tidak bertemu 14 tahun ...

Topik pembicaraan kami bermacam-macam, mulai dari mengenang masa dulu sampai kejadian gempa bumi Tohoku dan dampaknya setelah PLTN Fukushima rusak. Soal radiasi, soal keluarga yang tercerai berai karena musibah, soal kesehatan anak-anak yang masih tinggal di Fukushima. Matsui san sendiri berasal dari Fukushima dan seluruh keluarganya masih tinggal di sana. Belum lagi soal gempa bumi besar yang diprediksi akan terjadi dalam 4 tahun ini di Tokyo. Hmmm masalah yang berat, tapi kalau kita pikir itu terus, kita tidak akan berkembang dan tidak bisa hidup tenang. Tapi mungkin ada kesamaan mendasar pada kami berdua, yaitu mempunyai dua tempat tinggal, Tokyo dan Jakarta. Jadi kami masih ada satu tempat cadangan jika sesuatu terjadi…. jika kami bisa hidup ya.

Kami berpisah di stasiun Kichijoji dengan janji akan saling menghubungi dan menjaga silaturahmi yang sempat terputus karena peristiwa-peristiwa kehidupan. Menikah, mempunyai anak, membesarkan balita, merupakan peristiwa yang tentu saja bagus, tapi biasanya merenggangkan hubungan dengan teman-teman. Banyak kejadian ibu-ibu yang anaknya sudah SMP tiba-tiba merasa kesepian karena tak punya teman. Karenanya ibu-ibu rumah tangga di sini perlu membuat teman baru, atau ikut kegiatan-kegiatan untuk dirinya sendiri supaya tidak kesepian di hari tuanya. Akupun sudah mulai merasakan itu, karena dulu temanku banyak sekali. Sekarang? Sulit sekali untuk menjaga silaturahmi itu. (Kecuali di dunia maya ya…)

Hari Selasa seharian aku di rumah, menyulap kamar tamu/makan menjadi kinclong. Tentu saja ada alasannya, soalnya aku tidak akan bebersih begini kalau tidak ada alasan yang tepat :D. Kan mending aku ngeblog daripada beres-beres segitunya hihihi. Jadi kemarin itu aku berprofesi sebagai ibu rumah tangga, lengkap dengan membuat snack pancake bertahtakan strawbery merah-merah yang kebetulan sedang sale.

Pancake + strawberry

Tadi pagi cuaca di Tokyo cerah sekali, dan menular pada anak-anakku. Tak biasanya Kai mengajak aku pergi ke TK pukul 8:15! Biasanya dia baru mau pergi jam 9:10 sesudah menonton acara TV NHK. Wah, senangnya hatiku waktu kami tiba di TK pukul 8:40 (Pintu dibuka pukul 8:30) dan melihat di halaman sekolah sudah terpasang bendera ikan KOI koinobori. Bendera-bendera ikan Koi ini dipasang untuk memperingati hari Anak laki-laki pada tanggal 5 Mei. Mengingatkanku juga bahwa sudah dekat Golden Week, masa libur panjang bagi warga Jepang yang dimulai sejak tanggal 29 April sampai 5 Mei. Dan mengingatkanku juga bahwa tahun ini Kai akan berusia 5 tahun, jadi HARUS dirayakan khusus (3tahun dan 7 tahun untuk anak perempuan, dan 5 tahun untuk anak laki-laki).

Setelah bermain dengan bendera ikan Koi koinobori  yang menjuntai, Kai dengan suka hati menuju ke pintu masuk dan mengganti sepatunya dengan sapatu dalam (uwabaki) dan setelah toss dengan mamanya, dia langsung berlari ke kelasnya. Aku pulang ke rumah dan menunggu waktu menjemput Kai pukul 11:30, tentu saja sambil melanjutkan acara beres-beresnya.

Sebetulnya aku beres-beres itu karena guru TK nya Kai akan mengadakan home visit ke rumahku. Ini adalah program tahunan yang dilakukan pada minggu kedua -ketiga tahun ajaran baru. Maksudnya untuk mengetahui kondisi keluarga, sekaligus melaporkan pandangan pertama murid di kelas dan menanyakan masalah-masalah pribadi sang anak dari orang tuanya. Dengan kunjungan yang memang singkat itu diharapkan orang tua dan guru bisa membangun hubungan saling percaya. Karena ini adalah kali ke 4 aku kedatangan guru TK (2 kali waktu Riku, dan Kai tahun lalu) aku sudah tahu prosedurnya dan tidak deg-degan. Kami tidak boleh memberikan minuman/makanan karena waktu 10 menit itu memang at to iuma あっという間 singkat sekali.

Ada dua permintaanku permintaanku pada gurunya yaitu untuk memarahi Kai jika dia mengatakan sesuatu yang kasar. Karena di rumah sering dia bertengkar mulut dengan kakaknya memakai kata yang kasar. Entah dari mana dia tahu kata-kata itu, mungkin dari TV atau meniru dari kakaknya juga, tapi aku selalu menegur dia jika dia “memarahi” kakaknya. Selain itu aku minta gurunya memperhatikan apakah dia ikut “gerak badan” dan menyanyi di kelas atau tidak. Karena tahun lalu, aku melihat dia tidak pernah ikut gerak lagu yang dibawakan teman-temannya 😀

Well, satu persatu hari sudah dilalui. Pengalaman demi pengalaman bertambah, dan satu lagi tulisan hari ini bertambah. Tulisan ngalor ngidul di angka cantik, 1111 sambil menunggu komentator ke 22.222. Besok dan lusa profesiku berubah  menjadi dosen sehingga mungkin tak ada waktu menulis. Tapi aku tetap menghadapi hari-hari mendatang dengan semangat. Tentu teman-teman juga kan?

===============

Eh btw, aku ketemu review dari http://www.webstatsdomain.com/domains/imelda.coutrier.com/ . Kalau butuh uang mungkin bisa dijual aja ya blog ini hehehe. Mayan kan 2,538 dollar itu 😀

Review of Imelda.coutrier.com

Coutrier.com is 6 years and 9 months old, it is ranked 811,507in the world (among the 30 million domains). This site is relatively popular among users in the Indonesia. It gets 81.4%from Indonesia. This site is estimated worth $2,538USD. This site has a good Pagerank(3/10). It has 445 backlinks. It’s good for seo website. Imelda.coutrier.com has 15% seo score.

Komentator ke 22.222 adalah vee a.k.a Elviyeti, terima kasih banyak yaaaaa

Lagu Musim Bunga

16 Apr

Oh…. silau…
Oh… menyenangkan…
Air begitu mengkilap
Angin sepoi-sepoi
Kr kr kr
Ah… begitu harum
Kr kr kr

Oh ada bunga Inunofuguri
Oh awan besar bergerak perlahan
Kr kr kr
Kr kr kr

Ini adalah sebuah puisi yang diterjemahkan bebas olehku, karya Kusano Shinpei berjudul “Lagu Musim Bunga” Haru no Uta. Tentu akan lebih terasa irama dan keindahannya jika dibaca dalam bahasa aslinya. Tapi aku ingin memperkenalkan puisi yang tercantum di halaman awal buku bahasa Jepang kelas 4, kelasnya Riku.

Memang aku selalu kagum pada pendidikan Jepang, terutama bahasanya yang selalu memilihkan puisi atau cerita atau topik bahasan yang timely, sesuai dengan musim dan keadaan saat itu. Apalagi bukunya juga menarik. Puisi “Lagu Musim Bunga” itu terasa segar dipakai dalam pembuka tahun ajaran baru. Menceritakan tentang kodok yang selama musim dingin berada di dalam tanah, dan keluar pada musim bunga/semi, dan…. yang dilihatnya  tentu sinar matahari yang menyilaukan dan segarnya udara di musim semi itu. Ada satu nama bunga yang keluar di situ, dan kami berhasil menemukannya tadi di sebuah rumah tradisional di Yokohama. Bunga Inunofuguri : Veronica didyma var. lilacina (asyiiik namaku dipakai :D)  . Bunga rumput yang keciiil sekali berwarna biru. Itulah yang dilihat dan dikagumi sang kodok dalam puisi tersebut. Mungkin kalau tak ada puisi tersebut, anak-anak tidak akan tahu nama bunga sekecil itu, dan tentu saja aku tidak akan tahu! (Jadi mamanya ikut belajar deh!)

Ini adalah Ooinufuguri. Inunofuguri warnanya lebih muda dan mekar bulan Februari, awal musim bunga, yang dilihat oleh kodok waktu mereka keluar dari persembunyiannya dan bertelur.

Setelah hari Jumat yang hangat, Sabtu kami lalui dengan keadaan basah karena hujan terus menerus. Pasti deh bunga sakura kedinginan dan rontok ke tanah dalam cuaca seperti ini. Kami pergi menginap di rumah mertua di Yokohama, dan cukup kaget karena malam hari suhu drop sampai kami harus mencari selimut tebal dan memasang heater kembali. Untunglah hari Minggu cuaca cerah sekali, sampai Riku mengatakan “Hujan kemarin itu sepertinya bohong-bohongan yah” saking tak terlihat sedikitpun bekas hujan. kami pun santai di rumah dan menikmati bunga-bunga yang ada di halaman rumah. Di atas kolam ikan ada bunga Yamabuki Kerria japonica , bunganya berwarna kuning terang, dan tak jauh ada juga bunga yang berwarna merah muda seperti sakura tapi bukan.

Bunganya yang kuning memang menyilaukan!

Selain bunga di luar rumah, bapak mertuaku dengan bangga memamerkan bunga anggrek Catleya besarnya. Sudah pasti sulit memelihara bunga anggrek di Jepang yang mempunyai  4musim. Tapi setiap tahun pasti ada saja Catleyanya yang berbunga.

Catleya bapak mertuaku, cantik dan besar!

Sebetulnya Gen ingin pergi ke museum Instant Noodle di Yokohama, tapi karena semua malas, aku mengajak pergi nyekar ke makam keluarga, sekaligus jalan mencari bunga-bunga. Siapa tahu masih ada sakura yang bisa dilihat. Di kuil tempat makam keluarga Miyashita ada beberapa pohon sakura dan kelopak bunganya banyak yang sudah rontok dan membuat permadani di tanah bawahnya. Daun-daun juga sudah menyembul, menggantikan kedudukan bunga-bunga sakura itu. Memang pohon sakura itu aneh. Bunganya muncul dulu baru daun, kebalikan dari pohon-pohon yang umum kan?

Permadani dari kelopak sakura di kuil

Setelah dari kuil, kami mampir di rumah tradisional Yokomizo yang letaknya hanya 300 meter dari kuil. Rumah ini juga dilengkapi taman yang cukup luas dan ditanam pohon dan bunga-bunga yang menjadi ciri khas setiap musim. Selalu menyenangkan untuk mampir ke sini. Di sinilah kami menemukan bunga Inunofuguri yang terdapat dalam puisi buku bahasa Jepangnya Riku.

di rumah tradisional Yokomizo

Dan di seberang rumah ini ada ladang Na no hana Tenderstem broccoli , bunganya berwarna kuning dan bisa dimakan. Tapi kami baru pertama kali tahu bahwa di balik ladang Na no hana ini ada semacam parit yang lebih rendah dari jalanan, dan di sebelah kanan kirinya dipenuhi bunga rumput yang indah. Yang kusuka ada satu bunga Yukiyanagi Spiraea thunbergii , dengan bunga putih kecil pada batang yang menjuntai. Sesuai namanya yuki= salju, kelopaknya yang kecil itu terlihat seperti salju jika rontok ke tanah/air.

Bunga Na no hana menghampar di seberang rumah tradisional Yokomizo

Memang cocok sekali jika Spring atau musim semi itu dinamakan juga musim bunga, karena memang di mana-mana bermekaran berbagai jenis bunga beraneka ragam. Dan akhirnya perasaan kami persis seperti si kodok dalam puisi “Lagu Musim Bunga” : menyilaukan dan menyenangkan!

Bunga yukiyanagi di sepanjang parit

 

Lima Puluh dan Dua

14 Apr

Hari Jumat, Friday the 13th… sepertinya tidak ada yang weird kok hari ini hehehe. Bahkan pada pukul 5 sore, aku, Riku dan Kai naik lift bersama dan Riku mengatakan, “Hari ini menyenangkan”…dan dijawab oleh Kai, “Kai juga”, dan kututup dengan, “Mama juga”.

Hari ini aku mulai mengajar di Universitas S, yang biasanya membutuhkan sedikitnya waktu 1,5 jam untuk pergi karena terletak di prefektur yang berbeda. Karena hari pertama, aku bangun pukul 5 pagi (biasanya jam 6 cukup sih) untuk mempersiapkan ini itu, termasuk sarapan pagi untuk Riku. Hari ini aku harus mengajak Kai bersama, karena TK nya Kai selesai pukul 11 dan belum ada penitipan perpanjangan. Hmmm susah deh. Dulu waktu Kai masih bayi, ibu mertuaku yang datang ke rumah setiap Jumat untuk menjaga Kai, tapi sekarang dia sudah tidak semudah dulu untuk bepergian jauh. Jadi aku mengatur supaya Kai yang bolos TK dan datang ke rumahnya, atau paling tidak bertemu di pertengahan. Memang sebetulnya rumah mertuaku jauh lebih dekat ke Universitas S itu. Paling gampang kalau aku menginap di rumah mertuaku, tapi masalahnya ada Riku yang harus sekolah.

Jadilah aku dan Kai keluar rumah pukul 8 pagi! Naik bus ke stasiun, dan memang sengaja kupilihkan rute yang tidak terlalu banyak orang, tidak terlalu banyak ganti-ganti kereta. Dari Kichijoji menuju Shibuya, lalu turun di Musashi Kosugi. Kami janjian bertemu di Musashi Kosugi. Saat itu pukul 9:44. Untung saja Kai sudah merasa dirinya besar, jadi dia tidak menangis dan dengan sukarela menggandeng tangan omanya. Aku sempatkan melambaikan tangan waktu mereka naik kereta lagi pulang ke rumah mertua. Sedangkan aku masih harus melanjutkan perjalananku, ganti kereta 2 kali lagi dan sampai di stasiun tujuan pukul 10:22. Dari stasiun ada mobil khusus para guru pukul 10:30, dan sampai di kampus jam 10:40. Kuliah mulai jam 10:45…. Beuh 2jam 45 menit perjalananku hari ini 😀

Pelajaran pertama, kelas menengah, murid hanya 4 orang! Well, no problem, mungkin minggu depan bertambah 1-2 orang. Biasanya memang maximum 10 orang yang mengikuti kuliah kelas menengah ini. Selesai kelas pertama, aku harus mengikuti pertemuan para dosen pengajar bahasa asing selain bahasa Inggris. Di universitas ini, selain bahasa Indonesia ada bahasa Korea, China, Spanyol dan Perancis. Seperti biasa pertemuan membicarakan kalender akademik, penilaian dan masalah-masalah yang biasa dihadapi antara dosen – mahasiswa. Karena pertemuan dilakukan pada waktu istirahat, kami mengikuti pertemuan sambil makan siang yang sudah disediakan. Dan selesai meeting itu, kami hanya punya waktu 5 menit sebelum kuliah berikutnya mulai. Padahal…. kelasku jauuuh sekali dari tempat meeting. Butuh waktu 10 menit euy.

Kuliah kedua, kelas dasar, ditempatkan di Gedung 1 (rapatnya di gedung 9). Aku sampai 5 menit terlambat dengan menggeh-menggeh… berlari dan naik tangga. Tentu saja mahasiswa sudah menanti dengan rapih…daaaannnn ampun deh aku kaget sekali! Jumlahnya 50 orang persis! Untung aku membuat copy bahan sebanyak 50 lembar. Pas! Rasanya ingin tertawa, dan menangis sekaligus 😀 Senang karena banyak yang mengikuti kuliah, tapi bisa membayangkan sulitnya menghandle kelas bahasa dengan 50 peserta. Tahun-tahun yang lalu maksimum 35 orang saja!  Dudududu…..

Tapi sekilas kondisi kelas ini not bad deh. Terlihat muka-muka semangat belajar (semoga terus begitu), dan yang pasti ada 3 mahasiswa yang tinggalnya jauh sekali. Satu di Shizuoka, satu di Ibaraki, dan satu di Saitama perbatasan. Mereka butuh waktu 2,5 jam untuk ke kampus setiap hari. Ini kuketahui dari perkenalan dalam bahasa Indonesia mereka. Kebiasaan yang sudah kujalani bertahun-tahun dan manfaatnya biasanya mereka bisa saling berkenalan (karena mahasiswa berasal dari berbagai fakultas dan angkatan) kemudian menjadi akrab karena punya kesamaan-kesamaan. Dan setiap tahun memang ada saja mahasiswa yang tinggalnya jauh dari lokasi kampus, sekitar 2,5 – 3 jam perjalanan. Dan itu menjadi cambuk buat yang lain untuk tetap semangat kuliah. (Bayangin deh Bandung Jakarta setiap hari pp)

Nah, jadinya sudah tahu ya dengan yang kumaksud dengan lima puluh di judul di atas. Lima puluh mahasiswa (dengan kemungkinan tambah/berkurang tentunya) di awal semester. Lalu, Duanya apaan?

Setelah selesai kuliah, aku pulang naik bus kampus lagi, dan bertemu dengan dosen temanku yang berasal dari Columbia yang pernah kuceritakan di sini. Karena sudah hampir 3 bulan tak bertemu, dia menanyakan kabarku. “How are you, I’ve been thinking of you 2 days ago. How about the earthquake?” Dan kuceritakan bahwa aku harus pulang mendadak ke Jakarta karena mama meninggal. She was sorry and…. kami bercakap-cakap akhirnya mengenai gempa bumi. Memang diprediksikan bahwa dalam 4 tahun ini Tokyo akan mengalami gempa besar. But WHEN? nobody knows. Yah, kubilang, earthquake is similar to death itself, nobody knows. Setiap saat bisa terjadi. Jika kita tahu kapan akan terjadi, kita bisa melarikan diri, tapi kita juga tidak mungkin melarikan diri terus, kan? Dan yang pasti kita tidak bisa melarikan diri dari kematian.

Lalu dia berkata, “Ya memang gempa bumi itu pasti terjadi. Tapi seperti kejadian gempa bumi yang lalu, aku benar-benar panik. Kamu tahu sendiri kan bahwa suamiku sering pergi ke luar negeri (dia tidak punya anak), waktu gempa Tohoku itu, aku harus sendirian menghadapi kekacauan. Nobody… Lonely. Tak ada teman….” Hmmm di situ aku berpikir, kenapa ya aku tidak takut sendirian menghadapi gempa? Gempa memang menakutkan, tapi aku tidak takut menghadapinya sendiri…..

Ternyata…. aku merasa kuat karena aku tidak merasa sendiri. Dan apa yang menyebabkan aku tidak merasa sendiri adalah karena aku punya DUA PERMATA yang harus kujaga. Gen harus bekerja, kemungkinan aku dan Gen terpisah itu besar, jika gempa itu terjadi waktu jam kerja. TAPI anak-anakku ada di dekatku selalu. Sehingga aku tidak merasa sendiri. Seperti waktu gempa tahun lalu, aku bersama-sama dengan mereka terus. Kami saling menguatkan. Memang masalah jika gempa itu terjadi waktu aku sedang bekerja misalnya, tapi aku punya satu tujuan, pulang ke rumah dan menghadapi bersama dengan anak-anakku. Sama seperti komentarku pada tulisan Donny tentang Kiamat 2012.. ,Jadikah?

Satu yang kuingin, yaitu bersama anak-anakku. Seperti waktu gempa tahun lalu. Aku kuat, karena ada mereka. Aku harus kuat untuk mereka! Belum tentu aku kuat sendirian tanpa mereka.

Lima puluh itu penting, tapi yang DUA itu jauuuuh lebih penting bagiku!

(Sambil teringat kembali muka ceria Kai yang kujemput pulang tadi… dalam kereta dia menceritakan harinya yang dia lewati bersama omanya. Serta muka ceria Riku waktu dia berteriak, “Mama!” dari sepeda pulang bermain karena secara kebetulan bertemu kami yang sedang jalan pulang. Dua permataku….)

 

Daging Jagung?

12 Apr

Waktu aku pertama datang ke Jepang, aku tidak pernah melihat kornet a.k.a daging giling dalam kaleng. Waktu itu aku perlu sebagai bahan campuran membuat macaroni schotel. Memang aku jarang sekali memakai kornet, karena biasanya kalau kami membuat macaroni schotel itu memakai ayam yang dibuat bumbu bistik lalu diberi potongan ham. Nah kupikir kalau ada kornet kan akan lebih cepat, tapi…. aku tidak tahu bahasa Jepangnya kornet itu apa 😀 Setelah aku tanya-tanya baru tahu bahwa namanya corned beef. Dasar orang Indonesia corned (korn) dibaca kornet deh. Pantas aku tidak tahu bahasa aslinya apa.

Tapi kenapa namanya corned beef ya? Ternyata kata dasarnya bukannya [corn] yang berarti jagung, tapi [corns] yang berarti butiran garam. Ya, kornet adalah suatu cara pengawetan daging dengan bumbu garam lalu kemudian dikalengkan. Perusahaan Jepang asli yang membuat pengalengan kornet adalah perusahaan NittoBest, yaitu pada tahun 1950-an dengan membuat daging kornet dengan bahan dasar daging kuda, karena pada saat itu terjadi kekurangan bahan pangan di Jepang. Daging kornet ini memakai nama Nizaki no Nyu Koon Bifu 「ノザキのニューコンビーフ」dan dijual dengan harga 100 yen per kaleng, langsung menjadi populer. Tapi sejak tahun 2005, dengan adanya peraturan labeling makanan maka namanya berubah menjadi Nozaki no NyuKoon Miito 「 ノザキのニューコンミート」. Jadi tidak memakai kata beef, karena memang memakai campuran daging kuda. Tentu saja ada yang 100% memakai daging sapi tapi harganya memang jauh lebih mahal.

Kornet ini memang merupakan bahan makanan tahan lama yang praktis untuk disimpan terutama untuk jaga-jaga jika terjadi gempa bumi besar. Meskipun aku jarang mendengar ada keluarga Jepang yang memakannya sebagai bahan sehari-hari. Tapi di Jepang selain kornet buatan Jepang, ada juga dijual  merek Amerika yang terkenal yaitu SPAM. Bukan spam mail, tapi spam daging kaleng. SPAM tidak ada yang halal, karena memang bahan dasarnya adalah babi. Meskipun terkenal memang tidak tersedia di toko umum, sehingga harus mencarinya di toko yang menjual barang luar negeri. Selain merek SPAM, ada juga Libbys, juga dari Amerika.

Bentuk kaleng dari kornet ini juga khas kan? Nah bentuk trapesium ini ternyata sudah dipatenkan pada tanggal 6 April 1875! Ini aku ketahui waktu mencari “Hari ini hari apa” dan menemukan ada hari Kornet! hahaha.

Dan yang membuat kornet itu praktis untuk dibawa mendaki gunung atau berkemah itu adalah karena kita tidak perlu membawa pembuka kaleng. Kita membuka kornet itu dengan “kunci” yang dapat menguliti sedikit kaleng sehingga terbuka. Tapi sebetulnya bermasalah juga jika tidak sengaja terputus di tengah jalan, karena terpaksa harus dibuka paksa. Aku pernah mengalami “kegagalan” ini sehingga perlu memakai pembuka kaleng.

Ada yang suka makan kornet begitu saja? Suamiku tuh suka makan begitu saja, digado. Biasanya sih yang aku tahu kornet sering dicampur dengan telur waktu membuat telur dadar, atau dimasukkan dalam mie rebus (Lucu deh, keterangan ini : dicampur untuk mie rebus terdapat di wikipedia bahasa Indonesia). Tapi kalau aku sendiri sering pakai kornet untuk isi dari roti. Roti kornet. Dan aku pernah suatu waktu “kecanduan” makan sandwich kornet+ mayoneise yang dijual di toko roti dekat universitas tempat aku mengajar. Sekarang sih sudah tidak suka, mungkin karena sudah bosan ya 😀

Jadi begitulah, gara-gara topik “Hari ini hari apa” aku mencari tahu tentang kornet. Dan satu lagi yang kuketahui bahwa corned beef itu tidak harus selalu berbentuk daging giling! Bahkan daging yang diasinkan tanpa dimasukkan dalam kaleng pun diberi nama corned beef. Daaaaan dari foto-foto contoh-contoh corned beef itu, aku jadi teringat pada seiris tebal roti berisi daging sapi asin Salted Beef  di food court departemen store Selfridges, London yang dibeli mama dan kita makan bersama di tempat itu! Waktu cari info, ternyata nama tokonya The Brass Rail dan ada fotonya!!! Jadi kangen mama! Maklum dulu belum punya (belum ada) kamera digital yang bisa jeprat-jepret segala macam seenak perut hihihihi. Kapan yah aku bisa ke London dan menikmati Salted Beef ini lagi? Mimpi dulu dan masukkan dalam daftar keinginan saja dulu.

update: Kami (Saya dan Riku) berhasil makan Salted Beef dari The Brass Rail, Juli 2019

Telur, Kelinci dan Sakura

11 Apr

Hari Minggu yang lalu adalah hari Paskah. Easter. Dan biasanya kalau mendengar kata easter, masyarakat awam akan membayangkan  telur atau kelinci. Atau bahkan coklat berbentuk kelinci. Aku ingat sekali dulu, kami pernah mendapat hadiah coklat berbentuk kelinci dari Belanda. Sebetulnya apa hubungannya Kelinci dan Telur dalam Easter?

Jawabannya mungkin akan sama dengan pohon natal dan santa claus pada hari Natal. Yang pasti memang paskah itu dirayakan pada awal musim semi, sehingga easter = spring. Bahkan aku baru tahu dari pastor kemarin bahwa paskah itu selalu jatuh pada hari Minggu terdekat dari bulan purnama sesudah hari Equinox (22 Maret). Dan kalau pernah menonton film Bambi, bisa diketahui bahwa binatang-binatang keluar dari sarangnya di awal musim semi, dan …. kawin. Bisa terbayang kelinci berlarian di tengah-tengah padang bunga kan? Jadi kalau soal kelinci, aku bisa memakluminya jika dipakai sebagai lambang easter. Tapi telur?

Easter bunny biasanya membawa telur. Dari kecil di keluargaku juga punya kebiasaan untuk menyembunyikan telur-telur Paskah yang sudah dihias sebelumnya (telur rebus). Bahkan ada perlombaan menghias telur di sekolah minggu (perkumpulan anak-anak gereja). Tapi aku baru sadar  dari penjelasan pastor dalam misa yang menjelaskan bahwa sesudah misa akan dibagikan telur rebus. Telur itu dipakai sebagai lambang “hidup baru”, lambang kebangkitan Yesus yang bangkit dari mati. Lambang-lambang dari pergantian musim menuju musim semi ikut meramaikan perayaan Paskah, asal jangan sampai kehilangan esensinya saja.

Aku bersama Riku dan Kai mengikuti misa Paskah hari Minggu kemarin di Kichijouji. Kira-kira 30 menit dengan bus + jalan kaki dari rumahku. Gen sudah 2 minggu terus menerus bekerja (hari Minggupun) karena awal tahun fiskal, jadi kami hanya bertiga saja. Tadinya kami berencana pergi ke misa pukul 9 pagi, tapi karena sesuatu hal, menjadi pukul 12 siang! Tapi untung saja, kami jadi bisa mengikuti upacara permandian bayinya teman kami Nesta di misa itu.

Kuil di pinggir danau di Taman Inokashira

Setelah misa, aku mengajak anak-anak untuk pergi ke Taman Inokashira yang terletak dekat dari gereja kami. Kira-kira berjalan 5 menit kami sampai di salah satu sudut kolam, tempat sebuah kuil di pinggir danau berada. Paduan pemandangan bunga Sakura dengan danau dan kuil membuat perasaan kami pun riang. Riku dan Kai yang tadinya malas pergi ke Taman, jadi ikut bisa menikmati pemandangan yang indah, dan ikut mengabadikan keindahan sakura dengan kamera kecil. Di tempat ini tidak begitu banyak orang, tapi begitu kami pergi mengelilingi danau dan beranjak pulang ke arah stasiun… ampun deh. Penuh dengan orang-orang yang ingin menikmati keindahan sakura.

lihat orang-orang di atas jembatan itu!

Memang akhir pekan tanggal 7-8 April ini merupakan puncak mekarnya bunga sakura di Tokyo. Mungkin seluruh penduduk Tokyo bepergian ke tempat-tempat terkenal, terutama taman-taman yang tersebar di beberapa tempat. Cuacanya juga sangat mendukung. Orang Jepang memang mempunyai kebiasaan untuk HANAMI, melihat keindahan sakura TAPI dengan cara berpiknik di bawah pohon Sakura. Menggelar tikar/alas di bawah pohon, makan dan minum (alkohol) bersama teman-teman. Bisa bayangkan penuhnya taman-taman ini bukan? Konon 220.000 orang memenuhi Taman Ueno pada hari Sabtu, dan jumlah yang kurang lebih sama pada hari Minggunya. Padahal taman di Tokyo bukan hanya Ueno, ada Tachikawa, Rikugien, Inokashira, Shakujii Koen dan lain-lain. Belum taman-taman kecil tak bernama di sekeliling perumahan. Dan tentu saja semuanya gratis!

 

Di danau itu juga ada bagian untuk orang-orang berperahu kayuh "Swan. Riku tentu saja ingin tapi kakiku sakit dan begitu banyak orang yang antri! Bebek di danau itu cantik ya?

Aku sendiri tidak suka berpiknik bersama di bawah pohon sakura. Meskipun banyak orang Jepang menganggap beruntung bisa bisa minum dengan kelopak-kelopak sakura berjatuhan dalam gelasnya, aku merasa tidak nyaman. Selama 20 tahun aku hidup di Jepang, baru 2 kali aku ikut HANAMI bersama teman-teman. Lebih suka berjalan di bawah pohon sambil menikmati pemandangan yang ada. Tapi kalau terlalu banyak orang juga apa enaknya?

Air mancur (ayooo air mancur atau air muncrat yang benar? hehehe) di danau dan sakura

Jadi aku mengajak Riku dan Kai pulang sekitar pukul setengah 4. Dengan susah payah kami menembus lautan manusia yang baru akan menuju ke taman Inokashira. Lebih banyak orang yang datang daripada yang pulang. Untung saja akhirnya kami bisa sampai di stasiun dengan selamat. Dan aku mengajak Riku dan Kai makan di sebuah izakaya (tempat minum) yang sudah buka sejak siang. Kalau malam, aku pasti tidak akan mengajak anak-anak ke tempat semacam itu. Mumpung siang (sore) aku mengajak mereka. Ciri khas izakaya itu adalah porsi makanannya kecil dan bermacam-macam. Dari sate sampai sashimi ada. Meskipun ya tidak bisa dibilang kualitas prima, cukuplah.

Dari arah aku berdiri, di kiri danau itu kuil dan di kanan belakang bagian untuk naik boat Swan

Masa melihat bunga sakura akan berlalu begitu hujan turun. Biasanya sakura memang tidak akan bertahan lebih lama dari satu minggu, dan kami sudah tahu bahwa hari Rabu ini akan turun hujan, sehingga setelah weekend kemarin itu kami hanya bisa menikmati sisa-sisanya saja. Semoga akhir pekan besok masih ada sakura yang bertahan, karena untuk pertama kalinya kami bisa bepergian sekeluarga dengan Gen yang baru bisa libur Sabtu besok. Kalau tidak ada lagi sakura, berarti kami harus menunggu satu tahun lagi deh.

Sakura lambang musim semi di Jepang

Cita-cita Anak dan Orang Tua

10 Apr

Ya, saya ingin menegaskan kembali bahwa memang tahun ajaran baru di Jepang itu dimulai bulan April, bukan Januari, Juli atau September. Alasannya?

Memang di Amerika dan Eropa, juga China tahun ajaran baru mulai  bulan September, sedangkan Korea bulan Maret. Kenapa musti dimulai April sih? Sebetulnya yang paling bisa dikatakan sebagai alasan yang tepat adalah bahwa karena bulan April merupakan awal tahun fiskal, sehingga semua anggaran bisa dimulai bersamaan. Lucunya awal tahun fiskal di Jepang yang April itu meniru Inggris tapi Inggris sendiri tidak menyamakan awal tahun fiskal dengan tahun ajaran 😀

Selain alasan bersamaan dengan tahun fiskal, ada juga alasan-alasan “sekunder” seperti kalau bulan April, awal musim semi ditandai dengan mekarnya bunga Sakura. Setiap upacara masuk sekolah/universitas pasti ada latar belakang bunga sakura. Secara psikologis, keindahan bunga ini memberikan semangat untuk memulai sesuatu yang baru. Musim semi juga berarti bertambah hangat, sehingga tidak perlu “berdingin-dingin” waktu belajar. Meskipun sekarang semua sekolah dilengkapi dengan AC dan Heater, rasanya akan lebih enak belajar jika udara itu “pas”, tidak dingin dan tidak panas. Jadi, tahun ajaran di Jepang itu dimulai April sampai Juli, kemudian sekitar 20 Juli masuk libur musim panas. Kemudian mulai lagi September sampai Februari/Maret, dengan libur pergantian tahun dan libur “kenaikan kelas” di bulan Maret. Jadi memang libur yang terpanjang itu waktu summer, musim panas yang sampai 1 bulan lebih. (Dan karena itu pula aku cuma bisa mudik pada musim panas ini. Sayang kan kalau mudiknya harus cepat-cepat.)

Nah, kemarin di tulisan “Langkah Baru“, aku menceritakan soal upacara awal tahun ajaran baru di TK. Karena Kai sudah tahun kedua di TK, kami datang ke TK dari pukul 8:40 sampai 9:40. Ya, kira-kira satu jam saja. Waktu meninggalkan TK, kami berselisipan dengan orang tua dan murid TK baru yang akan memulai TK pada tahun ini. TK Nensho (tahun pertama – usia 3 tahun). Mereka akan mengikuti upacara penerimaan murid baru yang dimulai pukul 10:30. Biasanya satu anak diantar oleh bapak dan ibunya (kecuali Ibu Imelda Miyashita dulu mengantar Riku dan Kai sendirian karena papanya juga sibuk dengan acara di universitasnya hehehe). Si Bapak tentu saja berjas, dan si Ibu juga dandan abiz, membawa kamera dan handycam untuk meliput upacara. Ya, pada hari ini mereka pertama kali melepas anaknya ke “masyarakat”.

Hebohnya orang tua yang mengantar anaknya pertama kali ke TK, tidak sama dengan waktu mengantar anaknya masuk SD, KECUALI jika anaknya tidak mengikuti pendidikan di TK, langsung masuk SD. Tapi pengamatanku ini juga mungkin karena SDnya Riku itu SD Negeri, jadi tidak terlampau “heboh”. Bagaimanapun juga memang ada kebanggaan tersendiri waktu mengantar anak kita mengikuti upacara masuk SD, sistem pendidikan formal yang memang wajib diikuti (sampai SMP). Nah, murid SD kelas 1 ini sering disebut dengan “pika-pika ichinensei” (Kelas 1 yang berkilau) dan tentu saja banyak diliput oleh media massa.

Pohon sakura di dekat SD nya Riku

Salah satu pertanyaan media massa itu biasanya, “Apa cita-citamu?”. Nah, jika pertanyaan ini diajukan pada anak-anak Indonesia, biasanya akan mengatakan : mau jadi dokter atau insinyur kan? Tapi ternyata di Jepang anak-anak lelaki itu nomor satu ingin menjadi “Atlit” dan yang perempuan ingin menjadi “tukang roti/kue”. Hmmm memang atlit profesional pendapatannya besar jeh. Aku memang juga sudah pernah menulis di posting Nak, kalau besar mau jadi apa?, dan meskipun angket itu dilakukan oleh perusahaan yang berbeda dengan responden berbeda, ternyata jawabannya sama!

Dan survey yang diadakan perusahaan ransel yang sudah diadakan sejak 1999, selama 14 tahun itu, cita-cita anak laki-laki itu tidak berubah untuk 3 besar, yaitu  menjadi Atlit, Polisi dan Supir. Hanya untuk perempuan 3 besarnya berubah urutan saja, tapi tetap mereka ingin menjadi pembuat roti/kue, artis dan florist. Membumi sekali kan?

Tapi cita-cita anak-anak tidaklah selalu sama dengan keinginan orang tua. Ternyata orang tua Jepang paling ingin menjadikan anak-anaknya sebagai : 1. Pegawai Negeri, 2. Atlit dan 3. Dokter…. untuk anak laki-laki 3 jenis pekerjaan ini juga tidak berubah selama 21 tahun. Sedangkan untuk anak perempuan, orang tua paling menginginkan anaknya menjadi perawat (nomor 1). Dan lucunya pekerjaan yang berhubungan dengan medis seperti farmasi, dokter dan medis lainnya menjadi lebih populer di kalangan orang tua. Hmmm, pegawai negeri ya…. mungkin sama saja dengan orang tua Indonesia ya? Bagaimana kamu? 😀

Tapi sebetulnya yang bercita-cita seharusnya memang si anak ya? Dan tentu bisa berganti-ganti sesuai dengan tingkat kedewasaannya. Orang tua hanya bisa mengarahkan saja, meskipun berkeinginan yang didasari pengamatan mendalam. Cita-cita Riku sekarang apa ya? Dulu dia pernah mau menjadi Pelukis, mungkin sekarang mau bekerja di Lego Corp hahaha. (Barusan Riku pulang, dan aku tanya dia kalau besar mau jadi apa? Dijawab: Cameraman! hahaha)

sumber data dari  http://juken.oricon.co.jp/2009661/full/#rk

 

Cita-cita anak-anak Jepang: LAKI-LAKI : Atlit, Polisi, Supir, Karakter TV/anime, Pemadam Kebakaran, Tukang, Koki, Pembuat roti/kue, Peneliti/Ilmuwan, Wiraswasta. PEREMPUAN: Pembuat roti/kue, Artis, florist, Guru PAUD, Perawat, Salon, Pet shop/trimmer, Toko ice cream, dokter, guru.

 

 

Keinginan orang tua terhadap anaknya. LAKI-LAKI : Pegawai negeri, atlit, dokter pegawai kantor, pemadam kebakaran, tukang, peneliti, farmasi, arsitek/sipil, polisi. PEREMPUAN: Perawat, pegawai negeri, farmasi, guru PAUD, Pembuat roti/kue, dokter, medis, guru, pramugari, artis.

Langkah Baru

9 Apr

Akhiiiirrrrrnyaaaaa libur musim semi sejak tanggal 25 Maret yang lalu berakhir. Tanggal Jumat, 6 April Riku pergi ke sekolah untuk memulai tahun ajaran baru sebagai murid kelas 4. Aku baru tahu loh bahwa ternyata, sekolah negeri di Jepang selalu mengadakan upacara masuk sekolah pada tanggal yang sama, yaitu tgl 6 April itu. Kecuali jika jatuh pada hari Sabtu/Minggu, diundur ke hari kerja sesudah tanggal 6 April.

Tapi perginya cuma untuk “melapor” karena pada hari itu juga ada upacara penerimaan murid baru kelas 1 di SDnya. Jadi mereka hanya berkumpul sebentar, menerima pengumuman tertulis, taruh sepatu dalam (uwabaki上履き) kemudian pulang. Rupanya gurunya Riku ganti, biasanya guru perempuan mulai tahun ajaran baru ini menjadi guru laki-laki, pindahan dari sekolah negeri lain. Biasanya di sekolah negeri, satu wali kelas (tannin 担任 ) memegang kelasnya selama dua tahun, jadi kelas 1-2, 3-4 dan 5-6.  Namun karena kelas 3 Riku bermasalah dengan guru (orang tua murid menganggap guru itu tidak bisa menguasai murid-murid yang nakal) jadi diganti. Padahal Riku sudah berkata padaku, bahwa guru dia yang dulu itu baik kok, dan dia tidak masalah belajar dengan guru itu. Tapi memang kalau aku dengar dari ibu-ibu lain, dia kurang tegas/wibawa kepada anak-anak, sehingga kelasnya ribut dan tidak memperhatikan pelajaran terus. Sekali memang Riku pernah mengeluh bahwa dia tidak bisa belajar tenang dalam kelas karena teman-teman lainnya ramai. Well, aku harap dengan guru baru ini, kelas 4 bisa mengejar ketinggalan mereka.

Kai menjadi murid Nenchu...TK B di halaman TK yang penuh dengan bunga sakura! Musim semi memang sudah tiba!

Untuk TK nya Kai, dia mulai hari ini, Senin tgl 9 April. Karena Kai sudah TK B (kelas menengah) – FYI TK di Jepang terdiri dari 3 kelas yaitu Nensho (usia 3 th), Nenchu (usia 4 th) dan Nencho (usia 5 th) – maka Kai disuruh datang sebelum pukul 8:40 bersama orang tua. Untung saja meskipun semalam dia tidur larut, dia mau bangun pukul 7:20… dibangunin Riku… dan mau bersiap-siap memakai baju seragam TK nya. Lucu sebetulnya si Kai ini, dia selalu menolak pakai seragam karena katanya : celananya pendek! malu! hahaha. Untung saja hari ini mamanya pintar memuji “Kai cakep deh…” “Kai sudah besar ya, sudah ada adik kelas loh…” dan “Kalau Kai pergi hari ini, pulangnya mama belikan es krim deh ” **loh hihihihi***

Jadi dengan membawa tas besar berisi segala peralatan TK Kai, aku membonceng Kai dengan sepeda. Untung kakiku tidak begitu sakit dipakai untuk mengayuh, karena kalau jalan kaki pasti makan waktu lama untuk sampai, karena kaki agak pincang jalannya. Untung juga cuaca cerah sekali hari ini bahkan kabarnya hangat, mencapai 24 derajat. Memang orang Indonesia itu banyak untungnya! Dan kami sampai di TK nya sebelum pukul 8:40 dan langsung menuju ke kelas barunya : Momo gumi (Kelas Peach). Kelas baru, teman-teman sebagain baru dan guru baru… cukup membuat ciut hati Kai. Jadi waktu kami orang tua harus pergi berkumpul ke aula, dia menahanku dan sudah hampir menangis. “Mama harus pergi dulu ke atas untuk bayar, tapi mama ada di sini terus, dan kita pulang sama-sama”. Mungkin dia ingat bahwa dia juga sudah naik kelas, dengan muka menahan tangis, dia merelakan aku pergi. Aku cukup was was apakah dia akan nangis lagi seperti kejadian setahun yang lalu. Ternyata tidak.

Ternyata anak-anak dibawa oleh guru mereka masing-masing ke aula sambil berbaris, dan bersama dengan orang tua mengikuti sambutan dari kepala TK sekaligus mengikuti perkenalan dengan guru-guru yang lain. Ternyata dua guru yang pernah mengajar Riku waktu TK sudah berhenti (karena menikah), tapi guru Kai yang sekarang sudah 6 tahun bekerja di TK tersebut. TK ini memang TK swasta, dan aku benar-benar kagum dengan kurikulum dan sumber daya manusia TK ini. Hebat euy. Kepala sekolahnya sudah sepuh sekali (mungkin sekitar 70 tahun…. sudah 40 th lebih bekerja di situ) tapi masih tajam daya ingatannya dan baik sekali. Dia masih ingat namaku setelah 4 tahun loh!

Satu minggu ini TK cuma belajar sampai pukul 11 untuk penyesuaian. Juga ada kunjungan guru ke rumah untuk mengetahui kebiasaan sang murid. Belum lagi ada pertemuan orang tua murid dan guru. Padat sekali jadwalnya, dan itu membuatku cukup pusing mengatur jadwalku sendiri karena minggu ini aku juga mulai mengajar di universitas. Belum lagi dipadukan dengan jadwal Riku juga….. Aku yang harus membuat jadwal untuk 3 orang! UNTUNG cuma 2 anaknya, kalau LEBIH? mampus deh aku hihihi ( Ya sudah pasti tidak bisa bekerja kalau punya anak lebih dari 2orang…ini aja udah pusing!)

Tapi seiring dengan cuaca yang menghangat, sakura yang bermekaran, semangat dari murid dan guru baru, kami warga Tokyo menyambut tahun ajaran baru 2012 dengan penuh semangat. Memulai langkah yang baru, hidup yang baru, sama dengan Yesus yang bangkit pada hari Minggu kemarin, di hari Paskah. Selamat Paskah…..

Dan menjawab komentar Clara yang menanyakan kabarku: Yuuuuhuuuu aku di sini. Terakhir posting hari Rabu. Memasuki hari Trisuci Paskah aku kok jadi malas membuat posting baru. Kebetulan aku juga lagi sakit sehingga memakai waktu untuk istirahat dan membaca buku saja. Lumayan ada 3 novel bahasa Inggris (romance) yang bisa kubaca hehehe.

 

Hari Terjepit untuk Transgender

4 Apr

Seperti biasa aku setiap hari mencari “Hari ini hari apa”, jika ada yang menarik yang bisa aku sharekan dengan teman-teman di FB. Dulu aku memang sering menulis di sini juga, tapi lama-lama menjadi bosan karena aku harus mencari literatur tambahan. Kalau di FB hanya tinggal menerjemahkan sedikit saja. Bagiku tulisan di blog itu TIDAK BOLEH hanya 1 kalimat 😀  Dan sampai sekarang aku menulis pasti di atas 100 kata untuk 1 posting. Yang terpendek mungkin sebuah tulisan mengenai Makanan Termewah. Itu prinsipku, karena blog bukanlah twitter/status di FB 🙂 (Aku harap jangan ada yang tersinggung, karena ini hanya prinsipku saja)

Nah hari ini kalau ditulis dengan angka cukup cantik, 4 April (4-4), dan ada beberapa peringatan di Jepang untuk hari ini. Tapi yang paling menarik adalah peringatan untuk WADAM atau WARIA, bahasa Jepangnya OKAMA/Transgender. Alasannya karena tanggal 3 Maret (3-3) itu hari anak perempuan di Jepang, lalu tgl 5 Mei (5-5) adalah hari anak (laki-laki) di Jepang, jadi untuk mereka yang “di tengah-tengah” mengambil tanggal 4 April ini sebagai hari peringatan mereka. Transgender adalah mereka yang “melampaui” gender yang dibawa waktu lahir. Istilahnya memang banyak sekali, tapi yang pasti dalam transgender, mereka tidak merubah kelamin mereka. Yang berubah hanya penampilan, atau pembawaan mereka.

Yang kutahui banyak hairstylist di Indonesia yang “transgender” tidak harus seperti “banci” tapi pembawaan atau cara bicara  mereka memang seperti perempuan. Nah, yang lucu, mungkin aku juga jarang ke salon di Jepang sih, aku tidak pernah menemukan hairstylist “transgender” sebanyak di Indonesia. Tapi yang mengherankan cukup banyak penampilan artis televisi yang transgender di Jepang. Mereka berpakaian seperti wanita, tapi tidak malu mengakui bahwa mereka sebetulnya laki-laki dengan identitas laki-laki. Bahkan kadang-kadang mereka memperlihatkan foto-foto dan cerita waktu mereka kecil.

Ada yang memang terlihat cantik seperti wanita, tapi tidak sedikit yang terkesan “maksa” sehingga terlihat sekali kelaki-lakiannya 😀 Kalau melihat foto-foto di bawah ini, kamu paling suka yang mana? 😀

 

kiri atas: IKKO, seorang make up artis, kanan atas: Mitz Mangrove artis, kiri bawah : Mikawa - penyanyi dan kanan bawah Matsuko Deluxe. Ini baru sedikit contoh dari yang sukses.

 

Yang aku rasa hebat di Jepang memang keberadaan transgender tidak begitu dianggap tabu, mungkin karena Jepang juga sudah modern dan menghargai hak-hak asasi manusia. Aku masih ragu apakah transgender di Indonesia bisa sesukses mereka tanpa ada perlawanan dari masyarakat sekitar. Wong rok mini saja dilarang yaaa hehehe.

Dan yang pasti hari ini aku teringat sebuah buku yang mengangkat cerita seorang transexual (berganti kelamin) yang dikarang Yoshimoto Banana berjudul Kitchen. Aku tidak tahu apakah sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau belum, tapi sudah ada bahasa Inggrisnya. Ceritanya menarik, dan mungkin satu-satunya cerita pengarang Jepang modern yang kubaca sampai selesai dalam bahasa Jepang. (Soalnya sayang waktunya, satu buku bahasa Jepang bisa baca 2-3 buku bahasa Inggris kan hehehe)

Haruna Ai... nah kalau dia memang sudah operasi. Cantik ya? Dipilih sbg Miss NewHalf di Thailand

Akhirnya selesai juga deh tulisan kedua hari ini. 😀

Selamat bobo!

Wasiat

1 Apr

Dua hari yang lalu, Gen pulang ke rumah sekitar pukul 1 malam (menjelang akhir tahun fiskal biasa lembur begini), lalu dia memberikan kepadaku sebuah kotak hadiah, berisi Udon (Mie Jepang yang tebal). Lalu dia menceritakan dari siapa Udon sekotak itu didapat. Ternyata dari seorang Dosen yang bekerja di Universitasnya. Dosen itu meninggal 2 minggu yang lalu. Dan seperti biasa kalau upacara pemakaman  di sini, pelayat memberikan “amplop” bernama okoden お香典 (harafiahnya sumbangan untuk insence – hio) . Oleh pihak keluarga atau pengurus rumah duka, pelayat akan menerima “tanda terima kasih” biasanya berupa saputangan, atau teh jepang. Jadi yang membedakan memang tanda terima kasih yang diterima Gen itu berupa Udon, TAPI YANG DIPILIH DAN DIKIRIM OLEH SENSEI YANG MENINGGAL ITU SEBELUM DIA MENINGGAL. Sensei itu memang sudah tahu dia akan meninggal karena dia sakit kanker yang sudah diultimatum dokter umurnya tidak lama. Karena dipilih dan dikirim oleh Sensei itu sendiri, pihak toko yang mengirim juga tidak memberikan lapisan kerta noshi のし yang khusus berwarna hitam-putih (orang meninggal) tapi yang merah-putih, wong yang pesan itu orang ybs. Udon itu dikirim kepada semua pegawai Universitas, dan semua sangat terharu menerima kiriman itu. Saat menceritakan hal tersebut pun mata Gen berkaca-kaca.

Udon yang dikirim oleh Sensei yang sudah meninggal, dengan noshi berwarna merah-putih

Mungkin tidak tepat jika aku katakan Udon itu sebagai wasiat. Tapi aku punya satu cerita lagi yang bisa dihubungkan dengan judul di atas. Aku tahu namanya dari beberapa status teman di Facebook. Teman-teman wanita waktu SMA, dan membuatku curious apakah aku kenal dia? Ternyata ku tidak kenal dia, tapi kulihat teman-temanku yang menulis atau komentar tentang kematiannya adalah teman-teman yang berhubungan dengan New York.Berkat mengintip beberapa tulisan teman-temannya, aku berhasil menemukan blognya…dan terkesima dengan tulisannya.  Seorang yang energetik, dan mempunyai masalah jantung. Waktu kubaca tulisan terakhir di blognya, yang memang sudah lama vakum juga,  dia menceritakan bagaimana dia mempunyai masalah jantung, yang sudah mengalami operasi besar 5 kali, dan semua pembuluh darahnya sintetis. Kabarnya dia meninggal setelah operasi yang ke 6, akibat perdarahan dalam. Tulisannya di situ mengingatkan pembaca untuk menyayangi tubuh yang diciptakan Tuhan, jangan merubah adikarya Tuhan, karena secanggih-canggihnya manusia tidak akan bisa menyamai karya Tuhan. Ah senang bisa mengenal seseorang seperti dia…meskipun dia baru saja dipanggil Tuhan. Rest in peace Ditta, my new blogfriend! I really enjoy reading your blog. It a pity that you couldn’t write anymore. Dan aku sengaja menyimpan URLnya yang berjudul Now or Never? Aku menganggap Ditta telah meninggalkan wasiatnya dengan tulisan-tulisan di blognya.

“Emangnya apa perlunya sih ente menceritakan tentang kehidupan pribadi di situ? Apa perlu semua dunia tahu dengan hidupmu?”

 Ini adalah pernyataan seorang teman Uda Vizon dalam postingan  dunia perlu tahu..?  Banyak sekali komentar yang disampaikan teman-teman blogger di situ, silakan baca ya, tapi aku paling cocok dengan pendapat Arman. Mungkin karena kami memang tinggal di luar negeri, dan membutuhkan blog sebagai “catatan” kami yang bisa dibaca oleh keluarga dan teman-teman yang berminat 🙂

Meskipun sebenarnya aku telah menulis blog sejak tahun 2005, Twilight Express dimulai tahun 2008 di domain ini dan kuanggap berulang tahun setiap tanggal 1 April. Selama 4 tahun ngeblog tentu banyak sekali manfaat yang kudapat dari kegiatan menulis ini. Bukan  “Memberitahukan pada seluruh dunia tentang hidupku” tapi yang terpenting adalah PERSAHABATAN DAN SILATURAHMI. Tak terhitung teman baru yang kudapat dari TE ini, dan beberapa di antaranya bahkan menjadi sahabat karib, dan kami tetap menjaga silaturahmi sampai sekarang. Bahkan aku banyak mendapat dukungan moril dari teman-teman blogger waktu mama meninggal tgl 23 Februari lalu.

Seperti yang bisa dilihat pada daftar Top komentator, daftar nama teman di tahun awal memang berubah dengan daftar nama teman sekarang, tapi bukan berarti mereka yang tidak tercantum itu tidak lagi berteman/bersilaturahmi denganku.  Banyak sarana lain yang bisa dipakai untuk saling berhubungan. Dan aku ingin tetap berteman dengan mereka (tentu kalau mereka juga berpikiran sama denganku). Dan khusus untuk tulisan kali ini aku ingin mendoakan kesuksesan operasi seorang TE reader yang akan dioperasi hari senin ini. Aku sudah cukup lama mengenalnya dan meskipun sudah lama dia tidak komentar di TE, kami masih sesekali berhubungan di FB, dan aku kaget sekali waktu dia mohon didoakan untuk sebuah operasi besar yang akan dijalaninya hari ini. Semoga operasinya berhasil…. Amin.

Seperti biasa, aku ingin melaporkan performance TE selama ini. Jumlah postingan sampai dengan posting hari ini, tepat di hari Ultah TE ke 4 adalah 1102 posting, dengan 21.933 komentar. PR nya masih 3, dengan Alexa yang belum naik-naik dari tahun kemarin. Target berikutnya adalah 1111 posting dan 22.222 komentar. Semoga Anda yang menjadi komentator ke 22.222 ya… Pasti ada sesuatu yang kukirim dari sini.

Posting paling banyak komentarnya adalah Belajar terus sampai mati, sebuah cerita dari Watanabe san, mantan muridku yang tetap memegang buku pelajaran bahasa Indonesianya sampai hari terakhir beliau meninggal tanggal 7 Maret yang lalu dalam usia 96 tahun. May he rest in peace.

Memasuki tahun ke 5 aku akan berusaha meningkatkan semangat menulis seperti yang kupunyai pada awal-awal TE dibuat. Aku ingin tertular kembali semangat menulis dari teman-teman blogger, sambil menanamkan kembali keinginan awalku waktu membuat blog ini yaitu untuk mencatatkan kehidupanku di Jepang dan memberikan info yang kira-kira berguna bagi yang membacanya. Semoga saja kelak TE bisa menjadi wasiat, paling tidak bagi anak-anakku dan keluargaku.

Selaksa terima kasih untuk perhatian dan dukungan teman-teman semua.