Penampilan itu Penting!

4 Nov

“Penampilan memang bukan segalanya, tapi segalanya berawal dari penampilan”. Bener sekali! Bahkan dalam pepatah bahasa Jepang, disebutkan “Magonimo isshou 馬子にも衣装” yang artinya penarik kudapun diberi pakaian bagus. (seseorang yang statusnya rendahpun jika diberi pakaian bagus akan terlihat bagus)

Kemarin itu deMiyashita shopping nih ceritanya. Tidak biasa-biasanya, dan ini bukan shopping Natal seperti yang dilakukan Arman sekeluarga :D. Tapi ada hubungannya dengan penampilan.

Hari Minggu nanti ada acara “Klinik sepak bola ayah dan anak”, dan Riku serta papanya berniat untuk ikut. Katanya akan ada beberapa atlit sepakbola dari klub sepak bola yang akan mengajarkan cara-cara sepak bola yang baik dan benar. Hanya diperuntukkan bagi anak-anak kelas 1-2-3 SD saja, dan pendaftarannya sudah dilakukan sejak sebulan lalu. Waaah begitu aku mendengar papanya mau supaya Riku ikut, aku agak ragu, tapi yah biarkan saja, supaya mereka berdua tahu 😀 Sesungguhnya dulu waktu Riku TK, aku memasukkan dia ke klub sepak bola yang merupakan kegiatan ekstra kurikuler TKnya. Latihan hanya seminggu sekali, setiap hari Rabu. Dan… selama dua tahun paling Riku hanya 5 kali latihan, padahal bayar ekskul jalan terus 🙁 Riku memang tidak suka olahraga, dan aku memang juga tidak telaten menegur, menunggui waktu dia latihan. Maklum waktu itu aku juga sedang hamil Kai dan terus bekerja.

Sejak dia SD sudah lumayan dia sering bermain dengan teman-temannya, bermain sepak bola atau bersepeda, selain membuat kelompok lego tentunya. Tapi tetap saja waktu kutanya, “Kamu mau masuk ekskul sepak bola?” (Mulai tahun depan murid kelas 4 wajib ikut ekskul), dia menjawab, “Aku mau masuk Science Club!”… duh memang tidak jauh-jauh deh dari papa mamanya hahaha.

Jadi untuk menghadapi acara main bola besok Minggu, kemarin karena hari libur, kami pergi berbelanja di toko olahraga ALPEN (merek yang aku ketahui dulu dari ranselnya). Aku duduk saja karena kepalaku sedang sakit, sambil melihat Gen memilihkan baju + celana, sepatu spike, kaus kaki, dan tas bola. Untung aku tetap simpan bola no 4 yang dulu dibeli waktu TK sehingga tidak perlu beli lagi. Dan tentu saja membeli satu set baju untuk papanya. Nah, Kai yang tidak bisa diam berlari ke sana kemari, dan hanya mau diam waktu kami melihat-lihat glove untuk baseball. Kebetulan ada potongan harga yang cukup besar untuk glove anak-anak. Memang tidak begitu  bagus, tapi cukuplah untuk latihan lempar tangkap bola. Dan tentu saja harus ada yang menemani untuk latihan kan? Jadi kami membeli juga glove untuk dewasa yang bisa aku pakai. Kalau lempar tangkap bola boleh deh, tapi kalau ikut berlatih sepak bola, aku ogah!

So, apakah shopping kami kemarin yang cukup mahal jumlahnya akan bermanfaat? Ya kita tunggu saja besok Minggu hehehe. Paling tidak penampilan Riku sudah cukup meyakinkan untuk menjadi pemain sepak bola 😀

 

Riku mencoba setelan olahraga barunya

Pecicilan

4 Nov

Hayooo pecicilan itu kata dasarnya apa? cicil? Tapi waktu aku cari di KBBI daring (yang sekarang sedang down) hanya dapat 2 arti : 1. mencicil seperti kredit dan 2. mata membelalak. Padahal yang aku maksud dengan pecicilan bukan mata membelalak, tapi yang artinya “tidak bisa diam”. Jadi pasti bahasa Jawa tuh. Langsung aku konfirmasikan ke Krismariana, dan memang untuk mengatakan  “tidak bisa diam” bisa dipakai kata “pecicilan”.

Tentu saja tahu dong siapa yang pecicilan kan? Ya si Koala, alias Kai, anak keduaku. Hari Selasa, 1 November itu aku janji bertemu dengan Ade Susanti dan suaminya jam 11 di Stasiun Tokyo. Mereka dari Nagoya naik shinkansen. Tadinya kupikir aku bisa pergi sendiri dan menemani mereka sampai jam 4-an karena aku akan memperpanjang jam belajar di TK nya sampai jam 5. Eh, ternyata aku salah lihat daftar rencana belajar, rupanya tanggal 1 November itu TK nya Kai libur karena ada penerimaan murid baru untuk tahun ajaran (April)  2012-2013. Ya sudah, terpaksa dong aku bawa Kai.  Dan untung sekali kami bisa berkomunikasi lewat sms sehingga bisa bertemu di Stasiun Tokyo yang begitu luas.

Imperial Palace dari luar, kiri bawah Nijubashi

Karena kami mau menaruh koper dulu ke hotel di Asakusa, maka aku pikir lebih baik naik taxi. Lumayan kalau bawa koper naik turun subway yang termasuk lama (sejarahnya) karena biasanya tidak ada eskalatornya. Sesudah naik taxi, aku tanya soal Imperial Palace yang bisa dikunjungi umum itu yang mana. Eh pak supir baik, dia bilang, itu sudah keliatan kok, apa mau dilewati. Wah asyik juga, jadi aku minta pak supir melewati pintu Gerbang utama Palace, dan jembatan Nijubashi. Aryo, suami Ade ingin sekali memotret Nijubashi. Tapi kami cukup kecewa waktu melihat Nijubashi itu tidak sebesar perkiraan kami waktu melihat foto-foto pariwisata. Kecil deh hehehe. Yah, cukuplah aku mengambil foto dari dalam taxi saja. Nanti kalau ada waktu bisa kembali lagi.

Becak tradisional, Gedung Asahi, Sky Tree

Dari depan taman istana, kami menyusuri jalan melalui Akihabara, Ueno, Asakusa, dan kami turun persis di stasiun Asakusa. Ternyata hotel yang dipesan dekat sekali dengan hotel. Aku cukup senang dengan pelayanan hotel bisnis yang cukup ramah dan pintar berbahasa Inggris. (Tapi ngga tau sih bagaimana kalau menginap, nanti musti tanya pada Ade). Karena belum waktu cek in (waktu itu menjelang  pukul 1:00 padahal waktu cek in pukul 3 sore) koper ditinggal dan bisa langsung dimasukkan ke kamar begitu kamarnya selesai. Dan kami keluar lagi untuk cari makan siang. Nah aku menanyakan pada Ade, maunya makan Segala Tahu atau Shabu-shabu. Dan pilihan ke Shabu-shabu.

Kiri atas: Latar Mitsukoshi Ginza, kiri bawah tahu dengan asparagus

Jadi kami menuju Ginza yang terkenal sebagai Daerah Shopping (Kalau di New York ya Fifth Avenue deh). Kami menuju stasiun yang letaknya dekat sekali dengan hotel, dan jalurnya adalah Ginza Line! Jadi kami bisa langsung ke Ginza tanpa harus ganti-ganti kereta lagi. Dengan waswas aku masuki stasiun subway. Aku jelaskan pada Ade bahwa aku tidak bisa naik subway karena pernah panic syndrome, jadi harus ajak aku bicara terus, supaya aku tidak panik. Untunglah Ginza Line itu tidak terlalu dalam di bawah tanah(karena Ginza line adalah subway nomor 2 yang dibangun di Tokyo, Nomor satunya Marunouchi line), jadi aku bisa tahan melampaui 10 stasiun sebelum sampai ke Ginza. Senang juga bisa naik subway lagi. Tapi aku tidak yakin aku bisa naik sendiri. Sedapat mungkin aku cari kereta di atas tanah, bus, atau taxi hehehe.

Begitu sampai di Ginza, kami menuju Ginza Core Building lantai 2, tempat “Shabusen”, restoran shabu-shabu yang enak dan reasonable  di Tokyo. Aku sekaligus bernostalgia di restoran ini, karena dulu waktu single lumayan sering aku makan di sini, baik dengan papa mama jika datang ke Tokyo, atau teman-teman papa, atau teman-teman gereja. Aku ingat sekali ada satu teman gerejaku yang laki-laki bernama S yang bisa tambah nasi sampai 5 kali (disini bisa tambah nasi atau bubur sebebasnya jika kita pesan shabu-shabu daging). Dan ada satu appetizer (makanan pembuka) yang selalu aku pesan di sini yaitu asparadofu (Tahu sutra dengan asparagus) it melted in your mouth!

 

Shabu-shabu di Shabusen, Ginza

(Eh omong-omong soal tambah nasi, aku sampai tambah dua kali loh, soalnya Kai makan bersamaku, dan dia bisa makan 1 mangkok nasi ukuran orang dewasa! aku sampai heran sekali…..)

 

Torii sebelum menuju Kuil utama Meiji Shrine, Kai dan Ade bergaya ultraman.

Dari Ginza kami langsung menuju ke Meiji Jingu (Meiji Shrine) di daerah Harajuku. Begitu naik lewat pintu keluar no 2, kami langsung menemui sebuah jembatan yang mengarah ke Shrine yang ditandai dengan terlihatnya sebuah Torii (Pintu gerbang kayu) besar nan kuno. Mulai di situ kami harus berjalan jauuuh melalui jalan berkerikil yang diapit pepohonan rimbun. Tidak terasa bahwa kami ini berada di dalam kota Tokyo dengan lebatnya “hutan” ini. Memang merupakan ciri khas bahwa kuil Jepang pasti berada di dalam “hutan” karena menunjukkan keharmonisan dengan alam. Cukup jauh kami berjalan, sampai  kami menemui pameran Kiku 菊 atau Bunga krisan/seruni di sepanjang kanan jalan. Memang Kiku dapat dilihat pada musim gugur (Aku jadi teringat melihat sebuah pameran boneka dari seruni di Nihonmatsu sekitar bulan ini puluhan tahun lalu). Bunga kiku atau seruni merupakan lambang kekaisaran Jepang yang dipakai dalam simbol-simbol kenegaraan.

Bunga Seruni/Krisan berwarna ungu di Meiji Shrine

Akhirnya kami sampai di bagian utama kuil Shinto ini. Dan kebetulan waktu kami masuk ada iring-iringan pendeta Shinto Kannushi memasuki sebuah ruang , sedangkan dari ruangan yang lain keluar serombongan laki-laki berhakama. Kami ditahan untuk tidak mendekati kannushi oleh beberapa petugas berseragam. Aku tak tahu apakah mereka dari kepolisian (sepertinya sih bukan karena bukan seragam polisi) , mungkin dari protokol kuil. Dan di dengan panggung utama ada semacam panggung di tengah-tengah yang ternyata merupakan tempat pertunjukan musik tradisional Jepang. Jadi deh kami mendengarkan sepotong konser tradisional dan melihat  sebuah iringan pengantin ala shinto.

Iringan Kannushi, dan panggung utama kuil

Akhirnya sekitar pukul 4: 15 kami berjalan pulang menuju stasiun dan berpisah. Riku sudah berkali-kali meneleponku dan menanyakan aku sedang berada di mana. Dia pulang dari sekolah jam 3 siang dan sudah bisa tinggal di rumah sendiri. Tapi karena sekarang jam 5 sudah gelap dia sering takut sendiri. Dari stasiun  Harajuku JR aku ke Shibuya, kemudian naik Inokashira line sampai Kichijouji. Aku sengaja ambil rute ini, karena aku takut Kai tertidur di tengah jalan. Sesedikit mungkin berdiri dan kalau perlu aku bisa naik taxi dari Kichijouji untuk pulang ke rumah. Jika Kai tertidur. Soalnya Kai jalan kaki terus bersama kami, sejak awal dan tidak satu kalipun minta gendong. Bahkan dia sering berlari-lari muter-muter, seakan-akan energinya tidak habis-habis…. aku serem kalau dia teler di perjalanan pulang, dan aku harus menggendong dia… oh nooooo….

Tapi ternyata Kai memang sambil berkata, “Mama aku capek” tapi tetap berjalan terus, tidak tertidur, dan masih mau aku ajak berkeliling food court Atre di Kichijoji untuk membeli makanan jadi. Aku sih sudah teler untuk masak lagi, dan pasti Riku sudah lapar dan menagih makanan begitu aku pulang. Kami akhirnya sampai di rumah pukul 6:30 dan disambut Riku, “Mama aku lapaaaar” hehehe.

Well satu hari yang melelahkan tapi mengasyikkan. Sudah lama aku tidak jalan-jalan di dalam kota Tokyo, dan dengan kedatangan Ade, aku bisa bernostalgia, dan juga bisa naik subway! Tapi ya itu 30% capeknya aku ya karena Kai pecicilan terus, sehingga memerlukan kewaspadaan extra waktu kami berada di pinggir jalan besar, atau di peron stasiun. Tentu saja aku tidak mau anakku celaka kan?

 

Stasiun Harajuku JR

Kemarin

2 Nov

Ya, kemarin tanggal 1 November, angka cantik ya… karena kalau ditulis angka saja jadi 1.11.11 Dan biasanya aku menulis “Hari ini hari apa” di status FB ku, tapi kemarin sengaja aku lewatkan. Tahu kenapa? Buanyaaaaak peringatannya hehehe. Padahal aku sibuk jalan-jalan kemarin sehingga aku juga tidak bisa posting di awal November ini. Pulangnya sudah teler booo….

Kemarin ini menurut i-googleku adalah hari peringatan (bukan hari libur loh):

1. Hari Peringatan Pengukuran. Mulai dilaksanakannya UU pengukuran baru tahun 1993, dengan menyesuaikan dengan Stantad International (SI, dan di Jepang hal-hal pengukuran ini diurus oleh JIS (Japan Industrial Standard). Aku pribadi masih kurang nyaman memakai ukuran untuk tanah/rumah, misalnya dalam iklan ditulis tanahnya 30 tsubo, 1 tsubo itu adalah ukuran 2 tatami atau sekitar 3,3 meter persegi jadi aku ingat-ingat saja 30 tsubo kira-kira 100 meter persegi. Jarang sekali ditulis dalam m persegi.

2. Hari Mercu suar, karena tahun 1868 pertama kali Jepang mempunyai mercu suar ala eropa yang dibangun di Kannonzaki. (Duh padahal kami sering ke dekat sini, tapi belum pernah melihat dari dekat …sayang sekali! Nanti kalau ke situ lagi harus berfoto nih)

3. Hari Jietai (Pasukan bela diri Jepang) Sebetulnya hari pendiriannya tanggal 1 Juli 1954, tapi diperkirakan bulan Juli sampai Oktober ada banyak kejadian yang membuat Jietai harus bergerak, sehingga dipilihlah tanggal 1 November, karena diperkirakan cuaca yang paling stabil untuk mengadakan upacara dll adalah 1 November. (Kalau di Jawa nih pindah-pindah hari harus ruwetan dulu yah hihihi)

4. Hari Kesusastraan Klasik. Ternyata tanggal 1 November th 1008, pertama kali disebutkan nama Murasaki Shikibu dalam forum resmi sebagai pengarang Hikayat Genji (Genji Monogatari). Aku? tentu saja belum pernah baca buku ini secara lengkap, hanya garis besar… padahal (katanya loh) banyak cerita esek-eseknya loh hihihi. Ada nukilan dari Hikayat Genji ini yang sering dihafalkan anak-anak SD, dan Riku sudah bisa menghafalkannya.

5. Huruf Tunanetra Jepang yang disebut Tenji (点字 = huruf titik). Tanggal 1 November tahun 1890, Ishikawa Kuraji yang dikenal sebagai Bapak Huruf Tunanetra Jepang, berhasil membuat tulisan “braile” khusus bahasa Jepang dengan merubah dari 12 titik menjadi 6 titik.

6. Hari Anjing. Ini hanya karena gonggongan anjing di Jepang adalah “Wan wan wan!” jadi 1-11 kan hehehe

7. Hari Shochu dan Awamori, keduanya adalah minuman beralkohol, yang shochu dari daerah Kyushuu dan Awamori dari Okinawa.

8. Hari Sushi, karena awal bulan November memakai beras hasil panenan padi yang terbaru, jadi pasti enak!

9. Hari Furniture , ini tidak ada keterangannya mengapa dijadikan hari Furniture.

10. Hari Pendidikan, menjelang hari Budaya tanggal 3 November (hari libur nasional) hampir setiap Komite Pendidikan di tiap daerah menetapkan tanggal 1 sebagai hari Pendidikan.

Aku tidak bisa tulis posting baru kemarin karena kami jalan-jalan keliling Tokyo, dan pulang sudah malam. Capek bin teler, dan aku sedang menulis laporan jalan-jalan kemarin (belum selesai) tapi yang bisa aku laporkan sekarang adalah, Jika sampai kemarin tgl 31 Oktober hiasan di toko-toko dan departemen store adalah Halloween, mulai kemarin sudah mulai berhiaskan pohon Natal! Weks…. natal yang kecepatan tapi senang juga bisa melihat hiasan dan lampu-lampu itu cukup lama yaitu sampai tgl 25 Desember. Karena begitu tanggal 26 Desember hiasan akan berganti dengan hiasan tahun baru di Jepang yaitu bambu dengan pinus, tali tambang dsb.

 

Kopdar Tokyo

31 Okt

Asyiiik, setelah tahun September 2009 aku bertemu dengan blogger Mas Agustus Nugroho di Tokyo Tower, hari ini aku mengadakan kopdar kedua di Ueno – Asakusa. Ya aku bertemu dengan Ade Susanti atau yang lebih sering dikenal dengan Unidede.

Setelah mendarat dan check in di hotelnya, Unidede menghubungi aku dan kami janjian bertemu di Ueno. Akhirnya kami bertemu menjelang jam 3 di depan Hard Rock Cafe, Hirokoji Exit di Ueno. BTW, aku baru tahu bahwa ada HRC di Ueno. Setahuku HRC hanya ada di Roppongi. Ketahuan deh sudah lama tidak main-main 😀

Kami berlima, Unidede dan suami, aku, Riku dan Kai akhirnya makan siang di sebuah restoran sushi yang berada di lantai 2. Dan yang menyebalkan aku terlambat mengambil bill bayaran sehingga akhirnya aku ditraktir Mas Aryo deh. Terima kasih banyak ya. Aku juga dibawain Beng-beng, Kopi dan Teh Kotak!  Waaah sekeluarga menikmati oleh-oleh sampai merem melek di rumah.

Late lunch dengan sushi...

Sesudah makan kami naik taxi ke Ueno. Tidak jauh, sekitar 1200 yen ongkosnya. Dan kami bisa melihat Sky Tree menjulang. Sayang waktu itu aku repot pangku si Kai, jadi tidak bisa memotret Sky Tree di depan mata. Oleh pak supir kami diturunkan persis di depan Kaminari Mon, pintu gerbang menuju Kuil Sensoji, Asakusa, yang merupakan tempat wisata yang harus dikunjungi di Tokyo.

Di depan Kaminari Mon

Ada banyak pemuda ber-happi (kimono pendek) yang menawarkan untuk naik Jinriki-sha (becak yang ditarik manusia), aku pernah tulis di sini. Kata temanku sih satu keliling sekitar 4000 yen, maklum tidak pernah coba untuk naik sih.

Setelah berfoto di depan Kaminari Mon, kami masuk menyusuri toko-toko sepanjang jalan kiri-kanan. Riku dan Kai senang sekali, bagaikan kuda lepas berkata, “Mama boleh ini? boleh ini?” Dan mamanya kadang harus pasang muka anker dengan berkata “tidak boleh!” Tapi kami sempat membeli gantungan kunci, coba minum amazake dan makan kibidango (kue mochi yang dibawa oleh Momotaro sebelum menaklukkan Oni di Onigashima) , mizuame (permen berisi buah-buahan, lengket-lengket deh hihihi) dan terakhir aku belikan pra model untuk mereka berdua.

Deretan toko-toko sepanjang jalan menuju Kuil Sensoji

Terakhir aku ke Kuil ini sudah sekitar 15 tahun lalu, waktu masih single, dan waktu itu siang hari. Ternyata kalau malam hari memang tempat wisata Jepang itu lebih terasa mistis dan indah. Asalkan di light-up ya, kalau tidak ya susah untuk ambil fotonya. Dari depan kuilnya pun kami bisa melihat sepotong dari Sky Tree yang menjulang. Mas Aryo yang kameranya sama denganku (Nikon D80, tapi lensanya lebih canggih tuh) juga banyak mengabadikan kuil ini.

Pemandangan malam hari di Kuil Sensoji

Akhirnya sekitar pukul 6:30 kami kembali ke Ueno naik taxi lagi, dan berpisah di Ueno, dengan janji untuk bertemu kembali besok, Selasa pagi untuk jalan-jalan di Tokyo. Tapi bener deh, jalan-jalan bawa anak itu….refoooot banget. Tanya aja sama unidede, betapa lincahnya si Kai 😀

Ayoooo siapa lagi yang mau kopdar di Tokyo? Tak tunggu loh 😀

Mainan, antara Kreatifitas dan Investasi

30 Okt

Anak-anak dan mainan memang tidak bisa dipisahkan. Sehingga terkadang orang dewasa yang masih suka dengan mainan akan diejek, “Kamu itu seperti anak-anak saja!”. Padahal mainan itu juga diperlukan oleh orang dewasa sebagai hiburan.

Di Jepang ada peribahasa” よく学びよく遊べ Banyak belajar banyak bermain”. Bahkan ditekankan dalam keterangan pepatah itu : りっぱな人間になるためには、勉強するときにはしっかりと勉強をして、遊ぶときにはとことん遊ぶべきだということ (Untuk menjadi manusia yang sempurna, waktu belajar, belajar sungguh-sungguh dan waktu bermain juga harus benar-benar bermain). Dan untuk bermain memang ada dua jenis, dengan alat atau tanpa alat. Setiap orangtua tentu ingin membelikan alat bermain/ mainan kepada anak-anaknya dan idealnya memang membelikan mainan yang edukatif dan kreatif sehingga  selain bermain, anak-anak juga dirangsang untuk berpikir dan berkreasi. Dan mainan edukatif  ini beraneka ragam jenis dan bentuknya.

Anakku Riku (8tahun) belum sampai setahun ini sangat getol dengan mainan LEGO. Tahu Lego kan? Sering orang Indonesia menamakan LEGO untuk segala macam mainan balok, tapi sebetulnya Lego adalah merek! Ya fenomena yang sama dengan penamaan semua carian penghapus dengan TippEx padahal mereknya bukan TippEx, atau Yamaha untuk semua sepeda motor. (Bisa baca tulisannya Donny yang ini). Kembali lagi ke Lego, aku cukup terperanjat waktu aku bercakap-cakap dengan sahabatku Ria, dan dia mengatakan dia tidak tahu LEGO itu apa. Pikirku semua orang tahu LEGO itu apa…. padahal jelas saja kalau tidak punya anak, mungkin tidak tahu apa itu LEGO. Kata Ria: “Maklum mbak dulu waktu kecil tidak ada uang untuk beli mainan begitu….” Waaaah aku juga sama lah. Aku bahkan sama sekali tidak punya mainan, baik boneka, atau karakter-karakter lain. Makanya begitu gede aku pernah membeli boneka anjing besar yang kunamakan Ben! (Padahal ngga dimainin juga sih….. memang dari sononya tidak suka mainan!)

Setiap "merubah" kreasi legonya, Riku sendiri mengambil foto dokumentasi. (untung digital yah hihihi)

Aku juga tidak tahu sejak kapan aku tahu soal mainan LEGO. Mungkin aku tahu lewat iklan atau gambar di TV. Dan aku pernah melihat sebuah tayangan di televisi Jepang mengenai pabrik Lego (entah di mana) yang begitu besar, dan masing-masing pegawai bisa memakai sepatu roda dan atau segway dalam pabrik dan dibiarkan mempunyai jiwa bermain, untuk bisa membuat lego-lego bentuk baru. Rasanya enak sekali bekerja di sana.

 Lego berasal dari Billund, Denmark yang sejarahnya dimulai tahun 1940-an. Penciptanya Ole Kirk Kristiansen yang awalnya membuat balok-balok kayu tahun 1932. Perusahaannya bernama Lego, berasal dari bahasa Danish (Bahasa yang dipakai di Denmark) : leg godt yang berarti bermain dengan baik. Pada tahun 1947 bahan balok-balok ini berubah menjadi plastik, dan tidak mengalami kemajuan karena banyak orang yang lebih suka pada balok-balok kayu. Lego modern dikembangkan tahun 1958 dengan suatu ukuran yang pasti, sehingga loga dari tahun 1958 itu masih tetap dapat dipakai (disambung-sambungkan) sampai dengan sekarang.

Lego pertama Riku waktu dia berusia 1 tahun adalah DUPLO yang ukurannya besar. Kebetulan paket yang kami beli itu berjudul “kebun binatang” sehingga ada bentuk binatang, pohon kelapa, bunga selain kotak-kotak  beraneka ragam. Baru waktu dia berusia 4 tahun dia mempunyai lego ukuran standar, bahkan sampai mempunyai 2 kotak besar, satu di rumah kami dan satu di rumah mertua. Tapi waktu Riku kecil, dia belum begitu aktif bermain lego ini, karena mungkin belum menemukan “keasyikan”nya.

Tapi waktu Kai berusia 3 tahun, dia sering mengambil Legonya Riku. Mungkin mulai saat itu  Riku  (usia 7 tahun)merasa tidak mau kalah dengan adiknya, dan kebetulan 3 teman bermainnya gandrung dengan lego. Game nintendo yang mendominasi permainan waktu Riku berusia 5-6 tahun akhirnya sekarang hanya dipegang sekali sebulan (dan mamanya bersorak-sorak)

Dan kalau berbicara soal mainan Lego ini, aku sering harus menahan nafas. Harganya mahal! Karena itu kami hanya membelikan waktu ada peristiwa khusus misalnya ulang tahun dan natal. Tapi melihat “passion” dia waktu membangun bentuk-bentuk yang dia inginkan, melihat kemungkinan-kemungkin memakai parts kecil-kecil atau bahan lain digabungkan untuk mewujudkan kreasi yang dia inginkan, aku juga jadi semangat untuk membantu dia mengumpulkan bagian-bagian yang dia inginkan (kalau perlu aku berkorban tidak membeli lunch waktu kerja untuk bisa membelikan parts itu). Dia membuat luncuran dari karton bundar bekas tissue WC, atau memakai benang transparan menggantungkan jendela atau orang-orangan supaya dapat meluncur atau melayang. Dengan bantuanku dia membuat mantel hitam bagi orang-orangannya. Jadi lego yang dijual dengan motto “membina kreatifitas” juga bisa diperluas dengan melengkapi memakai bahan-bahan lain. Sayangnya Riku masih belum bisa menambahkan “motor” untuk menggerakkan parts-parts atau menambahkan lampu kecil. Dia masih terlalu kecil tapi jalan menuju itu terbuka lebar.

Sekarang Riku sedang jatuh cinta pada set yang mengambil cerita dari Star Wars, dan kalau mau mengumpulkan semuanya bisa jutaan. Lucunya dia malah tidak mengikuti bentuk yang sudah ada, tapi membuat kreasi sendiri, misalnya pangkalan dan pesawat yang aneh-aneh, tidak sesuai dengan manualnya. Setiap kali ada parts baru yang temannya punya, maka dia juga akan minta dibelikan. Biasanya kalau mahal aku menyuruhnya menunggu sampai Natal. Kalau murah, dia harus menunjukkan test dengan nilai 100 dulu baru dibelikan.

Yang payah, suamiku memang sering mencari informasi mengenai Lego untuk Riku. Loh kok payah ya? hehhee… iya maklum emak-emak selalu khawatir untuk mengeluarkan duit untuk mainan. Bisa dibayangkan kalau tambah suka Lego, tambah banyak yang dibeli, tambah banyak uang yang dikeluarkan, dan…tambah berantakan deh rumahnya :D. Tapi Gen (dan saya tentunya) ingin agar anak-anak mempunyai sedikitnya satu hobi yang ditekuni sungguh-sungguh. Sekarang Riku masih dalam proses mencari seperti menangkap kupu-kupu dan membuat specimen, atau mengumpulkan perangko, memasak dll.

Gen menemukan sebuah informasi tentang sebuah proyek  untuk membuat “Sky Tree” dari 133.320 buah lego yang kemudian dipamerkan di National Museum of Emerging Science and Innovation tanggal 22 Mei yang lalu. Proyek ini diikuti 100 anak selama 40 hari! Sayang kami terlambat mendaftarkan Riku untuk ikut acara itu (tempatnya jauh juga sih). Katanya sih skalanya 1:100 dibandingkan aslinya. Bisa dibayangkan semangat anak-anak itu membangun sesuatu yang spektakular, dari mainan.

Selain itu dari informasi yang didapat  Gen, di Universitas Tokyo, universitas nomor satu di Jepang, ada klub pecinta Lego (Bayangkan mahasiswa saja masih suka mainan Lego hihihi)! Jadi Riku pernah berkata: “Aku mau masuk klub itu”
“Ya tentu boleh saja, tapi masuk Universitas Tokyo itu susaaaaah sekali loh. Musti belajar rajin, karena hanya anak pintar yang bisa masuk Universitas Tokyo”….
Ya, memang katanya banyak anak yang mau masuk Universitas Tokyo hanya karena ingin masuk klub Lego itu. hihihi. Semoga tercapai deh (dan tidak berubah).

Jadi memang kadang kita harus mengeluarkan uang untuk membeli mainan bagi anak-anak. Anggap saja mainan itu sebagai INVESTASI untuk masa depan anak-anak kita. Soal mahal atau murah tentu bisa disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan prioritas keluarga masing-masing.

Artikel ini untuk memeriahkan Mainan Bocah Contest di Surau Inyiak

 

(Dan sebetulnya hari Minggu siang ini, Riku dengan papanya sedang pergi ke Festival SMP/SMA almamater papanya, yang menampilkan juga klub Lego. Tapi aku tidak bisa menunggu foto-fotonya karena hari ini adalah hari terakhir Kontes Mainan Bocah)

Pamer Daerah

28 Okt

Setiap hari Kamis malam pukul 9 malam, Riku pasti menunggu acara TV chanel 4 (Nihon Terebi) . Acaranya berjudul Himitsuno Kenmin show 秘密のケンミンSHOW kalau diterjemahkan menjadi “Pameran Rahasia (Warga) Daerah“.  Aku sendiri heran kok Riku bisa-bisanya gandrung pada acara TV ini, sehingga aku memang mengijinkan dia tidur lebih lambat dari biasanya. Kalau biasanya jam 9 sudah tidur, tapi khusus Kamis malam diundur 1 jam, karena acara ini mulai jam 9 malam.

Dan aku kaget juga waktu mengetahui acara ini ternyata sudah ada sejak bulan Oktober tahun 2007. Sudah 3 tahun! Hebat juga.

Jadi dalam acara itu dikumpulkan beberapa artis/aktor/ talents atau seleb deh yang mewakili daerah atau propinsi di Jepang (tepatnya dikatakan prefektur, tapi untuk warga Indonesia lebih mengerti jika dikatakan propinsi) . Nah, masing-masing peserta itu sebagai duta satu daerah, akan memberitahukan sesuatu rahasia dari daerahnya yang tidak diketahui umum. Umumnya soal budaya dan … kuliner. Jadi tahu kan kenapa Riku suka acara ini? Karena kulinernya…. dia selalu ingin tahu macam-macam rasa. Sedangkan adiknya, tidak begitu berminat.

Misalnya ada satu daerah (aku lupa daerah mana) yang mengatakan bahwa di daerahnya ada kebiasaan makan nasi dengan air es! Memang biasanya di Jepang ada yang dinamakan ochazuke, nasi yang diberi kaldu dari teh hijau. Makanan amat sederhana dan simple. Dan itu rasanya seperti nasi dengan sup, karena ochanya (tehnya) panas. Langsung deh Riku coba makan nasi dengan air es, dan hasilnya: tidak suka! Tapi waktu lihat acara di TV itu seakan enak sekali. Atau lewat acara itu aku mengetahui bahwa keluarga-keluarga di Nagoya, setiap akhir pekan akan pergi satu keluarga besar, kakek-nenek, ayah-ibu, cucu-cucu untuk BREAKFAST di restoran bersama! Dan terkadang siangnya pun akan datang ke restoran yang sama karena menunya berbeda :D. Ya, lain ladang lain belalangnya ya 😀

Kemarin itu ada cerita tentang Okinawa. Memang di Okinawa banyak makanan mengandung babi, dan pengaruh Amerika kental sekali di sana (karena ada pangkalan militer) jadi kalau belanja di Okinawa, banyak terdapat SPAM yang merupakan daging babi kalengan (seperti corned tapi dari babi, atau di Indonesia yang terkenal bermerek Ma Ling) atau makanan kaleng yang lain seperti beef stew. Selain itu, kami juga baru tahu bahwa di Okinawa itu jam tidurnya termasuk nomor 2 yang paling larut di Jepang yaitu rata-rata tidur pukul 11:44 malam. Hal itu juga bisa diketahui dari banyaknya restoran atau toko yang buka 24 jam, dan kalau pergi ke sana jam 2 , masih banyak orang yang makan di resto itu. Ilustrasi yang diberikan ketika diadakan pesta, orang Jepang yang baru datang di daerah okinawa itu mohon diri, berpamitan untuk pulang pukul 11:30, ternyata si tuan rumah mengatakan: “Kok sudah mau pulang, pestanya baru mulai kok…..”

Well, banyak sekali memang yang aku baru tahu dari acara ini, termasuk kesukaan/kebiasaan setiap daerah di Jepang yang begitu beragam,dan tidak tertulis di mana-mana. Di acara itu setiap orang juga bisa mempertanyakan kebiasaan dari daerah lain yang dianggap aneh, dan mendapatkan keterangan mengapanya. Jadi meskipun Jepang kelihatannya cuma satu “suku bangsa”, setiap daerah/propinsi memliki budaya dan kebiasaannya masing-masing dan tetap bersatu sebagai orang Jepang.

Aku membayangkan seandainya ada acara seperti ini di Indonesia, yang bisa memperkenalkan kebudayaan dan kuliner lewat paduan yang modern. Setiap seleb membanggakan daerah asalnya. Dan penonton bisa tahu kebiasaan daerah-daerah di Indonesia, tanpa harus mengalami shock budaya jika berkunjung. Bisa lebih menghargai. Dan alangkah bagusnya jika dengan acara itu persatuan di Indonesia menjadi lebih kuat lagi. Ya, seperti beberapa blog yang telah mengangkat kebudayaan/kebiasaan daerahnya, tapi ini dikemas menjadi acara TV. Usulan ini juga sepertinya cocok juga untuk aku ajukan dalam memperingati hari Sumpah Pemuda ya 😀 (lucu aja kok Hari Blogger Nasional lebih ramai gaungnya daripada Hari Sumpah Pemuda)

 

Hari Blogger?

27 Okt

Aku disapa Uda Vizon di twitter begini: “hai.. Ini hari Blogger ya? Baru tau.. *dipecat jadi blogger*”. Well sebetulnya aku memang sudah tahu sejak tahun 2008 bahwa tanggal 27 Oktober adalah hari Blogger, tapi kupikir alasannya karena pelaksanaan Pesta Blogger selalu diadakan pada bulan Oktober. Eh ternyata setelah googling baru tahu bahwa sebetulnya sudah sejak 2007 lah tanggal 27 Oktober itu ditetapkan menjadi Hari Blogger Nasional oleh Mohammad Nuh (Menkominfo saat itu), pada pelaksanaan PB 2007.

Well, aku memang iri hati pada teman-teman di Jakarta/Indonesia yang mempunyai berbagai wadah, dan kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan blogger. Akupun malah tidak tahu apakah aku bisa dianggap sebagai blogger Nasional atau tidak, meskipun aku sudah ngeblog sejak th 2005 di blogspot, dan disambung di Twilight Express ini sejak 2008. Waktu di blogspot memang aku matikan fungsi komentar, dan yang tahu bahwa aku menulis blog hanya teman-teman dekat dan saudara. Baru di TE ini aku membuka diri, dan mulai jalan-jalan di blogsphere, yang saat itu aku tak tahu istilahnya adalah BW atau blogwalking.

Aku tidak pernah hiatus lebih dari 1 minggu, sehingga minimum postingku sebulan ada 9 buah. Tidak pernahkah aku merasa bosan? Sering! Dan aku sering merasa sedih atau kehilangan semangat menulis jika mengetahui sahabat-sahabat blogger tidak mendatangi TE, tapi kuketahui dia berwara-wiri di blog lain. Atau sedikitnya komentar yang masuk. Berarti tulisanku tidak menarik kan? Untung saja tidak pernah lebih dari 1 minggu aku bisa menemukan semangat untuk menulis kembali, berkat percakapan di media lain (chat dan FB). Dan setiap ulang tahun TE yang jatuh tanggal 1 April aku berusaha membuat laporan perkembangan blog ini. Dan selalu aku ingatkan diriku sendiri, bahwa aku menulis karena aku memang ingin menulis, ingin mencatatkan kegiatan dan pikiranku, ingin memberikan informasi tentang kehidupan di Jepang lewat cerita-cerita sehari-hariku, meskipun mungkin tidak berguna bagi yang membacanya. Karena itu aku berani mengatakan bahwa : Yes, I am a blogger! Meskipun aku bukan anggota perkumpulan blogger manapun juga (eh sekarang aku masuk Kitaindonesia.net! Untung ada Donny yang mengajak aku bergabung)

Cuma akhir-akhir ini aku meragukan identitasku sebagai blogger, sama seperti yang ditulis mas Agus Noor di tweetnya: “Selamat Hari Blogger. Punya blog, tapi ga ngumpul dengan para blogger, ternyata bukan blogger.. *baru tahu* 🙂“…. Aku juga merasakan “kesepian” yang sama, karena sepertinya sekarang yang disebut “Blogger” adalah mereka yang selain menulis juga ngumpul-ngumpul di acara-acara blogger, juga aktif  memanen dollar dengan SEO,  atau aktif mengikuti dan mengadakan Kuiz/ Giveaway atau bahkan menerbitkan buku. Aku belum bisa semuanya! Yang aku bisa sekarang hanyalah menulis, menulis dan menulis. Dan sepertinya aku harus mulai lagi recharge energiku supaya bisa menulis setiap hari seperti jaman waktu aku masih muda dulu (cihuuuy) :D, sehingga dengan sedikit bangga bisa mengatakan … Ya aku blogger!

Well, selamat hari Blogger untuk mereka yang mempunyai blog!

 

Dongeng

26 Okt

Seperti yang teman-teman ketahui, aku mengajar bahasa Indonesia di universitas, kepada mahasiswa Jepang. Untuk kelas “Elementary” biasanya selama satu tahun, aku mengajar memakai buku buatanku sendiri, yang memang sudah lama sekali aku pakai, karena sudah nyaman dengan urutan-urutan pengajarannya. Nah, untuk kelas menengah, aku memakai banyak media sebagai bahan pelajaran. Kadang lirik lagu, film, komik, atau surat kabar kupakai sebagai bahan pelajaran. Semester kemarin aku pakai satu cerita awal dari komik Hattori Ninja versi bahasa Indonesia. Asyik juga bisa membaca dan berbagi beragam fenomena dalam satu cerita.

Nah, semester ini aku memberikan sebuah cerita anak-anak dari majalah Bobo. Kebetulan sekali aku mempunyai sisa fotokopi, dan kulihat ceritanya masih relevan dan bisa bercerita banyak dari bahan tersebut, termasuk pemakaian pola-pola kalimat. Cerita itu memang kudapat dari majalah Bobo online, bertahun lalu (yang sekarang sudah tidak ada linknya). Ceritanya seperti ini:

Lari Kepagian

 oleh : Sucahyo Widiyatmoko (Bobo No 34/XXVIII)

Kukuruyuuuuuuk…..!!
“Oaaaaaheemmm….!” Piyun menguap. Kokok ayam jantan itu membangunkannya. Berarti sudah pagi. Ia mengintip dari balik tirai jendela. Di luar masih gelap. Hari Minggu pagi. Waah, asyik untuk lari pagi. Piyun menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu memakai sepatu olah raga.
Brr..! Cuaca di luar sangat dingin. Piyun melakukan senam pemanasan. Setelah badannya terasa agak hangat, ia mulai lari pagi.
Jalanan kampung masih sepi. Piyun berlari seorang diri. Jantungnya berdetak kencang. Berarti peredaran darah di tubuhnya lancar. Keringat pun mulai mengalir.
“Aneh, biasanya setiap hari Minggu banyak orang lari pagi. Tapi sekarang tak seorang pun yang terlihat,” kata Piyun dalam hati. Tapi ia tak begitu peduli.
Piyun berbelok menuju ke jalan setapak yang melintasi sebuah kebun. Keadaam masih gelap gulita. Rasa heran Piyun muncul lagi. Sudah setengah jam ia berlari, tapi matahari belum muncul juga.
“Jangan-jangan masih malam. Aduuh, kenapa tadi aku tidak melihat jam dulu yaa?” Piyun menepuk dahinya. Ia menghentikan larinya. Tiba-tiba ia merasa takut. Bulu tengkuknya berdiri. Keringat dingin mulai membasahi. Ia memang bukan penakut. Tapi seorang diri di kebun yang gelap begini, siapa tahaan?
Belum hilang rasa takutnya, samar-samar Piyun melihat sebuah bayangan hitam bergerak-gerak di depan. Semakin lama bayangan itu semakin jelas. Bayangan itu berbentuk manusia yang berjalan bungkuk dan mengendong sesuatu di punggungnya. Bayangan itu berjalan menuju ke arahnya!
Piyun menahan napas. Rasa takutnya semakin jadi. Ia diam terpaku.
“Tak salah lagi. Itu pasti hantu bungkuk yang menunggu kebun ini, seperti cerita teman-teman,” kata Piyun dalam hati. Ia ingin lari, tapi kakinya terasa berat. Sementara bayangan hitam itu semakin mendekat!
Piyun bingung dan takut. Tanpa pikir panjang ia memungut sebutir batu kerikil dan melempar ke arah bayangan hitam itu.
Bukkk…!! Lemparannya tepat mengenai sasaran.
“Aduuh!” bayangan hitam itu mengaduh. Suaranya kecil, seperti suara seorang nenek. “Siapa yang berani kurang ajar melemparku, yaaa?”
Fiuuuh!! Piyun menarik napas lega. Bayangan hitam itu mengaduh kesakitan. Berarti bukan hantu. Piyun berlari menghampiri bayangan hitam itu.
Piyun terkejut. Ternyata itu Nenek Ranta, penjual kue serabi langganan Piyun. Setiap pagi Nenek Ranta berjualan kue serabi di pertigaan jalan kampung.
“Ooh, jadi kamu yang meleparku yaa?” ujar Nenek Ranta.
“Maaf, Nek. Aku keliru. Ada yang sakit, Nek?” tanya Piyun.
“Untung yang kamu lempar itu kerikil. Kalau batu, bisa pingsan aku,” jawab Nenek Ranta. “He, Piyun! Sedang apa kamu dini hari sendiri di kebun ini?”
“Aku sedang lari pagi, Nek,” jawab Piyun.
“Kamu ini ada-ada saja. Masih jam tiga dini hari sudah lari pagi,” kata Nenek Ranta sambil terkekeh.
“Jam tiga, Nek?” Piyun terbelalak.
“Iya. Kamu bukan lari pagi, tapi lari kepagian! He..he…he…!” Nenek Ranta terkekeh lagi. Piyun menggaruk kepalanya yang tak gatal.
“Hee, jangan bengong!” Nenek Ranta menepuk pundak Piyun. “Sebagai hukuman, kamu harus membawa tempayanku sampai di pertigaan jalan kampung!”
“Baik, Nek!” Piyun mengangguk.
Nenek Ranta menurunkan tempayan di gendongannya. Tempayan itu berisi adonan kue serabi. Piyun memanggul tempayan itu dan berjalan mengikuti Nenek Ranta.
“Jam berapa Nenek Ranta berangkat dari rumah?” tanya Piyun.
“Jam setengah tiga!” jawab Nenek Ranta.
“Setiap pagi?”
“Setiap pagi.”
“Tidak ngantuk, Nek?”
“Aku sudah terbiasa sejak muda. Tidak seperti anak muda jaman sekarang, suka malas-malasan.”
Sampai di persimpangan jalan kampung, mereka berhenti. Piyun menurunkan tempayan yang dipanggulnya. Nenek Ranta membuat tungku dari tumpukan batu bata. Piyun membantu menyalakan api. Setelah api menyala, Nenek Ranta mulai membuat kue serabi.
“Kamu tunggu saja di sini, Yun,” kata Nenek Ranta.
“Baik, Nek,” Piyun mengangguk. Ia berjongkok di belakang Nenek Ranta, sambil memperhatikan cara membuat kue serabi.
Terdengar beduk Subuh. Piyun terseyum sendiri. Ternyata ia memang bangun terlalu pagi. Ia berlari pagi saat orang-orang masih tertidur lelap.
Keadaan berangsur-angsur terang. Orang-orang mulai banyak yang lari pagi. Sebagian ada yang membeli kue serabi. Piyun ikut membantu melayani.
Ketika mau pamit, Nenek Ranta memberi sepuluh biji kue serabi. Tentu saja Piyun senang sekali.
Sampai di rumah, ternyata Ayah, Ibu dan adik sedang ribut mencarinya.
“Dari mana saja kamu, Yuun?” tanya Ayah.
“Piyun baru lari, Yah,” jawab Piyun.
“Lari pagi atau lari kepagian?” tanya Ayah lagi.
Piyun cuma garuk-garuk kepala.
“Bungkusan apa yang kamu bawa itu?” tanya Ibu.
“Kue serabi, Bu.”
“Keu serabi?” Ayah, Ibu terheran-heran. Lalu Piyun menceritakan semuanya. Tentu saja Ayah, Ibu dan adik tertawa mendengar cerita Piyun.
“Ternyata lari kepagian itu sangat menguntungkan. Selain badan sehat, juga mendapat kue serabi!” kata Ayah sambil tertawa tergelak.
“Semua itu gara-gara ayam berkokok terlalu pagi. Jadi Piyun terbangun,” ujar Piyun.

Aku senang memakai cerita seperti ini karena memang bisa saja terjadi di kenyataan, dengan muatan kata-kata yang mudah dan siap pakai. Dari judulnya “kepagian” bisa menjelaskan konfiks ke-an. Lalu kalimat pertama, bisa menceritakan soal beda bunyi-bunyian binatang di Jepang dan Indonesia. Yang lucunya waktu sampai kalimat “bulu tengkuknya berdiri”, aku juga rasa geli sendiri, membayangkan jika tengkuk kita berambut seperti kuda, dan jika berdiri lucu juga ya. Berdiri bulu tengkuk = bulu kuduk = bulu roma (sejak kapan ya roma ada di badan kita :D) bahasa Jepangnya Tori hada ga tatta. Nah, ini lebih lucu lagi, karena pakai perumpamaan “kulit (hada)  ayam (tori) berdiri” tapi bisa dibayangkan kulit ayam yang dicabuti bulunya kan memang mengerikan :D.

Nah, kemudian berlanjut sampai kata “bungkuk”, yang akhirnya aku jelaskan dengan “Si Bungkuk dari Notre Dame” (judul bahasa Inggrisnya :  The hunchbacked of Notre Dame) . Tapi sialnya cerita yang sama dalam bahasa Jepang judulnya menjadi Notre Dame no Kane  :ノートルダムの鐘、karena ” si bungkuk” bahasa Jepangnya semushi せむし dan itu merupakan kata-kata yang tidak sopan (henken 偏見 = prejudice) jadi tidak boleh dipakai. Jepang memang hebat deh, sedapat mungkin menghapus atau tidak menggunakan kata-kata yang mengandung prejudice dan menyakitkan hati yang mendengar. Perhatian Jepang terhadap penyandang cacat juga besar! (Bisa baca di sini)

Sambil menerangkan begitu, eh malah jadi membicarakan soal dongeng yang kadang sering tidak masuk akal. Menurutku cerita Si Bungkuk dari Notre Dame itu agak aneh, tapi ada satu lagi cerita yang aku baca waktu aku berusia 10 th dan aku ingat terus sampai sekarang yang amat aneh (tidak masuk di akal) menurutku yaitu Putri yang Sempurna atau bahasa Inggrisnya The Princess and The Pea. Masak ya bisa merasakan kacang polong yang ditimbun 20 kasur sih hehehe. Yah namanya juga dongeng, fiksi wajar jika tidak masuk di akal kan? Tapi ya gitu deh, aku suka dongeng dan fiksi tapi aku tetap tidak bisa menerima kalau terlalu jauh di luar nalar….dan itu juga yang menyebabkan aku tidak bisa menikmati Harry Potter :D. Eh iya, aku juga tidak suka Alice in the Wonderland tuh, membingungkan. Kata orang Jepang aku ini  kawaikunai かわいくない. hehehe.

Ada tidak dongeng atau cerita yang menurut kamu itu terlalu dibuat-buat? Atau kamu bisa menikmati semua dongeng atau fiksi begitu saja?

 

How Low Can You Go

23 Okt

Bukan mau meniru sebuah iklan, tapi aku memang mau bertanya How low or short can you go/resist?

Bagi ibu-ibu yang pernah menjahit, misalnya mengelim atau mengesom, pasti akan mengganti benang yang panjang jika benang dipakai sudah pendek. Tapi sependek apa kamu bisa bertahan? Aku selalu ingat cerita mamaku waktu kami masih bayi, dia sering menjahit baju bayi sendiri dan membuat aplikasi-aplikasi. Karena mau berhemat (jaman dulu kan semua mahal hehehe), dia selalu pakai benang itu sampai pendeeeek sekali, kalau perlu disambung (diikat). Kalau jaman sekarang mungkin tidak betah dan membuang benang-benang sisa yang sebetulnya masih bisa dipakai.

Benang sisa yang tadi kupakai

Tadi aku memendekkan celana panjangnya Riku, dan cuma bisa “tahan” memakai benang sampai segini, tidak bisa lebih pendek lagi 😀 (Ini pelit atau hemat ya? hehehe)

Tapi bicara soal hemat, suatu waktu aku pergi ke pertemuan orang tua dan guru di sekolah Riku. Guru Riku waktu itu, Chiaki Sensei mengatakan, “Saya senang sekali anak-anak yang hemat dengan pensilnya…. tapi kalau sudah terlalu pendek masih dipakai juga, saya khawatir berpengaruh pada tulisannya”. Iya juga sih, pasti berpengaruh pada jari tangannya juga tuh. Dan katanya Riku memang ada temannya perempuan yang pakai pensil sampai sekitar 3 cm… haduh…. Langsung aku ukur pensil Riku terpendek, ternyata “cuma” 6 cm. (Perlu diketahui bahwa di SD Jepang tidak memakai pensil mekanik atau bolpen di sekolah!)

Pensil terpendek Riku

Ada teman-teman yang bisa “berhemat” sampai pendeeeek sekali? Atau rendaaaah sekali 😀 Hemat apa?