Jangan Andalkan Ingatanmu Saja!

11 Des

Karena pengalaman hidup itu terlalu banyak untuk dipadatkan dalam sel-sel kelabu di kepalamu!

Senin lalu aku dan Kai pergi makan siang dengan dua pastor. Pastor yang satu memang pastor yang sedang bertugas di Tokyo, tepatnya di gereja Kichijouji, tempatku terdaftar dan biasa pergi setiap minggu. Tapi kami bertiga menemui seorang pastor dari Jakarta, Pastor Sylvester yang sedang berkunjung ke Jepang. Pastor Syl ini dulu pernah bertugas di Tokyo, saat aku baru menikah dengan Gen dan belum melahirkan Riku. Pastor Syl, Pastor Ardy, aku dan Kai menikmati 2 jam bersama di sebuah restoran merangkap nomiya (tempat minum-minum) yang buka 24 jam. Aku sudah 3 kali makan di restoran ini, dan menurutku pelayanannya cukup ramah dan tidak sungkan juga mengajak anak kecil masuk ke situ (biasanya kami tidak mengajak anak-anak masuk nomiya).

Pastor Ardy, pastor Sylvester, saya dan Kai Senin 9 Desember 2013

Mengejar ketinggalan tidak bertemu 10 tahun, kami bercakap-cakap tentang gereja, orang-orang sekitar kami dan yang pernah berinteraksi dengan kami. Dengan bercakap-cakap begitu, kenangan mulai teringat kembali bahkan aku masih ingat pernah merayakan ulang tahun bersama pastor Syl di rumah kami…. tapi kapan itu ya tepatnya? Sayangnya waktu itu aku belum menulis blog, sehingga tidak punya catatan yang lengkap.

Nah, untuk mencari catatan itu aku mencari foto-foto saat itu. Tapi sepuluh tahun yang lalu aku belum punya camera digital, sehingga harus mencari foto-foto dari sekian banyak album. Dan ketemu! Ini adalah penampakan dari foto-foto jaman beheula itu. Terlihat aku dan pastor Syl masih “kecil” 😀

Pastor Bambang, Gen, aku dan pastor Sylvester di rumahku, 14 Januari 2002

Dan dari album itu kudapat data, bahwa foto itu diambil pada tanggal 14 Januari 2002! Sebelas tahun! Nah kan! Terbukti bahwa ingatan kita aku tidak bisa menyimpan data-data sampai sedetil itu.

Dan sambil mencari foto-foto sebelas tahun yang lalu itu, aku juga sempat ketemu foto-foto bersama adik perempuanku bahkan lebih lama dari 11 tahun karena waktu itu aku belum menikah dengan Gen. Dan ternyata kami bertiga, aku adikku dan Gen sudah pernah ke Matsumoto Castle! Dan kalau dilihat dari pohon-pohon yang menguning, waktunya pada musim gugur juga. Kami ke sana naik kereta tapi hebat juga tanpa menginap bisa pergi ke beberapa tempat di Matsumoto. Dan aku hanya ingat memang kami perha pergi ke Matsumoto Castle tapi kusangka tidak masuk ke dalamnya 😀

Matsumoto Castle lebih dari 15 tahun yang lalu

Foto itu selain menggambarkan wajah-wajah kami yang masih muda, juga sempat merekam bahwa aku bisa mendaki kastil itu dengan cukup ringan, jika dibandingkan dengan waktu aku ke sana beberapa minggu yang lalu. Well… faktor u deh.

Dan ternyata selain kami juga sudah mengunjungi Sekolah Tua Kyukaichi gakkou, kami juga sempat pergi ke Museum Ukiyoe yang terletak di Matsumoto.

Kyukaichi gakkou dan Museum Ukiyoe

Jadi terbukti kan pentingnya menulis BLOG dan memotret untuk membantu kita kelak menggali kenangan-kenangan yang pernah kita alami.

Yuk ngeblog yuuk….

Masterpiece dari SD

5 Des

Masterpiece = Adikarya, menurut KBBI adi·kar·ya n karya yg dihasilkan dng kemampuan yg luar biasa; karya agung: Candi Borobudur termasuk — nenek moyang bangsa Indonesia Dan tentu karya-karya seni seorang murid SD tidaklah bisa disebut sebagai adikarya bagi umum, tapi aku merasa karya mereka sebagai adikarya. Hatiku begitu bangga dan bahagia melihat pemandangan seperti ini di aula sekolah SD Riku hari Sabtu kemarin sesudah acara pentas seninya Kai.

ruang pameran SD nya Riku

Setiap murid membuat prakarya yang ditampilkan per kelas, dari kelas satu sampai 6. Dari prakarya yang mudah sampai semakin sulit. Bayangkan di kelas 6 diajarkan lukisan dengan sumi (tinta hitam) . Tentu aku langsung menuju ke kelas 5 untuk melihat hasil seni anakku. Tapi kelas 5 itu berada di sebelah kiri panggung, jadi otomatis aku melihat panggung dulu dong. Dan di panggung terlihat sebuah karya seni yang diberi judul : Hikari no Kabe 光の壁 (Dinding Cahaya). Merupakan sebuah dinding yang terbuat dari kotak-kotak styrofoam yang “dipahat” dan membentuk lukisan 3 dimensi. Memotong styrofoam itu cukup sulit, apalagi membuat bentuk-bentuk yang diinginkan, dan Riku menggambarkan perburuan jaman purba.

Hikari no Kabe – Dinding Cahaya

Dinding yang memenuhi satu panggung itu mempunyai impact yang begitu besar, sehingga rasanya ingin berlutut di depan itu dan mendengarkan lagu healing. Tapi tentu tidak bisa karena kami belum makan siang padahal sudah mendekati jam 1, kami harus makan siang…segera (macam betina bisa ngambuk kalau tidak diberi makan hehehe). Jadi aku kemudian melihat karya Riku yang lainnya yang berada di bagian kelas 5 yaitu sebuah lukisan hitam putih dengan cara memotong dua kertas hitam dan putih.

Hitam Putih

Kelas lain yang kurasa bagus adalah kelas 4 yang membuat model es krim dengan memakai slime dan kelas 3 yang menampilkan lukisan dinosaurus seperti relief. Terlihat betapa guru-guru di SD ini mengajarkan kesenian dengan serius dan bermacam usaha dilakukan untuk membuat pameran itu terlihat bagus.

relief dan model es krim… tuh Kai jadi kepengen 😀

Salah satunya yang begitu mempesona yang kami temukan sebelum pulang adalah pameran karya kelas 3 yang berjudul Lamp Shade. Karena letaknya di sebuah ruangan kecil di aula jadi kami tidak menyangka bahwa itu adalah bagian dari pameran. Untung kami sempat melongok dan menemukan deretan lampu-lampu yang terbuat dari kotak susu yang dibalut dengan gips untuk membuat bentuk. Lalu di dalamnya diberi lampu 4 warna dengan rotor yang bisa berputar. Ruangan ditutup dengan kain hitam sehingga membuat sebuah ruangan yang hanya diterangi dua puluhan lampu warna warni. KEREN!

Lamp Shades

Secara keseluruhan pameran kesenian anak-anak SD ini membuat aku terharu…. anak-anak ini dilatih untuk berkreasi dan membuat seni yang tidak melulu menggambar saja, tapi juga diperkenalkan dengan beragam medium. Sehingga mereka menyadari bahwa seni itu tanpa batas!

Oh ya sebelum kami pulang, kami juga mampir ke ruang aula kecil untuk melihat hasil jahitan kelas 5 dalam pelajaran PKK. Riku membuat sebuah tas berukuran A4 dari kain hitam dan diberi aplikasi sesukanya 😀 Khas laki-laki deh. Ngga tau apa dia mau pakai tas itu nantinya hehehe. Dan nanti kelas 6 tugasnya membuat celemek. Inilah hasil latihan Riku dengan mesin jahit baru kami.

tas hasil jahitannya Riku

Pameran kesenian seperti ini dilakukan 2 tahun sekali, bergantian dengan pertunjukan seni. Jadi aku baru bisa melihat pameran kesenian ini nanti dua tahun lagi, waktu Riku sudah lulus dan Kai kelas 2 SD.

Tarian Macho: Yosakoi

4 Des

Hari Sabtu yang lalu, TK nya Kai mengadakan pentas seni, yang dinamakan Otanoshimikai. Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan yang diadakan pada bulan Desember. Dan tahun ini merupakan pentas seni terakhir untuk Kai karena April nanti dia akan masuk SD. Jadi waktu hari Kamis lalu dia demam, aku panik! Panik pertama karena Jumatnya aku harus mengajar dan tidak bisa minta bolos lagi (sudah pernah satu kali bolos karena Kai sakit juga) dan yang kedua, karena Sabtunya Kai harus sedapat mungkin ikut acara. Dan untunglah Gen2..bisa ambil cuti dan membawa Kai ke RS hari Jumat lalu.

Meskipun masih batuk, Kai tidak demam waktu aku bawa dia ke TK pukul 9:15. Aku harus berada di TK jam 9:45 karena aku menjadi pembantu panggung kelasnya Kai. Kerjanya ya mengganti baju anak-anak dengan kostum sebelum dan menggantinya kembali dengan baju seragam setelah pentas. Aku bertanggung jawab untuk kelompok tari “Yosakoi” yang beranggotakan 7 anak lelaki termasuk Kai. Dan mereka ini tampil pertama dari kelas Yuri (Bunga Bakung) . Tari Yosakoi ini menggambarkan suasana festival dengan gerakan-gerakan yang cukup aktif.

kelas Kai

Padahal sebetulnya hari Sabtu itu ada kegiatan Open School nya SD nya Riku yang hanya berbeda 1 blok saja. Dan kegiatan SD ini seharian (sampai jam 3 sore) jadi aku bagi tugas dan waktu dengan Gen. Kami bertiga berangkat bersama (Riku sudah duluan) dan Gen pergi ke SD sampai kira-kira pukul 11 baru datang ke TK untuk menonton pertunjukannya Kai.

Jadi mulai 9:45 aku mengurus ganti kostum anak-anak ini. Haduh, namanya juga anak laki, ngga bisa diam deh! Lari ke sana kemari. Tapi waktu memakaikan kostum itu masih ada orang tua mereka sehingga mereka masih “takut”. Dan sebetulnya kostum mereka juga tidak sulit-sulit amat. Hanya pakai blus hitam yang digulung lengannya, lalu pakai obi/ikat pinggang yang mesti dipakaikan peniti dan ikat kepala, gelang serta mereka membawa naruko yaitu semacam krecekan yang terbuat dari kayu.

Kai sesudah manggung :D/ Lihat Naruko yang dipegangnya

Aku cuma bisa lihat pertunjukannya Kai saja, jadi sesudah mengantar kelompoknya Kai ke belakang panggung, cepat-cepat nyelinap ke dalam aula. Gen sudah di sana dan memang dia yang pegang kamera. Aku hanya berbekal iPhone deh. Tapi kulihat dia ambil video saja. Jadi aku usahakan untuk mengambil foto. Padahal sebetulnya kami tidak usah memotret juga sih. Karena pada hari ini (tadi pagi) diadakan sesion pemotretan khusus dengan kostum panggungnya. Tapi memang lain ya, memotret waktu anak-anak sedang menari itu merupakan “tugas” orang tua 😀

belakang panggung 😀

Untung saja aku lihat Kai tidak melakukan kesalahan fatal dan terus bergoyang. Bangga deh kalau melihat kedua anakku menari. Soalnya aku tidak bisa (dan tidak pernah mau) selama sekolah dari SD sampai SMA. Cuma waktu TK saja pernah menari hula-hula 😀

Setelah menari sekian menit, begitu lagu selesai, aku berlari ke belakang panggung untuk menjemput anak-anak ini dan menggiring ke kelas. Setelah itu mengganti baju mereka dengan penuh perjuangan! Haduuuuh deh pantesan aku sering mendapat laporan dari Kai bahwa si X, Y, Z sering pecicilan :D. Untung acara kelas Yuri juga yang terakhir dalam sesi pagi (ada sesi siang mulai jam 1) sehingga setelah berganti baju, mereka mendapat hadiah dari gurunya kemudian bisa pulang bersama sekitar pukul 11:50. Masih ada waktu untuk mengintip kelas sciencenya Riku.

Kai di panggung

Tiga tahun untuk Kai, dan kalau termasuk Riku menjadi 5 tahun aku telah menonton acara Otanoshimikai ini. Selalu kagum dengan energi guru-guru TK yang masih muda ini untuk melatih dan mempersiapkan kostum. Kami sama sekali tidak perlu membawa atau membeli baju baru. Selalu memakai kostum yang ada di TK dengan paduan yang berbeda-beda. Paling-paling kami hanya menyediakan blus hitam atau kaus kaki. Tanpa biaya yang memberatkan orang tua. belum lagi seluruh guru dikerahkan untuk membantu dan sibuk di belakang panggung. Ada yang bertugas di latar belakang panggung dengan background buatan yang cocok untuk tarian dan semua dikerjakan dengan tangan! Tidak ada motor atau engkol untuk membuka dan menutup tirai panggung. Tradisional deh. Tidak ada mewah-mewah tapi selalu berkesan. Dan tentu saja NO MAKE UP! (kecuali gel rambut untuk membuat rambut Beckham hehehe) Aku senang melihat wajah polos anak-anak yang manggung tanpa make up, yang kalau di Indonesia seperti celepuk 😀 Itu manusia apa ondel-ondel sih? 😀

Tahun depan sudah tidak ada acara manggung begini, tapi di SD ada eksibisi untuk acara sport, sehingga bukan tarian tapi lebih mendekati senam. Nah aku sendiri waku-waku menantikan Kai sebagai anak SD, meskipun rasanya sedih melihat dia semakin dewasa.

Kata Populer 2013

3 Des

Setiap tahun di bulan Desember, tepatnya tanggal 2 Desember, perusahaan U-Can (penyedia pendidikan luar sekolah melalui korespondensi)  dan Buku Pengetahuan Dasar Bahasa Populer (現代用語の基礎知識) Gendaiyougo no Kiso chishiki memilih kata populer atau 流行語 Ryuukougo di Jepang selama satu tahun yang akan berlalu. Pengumuman Kata Populer tahunan ini sudah yang 30 kalinya.

PM2.5 NISA(ニーサ)
母さん助けて詐欺 弾丸登山
美文字 DJポリス
ななつ星 パズドラ
ビッグデータ SNEP(スネップ)
ヘイトスピーチ さとり世代
ダークツーリズム ご当地電力
ご当地キャラ こじらせ女子
富士山 日傘男子
バカッター 激おこぷんぷん丸
困り顔メイク 涙袋メイク
倍返し 今でしょ
ダイオウイカ じぇじぇじぇ
あまロス ビッグダディ
ハダカの美奈子 ふなっしー
フライングゲット マイナンバー
NSC アベノミクス
3本の矢 集団的自衛権
特定秘密 汚染水
ブラック企業 限定正社員
追い出し部屋 ナチスの手口に学んだら
ネット選挙 アホノミクス
引いたら負け 二刀流
スポーツの底力 シライ
お・も・て・な・し コントロールされている

Dari 50 calon kata, dipilih melalui pilihan warga serta panitia. Dari 50 kata itu dipilih 10 ranking dan kemarin diumumkan pemenangnya ada 4, padahal biasanya hanya satu saja. Rupanya panitia memang sulit menentukan siapa atau kata apa yang pantas menjadi pemenang.

Empat kata itu adalah : “Je je je” 「じぇじぇじぇ」yang dipopulerkan oleh Nonen Rena pada drama seri NHK : Amachan. Katanya kata ini dipakai untuk menyatakan keterkejutan. Kemudian kata “Ima desho” 「今でしょ!」(arti : Sekarang dong) yang dipopulerkan seorang guru bimbel bernama Hayashi Osamu. Kata “Bai kaeshi”「倍返し」 (arti : Balas berlipat ganda) amat sangat tidak kristiani ya hehehe, kata ini terdapat dalam drama seri TBS. Dan yang terakhir adalah kata “O-mo-te-na-shi” 「お・も・て・な・し」 yang dibawakan oleh Takigawa Christel, seorang free announcer dalam presentasi panitia pemilihan Tokyo sebagai pelaksana Olimpiade 2020. Omotenashi ini artinya hospitality (sifat melayanani)

4 penutur kata populer 2013

 

Kalau di Indonesia kata populer tahun 2013 apa ya? 😀

Takato Castle

1 Des

Akhirnya kesampaian juga niat kami untuk mengunjungi Takato castle setelah dari Matsumoto Castle dan menginap di Komagane. Sebetulnya kastil ini sangat indah pada musim semi, saat sakura mekar. Sehingga tidak heran Takato Castle dipilih sebagai salah satu dari 100Tempat Sakura terkenal di Jepang.

Tapi ternyata bukan hanya sakura saja yang indah di sana. Bayangkan begitu sampai di pelataran parkirnya saja kita sudah harus menahan nafas melihat pemandangan di depan mata. Pegunungan bersalju membentang di kejauhan dan deretan pohon yang berubah warna menjadi tempat yang bagus untuk berfoto. Karena kami sampai di lapangan parkir itu kurang dari jam 10, masih belum banyak pengunjung yang datang, sehingga kami bisa membawa mobil sampai di ujung lapangan dan mengakali menaruh kamera di wiper supaya bisa mengambil foto kami sekeluarga.

lapangan parkir aja bagus 😀

Setelah puas berfoto dengan latar pegunungan, kami memarkirkan mobil dengan benar, dan berjalan menuju ke arah Takato Castle. Namun sebelum ke kompleks castlenya, kami mampir dulu ke Shintokukan, 進徳館 sebuah hanko atas sekolah domain Takato. Bangunan ini ditetapkan pemerintah Jepang menjadi bangunan bersejarah tahun 1973. Untuk masuk ke situ memang gratis, dan bangunannya juga tidak besar.

Tak lama kami berada di sekolah Shintokukan itu dan langsung berjalan menuju kompleks Takato Castle. Tapi mana castlenya? Ternyata castlenya sendiri sudah tidak ada. Yang tertinggal hanya jembatan kayu, yang konon akan dipenuhi bunga sakura pada musim semi. Melewati jembatan itu ada taman yang di bagian ujungnya berdiri jinja kecil.

Bekas situs Takato Castle

dari situ kami berjalan menuju ke museum sejarah yang terletak terpisah dari kompleks istana. Melewati beberapa batu tulis dan monumen, kami masih bisa mendapatkan pohon-pohon yang berwarna merah oranye khas musim gugur.

menikmati warna musim gugur

 

Sementara aku menunggu di taman castle itu, Riku, Gen dan Kai pergi ke museum sejarah untuk minta cap pada buku 100Castle. Sebetulnya aku juga mau mengejar mereka tapi malah salah masuk ke arah museum seninya. Akhirnya aku kembali lagi masuk kompleks castle dan menunggu di bangku taman.

Kompleks Takato castle ini tidaklah besar, tapi karena musimnya pas bagus, terasa indah. Akhirnya kami kembali ke lapangan parkir untuk bergegas kembali ke kota Ina untuk pergi ke Kami Ina Nougyou Koukou, SMA pertanian kota Ina. Loh kenapa ke sana?

SMA Pertanian kota Ina

Jadi sebelum pergi ke Takato Castle kami sempat mampir ke konbini untuk membeli onigiri. Dan disitu ada poster yang memuat bahwa hari itu mulai pukul 10:30 sampai 12:30 akan ada pameran dan kegiatan yang diadakan oleh murid SMA pertanian itu. Antara lain memerah sapi, memperkirakan berat sapi dan lain-lain. Riku ingin sekali ke sana, dan papa Gen juga. Jadilah kami pergi ke tempat pelaksanaan festival SMA Pertanian itu. Sementara Gen dan anak-anak turun mengikuti acara, aku menunggu di dalam mobil karena ada satu kerjaan kecil yang harus aku kerjakan dan kirim hari itu juga. Lagipula aku sudah sering melihat kegiatan seperti itu, sehingga cukuplah melihat dari jauh. Ternyata Riku berhasil mendapatkan sebuah TShirt karena dia tepat menebak berat seekor anak sapi yaitu 50 kg!

Tadinya kupikir acara SMA itu menyediakan  stand-stand makanan. Entah kenapa hari itu aku ingin sekali makan daging! Yakiniku atau steak deh hehehe. Ah, ternyata di acara itu sama sekali tidak ada makanan, sehingga kami terpaksa mencari restoran sebelum masuk Tol untuk pulang. Karena tidak ada yang menjual daging, akhirnya kami masuk ke sebuah restoran Soba. Memang daerah Shinshu (Nagano) terkenal dengan sobanya. Tapi rek mahalnya hehehe.

soba dan desertnya es krim 3 rasa

Perjalanan pulang mulai jam 2 terasa lama sekali karena kami sempat mampir di Kofu yaitu di Takeda Jinja (abad 16) dan Kofu Castle (abad 17). Memang kami sudah pernah pergi ke Takeda Jinja, tapi waktu itu kami belum punya buku kumpulan Cap 100Castle. Jadi kami ingin mengejar cap tersebut, mumpung dekat. Di kedua tempat inipun aku tidak turun karena masih mengerjakan terjemahan. Untung pekerjaanku itu akhirnya bisa terkirim pukul 5 sore. Tapi perjalanan kami sampai rumah masih jauh dan macet….. Kami baru sampai di rumah jam 9 malam, dan dalam waktu 20 menit aku langsung membuat makan malam (untung ada nasi) deh.

Di Kofu : Takeda Jinja dan Kofu Castle

Perjalanan dua hari menghasilkan 4 cap castle, yaitu Matsumoto Castle, Takato Castle, Takeda Jinja dan Kofu Castle. Perjalanan mengumpulkan sampai 100 castle itu masih jauh dan lama (dan mahal hehe)

Lucu tapi…..

30 Nov

HAMA!

Sambil berjalan ke tempat parkir yang cukup jauh dari  sekolah tua, Kyukaichi gakkou, Riku tiba-tiba berkata, “Me mau hotel!” haiyah amburadul sekali bahasanya hehehe. Riku mengaku bahwa dia sering sulit membedakan yang mana yang bahasa Indonesia dan yang mana yang bahasa Inggris. Itu karena dia lebih bisa bahasa Indonesia dibanding bahasa Inggris. Lalu aku terangkan deh, “I want to stay in a hotel”.

Memang waktu itu sudah mulai gelap, meskipun baru jam 5 sore. Untuk pulang ke Tokyo pasti butuh waktu 4 jam lebih. Dan aku kasihan juga pada Gen yang harus menyetir terus. Karena itu aku juga sarankan pada Gen untuk menginap saja malam itu, sehingga besok paginya kami masih bisa pergi ke Takato Castle yang letaknya hanya 1 jam dari Matsumoto Castle. Masalahnya kami belum ada hotel, dan maunya hotel di kota apa?

Tadinya kami mau kembali ke Nagano city saja dan mencari hotel di sana. Tapi kalau tidak ada? hmmm akhirnya aku buka situs “jalandotnet” situs yang aku pernah menjadi anggota, situs pemesanan hotel dalam negeri seperti agodadotcom deh. Begitu mencari Nagano, tidak ada hotel yang kosong untuk malam itu. Ada satu tapi kok kelihatannya spooky banget hotelnya, meskipun murah. Akhirnya aku mencari di rakuten dan…voila aku dapat sebuah hotel yang kosong dan hanya kena tarif untuk dua orang dewasa saja, karena mereka mendukung keluarga. Mereka memberlakukan tarif gratis untuk anak SD ke bawah. horeee.

Oh ya perlu diketahui bahwa hotel-hotel di Jepang bayarnya dengan sistem per kepala, bukan per kamar. Memang untuk hotel internasional bisa per kamar, tapi hampir seluruh hotel dan penginapan Jepang memang dihitung per kepala. Ada yang set dengan sarapan pagi, atau dengan makan malam juga, tapi aku hanya memilih yang kamar saja. Dan yang menarik dari hotel ini, dia punya lapangan parkir untuk 200 mobil dan hot spring. Berarti hotel yang cukup besar. Dan aku ingin sekali berendam di hot spring untuk melemaskan otot-otot badan yang sudah lama tegang. Aku juga menuliskan di kolom catatan bahwa kami datang dengan mobil dan sampai kira-kira pukul 8 malam.

Nah, kami lalu mencari makan malam. Tapi sayangnya Matsumoto kota kecil yang jenis makanannya juga terbatas. Kalau ada satu nama restoran yang disebutkan, pasti ada salah satu di antara kami yang tidak setuju. Akhirnya Gen menyetting alamat hotel pada Car Navigation dan masuk tol. Kami berhenti di sebuah Parking Area kecil dan makan malam di situ. Murah meriah dan masing-masing bisa pilih maunya makan apa. Kami makan dengan lahap mengingat kami belum makan yang benar sejak berangkat (hanya roti pengganjal perut saja).

Kami sampai di hotel sekitar pukul 8. Tempatnya agak masuk dari jalan besar dan dikelilingi pohon pinus. Hmmm serem juga hehehe. Kami membayar biaya untuk dua dewasa seharga hotel bintang 4 atau 5 di Bandung tapi kwalitasnya sama seperti hotel melati di Indonesia. Memang penginapan di Jepang mahal sih.

Kami langsung masuk kamar, dan memasang kasur sendiri 😀 Hehehe aneh kan? Tapi itu memang biasa karena hotel ini pegawainya sedikit, dia tidak bisa melayani semua kamar dengan memasangkan kasur. Lagipula sistem kamar di Jepang kan tatami, jadi kasur hanya dikeluarkan waktu mau tidur. Senang juga sih bisa merebahkan badan di atas kasur dengan sprei yang bersih, meskipun bau obat nya agak keras. Tapi daripada bau apek kan?

Karena capek sekali, aku langsung tidur setelah berendam di hot spring yang untuk perempuan. Anak-anak bersama papanya sudah duluan sebelum aku. Dan untunglah satu pemandian dengan air panas itu kosong sehingga aku sendirian saja….. (meskipun agak ngeri sih karena hotelnya sudah tua… kalau mau dibayangkan seperti Hotel Indonesia tahun 80-an deh hehehe)

Pagi pukul 6:30-an di luar jendela kamar hotel lantai 6. Atas: pemandangan pegunungan. Matahari belum begitu kelihatan. Bawah: Monyet berjalan

Pagi hari aku bangun bersamaan dengan Riku dan kami memandang ke arah matahari terbit. Tidak begitu jelas terlihat sih tapi kami baru bisa melihat sekitar kami ya waktu pagi itu, karena waktu kami sampai sudah gelap sekali. Dan akhirnya kami mengerti kenapa di dalam lift itu ada tulisan “DILARANG MEMBERI MAKAN MONYET!”, dan waktu aku melihat ke bawah (kami di lantai 6) terlihat dua ekor monyet yang sedang berjalan di aspal. Ooooh rupanya memang ada monyet yang dipelihara dan dilepaskan. Monyet bahasa Jepangnya: SARU.

Permintaan dari hotel : JANGAN beri makan monyet!

Tapi aku salah duga lagi! Waktu aku dan Gen jalan pagi berdua di sekeliling hotel sebelum cekout, kami melihat LAUTAN monyet (puluhan ekor sih) di sebuah ladang kosong, di atas pohon dan di atas atap penginapan yang bertingkat dua. PANTAS saja tidak boleh memberikan makanan kepada monyet-monyet ini, karena begitu diberi makan, maka jangan heran kalau mereka AKAN menyerang manusia demi mendapatkan makanan, atau MERUSAK rumah, penginapan, hotel yang ada di sekitar itu.

ladang yang dipenuhi monyet-monyet

 

Memang monyet-monyet itu “turun” gunung pada pagi hari, karena begitu matahari tinggi, mereka tidak ada lagi di ladang yang sama. Mungkin karena manusia sudah ramai berdatangan dengan mobil-mobil sehingga mereka takut, atau kepanasan? aku tidak tahu persisnya karena aku tidak sempat mewawancara mereka 😀 Sayang sekali memang, lucu-lucu begini dibilang hama.

Monyet di atas pohon ini mau menikmati pemandangan gunung waktu pagi 😀
hello!

Pengalaman menginap mendadak, dilanjutkan dengan perjalanan sekeliling daerah Komane yang terletak di bawah pegunungan Komagatake amat menyegarkan badan dan rohani yang penat. Keindahan alam musim gugur dan pegunungan bersalju yang membentang lebar membuat kami ingin menghirup udara bersih sebanyak-banyaknya sebagai bekal hidup di Tokyo.

pemandangan sekitar hotel

Pagi itu kami cek out pukul 9 dan mencari makan pagi untuk dimakan di mobil dan melanjutkan perjalan menuju Takato Castle yang termasuk dalam 100Castle Jepang.

pegunungan chuo alps membentang

 

Matsumoto Castle

28 Nov

Sabtu 23 November lalu, Gen libur! Horreeeee…. soalnya jarang sekali Gen libur 2 hari weekend, sabtu dan minggu. Untung saja dia libur, kalau tidak pasti aku ngedumel. Tanggal 23  itu hari buruh (terima kasih kepada pekerja) kok malah masuk kerja 😀 Karena bisa libur 2 hari, kami bermaksud untuk jalan-jalan, doraibu (drive– menyetir) sambil momijigari (mencari daun-daun merah kuning musim gugur).

Tapi sampai sabtu pagi kami belum tahu akan kemana. Untung saja Gen terbangun jam 8 sehingga dia langsung mengatakan, “Yuk kita ke Matsumoto (Nagano)! Jam 9 kita pergi”. Haiyah aku langsung kelabakan deh, sambil siapkan sarapan onigiri, susis dan telur, aku bersiap-siap ganti baju Kai dan diri sendiri. Dan yah jam 9 lebih sedikit kami bisa berangkat.

Jalanan padat tapi tidak sampai macet, karena Matsumoto itu cukup jauh yaitu sekitar 222 km dari rumah kami, paling sedikit butuh 3 jam untuk sampai. Tapi tentu saja kami mau tidak mau mampir di beberapa parking area untuk istirahat ke wc. Dan tidak lupa aku membeli roti dan minuman. Untung saja, karena dengan makan roti itu kami bisa lanjut terus sampai Matsumoto tanpa harus berhenti makan.

Yang menyenangkan waktu kami berhenti di Futaba Parking Area. Dulu waktu musim ajisai dan lavender, kami bisa mendapatkan foto yang indah di situ. Dan kali ini kami bisa mendapatkan pemandangan gunung Fuji yang jelas sekali! Sayang cahaya matahari cukup kuat sehingga sulit untuk mengatur balance cahaya jika mau memotret manusia dengan latar gunung Fuji.

Gunung Fuji dari Futaba Parking Area

Karena hari begitu cerah dan sesekali kami bisa melihat pemandangan gunung Fuji, juga pegunungan Alps Jepang, kami menikmati doraibu kami. Aku beberapa kali mengambil foto-foto tapi karena dari dalam mobil yang bergerak, hasilnya kurang bagus.

Sambil menuju Matsumoto Castle, Gen sempat menyebutkan nama castle lain yang terletak hanya satu jam dari Matsumoto. Karena itu aku bilang supaya membatasi saja kunjungan di Matsumoto dan dapat dua castle. TAPI ternyata tidak bisa memperpendek kunjungan ke castle yang satu ini. Kenapa?

Matsumoto Castle dan bayangannya

Sebelum masuk areal castle itu saja pemandangannya sudah bagus. Castle itu dikelilingi parit/ kolam yang membuat bayangan castle di permukaannya. Indah! Riku memakai camera canon jeprat-jepret sana sini. Di luar saja cudah cukup lama kami melewatkan waktu.

Kemudian kami masuk ke areal castle itu dengan membayar harga tanda masuk 600 yen (dewasa) dan 300 yen (anak-anak). Dan tidak jauh dari pintu masuk ada dua orang SAMURAI dengan pakaian perangnya menawarkan diri untuk berfoto bersama dengan latar belakang castle. Senangnya kalau ada ‘service’ seperti ini, kami TIDAK perlu memberikan tip kepada mereka (tidak seperti di Indonesia, apa-apa tip). Mereka dengan senang hati melayani, meskipun waktu sore kami akan pulang, kami sempat juga melihat samurai duduk kecapekan (dan Gen memotretnya hehehe). Tentu saja karena pakaian perang itu memang berat kan.

Riku dan Kai bersama dua samurai beryoroi (baju perang)

Lalu kami masuk ke dalam castle yang juga disebut dengan Karasujou Crow Castle (Kastil Gagak) karena bangunannya dicat hitam semua. Di pintu masuk kami harus melepaskan sepatu dan memasukkannya ke dalam tas plastik yang telah disediakan, dan mulai antri untuk menaiki kastil tersebut. Perlu diketahui castle ini didirikan 1504 (akhir jaman Azuchi Momoyama, awal jaman Tokugawa)

bagian dalam kastil. Kanan bawah tempat mengintip ke luar

Haduuuuuh aku teringat waktu pergi ke Himeji Castle deh. Waktu itu aku amat sangat ketakutan memanjat tangga dalam castle itu. Dan di Matsumoto Castle ini bahkan LEBIH mengerikan karena sudut tangganya sangat curam, melebihi 60 derajat. Udah gitu sempit dan tidak bisa berlama-lama ragu naik atau tidak karena antrian padat. Tapi sebetulnya menaiki tangga curam itu masih lebih mending daripada menuruninya! Legaaaa sekali rasanya waktu berhasil keluar dari castle ini, sekaligus bangga aku tidak batal tengah jalan. Mungkin kalau 20 tahun lalu aku akan membatalkan naik (sampai di Basillica St Peters pun aku terpaksa menunggu di bawah karena takut naik :D), tapi sekarang aku punya satu tekad yaitu menunjukkan pada anak-anakku bahwa mama bisa! Tentu dengan harapan mereka juga tidak takut untuk mencoba sesuatu hehehe.

tangga yang curam

Kami keluar dari kompleks kastil itu menjelang pukul 4 dan bergegas pergi ke sekolah tua, Kyukaichi gakkou yang telah aku tulis di sini.

kastil dari dekat

 

 

 

Hari Guru Nasional

25 Nov

Setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional. Terus terang aku tidak mengerti kenapa ada Hari Pendidikan, dan ada Hari Guru. Di Jepang dua-duanya tidak ada. Mungkin karena pendidikan sudah lumrah dan sejarahnya terlalu lama?

Banyak teman yang menuliskan terima kasih kepada guru-guru mereka dari TK, SD, SMP, SMA, Universitas dan ada yang menulis guru agama juga guru ketrampilan khusus. Tentu aku pun selalu berterima kasih pada guru-guruku, tapi kalau mau disebutkan nama, aku paling ingat sampai sekarang guru kelas 1 SD ibu Catherine dan kelas 5 SD ibu Mardiyanti. Ibu Catherine sudah berteman denganku di FB, tapi aku belum mengetahui kabar dari ibu Mardiyanti.

Kebetulan akhir pekan kemarin aku pergi ke sebuah sekolah SD di Matsumoto yang merupakan salah satu sekolah yang tertua di Jepang setelah Restorasi Meiji. Dibangun tahun 1875 dan sekarang dipakai sebagai museum pendidikan. Namanya Kyu Kaichi Gakkou dan bangunan ini ditetapkan menjadi Warisan Budaya Penting  Jepang pada tahun 1961.

Untuk masuk bangunan bergaya Eropa ini kami membayar 300 yen untuk dewasa. Buka pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore. Kami datang sudah pukul 4:20 dan masih sempat mengelilingi bangunan dua lantai ini. Sebetulnya jika banyak waktu aku dan Gen ingin membaca semua keterangan yang terdapat dalam kelas-kelas yang dijadikan tempat pameran, karena kami berdua memang mengambil program pendidikan sekolah waktu program pasca sarjana.

tampak muka

Kelas pertama yang kami masuki menggambarkan suasana kelas jaman dulu, yang masing-masin murid mendapatkan papan tulis kecil untuk mencatat. Ah suasana seperti ini memang masih aku alami waktu SD dulu, meskipun tentu bangku dan papan tulis kecil tidak ada. Tapi suasana kelasnya membuat aku bernostalgia. Kalau dipikir-pikir sekolah jaman dulu memang masih memakai alat-alat tradisional tapi kok rasanya lebih ramah lingkungan ya?

suasana kelas jaman dulu

Yang juga menarik adalah perbandingan bangku belajar SD dari jaman sebelum Meiji (terakoya) sampai jaman sekarang. Semakin ke sini tempat menulisnya semakin jauh dari tanah 😀

Memang jaman semakin modern, jika dulu murid SD mencatat penjelasan guru dari papan tulis, sekarang mungkin sudah ada yang memotret penjelasan guru dan tidak mencatat sama sekali (kejadian di universitasku sih) dan mungkin kelak tidak perlu lagi membawa buku dan alat tulis, cukup iPad saja. Atau perubahan dari pihak guru pun pasti terjadi, dan mungkin kelak guru dan murid tak perlu lagi bertemu langsung ya (di universitasku ini sudah dimulai). Tapi menurutku yang paling penting, manusia harus terus belajar, tentu saja gurupun termasuk.

 

 

12 Jam Doraibu

18 Nov

Setelah menuliskan Sehari Tanpa Gadget : Doraibu, akhirnya deMiyashita bisa mempunyai waktu libur yang pas semuanya libur, yaitu hari Minggu kemarin, mulai dari jam 12 siang sampai 12 malam lebih. Kok siang sekali berangkatnya? Ya, karena kami harus menunggu Riku yang ke gereja dan ikut sekolah Minggu sampai jam 11. Aku dan Kai sudah ke gereja sabtu sorenya, mengikuti misa berbahasa Indonesia di gereja Meguro, sedangkan Riku belum.

Kemana selama 12 jam? Yang pasti kami pergi ke dua prefektur: Kanagawa dan Shizuoka. Sebelum kami jalan, kami menjemput ibu mertua dulu di Yokohama. Saat itu kami belum tahu mau ke mana, tapi sudah pasti tidak mau ke arah pelabuhan dan kota Yokohamanya, karena ada pertandingan marathon wanita. Jadi kami melarikan mobil ke arah Odawara dan paling tidak mengunjungi Ashinoko, Hakone tempat yang bisa melihat daun-daun merah-kuning ciri khasnya musim gugur, dan gunung Fuji. Momijigari! (Mencari pemandangan musim gugur)

Tapi hampir jam setengah 2 kami baru sampai di Ninomiya, dekat Odawara padahal kami sudah lapar sekali. Kebetulan ada rumah makan Jepang bernama Ebiya, kami langsung parkir saja di situ. Ternyata rumah makan ini menyediakan segala macam masakan ikan, udon dan soba. Maklum tempatnya dekat laut (Odawara), jadi aku memesan ikan Bora bakar, ibu mertua ikan Isaki bakar dan sazae (sejenis kerang), sedangkan Gen dan Riku makan nasi dengan ikan teri mentah dan Kai sashimi. Karena lapar semuanya enak 😀 Rupanya ibu mertuaku jarang bakar ikan karena memang makan waktu dan bau ke mana-mana ya. Jadi dia senang sekali bisa makan ikan bakar.

Makan siang terlambat di Ebiya. Kiri atas: sejenis kerang bernama Sazae. Kiri bawah nasi dan ikan teri mentah. Kanan bawah Ikan Bora bakar

Setelah makan kami menuju ke Hakone dan kebetulan ada papan penunjuk “Ichiya Castle” (harafiahnya : Kastil Satu Malam), langsung Riku berkata: “Aku mau ke situ, itu kan tempatnya si bla bla bla”. Aku tidak menyimak tapi bangga anakku tahu sejarah negaranya sendiri 🙂 Jadi kami mampir menuju peninggalan castle Ichiya. Tapi untuk melihat castlenya harus mendaki sedangkan aku pakai rok dan sepatu yang tidak cocok untuk mendaki. Ibu mertua juga tidak bisa mendaki, sehingga aku, Kai dan ibu mertua tunggu di rest area. Rest areanya juga bagus tempatnya, ada sebuah restoran bakery, tenpat penjualan hasil ladang dan bunga, serta hamparan ladang jeruk sedangkan di kejauhan terlihat pantai yang biru. Sementara kalau lihat di atas bukit bisa terlihat ray of light yang indah. Sayang kamera Nikonku dibawa Gen mendaki sehingga aku hanya ada kamera digital, yang kurang bisa menangkap ray of light nya.

Ishigakiyama, Ichiyajo yang tinggal situsnya saja (tidak ada bangunannya)

Menurut Riku, Ichiyajo artinya kastil yang dibangun 1 malam. Maksudnya BUKAN kastil sungguhan pada jaman Toyotomi Hodeyoshi. Untuk mengelabui musuhnya dibangunlah bangunan semi permanen yang dari jauh terlihat seperti kastil padahal dalamnya kosong. Menurut wikipedia selama pemerintahan Toyotomi ada dua kastil yang termasuk dalam ichiyajo yaitu Sunomatajou dan Ishigakiyamajou. Yang kemarin kami pergi itu namanya Ishigakiyamajou.

Rest area di Ichiyajo. Kai bergaya di kebun jeruk

Setelah berbelanja tanaman hias dan jeruk, kami meninggalkan tempat ini. Sudah pukul 4, dan kupikir Gen akan mengarah pulang. Ternyata dia masih mau mencari tempat wisata di sekitar tempat itu. Dan aku teringat sebuah hotel yang bernama FUJIYA, yang mempunyai arsitektur dan taman yang indah. Cocok untuk berfoto di sana. Lagipula aku ingat pernah pergi ke sana dengan mama dan papa. Ah jadi kangen mama, untung aku sudah tidak menangis lagi jika teringat alm. mama (kecuali pas down a.k.a PMS :D) Jadi kami bermobil menuju hotel itu menyusuri jalan menanjak yang berliku-liku. Pemandangannya bagus di sebelah kanan, tapi kami juga harus melihat antrian mobil yang sedang turun. MACET! Wah, kalau pulangnya nanti musti ikut antri di belakang antrian itu….. membuat hati ini terasa berat. Tapi kemudian ibu mertuaku bilang, kalau pulang lewat jalan lain saja, dan memang dulu kami pernah melewati jalan lain itu.

Kami sampai di hotel Fujiya sudah pukul 4:45, dan senja sudah mulai menggelapkan pandangan. Saat itu di hotel yang terkenal dengan keaslian dan kemahalannya itu masih dipenuhi dengan tamu dari dua pernikahan. Kupikir kalau perlu kami bisa duduk di cafe dan ngopi. Tapi ibu mertuaku bilang dia mau membeli roti di toko hotel. Jadi kami ikut lihat-lihat di sana. Oh ya hotel ini terkenal dengan kare dagingnya. Jadi aku juga membeli pack berisi kare daging untuk oleh-oleh. 

Kai yang belanja roti sendiri (pakai uang sendiri) di hotel Fujiya

Ada satu yang lucu di toko roti ini. Kai yang membawa dompetnya sendiri, ingin membeli SATU roti yang paling murah. Dia lihat dari harga roti dan memilih yang seharga 270 yen. Aku tahu dia mau bayar sendiri, jadi aku biarkan dia membawa roti yang dia ingin beli ke kasir. Untung saat itu kasirnya tidak ada orang, dan gadis penjaga kasir juga melayani Kai dengan ramah. Kai memang sudah bisa berhitung sedikit, dan dia tahu kalau dia memberikan 300 yen akan dapat kembalian. Jadi dia ambil 300 dari dompetnya dan memberikannya ke kasir. Dari jauh aku dan Gen melihat Kai yang berani dan berlagak seperti anak besar. Ah…. dia sudah bukan anak kecil lagi, sedikit demi sedikit dia akan mandiri. Jadi terharu deh…..

Setelah membeli roti kami keluar ke taman yang indah. Untung kami bisa mengejar terang senja dan masih bisa berfoto di situ. Sementara itu mulai banyak tamu yang keluar untuk menikmati keindahan senja dan lampu yang menerangi hotel dan taman. Persis pukul 5:05 kami meninggalkan parkir hotel. Kok tahu itu pukul 5:05? Ya, karena ada pemberitahuan lewat speaker bahwa sudah pukul 5:05 dan penangkapan babi hutan untuk hari itu selesai. Rupanya banyaknya babi hutan yang berkeliaran membuat pemda menginjinkan perburuan babi hutan di sekitar daerah itu.

Hotel Fujiya, Hakone

Tentu kami memakai jalan yang lain dan menjauhi jalan menurun yang masih macet. Tentu sambil melihat navigator dan GPS dari HPku. Car navigator kami sudah berusia 3 tahun dan selama 3 tahun itu sudah ada beberapa perubahan yang terjadi di daerah itu. Kami sampai di rumah mertua pukul 10 malam. Jalan toll macet cukup parah dan membuat kami harus duduk lama di mobil. Setelah istirahat sebentar di rumah mertua kami pulang ke Tokyo dan sampai di rumah pukul 12 malam. Tentu saja anak-anak sudah tertidur semua 😀

Perjalanan 12 jam doraibu (bermobil) yang nariyuki (tanpa tujuan awal) yang melelahkan tapi cukup menyenangkan.