HAMA!
Sambil berjalan ke tempat parkir yang cukup jauh dari sekolah tua, Kyukaichi gakkou, Riku tiba-tiba berkata, “Me mau hotel!” haiyah amburadul sekali bahasanya hehehe. Riku mengaku bahwa dia sering sulit membedakan yang mana yang bahasa Indonesia dan yang mana yang bahasa Inggris. Itu karena dia lebih bisa bahasa Indonesia dibanding bahasa Inggris. Lalu aku terangkan deh, “I want to stay in a hotel”.
Memang waktu itu sudah mulai gelap, meskipun baru jam 5 sore. Untuk pulang ke Tokyo pasti butuh waktu 4 jam lebih. Dan aku kasihan juga pada Gen yang harus menyetir terus. Karena itu aku juga sarankan pada Gen untuk menginap saja malam itu, sehingga besok paginya kami masih bisa pergi ke Takato Castle yang letaknya hanya 1 jam dari Matsumoto Castle. Masalahnya kami belum ada hotel, dan maunya hotel di kota apa?
Tadinya kami mau kembali ke Nagano city saja dan mencari hotel di sana. Tapi kalau tidak ada? hmmm akhirnya aku buka situs “jalandotnet” situs yang aku pernah menjadi anggota, situs pemesanan hotel dalam negeri seperti agodadotcom deh. Begitu mencari Nagano, tidak ada hotel yang kosong untuk malam itu. Ada satu tapi kok kelihatannya spooky banget hotelnya, meskipun murah. Akhirnya aku mencari di rakuten dan…voila aku dapat sebuah hotel yang kosong dan hanya kena tarif untuk dua orang dewasa saja, karena mereka mendukung keluarga. Mereka memberlakukan tarif gratis untuk anak SD ke bawah. horeee.
Oh ya perlu diketahui bahwa hotel-hotel di Jepang bayarnya dengan sistem per kepala, bukan per kamar. Memang untuk hotel internasional bisa per kamar, tapi hampir seluruh hotel dan penginapan Jepang memang dihitung per kepala. Ada yang set dengan sarapan pagi, atau dengan makan malam juga, tapi aku hanya memilih yang kamar saja. Dan yang menarik dari hotel ini, dia punya lapangan parkir untuk 200 mobil dan hot spring. Berarti hotel yang cukup besar. Dan aku ingin sekali berendam di hot spring untuk melemaskan otot-otot badan yang sudah lama tegang. Aku juga menuliskan di kolom catatan bahwa kami datang dengan mobil dan sampai kira-kira pukul 8 malam.
Nah, kami lalu mencari makan malam. Tapi sayangnya Matsumoto kota kecil yang jenis makanannya juga terbatas. Kalau ada satu nama restoran yang disebutkan, pasti ada salah satu di antara kami yang tidak setuju. Akhirnya Gen menyetting alamat hotel pada Car Navigation dan masuk tol. Kami berhenti di sebuah Parking Area kecil dan makan malam di situ. Murah meriah dan masing-masing bisa pilih maunya makan apa. Kami makan dengan lahap mengingat kami belum makan yang benar sejak berangkat (hanya roti pengganjal perut saja).
Kami sampai di hotel sekitar pukul 8. Tempatnya agak masuk dari jalan besar dan dikelilingi pohon pinus. Hmmm serem juga hehehe. Kami membayar biaya untuk dua dewasa seharga hotel bintang 4 atau 5 di Bandung tapi kwalitasnya sama seperti hotel melati di Indonesia. Memang penginapan di Jepang mahal sih.
Kami langsung masuk kamar, dan memasang kasur sendiri 😀 Hehehe aneh kan? Tapi itu memang biasa karena hotel ini pegawainya sedikit, dia tidak bisa melayani semua kamar dengan memasangkan kasur. Lagipula sistem kamar di Jepang kan tatami, jadi kasur hanya dikeluarkan waktu mau tidur. Senang juga sih bisa merebahkan badan di atas kasur dengan sprei yang bersih, meskipun bau obat nya agak keras. Tapi daripada bau apek kan?
Karena capek sekali, aku langsung tidur setelah berendam di hot spring yang untuk perempuan. Anak-anak bersama papanya sudah duluan sebelum aku. Dan untunglah satu pemandian dengan air panas itu kosong sehingga aku sendirian saja….. (meskipun agak ngeri sih karena hotelnya sudah tua… kalau mau dibayangkan seperti Hotel Indonesia tahun 80-an deh hehehe)
Pagi hari aku bangun bersamaan dengan Riku dan kami memandang ke arah matahari terbit. Tidak begitu jelas terlihat sih tapi kami baru bisa melihat sekitar kami ya waktu pagi itu, karena waktu kami sampai sudah gelap sekali. Dan akhirnya kami mengerti kenapa di dalam lift itu ada tulisan “DILARANG MEMBERI MAKAN MONYET!”, dan waktu aku melihat ke bawah (kami di lantai 6) terlihat dua ekor monyet yang sedang berjalan di aspal. Ooooh rupanya memang ada monyet yang dipelihara dan dilepaskan. Monyet bahasa Jepangnya: SARU.
Tapi aku salah duga lagi! Waktu aku dan Gen jalan pagi berdua di sekeliling hotel sebelum cekout, kami melihat LAUTAN monyet (puluhan ekor sih) di sebuah ladang kosong, di atas pohon dan di atas atap penginapan yang bertingkat dua. PANTAS saja tidak boleh memberikan makanan kepada monyet-monyet ini, karena begitu diberi makan, maka jangan heran kalau mereka AKAN menyerang manusia demi mendapatkan makanan, atau MERUSAK rumah, penginapan, hotel yang ada di sekitar itu.
Memang monyet-monyet itu “turun” gunung pada pagi hari, karena begitu matahari tinggi, mereka tidak ada lagi di ladang yang sama. Mungkin karena manusia sudah ramai berdatangan dengan mobil-mobil sehingga mereka takut, atau kepanasan? aku tidak tahu persisnya karena aku tidak sempat mewawancara mereka 😀 Sayang sekali memang, lucu-lucu begini dibilang hama.
Pengalaman menginap mendadak, dilanjutkan dengan perjalanan sekeliling daerah Komane yang terletak di bawah pegunungan Komagatake amat menyegarkan badan dan rohani yang penat. Keindahan alam musim gugur dan pegunungan bersalju yang membentang lebar membuat kami ingin menghirup udara bersih sebanyak-banyaknya sebagai bekal hidup di Tokyo.
Pagi itu kami cek out pukul 9 dan mencari makan pagi untuk dimakan di mobil dan melanjutkan perjalan menuju Takato Castle yang termasuk dalam 100Castle Jepang.
Wah.. pemandangan nya indah bangettt.. pengen ke sanaaaaaa……. :))
salam hangat..
Pemandangannya bagus bgt ya mbak… gunung2 gitu…
tp monyetnya serem. Hahaha
iya ngeri kalau diserang mereka tiba-tiba hihihi
tercapai deh keinginan Riku nginap di hotel…
kejutan di pagi hari dengan banyaknya monyet liar..
iya nih, baru sekali itu lihat monyet begitu banyak
Haahaha hotelnya agak jadul gpp, mbak…yg penting viewnya kereenn 🙂
iya toh di hotel cuma untuk tidur (dan mandi)
Suasana dekat alamnya sangat terasa ya mBak, puncak gunung mulai diselimuti salju…
….membuat kami ingin menghirup udara bersih sebanyak-banyaknya sebagai bekal hidup di Tokyo….kepedulian dan kebutuhan udara bersih yang semakin terasa ya.
Salam
iya mbak, meskipun di Tokyo udaranya juga bersih, terasa lain kalau di pegunungan
Pengunungannya indah banget mbakk..
Btw. kalau aku gak dilarang juga gak mau ngasih makan monyet.. soalnya ngeri.. hehehhee