Dalam acara televisi “Syakkin” ada sebuah lagu yang kerap dinyanyikan berjudul “Okagesama Ondo おかげさま音頭”. Ondo sendiri adalah jenis musik yang dipakai untuk mengiringi tarian di festival-festival (Matsuri), yang pasti riang tentunya. Karena itu cocok sekali dinyanyikan pada acara anak-anak di pagi hari seperti “Shakkin” sekaligus sebagai pengingat bahwa kita bisa hidup seperti sekarang ini karena ada pendahulu kita.
おかげ おかげ おかげさま
あぁ おかげさま~
ちょいと木の下 雨やどり
(雨やどり~)
こうして ぬれずに
すんだのは~
名もない むかしの
あんたのおかげ
ちょいと タネうえ
そだててくれた~
あぁ きょうのしあわせ
ぜんぶ だれかの
(ハイハイ!)
おかげさま~
(ア ソレ!)
フグのおさしみ おいしいな
(おいしいな~)
こうして たいらげられたのは
名もない むかしの
あんたのおかげ
どくがあるのに
すんごいチャレンジ~!
あぁ きょうのしあわせ
ぜんぶ だれかの
(ハイハイ!)
おかげさま~
(ア ソレ!)
ケーキかこんで たんじょうかい
(ハピバスデ~)
こうして おいわいできたのは
なにが なんでも
かあちゃんのおかげ(とーちゃんも!)
そんで ばあちゃん
ひいばあちゃん
(じーちゃんも)
ひいひいばあちゃん
そのまたむかしは~
あぁ きょうのしあわせ
ごせんぞさまの
(ハイハイ!)
おかげさま~
おかげ おかげ おかげさま
あぁ おかげさま~
Inti liriknya begini :
Waktu kamu berteduh di bawah pohon
Bisa tidak basah begini
pasti berkat seseorang yg tidak kamu ketahui
yang memelihara biji menjadi pohon
Bahagia hari ini
semuanya berkat seseorang
Enaknya makan ikan buntal (beracun)
Kita bisa makan enak begini
Berkat orang jaman dulu yang mau mencari tantangan
Bahagia hari ini
semuanya berkat seseorang
Pesta mengelilingi ulang tahun
Kita bisa merayakan begini
berkat ibu (dan ayah)
juga berkat nenek
nenek buyut (juga kakek)
nenek nenek buyut… nenek moyang kita
Bahagia kita hari ini
berkat nenek moyang kita
Dan memang aku jarang mendengar orang Jepang berkata, “Berkat Tuhan” seperti “Kamisama no okage“, tapi lebih banyak mendengar “Gosenzosama no okage” berkat nenek moyang. Rasa keterikatan dengan pendahulu ini begitu erat, sampai kalau bisa waktu mati pun ingin bersama, di dalam makam yang sama. Karenanya ada makam keluarga, tempat semua abu keturunan menjadi satu di dalamnya. (Makam terlihat seperti batu, tapi sebetulnya di bagian bawah, tempat biasanya jenazah dikubur, ada tempat semacam lagi untuk menaruh kendi-kendi berisi abu jenazah. Jadi berapa banyak juga bisa masuk). Filosofi makam seperti ini mungkin sulit dimengerti oleh orang yang beragama Islam, dan sebagian Kristen/Katolik.
Nah, sisa liburan Golden Week tanggal 4 dan 5 Mei kemarin, bagi keluarga Miyashita memang bertemakan “Berkat pendahulu”. Sudah sejak hari Selasa malamnya Riku dan Kai berkata ingin bertemu A-chan dan Ta-chan (Ibu dan Bapaknya Gen, memang sudah sejak cucunya lahir mereka tidak mau dipanggil nenek-kakek, tapi dengan nama saja. Katanya supaya tidak merasa tua :D). Rabu paginya, aku membuka FB dan melihat Taku, adik Gen sedang bermain di FB, jadi aku suruh Gen untuk telepon ke rumahnya di Sendai. Aku tahu sudah lama mereka tidak bicara karena masing-masing sibuk dengan pekerjaannya.
Di telepon Taku menanyakan soal security FB, dan aku jelaskan bahwa kita bisa memblock orang-orang yang tidak mau kita beritahu status/fotonya, pokoknya semua bisa disetting semau kita. Bahkan jika kita mau hanya kita sendiri saja yang melihat juga bisa disetting begitu. Lalu Taku berkata, “Wah kamu jelaskan begitu aku juga tidak ngerti. Enaknya kalau ada di sebelahnya yah”. Aku salah sangka, kupikir tidak ada komputer di sebelahnya, sehingga tidak mengerti apa yang aku jelaskan. Ternyata, maksudnya paling enak jika bertemu langsung, dan mendengar langsung. Dia ingin pergi ke Yokohama juga, mudik mendadak! Wah tentu saja kami senang, karena sejak Gempa Tohoku itu kami belum bertemu lagi. Jadilah kami janjian untuk bertemu di rumah mertua di Yokohama. (Istri dan anaknya masih mengungsi ke selatan Jepang, jadi tidak bisa bergabung dengan kami)
Setelah berbelanja keperluan untuk barbeque, dan tentu saja sake, kami menuju Yokohama. Saat itu Riku dan Kai belum tahu bahwa mereka juga akan bertemu om nya. Gen membohongi Riku bahwa dia harus menemani papanya menjemput orang kantor di stasiun. Dan dia kaget bahwa “orang kantor” itu adalah omnya. Sepanjang perjalanan pulang, Riku ribut bercerita pada omnya. Memang Riku amat sayang pada omnya ini. Sedangkan Kai yang menyambut di rumah sempat bengong….. Karena semua berkelakar memanggil si om dengan “papa”, ingin mengecoh Kai apakah bisa membedakan papanya dengan sang saudara kembarnya :D. Untung Kai sudah cukup besar untuk tidak menangis dan cukup “bengong” saja.(Dan sayang sekali tidak ada yang ingat untuk mengambil foto muka bengong Kai hihihi)
Jadilah malam itu aku kesepian, tidur sendiri. Karena kedua anakku memaksa ingin tidur bersama omnya di kamar atas. Sedangkan aku di kamar makan, dan Gen di kamar tatami. Aku sempat terbangun malam hari dan merasa sepi…. begini rupanya rasanya kalau anak-anak sudah terpisah dan mandiri …hiks hihihi hiks (entah mau tertawa atau menangis :D)
Keesokan harinya, setelah sarapan pagi, kami pergi nyekar ke makam keluarga. Waktu Higan (equinox day) tanggal 22 Maret, kami seharusnya nyekar, tapi karena masih ramai-ramai soal gempa dan radiasi nuklir, terlupakan. Bersama Taku, kami sekeluarga nyekar ke makam dan berdoa mengucapkan terima kasih atas penjagaan selama ini. Kami ada karena mereka ada, dan mereka mendoakan kami.
Dari makam, kami mampir ke Yokomizo Yashiki, rumah tradisional yang dulu pernah aku tulis juga di sini. Ternyata relawan membuat festival kecil untuk merayakan hari anak-anak. Dijual sup rebung dari hutan bambu yang ada di bagian samping rumah. Selain itu dari bambu yang ada juga dibuka “pameran” cara pembuatan takekopter… alias baling-baling bambu. (Jadi ingat doraemon deh). Relawan yang memang ahli membuat baling-baling bambu itu membuatkan untuk anak-anak yang mau seharga 100 yen. Di bawah teduhnya pohon-pohon di sekeliling rumah, sambil melihat bendera koinobori tergantung, anak-anak bermain enggrang dan permainan bambu lainnya, kami merayakan festival anak-anak di sini.
Bersyukur atas hari cerah yang diberikan Tuhan,
Bersyukur atas pendahulu yang menjaga kelestarian alam sekitar kita
Bersyukur masih ada orang-orang yang mau menjaga tradisi turun temurun
Bersyukur bisa bertemu dengan saudara-saudara dalam keadaan sehat
Dan semoga masih banyak “Hari Anak-anak” yang bisa kita lewati bersama, sampai si anak-anak menjadi dewasa kelak…. cycle of life
pengen dengar itu lagunya seperti apa, hehe, saya gak pernah tau lagu tradisional jepang, yang sering jpop sama jrock nya, hehe..
Salam
Sayang lagu ini tidak ada di Youtube, karena diprotect oleh NHK. Musti nonton langsung di siaran NHK nya sih
EM
mbak imel, papa gen dan om taku mirip banget yah? mmg kembar yah, mbak?:)
iya fety…memang kembar, beda 17 menit, tuaan papa gen hehehe
EM
Mbak Imel, aku baru tahu ada rebung & permainan ekgrang di Jepang. Wah, dekat sekali ya budaya Indo-Jepang?
Yup, kebanyakan malah yang di Indonesia berasal dari Jepang, atau Cina
EM
papa Gen dan om Taku memang mirip ya…
untuk Kai tidak sampai menangis 😀
btw, omuraisu itu omelet bukan mbak?
hehehe… emang kembar sih 😀
omuraisu = omellet rice, biasanya chicken rice dibungkus dgn omelet
EM
#Bengong#
Selama ini selalu membayangkan bisa semirip apa mereka berdua.. ternyata… mirip banget (*_*)
padahal bukan identik loh.
EM
oom sama papa mirip banget, potongan rambutnya aja yang beda, pantesan Kai sampai takjub
hehehe iya. tapi secara tidak sadar mereka bisa pilih kacamata model yg sama. Mobil juga suka yg sama 😀
EM
Wuih, kembarnya beneran mirip! 😀
Wuih, baling-baling bambu beneran! Bisa buat terbang gak tuh, Bu? 😀
Kalau segede kamu ya ngga bisa 😛
EM
Aku suka fotonya yang Kai tergelak saat memegang pipi kembaran papanya 🙂
O ya da waktu dia berdoa, manis sekali 🙂
Emang mirip banget. Pantes aja Riku sampai bengong. Coba kalau ada yang memfoto Riku pas bengong. *Penasaran….
Bukan Riku mas…. Kai. Dulu waktu Riku umur 1 th an pernah “dikerjain” juga, dan sempat shock hahaha
EM
Seru banget emang kalo kumpul keluarga gitu ya Mbak Imel, apalagi aku yang punya banyak Om dan sepupu, mereka bersemangat sekali. Mungkin begitu ya yang kurasakan di diklat, emang tidur ngga keganggu sih, tapi aku terbiasa tidur dikiri kanan ada anakku, satu pegang tangan kanan, satu pegang tangan kiri. Baling-baling bambu aku jadi ingat Dora emon deh…he…he…
Sudah seharusnya kita menghormati leluhur kita, nyekar dan berdo’a untuk mereka.
Nah ada yang senasib sama aku…. merasa kesepian kalau tidak ada anak-anak bobo di samping hehehe
EM
Lagi lagi filosofi yang keren banget mba Imel…
aku suka banget dengan kalimat :
Waktu kamu berteduh di bawah pohon
Bisa tidak basah begini
pasti berkat seseorang yg tidak kamu ketahui
yang memelihara biji menjadi pohon
simple…tapi mendalam banget maknanya 🙂
Duh…Papa Gen sama Om Taku bener bener kembar identik ya…
mirip bangeeeeet 🙂
Riku dan Kai juga kelihatan seneng banget kedatangan Om nya 🙂
Bukan kembar identik Erry.. mereka dari 2 telur. Karenanya aku ngga ada kemungkin punya anak kembar 😀
EM
thanks to facebook dong klo gitu ya mba 😀
Klo ga nanya2 soal facebook, blom tentu jadi ketemuan kan hehehe
ah keluarga kembar selalu unik menurutku
apa ga pernah salah manggil mba? xixixi
asal jangan salah peluk aja dari belakang ya hahaha
Ho oh, untung tinggalnya beda daerah hahaha
Dulu sebelum nikah pernah pergi wisata sama-sama ke Hiroshima, dan pernah HAMPIR salah peluk dari belakang 😀
EM
Ooo.. baling2 bambu itu namanya takekopter.
Dulu waktu aku masih SD, di TVRI ada tayangan tentang Jepang dan ada yang main takekopter. Dan besoknya papaku langsung bikinin takekopter buatku (papaku tuh semacam MacGyver 🙂 ). Trus dibawa ke sekolah dan banyak teman yang pengen dibikinin juga. Dasar otak dagang, aku daganginlah itu takekopter. Sebiji harganya seratus perak. Hahaha.. 🙂
Hahahaa… baling-baling bambunya doraemon namanya Takekopter. Tapi nama sebenernya adalah TAKETOMBO. Take = bambu, tombo = dragonfly (capung).
Hebat ih masih SD udah pinter berdagang. Si Gen aku ceritain, ketawa dia. MaC Gyver….kangen ih sama si Mac Gyver. Kagak cakep tapi keren yah dia 😀
EM
pertama liat kaka beradik papa Gen dan om Taku aku liat mirip banget, udah nyangka kembaran loh 🙂 sayangnya mudik mendadak tidak megikutkan istri dan anak om Taku, saya pingin liat profil mereka juga
dan buat Riku… tante minat resep omuraisunya dong haha… soalnya suka banget ama omelet atau dadar telur modifikasi:D
waaaa gen ama kembarannya mirip banget ya mbak. ya iyalah namanya juga kembar… 😛
kebayang dah pasti si kai bengong. hahaha. lucu pastinya ya… 😀
bagus tuh tradisi untuk menghormati leluhur masih terus dipertahankan ya mbak…
sepertinya asia timur memiliki kultur yang sama, yakni memiliki keterkaitan yang kuat dan penghormatan yang tinggi terhadap leluhur, dan pada daerah dgn kultur seperti itu nampaknya budaya lokal memang mengakar kuat, tak gampang tergerus budaya pop, membuat mereka memiliki karakter kuat. mantap.
ngerjain bocah, antara papa dan pamannya? hahaha…. ya bingunglah, ibunya saja pernah hampir salah peluk. ihihihi… 😀
dan sedihlah saya lihat gambar itu mainan, sekarang banyak mainan dari plastik 🙁
syair lagunya bagus mbak. jadi berpikir, bisakah minta lagu ini diputarkan NHK? hehe. nanti trus aku pantengin radio NHK :p
riku sudah bisa masak? waw … keren! (kenapa ya kalau lihat cowok yg bisa masak, rasanya tuh cowok keren banget hehehe…)
Itu yang aku juga jadikan targetku Mbak,
bahwa harus semakin banyak aku menghabiskan waktu untuk anakku, biar tercipta bounding yang baik dan erat dengan orangtuanya :).
Wah Riku makin besar aja ya
Malah dah pinter masak sekarang
Hebat deh
Apa Riku masih inget saya ya kalau ketemu
Ah andai 🙂
jiiaah, ada baling2 bambu beneran, jadi ingat dora emon 😀
tradisi menghormati lelhur inilah yg membuat masyarakat Jepang mempunyai karakter yg kuat ya Mbak EM
dan, walau tdk identik Papa sangat mirip dgn lembarannya 🙂
salam
Senangnya melihat kebahagiaan anak-anak itu, terasa sekali mereka sangat menikmati moment bersama Om yg merupakan kembaran sang Papa… 🙂
Btw, aku juga punya ponakan kembar.. Meski wajah mereka agak sedikit berbeda, tp sikap dan tingkah laku mereka nyaris sama. Seringkali mereka beli barang yg sama, walau masing-masing berada di tempat berbeda
Baru 2 kali ini aku main kesini dan blog ini benar-benar punya ciri khas tersendiri..
Mbak Imel kok bisa sih nulis kanji di blog, emang blog di Jepang dashboardnya bisa dirubah ya tulisannya.. Duh Riku, ngiler nih liat Omuraisu nya..
wah..bener-bener mirip yah papa riku ama om nya.. 🙂
riku..ajarin tante bikin omuraisu…
Mungkin Kai mau bilang: Apakah mama nikah lagi?
hahaha…
Orang Batak mirip sama orang Jepang juga ya 🙂
Orang Batak itu punya monumen keluarga. Di monumen itu isinya jenasah2 para leluhur, kakek nenek, dan keturunannya. Untuk masuk ke monumen tersebut ada yang namanya upacara pengangkatan jenasah 🙂
Orang Batak juga sangat memuja para leluhur.
Katanya, kalau jarak usianya dekat, wajahnya nyaris mirip 😀
Sangat menyentuh.. Kekeluargaan sekali.. Betapa hangatnya
Hehe, hihihihixhix jg gpp
Pasti ada saatnya untuk melepas bebas mereka
Sejak kecil jg tante ud latih mereka mandiri kan?
Hhh. Japaneses have quite good sense of humor, a kin to Indonesians, don’t they?!
I wish Kai’s confused face was captured
Hmmm jadi keinget berdoa untuk para leluhur & juga minta mereka restui karyaku d dunia ini
~LiOnA~
wah papa dan om udah kembar, kalau misal Riku sama Kai kembar juga pasti tambah seru ya mb, hihi..
btw resep omuraisu tu gimana cara bikinnya mb, buat variasi menu sarapan pagi boleh juga nih. Riku cakep, ajarin tante bikin yah! arigatou
ngomong2 itu topi pembuat takekoputa nya kyk topi anak SD di Indonesia ya 🙂
Maknanya dalam sekali
Makanannya juga tampak lezat
Salam hangat dari Surabaya
betul pakdhe… maknanya dalam sekali. Dan ini yang menjadi dasar sense of belonging mereka yang begitu kuat